Upload
muhamad-taufiqurrahman
View
239
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Definisi
Stroke adalah suatu gangguan neurologis akut, yang disebabkan oleh karena gangguan
peredaran darah ke otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik), atau secara cepat
(dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang
terganggu1.
Menurut WHO, stroke didefinisikan sebagai menifestasi klinik dari gangguan fungsi
serebral, baik fokal maupun menyeluruh (global), yang berlangsung dengan cepat, berlangsung
lebih dari 24 jam, atau berakhir dengan maut, tanpa ditemukan penyebab selain daripada
gangguan vascular2.
Anatomi
Otak memperoleh darah melalui dua system, yakni system karotis dan system vertebral.
Arteri karotis interna, setelah memisah diri dari arteri karotis komunis, naik dan masuk rongga
tengkorak melalui kanalis karotikus, berjalan dalam sinus kavernosus, dan akhirnya bercabang
dua: arteri serebri anterior dan arteri serebri media. Untuk otak, system ini memberi darah bagi
lobus frontalis, lobus parietalis dan beberapa bagian lobus temporalis2.
Sistem vertebral dibentuk oleh arteri vertebralis kanan dan kiri yang berpangkal di arteri
subklavia, menuju dasar tengkorak melalui kanalis transversalis di kolumna vertebralis
servikalis, masuk rongga kranium melalui foramen magnum, lalu mempercabangkan masing-
1
masing arteri serebeli inferior. Pada batas medula oblongata dan pons, keduanya bersatu menjadi
arteri basilaris, pada tingkat mesensefalon, arteri basilaris berakhir sebagai sepasang cabang:
arteri sereberi posterior, yang melayani darah bagi lobus oksipitalis, dan bagian medial lobus
temporalis. Darah vena dialirkan dari otak melalui dua system: kelompok vena interna, yang
mengumpulkan darah ke vena galen dan sinus rektus, dan kelompok vena eksterna yang terletak
dipermukaan hemisfer otak dan mencurahkan darah ke sinus sagitalis superior dan sinus-sinus
basalis lateralis, dan selanjutnya melalui vena jugularis dicurahkan menuju jantung. Sistem
karotis terutama melayani kedua hemisfer otak, dan sistem vertebrabasilaris terutama memberi
darah bagi batang otak, serebelum dan bagian posterior hemisfer2.
Hemodinamik Serebral
Persoalan pokok pada stroke berpangkal pada gangguan peredaran darah serebral
regional. Dalam keadaan fisiologik jumlah darah yang mengalir ke otak (cereberal blood
flow=CBF) ialah 50-60 ml per 100 gram jaringan otak per menit. Jadi jumlah darah untuk
seluruh otak yang beratnya 1200-1400 gram ialah 700-800 ml per menit. Dari jumlah darah
tersebut satu pertiganya disalurkan melalui tiap arteri karotis interna. Dan satu pertiga sisanya
disalurkan melalui arteri vertebrabasilar. Otak yang berkedudukan di dalam ruang tengkorak
yang merupakan ruang tertutup mempunyai susunan sirkulasi yang sesuai dengan lokalisasinya.
Konsekwensinya ialah, bahwa volume otak ditambah dengan volume likwor dan ditambah
dengan volume darah harus merupakan angka tetap. Inilah yang dikenal sebagai Hukum
Monroe-Kellie. Hukum ini berimplikasi bahwa perubahan volume salah satu unsur tersebut akan
menyebabkan perubahan kompensatorik terhadap unsur lainnya. Oleh karena secara fisiologik
volume otak dan likwor selalu berubah karena bermacam-mavam pengaruh, maka volume
2
darahlah yang selalu akan menyesuaikan diri. Faktor-faktor penyesuaian peredaran darah
serebral sebagian bersifat ekstrinsik dan sebagian intrinsic2,3,4.
Faktor Ekstrinsik (akstraserebral)
Berapa banyak darah yang mengalir ke dalam jaringan tergantung pada tekanan darah
yang menyirami jaringan dan tahanan jaringan tersebut. Tekanan darah yang menyirami
jaringan dikenal sebagai tekanan perfusi sedangkan tahanan jaringan yang bersangkutan
dinamakan resistensi jaringan3,4.
Pengaruh Tekanan Darah Sistemik
Karena tekanan vena serebral tidak berarti, maka tekanan perfusi ditentukan oleh tekanan
darah arterial sistemik Tekanan tersebut bergantung pada kemampuan jantung untuk memompa
sejumlah darah ke sirkulasi sistemik. Pada orang sehat, fluktuasi tekanan darah sistemik tidak
menimbulkan perubahan yang berarti bagi CBF, oleh karena sirkulasi serebral mempunyai
mekanisme yang mengurus dirinya sendiri. Mekanisme ini dinamakan autoregulasi serebral,
yang merupakan salah satu komponen dari faktor intrinsik3,4.
Kwalitas Susunan Arteriil Karotiko-Vertebral
CBF total ditentukan oleh volume darah yang disalurkan ke otak melalui arteria karotis
interna dan vertebralis kedua sisi. Pada tekanan perfusi yang konstan, keadaan lumen dari
keempat arteri tersebut sangat menentukan. Pada keadaan dimana pada salah satu arteri tersebut
terdapat penyumbatan parsiil didapati informasi bahwa menurunnya CBF regional baru tercapai
jika lumen arteri menyempit lebih dari 70-90 %3,4.
Kwalitas Darah yang Menentukan Viskositasnya
Jumlah darah yang disampaikan kepada otak permenit ditentukan juga oleh vikositas
darah. Pada anemia CBF bertambah oleh karena viskositas darah menurun. Pada polisitemia,
3
viskositas darah melonjak sehingga dapat menurunkan CBF sampai 20 ml/100 gram otak/menit,
sehingga dapat menimbulkan stroke3,4.
Faktor Intrinsik (intraserebral)
Autoregulasi Serebral
Pembuluh darah serebral menyesuaikan lumennya pada ruang lingkupnya sedemikian
rupa sehingga aliran darah tidak banyak berubah-ubah, walaupun tekanan darah arteriil sistemik
mengalami fluktuasi yang berarti. Pengaturan diameter lumen arteri serebral dinamakan
autoregulasi serebral. Konstriksi arteriil terjadi apabila tekanan intra lumenal melonjak, dan
dilatasi arterial terjadi jika tekanan intra lumenal menurun3,4.
Pengaruh Biokimiawi Serebral Regional
Dalam lingkungan dengan PCO2 yang tinggi, maka arteri serebral berdilatasi dan karena
itu CBF bertambah yang disebabkan oleh menurunnya resistensi vaskuler. Jika PCO2 menurun,
misalnya selama hiperventilasi, maka arteri serebral menyempit, sehingga CBF menurun2,3,4.
Hemodinamik Serebral pada Stroke
Jika CBF regional tersumbat secara parsial maka daerah yang bersangkutan langsung
menderita karena kekurangan O2. Daerah itu dinamakan daerah iskhemik. Di situ didapati:
tekanan perfusi yang rendah, PO2 menurun, PCO2 meningkat dan asam laktat tertimbun, sehingga
terjadi edema serebri regional. Bila tidak terjadi perubahan yang dapat meningkatkan CBF
regional, maka pusat daerah yang sembab itu musnah dan terjadi infark. Neuron-neuron di
daerah infark tidak berfungsi karena sudah mati, tetapi neuron-neuron di daerah sembab masih
dalam keadaan hidup, namun sedang menderita3,4.
4
Mekanisme terjadinya stroke telah banyak mengalami kemajuan. Bila terjadi stroke,
maka disuatu daerah tertentu di otak akan terjadi kerusakan (baik karena infark maupun
perdarahan). Neuron-neuron di daerah tersebut tentu akan mati dan rusak, dan neuron yang rusak
ini akan mengeluarkan glutamat yang selanjutnya akan membanjiri sel-sel di sekitarnya.
Glutamat ini akan menempel pada membran sel neuron di sekitar daerah primer yang terserang.
Glutamat akan merusak membran sel neuron dan membuka kanal kalsium, kemudian terjadi
influks kalsium yang mengakibatkan kematian sel. Sebelumnya sel yang mati tersebut akan
mengeluarkan glutamat, yang selanjutnya akan membanjiri lagi neuron-neuron sekitarnya3,4.
Klasifikasi Stroke
Infark regional kortikal, subkortikal ataupun infark regional di batang otak terjadi karena
kawasan pendarahan suatu arteri tidak atau kurang mendapat jatah darah lagi. Jatah darah tidak
dapat disampaikan ke daerah tersebut oleh karena arteri yang bersangkutan tersumbat atau pecah.
Lesi yang terjadi dinamakan infark iskhemik jika arteri tersumbat dan infark hemoragik bila
arteri pecah1.
Stroke iskhemik secara patogenetis dapat dibagi menjadi1:
1. Stroke trombotik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan karena trombosis di arteri karotis
interna secara langsung masuk ke dalam arteri serebri media.
2. Stroke embolik, yaitu stroke iskhemik yang disebabkan oleh karena emboli yang pada
umumnya berasal dari jantung.
Di klinik stroke iskhemik dapat diklasifikasikan menurut manifestasi klinik sebagai 1:
1. TIA (transient ischemic attack), yaitu semua gejala neurologis sembuh dalam 24 jam
5
2. RIND (reversible ischemic neurologic deficit), yaitu gejala neurologis menghilang dalam
waktu lebih dari 24 jam.
3. Progresive stroke, yaitu gejala neurologis bertambah lama bertambah berat.
4. Complete stroke, yaitu gejala neurologis dari permulaan sudah maksimal (stabil).
Stroke hemoragik dibagi menjadi :
1. Perdarahan intraserebral, yaitu perdarahan di dalam jaringan otak.
2. Perdarahan subarakhnoidal, yaitu perdarahan di ruangan subarakhnoid, yang disebabkan oleh
karena pecahnya suatu aneurisma atau arterio-venous malformation (AVM).
Faktor Resiko
Pada saat stroke terjadi maka pada umumnya telah ada penyakit lain yang mendahului
stroke tadi. Pencegahan stroke merupakan salah satu tujuan utama program kesehatan individual
maupun masyarakat. Pengenalan faktor resiko dan tindakan untuk menghilangkan atau
menurunkan berbagai akibat yang ditimbulkannya merupakan upaya utama untuk mengurangi
tingkat kesakitan dan kematian yang diakibatkan oleh stroke5.
Jenis-jenis faktor resiko dari stroke adalah (1,5):
1. Hipertensi
Hipertensi sistolik maupun diastolik merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik maupun
stroke hamoragik.
2. Diabetes melitus
3. Penyakit jantung
Penyakit jantung seperti penyakit jantunk rematik, penyakit jantung koroner dengan infark
miokard, dan aritmia kardiak merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik.
6
4. Gangguan aliran darah otak sepintas
TIA merupakan suatu faktor resiko untuk semua bentuk stroke
5. Hiperkolesterolemi
Hiperkolesterol dan peningkatan LDL merupakan faktor resiko untuk stroke iskhemik.
6. Infeksi
Tuberkulosa, malaria, sifilis dan leptospirosis marupakan faktor reiko untuk stroke iskemik
7. Obesitas
Obesitas ini bukan merupakan faktor resiko langsung untuk semua jenis stroke, tetapi tidak
langsung melalui gangguan jantung.
8. Merokok
9. Kelainan pembuluh darah otak
10. Lain-lain (usia, penyakit paru, penyakit darah, asam urat)
7
BAB II
PEMBAHASAN
Definisi Perdarahan Subarachnoid (PSA)
Perdarahan subaracnoid adalah keadaan yang akut, karena terjadi perdarahan ke dalam
ruangan subarachnoid. Biasanya disebabkan oleh aneurisma yang pecah (50%), pecahnya
malformasi arteriovena (5%), asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera
kepala.6,7,8
Stoke Hemoragik : Perdarahan Intraserebral dan Perdarahan Subarachnoid
Perdarahan subaraknoid non-trauma adalah masalah neurologik darurat akibat
ekstravasasi darah ke ruang yang menutupi sistem saraf pusat yang terisi oleh cairan
serebrospinal. Penyebab utama perdarahan subaraknoid non-trauma ini adalah rupturnya
aneurisma intrakranial yang merupakan 80% kasus dan memiliki tingkat kematian dan
8
komplikasi yang tinggi. Perdarahan subaraknoid non-aneurismal, termasuk perdarahan
subaraknoid perimesensefali terisolasi, terjadi sekitar 20% kasus dan memiliki prognosis baik
dengan komplikasi neurologik yang tidak umum.9
Epidemiologi
Sebanyak 46% pasien yang bertahan terhadap perdarahan subaraknoid menderita
gangguan kognitif jangka panjang yang mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup pasien.
Perdarahan subaraknoid memiliki karakter demografi, faktor resiko dan terapi yang berbeda-
beda. Perdarahan ini menyumbangkan 2-5% kasus stroke baru dan mempengaruhi 21.000 s/d
33.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Insidensi perdarahan subaraknoid ini tetap
stabil selama 30 tahun terakhir dan meskipun bervariasi antar daerah, insidensi di dunia secara
keseluruhan adalah sekitar 10,5 kasus per 100.000 orang per tahun. Insidensi meningkat dalam
hal usia, yaitu rata-rata muncul pada usia 55 tahun. Resiko terjadi pada perempuan 1,6 kali lebih
banyak dibandingkan laki-laki, dan resiko untuk orang kulit hitam 2,1 kali lebih banyak
dibandingkan orang kulit putih. Rata-rata case fatality rate (CFR) atau tingkat kematian
perdarahan subaraknoid adalah 51% dengan setidaknya ⅓ pasien yang bertahan hidup
memerlukan perawatan seumur hidup. Kebanyakan kematian terjadi dalam 2 minggu setelah
iktus dengan 10% terjadi sebelum pasien mendapat pengobatan medis dan 25% dalam 24 jam
setelahnya. Secara keseluruhan, perdarahan subaraknoid menyumbang 5% kematian akibat
stroke tetapi 27% dari tahun-tahun pasca-stroke berpotensi adanya kematian sebelum usia 65
tahun.9
9
Gejala klinis Perdarahan Subarachnoid
Adapun gejala klinis yang dapat ditemukan pada perdarahan subaracnoid yaitu6,8,10 :
1. Onset penyakit berupa nyeri kepala mendadak seperti meledak, dramatis, berlangsung
dalam 1 – 2 detik sampai 1 menit. Kurang lebih 25% penderita didahului nyeri kepala
hebat.
2. Vertigo, mual, muntah, banyak keringat, mengigil, mudah terangsang, gelisah dan
kejang.
3. Dapat ditemukan penurunan kesadaran dan kemudian sadar dalam beberapa menit sampai
beberapa jam.
4. Dijumpai gejala-gejala rangsang meningen
5. Fundus Okuli : 10% penderita mengalami edema papil beberapa jam setelah perdrahan.
Perdarahan retina berupa perdarahan subhialoid (10%), merupakan gejala karakteristik
perdarahan subarakhnoid karena pecahnya aneurisma pada arteri komunikans anterior
atau arteri karotis interna.
6. Gangguan fungsi otonom berupa bradikardi atau takikardi, hipotensi atau hipertensi,
banyak
7. keringat, suhu badan meningkat, atau gangguan pernafasan
Perdarahan subaraknoid harus selalu dicurigai pada pasien-pasien dengan gambaran tipikal
termasuk onset tiba-tiba sakit kepala berat (seringkali diakui pasien sebagai “sakit kepala
terburuk yang pernah dirasakan”) disertai mual, muntah, nyeri leher, fotofobia dan hilang
kesadaran. Pemeriksaan fisik dapat menunjukkan adanya perdarahan retinal, meningismus,
kesadaran menurun dan tanda neurologik terlokalisir. Penemuan berikutnya biasanya berupa
10
kelumpuhan nervus III (aneurisma komunikans posterior), kelumpuhan nervus VI (peningkatan
tekanan intrakranial), kelemahan ekstremitas bawah bilateral atau abulia (aneurisma komunikans
anterior) serta kombinasi hemiparesis dan afasia atau visuospatial neglect (aneurisma arteri
serebri intermedia). Perdarahan retinal harus dibedakan dengan perdarahan pre-retinal pada
sindroma Terson yang mengindikasikan atas adanya peningkatan drastis tekanan intrakranial dan
hal ini dapat meningkatkan mortalitas.9
Tanpa adanya keluhan dan tanda klinis klasik, perdarahan subaraknoid dapat salah
didiagnosis (misdiagnosis). Frekuensi misdiagnosis dapat sampai 50% dari pasien-pasien yang
datang pertama kali ke dokter. Kesalahan diagnosis yang umum terjadi adalah migrain dan
tension-type headache. Kegagalan pengambilan foto radiologik yang benar menyumbangkan
73% kasus salah diagnosis dan kegagalan melakukan interpretasi yang benar atas hasil punksi
lumbal menyumbangkan 23%-nya. Pasien yang salah didiagnosis cenderung tampak sakit ringan
dan memiliki hasil pemeriksaan neurologik yang normal. Namun demikian, dalam kasus
tersebut, dapat terjadi komplikasi neurologik sebanyak 50% pasien dan pasien-pasien ini
dihubungkan dengan resiko yang lebih tinggi terhadap kematian dan kecacatan. Sakit kepala
mungkin hanya mewakili 40% keluhan pasien dan dapat hilang dalam beberapa menit atau jam,
hal ini disebut sentinel headache atau thunderclap headache atau “warning leaks” (peringatan
kemungkinan kebocoran pembuluh darah).9
Evaluasi darurat atas sentinel headache diperlukan karena pasien mungkin telah memiliki
perdarahan subaraknoid dalam 3 minggu. Dalam praktiknya, tidak ada gambaran klinis yang
reliabel untuk membedakan sentinel headache dari benign headache. Beberapa pasien mungkin
tidak memiliki sakit kepala berat, bahkan keluhan lain seperti kejang atau kebingungan mungkin
11
lebih menonjol. Setiap pasien dengan sakit kepala berat atau pertama kali harus diduga akan
adanya perdarahan subaraknoid dan perlu direncanakan CT-scan kepala. 9
Diagnosis
Untuk menegakkan diagnosis perdarahan subarachnoid dapat digunakan cara
pemeriksaan sebagai berikut6,8,10 :
1. anamnesis (mulainya) akut, nyeri kepala hebat satu sisi, mual, muntah dapat disusul
gangguan kesadaran dan kejang.
2. Pemeriksaan klinis neurologis
3. Pemeriksaan tambahan
Funduskopi : cari subhyaloid bleeding
CT scan kepala : aneurisma dengan ukuran 7 mm tidak terlihat, dengan
menggunakan kontras , dapat terlihat aneurisma maupun MAV.
Lumbal punksi : dilakukan dalam waktu 12 jam bilamana CT Scan kepala
tidak dapat dikerjakan atau gambaran CT scan kepala normal, sedangkan
klinis sangat mencurigakan suatu perdarahan subaraknoid dan tidak ada
kontraindikasi lumbal punksi.
MRI tidak dapat dilakukan untuk mendiagnosis SAH
Angiongrafi sebagai periapan operasi
4. Likuor : hamper 100% berdarah, dengan eritrosit 150.000/mm3. Warna xantokrom timbul
dalam 4 jam hingga 20-30 hari. Eritrosit lisis dalam 7 hari,kcuali adanya perdarahan baru.
12
Alg
orit
me
Dia
gnos
tik
un
tuk
Per
dar
ahan
Su
bar
akn
oid
.
13
Gam
bara
n kl
inis
tipi
kal
Sak
it k
epal
a be
rat +
mua
l +
mun
tah
Men
ingi
smus
Kes
adar
an m
enur
unT
anda
neu
rolo
gik
telo
kali
sir
Gam
bara
n kl
inis
ati
pika
l“
Thu
nder
clap
” h
eada
che
Kej
ang
Keb
ingu
ngan
Tra
uma
kepa
la y
ang
berh
ubun
gan
CT
-sca
n ke
pala
tanp
a ko
ntra
s
Per
dara
han
Sub
arak
noid
(+
)P
erda
raha
n S
ubar
akno
id
(-)
Pun
ksi L
umba
l
CT
ata
u ce
rebr
al a
ngio
graf
iA
bnor
mal
une
quiv
ocal
(x
anth
ochr
omia
, hit
ung
erit
rosi
t men
ingk
at ti
dak
beru
bah
dari
tabu
ng 1
ke
4)
Abn
orm
al e
quiv
ocal
(ta
npa
xant
hoch
rom
ia, h
itun
g er
itro
sit
men
ingk
at d
ari t
abun
g 1
saja
)
Ane
uris
ma
Nor
mal
Ter
api a
wal
Ula
ng C
T
angi
o 1-
3 m
gg
Imag
ing
otak
, ba
tang
ota
k da
n ba
tang
sp
inal
CT
ata
u ce
rebr
al a
ngio
graf
i
Ane
uris
ma
Ter
api a
wal
Sto
p
Nor
mal
Sto
p
Nor
mal
CT-scan kepala harus dilakukan pertama kali pada setiap pasien dengan suspek
perdarahan subaraknoid. Karakteristik tampilan darah yang ekstravasasi adalah hiperdens.
Karena darah dalam jumlah kecil dapat saja terlewat, setiap scan harus dilakukan dengan irisan
tipis melalui basis otak. Kualitas CT-scan kepala yang baik dapat memperlihatkan perdarahan
subaraknoid pada 100% kasus dalam 12 jam setelah onset keluhan dan pada 93% kasus dalam
24 jam. 9
CT-scan kepala juga dapat memperlihatkan adanya hematom intraparenkimal,
hidrosefalus dan edem serebri serta dapat membantu memprediksikan sisi ruptur aneurisma,
terutama pada pasien dengan aneurisma pada arteri serebri anterior atau arteri komunikans
anterior. CT-scan kepala juga tes paling reliabel untuk memprediksi vasospasme serebral dan
hasil pengobatan yang buruk. Karena pembersihan cepat oleh darah, CT-scan yang tertunda
14
dapat normal meskipun terdapat riwayat yang mendukung dan sensitifitasnya jatuh menjadi 50%
setelah tujuh hari. 9
Punksi lumbal harus dilakukan pada setiap pasien dengan suspek perdarahan
subaraknoid dan hasil negatif atau equivocal pada CT-scan kepala. Cairan serebrospinal harus
dikumpulkan di dalam 4 tabung konsekutif, hitung eritrosit ditentukan dari tabung 1 dan 4.
Penemuan yang konsisten dengan perdarahan subaraknoid termasuk elevated opening pressure,
peningkatan hitung eritrosit yang tidak berkurang dari tabung 1 dan 4 serta xanthochromia
(dideteksi dengan spektrofotometri) yang memerlukan lebih dari 12 jam untuk berkembang. Pada
pasien dengan punksi lumbal diagnostik atau equivocal, foto radiologik, seperti CT angiografi
pada kepala atau angiografi serebral, harus dilakukan. Digital- subtraction cerebral angiography
merupakan gold standard untuk deteksi aneurisma serebral tetapi CT angiografi lebih populer
dan sering digunakan karena non-invasif serta sensitifitas dan spesifisitas dapat dibandingkan
dengan yang menggunakan angiografi serebral. 9
Dalam praktik, evaluasi yang teliti terhadap seluruh pembuluh darah harus dilakukan
karena sekitar 15% pasien akan memiliki aneurisma multipel. Pasien dengan foto radiologik
negatif harus dilakukan pengulangan 7-14 hari setelah kemunculan gejala yang pertama. Jika
evaluasi kedua tidak memperlihatkan aneurisma, magnetic resonance imaging (MRI) harus
dilakukan untuk menutup kemungkinan malformasi vaskular pada otak, batang otak atau batang
spinal. Teknik rediologik lainnya yang dapat digunakan termasuk MRI kepada untuk
menentukan ukuran aneurisma (terutama pada kasus trombosis parsial aneurisma) dan three-
dimensional digital-subtraction cerebral angiography (yang membantu melihat morfologi
aneurisma) (Gambar 2C). Selain itu, perkembangan terbaru pada three-dimensional CT
15
angiography dapat mengurangi kebutuhan akan angiografi serebral yang invasif dan mengurangi
resiko karenanya. 9
Penatalaksanaan
Semua pasien dengan perdarahan subaraknoid harus dievaluasi dan ditatalaksana dengan
prinsip-prinsip kegawatdaruratan dengan menjaga airway dan fungsi kardiovaskular. Setelah
stabilisasi pertama, pasien harus dipindahkan ke center dengan ahli neurovaskular dan lebih baik
lagi disertai dengan dedicated neurologic critical care unit untuk mengoptimalkan perawatan.
Setelah itu, tujuan utama penatalaksanaan adalah pencegahan kembalinya perdarahan,
pencegahan dan pengaturan vasopasme dan penatalaksanaan komplikasi medik dan neurologik
lainnya. 9
Terapi Umum
Tekanan darah harus dijaga dalam batas normal, dan jika perlu, agen antihipertensi
intravena seperti labetalol dan nikardipin dapat digunakan. Setelah aneurisma diamankan,
hipertensi tidak masalah lagi tetapi tidak ada kesepakatan berapa rentang amannya. Analgetik
sering diperlukan dan agen reversibel seperti narkotik juga diindikasikan. Dua faktor penting
yang dihubungkan dengan hasil akhir yang buruk adalah hiperglikemi dan hipertermi, keduanya
harus segera dikoreksi. Profilaksis terhadap trombosis vena dalam harus ditatalaksana segera
dengan peralatan kompgresif sekuensial dan heparin subkutan harus ditambahkan setelah
aneurisma ditatalaksana. Antagonis kalsium mengurangi resiko komplikasi iskemik, dan
nimodipin oral juga direkomendasikan. Pemberian jangka panjang agen anti-fibrinolisis
mengurangi kembalinya perdarahan tetapi dihubungkan dengan peningkatan resiko iskemik
serebral dan kejadian trombotik sistemik. Penatalaksanaan segera untuk aneurisma telah menjadi
16
tindakan pencegahan utama kembalinya perdarahan, tetapi terapi anti-fibrinolisis dapat
digunakan dalam jangka pendek sebelum tata laksana aneurisma dilakukan.
Pilihan Terapi untuk Aneurisma
Kini, dua pilihan terapetik utama untuk mengamankan aneurisma yang ruptur adalah
microvascular neurosurgical clipping dan endovascular coiling. Selama ini, microsurgical
clipping merupakan metode yang lebih disukai. Meskipun waktu yang tepat untuk dilakukan
pembedahan masih diperdebatkan, kebanyakan ahli bedah neurovaskular merekomendasikan
operasi segera. 9
Bukti dari percobaan klinik mendukung bahwa pasien yang dilakukan pembedahan
segera memiliki tingkat yang lebih rendah atas kembalinya perdarahan dan cenderung jauh lebih
baik daripada pasien yang dioperasi lebih lambat. Pengamanan aneurisma yang ruptur juga akan
memfasilitasi penatalaksanaan komplikasi selama vasospasme serebral. Meskipun banyak ahli
bedah neurovaskular menggunakan hipotermi ringan selama microsurgical clipping aneurisma,
belum terbukti bermanfaat pada pasien dengan perdarahan subaraknoid grade rendah. 9
Penatalaksanaan endovaskular aneurisma telah hadir sebagai alternative terhadap terapi
bedah selama 15 tahun terakhir. Coils terbuat dari platinum dan disambungkan dengan kabel
pembawa (red: seperti trokar). Setelah posisi yang benar di dalam aneurisma didapatkan, coils
dilepaskan dari kabel. Multiple coils dengan panjang dan diameter bervariasi sering dimuat ke
dalam aneurisma untuk mengeluarkannya dari sirkulasi. 9
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) secara prospektif memeriksa pasien-
pasien dengan aneurisma yang dianggap cocok untuk dilakukan endovascular coiling atau
microsurgical clipping. Terutama untuk sub-grup pasien ini, hasil yang baik (didefinisikan
17
sebagai bebas cacat selama 1 tahun) signifikan terjadi lebih sering pada pasien-pasien yang
dilakukan endovascular coiling daripada surgical placement of clips. Resiko epilepsi lebih
rendah pada pasien-pasien yang dilakukan endovascular coiling tetapi resiko kembalinya
perdarahan lebih tinggi. Selain itu, pasien yang di-follow-up dengan angiografi serebral, tingkat
terjadinya complete occlusion pada aneurisma lebih tinggi daripada surgical clipping. 9
International Subarachnoid Aneurysm Trial (ISAT) merupakan penelitian yang
memvalidasi teknik endovascular coiling. Namun demikian, banyak aneurisma tidak benar-benar
cocok baik dengan microsurgical clipping ataupun endovascular coiling. Pada kasus individual,
beberapa faktor, seperti usia dan kondisi medis keseluruhan pada pasien serta lokasi, morfologi
dan hubungan dengan pembuluh darah terdekat dari aneurisma, perlu dianalisis untuk
memutuskan penatalaksanaan yang paling cocok. Secara umum, pasien berusia lanjut atau pasien
dengan kondisi medik yang buruk sering lebih cocok dengan endovascular coiling. Aneurisma
pada sirkulasi vertebrobasilar atau aneurisma dalam pada basis kranii, seperti aneurisma
paraophtalmik, mungkin lebih mudah diakses dengan pendekatan endovaskular. Wide-neck
aneurysms (rasio diameter leher dengan lingkar terbesarnya lebih dari 0,5) cenderung kurang
cocok dengan endovascular coiling. Aneurisma yang dihubungkan dengan hematom parenkimal
dan yang memiliki cabang-cabang normal yang muncul dari basis atau dome sering lebih cocok
dengan microsurgical clipping. Sebagai tambahan, untuk aneurisma yang menyebabkan efek
massa lokal, terapi bedah lebih efikasius. Untuk melakukan analisis lengkap terhadap variabel
spesifik di antara pasien dan tipe aneurisma yang diperlukan untuk menentukan penatalaksanaan
yang cocok pada individu tertentu, kami merekomendasikan evaluasi dilakukan oleh praktisi
yang memiliki pengetahuan rinci tentang bedah neurovaskular, teknik endovaskular dan
neurologic critical care. 9
18
Tabel 2. Panduan Penatalaksanaan Perdarahan Subaraknoid☼
Manajemen Kondisi Rekomendasi
Pemeriksaan Umum
Sistem airway dan kardiovaskular
Monitor ketat di ICU atau neurologic critical care unit
Lingkungan Jaga pengurangan bising dan batasi pengunjung sampai aneurisma ditatalaksana
Nyeri Injeksi morfin sulfat (2-4 mg IV setiap 2-4 jam) atau kodein (30-60 mg IM setiap 4 jam)
Profilaksis Gastrointestinal
Berikan ranitidin (150 mg p.o. 2 kali sehari atau 50 mg i.v. setiap 8-12 jam) atau lansoprazole (30 mg p,.o. setiap hari)
Profilaksis trombosis vena dalam
Gunakan thigh-high stockings dan peralatan pneumatik kompresi sekuensial; injeksi heparin (5.000 s.c. 3 kali sehari) setelah penatalaksanaan aneurisma
Tekanan darahJaga TDS 90-140 mmHg sebelum aneurisma ditatalaksana, lalu biarkan hipertensi dengan TDS masih < 200 mmHg
Glukosa serum Jaga antar 80-120 mg/dL; gunakan sliding scale atau infus insulin jika perlu
Temperatur inti tubuhJaga ≤37,2oC; berikan asetaminofen (325-650 mg p.o. setiap 4-6 jam) atau gunakan pendingin jika perlu
Antagonis kalsium Berikan nimodipin (60 mg p.o. setiap 4 jam selama 21 hari)s
Terapi anti-fibrinolisis (pilihan)
Berikan asam aminokaproat (24-48 jam pertama, 5 g i.v., kemudian infus 1,5 g/hari)
AntikonvulsanBerikan fenitoin (3-5 mg/kgBB/hari p.o. atau i.v.) atau asam valproat (15-45 mg/kgBB/hari p.o. atau i.v.)
Cairan dan hidrasiJaga tetap euvolemia (CVP 5-8 mmHg); jika terdapat vasospasme serebral, jaga tetap hipervolemia (CVP 8-12 mmHg atau PCWP 12-16 mmHg)
NutrisiCoba intake oral (setelah evaluasi fungsi menelan); untuk alternatif, lebih baik enteral feeding
Penatalaksanaan lainnya
Surgical clipping Lakukan prosedur dalam 72 hari pertama
Endovascular coiling Lakukan prosedur dalam 72 hari pertama
Komplikasi umum
Hidrosefalus Masukkan external ventricular drain atau lumbar drain
Perdarahan kembali Sediakan terapi suportif dan terapi darurat untuk aneurisma
Vasospasme serebralJaga tetap hipervolemia atau picu hipertensi dengan fenilephrin, norepinefrin atau dopamin; sediakan terapi endovaskular (transluminal angioplasty atau direct vasodilators)
KejangBerikan lorazepam (0,1 mg/kgBB dengan kecepatan 2mg/menit), dilanjutkan dengan fenitoin (20 mg/kgBB i.v. bolus dengan kecepatan <50 mg/menit, dapat dinaikkan hingga 30 mg/kgBB)
HiponatremiaDengan SIADH, restriksi cairan; dengan cerebral salt-wasting syndrome, ganti cairan agresif dengan saline 0,9% atau cairan saline hipertonik
Myocardial injury dan arritmia
Berikan metoprolol (12,5-100 mg p.o. dua kalu sehari); evaluasi fungsi ventrikular; terapi arritmia
Edem paruBerikan oksigen tambahan atau ventilasi mekanik jika perlu; monitor PCWP dan fungsi ventrikular; bedakan edem paru kardiogenik vs. neurogenik
Perawatan Jangka Panjang
Rehabilitasi Terapi fisik, pekerjaan dan bicara
Evaluasi neuropsikologik
Lakukan uji global dan spesifik domain; rehabilitasi kognitif
19
Depresi Berikan pengobatan antidepresan dan psikoterapi
Sakit kepala kronik Berikan NSAID, antidepresan trisiklik atau SSRI; gabapentin
Rekomendasi berdasarkan praktik yang umum diterima dan tidak berdasarkan controlled trials. i.v. = intravena; i.m. = intramuskular; p.o. = per oral; s.c. = subcutan; CVP = central venous pressure; PCWP = pulmonary-capillary wedge pressure; SIADH = syndrome of inappropriate secretion of antidiuretic hormone; NSAID = non-steroidal anti-inflamatory drug; dan SSRI = selective serotonin-reuptake inhibitor.
Manajemen Komplikasi
Komplikasi neurologik umum terjadi dan termasuk diantaranya adalah vasospasme
simptomatik (46%), hidrosefalus (20%) dan kembalinya perdarahan (7%). Pasien dengan
perdarahan kembali memiliki resiko tinggi kecacatan neurologik permanen dan tingkat mortalitas
sekitar 50%. Perdarahan kembali dapat dicegah dengan penatalaksanaan dini karena kondisi ini
lebih umum terjadi pada hari-hari pertama (4% pada hari pertama dan 1,5% per hari selama 2
minggu berikutnya). Vasospasme serebral merupakan reaksi inflamasi pada dinding pembuluh
darah dan berkembang antara ke-4 dan ke-12 setelah perdarahan subaraknoid. Prediktor terbaik
adanya vasospasme adalah jumlah darah yang terlihat pada CT-scan kepala awal. 9
Vasospasme serebral merupakan kondisi yang berkontribusi terhadap morbiditas dan
mortalitas pasien SAH. Vasospasme yang terjadi pada pembuluh darah serebral ini merupakan
suatu kondisi yang terjadi pada sekitar 20% - 30% pasien SAH, biasanya terjadi pada hari ke-4
sampai hari ke-14, dengan kata lain vasospasme ini terjadi pada dua minggu pertama setelah
SAH. Vasospasme serebral ini akan menyebabkan iskemia untuk kedua kalinya atau sering
disebut sebagai iskemia sekunder pada jaringan serebral, yang turut berkontribusi terhadap
peningkatan risiko kematian sekitar 3 kali lebih besar atau memperberat defisit neurologis yang
sudah ada sebelumnya.11
Mekanisme vasospasme ini belum diketahui pasti, namun adanya oxyhemoglobin
(oxyHb) diperkirakan memberikan kontribusi terhadap terjadinya vasospasme yang akan
20
menyebabkan perlambatan perbaikan defisit neurologis. Oxyhemoglobin (oxyHb) ini terbentuk
akibat proses lisis bekuan darah di ruang subarakhnoid yang terbentuk akibat ruptur aneurisma.
Mekanisme oxyhemoglobin (oxyHb) dalam memberikan efek vasospasme belum diketahui
secara pasti, namun diperkirakan melalui kemampuan menekan aktivitas saluran kalium,
meningkatkan masuknya kalsium, meningkatkan aktivitas protein kinase C, dan Rho kinase.11
Gangguan sirkulasi akibat vasospasme serebral pasca SAH ini dapat diperbaiki dengan
tindakan pembedahan atau medikamentosa atau kombinasi keduanya. Tindakan pembedahan
memberikan efek yang permanen, namun kekurangannya adalah hanya dapat dilakukan oleh
tenaga ahli dan hanya pada daerah atau pembuluh darah besar dan mudah dicapai. Sedangkan
secara medikamentosa dapat dengan obat-obat vasodilator khususnya yang mem- punyai efek
vasodilator serebral. Keuntungan pemberian medikamentosa yang mempunyai efek vasodilator
ini adalah dapat mengenai ataupun memberikan efek terhadap tidak hanya pembuluh darah besar
namun juga pada pembuluh darah kecil yang sulit dicapai dengan tindakan bedah. Salah satu
terapi medikamentosa yang direkomendasikan untuk mencegah vasospasme pada pasien SAH
adalah nimodipine.11
Nimodipine adalah suatu antagonis saluran kalsium harus diberikan secepat mungkin
dalam waktu 4 hari setelah diagnosis SAH ditegakkan Pemberian intravena dengan dosis awal 5
ml/jam (ekivalen dengan 1 mg Nimodipine)/jam selama 2 jam pertama atau kira-kira 15
mg/kgBB/jam. Bila tidak terjadi penurunan tekanan darah sistemik dosis dinaikkan menjadi 10
mL/jam IV. Co-infusion: 40 mL/jam. Infus diteruskan 7-10 hari. Pemberian perinfus ini
dianjurkan menggunakan pompa infus untuk mendapatkan dosis yang lebih akurat dan sebaiknya
dibarengi cairan penyerta dalam satu instalasi infus (three way stopcock), dengan perbandingan
volume 1:4 untuk mencegah pengristalan. Dan karena nimodipine merupakan produk yang
21
sensitif terhadap cahaya maka sebaiknya selang infus diganti setiap 24 jam. Setelah pemberian
perinfus, dapat dilanjutkan pemberian nimodipine tablet.11
Vasospasme angiografik lebih umum terjadi (terjadi sekitar 2/3 pasien) daripada
vasospasme simptomatik ( dengan bukti klinis akan adanya iskemik serebral). Transcranial
Doppler ultrasonography dapat dilakukan setiap hari untuk memonitor vasospasme, yang
didefinisikan sebagai rata-rata velocity aliran darah serebral yang lebih dari 120 cm per detik
pada pembuluh darah mayor. Doppler ultrasonography memiliki sensitifitas yang sama dengan
cerebral angiography untuk deteksi pembuluh darah yang lebih sempit, terutama pada arteri
serebri intermedia dan interna. Jika vasospasme simptomatik terbukti (dengan tanda neurologik
fokal), pasien ditatalaksana dengan hipervolemia dan memicu hipertensi. Pasien yang kondisinya
tidak membaik dengan terapi medis di bawah pengawasan emergency cerebral angiography dan
transluminal angioplasty atau vasodilator infusion ketika penyempitan pembuluh darah fokal
ditemukan. 9
Evaluasi rediologik lain, seperti MRI otak, harus juga dilakukan secara selektif karena
infark otak tidak selalu memiliki manifestasi klinis berat. Hidrosefalus simptomatik yang
disebabkan oleh berkurangnya absorpsi cairan serebrospinal memerlukan penatalaksanaan
dengan external ventricular drainage sementara atau pembuatan permanent shunt. Kejang terjadi
pada 1/3 pasien. Meskipun efektifitas agen antikonvulsan profilaktik telah diuji secara ilmiah,
efek potensial terjadinya kejang yang dapat menyebabkan perdarahan kembali menunjukkan
penggunaan antikonvulsan setidaknya 1 minggu setelah perdarahan awal (Tabel 2). Pasien yang
dalam keadaan koma harus dimonitor dengan elektro-ensefalografi karena frekuensi kejang non-
konvulsif dapat sampai dengan 20%.9
22
Komplikasi medik yang berpotensi dapat dicegah setelah perdarahan subaraknoid dapat
meningkatkan morbiditas, lama tinggal di rumah sakit dan mortalitas. Mayoritas pasien
mengalami komplikasi medik yang dapat menjadi berat pada 40% kasus. Komplikasi medik yang
paling umum adalah edem pulmo pada 23% kasus (baik kardiogenik ataupun neurogenik dengan
acute respiratory distress syndrome), arritmia jantung pada 35% kasus dan gangguan elektrolit
pada 28% kasus. Hiponatremia dapat disebabkan oleh kelainan sekresi hormon anti-diuretik
(normal atau meningkatkan volume intravaskular) atau pembuangan garam serebral (volume
intravaskular rendah). Penatalaksanaan hiponatremia terdiri atas restriksi cairan untuk kondisi
awal dan pemberian cairan agresif pada kondisiberikutnya. Secara umum, pasien harus dijaga
euvolemik setiap saat karena hipovolemia dihubungkan dengan iskemik serebral dan hasil akhir
yang lebih buruk. 9
Perawatan Jangka Panjang
Banyak pasien yang bertahan dari perdarahan subaraknoid memiliki masalah kecacatan
kronis.3,4 Lebih dari 50% pasien tersebut memiliki masalah dengan memori, mood atau fungsi
neuropsikologik. Defisit-defisit ini menghasilkan gangguan peran sosial bahkan dengan
ketiadaan kecacatan fisik yang dapat dilihat. Sekitar setengah hingga dua per tiga pasien-pasien
ini dapat kembali bekerja 1 tahun setelah perdarahan subaraknoid. Evaluasi fisik dan
neuropsikologik serta penatalaksanaan harus tetap dilakukan. 9
Penelitian Di Masa yang Akan Datang
23
Studi epidemiologik lebih jauh dan penatalaksanaan baru diperlukan untuk meningkatkan
hasil akhir pengobatan pasien dengan perdarahan subaraknoid ini. Penentu pertumbuhan dan
ruptur aneurisma perlu diteliti. Peningkatan pencegahan dan diagnosis vasospasme serebral perlu
lebih banyak penelitian. Area menjanjikan pada penelitian yang menjamin pengujian lebih jauh
pada percobaan klinis yang didesain dengan baik, diantara lainnya, penggunaan human albumin
untuk neuroproteksi, aplikasi intrasisternal terapi trombolitik dan pembersihan untuk
menurunkan blood burden, serta teknik radiologik dan endovaskular baru (contohnya,
biologically active coils dan biologically active stents) untuk memperbaiki penatalaksanaan
aneurisma dan vasospasme. Area lainnya adalah kebutuhan akan antikonvulsan profilaktik dan
implementasi pengukuran preventif agresif, seperti pengendalian hipertensi dan penghentian
kebiasaan merokok. 9
24
BAB III
PENUTUP
Perdarahan subaracnoid adalah keadaan yang akut, karena terjadi perdarahan ke dalam
ruangan subarachnoid. Biasanya disebabkan oleh aneurisma yang pecah (50%), pecahnya
malformasi arteriovena (5%), asalnya primer dari perdarahan intraserebral (20%) dan cedera
kepala. Penyebab utama perdarahan subaraknoid non-trauma ini adalah rupturnya aneurisma
intrakranial yang merupakan 80% kasus dan memiliki tingkat kematian dan komplikasi yang
tinggi. Sebanyak 46% pasien yang bertahan terhadap perdarahan subaraknoid menderita
gangguan kognitif jangka panjang yang mempengaruhi fungsi dan kualitas hidup pasien.
Perdarahan ini juga sering dihubungkan dengan pusat pelayanan kesehatan karena umumnya
pasien masuk rumah sakit. Perdarahan subaraknoid memiliki karakter demografi, faktor resiko
dan terapi yang berbeda-beda. Perdarahan ini menyumbangkan 2-5% kasus stroke baru dan
mempengaruhi 21.000 s/d 33.000 orang setiap tahunnya di Amerika Serikat. Faktor-faktor mayor
yang dihubungkan dengan hasil akhir pengobatan yang buruk tergantung pada tingkat kesadaran
saat masuk rumah sakit, usia dan jumlah darah yang terlihatpada computed tomography scan
(CT-scan) kepala saat itu.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. Chandra B. Neurology Klinik. Surabaya. Bagian Ilmu Penyakit Saraf FK UNAIR,
1994;28 – 45
2. Aliah A, Kuswara FF, Limoa RA, Wuysang G. Gambaran Umum Tentang
Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam: Harsono, ed. Kapita Selekta Neurologi.
Yogyakarta. Gadjah Mada University Press, 2003; 79 – 103
3. Sidharta P. Neurologi Klinik Dalam Praktek Umum. Jakarta. Dian Rakyat, 2005;
260 – 294
4. Mardjono M, Sidharta P. Neourologi Klinis Dasar. Jakarta. Dian Rakyat, 2003;
269 – 292
5. Harsono ed. Buku Ajar Neurologi Klinis. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press, 2005; 59 – 107
6. Poerwadi T,et al. Pedoman Diagnosis dan Terapi Edisi III. Bagian/SMF Ilmu
Penyakit Saraf FK UNAIR,2006; 33-35
7. Ahmar .Stroke (0nline), diakses tanggal 14 Mei 2010 http//www.google.com),
2006
8. Harsono ed. Kapita Selekta Neurologi. Yogyakarta. Gadjah Mada University
Press, 2005; 97-99
9. Jose I.S, Robert W. T.,Warren R.S. Current Concepts Aneurysmal Subarachnoid
Hemorrhage. N Eng J Med 2006;354:387-96
10. Israr, YA.Stroke. Bagian Ilmu Penyakit Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Riau, 2008.
11. Sarrafzadeh AS, Haux D, Lüdemann L et al. Cerebral Ischemia in Aneurysmal
Subarachnoid Hemorrhage A Correlative Microdialysis-PET Study. Stroke
2004;35:638-643
26