39
BAB I PENDAHULUAN Definisi Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah ke otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik), atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu 1 . Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai menifestasi klinik dari gangguan fungsi serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada gangguan vascular 2 . Anatomi Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni system karotis dan system vertebral. Arteri karotis interna, setelah memisah diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk rongga 1

REFERAT KAYIN

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REFERAT KAYIN

BAB I

PENDAHULUAN

Definisi

Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan

peredaran darah ke otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik), atau secara cepat

(dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang

terganggu1.

Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai menifestasi klinik dari gangguan fungsi

serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung

lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada

gangguan vascular2.

Anatomi

Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni system karotis dan system vertebral.

Arteri karotis interna, setelah memisah diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk rongga

tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, dan akhirnya bercabang

dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, system ini memberi darah bagi

lobus frontalis, lobus parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis2.

Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri

subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis

servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-

1

Page 2: REFERAT KAYIN

masing arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi

arteri basilaris, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:

arteri sereberi posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus

temporalis. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua system: kelompok vena interna, yang

mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak

dipermukaan hemisfer otak dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus

basalis lateralis, dan selanjutnya melalui vena jugularis dicurahkan menuju jantung. Sistem

karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi

darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer2.

Hemodinamik Serebral

Persoalan pokok pada stroke berpangkal pada gangguan peredaran darah serebral

regional. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak (cereberal blood

flow=CBF) ialah 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jadi jumlah darah untuk

seluruh otak yang beratnya 1200-1400 gram ialah 700-800 ml per menit. Dari jumlah darah

tersebut satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna. Dan satu pertiga sisanya

disalurkan melalui arteri vertebrabasilar. Otak yang berkedudukan di dalam ruang tengkorak

yang merupakan ruang tertutup mempunyai susunan sirkulasi yang sesuai dengan lokalisasinya.

Konsekwensinya ialah, bahwa volume otak ditambah dengan volume likwor dan ditambah

dengan volume darah harus merupakan angka tetap. Inilah yang dikenal sebagai Hukum

Monroe-Kellie. Hukum ini berimplikasi bahwa perubahan volume salah satu unsur tersebut akan

menyebabkan perubahan kompensatorik terhadap unsur lainnya. Oleh karena secara fisiologik

volume otak dan likwor selalu berubah karena bermacam-mavam pengaruh, maka volume

2

Page 3: REFERAT KAYIN

darahlah yang selalu akan menyesuaikan diri. Faktor-faktor penyesuaian peredaran darah

serebral sebagian bersifat ekstrinsik dan sebagian intrinsic2,3,4.

Faktor Ekstrinsik (akstraserebral)

Berapa banyak darah yang mengalir ke dalam jaringan tergantung pada tekanan darah

yang menyirami jaringan dan tahanan jaringan tersebut. Tekanan darah yang menyirami

jaringan dikenal sebagai tekanan perfusi sedangkan tahanan jaringan yang bersangkutan

dinamakan resistensi jaringan3,4.

Pengaruh Tekanan Darah Sistemik

Karena tekanan vena serebral tidak berarti, maka tekanan perfusi ditentukan oleh tekanan

darah arterial sistemik Tekanan tersebut bergantung pada kemampuan jantung untuk memompa

sejumlah darah ke sirkulasi sistemik. Pada orang sehat, fluktuasi tekanan darah sistemik tidak

menimbulkan perubahan yang berarti bagi CBF, oleh karena sirkulasi serebral mempunyai

mekanisme yang mengurus dirinya sendiri. Mekanisme ini dinamakan autoregulasi serebral,

yang merupakan salah satu komponen dari faktor intrinsik3,4.

Kwalitas Susunan Arteriil Karotiko-Vertebral

CBF total ditentukan oleh volume darah yang disalurkan ke otak melalui arteria karotis

interna dan vertebralis kedua sisi. Pada tekanan perfusi yang konstan, keadaan lumen dari

keempat arteri tersebut sangat menentukan. Pada keadaan dimana pada salah satu arteri tersebut

terdapat penyumbatan parsiil didapati informasi bahwa menurunnya CBF regional baru tercapai

jika lumen arteri menyempit lebih dari 70-90 %3,4.

Kwalitas Darah yang Menentukan Viskositasnya

Jumlah darah yang disampaikan kepada otak permenit ditentukan juga oleh vikositas

darah. Pada anemia CBF bertambah oleh karena viskositas darah menurun. Pada polisitemia,

3

Page 4: REFERAT KAYIN

viskositas darah melonjak sehingga dapat menurunkan CBF sampai 20 ml/100 gram otak/menit,

sehingga dapat menimbulkan stroke3,4.

Faktor Intrinsik (intraserebral)

Autoregulasi Serebral

Pembuluh darah serebral menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian

rupa sehingga aliran darah tidak banyak berubah-ubah, walaupun tekanan darah arteriil sistemik

mengalami fluktuasi yang berarti. Pengaturan diameter lumen arteri serebral dinamakan

autoregulasi serebral. Konstriksi arteriil terjadi apabila tekanan intra lumenal melonjak, dan

dilatasi arterial terjadi jika tekanan intra lumenal menurun3,4.

Pengaruh Biokimiawi Serebral Regional

Dalam lingkungan dengan PCO2 yang tinggi, maka arteri serebral berdilatasi dan karena

itu CBF bertambah yang disebabkan oleh menurunnya resistensi vaskuler. Jika PCO2 menurun,

misalnya selama hiperventilasi, maka arteri serebral menyempit, sehingga CBF menurun2,3,4.

Hemodinamik Serebral pada Stroke

Jika CBF regional tersumbat secara parsial maka daerah yang bersangkutan langsung

menderita karena kekurangan O2. Daerah itu dinamakan daerah iskhemik. Di situ didapati:

tekanan perfusi yang rendah, PO2 menurun, PCO2 meningkat dan asam laktat tertimbun, sehingga

terjadi edema serebri regional. Bila tidak terjadi perubahan yang dapat meningkatkan CBF

regional, maka pusat daerah yang sembab itu musnah dan terjadi infark. Neuron-neuron di

daerah infark tidak berfungsi karena sudah mati, tetapi neuron-neuron di daerah sembab masih

dalam keadaan hidup, namun sedang menderita3,4.

4

Page 5: REFERAT KAYIN

Mekanisme terjadinya stroke telah banyak mengalami kemajuan. Bila terjadi stroke,

maka disuatu daerah tertentu di otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun

perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati dan rusak, dan neuron yang rusak

ini akan mengeluarkan glutamat yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel di sekitarnya.

Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang.

Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium, kemudian terjadi

influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya sel yang mati tersebut akan

mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron sekitarnya3,4.

Klasifikasi Stroke

Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena

kawasan pendarahan suatu arteri tidak atau kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak

dapat disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah.

Lesi yang terjadi dinamakan infark iskhemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik bila

arteri pecah1.

Stroke iskhemik secara patogenetis dapat dibagi menjadi1:

1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan karena trombosis di arteri karotis

interna secara langsung masuk ke dalam arteri serebri media.

2. Stroke embolik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada

umumnya berasal dari jantung.

Di klinik stroke iskhemik dapat diklasifikasikan menurut manifestasi klinik sebagai 1:

1. TIA (transient ischemic attack), yaitu semua gejala neurologis sembuh dalam 24 jam

5

Page 6: REFERAT KAYIN

2. RIND (reversible ischemic neurologic deficit), yaitu gejala neurologis menghilang dalam

waktu lebih dari 24 jam.

3. Progresive stroke, yaitu gejala neurologis bertambah lama bertambah berat.

4. Complete stroke, yaitu gejala neurologis dari permulaan sudah maksimal (stabil).

Stroke hemoragik dibagi menjadi :

1. Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak.

2. Perdarahan subarakhnoidal, yaitu perdarahan di ruangan subarakhnoid, yang disebabkan oleh

karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous malformation (AVM).

Faktor Resiko

Pada saat stroke terjadi maka pada umumnya telah ada penyakit lain yang mendahului

stroke tadi. Pencegahan stroke merupakan salah satu tujuan utama program kesehatan individual

maupun masyarakat. Pengenalan faktor resiko dan tindakan untuk menghilangkan atau

menurunkan berbagai akibat yang ditimbulkannya merupakan upaya utama untuk mengurangi

tingkat kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh stroke5.

Jenis-jenis faktor resiko dari stroke adalah (1,5):

1. Hipertensi

Hipertensi sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik maupun

stroke hamoragik.

2. Diabetes melitus

3. Penyakit jantung

Penyakit jantung seperti penyakit jantunk rematik, penyakit jantung koroner dengan infark

miokard, dan aritmia kardiak merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik.

6

Page 7: REFERAT KAYIN

4. Gangguan aliran darah otak sepintas

TIA merupakan suatu faktor resiko untuk semua bentuk stroke

5. Hiperkolesterolemi

Hiperkolesterol dan peningkatan LDL merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik.

6. Infeksi

Tuberkulosa, malaria, sifilis dan leptospirosis marupakan faktor reiko untuk stroke iskemik

7. Obesitas

Obesitas ini bukan merupakan faktor resiko langsung untuk semua jenis stroke, tetapi tidak

langsung melalui gangguan jantung.

8. Merokok

9. Kelainan pembuluh darah otak

10. Lain-lain (usia, penyakit paru, penyakit darah, asam urat)

7

Page 8: REFERAT KAYIN

BAB II

PEMBAHASAN

Definisi Perdarahan Subarachnoid (PSA)

Perdarahan subaracnoid adalah keadaan yang akut, karena terjadi perdarahan ke dalam

ruangan subarachnoid. Biasanya disebabkan oleh aneurisma yang pecah (50%), pecahnya

malformasi arteriovena (5%), asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera

kepala.6,7,8

Stoke Hemoragik : Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarachnoid

Perdarahan subaraknoid non-trauma adalah masalah neurologik darurat akibat

ekstravasasi darah ke ruang yang menutupi sistem saraf pusat yang terisi oleh cairan

serebrospinal. Penyebab utama perdarahan subaraknoid non-trauma ini adalah rupturnya

aneurisma intrakranial yang merupakan 80% kasus dan memiliki tingkat kematian dan

8

Page 9: REFERAT KAYIN

komplikasi yang tinggi. Perdarahan subaraknoid non-aneurismal, termasuk perdarahan

subaraknoid perimesensefali terisolasi, terjadi sekitar 20% kasus dan memiliki prognosis baik

dengan komplikasi neurologik yang tidak umum.9

Epidemiologi

Sebanyak 46% pasien yang bertahan terhadap perdarahan subaraknoid menderita

gangguan kognitif jangka panjang yang mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup pasien.

Perdarahan subaraknoid memiliki karakter demografi, faktor resiko dan terapi yang berbeda-

beda. Perdarahan ini menyumbangkan 2-5% kasus stroke baru dan mempengaruhi 21.000 s/d

33.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi perdarahan subaraknoid ini tetap

stabil selama 30 tahun terakhir dan meskipun bervariasi antar daerah, insidensi di dunia secara

keseluruhan adalah sekitar 10,5 kasus per 100.000 orang per tahun. Insidensi meningkat dalam

hal usia, yaitu rata-rata muncul pada usia 55 tahun. Resiko terjadi pada perempuan 1,6 kali lebih

banyak dibandingkan laki-laki, dan resiko untuk orang kulit hitam 2,1 kali lebih banyak

dibandingkan orang kulit putih. Rata-rata case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian

perdarahan subaraknoid adalah 51% dengan setidaknya ⅓ pasien yang bertahan hidup

memerlukan perawatan seumur hidup. Kebanyakan kematian terjadi dalam 2 minggu setelah

iktus dengan 10% terjadi sebelum pasien mendapat pengobatan medis dan 25% dalam 24 jam

setelahnya. Secara keseluruhan, perdarahan subaraknoid menyumbang 5% kematian akibat

stroke tetapi 27% dari tahun-tahun pasca-stroke berpotensi adanya kematian sebelum usia 65

tahun.9

9

Page 10: REFERAT KAYIN

Gejala klinis Perdarahan Subarachnoid

Adapun gejala klinis yang dapat ditemukan pada perdarahan subaracnoid yaitu6,8,10 :

1. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung

dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit. Kurang lebih 25% penderita didahului nyeri kepala

hebat.

2. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan

kejang.

3. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai

beberapa jam.

4. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen

5. Fundus Okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah perdrahan.

Perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid (10%), merupakan gejala karakteristik

perdarahan subarakhnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior

atau arteri karotis interna.

6. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,

banyak

7. keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan

Perdarahan subaraknoid harus selalu dicurigai pada pasien-pasien dengan gambaran tipikal

termasuk onset tiba-tiba sakit kepala berat (seringkali diakui pasien sebagai “sakit kepala

terburuk yang pernah dirasakan”) disertai mual, muntah, nyeri leher, fotofobia dan hilang

kesadaran. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya perdarahan retinal, meningismus,

kesadaran menurun dan tanda neurologik terlokalisir. Penemuan berikutnya biasanya berupa

10

Page 11: REFERAT KAYIN

kelumpuhan nervus III (aneurisma komunikans posterior), kelumpuhan nervus VI (peningkatan

tekanan intrakranial), kelemahan ekstremitas bawah bilateral atau abulia (aneurisma komunikans

anterior) serta kombinasi hemiparesis dan afasia atau visuospatial neglect (aneurisma arteri

serebri intermedia). Perdarahan retinal harus dibedakan dengan perdarahan pre-retinal pada

sindroma Terson yang mengindikasikan atas adanya peningkatan drastis tekanan intrakranial dan

hal ini dapat meningkatkan mortalitas.9

Tanpa adanya keluhan dan tanda klinis klasik, perdarahan subaraknoid dapat salah

didiagnosis (misdiagnosis). Frekuensi misdiagnosis dapat sampai 50% dari pasien-pasien yang

datang pertama kali ke dokter. Kesalahan diagnosis yang umum terjadi adalah migrain dan

tension-type headache. Kegagalan pengambilan foto radiologik yang benar menyumbangkan

73% kasus salah diagnosis dan kegagalan melakukan interpretasi yang benar atas hasil punksi

lumbal menyumbangkan 23%-nya. Pasien yang salah didiagnosis cenderung tampak sakit ringan

dan memiliki hasil pemeriksaan neurologik yang normal. Namun demikian, dalam kasus

tersebut, dapat terjadi komplikasi neurologik sebanyak 50% pasien dan pasien-pasien ini

dihubungkan dengan resiko yang lebih tinggi terhadap kematian dan kecacatan. Sakit kepala

mungkin hanya mewakili 40% keluhan pasien dan dapat hilang dalam beberapa menit atau jam,

hal ini disebut sentinel headache atau thunderclap headache atau “warning leaks” (peringatan

kemungkinan kebocoran pembuluh darah).9

Evaluasi darurat atas sentinel headache diperlukan karena pasien mungkin telah memiliki

perdarahan subaraknoid dalam 3 minggu. Dalam praktiknya, tidak ada gambaran klinis yang

reliabel untuk membedakan sentinel headache dari benign headache. Beberapa pasien mungkin

tidak memiliki sakit kepala berat, bahkan keluhan lain seperti kejang atau kebingungan mungkin

11

Page 12: REFERAT KAYIN

lebih menonjol. Setiap pasien dengan sakit kepala berat atau pertama kali harus diduga akan

adanya perdarahan subaraknoid dan perlu direncanakan CT-scan kepala. 9

Diagnosis

Untuk menegakkan diagnosis perdarahan subarachnoid dapat digunakan cara

pemeriksaan sebagai berikut6,8,10 :

1. anamnesis (mulainya) akut, nyeri kepala hebat satu sisi, mual, muntah dapat disusul

gangguan kesadaran dan kejang.

2. Pemeriksaan klinis neurologis

3. Pemeriksaan tambahan

Funduskopi : cari subhyaloid bleeding

CT scan kepala : aneurisma dengan ukuran 7 mm tidak terlihat, dengan

menggunakan kontras , dapat terlihat aneurisma maupun MAV.

Lumbal punksi : dilakukan dalam waktu 12 jam bilamana CT Scan kepala

tidak dapat dikerjakan atau gambaran CT scan kepala normal, sedangkan

klinis sangat mencurigakan suatu perdarahan subaraknoid dan tidak ada

kontraindikasi lumbal punksi.

MRI tidak dapat dilakukan untuk mendiagnosis SAH

Angiongrafi sebagai periapan operasi

4. Likuor : hamper 100% berdarah, dengan eritrosit 150.000/mm3. Warna xantokrom timbul

dalam 4 jam hingga 20-30 hari. Eritrosit lisis dalam 7 hari,kcuali adanya perdarahan baru.

12

Page 13: REFERAT KAYIN

Alg

orit

me

Dia

gnos

tik

un

tuk

Per

dar

ahan

Su

bar

akn

oid

.

13

Gam

bara

n kl

inis

tipi

kal

Sak

it k

epal

a be

rat +

mua

l +

mun

tah

Men

ingi

smus

Kes

adar

an m

enur

unT

anda

neu

rolo

gik

telo

kali

sir

Gam

bara

n kl

inis

ati

pika

l“

Thu

nder

clap

” h

eada

che

Kej

ang

Keb

ingu

ngan

Tra

uma

kepa

la y

ang

berh

ubun

gan

CT

-sca

n ke

pala

tanp

a ko

ntra

s

Per

dara

han

Sub

arak

noid

(+

)P

erda

raha

n S

ubar

akno

id

(-)

Pun

ksi L

umba

l

CT

ata

u ce

rebr

al a

ngio

graf

iA

bnor

mal

une

quiv

ocal

(x

anth

ochr

omia

, hit

ung

erit

rosi

t men

ingk

at ti

dak

beru

bah

dari

tabu

ng 1

ke

4)

Abn

orm

al e

quiv

ocal

(ta

npa

xant

hoch

rom

ia, h

itun

g er

itro

sit

men

ingk

at d

ari t

abun

g 1

saja

)

Ane

uris

ma

Nor

mal

Ter

api a

wal

Ula

ng C

T

angi

o 1-

3 m

gg

Imag

ing

otak

, ba

tang

ota

k da

n ba

tang

sp

inal

CT

ata

u ce

rebr

al a

ngio

graf

i

Ane

uris

ma

Ter

api a

wal

Sto

p

Nor

mal

Sto

p

Nor

mal

Page 14: REFERAT KAYIN

CT-scan kepala harus dilakukan pertama kali pada setiap pasien dengan suspek

perdarahan subaraknoid. Karakteristik tampilan darah yang ekstravasasi adalah hiperdens.

Karena darah dalam jumlah kecil dapat saja terlewat, setiap scan harus dilakukan dengan irisan

tipis melalui basis otak. Kualitas CT-scan kepala yang baik dapat memperlihatkan perdarahan

subaraknoid pada 100% kasus dalam 12 jam setelah onset keluhan dan pada 93% kasus dalam

24 jam. 9

CT-scan kepala juga dapat memperlihatkan adanya hematom intraparenkimal,

hidrosefalus dan edem serebri serta dapat membantu memprediksikan sisi ruptur aneurisma,

terutama pada pasien dengan aneurisma pada arteri serebri anterior atau arteri komunikans

anterior. CT-scan kepala juga tes paling reliabel untuk memprediksi vasospasme serebral dan

hasil pengobatan yang buruk. Karena pembersihan cepat oleh darah, CT-scan yang tertunda

14

Page 15: REFERAT KAYIN

dapat normal meskipun terdapat riwayat yang mendukung dan sensitifitasnya jatuh menjadi 50%

setelah tujuh hari. 9

Punksi lumbal harus dilakukan pada setiap pasien dengan suspek perdarahan

subaraknoid dan hasil negatif atau equivocal pada CT-scan kepala. Cairan serebrospinal harus

dikumpulkan di dalam 4 tabung konsekutif, hitung eritrosit ditentukan dari tabung 1 dan 4.

Penemuan yang konsisten dengan perdarahan subaraknoid termasuk elevated opening pressure,

peningkatan hitung eritrosit yang tidak berkurang dari tabung 1 dan 4 serta xanthochromia

(dideteksi dengan spektrofotometri) yang memerlukan lebih dari 12 jam untuk berkembang. Pada

pasien dengan punksi lumbal diagnostik atau equivocal, foto radiologik, seperti CT angiografi

pada kepala atau angiografi serebral, harus dilakukan. Digital- subtraction cerebral angiography

merupakan gold standard untuk deteksi aneurisma serebral tetapi CT angiografi lebih populer

dan sering digunakan karena non-invasif serta sensitifitas dan spesifisitas dapat dibandingkan

dengan yang menggunakan angiografi serebral. 9

Dalam praktik, evaluasi yang teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan

karena sekitar 15% pasien akan memiliki aneurisma multipel. Pasien dengan foto radiologik

negatif harus dilakukan pengulangan 7-14 hari setelah kemunculan gejala yang pertama. Jika

evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, magnetic resonance imaging (MRI) harus

dilakukan untuk menutup kemungkinan malformasi vaskular pada otak, batang otak atau batang

spinal. Teknik rediologik lainnya yang dapat digunakan termasuk MRI kepada untuk

menentukan ukuran aneurisma (terutama pada kasus trombosis parsial aneurisma) dan three-

dimensional digital-subtraction cerebral angiography (yang membantu melihat morfologi

aneurisma) (Gambar 2C). Selain itu, perkembangan terbaru pada three-dimensional CT

15

Page 16: REFERAT KAYIN

angiography dapat mengurangi kebutuhan akan angiografi serebral yang invasif dan mengurangi

resiko karenanya. 9

Penatalaksanaan

Semua pasien dengan perdarahan subaraknoid harus dievaluasi dan ditatalaksana dengan

prinsip-prinsip kegawatdaruratan dengan menjaga airway dan fungsi kardiovaskular. Setelah

stabilisasi pertama, pasien harus dipindahkan ke center dengan ahli neurovaskular dan lebih baik

lagi disertai dengan dedicated neurologic critical care unit untuk mengoptimalkan perawatan.

Setelah itu, tujuan utama penatalaksanaan adalah pencegahan kembalinya perdarahan,

pencegahan dan pengaturan vasopasme dan penatalaksanaan komplikasi medik dan neurologik

lainnya. 9

Terapi Umum

Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal, dan jika perlu, agen antihipertensi

intravena seperti labetalol dan nikardipin dapat digunakan. Setelah aneurisma diamankan,

hipertensi tidak masalah lagi tetapi tidak ada kesepakatan berapa rentang amannya. Analgetik

sering diperlukan dan agen reversibel seperti narkotik juga diindikasikan. Dua faktor penting

yang dihubungkan dengan hasil akhir yang buruk adalah hiperglikemi dan hipertermi, keduanya

harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap trombosis vena dalam harus ditatalaksana segera

dengan peralatan kompgresif sekuensial dan heparin subkutan harus ditambahkan setelah

aneurisma ditatalaksana. Antagonis kalsium mengurangi resiko komplikasi iskemik, dan

nimodipin oral juga direkomendasikan. Pemberian jangka panjang agen anti-fibrinolisis

mengurangi kembalinya perdarahan tetapi dihubungkan dengan peningkatan resiko iskemik

serebral dan kejadian trombotik sistemik. Penatalaksanaan segera untuk aneurisma telah menjadi

16

Page 17: REFERAT KAYIN

tindakan pencegahan utama kembalinya perdarahan, tetapi terapi anti-fibrinolisis dapat

digunakan dalam jangka pendek sebelum tata laksana aneurisma dilakukan.

Pilihan Terapi untuk Aneurisma

Kini, dua pilihan terapetik utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur adalah

microvascular neurosurgical clipping dan endovascular coiling. Selama ini, microsurgical

clipping merupakan metode yang lebih disukai. Meskipun waktu yang tepat untuk dilakukan

pembedahan masih diperdebatkan, kebanyakan ahli bedah neurovaskular merekomendasikan

operasi segera. 9

Bukti dari percobaan klinik mendukung bahwa pasien yang dilakukan pembedahan

segera memiliki tingkat yang lebih rendah atas kembalinya perdarahan dan cenderung jauh lebih

baik daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan

memfasilitasi penatalaksanaan komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli

bedah neurovaskular menggunakan hipotermi ringan selama microsurgical clipping aneurisma,

belum terbukti bermanfaat pada pasien dengan perdarahan subaraknoid grade rendah. 9

Penatalaksanaan endovaskular aneurisma telah hadir sebagai alternative terhadap terapi

bedah selama 15 tahun terakhir. Coils terbuat dari platinum dan disambungkan dengan kabel

pembawa (red: seperti trokar). Setelah posisi yang benar di dalam aneurisma didapatkan, coils

dilepaskan dari kabel. Multiple coils dengan panjang dan diameter bervariasi sering dimuat ke

dalam aneurisma untuk mengeluarkannya dari sirkulasi. 9

International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif memeriksa pasien-

pasien dengan aneurisma yang dianggap cocok untuk dilakukan endovascular coiling atau

microsurgical clipping. Terutama untuk sub-grup pasien ini, hasil yang baik (didefinisikan

17

Page 18: REFERAT KAYIN

sebagai bebas cacat selama 1 tahun) signifikan terjadi lebih sering pada pasien-pasien yang

dilakukan endovascular coiling daripada surgical placement of clips. Resiko epilepsi lebih

rendah pada pasien-pasien yang dilakukan endovascular coiling tetapi resiko kembalinya

perdarahan lebih tinggi. Selain itu, pasien yang di-follow-up dengan angiografi serebral, tingkat

terjadinya complete occlusion pada aneurisma lebih tinggi daripada surgical clipping. 9

International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) merupakan penelitian yang

memvalidasi teknik endovascular coiling. Namun demikian, banyak aneurisma tidak benar-benar

cocok baik dengan microsurgical clipping ataupun endovascular coiling. Pada kasus individual,

beberapa faktor, seperti usia dan kondisi medis keseluruhan pada pasien serta lokasi, morfologi

dan hubungan dengan pembuluh darah terdekat dari aneurisma, perlu dianalisis untuk

memutuskan penatalaksanaan yang paling cocok. Secara umum, pasien berusia lanjut atau pasien

dengan kondisi medik yang buruk sering lebih cocok dengan endovascular coiling. Aneurisma

pada sirkulasi vertebrobasilar atau aneurisma dalam pada basis kranii, seperti aneurisma

paraophtalmik, mungkin lebih mudah diakses dengan pendekatan endovaskular. Wide-neck

aneurysms (rasio diameter leher dengan lingkar terbesarnya lebih dari 0,5) cenderung kurang

cocok dengan endovascular coiling. Aneurisma yang dihubungkan dengan hematom parenkimal

dan yang memiliki cabang-cabang normal yang muncul dari basis atau dome sering lebih cocok

dengan microsurgical clipping. Sebagai tambahan, untuk aneurisma yang menyebabkan efek

massa lokal, terapi bedah lebih efikasius. Untuk melakukan analisis lengkap terhadap variabel

spesifik di antara pasien dan tipe aneurisma yang diperlukan untuk menentukan penatalaksanaan

yang cocok pada individu tertentu, kami merekomendasikan evaluasi dilakukan oleh praktisi

yang memiliki pengetahuan rinci tentang bedah neurovaskular, teknik endovaskular dan

neurologic critical care. 9

18

Page 19: REFERAT KAYIN

Tabel 2. Panduan Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid☼

Manajemen Kondisi Rekomendasi

Pemeriksaan Umum

Sistem airway dan kardiovaskular

Monitor ketat di ICU atau neurologic critical care unit

Lingkungan Jaga pengurangan bising dan batasi pengunjung sampai aneurisma ditatalaksana

Nyeri Injeksi morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam) atau kodein (30-60 mg IM setiap 4 jam)

Profilaksis Gastrointestinal

Berikan ranitidin (150 mg p.o. 2 kali sehari atau 50 mg i.v. setiap 8-12 jam) atau lansoprazole (30 mg p,.o. setiap hari)

Profilaksis trombosis vena dalam

Gunakan thigh-high stockings dan peralatan pneumatik kompresi sekuensial; injeksi heparin (5.000 s.c. 3 kali sehari) setelah penatalaksanaan aneurisma

Tekanan darahJaga TDS 90-140 mmHg sebelum aneurisma ditatalaksana, lalu biarkan hipertensi dengan TDS masih < 200 mmHg

Glukosa serum Jaga antar 80-120 mg/dL; gunakan sliding scale atau infus insulin jika perlu

Temperatur inti tubuhJaga ≤37,2oC; berikan asetaminofen (325-650 mg p.o. setiap 4-6 jam) atau gunakan pendingin jika perlu

Antagonis kalsium Berikan nimodipin (60 mg p.o. setiap 4 jam selama 21 hari)s

Terapi anti-fibrinolisis (pilihan)

Berikan asam aminokaproat (24-48 jam pertama, 5 g i.v., kemudian infus 1,5 g/hari)

AntikonvulsanBerikan fenitoin (3-5 mg/kgBB/hari p.o. atau i.v.) atau asam valproat (15-45 mg/kgBB/hari p.o. atau i.v.)

Cairan dan hidrasiJaga tetap euvolemia (CVP 5-8 mmHg); jika terdapat vasospasme serebral, jaga tetap hipervolemia (CVP 8-12 mmHg atau PCWP 12-16 mmHg)

NutrisiCoba intake oral (setelah evaluasi fungsi menelan); untuk alternatif, lebih baik enteral feeding

Penatalaksanaan lainnya

Surgical clipping Lakukan prosedur dalam 72 hari pertama

Endovascular coiling Lakukan prosedur dalam 72 hari pertama

Komplikasi umum

Hidrosefalus Masukkan external ventricular drain atau lumbar drain

Perdarahan kembali Sediakan terapi suportif dan terapi darurat untuk aneurisma

Vasospasme serebralJaga tetap hipervolemia atau picu hipertensi dengan fenilephrin, norepinefrin atau dopamin; sediakan terapi endovaskular (transluminal angioplasty atau direct vasodilators)

KejangBerikan lorazepam (0,1 mg/kgBB dengan kecepatan 2mg/menit), dilanjutkan dengan fenitoin (20 mg/kgBB i.v. bolus dengan kecepatan <50 mg/menit, dapat dinaikkan hingga 30 mg/kgBB)

HiponatremiaDengan SIADH, restriksi cairan; dengan cerebral salt-wasting syndrome, ganti cairan agresif dengan saline 0,9% atau cairan saline hipertonik

Myocardial injury dan arritmia

Berikan metoprolol (12,5-100 mg p.o. dua kalu sehari); evaluasi fungsi ventrikular; terapi arritmia

Edem paruBerikan oksigen tambahan atau ventilasi mekanik jika perlu; monitor PCWP dan fungsi ventrikular; bedakan edem paru kardiogenik vs. neurogenik

Perawatan Jangka Panjang

Rehabilitasi Terapi fisik, pekerjaan dan bicara

Evaluasi neuropsikologik

Lakukan uji global dan spesifik domain; rehabilitasi kognitif

19

Page 20: REFERAT KAYIN

Depresi Berikan pengobatan antidepresan dan psikoterapi

Sakit kepala kronik Berikan NSAID, antidepresan trisiklik atau SSRI; gabapentin

Rekomendasi berdasarkan praktik yang umum diterima dan tidak berdasarkan controlled trials. i.v. = intravena; i.m. = intramuskular; p.o. = per oral; s.c. = subcutan; CVP = central venous pressure; PCWP = pulmonary-capillary wedge pressure; SIADH = syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone; NSAID = non-steroidal anti-inflamatory drug; dan SSRI = selective serotonin-reuptake inhibitor.

Manajemen Komplikasi

Komplikasi neurologik umum terjadi dan termasuk diantaranya adalah vasospasme

simptomatik (46%), hidrosefalus (20%) dan kembalinya perdarahan (7%). Pasien dengan

perdarahan kembali memiliki resiko tinggi kecacatan neurologik permanen dan tingkat mortalitas

sekitar 50%. Perdarahan kembali dapat dicegah dengan penatalaksanaan dini karena kondisi ini

lebih umum terjadi pada hari-hari pertama (4% pada hari pertama dan 1,5% per hari selama 2

minggu berikutnya). Vasospasme serebral merupakan reaksi inflamasi pada dinding pembuluh

darah dan berkembang antara ke-4 dan ke-12 setelah perdarahan subaraknoid. Prediktor terbaik

adanya vasospasme adalah jumlah darah yang terlihat pada CT-scan kepala awal. 9

Vasospasme serebral merupakan kondisi yang berkontribusi terhadap morbiditas dan

mortalitas pasien SAH. Vasospasme yang terjadi pada pembuluh darah serebral ini merupakan

suatu kondisi yang terjadi pada sekitar 20% - 30% pasien SAH, biasanya terjadi pada hari ke-4

sampai hari ke-14, dengan kata lain vasospasme ini terjadi pada dua minggu pertama setelah

SAH. Vasospasme serebral ini akan menyebabkan iskemia untuk kedua kalinya atau sering

disebut sebagai iskemia sekunder pada jaringan serebral, yang turut berkontribusi terhadap

peningkatan risiko kematian sekitar 3 kali lebih besar atau memperberat defisit neurologis yang

sudah ada sebelumnya.11

Mekanisme vasospasme ini belum diketahui pasti, namun adanya oxyhemoglobin

(oxyHb) diperkirakan memberikan kontribusi terhadap terjadinya vasospasme yang akan

20

Page 21: REFERAT KAYIN

menyebabkan perlambatan perbaikan defisit neurologis. Oxyhemoglobin (oxyHb) ini terbentuk

akibat proses lisis bekuan darah di ruang subarakhnoid yang terbentuk akibat ruptur aneurisma.

Mekanisme oxyhemoglobin (oxyHb) dalam memberikan efek vasospasme belum diketahui

secara pasti, namun diperkirakan melalui kemampuan menekan aktivitas saluran kalium,

meningkatkan masuknya kalsium, meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan Rho kinase.11

Gangguan sirkulasi akibat vasospasme serebral pasca SAH ini dapat diperbaiki dengan

tindakan pembedahan atau medikamentosa atau kombinasi keduanya. Tindakan pembedahan

memberikan efek yang permanen, namun kekurangannya adalah hanya dapat dilakukan oleh

tenaga ahli dan hanya pada daerah atau pembuluh darah besar dan mudah dicapai. Sedangkan

secara medikamentosa dapat dengan obat-obat vasodilator khususnya yang mem- punyai efek

vasodilator serebral. Keuntungan pemberian medikamentosa yang mempunyai efek vasodilator

ini adalah dapat mengenai ataupun memberikan efek terhadap tidak hanya pembuluh darah besar

namun juga pada pembuluh darah kecil yang sulit dicapai dengan tindakan bedah. Salah satu

terapi medikamentosa yang direkomendasikan untuk mencegah vasospasme pada pasien SAH

adalah nimodipine.11

Nimodipine adalah suatu antagonis saluran kalsium harus diberikan secepat mungkin

dalam waktu 4 hari setelah diagnosis SAH ditegakkan Pemberian intravena dengan dosis awal 5

ml/jam (ekivalen dengan 1 mg Nimodipine)/jam selama 2 jam pertama atau kira-kira 15

mg/kgBB/jam. Bila tidak terjadi penurunan tekanan darah sistemik dosis dinaikkan menjadi 10

mL/jam IV. Co-infusion: 40 mL/jam. Infus diteruskan 7-10 hari. Pemberian perinfus ini

dianjurkan menggunakan pompa infus untuk mendapatkan dosis yang lebih akurat dan sebaiknya

dibarengi cairan penyerta dalam satu instalasi infus (three way stopcock), dengan perbandingan

volume 1:4 untuk mencegah pengristalan. Dan karena nimodipine merupakan produk yang

21

Page 22: REFERAT KAYIN

sensitif terhadap cahaya maka sebaiknya selang infus diganti setiap 24 jam. Setelah pemberian

perinfus, dapat dilanjutkan pemberian nimodipine tablet.11

Vasospasme angiografik lebih umum terjadi (terjadi sekitar 2/3 pasien) daripada

vasospasme simptomatik ( dengan bukti klinis akan adanya iskemik serebral). Transcranial

Doppler ultrasonography dapat dilakukan setiap hari untuk memonitor vasospasme, yang

didefinisikan sebagai rata-rata velocity aliran darah serebral yang lebih dari 120 cm per detik

pada pembuluh darah mayor. Doppler ultrasonography memiliki sensitifitas yang sama dengan

cerebral angiography untuk deteksi pembuluh darah yang lebih sempit, terutama pada arteri

serebri intermedia dan interna. Jika vasospasme simptomatik terbukti (dengan tanda neurologik

fokal), pasien ditatalaksana dengan hipervolemia dan memicu hipertensi. Pasien yang kondisinya

tidak membaik dengan terapi medis di bawah pengawasan emergency cerebral angiography dan

transluminal angioplasty atau vasodilator infusion ketika penyempitan pembuluh darah fokal

ditemukan. 9

Evaluasi rediologik lain, seperti MRI otak, harus juga dilakukan secara selektif karena

infark otak tidak selalu memiliki manifestasi klinis berat. Hidrosefalus simptomatik yang

disebabkan oleh berkurangnya absorpsi cairan serebrospinal memerlukan penatalaksanaan

dengan external ventricular drainage sementara atau pembuatan permanent shunt. Kejang terjadi

pada 1/3 pasien. Meskipun efektifitas agen antikonvulsan profilaktik telah diuji secara ilmiah,

efek potensial terjadinya kejang yang dapat menyebabkan perdarahan kembali menunjukkan

penggunaan antikonvulsan setidaknya 1 minggu setelah perdarahan awal (Tabel 2). Pasien yang

dalam keadaan koma harus dimonitor dengan elektro-ensefalografi karena frekuensi kejang non-

konvulsif dapat sampai dengan 20%.9

22

Page 23: REFERAT KAYIN

Komplikasi medik yang berpotensi dapat dicegah setelah perdarahan subaraknoid dapat

meningkatkan morbiditas, lama tinggal di rumah sakit dan mortalitas. Mayoritas pasien

mengalami komplikasi medik yang dapat menjadi berat pada 40% kasus. Komplikasi medik yang

paling umum adalah edem pulmo pada 23% kasus (baik kardiogenik ataupun neurogenik dengan

acute respiratory distress syndrome), arritmia jantung pada 35% kasus dan gangguan elektrolit

pada 28% kasus. Hiponatremia dapat disebabkan oleh kelainan sekresi hormon anti-diuretik

(normal atau meningkatkan volume intravaskular) atau pembuangan garam serebral (volume

intravaskular rendah). Penatalaksanaan hiponatremia terdiri atas restriksi cairan untuk kondisi

awal dan pemberian cairan agresif pada kondisiberikutnya. Secara umum, pasien harus dijaga

euvolemik setiap saat karena hipovolemia dihubungkan dengan iskemik serebral dan hasil akhir

yang lebih buruk. 9

Perawatan Jangka Panjang

Banyak pasien yang bertahan dari perdarahan subaraknoid memiliki masalah kecacatan

kronis.3,4 Lebih dari 50% pasien tersebut memiliki masalah dengan memori, mood atau fungsi

neuropsikologik. Defisit-defisit ini menghasilkan gangguan peran sosial bahkan dengan

ketiadaan kecacatan fisik yang dapat dilihat. Sekitar setengah hingga dua per tiga pasien-pasien

ini dapat kembali bekerja 1 tahun setelah perdarahan subaraknoid. Evaluasi fisik dan

neuropsikologik serta penatalaksanaan harus tetap dilakukan. 9

Penelitian Di Masa yang Akan Datang

23

Page 24: REFERAT KAYIN

Studi epidemiologik lebih jauh dan penatalaksanaan baru diperlukan untuk meningkatkan

hasil akhir pengobatan pasien dengan perdarahan subaraknoid ini. Penentu pertumbuhan dan

ruptur aneurisma perlu diteliti. Peningkatan pencegahan dan diagnosis vasospasme serebral perlu

lebih banyak penelitian. Area menjanjikan pada penelitian yang menjamin pengujian lebih jauh

pada percobaan klinis yang didesain dengan baik, diantara lainnya, penggunaan human albumin

untuk neuroproteksi, aplikasi intrasisternal terapi trombolitik dan pembersihan untuk

menurunkan blood burden, serta teknik radiologik dan endovaskular baru (contohnya,

biologically active coils dan biologically active stents) untuk memperbaiki penatalaksanaan

aneurisma dan vasospasme. Area lainnya adalah kebutuhan akan antikonvulsan profilaktik dan

implementasi pengukuran preventif agresif, seperti pengendalian hipertensi dan penghentian

kebiasaan merokok. 9

24

Page 25: REFERAT KAYIN

BAB III

PENUTUP

Perdarahan subaracnoid adalah keadaan yang akut, karena terjadi perdarahan ke dalam

ruangan subarachnoid. Biasanya disebabkan oleh aneurisma yang pecah (50%), pecahnya

malformasi arteriovena (5%), asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera

kepala. Penyebab utama perdarahan subaraknoid non-trauma ini adalah rupturnya aneurisma

intrakranial yang merupakan 80% kasus dan memiliki tingkat kematian dan komplikasi yang

tinggi. Sebanyak 46% pasien yang bertahan terhadap perdarahan subaraknoid menderita

gangguan kognitif jangka panjang yang mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup pasien.

Perdarahan ini juga sering dihubungkan dengan pusat pelayanan kesehatan karena umumnya

pasien masuk rumah sakit. Perdarahan subaraknoid memiliki karakter demografi, faktor resiko

dan terapi yang berbeda-beda. Perdarahan ini menyumbangkan 2-5% kasus stroke baru dan

mempengaruhi 21.000 s/d 33.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Faktor-faktor mayor

yang dihubungkan dengan hasil akhir pengobatan yang buruk tergantung pada tingkat kesadaran

saat masuk rumah sakit, usia dan jumlah darah yang terlihatpada computed tomography scan

(CT-scan) kepala saat itu.

25

Page 26: REFERAT KAYIN

DAFTAR PUSTAKA

1. Chandra B. Neurology Klinik. Surabaya. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR,

1994;28 – 45

2. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran Umum Tentang

Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Harsono, ed. Kapita Selekta Neurologi.

Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, 2003; 79 – 103

3. Sidharta P. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Jakarta. Dian Rakyat, 2005;

260 – 294

4. Mardjono M, Sidharta P. Neourologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat, 2003;

269 – 292

5. Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta. Gadjah Mada University

Press, 2005; 59 – 107

6. Poerwadi T,et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. Bagian/SMF Ilmu

Penyakit Saraf FK UNAIR,2006; 33-35

7. Ahmar .Stroke (0nline), diakses tanggal 14 Mei 2010 http//www.google.com),

2006

8. Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University

Press, 2005; 97-99

9. Jose I.S, Robert W. T.,Warren R.S. Current Concepts Aneurysmal Subarachnoid

Hemorrhage. N Eng J Med 2006;354:387-96

10. Israr, YA.Stroke. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas

Riau, 2008.

11. Sarrafzadeh AS, Haux D, Lüdemann L et al. Cerebral Ischemia in Aneurysmal

Subarachnoid Hemorrhage A Correlative Microdialysis-PET Study. Stroke

2004;35:638-643

26