40
Referat Alat Perlindungan Diri Pada Otopsi Oleh: Aulia Silkapianis 0810313207 Vivi Hafizarni 0810313172 Andre Andika Hamidi 0910312039 Yui Muya 0910312053 Vini Jamarin 1010312117 Osharinanda Monita 1010312106 Preseptor: Dr. Rika Susanti, Sp.F BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

Referat FORENSIK

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Referat FORENSIK

Referat

Alat Perlindungan Diri Pada Otopsi

Oleh:

Aulia Silkapianis 0810313207

Vivi Hafizarni 0810313172

Andre Andika Hamidi 0910312039

Yui Muya 0910312053

Vini Jamarin 1010312117

Osharinanda Monita 1010312106

Preseptor:

Dr. Rika Susanti, Sp.F

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN FORENSIK DAN MEDIKOLEGAL

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS

PADANG

2014

Page 2: Referat FORENSIK

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis ucapkan kepada Allah SWT atas segala rahmat dan

karunian-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan penulisan referat yang

berjudul “Alat Perlindungan Diri pada Otopsi”.

Referat ini penulis ajukan untuk memenuhi tugas dalam mengikuti

kepaniteraan klinik di bagian Forensik dan Medikolegal Fakultas Kedokteran

Universitas Andalas. Pada kesempatan ini, penulis ingin menyampaikan ucapan

terimakasih kepada dr. Rika Susanti, Sp.F sebagai pembimbing, serta semua pihak

yang telah membantu penulisan referat ini.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih memiliki banyak

kekurangan dan masih jauh dari kesempurnaan, baik dari cara penulisan,

penyusunan, penguraian, maupun isinya. Untuk itu, penulis mengharapkan kritik

dan saran yang membangun dari semua pihak.

Harapan penulis referat ini dapat bermanfaat bagi peningkatan pemahaman

di bidang kedokteran forensik.

Padang, Mei 2014

Penulis

1

Page 3: Referat FORENSIK

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR....................................................................................... 1

DAFTAR ISI ..................................................................................................... 2

BAB I. PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang ............................................................................... 3

1.2 Batasan Masalah ............................................................................ 4

1.3 Tujuan Penulisan ............................................................................ 4

1.4 Manfaat Penulisan .......................................................................... 4

1.5 Metode Penulisan .......................................................................... 4

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Perlindungan Diri.................................................................... 5

2.1.1 Alat Perlindungan Diri Secara Umum......................................... 5

2.1.2 Alat Perlindungan Diri pada Forensik......................................... 11

2.2 Cidera Saat Otopsi.......................................................................... 14

2.2.1 Cidera Mekanik............................................................................ 16

2.2.2 Cidera Tajam................................................................................ 17

2.2.3 Cidera Listrik............................................................................... 18

2.2.4 Paparan Zat Kimia....................................................................... 19

2.2.5 Paparan Radiasi............................................................................ 20

2.2.6 Transmisi Penyakit Infeksi.......................................................... 21

BAB III. PENUTUP

Kesimpulan........................................................................................... 24

DAFTAR PUSTAKA........................................................................................ 25

2

Page 4: Referat FORENSIK

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Alat Perlindungan Diri (APD) pada otopsi / Autopsy Safety belum menjadi

pertimbangan hingga tahun 1980-an ketika kasus infeksi HIV pertama kali

muncul. Pada awalnya, APD tersebut ditekankan pada pencegahan infeksi dengan

menegakkan “kewaspadaan universal”/universal precautions dan pengembangan

peraturan Occupational Safety and Health Administration (OSHA). Sejalan

dengan itu, diberlakukan peraturan-peraturan dan prosedur untuk meminimalisir

kemungkinan terjadinya luka dan tertusuk jarum. Bahaya-bahaya lainnya

teridentifikasi seiring berjalannya waktu dan penanganan yang sesuai

diberlakukan dalam tingkatan yang bervariasi. Walaupun peraturan-peraturan

OSHA awalnya ditentang dan disambut dengan keengganan, peraturan-peraturan

tersebut pada akhirnya memiliki dampak yaitu menciptakan kesadaran akan

pentingnya Autopsy Safety. Hal ini sangatlah penting karena sebagian besar

kecelakaan kerja disebabkan oleh faktor kelalaian manusia dan kesadaran akan

perlindungan diri dan keamanan dalam bekerja jauh lebih efektif jika

dibandingkan dengan peraturan birokratis.1

Istilah “risiko tinggi” yang diaplikasikan pada autopsi, secara umum

digunakan untuk autopsi yang mempunyai risiko tinggi terhadap penularan

penyakit kepada yang melakukan autopsi. Pencegahan universal seharusnya

3

Page 5: Referat FORENSIK

dijalankan pada setiap autopsi, karena setiap pasien yang datang untuk diautopsi

mungkin mempunyai kondisi risiko tinggi yang masih belum terdiagnosis.2

Pencegahan universal tidak hanya sebatas menggunakan 2 pasang sarung

tangan plastik untuk memegang jaringan atau darah, serupa juga dengan memakai

pelindung mata, topi, masker ( atau “space suit”), celemek plastik, penutup lengan

baju, dan pelindung sepatu. Peralatan ini seharusnya dipakai oleh setiap orang

yang berpartisipasi dalam setiap autopsi.2 Berdasarkan uraian latar belakang diatas

maka penulis tertarik untuk mengajukan judul referat “Alat Perlindungan Diri

pada Otopsi”.

1.2 Batasan Masalah

Referat ini membahas tentang alat perlindungan diri pada petugas atau

dokter saat melakukan otopsi.

1.3 Tujuan Penulisan

Tujuan umum penulisan referat ini adalah untuk mengetahui dan

memahami tentang pentingnya alat perlindungan diri pada petugas atau dokter

saat melakukan otopsi.

1.4 Manfaat Penulisan

Melalui penulisan referat ini diharapkan dapat bermanfaat dalam

memberikan informasi dan pengetahuan tentang alat perlindungan diri pada

petugas atau dokter saat melakukan otopsi.

1.5 Metode Penulisan

Penulisan referat ini menggunakan tinjauan kepustakaan yang merujuk

kepada berbagai literatur.

4

Page 6: Referat FORENSIK

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Alat Perlindungan Diri

Alat perlindungan diri adalah suatu alat yang mempunyai kemampuan

untuk melindungi seseorang yang fungsinya mengisolasi sebagian atau seluruh

tubuh dari potensi bahaya di tempat kerja. APD meliputi pelindung kepala, mata,

muka, telinga, pernapasan, tangan, kaki, serta pakaian pelindung.3

2.1.1 Alat Perlindungan Diri Secara Umum

1. Pelindung mata dan wajah

Beberapa benda yang berpotensi menimbulkan kerusakan pada mata dan

wajah adalah:

a. Debu, kotoran, potongan logam dan kayu

b. Bahan kimiawi dari substansi korosif, cairan panas, dll.

c. Benda bergerak, seperti ranting pohon, rantai, dll.

d. Energi radiasi dari sinar berbahaya, seperti laser4

Alat perlindungan yang umumnya digunakan:

a. Goggles (kacamata pelindung) yaitu kacamata ketat sebagai pelindung

mata. Berfungsi menutupi mata, kelopak mata, dan daerah sekitar mata

dari benturan, debu, atau percikan.

b. Safety spectacles (kacamata keselamatan) yaitu kacamata dengan bimgkai

kaca mata terbuat dari logam atau plastik.

5

Page 7: Referat FORENSIK

c. Welding shields (perisai las) yaitu berfungsi untuk melindungi mata dari

sinar radiasi inframerah, percikan api terbang, terbuat dari serat kaca yang

berlapis-lapis.

d. Laser safety goggles (kacamata pelindung laser) yaitu kacamata yang

berfungsi untuk melindungi mata dari bahan atau sinar percikan saat

proses laser.

e. Face shields (perisai wajah) yaitu sebuah perisai wajah yang terbuat dari

lapisan plastik yang transparan mulai dari alis mata hingga bawah dagu

dan mengelilingi kepala pekerja, melindungi dari debu dan percikan yang

berbahaya dari cairan atau semprotan berbahaya.4

Gambar 1. Goggles, safety spectacles, welding shields, laser safety goggles, dan face shields.

6

Page 8: Referat FORENSIK

2. Pelindung kepala

Pelindung kepala ini akan melindungi kepala dari:

a. Benda-benda yang mungkin jatuh dari ketinggian dan mengenai kepala

secara langsung

b. Benda-benda yang mungkin dikenai oleh pekerja secara tidak sengaja,

seperti tiang atau pipa.

c. Kemungkinan cedera kepala oleh karena benda elektrik4

Pelindung kepala yang digunakan di umumnya terdiri dari 3 tipe, yaitu:

a. Tipe A, melindungi dari sengatan listrik hingga 2200 volt

b. Tipe B, melindungi dari sengatan listrik yang lebih tinggi, hingga 20000

volt, juga melindungi dari kejatuhan benda

c. Tipe C, melindungi dari kejatuhan benda, tidak melindungi dari sengatan

listrik.4

3. Pelindung lengan

Yang termasuk peralatan pelindung tangan adalah sarung tangan, penjaga

jari dan lengan penutup atau siku-panjang sarung tangan. Berikut ini adalah

beberapa faktor yang sebaiknya dipertimbangkan dalam pemilihan sarung

tangan:

a. Tipe zat kimia yang ditangani.

b. Sifat kontak (perendaman total, splash, dll).

c. Durasi kontak.

d. Daerah yang membutuhkan perlindungan (tangan saja, lengan bawah,

lengan).

7

Page 9: Referat FORENSIK

e. Persyaratan Grip (kering, basah, berminyak).

f. Perlindungan termal.

g. Ukuran dan kenyamanan.

h. Persyaratan Abrasi / resistance.4

Sarung tangan dapat terbuat dari berbagai macam bahan yang dirancang

untuk berbagai jenis bahaya di tempat kerja. Secara umum, sarung tangan

dibagi dalam empat kelompok:

a. Sarung tangan yang terbuat dari kulit, kanvas atau mesh logam;

b. Kain dan sarung tangan dilapisi kain;

c. Kimia-dan sarung tangan cair-tahan;

d. Isolasi sarung tangan karet4

Gambar 2. Sarung Tangan Pelindung

4. Pelindung kaki

Pelindung kaki sebaiknya melindungi kaki dari:

a. Jatuh atau menggelindingnya benda-benda yang berat seperti drum.

b. Sengatan listrik

Alat yang dapat digunakan untuk melindugi kaki antara lain:

8

Page 10: Referat FORENSIK

a. Leggings, adalah celana ketat yang melindungi kaki dari benda panas

seperti besi cair.

b. Metatarsal guards, merupakan pelindung kaki, khususnya punggung kaki,

dan terbuat dari aluminium, serat atau plastik, dan baja.

c. Toe guards, yaitu pelindung jari kaki.

d. Combination foot and shin guards, yaitu pelindung tungkai bawah dan

kaki.

e. Safety shoes, yaitu pelindung kaki dari benda-benda panas dan sengatan

listrik.4

Gambar 3. Leggings, Metatarsal Guards, Toe Guards, Combination foot and shin guards, dan safety shoes.

9

Page 11: Referat FORENSIK

5. Pelindung badan

Petugas yang menghadapi kemungkinan cedera badan dalam bentuk

apapun yang tidak dapat dihilangkan melalui rekayasa, praktek kerja atau

kontrol administratif, harus memakai perlindungan tubuh yang tepat saat

melakukan pekerjaan. Berikut ini adalah contoh bahaya di tempat kerja yang

dapat menyebabkan cedera tubuh:

a. Suhu ekstrem

b. Percikan dari logam cair dan cairan panas lainnya

c. Potensi dampak dari alat-alat, mesin dan bahan

d. Bahan kimia berbahaya4

Pakaian pelindung dapat terbuat dari berbagai bahan, masing-masing

efektif dalam melindungi dari bahaya tertentu, seperti:

a. Kertas serat yang digunakan untuk pakaian sekali pakai memberikan

perlindungan terhadap debu dan percikan.

b. Wol dan katun beradaptasi dengan baik untuk perubahan suhu, nyaman,

dan tahan api dan melindungi diri dari debu, lecet dan permukaan yang

kasar dan mengganggu.

c. Kain katun tenun ketat dapat melindungi diri dari luka dan memar saat

menangani bahan berat, tajam atau kasar.

d. Bahan kulit binatang sering digunakan untuk melindungi diri dari panas

yang kering dan kobaran api.

e. Bahan karet, kain karet, neoprene dan plastik melindungi diri dari bahan

kimia tertentu dan bahaya fisik.4

10

Page 12: Referat FORENSIK

6. Pelindung fungsi pendengaran

Petugas yang terpapar kebisingan berlebihan dapat ditentukan oleh

beberapa faktor, seperti:

a. Kenyaringan kebisingan yang diukur dalam desibel (dB).

b. Lamanya paparan.

c. Pergerakan petugas pada area dengan tingkat kebisingan yang berbeda.

d. Jumlah sumber suara.4

Beberapa tipe pelindung fungsi pendengaran meliputi:

a. Pelindung fungsi pendengaran sekali pakai, yaitu alat yang terbuat dari

katun wax, busa, karet silikon atau fiberglass wol.

b. Pre-formed earplugs, yaitu alat yang dapat digunakan sekali pakai atau

digunakan kembali. Earplug yang akan digunakan kembali harus

dibersihkan setiap selesai digunakan.

c. Earmuffs, yaitu penutup telinga dengan segel di sekitar telinga.4

Gambar 4. Single use earplugs, pre-formed earplugs, dan earmuffs

2.1.2 Alat Perlindungan Diri pada Forensik

Pada pemeriksaan jenazah, kemungkinan untuk terjadinya potensi bahaya

cukup tinggi sehingga diperlukan penggunaan APD khusus untuk melindungi

11

Page 13: Referat FORENSIK

petugas dari bahaya tersebut. Terdapat beberapa APD khusus untuk otopsi. Salah

satunya yaitu dengan sering mengganti sarung tangan luar. Sarung tangan anti-

sobek seringkali direkomendasikan.5 Alat-alat ini melindungi dari luka akibat

scalpel tetapi tidak untuk luka akibat jarum. Bagaimanapun, karena beberapa

sarung tangan dapat mengurangi sensasi taktil, beberapa ahli patologi menilai ini

sebagai hal yang tidak praktis.6 Sarung tangan lateks yang banyak tersedia di

supermarket dan telah dirancang untuk melindungi tangan selama mencuci atau

membersihkan jauh lebih tebal daripada sarung tangan bedah atau sarung tangan

periksa. Sarung tangan ini menggambarkan perbedaan antara sarung tangan latex

dan metal “chain mail” anti sobek dengan sarung tangan karet rumah sakit biasa.

Tetapi perlengkapan ini tidak cocok pada orang yang mempunyai alergi terhadap

latex.2

Pada umumnya, setiap orang yang berada di ruang autopsi yang

kemungkinan berkontak dengan darah, cairan tubuh atau jaringan seharusnya

menggunakan sarung tangan sekali pakai. Setiap permukaan badan yang mungkin

akan berkontak dengan darah atau cairan tubuh seharusnya dilindungi dengan

material kedap air (seperti celemek plastik). Pelindung wajah seharusnya

digunakan ketika ada kemungkinan ditemukan percikan darah atau cairan tubuh.

Masker digunakan untuk mencegah terhirup aerosol. Pelindung wajah digunakan

untuk melindungi membran mukus pada mata, hidung dan mulut dari paparan

percikan cairan. Infeksi risiko tinggi yang ditularkan dengan aerosol adalah

tuberkulosis, rabies, demam berdarah, anthrax, dan wabah, tetapi Human

Immunodeficiency Virus (HIV) tidak ditularkan melalui aerosol.2

12

Page 14: Referat FORENSIK

Jarum seharusnya tidak boleh bengkok, dijepit, atau dimanipulasi dengan

tangan. Wadah anti-bocor yang dirancang untuk barang-barang tajam sekali pakai

seharusnya mudah dijangkau oleh prosector. Jarum, syringes, dan pisau skapel

seharusnya diletakkan segera dalam wadah setelah digunakan. Jarum seharusnya

tidak dipisahkan dari syringes sebelum dibuang. Pisau skapel seharusnya

dilepaskan dari pegangan dengan alat yang dirancang untuk tujuan tersebut atau

dengan forceps, ujung pisau seharusnya diarahkan ke bawah ketika dilepaskan.

Beberapa ahli menggunakan satu tangan untuk melepaskan pisau dari pegangan

skapel; hal ini mengurangi kemungkinan seseorang memaksakan untuk melepas

pisau yang apabila tidak hati-hati dapat terkena orang lain. Sebelum meninggalkan

meja otopsi, prosector seharusnya memindahkan semua pisau skapel dari

pegangannya dan membuang pisau segera setelah menyelesaikan autopsi.2

Handuk operasi diletakkan melewati sudut potongan tulang dada, spina

torakalis dan sumsum tulang ketika dada di buka. Ketika mengiris sebuah organ,

sebuah sponge atau tumpukan kertas bisa diletakkan diatas organ dan tangan yang

bebas dapat memegang organ ketika organ tersebut diiris. Skapel sebaiknya

diletakkan diatas permukaan datar agar memudahkan prosector untuk

mengambilnya.2

Pada umumnya, setiap orang yang memegang skapel atau peralatan tajam

lainnya seharusnya tidak menghiraukan gangguan ketika memotong

menggunakan peralatan tersebut. Setelah dipakai, seharusnya skapel diletakkan

didaerah yang bebas pandangan. Sebelum memindahkan peralatan tajam, orang

yang memindahkan seharusnya memberitahu kepada semua orang disekitar bahwa

peralatan tersebut akan dipindahkan.2

13

Page 15: Referat FORENSIK

Beberapa ahli menyarankan bahwa pakaian operasi yang dipakai saat

melakukan operasi seharusnya tidak dipakai diluar dari ruang autopsi. Hal ini

membuat presector perlu untuk melepaskan pakaian dalamnya sebelum

meninggalkan ruang autopsi.2

Ketika skapel atau jarum yang telah terpapar darah atau cairan tubuh

terkena tubuh, orang yang terkena harus menghentikan pemotongan segera,

membiarkan darah luka mengalir bebas, mencuci bekas luka dengan sabun dan

air, dan selanjutnya memberikan disinfektan ke luka. HIV menjadi tidak aktif

dengan sebagian besar disinfektan, termasuk iodophor compounds (seperti

betadine), 60% ethanol, 3% hidrogen peroksida, phenolic compounds (seperti

Lysol), larutan formaldehyde (formalin) dan sodium hypochlorite (pemutih,

clorox) yang dilarutkan dalam air dengan perbandingan 1:10 (konsentrasi akhir

0,5%).2

2.2 Cidera Saat Otopsi

Ada enam kategori utama kemungkinan terjadinya cidera pada petugas

medis dan asistennya saat sedang melakukan otopsi, yaitu: cidera mekanik, cidera

akibat benda tajam, sengatan listrik, paparan zat kimia, paparan radiasi, dan

infeksi.6

Tabel 1. Kemungkinan Cidera Yang Terjadi Saat Otopsi6

Kategori Cidera Contoh Pencegahan

Cidera mekanik Cidera punggung akibat Teknik mengangkat yang

14

Page 16: Referat FORENSIK

mengangkat beban, benda

yang terjatuh, terpeleset dan

jatuh

benar, back support, sepatu

pelindung, pemasangan

permukaan kesat pada

lantai, platform kesat atau

tempat berpijak yang kesat

Cidera tajam Luka terpotong scalpel,

tertusuk jarum, tertusuk

fraktur kominutif iga,

tertusuk oleh benda logam

(wire, fragmen peluru)

Menggunakan sarung

tangan tebal (cut-resistant)

pada tangan yang tidak

dominan, tidak memasang

kembali tutup jarum,

membuang keseluruhan

alat suntik dan jarum

suntik, kewaspadaan,

radiografi pre-autopsi

Listrik Sengatan listrik dari

peralatan (contoh: kabel

listrik gergaji), sengatan

listrik dari defibrillator yang

terpasang

Pemasangan Ground Fault

Interrupters (GFI

receptors), konsultasi

dengan kardiologist atau

produsen alat sebelum

autopsy

Zat kimia Sianida, Formaldehid Ventilasi yang cukup,

exhaust fan, penggunaan

chemical hood

Radiasi Implan radioaktif pada

pasien kanker, paparan

sinar-X

Konsultasi dengan

radiologist, penanda

monitor radiasi

Infeksi Hepatitis B, Tuberkulosis,

Hepatitis C, Parasit

Vaksinasi, “Universal

Precautions”, menghindari

aerosol, meminimalisir

debu tulang dari proses

penggergajian, sarung

tangan cut resistant,

15

Page 17: Referat FORENSIK

menghindari menjahit

mayat setelah otopsi

2.2.1 Cidera Mekanik

Pada setting rumah sakit, orang yang meninggal diangkat/dipindahkan

kurang lebih sekitar tujuh kali, dari tempat tidur ke brankar, ke lemari pendingin

kemudian ke lifter, lalu ke meja otopsi, kembali ke brankar lalu terakhir ke

brankar mobil jenazah. Bagi petugas yang terlibat dalam proses penangkatan

tersebut, terdapat kemungkinan cidera musculoskeletal, terutama back strain.

Modifikasi desain kamar jenazah dapat mengurangi jumlah pengangkatan mayat

menjadi dua kali dengan menggunakan brankar khusus yang dapat masuk ke

lemari pendingin dan alas badan plastik khusus dengan slot kaset radiografi.

Namun karena modifikasi desain kamar mayat seringkali tidak memungkinkan,

dan mesin pengangkat seringkali tidak tersedia, petugas hanya dapat

mengandalkan teknik mengangkat yang benar, meminta bantuan, menggunakan

penyokong punggung, menggulingkan mayat dibandingkan dengan

mengangkatnya jika memungkinkan.6

Penggunaan sabun cair yang banyak pada badan mayat dan permukaan

alas dapat membantu mempermudah pemindahan badan mayat, dan dengan

menggunakan teknik mengangkat yang benar dapat meminimalisir kemungkinan

cidera pada asisten otopsi. Untuk melakukan pemeriksaan punggung dan bagian

belakang mayat oleh orang lain, badan mayat digulingkan ke arah diri sendiri

dengan memegang pinggang kontralateral dan paha atas. Untuk melakukan

pemeriksaan tersebut sendiri, lengan bawah diletakkan diantara paha yang

16

Page 18: Referat FORENSIK

terdekat dan paha yang terjauh dipegang bagian anteriornya dan ditarik sambil

mendorong bahu dan punggung ke atas. Pada titik ini keseluruhan punggung

menjadi tampak dan autopsy shoulder block dapat diletakkan di punggung bagian

atas. Memutar tubuh mayat ke posisi supine akan secara bersamaan memposisikan

punggung di atas autopsy block sehingga pemeriksa tidak perlu lagi mengangkat

tubuh mayat ke atas autopsy block.6

Saat berjalannya autopsy, lantai dapat menjadi basah sehingga

menciptakan risiko terpeleset. Selain solusi sederhana seperti kain pel dan kain lap

untuk menjaga agar permukaan lantai tetap kering, terdapat alas lantai yang dapat

mengurangi kemungkinan terpeleset pada lantai yang basah.2

Tinggi dari meja otopsi biasanya tidak dapat diatur ketinggiannya

sehingga mempersulit pemeriksaan khususnya pada pemeriksa bertubuh pendek

ataupun perempuan sehingga tangga maupun platform harus disediakan untuk

individu tersebut.6

2.2.2 Cidera Tajam

Kewaspadaan secara sadar adalah metode pencegahan yang paling baik

dalam mencegah terjadinya luka tusuk ketika otopsi. Kesadaran ini mengatur

tentang praktek yang aman, yang dapat menjadi rutinitas seperti metode

pembuangan benda tajam dan menghindari penggunaan gunting dengan ujung

tajam. Selain itu, petugas dapat memakai sarung tangan cut-resistant pada tangan

yang tidak dominan, yang dapat mencegah luka terpotong namun tidak luka tusuk

jarum.6

17

Page 19: Referat FORENSIK

Kewaspadaan juga berarti mengetahui lokasi dari scalpel sepanjang waktu,

hilangnya scalpel atau pisau scalpel yang terlepas dari handle memerlukan

dihentikannya proses otopsi untuk sementara waktu hingga pisau tersebut

ditemukan. Penyebab tersering dari pisau scalpel yang hilang biasanya masuk

secara tidak sengaja di rongga tubuh mayat. Harus dibiasakan meletakkan scalpel

pada tempat yang mudah ditemukan di atas meja.6

Korban trauma dapat menimbulkan bahaya-bahaya tambahan yang dapat

menyebabkan terjadinya luka iris ataupun luka tusuk. Fraktur rusuk kominutif,

sebagai contoh, tersamarkan oleh hemotoraks dan pemeriksa yang tidak hati-hati

mungkin akan langsung memasukkan tangannya ke permukaan fraktur yang tajam

tersebut. Korban luka tusuk mungkin masih terdapat sebagian atau keseluruhan

pisau/benda tajam di dalam luka ataupun tubuhnya.7 Beberapa jenis peluru dapat

menghasilkan serpihan/fragmen yang tajam.8 Radiografi preotopsi tidak hanya

dapat menemukan benda asing metal tetapi juga bahaya-bahaya lainnya terhadap

pemeriksa.6

2.2.3 Cidera Listrik

Pada kamar mayat ketika sedang dilakukan otopsi di dalamnya dapat

menjadi tempat yang sangat basah. Namun peralatan-peralatan elektronik

seringkali digunakan dengan menggunakan sarung tangan basah yang hanya

menyediakan sedikit sekali perlindungan terhadap listrik. Gergaji listrik yang

berlapis logam secara khusus sangat rentan terhadap risiko korsleting. Namun

demikian, pemasangan Ground Fault Interrupter (GFI electrical receptors) dapat

mencegah terjadinya sengatan listrik dari alat-alat listrik yang bermasalah. GFI

18

Page 20: Referat FORENSIK

tersebut harus dites secara teratur untuk memastikan peralatan tersebut bekerja

dengan baik. Suara yang dihasilkan oleh gergaji listrik telah ditemukan tidak

berbahaya dan tidak menyebabkan hilang pendengaran, bahkan jika 2 gergaji

digunakan sekaligus, karena bising yang dihasilkan masih dalam ambang batas

pendengaran yang normal. Selain itu, tidak menggunakan energy listrik sama

sekali (misalnya: menggunakan gergaji bertenaga angin), dapat mencegah risiko

listrik apapun.6

Sumber lain dari sengatan listrik adalah terpasangnya cardioverter-

defibrillator yang digunakan untuk menangani takiaritmia secara otomatis.

Mengeluarkan alat ini seperti mengeluarkan alat pacu jantung biasa dapat

menyebabkan shock yang parah. Otopsi tidak dapat dimulai sampai alat

cardioverter-defibrillator tersebut dinonaktifkan oleh produsen alat ataupun oleh

seorang kardiologist. 9,10

2.2.4 Paparan Zat Kimia

Formaldehid adalah salah satu zat kimia yang paling sering digunakan

pada saat otopsi dan menyebabkan paparan paling banyak pada petugas otopsi dan

asistennya. Konsentrasi formaldehid di udara biasanya masih berada di bawah

ambang batas yang diterima. Namun, tingkat formaldehid di udara yang tidak

dapat diterima dapat terjadi ketika menangani specimen yang telah difiksasi

formalin namun belum dicuci secara menyeluruh (contoh: seorang

neuropathologist yang memeriksa otak yang telah difiksasi formalin). Selain itu,

19

Page 21: Referat FORENSIK

asisten yang memindahkan, mencampur, maupun bekerja dengan formaldehid

berjumlah banyak di tempat yang miskin ventilasi dapat menerima paparan

formalin di atas ambang batas.6 Efek iritasi akut yang disebabkan olah formalin

pada membrane mukosa telah diketahui secara luas; meskipun potensi efek

karsinogenik pada penggunaan jangka panjang masih kontroversial.11-13 Alat untuk

memonitor level formaldehid yang telah mendapat persetujuan oleh OSHA telah

tersedia.11 Pada orang-orang dengan paparan tinggi akibat pekerjaan, bekerja

dengan menggunakan chemical hood ataupun menggunakan formaldehyde

recyclers dapat bermanfaat.6

Contoh kasus lainnya, pada kasus keracunan sianida yang tidak tercurigai

dapat menyebabkan rasa mual, pusing, rasa terbakar pada mukosa, nyeri kepala

tiba-tiba, dan sinkop pada petugas otopsi maupun asisten. Sebagian besar orang

tidak dapat mengenali bau sianida.14 Orang yang dapat mengenali baunya

mungkin cukup sensitive terhadapnya. Idealnya, otopsi pada orang yang dicurigai

meninggal akibat mengonsumsi sianida harus dilakukan di ruang otopsi yang

memiliki ventilasi baik dan bertekanan negative, dan perut korban dibuka dengan

memasang chemical/biosafety hood.6

2.2.5 Paparan Radiasi

Radiasi dari paparan terhadap sinar-X sebelum dan sesudah otopsi

bukanlah suatu perhatian khusus kecuali jika dilakukan rontgen secara sering.

Prosedur standar perlindungan terhadap sinar-X dan menggunakan penanda

monitoring radiasi normalnya diperlukan.6

20

Page 22: Referat FORENSIK

Materi radioaktif berupa implant untuk pasien kanker dapat menimbulkan

risiko potensial terhadap pemeriksa dan asistennya. Konsultasi dengan

radioterapist atau radioonkologist harus dilakukan sebelum melakukan otopsi,

khususnya pada ahli forensik perempuan ataupun asisten yang dalam kondisi

hamil yang dapat terpapar oleh radiasi dari implant radioaktif tersebut.6

2.2.6 Transmisi Penyakit Infeksi

Kekhawatiran akan kemungkinan terkena infeksi dalam otopsi cukup

besar, dan rasa khawatir itu akan sangat meningkat apabila ada kemungkinan

transmisi infeksi yang sangat berbahaya. Rasa takut dan khawatir tersebut,

bagaimanapun tidak sesuai dengan tingkat kejadian transmisi penyakit itu sendiri.

Survey informal pada petugas pemeriksa medis yang baru-baru ini dilakukan pada

suatu pertemuan ilmiah nasional menemukan bahwa mendapatkan infeksi akibat

melakukan otopsi sangatlah jarang terjadi. Walau demikian, terdapat satu kasus

hepatitis B pada seorang pathologist dan satu kasus tuberculosis pada asisten

otopsi, dimana mereka telah melakukan otopsi selama kurun waktu 25 tahun dan

telah melakukan kurang lebih 50.000 otopsi. Kejadian ini pun terjadi sebelum

diberlakukannya standar-standar OSHA dan vaksinasi hepatitis. Walau demikian,

berdasarkan pengetahuan terhadap penyakit infeksi di masa sekarang, tetap

diperlukan diberlakukannya universal precaution. Kewaspadaan tambahan

termasuk meminimalisir aerosol dan mengumpulkan debu-debu tulang (dengan

memasang alat pengisap vakum pada gergaji listrik getar).6

21

Page 23: Referat FORENSIK

Selain diberlakukannya kewaspadaan universal/universal precautions,

juga diperlukan vaksinasi terhadap hepatitis B. Dan seperti biasa, kewaspadaan

dan perhatian dalam mencegah luka iris maupun luka tusuk adalah sangat penting

dalam pencegahan trauma dan infeksi. Pada otopsi dengan risiko tinggi, (contoh:

Lassa Fever, slow virus disease, anthrax), penggunaan masker high efficiency

particulate air (HEPA) harus dipertimbangkan. Walaupun transmisi infeksi HIV

pada personel yang melakukan otopsi sangatlah jarang terjadi,15 sebagian besar

orang menganggap otopsi ini sebagai otopsi risiko tinggi. Dan juga, telah

dianjurkan untuk tidak menjahit tubuh mayat sebelum diserahkan kepada

keluarga/pihak pemakaman karena menjahit adalah penyebab utama terjadinya

luka tusuk pada kamar mayat.15 Pada prakteknya sehari-hari, penyalahguna obat-

obatan intravena memiliki risiko tertinggi dalam transmisi penyakit infeksi pada

otopsi karena tubuh mereka dapat menyimpan berbagai pathogen viral, bacterial,

maupun mycobacterial yang mungkin tidak terdeteksi dari riwayat penyakit

sebelumnya maupun pemeriksaan fisik. Selain itu, baru-baru ini dilaporkan

adanya bahaya akan jarum suntik yang patah tersembunyi di jaringan lunak

terutama pada bagian leher dan supraklavikular dari pecandu obat-obatan

terlarang.17

Kematian yang diakibatkan oleh Creutzfeldt-Jakob disease (CJD)

sangatlah jarang, namun kejadian tersebut menimbulkan risiko tinggi akan

terjadinya transmisi penyakit. Tidak terdapat kekhawatiran akan autopsy safety

pada korban dengan CJD, hal ini dikarenakan sebagian besar pathologist akan

langsung menolak melakukan otopsi.6

22

Page 24: Referat FORENSIK

Jika kemungkinan adanya transmisi infeksi melalui darah, sarung tangan

cut-resistant sebaiknya dipakai pada tangan yang tidak dominan. Setelah otopsi,

sarung tangan tersebut harus langsung dicuci dan dilakukan disinfeksi secara

kimiawi (dengan larutan hypoclorite).6

BAB III

PENUTUP

23

Page 25: Referat FORENSIK

Kesimpulan

Potensi bahaya dan risiko bahaya otopsi jenazah yang ada di rumah sakit

dikendalikan salah satunya dengan penggunaan APD. Penggunaan APD

dimaksudkan untuk melindungi pekerja dari faktor bahaya dan potensi bahaya di

tempat kerja dan untuk mencegah terjadinya penyakit akibat kerja serta

kecelakaan kerja sehingga tercipta tenaga kerja yang efektif dan efisien. APD

yang diperlukan pada proses otopsi yaitu dengan memakai sarung tangan,

pelindung mata, topi, masker ( atau “space suit”), celemek plastik, penutup lengan

baju, dan pelindung sepatu. Diperlukan juga kedisiplinan dari pekerja otopsi

dalam penggunaan APD agar terciptanya keselamatan kerja bagi tenaga kerja

khususnya tenaga kerja otopsi.

Terdapat beberapa cidera yang mungkin terjadi pada petugas medis dan

asistennya saat sedang melakukan otopsi, yaitu: cidera mekanik, cidera akibat

benda tajam, sengatan listrik, paparan zat kimia, paparan radiasi, dan infeksi.

Cidera tersebut bisa terjadi akibat minimnya penyediaan APD dan

ketidakdisiplinan pekerja dalam penggunaan APD.

DAFTAR PUSTAKA

24

Page 26: Referat FORENSIK

1. Howard RK. The Death of Common Sense: How Law is Suffocating America.

New York, NY: Random House; 1994:14, 15.

2. Nine, JS. Universal Precautions and High-Risk Autopsies. Diunduh dari

http://emedicine.medscape.com/article/1711526-overview#showall diakses

pada tanggal 11 Mei 2014.

3. Peraturan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Republik Indonesia Nomor

PER. 08/MEN/VII/2010 tentang Alat Pelindung Diri. Diunduh dari

http://www.arai.wah-Indonesia.org/download/Permenaker%20no.

%208%20thn%202011%20ttg%20apd.pdf Diakses pada tanggal 12 Mei 2014.

4. U.S. Department of Labor. Occupational Safety and Health Administration.

Personal Protective Equipment. Diunduh dari

https://www.osha.gov/Publications/osha3151.html Diakses pada tanggal 12

Mei 2014

5. Fritzsche FR, Dietel M, Buckendahl AC. Cut-resistant protective gloves in

pathology-effective and cost-effective. Virchows Arch. Mar 2008;452(3):313-

8

6. Wetli CV. Autopsy Safety. Lab Med. 2001;32(8):451-453.

7. Wetli CV, Mittleman RE, Rao VJ. An Atlas of Forensic Pathology. Chicago,

IL: ASCP Press; 1999:64-67.

8. Wetli CV, Mittleman RE, Rao VJ. An Atlas of Forensic Pathology. Chicago,

IL: ASCP Press; 1999:107-108.

9. Prahlow JA, Guileyardo JM, Barnard JJ. The implantable cardioverter-

defibrillator, a potential hazard for autopsy pathologists. Arch Pathol Lab

Med. 1997;121:1076-1080.

10. Warley VM, Bourke ME, Green M, et al. Implantable cardioverter-

defibrillator and the pathologist: comment and cautionary notes. J Forensic

Sci. 1998;43:969-973.

11. Council on Scientific Affairs. Formaldehyde. JAMA. 1989;261:1183-1187.

12. Goris JA, Ang S, Navarro C. Exposure to formaldehyde: adverse effects and

preventive measures. ASCP Check Sample ST94-6. 1994;34(6).

13. Goris JA, Ang S, Navarro C. Minimizing the toxic effects of formaldehyde.

Lab Med. 1998;29:39-42.\

25

Page 27: Referat FORENSIK

14. Andrews JM, Sweeney ES, Grey TC, et al. The biohazard potential of cyanide

poisoning during postmortem examination. J Forensic Sci. 1989;34:1280-

1284.

15. Johnson MO, Schaffner W, Atkinson J, et al. Autopsy risk and acquisition of

human immunodeficiency virus infection. Arch Pathol Lab Med.

1997;121:64-66.

16. Claydon SM. The high risk autopsy: recognition and protection. Am J

Forensic Med Pathol. 1993;14:253-256.

17. Hutchins KD, Williams AW, Natarajan GA. Neck needle foreign bodies: an

added risk for autopsy pathologists. Arch Pathol Lab Med. 2001;125:790-792.

26