Upload
wisnu46
View
147
Download
10
Embed Size (px)
Citation preview
I. PENDAHULUAN
Demensia adalah masalah besar dan serius yang dihadapi Negara-negara
maju, dan telah menjadi masalah kesehatan yang mulai muncul dinegara-
negara berkembang seperti Indonesia. Secara klinis munculnya demensia pada
orang lanjut usia sering tidak disadari karena awitannya yang tidak jelas dan
perjalanan penyakitnya yang progresif namun perlahan.1
Demensia adalah berkurangnya kognisi pada tingkat kesadaran yang
stabil. Sifat hendaya yang persisten dan stabil membedakan demensia dengan
dengan sifat gangguan kesadaran lain dan deficit yang berfluktuasi pada
delirium. Dalam revisi DSM-IV-TR edisi-4, demensia ditandai oleh defek
kognitif multiple yang mencakup hendaya memori, tanpa hendaya kesadaran.2
Demensia vaskular merupakan demensia yang lazim ditemukan setelah
setalah demensia tipe alzheimer, yang secara kausatif berhubungan dengan
penyakit serebrovaskular. Hipertensi merupakan faktor perdisposisi bagi
seseorang untuk menderita demensai. Demensia vaskular meliputi 15 hingga
30 persen dari seluruh kasus demensia. Demensia vaskular paling sering
ditemui pada seseorang yang berusia antara 60 hingga 70 tahun dan lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada wanita.3
Adapun pembagian demensia vaskular secara klinis adalah sebagai
berikut :
1. Demensia Vaskular Pasca Stroke
Untuk demensia vascular karena adanya infark tertentu akan ditemui lesi
pada girus angularis, thalamus, basal forebrain, daerah sekitar arteri
serebri posterior, dan arteri serebri anterior. Sedangkan untuk Multiple
infark dementia (MID) akan didapatkan adanya perdarahan intraserebral.
2. Demensia Vaskular Subkortikal
Terdapat lesi iskemik pada substansia alba, infark lakuner subkortikal,
infark non-lakuner subkortikal.
1
3. Demensia Vaskular Tipe Campuran Penyakit Alzheimer dan
Penyakit Serebrovaskular
II. ETIOLOGI
Kausa primer demensia vaskular, dahulu disebut demensia multi infark,
diperkirakan adalah penyakit vaskular serebral multiple, menyebabkan pola
gejala demensia. Demensia vaskular paling sering ditemukan pada pria,
terutama mereka dengan hipertensi yang sudah ada sebelumnya atau faktor
resiko kerdiovaskular lain. Gangguan ini terutama memengaruhi pembuluh
darah serebral berukuran kecil dan sedang, yang mengalami infark dan
menyebabkan lesi parenkim multiple yang tersebar secara luas di otak. Kausa
infark mungkin mencakup oklusi pembuluh oleh plak arteriosklerotik atau
tromboemboli dari asal yang jauh (seperti katup jantung).1
2
Gambar 1. Perbandingan persentase etiologi dari demensia3
III. EPIDEMIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO
Prevalensi demensia semakin meningkat dengan bertambahnya usia.
Prevalensi demensia sedang hingga berat bervariasi pada tiap kelompok usia.
Pada kelompok usia diatas 65 tahun prevalensi demensia sedang hingga berat
mencapai 5 persen, sedangkan pada kelompok usia diatas 85 tahun
prevalensinya mencapai 20 hingga 40 persen.3
Diperkirakan sekitar 6% sampai 10% orang diatas 65 mengalami
demensia dan lebih dari 60% pasien dengan penyakit Alzheimer didahului
oleh demensia vaskular. Demensia vaskular sendiri diperkirakan mencapai
20% sampai 40% dari keseluruhan demensia. Sembilan puluh lima persen
stroke terjadi pada seseorang dengan umur lebih dari 65 tahun. Pada pasien
post stroke, umur merupakan faktor resiko terbesar untuk perkembangan
demensia vaskular.
Walaupun insiden demensia vaskular bervariasi tergantung dari metode
dan kriteria penelitian yang digunakan, pada suatu penelitian, resiko demensia
dengan stroke sangat tinggi pada usia lebih dari 80 tahun. Dalam penelitian
didapatkan bahwa terdapat hubungan kuat antara umur, level pendidikan yang
3
rendah, dan demensia poststroke sebagai faktor resiko vaskular (ex.
Hipertensi, diabetes, hiperlipidemia, merokok).4
IV. PATOGENSIS
Demensia vaskular, atau gangguan kognitif vaskular, adalah hasil akhir
dari kerusakan otak yang disebabkan oleh penyakit serebrovaskular. Adanya
infark mulptipel, infark lakunar, infark tunggal didaerah tertentu pada otak,
sindrom Binswanger, angiopati amiloid serebral, hipoperfusi, perdarahan, dan
berbagai mekanisme lain menjadi pathogenesis timbulnya demensia vaskular.
1. Infark multiple
Demensia multi infark merupakan akibat dari infark multiple atau
bilateral. Terdapat riwayat satu atau beberapa kali serangan stroke dengan
gejala fokal seperti hemiparesis atau hemiplegic, afasia, hemianopsia,
pseudobulbar palsy sering disertai disartria, gangguan berjalan (small step
gait), forced laughing/crying, refleks babinski dan inkontinensia.
2. Infark lakunar
Lakunar adalah infark kecil, diameter 2-15 mm, disebabkan kelainan
pada small penetrating arteries di daerah diencephalon, batang otak dan
sub kortikal akibat dari hipertensi. Pada sepertiga kasus, infark lakunar
bersifat asimptomatik. Apabila menimbulkan gejala, dapat terjadi
gangguan sensorik, transient ischaemic attackhemiparesis atau ataksia.
Bila jumlah lakunar bertambah maka akan timbul sindrom demensia,
sering disertai pseudobulbar palsy. Pada derajat yang berat terjadi lacunar
state.
3. Infark Tunggal di Daerah Strategis
Strategic single infarct dementia merupakan akibat lesi iskemik pada
daerah kortikal atau subkortikal yang mempunyai fungsi penting. Infark
girus angularis menimbulkan gejala afasia sensorik, aleksia, agrafia,
4
gangguan memori, disorientasi spasial dan gangguan konstruksi. Infark
daerah distribusi arteri serebri posterior menimbulkan gejala amnesia
disertai agitasi, halusinasi visual, gangguan visual dan kebingungan.
4. Sindrom Binswanger
Sindrom Binswanger menunjukkan demensia progresif dengan
riwayat stroke, hipertensi dan kadang-kadang diabetes melitus. Sering
disertai gejala pseudobulbar palsy, kelainan piramidal, gangguan berjalan
(gait) dan inkontinensia.
5. Angiopati Amiloid Serebral
Terdapat penimbunan amiloid pada tunika media dan adventisia
arteriola serebral. Insidensinya meningkat dengan bertambahnya usia.
Kadang-kadang terjadi demensia dengan onset mendadak.
6. Hipoperfusi
Demensia dapat terjadi akibat iskemia otak global karena henti
jantung, hipotensi berat, hipoperfusi dengan/tanpa gejala oklusi karotis,
kegagalan autoregulasi arteri serebral, kegagalan fungsi pernafasan.
Kondisi-kondisi tersebut menyebabkan lesi vaskular di otak yang multipel
terutama di daerah white matter.
7. Perdarahan
Demensia dapat terjadi karena lesi perdarahan seperti hematoma
subdural kronik, gejala sisa dari perdarahan sub arachnoid dan hematoma
serebral. Hematoma multipel berhubungan dengan angiopati amiloid
serebral idiopatik atau herediter.
8. Mekanisme Lain
Mekanisme lain dapat mengakibatkan demensia termasuk kelainan
pembuluh darah inflamasi atau non inflamasi (poliartritis nodosa,
limfomatoid granulomatosis, giant-cell arteritis, dan sebagainya).5
V. MANIFESTASI KLINIS DAN DIAGNOSIS
5
Keluhan perubahan kepribadian pada pasien berusia di atas 40 tahun
member kesan bahwa diagnosis demensia harus dipertimbangkan secara
cermat. Klinisi harus mencatat keluhan pasien mengenai hendaya intelektual
dan sifat mudah lupa, juga bukti adanya pengelakan, penyangkalan, atau
rasionalisasi pasien yang bertujuan menyembunyikan defisit kognitif. Proses
demensia yang menyerang korteks, terutama demensia tipe Alzheimer dan
vaskular, dapat memengaruhi kemampuan berbahasa pasien. Kesulitan
berbahasa dapat ditandai oleh cara berkata-kata yang samar-samar, stereotipi,
tidak tepat, atau sirkumstansial, dan pasien mungkin juga mengalami kesulitan
menyebutkan nama benda.
Cirri kepribadian yang telah ada sebelumnya dapat semakin menonjol
selama perkembangan demensia. Selain psikosis dan perubahan kepribadian,
depresi dan ansietas juga merupakan gejala mayor pada sekitar 40 sampai 50
persen pasien demensia, meski sindrom gangguan depresif yang lengkap
mungkin tampak pada hanya 10 sampai 20 persen. Selain afasia, apraksia dan
agnosia pada pasien demensia juga biasa dijumpai, tanda neurologis lain yang
dapat dikaitkan dengan demensia adalah kejang yang terlihat pada 20 persen
pada demensia vaskular.
Pasien demensia vaskular mungkin mengalami gejala neurologis
tambahan, seperti nyeri kepala, pusing, pingsan, kelemahan, tanda neurologis
fokal, dan gangguan tidur, yang kemungkinan disebabkan oleh lokasi penyakit
serebrovaskular. Pseudobulbar palsy, disartria, dan disfagia juga lebih sering
terjadi pada demensia vaskular dibandingkan pada kondisi demensia lain.
Pasien demensia juga menunjukkan pasnurunan kemampuan menerapkan
apa yang disebut oleh Kurt Goldstein sebagai sikap abstrak. Pasien memiliki
kesulitan melakukan generalisasi dari satu contoh, menyusun konsep, serta
menemukan kesamaan dan perbedaan beberapa konsep. Lebih lanjut,
kemampuan memecahkan masalah, mengemukan alasan secara logis, dan
membuat penilaian yang rasional juga terganggu.2
6
Diagnosis demensia ditegakkan melalui dua tahap, pertama
menegakkandiagnosis demensia, kedua mencari proses vaskular yang
mendasari. Terdapatbeberapa kriteria diagnostik untuk menegakkan diagnosis
dimensia vaskular, yaitu: diagnostik and statiktikal manual of mental disorders
edisi ke empat (DSM-IV), pedoman penggolongan dan diagnosis gangguan
jiwa (PPDGJ) III, dan international clasification of diseases (ICD-10).
1. Kriteria Diagnosis DSM-IV-TR Untuk Demensia Vaskular
a. Munculnya deficit kognitif multiple yang dimanifestasikan baik oleh :
(1) Hendaya memori (terganggunya kemampuan memelajari informasi
baru atau mengingat yang telah dipelajari sebelumnya)
(2) Satu (atau lebih) gangguan kognitif di bawah ini :
(a) Afasia (gangguan berbahasa)
(b) Apraksia (terganggunya kemampuan melakukan aktivitas
motorik meski fungsi motorik masih intak)
(c) Agnosia (kegagalan mengenali atau mengidentifikasi objek
meski fungsi sensorik masih intak)
(d) Gangguan dalam melakukan fungsi eksekutif (merencanakan,
mengorganisasi, merangkai, abstraksi)
b. Defisit kognitif pada kriteria A1 dan A2 masing-masing menyebabkan
hendaya yang signifikan dalam fungsi social dan okupasional serta
menggambarkan penurunan tingkat kemampuan berfungsi sebelumnya
yang signifikan.
c. Tanda dan gejala neurologis fokal (refleks tendo dalam yang
berlebihan, respons plantar ekstensor, pseudobulbar palsy,
abnormalitas cara berjalan, kelemahan pada satu ekstremitas) atau
bukti laboratorium yang mengindikasikan adanya penyakit
serebrovaskular (infark multiple yang melibatkan korteks dan
substansia alba di bawahnya) yang dianggap secara etiologi berkaitan
dengan gangguan tersebut.
7
d. Defisit tidak terjadi hanya pada saat delirium.2
2. Kriteria Diagnostik PPDGJ-III
a. Terdapat gejala demensia
b. Hendaya fungsi kognitif biasanya tidak merata (mungkin terdapat
hilangnya daya ingat, gangguan daya piker, gejala neurologis fokal).
Daya tilik dari (insight) dan daya nilai (judgment) secara relative tetap
baik.
c. Suatu onset yang mendadak atau deteriorasi yang bertahap, disertai
adanya gejala neurologis fokal, meningkatkan kemungkinan diagnosis
demensia vaskular.
Pada beberapa kasus, penetapan hanya dapat dilakukan dengan
pemeriksaan CT-Scan atau pemeriksaan neuropatologis.
F01.0 Demensia Vaskular Onset Akut
Biasanya terjadi secara cepat sesudah serangkaian “stroke” akibat
thrombosis serebrovaskular, embolisme, atau perdarahan. Pada kasus-
kasus yang jarang, satu infark yang besar dapat sebagai penyebab.
F01.1 Demensia Multi-infark
Onsetnya lebih lambat, biasanya setelah serangkaian episode iskemik
minor yang menimbulkan akumulasi dari infark pada parenkim otak.
F01.2 Demensia Vaskular Subkortikal
Fokus kerusakan akibat iskemia pada substansia alba di hemisferi
serebral, yang dapat diduga secara klinis dan buktikan dengan CT-
Scan. Korteks serebri biasanya tetap baik, walaupun demikian
gambaran klinis masih mirip dengan demensia pada penyakit
Alzheimer.
8
F01.3 Demensia Vaskular Campuran Kortikal dan Subkortikal
komponen campuran kortikal dan subkortikal dapat diduga dari
gambaran klinis, hasil pemeriksaan termasuk autopsy atau keduanya.
F01.8 Demensia Vaskular Lainnya
F01.9 Demensia Vaskular YTT. 6
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan untuk mendapatkan data
yang dapat memberi nilai tambah dalam bidang pencegahan, diagnosis, terapi,
prognosis dan rehabilitasi.
1. Pencitraan
Dengan adanya fasilitas pemeriksaan CT-Scan otan dan MRI dapat
dipastikan adanya perdarahan atau infark (tunggal atau multipel), besar
serta lokasinya. Juga dapat disingkirkan kemungkinan gangguan struktur
lain yang dapat memberikan gambaran mirip demensia vaskular, misalnya
neoplasma.
2. Laboratorium
Digunakan untuk menentukan penyebab atau factor resiko yang
mengakibatkan timbulnya stroke dan demensia. Pemeriksaan darah tepi,
laju endap darah (LED), kadar glukosa, Glycosylated Hb, tes serologi
untuk sifilis, HIV, kolesterol, trigliserida, fungsi tiroid, profil koagulasi,
kadar asam urat, lupus antikoagulan, antibodi antikardiolipin, dan lain
sebagainya yang dianggap perlu.
3. Lain-Lain
Foto Rontgen dada, EKG, ekokardiografi, EEG, pemeriksaan Doppler,
potensial cetusan atau angiografi.5
VI.DIAGNOSIS BANDING
1. Demensia Tipe Alzheimer
9
Secara klasik, demensia vaskular selalu dibedakan dengan demensia tipe
Alzheimer berdasarkan perburukan yang terus menurun yang mungkin
menyertai penyakit serebrovaskular seiring berjalannya waktu, namun
gejala neurologis fokal lebih sering terjadi pada demensia vaskular
dibanding pada demensia tipe Alzheimer, sebagaimana halnya factor
resiko penyakit serebrovaskular.
2. Serangan Iskemik Sesaat (TIA)
Serangan iskemik sesaat (TIA) adalah episode singkat disfungsi
neurologis fokal yang berlangsung kurang dari 24 jam (biasanya 5 sampai
15 menit). Sekitar sepertiga orang dengan TIA yang tidak diobati akan
mengalami infark otak dikemudian hari, oleh karena itu, pengenalan TIA
merupakan strategi klinis yang penting untuk mencegah infark otak.
3. Delirium
Membedakan antara delirium dengan demensia dapat menjadi lebih sulit
daripada yang dinyatakan dalam klasifikasi DSM-IV-TR. Umumnya,
delirium dibedakan berdasarkan awitan yang mendadak, dursai singkat,
fluktuasi hendaya kognitif sepanjang hari, eksaserbasi gejala secara
nocturnal, gangguan nyata pada siklus tidur-bangun, serta gangguan atensi
dan persepsi yang prominen.
4. Depresi
Sejumlah pasien depresi mengalami gejala hendaya kognitif yang sulit
dibedakan dengan gejala dimensia. Gambaran klinisnya terkadang disebut
sebagai pseudodimensia.
5. Gangguan Buatan
Orang yang mencoba meniru kehilangan memori, seperti pada gangguan
buatan, melakukannya secara serampangan dan tidak konsisten. Pada
demensia sejati, memori terhadap waktu dan tempat akan hilang sebelum
memori terhadap orang dan memori jangka pendek hilang terlebih dahulu
sebelum memori jangka panjang.
10
6. Skizofrenia
Walaupun skizofrenia mungkin dikaitkan dengan hendaya intelektual
derajat tertentu, gejalanya tidak separah gejala psikosis dan gangguan isis
pikir yang tampak pada demensia.
7. Penuaan Normal
Pada penuanan normal dapat terjadi problem memori derajat ringan, hal
ini dapat dibedakan dengan demensia berdasarkan keparahannya yang
ringan serta fakta bahwa tidak mengganggu perilaku social dan
okupasional orang tersebut secara signifikan.
8. Gangguan Lain
Retardasi mental tidak mencakup hendaya memori dan tejadi dimasa
kanak-kanak. Gangguan amnesik ditandai hilangnya memori secara
terbatas dan tanpa peburukan. Depresi mayor dengan gangguan memori
akan merespon pengobatan. Berpura-pura sakit serta gangguan hipofisis
harus disingkirkan namun kemungkinannya kecil.2
VII. TERAPI
Langkah pertama dalam menangani kasus demensia adalah melakukan
verifikasi diagnosis. Diagnosis yang akurat sangat penting mengingat
progresifitas penyakit dapat dihambat atau bahkan disembuhkan jika terapi
yang tepat dapat diberikan. Tindakan pengukuran untuk pencegahan adalah
penting terutama pada demensia vaskuler. Pengukuran tersebut dapat berupa
pengaturan diet, olahraga, dan pengontrolan terhadap diabetes dan
hipertensi. Obat-obatan yang diberikan dapat berupa antihipertensi,
antikoagulan, atau antiplatelet. Pengontrolan terhadap tekanan darah harus
dilakukan sehingga tekanan darah pasien dapat dijaga agar berada dalam
batas normal, hal ini didukung oleh fakta adanya perbaikan fungsi kognitif
pada pasien demensia vaskuler. Tekanan darah yang berada dibawah nilai
normal menunjukkan perburukan fungsi kognitif, secara lebih lanjut, pada
11
pasien dengan demensia vaskuler. Pilihan obat antihipertensi dalam hal ini
adalah sangat penting mengingat antagonis reseptor b-2 dapat memperburuk
kerusakan fungsi kognitif. Angiotensin-converting enzyme (ACE) inhibitor
dan diuretik telah dibuktikan tidak berhubungan dengan perburukan fungsi
kognitif dan diperkirakan hal itu disebabkan oleh efek penurunan tekanan
darah tanpa mempengaruhi aliran darah otak. Tindakan bedah untuk
mengeluarkan plak karotis dapat mencegah kejadian vaskuler berikutnya
pada pasien-pasien yang telah diseleksi secara hati-hati. Pendekatan terapi
secara umum pada pasien dengan demensia bertujuan untuk memberikan
perawatan medis suportif, dukungan emosional untuk pasien dan
keluarganya, serta terapi farmakologis untuk gejala-gejala yang spesifik,
termasuk perilaku yang merugikan.2
Terapi Psikososial
Kemerosotan status mental memiliki makna yang signifikan pada pasien
dengan demensia. Keinginan untuk melanjutkan hidup tergantung pada
memori. Memori jangka pendek hilang sebelum hilangnya memori jangka
panjang pada kebanyakan kasus demensia, dan banyak pasien biasanya
mengalami distres akibat memikirkan bagaimana mereka menggunakan lagi
fungsi memorinya disamping memikirkan penyakit yang sedang dialaminya.
Identitas pasien menjadi pudar seiring perjalanan penyakitnya, dan mereka
hanya dapat sedikit dan semakin sedikit menggunakan daya ingatnya. Reaksi
emosional bervariasi mulai dari depresi hingga kecemasan yang berat dan
teror katastrofik yang berakar dari kesadaran bahwa pemahaman akan
dirinya (sense of self) menghilang.
12
Pasien biasanya akan mendapatkan manfaat dari psikoterapi suportif dan
edukatif sehingga mereka dapat memahami perjalanan dan sifat alamiah dari
penyakit yang dideritanya. Mereka juga bisa mendapatkan dukungan dalam
kesedihannya dan penerimaan akan perburukan disabilitas serta perhatian
akan masalah-masalah harga dirinya. Banyak fungsi yang masih utuh dapat
dimaksimalkan dengan membantu pasien mengidentifikasi aktivitas yang
masih dapat dikerjakannya. Suatu pendekatan psikodinamik terhadap defek
fungsi ego dan keterbatasan fungsi kognitif juga dapat bermanfaat. Dokter
dapat membantu pasien untuk menemukan cara “berdamai” dengan defek
fungsi ego, seperti menyimpan kalender untuk pasien dengan masalah
orientasi, membuat jadwal untuk membantu menata struktur aktivitasnya,
serta membuat catatan untuk masalah-masalah daya ingat. Intervensi
psikodinamik dengan melibatkan keluarga pasien dapat sangat membantu.
Hal tersebut membantu pasien untuk melawan perasaan bersalah, kesedihan,
kemarahan, dan keputusasaan karena ia merasa perlahan-lahan dijauhi oleh
keluarganya.2
Farmakoterapi
Dokter dapat meresepkan benzodiazepine untuk insomnia dan
kecemasan, antidepresi untuk depresi, dan obat-obat antipsikotik untuk
waham dan halusinasi, akan tetapi dokter juga harus mewaspadai efek
idiosinkrasi obat yang mungkin terjadi pada pasien usia lanjut (misalnya
kegembiraan paradoksikal, kebingungan, dan peningkatan efek sedasi).
Secara umum, obatobatan dengan aktivitas antikolinergik yang tinggi
sebaiknya dihindarkan.
Donezepil, rivastigmin, galantamin, dan takrin adalah penghambat
kolinesterase yang digunakan untuk mengobati gangguan kognitif ringan
hingga sedang pada penyakit Alzheimer. Obat-obat tersebut menurunkan
inaktivasi dari neurotransmitter asetilkolin sehingga meningkatkan potensi
13
neurotransmitter kolinergik yang pada gilirannya menimbulkan perbaikan
memori. Obat-obatan tersebut sangat bermanfaat untuk seseorang dengan
kehilangan memori ringan hingga sedang yang memiliki neuron kolinergik
basal yang masih baik melalui penguatan neurotransmisi kolinergik.
Donezepil ditoleransi dengan baik dan digunakan secara luas. Takrin
jarang digunakan karena potensial menimbulkan hepatotoksisitas. Sedikit
data klinis yang tersedia mengenai rivastigmin dan galantamin, yang
sepertinya menimbulkan efek gastrointestinal (GI) dan efek samping
neuropsikiatrik yang lebih tinggi daripada donezepil. Tidak satupun dari
obat-obatan tersebut dapat mencegah degenerasi neuron progresif.2
Terapi medikamentosa terhadap faktor resiko vaskuler : 5,7
Terapi simptomatik terhadap gangguan kognisi simptomatik :
Penyekat Asetilkolinesterase:
Donepezil Hcl tablet 5 mg, 1 x 1 tablet / hari
Rivastigmin tablet, interval titrasi 1 bulan, mulai dari 2 x 1,5 mg
sampai maksimal 2 x 6 mg
Galantamin tablet, interval titrasi 1 bulan mulai dari 2 x 4 mg
sampai maksimal 2 x 16 mg
Gangguan perilaku :
Depresi :
Antidepresan golongan SSRI (pilihan utama) : Sertraline tablet 1
x 50 mg, tablet 1 x 20 mg, Flbuxetine tablet 1 x 20 mg
Golongan Monoamine Oxidase (MAO) Inhibitors: Reversible
MAO-A inhibitor (RIMA) : Moclobemide
Delusi/ halusinasi/ agitasi
Neuroleptik atipikal
Risperidon tablet 1 x 0,5 mg – 2 mg / hari
Olanzapin 2,5 - 5,0 mg atau 5 - 10 mg
Quetiapin tablet : 2 x 25 mg – 100 mg
14
Neuroleptik tipikal
Haloperidol tablet : 1x 0,5 mg – 2 mg / hari
Anxiolitika
Clobazam 1 x 10 mg
Lorazepam 0,5 - 1.0 mg atau 1,5 - 2 mg
Bromazepam 1,5 mg - 6 mg
Buspirone HCI 10 - 30 mg
Trazodone 25 - 10 mg atau 50 - 100 mg
Rivotril 2 mg (1 x 0,5mg - 2mg)
Antidepresiva
Amitriptyline 25 - 50 mg
Tofranil 25 - 30 mg
Asendin 1 x 25 - 3 x 100 mg (hati2, cukup keras)
SSRI spt Zoloft 1x 50 mg, Seroxat 1x20 mg, Luvox 1 x 50 -100
mg, Citalopram 1 x 10 - 20 mg, Cipralex, Efexor-XR 1 x 75 mg,
Cymbalta 1 x 60 mg.
Mirtazapine (Remeron) 7,5 mg - 30 mg (hati2)
Mood stabilizers
Carbamazepine 100 - 200 mg atau 400 - 600 mg
Divalproex 125 - 250 mg atau 500 - 750 mg
Topamate 1 x 50 mg
Tnileptal 1 x 300 mg - 3 x mg
Neurontin 1 x 100 - 3 x 300 mg bisa naik hingga 1800 mg
Lamictal 1 x 50 mg 2 x 50 mg
Priadel 2 - 3 x 400 mg
Obat anti-demensia pada kasus demensia stadium lanjut sebenarnya
sudah tak berguna lagi, namun bila diberikan dapat mengefektifkan obat
terhadap BPSD (Behavioural and Psychological Symptoms of Dementia)
Nootropika:
15
Pyritinol (Encephabol) 1 x100 - 3 x 200 mg
Piracetam(Nootropil) 1 x 400 - 3 x 1200 mg
Sabeluzole (Reminyl)
Ca-antagonist:
Nimodipine (Nimotop 1 - 3 x 30 mg)
Citicholine (Nicholin) 1 - 2 x 100 - 300 mg i.v / i.m.
Cinnarizine(Stugeron) 1 - 3 x 25 mg
Pentoxifylline (Trental) 2 - 3 x 400 mg (oral), 200 - 300 mg infuse
Pantoyl-GABA
Acetylcholinesterase inhibitors
Tacrine 10 mg dinaikkan lambat laun hingga 80 mg. Hepatotoxik
Donepezil (Aricept) centrally active reversible cholinesterase
inhibitor, 5 mg 1x/hari
Galantamine (Riminil) 1 - 3 x 5 mg
Rivastigmin (Exelon) 1,5, 3, 4, 5, 6 mg
Memantine 2 x 5 - 10 mg .
Pendekatan Pengobatan Lain
Obat-obatan lain telah diuji untuk meningkatkan aktivitas kognitif
termasuk penguat metabolisme serebral umum, penghambat kanal kalsium,
dan agen serotonergik. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa slegilin
(suatu penghambat monoamine oksidase tipe B), dapat memperlambat
perkembangan penyakit ini.
Terapi pengganti Estrogen dapat menginduksi risiko penurunan fungsi
kognitif pada wanita pasca menopause, walau demikian masih diperlukan
penelitian lebih lanjut mengenai hal tersebut. Terapi komplemen dan
alternatif menggunakan ginkgo biloba dan fitoterapi lainnya bertujuan untuk
melihat efek positif terhadap fungsi kognisi. Laporan mengenai penggunaan
obat antiinflamasi nonsteroid (OAINS) memiliki efek lebih rendah terhadap
16
perkembangan penyakit Alzheimer. Vitamin E tidak menunjukkan manfaat
dalam pencegahan penyakit.2
VIII. PENCEGAHAN
Penderita hipertensi, diabetes melitus, hiperlipidemia harus diberikan
pengobatan secara optimal dan dianjurkan untuk berhenti merokok serta
membatasi asupan alkhohol. Mereka juga dianjurkan mengubah pola
hidupnya menjadi gaya hidup yang sehat. Faktor risiko non-aterogenik
seperti atrium fibrilasi dan stenosis arteri carotid dapat diperbaiki. Pada
stenosis yang berat (> 70%) dapat dilakukan carotid endarterectomy.
Warfarin sangat bermanfaat untuk menurunkan risiko pada penderita
stroke dengan atrium fibrilasi dibandingkan pemberian aspirin. Mereka
yang mengalami TIA atau stroke non-hemoragik dapat diberikan anti
platelet untuk menurunkan risiko. Dosis aspirin yang dianjurkan berkisar
antara 75 mg sampai 325 mg. Mereka yang tidak berhasil dengan
pemberian aspirin dapat diberikan obat anti platelet lainnya seperti
ticlopidine.5
IX. PROGNOSIS
Prognosis demensia vaskular bervariasi tergantung dari kriteria yang
digunakan untuk menegakan diagnosis. Miokardium infark menurunkan
angka harapan hidup sekitar 50 % , 4 tahun dari pemeriksaan awal. Sekitar
sepertiga lansia meninggal akibat komplikasi demensia, sepertiga akibat
penyakit serebrovaskular, 8% akibat penyakit kardiovaskular lain. Secara
umum angka mortalitas demensia vaskular sama atau lebih parah disbanding
Alzheimer disease.4
17
DAFTAR PUSTAKA
1. Sudoyo AW. dkk. Buku Ajar Penyakit Dalam. Jakarta. Internal
Publishing. 2008.
2. Sadock BJ. Sadock VA. Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri Klinis
Edisi 2. Jakarta. EGC. 2010.
3. Julianti R. Budiono A. Demensia. 2008 [cited : 2014 April 02]. Available
from : DrsMed-FK UNRI :Http://yayanakhyar.wordpress.com.
4. Lee AY. Vascular Dementia. 2011 [cited : 2014 April 02]. Available
from : Http://www.cmj.ac.kr.
5. Indiyarti R. Diagnosis dan Pengobatan Terkini Demensia Vaskular. 2004
[cited : 2014 April 02]. Available from : Http://www.univmed.org/wp-
content/.
6. Maslim R. Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa “Rujukan Ringkas dari
PPDGJ-III”. Jakarta. Bagian Ilmu Kedokteran Jiwa FK-Unika Atmajaya.
2001
7. Perdosi. Standara Pelayanan Medis (SPM). Jakarta.
18