Upload
rahma-wirda
View
243
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
jhkhjkjhkjkjk
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung merupakan suatu keluhan atau tanda,
bukan penyakit. Perdarahan yang terjadi di hidung adalah akibat kelainan setempat atau
penyakit umum. Penting sekali mencari asal perdarahan dan menghentikannya, di samping
perlu juga menemukan dan mengobati sebabnya. Epistaksis sering ditemukan sehari-hari dan
mungkin hampir 90% dapat berhenti dengan sendirinya (spontan) atau dengan tindakan
sederhana yang dilakukan oleh pasien sendiri dengan jalan menekan hidungnya. Epistaksis
berat, walaupun jarang dijumpai, dapat mengancam keselamatan jiwa pasien, bahkan dapat
berakibat fatal, bila tidak segera ditolong.
Pada umumnya terdapat dua sumber perdarahan yaitu dari bagian anterior dan bagian
posterior. Epistaksis anterior dapat berasal dari Pleksus Kiesselbach atau dari arteri
athmoidalis anterior. Sedangkan epistakasis posterior dapat berasal dari arteri sphenopalatina
dan arteri ethmoid posterior. Epistaksis biasanya terjadi tiba-tiba. Perdarahan mungkin
banyak, bisa juga sedikit. Penderita selalu ketakutan sehingga merasa perlu memanggil
dokter.Sebagian besar darah keluar atau dimuntahkan kembali.
Oleh karena itu, penulisan referat ini diharapkan dapat mengenal lebih dalam
mengenai epistaksis yang dapat membantu dalam menegakkan diagnosis dan
penatalaksanaan, serta mengetahui komplikasi yang mungkin terjadi.
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI HIDUNG
II.1 ANATOMI HIDUNG
Hidung merupakan bagian yang paling menonjol pada wajah. Fungsinya sebagai jalan
napas, alat pengatur kondisi udara (air condition), penyaring & pembersih udara, indera
pembau, resonansi suara, membantu proses berbicara, dan refleksi nasal. Hidung juga
merupakan tempat bermuaranya sinus paranasalis dan saluran air mata.
Proses Penciuman
Pada saat bernapas, zat kimia berupa gas akan dihirup masuk ke dalam rongga
hidung Sumber bau pada zat kimia tersebut akan dilarutkan oleh selaput lendir
kemudian akan merangsang rambut-rambut halus pada sel pembau Sel pembau akan
meneruskan rangsangan ini ke otak dan mengolahnya sehingga kita dapat membedakan
jenis bau dari zat kimia tersebut.
Struktur hidung luar terdiri atas 3 bagian, yaitu :
1. Kubah tulang. Letaknya paling atas dan bagian hidung yang tidak bisa digerakkan.
2. Kubah kartilago (tulang rawan). Letaknya dibawah kubah tulang dan bagian hidung
yang bisa sedikit digerakkan.
3. Lobulus hidung. Letaknya paling bawah dan bagian hidung yang paling mudah
digerakkan.
Struktur penting dari anatomi hidung :
1. Dorsum nasi (batang hidung)
2. Septum nasi
3. Kavum nasi (lubang hidung)
Dorsum Nasi (Batang Hidung)
Struktur yang membangun dorsum nasi (batang hidung) :
1. Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung)
2. Bagian kranial dorsum nasi (batang hidung)
2
Bagian kaudal dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian lunak dari dorsum nasi
(batang hidung). Tersusun oleh kartilago lateralis dan kartilago alaris. Jaringan ikat yang
keras menghubungkan antara kulit dan perikondrium pada kartilago alaris. Bagian kranial
dorsum nasi (batang hidung) merupakan bagian keras dari dorsum nasi (batang hidung).
Tersusun oleh os nasalis dan ossis maksila prosesus frontalis
Gambar 1. Dorsum Nasi
Septum Nasi
Fungsi utama septum nasi adalah menopang dorsum nasi (batang hidung) dan
membagi dua kavum nasi (lubang hidung).
Struktur yang membangun septum nasi adalah 2 tulang dan 2 kartilago, yaitu :
1. Bagian anterior septum nasi
2. Bagian posterior septum nasi
Bagian anterior septum nasi tersusun oleh tulang rawan, yaitu kartilago
quadrangularis, cartilago alaris mayor crus medial, dan cartilago septi nasi. Bagian anterior
septum nasi terdapat plexus Kiesselbach. Bagian posterior septum nasi tersusun oleh os
3
vomer dan os ethmoidalis lamina perpendikularis. Kelainan septum nasi yang paling sering
ditemukan adalah deviasi septi.
Gambar 2. Septum Nasi
Kavum Nasi (Lubang Hidung)
Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berbentuk terowongan dari depan
ke belakang. Rongga hidung dilapisi 2 jenis mukosa, yaitu mukosa olfaktori dan mukosa
respiratori.
Rongga hidung tersusun oleh :
1. Nares anterior (nosetril). Nares anterior merupakan lubang depan rongga hidung
(cavitas nasi).
2. Vestibulum nasi. Letaknya dibelakang nares anterior. Vestibulum nasi dilapisi oleh
rambut dan kelenjar sebasea.
3. Nares posterior (choanae). Nares posterior (choanae) merupakan lubang belakang
rongga hidung (cavitas nasi). Penghubung antara rongga hidung (cavitas nasi) dengan
nasofaring.
Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) merupakan suatu ruangan yang
memiliki dinding dan batas, yaitu :
a. Dinding medial kavum nasi (lubang hidung) yaitu septum nasi.
b. Dinding lateral kavum nasi (lubang hidung) yaitu konka nasi4 dan meatus nasi.
Keduanya terbagi atas konka nasi superior, meatus nasi superior, konka nasi medius,
4
meatus nasi medius, konka nasi inferior, meatus nasi inferior, dan konka nasi
suprema. Duktus nasolakrimalis bermuara pada meatus nasi inferior. Sinus
paranasalis golongan anterior bermuara pada meatus nasi medius. Sinus paranasalis
golongan posterior bermuara pada meatus nasi superior.
c. Batas anterior kavum nasi (lubang hidung) yaitu nares (introitus kavum nasi).
d. Batas posterior kavum nasi (lubang hidung) yaitu koane.
e. Dinding superior kavum nasi (lubang hidung) yaitu lamina kribrosa (lamina
kribriformis).Lamina kribriformis memisahkan rongga tengkorak dan rongga hidung.
Selain itu, bagian atap ini dibentuk oleh os frontonasal, os ethmoidalis dan os
sphenoidalis.
f. Dinding inferior kavum nasi (lubang hidung) yaitu palatum durum (processus palatina
os maxilla dan lamina horisontal os palatina).
Rongga / lubang hidung (cavum nasi / cavitas nasi) berdasarkan epitel pelapisnya
terbagi atas :
a. Vestibulum nasi. Vestibulum nasi dilapisi epitel squamous complex. Terdapat
vibrissae (rambut)
b. Regio respiratoria. Regio respiratoria dilapisi epitel pseudocolumnar.
c. Regio olfaktoria. Regio olfaktoria dilapisi neuroepitelium yang berasal dari nervus
olfaktorius menembus lamina et foramina cribrosa. Vestibulum nasi dan regio
respiratoria dibatasi oleh limen nasi.
Gambar 3.Struktur Anatomi Dinding Lateral Hidung
5
Vaskularisasi Rongga Hidung
Bagian atas rongga hidung mendapat pendarahan dari arteri ethmoidalis anterior dan
posterior sebagai cabang dari arteri oftalmika. Bagian bawah rongga hidung mendapat
pendarahan dari arteri maxilaris interna. Bagian depan hidung mendapat pendarahan dari
cabang-cabang arteri fasialis. Vena hidung memiliki nama yang sama dan berjalan
berdampingan dengan arterinya. Plexus Kiesselbach merupakan anyaman pembuluh darah
pada septum nasi bagian anterior.
Pembuluh darah yang membentuknya adalah arteri nasalis septum anterior &
posterior, arteri palatina mayor, dan arteri labialis superior. Pecahnya plexux Kiesselbach
biasanya akan menyebabkan epistaksis anterior.
Innervasi Rongga Hidung
Rongga hidung bagian depan dan atas mendapat persarafan sensoris dari nervus
nasalis anterior cabang dari nervus ethmoidalis anterior. Rongga hidung bagian lainnya
mendapat persarafan sensoris dari nervus maxilla. Persarafan parasimpatis rongga hidung
berasal dari nervus nasalis posterior inferior & superior cabang dari ganglion sphenopalatina.
Persarafan simpatis berasal dari ganglion cervical superior. Efek persarafan parasimpatis
pada cavum nasi yaitu sekresi mukus dan vasodilatasi. Dalam rongga hidung, terdapat serabut
saraf pembau yang dilengkapi sel-sel pembau. Setiap sel pembau memiliki rambut-rambut
halus (silia olfaktoria) di ujungnya dan selaput lendir meliputinya untuk melembabkan
rongga hidung.
Gambar 4. Innervasi Rongga Hidung
6
II.2 FISIOLOGI HIDUNG
Berdasarkan teori struktural, teori evolusioner dan teori fungsional, fungsi fisiologis
hidung dan sinus paranasal adalah:
1. Fungsi respirasi
Udara inpirasi masuk ke hidung menuju system respirasi melalui nares anterior,
lalunaik ke atas setinggi konka media dan kemudian turun ke bawah ke arah nasofaring,
sehingga aliran udara ini berbentuk lengkungan atau arkus.
Udara yang dihirup akan mengalami humidikasi oleh palut lender. Pada musim panas,
udara hampir jenuh oleh uap air, sehingga terjadi sedikit penguapan udara inspirasi oleh palut
lender, sedangkan pada musim dingin akan terjadi sebaliknya.
Suhu udara yang melalui hidung diatur sehingga berkisar 37º Celcius. Fungsi
pengatur suhu ini dimungkinkan oleh banyaknya pembuluh darah di bawah epitel dan adanya
permukaan konka dan septum yang luas.
Partikel debu, virus, bakteri, jamur yang terhirup bersama udara akan disaring
dihidung oleh:
a. Rambut (vibrissae) pada vestibulum nasi.
b. Silia.
c. Palut lendir .
Debu dan bakteri akan melekat pada palut lendir dan partikel-partikelyang besar akan
dikeluarkan dengan reflex bersin.
2. Fungsi penghidu
Hidung juga bekerja sebagai indra penghidu dan pengecap dengan adanya mukosa
olfaktorius pada atap rongga hidung, konka superior dan sepertiga bagian atas
septum.Partikel bau dapat dapat mencapai daerah ini dengan cara difusi dengan palut lendir
atau bilamenarik napas dengan kuat.
Fungsi hidung untuk membantu indra pengecap adalah untuk membedakan rasamanis
yang berasal dari berbagai macam bahan, seperti perbedaan rasa manis strawberi,
jeruk,pisang atau coklat. Juga untuk mebedakan rasa ayam yang berasal dari cuka dan asam
jawa.
3. Fungsi fonetik
7
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan
menyanyi.Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau (rinolalia).
Resonansi oleh hidung penting untuk kualitas suara ketika berbicara dan menyanyi.
Sumbatan hidung akan menyebabkan resonansi berkurang atau hilang, sehingga
terdengar suara sengau (rinolalia). Hidung membantu proses pembentukan konsonan nasal
(m,n,ng), rongga mulut tertutup dan hidung terbuka dan palatum mole turun untuk aliran
udara.
4. Refleks nasal
Mukosa hidung merupakan reseptor refleks yang berhubungan dengan saluran cerna,
kardiovaskuler dan pernafasan. Iritasi mukosa hidung menyebabkan refleks bersin dan
nafasberhenti. Rangsangan bau tertentu akan menyebabkan sekresi kelenjar liur, lambung dan
pancreas.
8
BAB III
EPISTAKSIS
III.1 DEFINISI
Epistaksis adalah keluarnya darah dari hidung; merupakan suatu tanda atau
keluhanbukan penyakit. Epistaksis sering kali merupakan gejala atau manifestasi penyakit
lain. Kebanyakan ringan dan sering dapat berhenti sendiri tanpa memerlukan bantuan medis,
tetapi epistaksis yang berat, walaupun jarang, merupakan masalah kedaruratan yang dapat
berakibat fatal bila tidak segera ditangani.
III.2 ETIOLOGI
Seringkali epistaksis timbul spontan tanpa dapat diketahui penyebabnya, kadang-
kadang jelas disebabkan karena trauma. Epistaksis dapat disebabkan oleh kelainan lokal pada
hidung atau kelainan sistemik. Kelainan lokal misalnya trauma, kelainan anatomi, kelainan
pembuluh darah, infeksi lokal, benda asing, tumor, pengaruh udara lingkungan. Kelainan
sistemik seperti penyakit kardiovaskuler, kelainan darah, infeksi sistemik, perubahan tekanan
atmosfir, kelainan hormonal dan kelainan kongenital.
Trauma
Perdarahan dapat terjadi karena trauma ringan misalnya mengorek hidnung,
benturan ringan, bersin, atau mengeluarkan ingus terlalu keras, atau sebagian akibat
trauma yang lebih hebat seperti kena pukul, jatuh atau kecelakaan lalu lintas. Selain
itu juga bisa terjadi aibat adanya benda asing tajam, atau trauma pembedahan.
Epistaksis sering juga dapat karena adanya spina septum yang tajam.
Perdarahan dapat terjadi di tempat spina itu sendiri atau pada mukosa konka yang
berhadapan bila konka itu sedang mengalami pembengkakan.
Kelaianan pembuluha darah (lokal)
Sering kongenital. Pembuluh darah lebih lebar, tipis, jaringan ikat, dan sel-
selnya lebih sedikit.
Infeksi lokal
9
Epistaksis bisa terjadi pada infeksi hidung dan sinus paransal seperti rhinitis
atau sinusitis. Bisa juga pada infeksi spesifik seperti rhinitis jamur, tuberkulosis,
lupus, atau lepra.
Tumor
Epistaksis dapat timbul pada hemangioma dan karsinoma. Yang lebih sering
terjadi pada angiofibroma, dapat menyebabkan epistaksis berat.
Penyakit kardiovaskuler
Hipertensi dan kelainan pembuluh darah seperti yang terjadi pada
arteriosklerosis, nefritis kronik, sirosis hepatis atau diabetus melitus dapat
menyebabkan epistaksis. Epistaksis yang terjadi pada penyakit hipertensi seringkali
hebat dan dapat berakibat fatal.
Kelainan darah
Kelainan darah penyebab epistaksis antara lain leukimia, trombositopenia,
bermacam-mcam anemia serta hemofilia.
Kelainan kongenital
Kelainan kongenital yang sering menyebabkan epistaksis ialah talengiektasis
hemoragik herediter.
Infeksi sistemik
Yang sering menyebabkan epistaksis ialah demam berdarah, demam tifoid,
influensa dan morbili juga dapat disertai epistaksis.
Perubahan udara atau tekanan atmosfir
Epistaksis ringan sering terjadi bila seseorang berada di tempat yang cuacanya
sangat dingin atau kering. Hal serupa juga bisa disebabkan adanya zat-zat kimia di
tempat industri yang menyebabkan keringnya mukosa hidung.
Gangguan hormonal
Epistaksis juga dapat terjadi pada wanita hamil atau menopous karena
pengaruh perubahan hormonal.
10
III.3 SUMBER PERDARAHAN
1. Epistaksis anterior
Kebanyakan berasal dari pleksus kisselbach di septum bagian anterior atau
dari arteri etmoidalis anterior. Perdarahan pada septum anterior biasanya ringan
karena keadaan mukosa yang hiperemis atau kebiasaan mengorek hidung dan
kebanyakan terjadi pada anak, seringkali berulang dapat berhenti sendiri.
Gambar 5. Epistaksis Anterior
2. Epistaksis posterior
Dapat berasal dari arteri etmoidalis posterior atau arteri sfenopalatina.
Perdarahan biasanya lebih hebat dan jarang dapat berhenti sendiri. Sering ditemukan
pada pasien dengan hipertensi, arteriosklerosis atau pasien dengan penyakit
kardiovaskuler karena pecahnya arteri sfenopalatina.
Gambar 6. Epistaksis Posterior
III.4 GAMBARAN KLINIS DAN PEMERIKSAAN
11
Pasien sering menyatakan bahwa perdarahan berasal dari bagian depan dan belakang
hidung. Perhatian ditujukan pada bagian hidung tempat awal terjadinya perdarahan atau pada
bagian hidung yang terbanyak mengeluarkan darah.
Epistaksis anterior :
Perdarahan berasal dari septum (pemisah lubang hidung kiri dan kanan) bagian
depan, yaitu dari pleksus Kiesselbach atau arteri etmoidalis anterior.
Biasanya perdarahan tidak begitu hebat dan bila pasien duduk, darah akan
keluar dari salah satu lubang hidung.
Seringkali dapat berhenti spontan dan mudah diatasi.
Epistaksis posterior :
Perdarahan berasal dari bagian hidung yang paling dalam, yaitu dari arteri
sfenopalatina dan arteri etmoidalis posterior.
Perdarahan biasanya hebat dan jarang berhenti spontan.
Darah mengalir ke belakang, yaitu ke mulut dan tenggorokan.
Kebanyakan kasus epistaksis timbul sekunder trauma yang disebabkan oleh
mengorek hidung menahun atau mengorek krusta yang telah terbentuk akibat pengeringan
mukosa hidung berlebihan. Penting mendapatkan riwayat trauma terperinci. Riwayat
pengobatan atau penyalahgunaan alkohol terperinci harus dicari. Banyak pasien minum
aspirin secara teratur untuk banyak alasan. Aspirin merupakan penghambat fungsi trombosit
dan dapat menyebabkan pemanjangan atau perdarahan. Penting mengenal bahwa efek ini
berlangsung beberapa waktu dan bahwa aspirin ditemukan sebagai komponen dalam sangat
banyak produk. Alkohol merupakan senyawa lain yang banyak digunakan, yang mengubah
fungsi pembekuan secara bermakna. Alat-alat yang diperlukan untuk pemeriksaan adalah
lampu kepala, speculum hidung dan alat penghisap (bila ada) dan pinset bayonet, kapas, kain
kassa .
Untuk pemeriksaan yang adekuat pasien harus ditempatkan dalam posisi dan
ketinggian yang memudahkan pemeriksa bekerja. Harus cukup sesuai untuk mengobservasi
atau mengeksplorasi sisi dalam hidung. Dengan spekulum hidung dibuka dan dengan alat
pengisap dibersihkan semua kotoran dalam hidung baik cairan, sekret maupun darah yang
sudah membeku; sesudah dibersihkan semua lapangan dalam hidung diobservasi untuk
mencari tempat dan faktor-faktor penyebab perdarahan. Setelah hidung dibersihkan,
dimasukkan kapas yang dibasahi dengan larutan anestesi lokal yaitu larutan pantokain
2%atau larutan lidokain 2% yang ditetesi larutan adrenalin 1/1000 ke dalam hidung untuk
12
menghilangkan rasa sakit dan membuat vasokontriksi pembuluh darah sehingga perdarahan
dapat berhenti untuk sementara. Sesudah 10 sampai 15 menit kapas dalam hidung
dikeluarkan dan dilakukan evaluasi.
Pasien yang mengalami perdarahan berulang atau sekret berdarah dari hidung yang
bersifat kronik memerlukan fokus diagnostik yang berbeda dengan pasien dengan perdarahan
hidung aktif yang prioritas utamanya adalah menghentikan perdarahan.
Pemeriksaan yang diperlukan berupa:
a. Rinoskopi anterior
Pemeriksaan harus dilakukan dengan cara teratur dari anterior ke posterior.
Vestibulum, mukosa hidung dan septum nasi, dinding lateral hidung dan konkha
inferior harus diperiksa dengan cermat.
b. Rinoskopi posterior
Pemeriksaan nasofaring dengan rinoskopi posterior penting pada pasien dengan
epistaksis berulang dan sekret hidung kronik untuk menyingkirkan neoplasma.
c. Pengukuran tekanan darah
Tekanan darah perlu diukur untuk menyingkirkan diagnosis hipertensi, karena
hipertensi dapat menyebabkan epistaksis yang hebat dan sering berulang.
d. Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI
Rontgen sinus dan CT-Scan atau MRI penting mengenali neoplasma atau infeksi.
e. Endoskopi hidung untuk melihat atau menyingkirkan kemungkinan penyakit lainnya.
Gambar 7. Tampilan endoskopi epistaksis posterior
f. Skrining terhadap koagulopati
13
Tes-tes yang tepat termasuk waktu protrombin serum, waktu tromboplastin parsial,
jumlah platelet dan waktu perdarahan.
g. Riwayat penyakit
Riwayat penyakit yang teliti dapat mengungkapkan setiap masalah kesehatan yang
mendasari epistaksis
III.5 PENATALAKSANAAN
Tujuan pengobatan epistaksis adalah untuk menghentikan perdarahan. Hal-hal yang
penting dicari tahu adalah:
1. Riwayat perdarahan sebelumnya.
2. Lokasi perdarahan.
3. Apakah darah terutama mengalir ke tenggorokan (ke posterior) atau keluar dari
hidung depan (anterior) bila pasien duduk tegak.
4. Lamanya perdarahan dan frekuensinya
5. Riwayat gangguan perdarahan dalam keluarga
6. Hipertensi
7. Diabetes melitus
8. Penyakit hati
9. Gangguan koagulasi
10. Trauma hidung yang belum lama
11. Obat-obatan, misalnya aspirin, fenil butazon
Tiga prinsip utama dalam menanggulangi epistaksis yaitu : menghentikan
perdarahan,mencegah komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Kalau ada syok,
perbaiki dulu kedaan umum pasien. Tindakan yang dapat dilakukan antara lain:
a. Perbaiki keadaan umum penderita, penderita diperiksa dalam posisi duduk kecuali
bila penderita sangat lemah atau keadaaan syok.
b. Pada anak yang sering mengalami epistaksis ringan, perdarahan dapat dihentikan
dengan cara duduk dengan kepala ditegakkan, kemudian cuping hidung ditekan
kearah septum selama beberapa menit (metode Trotter).
14
Gambar 8. Metode Trotter
c. Tentukan sumber perdarahan dengan memasang tampon anterior yang telah
dibasahidengan adrenalin dan pantokain/ lidokain, serta bantuan alat penghisap
untukmembersihkan bekuan darah.
d. Pada epistaksis anterior, jika sumber perdarahan dapat dilihat dengan jelas,
dilakukankaustik dengan larutan nitras argenti 20%-30%, asam trikloroasetat 10%
atau denganelektrokauter. Sebelum kaustik diberikan analgesia topikal terlebih
dahulu.
e. Bila dengan kaustik perdarahan anterior masih terus berlangsung,
diperlukanpemasangan tampon anterior dengan kapas atau kain kasa yang diberi
vaselin yangdicampur betadin atau zat antibiotika. Dapat juga dipakai tampon rol
yang dibuat darikasa sehingga menyerupai pita dengan lebar kurang ½ cm, diletakkan
berlapis-lapismulai dari dasar sampai ke puncak rongga hidung. Tampon yang
dipasang harusmenekan tempat asal perdarahan dan dapat dipertahankan selama 1-2
hari.
Gambar 9. Tampon Anterior
15
f. Perdarahan posterior diatasi dengan pemasangan tampon posterior atau tampon
Bellocq, dibuat dari kasa dengan ukuran lebih kurang 3x2x2 cm dan mempunyai 3
buah benang, 2 buah pada satu sisi dan sebuah lagi pada sisi yang lainnya. Tampon
harus menutup koana (nares posterior).
Algoritma 1. Epistaksis
Teknik Pemasangan
Untuk memasang tampon Bellocq, dimasukkan kateter karet melalui nares anterior
sampai tampak di orofaring dan kemudian ditarik ke luar melalui mulut. Ujung kateter
kemudian diikat pada dua buah benang yang terdapat pada satu sisi tampon Bellocqdan
kemudian kateter ditarik keluar hidung. Benang yang telah keluar melalui hidung kemudian
16
ditarik, sedang jari telunjuk tangan yang lain membantu mendorong tampon ini ke arah
nasofaring. Jika masih terjadi perdarahan dapat dibantu dengan pemasangan tampon anterior,
kemudian diikat pada sebuah kain kasa yang diletakkan di tempat lubang hidung sehingga
tampon posterior terfiksasi. Sehelai benang lagipada sisi lain tampon Bellocq dikeluarkan
melalui mulut (tidak boleh terlalu kencangditarik) dan diletakkan pada pipi. Benang ini
berguna untuk menarik tampon keluar melalui mulut setelah 2-3 hari. Setiap pasien dengan
tampon Bellocq harus dirawat.
Gambar 10. Tampon Posterior
g. Sebagai pengganti tampon Bellocq dapat dipakai kateter Foley dengan balon. Balon
diletakkan di nasofaring dan dikembangkan dengan air
Gambar 11. Tampon Posterior dengan Kateter Foley
III.6 KOMPLIKASI
17
Dapat terjadi langsung akibat epistaksis sendiri atau akibat usaha penanggulangannya.
Akibat pemasangan tampon anterior dapat timbul sinusitis (karena ostium sinus tersumbat)
air mata yang berdarah (bloody tears) karena darah mengalir secara retrograd melalui
duktusnasolakrimalis dan septikemia. Akibat pemasangan tampon posterior dapat timbul
otitismedia, haemotympanum, serta laserasi palatum mole dan sudut bibit bila benang
yangdikeluarkan melalui mulut terlalu kencang ditarik.
Sebagai akibat perdarahan hebat dapat terjadi syok dan anemia. Tekanan darah
yangturun mendadak dapat menimbulkan iskemia otak, insufisiensi koroner dan infark
miokarddan akhirnya kematian. Harus segera dilakukan pemberian infus atau transfusi darah.
III.7 DIAGNOSIS BANDING
Termasuk perdarahan yang bukan berasal dari hidung tetapi darah mengalir keluar
dari hidung seperti hemoptisis, varises oesofagus yang berdarah, perdarahan di basis cranii
yang kemudian darah mengalir melalui sinus sphenoid ataupun tuba eustachius.
III.8 PENCEGAHAN
Ada beberapa cara yang dapat digunakan untuk mencegah terjadinya epistaksis antara lain :
a. Gunakan alat untuk melembabkan udara di rumah.
b. Gunakan gel hidung larut air di hidung, oleskan dengan cotton bud. Jangan masukkan
cotton bud melebihi 0,5 – 0,6cm ke dalam hidung.
c. Hindari meniup melalui hidung terlalu keras.
d. Bersin melalui mulut.
e. Hindari memasukkan benda keras ke dalam hidung, termasuk jari.
f. Batasi penggunaan obat – obatan yang dapat meningkatkan perdarahan seperti aspirin
atau ibuprofen.
g. Konsultasi ke dokter bila alergi tidak lagi bisa ditangani dengan obat alergi biasa.
h. Berhentilah merokok. Merokok menyebabkan hidung menjadi kering dan
menyebabkan iritasi.
III.9 PROGNOSIS
18
Sembilan puluh persen kasus epistaksis anterior dapat berhenti sendiri. Pada pasien
hipertensi dengan/tanpa arteriosklerosis, biasanya perdarahan hebat, sering kambuh dan
prognosisnya buruk.
BAB IV
19
KESIMPULAN
Epistaksis (perdarahan dari hidung) adalah suatu gejala dan bukan suatu penyakit,
yang disebabkan oleh adanya suatu kondisi kelainan atau keadaan tertentu. Epistaksis bisa
bersifat ringan sampai berat yang dapat berakibat fatal. Epistaksis disebabkan oleh banyak
hal, namun dibagi dalam dua kelompok besar yaitu sebab lokal dan sebab sistemik. Epistaksis
dibedakan menjadi dua berdasarkan lokasinya yaitu epistaksis anterior dan epistaksis
posterior. Dalam memeriksa pasien dengan epistaksis harus dengan alat yang tepat dan dalam
posisi yang memungkinkan pasien untuk tidak menelan darahnya sendiri.
Prinsip penanganan epistaksis adalah menghentikan perdarahan, mencegah
komplikasi dan mencegah berulangnya epistaksis. Pemeriksaan yang dapat dilakukan untuk
memeriksa pasien dengan epistaksis antara lain dengan rinoskopi anterior dan posterior,
pemeriksaan tekanan darah, foto rontgen sinus atau dengan CT-Scan atau MRI, endoskopi,
skrining koagulopati dan mencari tahu riwayat penyakit pasien. Tindakan-tindakan yang
dilakukan pada epistaksis adalah:
a. Memencet hidung
b. Pemasangan tampon anterior dan posterior
c. Kauterisasi
d. Ligasi (pengikatan pembuluh darah)
Epsitaksis dapat dicegah dengan antara lain tidak memasukkan benda keras ke dalam
hidung seperti jari, tidak meniup melalui hidung dengan keras, bersin melalui mulut,
menghindari obat-obatan yang dapat meningkatkan perdarahan, dan terutama
berhenti merokok.
DAFTAR PUSTAKA
20
Adam GL, Boies LR, Higler PA. (eds) Buku Ajar Penyakit THT, Edisi
Keenam,Philadelphia : WB Saunders, 1989. Editor Effendi H. Cetakan III. Jakarta,
Penerbit EGC,1997.
Iskandar N, Supardi EA. (eds) Buku Ajar Ilmu Penyakit Telinga Hidung Tenggorokan. Edisi
Keempat, Jakarta FKUI, 2000, hal. 91, 127-131.
Schlosser RJ. Epistaxis. New England Journal Of Medicine [serial online] 2009 feb19 [cited
2009 feb 28] Available from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/360/8/7846.
Suryowati E. Epistaksis. Medical Study Club FKUII [cited 2009 Mar 1] Available from:
http://fkuii.org/tiki-download_wiki_attachment.php?attId=2175&page=LEM%20FK
%20UII
Evans JA. Epistaxis: Treatment & Medication. eMedicines Specialities 2007 Nov 28 [cited
Mar 2] Available from: http://emedicine.medscape.com/article/764719-treatment
Anias CR. Epistaxis. Otorrhinolaryngology [serial online] cited 2009 Mar 4 Available
from :http://www.medstudents.com.br/otor/otor3.htm
21