Upload
tutiidris
View
62
Download
3
Embed Size (px)
Citation preview
KEMATIAN AKIBAT HIPOGLIKEMIA
Pendahuluan
Hipoglikemia, terkadang diartikan sebagai reaksi insulin, yang terjadi akibat
kelebihan relatif insulin di dalam darah dan dikarakteristikkan dengan kadar glukosa
darah di bawah normal. Meskipun demikian, kenyataannya hipoglikemia tidak hanya
terbatas pada pasien-pasien diabetes yang diterapi dengan insulin
injeksi.Hipoglikemia muncul paling sering pada orang-orang yang diterapi dengan
insulin, tetapi hipoglikemia yang berkepanjangan juga dapat disebabkan oleh
beberapa obat hipoglikemik oral (mis. stimulator sel beta).Kelompok kerja Asosiasi
Diabetes Amerika (ADA) mendefinisikan hipoglikemia pada diabetes sebagai “semua
episode abnormalitas glukosan plasma rendah yang memaparkan individu yang
bersangkutan dalam resiko kerusakan”.1,2
Percobaan bunuh diri dengan overdosis insulin jarang ditemukan meskipun
dengan luasnya penggunaan insulin selama lebih dari 80 tahun.Kebanyakan kasus
yang dilaporkan adalah pasien-pasien diabetes yang mendapat terapi insulin untuk
kontrol gula darah.Meskipun demikian, angka kejadian overdosis insulin mungkin
saja lebih tinggi dari yang diduga, terutama pada tenaga kesehatan profesional dan
orang-orang dengan kontak dekat dengan pasien-pasien diabetes. Terlebih lagi,
insulin dulu pernah digunakan untuk tindakan pembunuhan dikarenakan tidak
terdapat metode yang dikembangkan untuk mengukur kadar insulin pada saat itu.4
Untuk membahas hipoglikemia, kita harus terlebih dulu memahami lebih
dekat hormon insulin yang sangat berkaitan erat dengan gejala hipoglikemia ini.
Pemahaman akan sintesis, sekresi, efek fisiologis serta metabolisme insulin sangat
berperan dalam membuka pemahaman akan hipoglikemia dan aspek medikolegal
terkait kematian akibat hipoglikemia.
1
Proses pembentukan dan sekresi insulin
Insulin merupakan hormon yang terdiri dari rangkaian asam amino, dihasilkan
oleh sel-sel beta pankreas.Insulin merupakan hormon yang sangat kuat.Ditemukan
oleh Banting, Best, Collip, dan Macleod. Insulin, bila hormon ini diberikan pada
anjing dapat menyebabkan hipoglikemik yang poten, menyebabkan penurunan kadar
glukosa darah yang cepat. Bila kadar glukosa darah jatuh di bawah 2 mmol (40
mg/dl), dapat terjadi koma dan konvulsi yang dikarenakan gangguan metabolisme
otak. 4
Sintesis insulin dimulai dalam bentuk preproinsulin (prekusor hormon insulin)
pada retikulum endoplasma sel beta.Dengan bantuan enzim peptidase, preproinsulin
mengalami pemecahan membentuk proinsulin, yang kemudian dihimpun dalam
gelembung-gelembung (secretory vesicles) di dalam sel tersebut. Di sini, sekali lagi
dengan bantuan enzim peptidase, proinsulin diurai menjadi insulin dan peptida-C (C-
peptide) yang keduanya siap disekresikan secara bersamaan melalui membran sel.4
Produksi dan sekresi insulin oleh sel beta pancreas terutama dipengaruhi oleh
meningkatnya kadar glukosa darah. Ketika glukosa terdapat dalam darah, untuk dapat
masuk ke sel melewati membrane sel, glukosa harus berikatan dengan senyawa lain
sebagai kendaraan pembawanya. Senyawa ini disebut GLUT (Glucose Transporter).
Pada sel beta pancreas terdapat GLUT 2 yang diperlukan untuk membawa glukosa
dalam darah melewati membrane sel dan masuk kedalam sel. Proses tersebut
merupakan langkah yang penting karena selanjutnya glukosa yang masuk kedalam sel
beta pancreas akan mengalami glikolisis dan fosforilasi sehingga menghasilkan ATP.4
2
Gambar 1. Sintesis Insulin4
Diketahui ada beberapa tahapan dalam proses sekresi insulin, setelah adanya
rangsangan oleh molekul glukosa. Tahap pertama adalah proses glukosa melewati
membran sel. Untuk dpat melewati membran sel beta, dibutuhkan bantuan Glucose
transporter (GLUT), yang merupakan asam peptida amino yang berperan dalam
proses metabolisme gluokosa berbagai sel.4
Dalam proses fisiologis, insulin disekresikan sesuai dengan kebutuhan tubuh
normal oleh sel beta dalam dua fase yang berbentuk bifasik. Sekresi insulin yang
normal akan terjadi setelah adanya rangsangan glukosa yang berasal dari makanan
atau minuman. Insulin yang dihasilkan ini berfungsi mengatur kadar gula darah agar
selalu berada dalam batas-batas fisiologis, baik saat berpuasa maupun setelah
mendapat beban glukosa.4
Sekresi insulin fase 1 (acute insulin response = AIR) merupakan sekresi
insulin yang terjadi segera setelah terdapat rangsanganterhadap sel beta, yang terjadi
secara cepat dan berakhir dengan cepat pula. Sekresi fase 1 biasanya mempunyai
puncak yang relatif tinggi, karena memang diperlukan untuk mengantisipasi kadar
3
glukosa darah yang biasanya meningkat tajam segera setelah makan. Fase sekresi 1
yang cepat dan adekuat ini sangat penting dalam regulasi glukosa normal dalam hal
pengendalian kadar glukosa darah postprandial. Fase sekresi 1 yang normal
bermanfaat dalam mencegah hiperglikemia akut setelah makan atau postprandial
spike dengan segala akibat yang ditimbulkannya, termasuk hiperglikemia
kompensatif.4
Selanjutnya, setelah fase 1 berakhir, muncul sekresi fase 2 (sustained
phase/latent phase), di mana sekresi insulin kembali meningkat secara perlahan dan
bertahan dalam waktu yang relatif lebih lama.Seberapa tinggi puncak sekresi fase 2
(secara kuantitatif) ditentukan dari kadar glukosa darah di akhir fase 1. Jadi, terjadi
semacam mekanisme penyesuaian dari sekresi fase 2 terhadap kinerja fase 1
sebelumnya.4
Aksi insulin
Insulin mempunyai berbagai peran penting dalam berbegai proses
metabolisme di dalam tubuh, terutama metabolisme karbohidrat. Hormon ini sangat
penting perannya dalam proses utilisasi glukosa oleh hampir seluruh jaringan tubuh,
terutama pada otot,lemak dan hepar.4,5
Pada jaringan perifer seperti jaringan otot dan lemak dan beberapa jaringan
lainnya, insulin memfasilitasi masuknya glukosa ke dalam sel. Satu-satunya
mekanisme sel dalam mengambil glukosa adalah dengan difusi terfasilitasi melalui
keluarga hexose transporter.Transporter mayor yang digunakan sel dalam ambilan
glukosa dikenal dengan GLUT4 (Gucose Transporter 4).Perlu diketahui bahwa
terdapat beberapa tipe sel yang tidak membutuhkan insulin untuk ambilan glukosa
yang efisien, sel-sel tersebut seperti sel otak dan hepar. Hal ini dikarenakan sel-sel ini
tidak menggunakan GLUT4 untuk ambilan glukosa, tetapi menggunakan transporter
lain yang tidak bergantung pada insulin.4,5
Insulin menstimulasi hepar untuk menyimpan glukosa dalam bentuk
glikogen.Sejumlah besar glikogen diserap dari intestinal dan dengan cepat diserap
4
oleh hepatosit, yang kemudian mengubah glukosa menjadi simpanan polimer
glikogen.5
Insulin memiliki beberapa efek pada hepar yang menstimulasi sintesis
glikogen.Pertama, insulin mengaktifkan enzim heksokinase, yang memfosforilasi
glukosa, menjebak glukosa di dalam sel. Secara bersamaan, insulin bertindak
menghambat aktivitas glukosa-6-fosfatase. Insulin juga mengaktifkan beberapa enzim
yang secara langsung terlibat dalam sintesis glikogen, antara lain fosfofruktokinase
dan glikogen sintase. Hasil akhir kerja insulin sangat jelas: bila terdapat kelebihan
glukosa, insulin akan memberitahukan hepar untuk menyimpan sebanyak mungkin
glukosa untuk digunakan kemudian.5
Insulin juga mempromosikan sintesis asam lemak di hepar. Seperti yang
didiskusikan di atas, insulin merupakan signal stimulatorik untuk sintesis glikogen di
hepar. Tetapi, dengan terakumulasinya glikogen (sekitar 5% massa hepar), sintesis
lebih lanjut akan sangat tertekan. Bila hepar sangat tersaturasi dengan glikogen,
glukosa tambahan yang diambil oleh hepatosit akan alihkan ke jalur sintesis asam
lemak, yang diekspor dari hepar dalam bentuk lipoprotein.
Insulin juga menghambat lipolisis pada adiposit dengan menghambat lipase
intraselular yang menghidrolisis triglesirida untuk melepaskan asam lemak.5
Sebagai tambahan terhadap efek insulin dalam metabolisme glukosa dan
lemak, insulin juga menstimulasi ambilan asam amino, yang secara keseluruhan juga
berpengaruh pada efek anaboliknya.Bila kadar insulin rendah, seperti pada kondisi
berpuasa, keseimbangan akan bergeser yang berujung pada degradasi protein
intraselular.5
Homeostasis Glukosa dan Mekanisme Kontraregulatorik Insulin
Glukosa merupakan bahan baku metabolisme utama bagi otak dalam kondisi
fisiologik. Otak tidak dapat menyintesis atau menyimpan glukosa untuk kebutuhan
lebih dari beberapa menit dalam bentuk glikogen seperti halnya sel otot, dan dengan
demikian membutuhkan suplai glukosa yang kontinyu dari sirkulasi arteri. Dengan
5
jatuhnya konsentrasi glukosa plasma arteri di bawah kadar fisiologis, transport
glukosa dari darah ke jaringan otak menjadi tidak mncukupi untuk mendukung
metabolisme dan fungsi otak. Namun, terdapat banyak mekanisme kontraregulatorik
glukosa yang secara normal mencegah atau mengoreksi hipoglikemia dengan cepat.6
Konsentrasi glukosa plasma normalnya dipertahankan dalam rentang yang
relatif sempit, kira-kira sekitar 70-110 mg/dl (3,9-6,1 mmol/l) pada kondisi puasa
dengan peningkatan (sementara) yang lebih tinggi setelah makan, meskipun dengan
luasnya variasi masukan glukosa eksogen dari makanan dan konsumsi glukosa
endogen (misalnya dengan aktivitas otot). Di antara makan, dan selama berpuasa,
kadar glukosa plasma dipertahankan oleh produksi glukosa endogen, glikogenesis
hepatik dan glukoneogenesis hepatik (dan renalis). Meskipun simpanan glikogen
hepatik biasanya sudah cukup untuk mempertahankan kadar glukosa plasma untuk
sekitar 8 jam, periode ini dapat memendek bila kebutuhan glukosa tubuh meningkat
dengan aktivitas atau bila cadangan glikogen berkurang akibat penyakit atau
kelaparan.6
Glukoneogenesis membutuhkan suplai prekusor yang terkoordinasi dari otot
dan sel adiposa ke hati (dan ginjal).Otot menyediakan laktat, piruvat, glutamin, dan
asam amino lainnya.Trigliserida pada sel adiposa dipecah menjadi asam lemak dan
gliserol, yang merupakan prekusor glukoneogenesis. Asam-asam lemak menyediakan
bahan baku metabolisme alternatif bagi jaringan selain otak.6
Keseimbangan glukosa sistemik dicapai melaui komunikasi antara hormon,
signal-signal neural, efek-efek substrat yang mengatur produksi glukosa endogen dan
konsumsi glukosa jaringan selain otak.Di antara faktor-faktor regulatorik tersebut,
insulin memainkan peran yang dominan. Dengan turunnya kadar glukosa di bawah
rentang fisiologis pada kondisi puasa, sekresi insulin sel β pankreas akan menurun,
dengan demikian meningkatkan glikogenolisis hepatik dan glukoneogenesis hepatik
(dan renalis). Kadar insulin yang rendah juga menurunkan pemanfaatan glukosa di
jaringan perifer, menginduksi lipolisis dan proteolisis, dengan demikian melepaskan
prekusor-prekusor glukoneogenesis. Oleh karena itu, dapat disimpulkan bahwa
6
menurunnya sekresi insulin merupakan mekanisme pertahanan pertama terhadap
hipoglikemi.2,6
Dengan menurunnya kadar glukosa plasma di bawah rentang fisiologis,
hormon-hormon kontraregulatorik glukosa dilepaskan. Di antara hormon-hormon ini
adalah glukagon sel α pankreas, yang menstimulasi glikogenolisis hepatik, yang
memiliki peran yang penting.Glukagon merupakan mekanisme pertahanan kedua
terhadap hipoglikemi.Epinefrin adrenomedular yang menstimulasi glikogenolisis dan
glukoneogenesis hepatik (dan renalis), normalnya tidak bersifat kritis.Epinefrin
merupakan mekanisme pertahanan ke tiga terhadap hipoglikemi. Bila terjadi
hipoglikemi yang memanjang, kortisol dan hormon pertumbuhan juga menunjang
produksi glukosa dan membatasi konsumsi glukosa.2,6
Bila kadar glukosa jatuh dalam kadar yang lebih rendah, akan dipicu gejala-
gejala yang melibatkan mekanisme pertahanan behavioral terhadap hipoglikemi,
termasuk di antaranya dorongan untuk makan.2,6
Nilai-nilai ambang glikemik normal bagi respon-respon ini terhadap
penurunan konsentrasi glukosa plasma ditunjukkan dalam tabel 1.Namun, nilai-nilai
ambang ini bersifat dinamik. Nilai-nilai ambang ini akan bergeser ke ambang yang
lebih tinggi pada individu-individu dengan diabetes yang tidak terkontrol yang akan
mengalami gejala-gejala hipoglikemi bila kadar glukosanya menurun ke rentang
normal. Tetapi di sisi lain, akan bergeser ke ambang yang lebih rendah pada individu-
individu dengan hipoglikemi berulang, misalnya pada mereka dengan diabetes yang
diterapi secara agresif atau pada pada pasien insulinoma. Individu-inividu demikian
mengalami gejala-gejala hipoglikemi pada kadar glukosa yang lebih rendah
dibanding dengan kadar glukosa yang memicu gejala hipoglikemi pada individu
normal.6
Tabel 1. Respon-respon fisiologik terhadap menurunnya kadar konsentrasi
glukosa plasma.6
7
ResponAmbang glikemik
mmol/L (mg/dL)Efek fisiologis
Peran dalam mencegah atau koreksi
hipoglikemi
< Insulin 4.4–4.7 (80–85) >Ra (<Rd)Faktor regulatorik primer/mekanisme
pertahanan pertama
> Glukagon 3.6–3.9 (65–70) > Ra
Faktor regulatorik primer/mekanisme
pertahanan kedua
> Epinefrin 3.6–3.9 (65–70) >Ra (<Rc)Mekanisme pertahanan ketiga, kritikal
bila glukagon tidak mencukupi
> kortisol &
hormon
pertumbuhan
3.6–3.9 (65–70) >Ra,< Rc
Terlibat dalam pertahanan terhadap
hipoglikemi yang memanjang
Gejala-gejala 2.8–3.1 (50–55)
Pengenalan/
sadar akan
adanya
hipoglikemi
Dorongan pertahanan behavioral
terhadap hipoglikemi (dorongan untuk
makan)
< Kognisi <2.8 (<50) -Terganggunya dorongan pertahanan
behavioral terhadap hipoglikemi
Catatan: Ra, laju produksi glukosa oleh hati dan ginjal; Rc, laju bersihan glukosa,
konsumsi glukosa relatif terhadap konsentrasi glukosa plasma; Rd, laju hilangnya
glukosa, konsumsi glukosa oleh otak (yang tidak dipengaruhi oleh hormon-hormon
oleh kontraregulatorik) dan oleh jaringan sensitif insulin seperti otot rangka (yang
diatur oleh insulin, epinefrin, kortisol dan hormon pertumbuhan).
Gejala Klinis Hipoglikemia
Hipoglikemia merupakan kondisi medis di mana glukosa darah rendah secara
abnormal dan memiliki banyak gejala. Alasan dari gejala-gejala ini melibatkan
pemanfaatan glukosa yang berlebihan, produksi yang inadekuat, kadar insulin yang
berlebihan, defisiensi hormon kontra-regulatorik dan respon-respon jaringan target
yang abnormal. Seringkali, seperti halnya pada sepsis, banyak faktor yang
8
berperan.Kadar glukosa di bawah normal seringkali bertanggung jawab atas tanda-
tanda atau gejala-gejala neuroglikopenia. Trias Whipple terdiri atas kadar glukosa
serum kurang dari 50 mg/dL, gejala-gejala neuroglikopenia, dan hilangnya gejala
dengan pemberian makanan atau glukosa. Lebih baik bila episode diperiksakan pada
saat munculnya secara spontan semua gejala-gejala.Pada beberapa kasus,
hipoglikemia menandakan kondisi yang serius dan penyebabnya harus diidentifikasi
dan diterapi dengan tujuan utnuk menghindari komplikasi neurologis yang
serius.Kadar glukosa darah vena yang diambil dari seorang dewasa setelah puasa
semalam dengan nilai kurang dari 50 mg/dL menunjukkan diagnosis hipoglikemia
(tabel 2). Kadar sampel darah secara keseluruhan mungkin sekitar 10% lebih rendah
di banding kadar plasma, dan kadar sampel kapiler mungkin 30-40 mg/dL lebih
rendah dibanding kadar plasma baik setelah makan ataupun setelah infus glukosa.
Sebagai tambahan, perubahan sirkulasi perifer dapat menyebabkan pseudo-
hipoglikemia. Kelainan ini dapat menunjukkan status hipoglikemik bahkan bila kadar
glukosa arteri normal. Aktivitas fisik yang berlebihan pada pasien yang sehat dapat
menghasilkan kadar glukosa darah yang berkisar antara 30-50 mg/dL. Untuk alasan
ini, kadar glukosa darah untum oenentuan hipoglikemia harus diambil setelah puasa
satu malam untuk memastikan akurasi pengukuran. Kadar glukosa darah yang rendah
sangat jarang juga dapat disebabkan oleh kesalahan dalam pengambilan sampel. Bila
tidak diproses secepatnya, sampel harus diambil di dalam tabung dengan penghambat
glikolitik, karena glikolisis oleh sel darah merah dan sel darah putih dapat
menghasilkan jatuhnya kadar glukosa darah sebanyak 10-20 mg/dL per jam pada
suhu ruangan. Sampel dengan jumlah sel yang berlebihan, seperti yang didapatkan
dari pasien dengan polisitemia vera atau leukemia, juga dapat menunjukkan kadar
glukosa artifisial yang serupa bahkan meskipun dengan penghambat glikolitik.
Hipertrigliseridemia juga dapat menurunkan kadar glukosa darah sebanyak 15% di
bawah kadar sebenarnya. 1,7
Tabel2. Klasifikasi ADA tentang hipoglikemia pada diabetes.1
9
Hipoglikemia
berat
Sebuah peristiwa yang membutuhkan bantuan dari orang lain
untuk secara aktif memberikan karbohidrat, glukagon atau
tindakan resusitasi lainnya. Pengukuran kadar glukosa plasma
mungkin tidak dapat tersedia peristiwa berlangsung, tetapi
pemulihan neurologis yang diakibatkan oleh kembalinya kadar
glukosa plasma menjadi normal dianggap sebagai bukti yang
cukup untuk menganggap bahwa peristiwa tersebut diinduksi
oleh konsentrasi glukosa plasma yang rendah.
Hipoglikemia
berat yang
terukur
Sebuah peristiwa dimana gejala-gejala tipikal hipoglikemia
disertai dengan konsentrasi glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9
mmol/L).
Hipoglikemia
asimptomatik
Sebuah peristiwa dimana tidak didapatkan gejala-gejala tipikal
hipoglikemia tetapi dengan konsentrasi glukosa plasma ≤ 70
mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).
Mungkin
hipoglikemia
simptomatik
Sebuah peristiwa dimana gejala-gejala tipikal hipoglikemia
dengan yang tidak disertai dengan pemeriksaan konsentrasi
glukosa plasma tetapi mungkin disebabkan oleh konsentrasi
glukosa plasma ≤ 70 mg/dL (≤ 3.9 mmol/L).
Hipoglikemia
relatif
Sebuah peristiwa dimana seseorang dengan diabetes melaporkan
gejala tipikal hipoglikemia apa saja dan menerjemahkan hal
tersebut merupakan hipoglikemia dengan disertai konsentrasi
glukosa darah plasma>70 mg/dL (>3.9 mmol/L) tetapi
mendekati nilai ambang tersebut.
Untuk memahami hipoglikemia, kita harus mengerti homeostasis normal
glukosa. Kadar glukosa plasma bervariasi dalam kisaran yang relatif sempit (55-165
10
mg/dL) selama periode 24 jam meskipun dengan besarnya fluktuasi suplai dan
konsumsi. Hipoglikemia menyebabkan disfungsi kognitif, karena glukosa merupakan
sumber energi tunggal otak kecuali pada kondisi puasa panjang. Otak, selama periode
berpuasa seperti ini, dapat menghasilkan peningkatan kadar benda-benda keton.
Dalam kondisi tidak berpuasa, kadar benda keton sangat terbatas. Otak tidak memiliki
kapasitas untuk menyimpan atau memproduksi glukosa dan dengan demikian hanya
mengandalkan kadar glukosa plasma untuk menjalankan fungsinya. Pada kondisi
hipogikemik, ambilan melewati sawar darah otak menjadi rate-limiting step.Bila
kadar glukosa plasma jatuh, nyeri kepala, kesulitan dalam menyelesaikan persoalan,
prilaku yang terganggu atau berubah, koma, dan kejang dapat terjadi. Pada onset
episode hipoglikemia, aktivasi sistem nervus parasimpatik seringkali menyebabkan
rasa lapar.Respon parasimpatik awal diikuti dengan aktivasi sistem nervus simpatik;
hal ini menyebabkan ansietas, takikardi, berkeringatdan konstriksi permbuluh darah
kulit (kulit dingin dan lembab).Terdapat variasi yang luas dalam manivestasi tanda
dan gejala; tidak semua orang dengan diabetes menunjukkan semua atau hampir
semua gejala.Tanda dan gejala hipoglikemia lebih bervariasi pada anak dan lansia.
Lansia mungkin tidak menunjukkan respon otonom tipikal yang berhubungan dengan
hipoglikemia tetapi seringkali memiliki tanda-tanda gangguan fungsi sistem saraf
pusat, termasuk mental confusion.1,7
Dengan turunnya kadar glukosa plasma, terdapat progresi tipikal respon-
respon dan gejala fisiologik. Penurunan kadar glukosa sebesar 20 mg/dL menjadi
sekitar 72 mg/dL mengurangi ambilan glukosa otak dan sekresi insulin pankreas dan
memulai pelepasan hormon-hormon kontra-regulatorik. Gejala-gejala adrenergik
ditemukan pada konsentrasi 60 mg/dL, dan hal ini biasanya memotivasi pasien untuk
makan untuk menghindari penurunan kadar glukosa darah lebih lanjut. Bila kadar
glukosa darah jatuh di bawah 55 mg/dL, tanda-tanda dan gejala neuroglikopenik
muncul, disertai dengan perubahan elektroensefalografik. Penurunan di bawah 40
mg/dL menyebabkan somnolen dan penyimpangan prilaku seperti belligerence, dan
penurunan yang lama di bawah 30 mg/dL menyebabkan koma, kejang, defisit
11
neurologis permanen dan kematian. Hipoglikemia berat juga dapat memicu aritmia,
infark miokard dan stroke pada pasien-pasien dengan penyakit kardiovaskular
penyerta.1,7
Aspek Medikolegal Kematian Akibat Hipoglikemia
Hipoglikemia, baik yang disebabkan oleh insulin maupun sulfonilurea,
mungkin dapat berupa suatu kecelakaan ataupun digunakan sebagai alat untuk
membunuh atau mencederai seseorang secara permanen. Hipoglikemia mungkin saja
digunakan sebagai alasan dalam membela diri terhadap tuntutan hukum, atau
mungkin dipergunakan untuk memperingan suatu hukuman.8
Insulin dan yang lebih jarang ditemukan, sulfonilurea, dapat menjadi senjata
yang mematikan.Meskipun kondisi yang membahayakan dapat diakibatkan dari
penggunaan yang tidak disengaja, tetapi hipoglikemia lebih sering diakibatkan oleh
overdosis yang dilakukan individu secara sadar dengan tujuan bunuh diri.Meskipun
sangat jarang, insulin, bahkan sulfonilurea juga digunakan sebagai senjata untuk
membunuh.Namun, bertentangan dengan pendapat umum, kematian akibat
hipoglikemia sangatlah jarang ditemukan.8
Kematian secara tidak sengaja akibat hipoglikemia yang diinduksi insulin
benar adanya. Kejadian ini bahkan mencapai proporsi epidemik pada kasus-kasus
yang dilaporkan dalam New Straits Times pada 27 Mei 1987 ketika 21 orang anak
meninggal dalam kampanye vaksinasi setelah secara tidak sengaja diberikan suntikan
insulin.8
Yang lebih sreing ditemukan adalah kesalahan injeksi pasien yang dilakukan
secara tidak sengaja dengan insulin yang ditujukan untuk pasien yang bersebelahan
atau kesalahan kesalahan identifikasi perawat, tidak lazim dengan penggunaan insulin
atau dosis yang diresepkan.6
Secara sadar mencederai diri sendiri atau bunuh diri dengan menggunakan
insulin dilpaorkan pertama kali pada literatur bio-medical pada tahun 1932; namun,
12
peristiwa seperti ini mungkin telah banyak terjadi sebelumnya tetapi tidak
terdiagnosis.8
Sementara itu, pembunuhan dengan menggunakan insulin, seperti yang
disebutkan di atas, lebih populer dalam tulisan sains fiksi dibanding dalam kehidupan
nyata. Dosis insulin yang dibutuhkan untuk menghasilkan efek hipoglikemia yang
diperkirakan berakibat fatal sangat besar – merujuk dari literatur terkait bunuh diri
dengan menggunakan insulin, sekitar 1000 unit – dan tidak akan bermanifestasi
sampai setidaknya 15 menit setelah injeksi (pada umumnya lebih lama), yang dengan
demikian memberikan waktu yang cukup untuk menyelamatkan diri dan mencari
pertolongan. Hipoglikemia sendiri membutuhkan 6 sampai dengan 12 jam masa koma
untuk menyebabkan kerusakan otak dan membutuhkan waktu yang lebih lama untuk
menyebabkan kematian. Dalam rentang waktu demikian, terdapat kemungkinan besar
korban ditemukan kemudian diresusitasi dengan pemberian glukosa
intravena.Nyatanya, pada kebanyakan dari jumlah kasus pembunuhan dengan insulin
yang relatif sedikit ini, ditemukan senjata kedua – misalnya dengan
menenggelamkan, memukul kepala dengan pentungan atau mencekik – yang
digunakan pelaku untuk mencapai tujuannya.Pembunuhan dengan menggunakan
insulin.Alasannya, karena untuk membunuh seorang dewasa dengan menggunakan
insulin mengharuskan korban untuk tunduk atau tidak berdaya, atau terkekang.
Terlebih lagi, seseorang dengan pemahaman yang cukup akan potensial efek letal
insulin untuk digunakan dalam tindakan pembunuhan, juga pasti mengetahui
bahwa,bertentangan dengan pemahaman publik, insulin dapat terdeteksi di dalam
tubuh sebagai senjata pembunuhan setelah terjadi kematian.8
Pembuktian
13
Seperti yang dijelaskan pada bagian proses pembentukan dan sekresi insulin,
insulin disintesis sebagai molekul prekusor, proinsulin yang kemudian diubah
menjadi insulin dan C-peptida di dalam sel-sel β pankreas. Insulin kemudian
disekresikan secara bersama dengan C-peptida melalui membran sel.4
C-peptida tersusun atas 31 segmen asam amino yang Chance dkk.pada tahun
1968. Dalam investigasi klinis, C-peptida berfungsi sebagai indikator fungsi sel beta
pankreas dalam menghasilkan insulin.9
Konsentrasi insulin perifer seringkali diinterpretasikan sebagai refleksi sekresi
hormon pankreas. Namun, karena hepar merupakan organ yang penting dalam
bersihan insulin dari sirkulasi, terdapat perbedaan kadar insulin antara dua sampel
tersebut. Blackbard dan Nelson membuktikan bahwa nilai-nilai kualitatif tertentu pola
sekretorik yang ditemukan pada ven portal tetapi tidak ditemukan bila dilakukan
pengukuran pada konsentrasi perifer. Karena C-peptida dianggap sebagai indikator
fungsi sekretorik sel β pankreas, untuk itu dilakukan pengukuran kadar peptida ini,
terutama pada pasien-pasien dengan kadar insulin endogen yang tidak dapat terukur,
misalnya pada pasien-pasien yang mendapatkan injeksi insulin atau mendapat terapi
insulin eksogen.9,10
C-peptida pada manusia memberikan hasil pemeriksaan yang akurat dari
fungsi sel β dan secara luas digunakan sebagai penenda sekresi insulin pada pasien
diabetes.C-peptida sendiri tidak memiliki aktifitas biologis yang diakui secara
universal dan karenanya jarang diukur dalam darah kecuali untuk penelitian dan
secara klinis untuk diferensial diagnosis hipoglikemia spontan. Pada pasien non-
diabetes, sekresi insulin seharusnya ditekan bila terjadi keadaan hipoglikemi, baik
kadar insulin maupun C-peptida dalam kondisi ini pasti akan rendah. Jika insulin
eksogen diberikan, konsentrasi kadar insulin akan meningkat dan kadar insulin akan
meningkat dan kadar C-peptida akan tetap rendah. Rasio molaritas insulin dan C-
peptida ini dapat dijadikan pemeriksaan lanjutan dalam membedakan hipoglikemia
akibat insulin endogen atau eksogen. Perbandingan rasio dari insulin dan C-peptide
dapat digunakan untuk mendiagnosa keracunan atau overdosis insulin yang
14
disebabkan oleh pemberian insulin dari luar atau insulin sintetik pada korban yang
masih hidup.9,11
Daftar pustaka
15
1. Cryer, P.E. Minireview: Glucagon in The Pathogenesis of Hypoglycemia and
Hyperglycemia in Diabetes. 2011. US National Lybrary of Medicine, National
Institution of Health.
2. Puente, Erwin C. Tanoli, Tariq. Fisher, Simon J. Hypoglycemia and the
Central Nervous System. 2008. Touch Briefings Journal, Washington
University.
3. Thewjitcharoen, Yotsapon. Lekpittaya, Nampetch. Himathongkam, Thep.
Attempted Suicide by Massive Insulin Injection: A Case Report and Review
of The Literature. 2008. Journal of Medical Association Thailand. p. 1922.
4. Manaf, Asman. Mekanisme Sekresi dan Aspek Metabolisme. Jakarta . 2010
5. Bowen, R. Physiologic Effect of Insulin. 2009.
6. Fauci, Anthony S. Kasper, Dennis L. Longo, Dan L. Harrison's: Principles of
Internal Medicine. 17th Edition. 2008. United States: Mc. Graw
HillCompanies.
7. Tomky, Donna. Detection, Prevention, and Treatment of Hypoglycemia in the
Hospital. 2005. Journal of Diabetic Spectrum.
8. Marks, V. Hypoglycaemia: accidents, Violence and Murder part 1. Journal of
Practical Diabetes International. 2005: John Wiley & Sons. p. 303-5, 354-5.
9. Horwitz, David L. et.al. Proinsulin, Insulin, and C-Peptide Concentrations in
HumanPortal andPeripheral Blood. 1975. The Journal of Clinical
Investigation. Vol 55.
10. Brandenburg, Dietrich. Review Article: History and Diagnostic Significance
of C-Peptide. 2008. Experimental Diabetes Research: Hindawi Publishing
Corporation.
11. Wahren J. New Aspect of C-Peptide Physiology : Ernst-Friederich-Pfeifer
Memorial lecture, Department of Surgical Sciences, Karoliska Hospital,
Sweden, 1998.
16