32
REFERAT DEVIASI SEPTUM NASI LANIRA ZARIMA N. H1A 008 038 DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN 1

Referat Deviasi Septum Nasi

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Referat Deviasi Septum Nasi

Citation preview

Page 1: Referat Deviasi Septum Nasi

REFERAT

DEVIASI SEPTUM NASI

LANIRA ZARIMA N.

H1A 008 038

DALAM RANGKA MENGIKUTI KEPANITERAAN KLINIK MADYA

BAGIAN ILMU PENYAKIT TELINGA, HIDUNG, DAN TENGGOROKAN

RUMAH SAKIT UMUM PROVINSI NTB

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS MATARAM

2012

1

Page 2: Referat Deviasi Septum Nasi

PENDAHULUAN

Bentuk septum normal adalah lurus di tengah rongga hidung tetapi pada orang dewasa

biasanya septum nasi tidak lurus sempurna di tengah. Angka kejadian septum yang benar-

benar lurus hanya sedikit dijumpai, biasanya terdapat pembengkokan minimal atau terdapat

spina pada septum. Bila kejadian ini tidak menimbulkan gangguan respirasi, maka tidak

dikategorikan sebagai abnormal. Deviasi yang cukup berat dapat menyebabkan obstruksi

hidung yang mengganggu fungsi hidung dan menyebabkan komplikasi atau bahkan

menimbulkan gangguan estetik wajah karena tampilan hidung menjadi bengkok.1,2

Gejala sumbatan hidung meskipun bukan suatu gejala penyakit yang berat, tetapi

dapat menurunkan kualitas hidup dan aktivitas penderita. Penyebab sumbatan hidung dapat

bervariasi dari berbagai penyakit dan kelainan anatomis. Salah satu penyebabnya dari

kelainan anatomi adalah deviasi septum nasi.1

Deviasi septum nasi memang merupakan masalah yang sering ditemukan di

masyarakat. Kelainan ini ditandai dengan bengkoknya lempeng kartilago septum, yaitu

struktur yang memisahkan antara kedua nostril. Deviasi septum biasanya disebabkan oleh

trauma, walaupun terdapat beberapa kasus yang merupakan bawaan sejak lahir dengan

deviasi septum nasi. Kelainan ini dapat menyebabkan terjadinya obstruksi nasal unilateral

maupun bilateral, yang bermanifestasi sebagai gangguan pernapasan melalui hidung, tidur

mendengkur, sakit kepala, infeksi sinus rekuren, ataupun perdarahan hidung yang rekuren.3

2

Page 3: Referat Deviasi Septum Nasi

ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG

Struktur Anatomi Hidung

Hidung luar berbentuk piramid menonjol pada garis tengah di antara pipi dengan bibir

atas. Struktur hidung luar dapat dibedakan atas tiga bagian, yaitu yang paling atas berupa

kubah tulang yang tak dapat digerakkan, di bawahnya terdapat kubah kartilago yang sedikit

dapat digerakkan, dan yang paling bawah adalah lobulus hidung yang mudah digerakkan.4

Berikut bagian-bagiannya dari atas ke bawah :

♣ pangkal hidung (bridge),

♣ dorsum nasi,

♣ puncak hidung,

♣ ala nasi,

♣ kolumela, dan

♣ lubang hidung (nares anterior).5

Gambar 1. Anatomi Hidung Luar

3

Page 4: Referat Deviasi Septum Nasi

Hidung luar dibentuk oleh kerangka tulang dan tulang rawan yang dilapisi oleh kulit,

jaringan ikat dan beberapa otot kecil yang berfungsi untuk melebarkan atau menyempitkan

lubang hidung. Kerangka tulang terdiri dari :

♣ Tulang hidung (os nasal),

♣ Prosesus frontalis os maksila, dan

♣ Prosesus nasalis os frontal.

Sedangkan kerangka tulang rawan terdiri dari beberapa pasang tulang rawan yang

terletak di bagian bawah hidung, yaitu :

♣ Sepasang kartilago nasalis lateralis superior,

♣ Sepasang kartilago nasalis lateralis inferior yang disebut juga sebagai kartilago alar

mayor,

♣ Beberapa pasang kartilago alar minor, dan

♣ Tepi anterior kartilago septum.5

Gambar 2. Kerangka Tulang dan Tulang Rawan Hidung Luar

Rongga hidung atau kavum nasi berbentuk terowongan dari depan ke belakang yang

dipisahkan oleh septum nasi di bagian tengahnya menjadi kavum nasi kanan dan kiri. Lubang

masuk kavum nasi bagian depan disebut nares anterior dan lubang bagian belakang disebut

nares posterior (koana) yang menghubungkan antara kavum nasi dengan nasofaring.4,5

4

Page 5: Referat Deviasi Septum Nasi

Bagian dari kavum nasi yang letaknya sesuai dengan ala nasi, tepat di belakang nares

anterior, disebut vestibulum. Vestibulum ini dilapisi oleh kulit yang mempunyai banyak

kelenjar sebasea dan rambut-rambut panjang yang disebut vibrise. Tiap kavum nasi

mempunyai 4 buah dinding, yaitu dinding medial, lateral, inferior dan superior.4,5

Dinding medial hidung adalah septum nasi. Septum dibentuk oleh tulang dan tulang

rawan. Bagian tulang rawan adalah kartilago septum (lamina kuadrangularis) dan kolumela.

Sedangkan bagian tulang adalah :

♣ lamina perpendikularis os etmoid,

♣ os vomer,

♣ krista nasalis os maksila, dan

♣ krista nasalis  os palatina.5

Septum dilapisi oleh perikondrium pada bagian tulang rawan dan periosteum pada

bagian tulang, sedangkan di luarnya dilapisi pula oleh mukosa hidung. Bagian depan dinding

lateral hidung licin, yang disebut agger nasi dan di belakangnya terdapat konka-konka yang

mengisi sebagian besar dinding lateral hidung.

Gambar 3. Septum Nasi

5

Page 6: Referat Deviasi Septum Nasi

Pada dinding lateral terdapat 4 buah konka. Yang terbesar dan letaknya paling bawah

ialah konka inferior, kemudian yang lebih kecil ialah konka media, yang lebih kecil lagi ialah

konka superior, dan yang terkecil disebut konka suprema. Konka suprema ini bersifat

rudimenter. Konka inferior merupakan tulang tersendiri yang melekat pada os maksila dan

labirin etmoid, sedangkan konka media, superior, dan suprema merupakan bagian dari labirin

etmoid.5

Di antara konka-konka dan dinding lateral hidung terdapat rongga sempit yang

disebut meatus. Tergantung dari letak meatus, ada 3 meatus, yaitu meatus inferior, medianus

dan superior. Meatus inferior terletak di antara konka inferior dengan dasar hidung dan

dinding lateral rongga hidung. Pada meatus inferior terdapat muara (ostium) duktus

nasolakrimalis.5

Meatus medius terletak di antara konka media dan dinding lateral rongga hidung.

Pada meatus medius terdapat bula etmoid, prosesus unsinatus, hiatus semilunaris, dan

infundibulum etmoid. Hiatus semilunaris merupakan suatu celah sempit melengkung dimana

terdapat muara sinus frontal, sinus maksila, dan sinus etmoid anterior. Meatus superior

merupakan ruang di antara konka superior dan kona media. Pada meatus superior terdapat

muara sinus etmoid posterior dan sinus sfenoid.4,5

Gambar 4. Dinding Lateral Cavum Nasi

6

Page 7: Referat Deviasi Septum Nasi

Dinding inferior rongga hidung merupakan dasar rongga hidung dan dibentuk oleh os

maksila dan os palatum. Dinding superior atau atap hidung sangat sempit dan dibentuk oleh

lamina kribriformis, yang memisahkan rongga tengkorak dari rongga hidung. Lamina

kribriformis merupakan lempeng tulang yang berasal dari os etmoid, tulang ini berlubang-

lubang (kribrosa/saringan) sebagai tempat masuknya serabut-serabut saraf olfaktorius. Di

bagian posterior, atap rongga hidung dibentuk oleh os sfenoid.5

Kompleks Ostiomeatal (KOM)

Kompleks ostiomeatal (KOM) merupakan celah pada dinding lateral hidung yang

dibatasi oleh konka media dan lamina papirasea. Struktur anatomi penting yang membentuk

KOM adalah :

♣ prosesus unsinatus,

♣ infundibulum etmoid,

♣ hiatus semilunaris,

♣ bula etmoid,

♣ agger nasi, dan

♣ resesus frontal.

KOM merupakan unit fungsional yang berfungsi sebagai tempat ventilasi dan

drainase dari sinus-sinus yang letaknya di anterior, yaitu sinus maksila, sinus frontal, dan

sinus etmoidalis superior.5

Gambar 5. Kompleks Ostiomeatal (KOM)

7

Page 8: Referat Deviasi Septum Nasi

Perdarahan Hidung

Bagian atas hidung rongga hidung mendapat pendarahan dari a. etmoidalis anterior

dan posterior yang merupakan cabang dari a. oftalmika dari a. karotis interna. Bagian bawah

rongga hidung mendapat pendarahan dari cabang a. maksilaris interna, di antaranya adalah

ujung a. palatina mayor dan a. sfenopalatina yang keluar dari foramen sfenopalatina bersama

n. sfenopalatina dan memasuki rongga hidung di belakang ujung posterior konka media.

Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari cabang-cabang a. fasialis.

Pada bagian depan septum terdapat anastomosis dari cabang-cabang a. sfenopalatina,

a. etmoid anterior, a. labialis superior, dan a. palatina mayor yang disebut pleksus

Kiesselbach (Little’s area). Pleksus Kiesselbach letaknya superfisial dan mudah cedera oleh

trauma, sehingga sering menjadi sumber epistaksis (pendarahan hidung), terutama pada anak.

Vena-vena hidung mempunyai nama yang sama dan berjalan berdampingan dengan

arterinya. Vena di vestibulum dan struktur luar hidung bermuara ke v. oftalmika yang

berhubungan dengan sinus kavernosus. Vena-vena di hidung tidak memiliki katup sehingga

merupakan faktor predisposisi untuk mudahnya penyebaran infeksi hingga ke intrakranial.5

Persarafan Hidung

Bagian depan dan atas rongga hidung mendapat persarafan sensoris dari n. etmoidalis

anterior, yang merupakan cabang dari n. nasosiliaris, yang berasal dari n. oftalmikus (N.V-1).

Rongga hidung lainnya, sebagian besar mendapat persarafan sensoris dari n. maksila melalui

ganglion sfenopalatina.

Ganglion sfenopalatina selain memberikan persarafan sensoris juga memberikan

persarafan vasomotor atau otonom untuk mukosa hidung. Ganglion ini menerima serabut-

serabut sensoris dari n. maksila (N.V-2), serabut parasimpatis dari n. petrosus superfisialis

mayor dan serabut-serabut simpatis dari n. petrosus profundus. Ganglion sfenopalatinum

terletak di belakang dan sedikit di atas ujung posterior konka media.

Sedangkan fungsi penghidu berasal dari nervus olfaktorius. Saraf ini turun dari lamina

kribrosa dari permukaan bawah bulbus olfaktorius dan kemudian berakhir pada sel-sel

reseptor penghidu pada mukosa olfaktorius di daerah sepertiga atas hidung.5

8

Page 9: Referat Deviasi Septum Nasi

Mukosa Hidung

Rongga hidung dilapisi oleh mukosa yang secara histologik dan fungsional dibagi atas

mukosa pernapasan dan mukosa penghidu. Mukosa pernapasan terdapat pada sebagian besar

rongga hidung dan permukaannya dilapisi oleh cilliated pseudostratified collumnar

epithellium yang mempunyai silia dan diantaranya terdapat sel-sel goblet. Pada bagian yang

lebih terkena aliran udara mukosanya lebih tebal dan kadang-kadang terjadi metaplasia

menjadi sel epital skuamosa. Dalam keadaan normal mukosa berwarna merah muda dan

selalu basah karena diliputi oleh palut lendir (mucous blanket) pada permukaannya. Palut

lendir ini dihasilkan oleh sel-sel goblet pada epitel dan kelenjar seruminosa submukosa.

Silia yang terdapat pada permukaan epitel mempunyai fungsi yang penting. Dengan

gerakan silia yang teratur, palut lendir di dalam kavum nasi akan didorong ke arah

nasofaring. Dengan demikian mukosa mempunyai daya untuk membersihkan dirinya sendiri

dan juga untuk mengeluarkan benda asing yang masuk ke dalam rongga hidung. Gangguan

pada fungsi silia akan menyebabkan banyak sekret terkumpul dan menimbulkan keluhan

hidung tersumbat. Gangguan gerakan silia dapat disebabkan oleh pengeringan udara yang

berlebihan, radang, sekret kental dan obat-obatan.

Mukosa penghidu terdapat pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga

bagian atas septum. Mukosa dilapisi oleh pseudostratified columnar non-ciliated epithellium.

Epitelnya dibentuk oleh tiga macam sel, yaitu sel penunjang, sel basal dan sel reseptor

penghidu. Daerah mukosa penghidu berwarna coklat kekuningan.

Di bawah lapisan epitel terdapat tunika propria yang banyak mengandung pembuluh

darah, kelenjar mukosa dan jaringan limfoid. Pembuluh darah pada mukosa hidung

mempunyai susunan yang khas. Arteriol terletak pada bagian yang lebih dalam dari tunika

propria, tersusun secara paralel dan longitudinal. Arteriol ini memberikan perdarahan pada

anyaman kapiler periglanduler dan subepitel. Pembuluh eferen dari anyaman kapiler ini

membuka ke rongga sinusoid vena yang besar, yang dindingnya dilapisi oleh jaringan elastin

dan otot polos. Pada bagian ujungnya, sinusoid mempunyai sfingter otot. Selanjutnya

sinusoid akan mengalirkan darahnya ke pleksus vena yang lebih dalam, lalu ke venula.

Dengan susunan demikian, mukosa hidung menyerupai jaringan kavernosa yang erektil, yang

mudah mengembang dan mengerut. Vasokonstriksi dan vasodilatasi pembuluh darah ini

dipengaruhi oleh saraf otonom.4,5

9

Page 10: Referat Deviasi Septum Nasi

Fisiologi Hidung

Berdasarkan teori struktural, teori revolusioner dan teori fungsional, maka fungsi

fisiologis hidung dan sinus paranasal adalah 1) fungsi respirasi untuk mengatur kondisi udara

(air conditioning), penyaring udara, humidifikasi, penyeimbang dalam pertukaran tekanan

dan mekanisme imunologik lokal; 2) fungsi penghidu, karena terdapanya mukosa olfaktorius

(penciuman) dan reservoir udara untuk menampung stimulus penghidu; 3) fungsi fonetik

yang berguna untuk resonansi suara, membantu proses berbicara dan mencegah hantaran

suara sendiri melalui konduksi tulang; 4) fungsi statistik dan mekanik untuk meringankan

beban kepala, proteksi terhadap trauma dan pelindung panas; serta 5) refleks nasal.5

♣ Sebagai Jalan Napas

Pada saat inspirasi, udara masuk melalui nares anterior, lalu naik ke atas setinggi

konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring, sehingga aliran udara

ini berbentuk lengkungan atau arkus. Pada ekspirasi, udara masuk melalui koana dan

kemudian mengikuti jalan yang sama seperti udara inspirasi. Akan tetapi di bagian

depan aliran udara memecah, sebagian lain kembali ke belakang membentuk pusaran

dan bergabung dengan aliran dari nasofaring.

♣ Pengatur Kondisi Udara (Air Conditioning)

Fungsi hidung sebagai pengatur kondisi udara perlu untuk mempersiapkan udara yang

akan masuk ke dalam alveolus. Fungsi ini dilakukan dengan cara :

a) Mengatur kelembaban udara. Fungsi ini dilakukan oleh palut lendir. Pada musim

panas, udara hampir jenuh oleh uap air, penguapan dari lapisan ini sedikit,

sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.

b) Mengatur suhu. Fungsi ini dimungkinkan karena banyaknya pembuluh darah di

bawah epitel dan adanya permukaan konka dan septum yang luas, sehingga

radiasi dapat berlangsung secara optimal. Dengan demikian suhu udara setelah

melalui hidung kurang lebih 37o C.

♣ Sebagai Penyaring dan Pelindung

Fungsi ini berguna untuk membersihkan udara inspirasi dari debu dan bakteri dan

dilakukan oleh :

a) Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi

b) Silia

10

Page 11: Referat Deviasi Septum Nasi

c) Palut lendir (mucous blanket). Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir

dan partikel-partikel yang besar akan dikeluarkan dengan refleks bersin. Palut

lendir ini akan dialirkan ke nasofaring oleh gerakan silia.

d) Enzim yang dapat menghancurkan beberapa jenis bakteri, disebut lysozime.

♣ Indra Penghidu

Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dengan adanya mukosa olfaktorius pada

atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas septum. Partikel bau

dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir atau bila menarik

napas dengan kuat.

♣ Resonansi Suara

Penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi. Sumbatan hidung akan

menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga terdengar suara sengau.

♣ Proses Bicara

Membantu proses pembentukan kata dengan konsonan nasal (m, n, ng) dimana

rongga mulut tertutup dan rongga hidung terbuka, palatum molle turun untuk aliran

udara.

♣ Refleks Nasal

Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,

kardiovaskuler dan pernapasan. Contohnya, iritasi mukosa hidung menyebabkan

refleks bersin dan napas terhenti. Rangsang bau tertentu menyebabkan sekresi

kelenjar liur, lambung dan pankreas.4,5

11

Page 12: Referat Deviasi Septum Nasi

DEVIASI SEPTUM NASI

Bentuk septum normal ialah lurus di tengah rongga hidung, tetapi pada orang dewasa

biasanya tidak lurus sempurna di garis tengah. Deviasi septum yang ringan tidak akan

mengganggu, akan tetapi bila deviasi itu cukup berat akan menyebabkan penyempitan pada

satu sisi hidung. Dengan demikian dapat terjadi gangguan fungsi hidung dan menyebabkan

komplikasi.2

Definisi dan Klasifikasi

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi septum nasi dari

letaknya yang berada di garis medial tubuh. Deviasi septum menurut Mladina dibagi atas

beberapa klasifikasi berdasarkan letak deviasi, yaitu :

1. Tipe I : benjolan unilateral yang belum mengganggu aliran udara.

2. Tipe II : benjolan unilateral yang sudah mengganggu aliran udara, namun masih

belum menunjukkan gejala klinis yang bermakna.

3. Tipe III : deviasi pada konka media (area osteomeatal dan meatus media).

4. Tipe IV : “S” septum (posterior ke sisi lain, dan anterior ke sisi lainnya).

5. Tipe V : tonjolan besar unilateral pada dasar septum, sementara di sisi lain masih

normal.

6. Tipe VI : tipe V ditambah sulkus unilateral dari kaudal-ventral, sehingga

menunjukkan rongga yang asimetri.

7. Tipe VII : kombinasi lebih dari satu tipe, yaitu tipe I-tipe VI.1,6

12

Page 13: Referat Deviasi Septum Nasi

Gambar 6. Klasifikasi Deviasi Septum Nasi Menurut Mladina

Bentuk-bentuk dari deformitas septum nasi berdasarkan lokasinya, yaitu :

1) Spina dan Krista

Merupakan penonjolan tajam tulang atau tulang rawan septum yang dapat terjadi pada

pertemuan vomer di bawah dengan kartilago septum dan atau os ethmoid di atasnya.

Bila memanjang dari depan ke belakang disebut krista, dan bila sangat runcing dan

pipih disebut spina. Tipe deformitas ini biasanya merupakan hasil dari kekuatan

kompresi vertikal.

2) Deviasi

Lesi ini lebih karakteristik dengan penonjolan berbentuk ‘C’ atau ‘S’ yang dapat

terjadi pada bidang horisontal atau vertikal dan biasanya mengenai kartilago maupun

tulang.

3) Dislokasi

Batas bawah kartilago septum bergeser dari posisi medialnya dan menonjol ke salah

satu lubang hidung. Septum deviasi sering disertai dengan kelainan pada struktur

sekitarnya.

13

Page 14: Referat Deviasi Septum Nasi

4) Sinekia

Bila deviasi atau krista septum bertemu dan melekat dengan konka di hadapannya.

Bentuk ini akan menambah beratnya obstruksi.1,2

Kelainan struktur akibat deviasi septum nasi dapat berupa :

1) Dinding Lateral Hidung

Terdapat hipertrofi konka dan bula ethmoidalis. Ini merupakan kompensasi yang

terjadi pada sisi konkaf septum.

2) Maksila

Daya kompresi yang menyebabkan deviasi septum biasanya asimetri dan juga dapat

mempengaruhi maksila sehingga pipi menjadi datar, pengangkatan lantai kavum nasi,

distorsi palatum dan abnormalitas ortodonti. Sinus maksilaris sedikit lebih kecil pada

sisi yang sakit.

3) Piramid Hidung

Deviasi septum nasi bagian anterior sering berhubungan dengan deviasi pada piramid

hidung.

4) Perubahan Mukosa

Udara inspirasi menjadi terkonsentrasi pada daerah yang sempit menyebabkan efek

kering sehingga terjadi pembentukan krusta. Pengangkatan krusta dapat menyebabkan

ulserasi dan perdarahan. Lapisan proteksi mukosa akan hilang dan berkurangnya

resistensi terhadap infeksi. Mukosa sekitar deviasi akan menjadi edema sebagai akibat

fenomena Bernouili yang kemudian menambah derajat obstruksi.1

Jin RH dkk membagi deviasi septum berdasarkan berat atau ringannya keluhan :

1) Ringan

Deviasi kurang dari setengah rongga hidung dan belum ada bagian septum yang

menyentuh dinding lateral hidung.

2) Sedang

Deviasi kurang dari setangah rongga hidung tetapi ada sedikit bagian septum yang

menyentuh dinding lateral hidung.

3) Berat

Deviasi septum sebagian besar sudah menyentuh dinding lateral hidung.3

14

Page 15: Referat Deviasi Septum Nasi

Jin RH dkk juga mengklasifikasikan deviasi septum menjadi 4, yaitu :

1) Deviasi lokal termasuk spina, krista dan dislokasi bagian kaudal

2) Lengkungan deviasi tanpa deviasi yang terlokalisir

3) Lengkungan deviasi dengan deviasi lokal

4) Lengkungan deviasi yang berhubungan dengan deviasi hidung luar.3

Gambar 7. Klasifikasi Deviasi Septum Menurut Jin RH dkk

Etiologi

Deviasi septum umumnya disebabkan oleh trauma langsung dan biasanya

berhubungan dengan kerusakan pada bagian lain hidung, seperti fraktur os nasal. Pada

sebagian pasien, tidak didapatkan riwayat trauma, sehingga Gray (1972) menerangkannya

dengan teori birth Moulding. Posisi intrauterin yang abnormal dapat menyebabkan tekanan

pada hidung dan rahang atas, sehingga dapat terjadi pergeseran septum. Demikian pula

tekanan torsi pada hidung saat kelahiran (partus) dapat menambah trauma pada septum.1,2

Faktor risiko deviasi septum lebih besar ketika persalinan. Setelah lahir, resiko

terbesar ialah dari olahraga, misalnya olahraga kontak langsung (tinju, karate, judo) dan tidak

menggunakan helm atau sabuk pengaman ketika berkendara.1,3

Penyebab lainnya ialah ketidakseimbangan pertumbuhan. Tulang rawan septum nasi

terus tumbuh, meskipun batas superior dan inferior telah menetap, juga karena perbedaan

pertumbuhan antara septum dan palatum. Dengan demikian terjadilah deviasi septum.2

Gejala Klinis

Gejala yang sering timbul biasanya adalah sumbatan hidung yang unilateral atau juga

bilateral. Hal ini terjadi karena pada sisi hidung yang mengalami deviasi terdapat konka yang

hipotrofi, sedangkan pada sisi sebelahnya terjadi konka yang hipertrofi sebagai akibat

15

Page 16: Referat Deviasi Septum Nasi

mekanisme kompensasi. Keluhan lainnya ialah rasa nyeri di kepala dan di sekitar mata.

Selain itu, penciuman juga bisa terganggu apabila terdapat deviasi pada bagian atas septum.

Deviasi septum juga dapat menyumbat ostium sinus sehingga merupakan faktor predisposisi

terjadinya sinusitis.2

Jadi deviasi septum dapat menyebabkan satu atau lebih dari gejala berikut ini :

♣ Sumbatan pada salah satu atau kedua nostril

♣ Kongesti nasalis biasanya pada salah satu sisi

♣ Perdarahan hidung (epistaksis)

♣ Infeksi sinus (sinusitis)

♣ Kadang-kadang juga nyeri pada wajah, sakit kepala, dan postnasal drip.

♣ Mengorok saat tidur (noisy breathing during sleep), terutama pada bayi dan anak.6,7

Pada beberapa kasus, seseorang dengan deviasi septum yang ringan hanya

menunjukkan gejala ketika mengalami infeksi saluran pernapasan atas, seperti common cold.

Dalam hal ini, adanya infeksi respiratori akan mencetuskan terjadinya inflamasi pada hidung

dan secara perlahan-lahan menyebabkan gangguan aliran udara di dalam hidung. Kemudian

terjadilah sumbatan/obstruksi yang juga terkait dengan deviasi septum nasi. Namun, apabila

common cold telah sembuh dan proses inflamasi mereda, maka gejala obstruksi dari deviasi

septum nasi juga akan menghilang.7

Diagnosis

Deviasi septum biasanya sudah dapat dilihat melalui inspeksi langsung pada batang

hidungnya. Dari pemeriksaan rinoskopi anterior, dapat dilihat penonjolan septum ke arah

deviasi jika terdapat deviasi berat, tapi pada deviasi ringan, hasil pemeriksaan bisa normal.1

Penting untuk pertama-tama melihat vestibulum nasi tanpa spekulum, karena ujung

spekulum dapat menutupi deviasi bagian kaudal. Pemeriksaan seksama juga dilakukan

terhadap dinding lateral hidung untuk menentukan besarnya konka. Piramid hidung, palatum,

dan gigi juga diperiksa karena struktur-struktur ini sering terjadi gangguan yang berhubungan

dengan deformitas septum.1,2

Namun, diperlukan juga pemeriksaan radiologi untuk memastikan diagnosisnya. Pada

pemeriksaan Rontgen kepala posisi antero-posterior tampak septum nasi yang bengkok.

Pemeriksaan nasoendoskopi dilakukan bila memungkinkan untuk menilai deviasi septum

16

Page 17: Referat Deviasi Septum Nasi

bagian posterior atau untuk melihat robekan mukosa. Bila dicurigai terdapat komplikasi sinus

paranasal, dilakukan pemeriksaan X-ray sinus paranasal.1

Penatalaksanaan

♣ Bila gejala tidak ada atau keluhan sangat ringan, tidak perlu dilakukan tindakan

koreksi septum.

♣ Analgesik, digunakan untuk mengurangi rasa sakit.

♣ Dekongestan, digunakan untuk mengurangi sekresi cairan hidung.

♣ Pembedahan :

o Septoplasty (Reposisi Septum)

Septoplasty merupakan operasi pilihan (i) pada anak-anak, (ii) dapat

dikombinasi dengan rhinoplasty, dan (iii) dilakukan bila terjadi dislokasi pada

bagian caudal dari kartilago septum. Operasi ini juga dapat dikerjakan bersama

dengan reseksi septum bagian tengah atau posterior.

Pada operasi ini, tulang rawan yang bengkok direposisi. Hanya bagian yang

berlebihan saja yang dikeluarkan. Dengan cara operasi ini dapat dicegah

komplikasi yang mungkin timbul pada operasi reseksi submukosa, seperti

terjadinya perforasi septum dan saddle nose. Operasi ini juga tidak berpengaruh

banyak terhadap pertumbuhan wajah pada anak-anak.

o SMR (Sub-Mucous Resection)

Pada operasi ini, muko-perikondrium dan muko-periosteum kedua sisi

dilepaskan dari tulang rawan dan tulang septum. Bagian tulang atau tulang

rawan dari septum kemudian diangkat, sehingga muko-perikondrium dan muko-

periosteum sisi kiri dan kanan akan langsung bertemu di garis tengah.

Reseksi submukosa dapat menyebabkan komplikasi, seperti terjadinya hidung

pelana (saddle nose) akibat turunnya puncak hidung, oleh karena bagian atas

tulang rawan septum terlalu banyak diangkat. Tindakan operasi ini sebaiknya

tidak dilakukan pada anak-anak karena dapat mempengaruhi pertumbuhan

wajah dan menyebabkan runtuhnya dorsum nasi.2,8,9

17

Page 18: Referat Deviasi Septum Nasi

Komplikasi

Deviasi septum dapat menyumbat ostium sinus, sehingga merupakan faktor

predisposisi terjadinya sinusitis. Selain itu, deviasi septum juga menyebabkan ruang hidung

sempit, yang dapat membentuk polip. Sedangkan komplikasi post-operasi, diantaranya :

1) Uncontrolled Bleeding. Hal ini biasanya terjadi akibat insisi pada hidung atau berasal

dari perdarahan pada membran mukosa.

2) Septal Hematoma. Terjadi sebagai akibat trauma saat operasi sehingga menyebabkan

pembuluh darah submukosa pecah dan terjadilah pengumpulan darah. Hal ini umumnya

terjadi segera setelah operasi dilakukan.

3) Nasal Septal Perforation. Terjadi apabila terbentuk rongga yang menghubungkan

antara kedua sisi hidung. Hal ini terjadi karena trauma dan perdarahan pada kedua sisi

membran di hidung selama operasi.

4) Saddle Deformity. Terjadi apabila kartilago septum terlalu banyak diangkat dari dalam

hidung.

5) Recurrence of The Deviation. Biasanya terjadi pada pasien yang memiliki deviasi

septum yang berat yang sulit untuk dilakukan perbaikan.7,8

Prognosis

Deviasi septum ialah suatu keadaan dimana terjadi peralihan posisi dari septum nasi

dari letaknya yang berada di garis medial tubuh. Prognosis pada pasien deviasi septum

setelah menjalani operasi cukup baik dan pasien dalam 10-20 hari dapat melakukan aktivitas

sebagaimana biasanya. Hanya saja pasien harus memperhatikan perawatan setelah operasi

dilakukan. Termasuk juga pasien harus juga menghindari trauma pada daerah hidung.1

18

Page 19: Referat Deviasi Septum Nasi

KESIMPULAN

Deviasi septum nasi dapat berupa kelainan bawaan sejak lahir atau paling sering

terjadi akibat trauma. Risiko terjadinya deviasi septum meningkat pada laki-laki karena lebih

banyak terpapar dengan lingkungan dan trauma. Deviasi septum yang ringan tidak

memberikan keluhan, sedangkan yang berat dapat menyebabkan kesulitan bernapas akibat

obstruksi nasal.9

Terapi konservatif untuk obstruksi nasal dapat dilakukan dengan pemberian obat-

obatan untuk mengatasi gejala pada pasien. Namun untuk mengkoreksi deviasi septum,

tindakan pembedahan sangat penting. Tujuannya adalah untuk mencegah terjadinya

perburukan kondisi pasien sehingga menyebabkan berbagai komplikasi. Tingkat keberhasilan

tindakan pembedahan yang diharapkan tergantung pada berat ringannya deviasi septum nasi

yang terjadi.8

Secara umum, sebagian besar pasien dengan deviasi septum nasi lebih baik dilakukan

tindakan septoplasty dibandingkan dengan sub-mucous resection (SMR) karena adanya

komplikasi post-SMR, seperti perforasi septum, perdarahan, dan saddle nose.7,9

19

Page 20: Referat Deviasi Septum Nasi

DAFTAR PUSTAKA

1. Budiman BJ, Asyari A. Pengukuran Sumbatan Hidung Pada Deviasi Septum Nasi.

Bagian Telinga Hidung Tenggorok Bedah Kepala Leher (THT-KL) Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas : Padang. 28 Juli 2011 : hlm 1-7. Available at :

http://repository.unand.ac.id/17339/1/Pengukuran_Sumbatan_Hidung_Pada_Deviasi_Sep

tum.pdf (Accessed : 2012 April 7)

2. Nizar NW, Mangunkusumo E. Kelainan Septum. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI. 2010 : hlm 126-127.

3. Jin HR, Lee JY, Jung WJ. New Description Method and Classification System for Septal

Deviation. Department of Otorhinolaryngology, Seoul National University, College of

Medicine, Boramae Hospital : Seoul. Journal Rhinology, 2007; 14 : 27-31. Available at :

http://www.doctorjin.co.kr/Journal%20PDF/50%20New%20description%20method

%20and%20classification%20system%20for%20septal%20deviation_2007_06.pdf

(Accesed : 2012 April 5)

4. Higler PA. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Adams GL, Boies LR,

Higler PA. Boies Buku Ajar Penyakit THT. Edisi 6. Cetakan Ketiga. Jakarta : EGC.

1997 : hlm 173-188.

5. Soetjipto D, Mangunkusumo E, Wardani RS. Hidung. Dalam : Soepardi EA, Iskandar N,

Bashiruddin J, Restuti RD, editor. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung

Tenggorok Kepala dan Leher. Edisi Keenam. Cetakan Keempat. Jakarta : Balai Penerbit

FKUI. 2010 : hlm 118-122.

6. Baumann I, Baumann H. A New Classification of Septal Deviations. Department of

Otolaryngology, Head and Neck Surgery, University of Heidelberg : Germany. Journal of

Rhinology, 2007; 45 : 220-223. Available at :

http://www.rhinologyjournal.com/Rhinology_issues/44_Baumann.pdf (Accessed : 2012

April 7)

7. Park JK, Edward IL. Deviated Septum. The Practice of Marshfield Clinic, American

Academy of Otolaryngology – Head and Neck Surgery. 2005. Available at :

20

Page 21: Referat Deviasi Septum Nasi

http://www.marshfieldclinic.org/proxy/MC-ent-DeviatedSeptum.1.pdf (Accessed : 2012

April 7)

8. Bull PD. The Nasal Septum. In : Lecture Notes on Diseases of The Ear, Nose and

Throat. Ninth Edition. USA : Blackwell Science Ltd. 2002 : p. 81-85.

9. Widjoseno-Gardjito, editor. Kepala dan Leher. Dalam : Sjamsuhidajat R, Wim de Jong,

editor. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Cetakan I. Jakarta : EGC. 2005 : hlm 365-366.

21