Upload
andreas-sudarmadi
View
68
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
radiologi
Citation preview
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Definisi
TB Paru ialah suatu penyakit infeksi kronik jaringan paru yang disebabkan oleh basil
Mycobacterium tuberculosae. Sebagian besar basil Mycobacterium tuberculosae masuk
ke dalam jaringan paru melalui airborne infection dan selanjutnya mengalami proses yang
dikenal sebagai fokus primer dari Ghon. 1,2,3,4
Patogenesis 2,4
a) Tuberkulosis Primer
Kuman TB yang masuk melalui saluran napas akan bersarang di jaringan paru
sehingga akan terbentuk suatu sarang pneumoni, yang disebut sarang primer atau afek
primer. Sarang primer ini mungkin timbul di bagian mana saja dalam paru, berbeda
dengan sarang reaktivasi. Dari sarang primer akan kelihatan peradangan saluran getah
bening menuju hilus.
Peradangan tersebut diikuti oleh pembesaran kelenjar getah bening di hilus
(limfadenitis regional). Afek primer bersama-sama dengan limfangitis regional dikenal
sebagai kompleks primer. Kompleks primer ini akan mengalami salah satu nasib sebagai
berikut yaitu sembuh dengan tidak meninggalkan cacat sama sekali (restitution ad
intergrum), sembuh dengan meninggalkan sedikit bekas (antara lain sarang Gron, garis
fibrotik, dan sarang perkapuran di hilus) dan menyebar dengan cara perkontinuitatum
yaitu menyebar ke sekitarnya. Salah satu contoh adalah epituberkulosis, yaitu suatu
kejadian penekanan bronkus, biasanya bronkus lobus medius oleh kelenjar hilus yang
membesar sehingga menimbulkan obstruksi pada saluran napas bersangkutan, dengan
akibat atelektasis. 2,4
Kuman TB akan menjalar sepanjang bronkus yang tersumbat ini ke lobus yang
atelektasis dan menimbulkan peradangan pada lobus yang atelektasis tersebut, yang
dikenal sebagai epituberkulosis. Penyebaran juga berlaku dengan cara bronkogen, baik di
paru bersangkutan maupun ke paru sebelahnya atau tertelan.
Penyebaran juga berlaku dengan cara hematogen dan limfogen. Penyebaran ini
berkaitan dengan daya tahan tubuh, jumlah dan virulensi kuman. Sarang yang ditimbulkan
dapat sembuh secara spontan, akan tetapi bila tidak terdapat imuniti yang adekuat,
1
penyebaran ini akan menimbulkan keadaan cukup gawat seperti tuberkulosis milier,
tuberkulosis meningitis, dan typhobacillosis Landouzy. Penyebaran ini juga dapat
menimbulkan tuberkulosis pada alat tubuh lainnya, misalnya tulang, ginjal, anak ginjal,
dan genitalia.
Komplikasi dan penyebaran ini mungkin berakhir dengan sembuh dengan
meninggalkan sekuele misalnya pada anak setelah mendapat ensefalomeningitis atau
tuberkuloma.
b) Tuberkulosis Post primer 1,2,3
Tuberkulosis postprimer akan muncul bertahun-tahun kemudian setelah tuberkulosis
primer, biasanya terjadi pada usia 15-40 tahun. Tuberkulosis postprimer mempunyai nama
yang bermacam-macam yaitu tuberkulosis bentuk dewasa, tuberkulosis lokalisasi dan
tuberkulosis menahun. Bentuk tuberkulosis inilah yang terutama menjadi masalah
kesehatan masyarakat, karena dapat menjadi sumber penularan. Tuberkulosis postprimer
dimulai dengan sarang dini yang umumnya terletak di segmen apikal lobus superior
maupun lobus inferior.
Sarang pneumoni ini akan mengikuti salah satu jalan sebagai berikut yaitu diresopsi
kembali dan sembuh tanpa meninggalkan cacat atau sarang tersebut akan meluas dan
segere terjadi proses penyembuhan dengan penyebukan jaringan fibrosis. Selanjutnya akan
terjadi pengapuran dan akan sembuh dalam bentuk perkapuran. Sarang tersebut akan dapat
menjadi aktif kembali dengan membentuk jaringan keju dan menimbulkan kaviti bila
jaringan keju dibatukkan keluar .
Satu lagi jalan yang akan diikuti oleh sarang pneumoni ialah sarang pneumoni
tersebut akan meluas dan membentuk jaringan keju (jaringan kaseosa). Kaviti akan
muncul dengan dibatukkannya jaringan keju keluar. Kaviti awalnya berdinding tipis,
kemudian dindingnya akan menjadi tebal (kaviti sklerotik). Kaviti tersebut akan meluas
kembali dan menimbulkan sarang pneumoni baru. Sarang pneumoni ini akan mengikuti
pola perjalanan seperti yang disebutkan di atas. Kemudian ia akan memadat dan
membungkus diri (enkapsulasi), yang disebut tuberkuloma. Tuberkuloma dapat mengapur
dan menyembuh, tetapi mungkin pula aktif kembali, mencair lagi dan menjadi kaviti lagi.
Kemudian kaviti tersebut akan melalui proses penyembuhan yang disebut open healed
cavity atau kaviti menyembuh dengan membungkus diri dan akhirnya mengecil.
Kemudian ia berakhir sebagai kaviti yang terbungkus dan menciut sehingga kelihatan
seperti bintang (stellate shaped).
2
INTRAPULMONAL
Pleuritis 7
Pleuritis terjadi karena meluasnya infiltrat primer langsung ke pleura atau melalui
penyebaran hematogen; sering ditemukan pada remaja belasan tahun, tetapi jarang pada anak
balita.
Penyebaran milier 7
Akibat penyebaran hematogen tampak sarang-sarang
sekecil 1-2 m, atau sebesar kepala jarum (milium), tersebar
secara merata di kedua belah paru. Pada foto toraks
tuberkulosis miliaris ini dapat menyerupai gambaran badai
kabut (snow storm appearance). Penyebaran seperti ini
juga dapat terjadi ke ginjal, tulang sendi, selaput otak dan
sebagainya.
Stenosis bronkus
Stenosis bronkus dengan akibat atlektasis lobus
atau segmen paru yang bersangkutan, sering
menduduki lobus kanan (sindroma lobus medius).
Atelektasis adalah suatu keadaan paru atau
sebagian paru yang memiliki hambatan berkembang
secara sempurna sehingga aerasi paru berkurang atau
sama sekali tidak berisi udara.
3
Total opacification of the right hemithorax in a patient with pleuritis carcinomatosa on both sides.
On the right there is only some air visible in the major bronchi creating an air bronchogram within the compressed lung.
Biasanya atelektasis merupakan suatu akibat kelainan paru yang dapat disebabkan:
1. Bronkus tersumbat, penyumbatan bisa berasal di dalam bronkus (tumor bronkus),
benda asing, cairan sekresi massif)
2. Tekanan ekstrapulmoner
Biasa disebabkan oleh pneumothoraks, cairan pleura, peninggian diafragma, tumor
mediastinum.
3. Paralisis atau paresis gerak pernapasan, akan mengakibatkan perkembangan paru
yang tidak sempurna, misalnya pada kasus poliomiielitis.
4. Hambatan gerak pernafasan oleh kelainan pleura atau trauma toraks. Keadaan ini
akan menghambat pengeluaran sekret bronkus yang mengakibatkan atelektasis.
Timbulnya lubang (kavitas)
Timbulnya lubng ini akibat melunaknya sarang keju. Dinding lubang sering tipis
berbatas licin, tetapi mungkin pula tebal berbatas tidak licin. Di dalamnya mungin terlihat
cairan, yang biasanya sedikit. Lubang kecil ini dikelilingi oleh jaringan fibrotik dan bersifat
tidak berubah-rubah (stasioner) pada pemeriksaan ulang (follow up) dinamakan lubang sisa
(residual cavity) dan berarti suatu proses spesifik lama yang sudah tenang.
4
Tampak gambaran kavitas pada lapang paru superior kanan dan kiri
EKSTRAPULMONAL
A. TUBERKULOSIS TULANG
SPONDILITIS 6
Definisi
Spondilitis tuberkulosis adalah infeksi Mycobacterium tuberculosis pada tulang
belakang. Spondilitis tuberkulosis memiliki perjalanan penyakit yang relatif indolen,
sehingga sulit untuk didiagnosis secara dini. Seringkali penderita mendapatkan pengobatan
pada keadaan lanjut dimana deformitas kifosis dan kecacatan neurologis sudah relatif
ireversibel
Patologi
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran hematogen atau
penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui jalur limfatik ke tulang dari
fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di luar tulang belakang. Pada penampakannya,
fokus infeksi primer tuberkulosa dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering
adalah berasal dari sistem pulmoner dan genitourinarius
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal dari fokus primer
di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi dari fokus ekstrapulmoner
(usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi melalui arteri intercostal atau lumbar
yang memberikan suplai darah ke dua vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian
bawah vertebra diatasnya dan bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s
yang mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang terkena. Hal
inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit ini diawali dengan
terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada 20% kasus melibatkan tiga atau
lebih vertebra.
Berdasarkan lokasi infeksi awal pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
(1) Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di bawah
ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak ditemukan pada orang dewasa.
Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio
lumbal.
5
(2) Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga disalahartikan
sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini sering menimbulkan kolaps
vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe lain sehingga menghasilkan deformitas spinal
yang lebih hebat. Dapat terjadi kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak
di temukan di regio torakal.
(3) Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas dan
dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped karena erosi di bagian
anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola ini diduga disebabkan karena adanya
pulsasi aortik yang ditransmisikan melalui abses prevertebral dibawah ligamentum
longitudinal anterior atau karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
(4) Bentuk atipikal :
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak dapat
diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal dengan keterlibatan
lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang
(tuberkuloma), lesi di pedikel, lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler
yang berada di sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%. Infeksi tuberkulosa
pada awalnya mengenai tulang cancellous dari vertebra. Area infeksi secara bertahap
bertambah besar dan meluas, berpenetrasi ke dalam korteks tipis korpus vertebra sepanjang
ligamen longitudinal anterior, melibatkan dua atau lebih vertebrae yang berdekatan melalui
perluasan di bawah ligamentum longitudinal anterior atau secara langsung melewati diskus
intervertebralis. Terkadang dapat ditemukan fokus yang multipel yang dipisahkan oleh
vertebra yang normal, atau infeksi dapat juga berdiseminasi ke vertebra yang jauh melalui
abses paravertebral.
Terjadinya nekrosis perkijuan yang meluas mencegah pembentukan tulang baru dan
pada saat yang bersamaan menyebabkan tulang menjadi avascular sehingga menimbulkan
tuberculous sequestra, terutama di regio torakal. Discus intervertebralis, yang avaskular,
relatif lebih resisten terhadap infeksi tuberkulosa.
6
Penyempitan rongga diskus terjadi karena perluasan infeksi paradiskal ke dalam ruang
diskus, hilangnya tulang subchondral disertai dengan kolapsnya corpus vertebra karena
nekrosis dan lisis ataupun karena dehidrasi diskus, sekunder karena perubahan kapasitas
fungsional dari end plate. Suplai darah juga akan semakin terganggu dengan timbulnya
endarteritis yang menyebabkan tulang menjadi nekrosis.
Destruksi progresif tulang di bagian anterior dan kolapsnya bagian tersebut akan
menyebabkan hilangnya kekuatan mekanis tulang untuk menahan berat badan sehingga
kemudian akan terjadi kolaps vertebra dengan sendi intervertebral dan lengkung syaraf
posterior tetap intak, jadi akan timbul deformitas berbentuk kifosis yang progresifitasnya
(angulasi posterior) tergantung dari derajat kerusakan, level lesi dan jumlah vertebra yang
terlibat. Bila sudah timbul deformitas ini, maka hal tersebut merupakan tanda bahwa penyakit
ini sudah meluas
Di regio torakal kifosis tampak nyata karena adanya kurvatura dorsal yang normal; di
area lumbar hanya tampak sedikit karena adanya normal lumbar lordosis dimana sebagian
besar dari berat badan ditransmisikan ke posterior sehingga akan terjadi parsial kolaps;
sedangkan di bagian servikal, kolaps hanya bersifat minimal, kalaupun tampak hal itu
disebabkan karena sebagian besar berat badan disalurkan melalui prosesus artikular.
Dengan adanya peningkatan sudut kifosis di regio torakal, tulang-tulang iga akan
menumpuk menimbulkan bentuk deformitas rongga dada berupa barrel chest. Proses
penyembuhan kemudian terjadi secara bertahap dengan timbulnya fibrosis dan kalsifikasi
jaringan granulomatosa tuberkulosa. Terkadang jaringan fibrosa itu mengalami osifikasi,
sehingga mengakibatkan ankilosis tulang vertebra yang kolaps.
Pembentukan abses paravertebral terjadi hampir pada setiap kasus. Dengan kolapsnya
korpus vertebra maka jaringan granulasi tuberkulosa, bahan perkijuan, dan tulang nekrotik
serta sumsum tulang akan menonjol keluar melalui korteks dan berakumulasi di bawah
ligamentum longitudinal anterior. Cold abcesss ini kemudian berjalan sesuai dengan
pengaruh gaya gravitasi sepanjang bidang fasial dan akan tampak secara eksternal pada jarak
tertentu dari tempat lesi aslinya.
Di regio lumbal abses berjalan sepanjang otot psoas dan biasanya berjalan menuju
lipat paha dibawah ligamen inguinal. Di regio torakal, ligamentum longitudinal menghambat
jalannya abses, tampak pada radiogram sebagai gambaran bayangan berbentuk fusiform
radioopak pada atau sedikit dibawah level vertebra yang terkena, jika terdapat tegangan yang
7
besar dapat terjadi ruptur ke dalam mediastinum, membentuk gambaran abses paravertebral
yang menyerupai ‘sarang burung’. Terkadang, abses torakal dapat mencapai dinding dada
anterior di area parasternal, memasuki area retrofaringeal atau berjalan sesuai gravitasi ke
lateral menuju bagian tepi leher.
Sejumlah mekanisme yang menimbulkan defisit neurologis dapat timbul pada pasien dengan
spondilitis tuberkulosa. Kompresi syaraf sendiri dapat terjadi karena kelainan pada tulang
(kifosis) atau dalam canalis spinalis (karena perluasan langsung dari infeksi granulomatosa)
tanpa keterlibatan dari tulang (seperti epidural granuloma, intradural granuloma, tuberculous
arachnoiditis).
Salah satu defisit neurologis yang paling sering terjadi adalah paraplegia yang dikenal
dengan nama Pott’s paraplegia. Paraplegia ini dapat timbul secara akut ataupun kronis
(setelah hilangnya penyakit) tergantung dari kecepatan peningkatan tekanan mekanik
kompresi medula spinalis. Pada penelitian yang dilakukan Hodgson di Cleveland, paraplegia
ini biasanya terjadi pada pasien berusia kurang dari 10 tahun.
Pemeriksaan Radiologi
Radiologi hingga saat ini merupakan pemeriksaan
yang paling menunjang untuk diagnosis dini spondilitis
TB karena memvisualisasi langsung kelainan fi sik pada
tulang belakang. Terdapat beberapa pemeriksaan
radiologis yang dapat digunakan seperti sinar-X,
Computed Tomography Scan (CTscan), dan Magnetic
Resonance Imaging (MRI).
Pada infeksi TB spinal, klinisi dapat menemukan
penyempitan jarak antar diskus
intervertebralis, erosi dan iregularitas dari badan
vertebra, sekuestrasi, serta massa para
vertebra. Pada keadaan lanjut, vertebra akan kolaps ke
arah anterior sehingga menyerupai akordion (concertina), sehingga disebut juga concertina
collapse.
8
CT Scan
CT-scan dapat memperlihatkan dengan jelas sklerosis tulang, destruksi badan vertebra,
abses epidural, fragmentasi tulang, dan penyempitan kanalis spinalis . CT myelography juga
dapat menilai dengan akurat kompresi medula spinalis apabila tidak tersedia pemeriksaan
MRI. Pemeriksaan ini meliputi penyuntikan kontras melalui punksi lumbal ke dalam rongga
subdural, lalu dilanjutkan dengan CT scan Selain hal yang disebutkan di atas, CT scan dapat
juga berguna untuk memandu tindakan biopsi perkutan dan menentukan luas kerusakan
jaringan tulang. Penggunaan CT scan sebaiknya diikuti dengan pencitraan MRI untuk
visualisasi jaringan lunak.
MRI
MRI merupakan pencitraan terbaik untuk menilai jaringan lunak. Kondisi badan
vertebra, diskus intervertebralis, perubahan sumsum tulang, termasuk abses paraspinal dapat
dinilai dengan baik dengan pemeriksaan ini. Untuk mengevaluasi spondilitis TB, sebaiknya
dilakukan pencitraan MRI aksial, dan sagital yang meliputi seluruh vertebra untuk mencegah
terlewatkannya lesi noncontiguous. MRI juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
perbaikan jaringan. Peningkatan sinyal T1 pada sumsum tulang mengindikasikan pergantian
jaringan radang granulomatosa oleh jaringan lemak dan perubahan MRI ini berkorelasi
dengan gejala klinis adalah salah satu penyakit dengan presentasi gejala yang serupa dengan
spondilitis TB dan tidak mudah untuk membedakan keduanya tanpa pemeriksaan penunjang
yang adekuat.
9
Ffollo Follow-up contrast enhanced CT scan of the chest. The axial CT reconstructions in craniocaudal sequence (A-D) show exudative pulmonary tuberculosis with multiple novel opacities and tree-in-bud sign (arrows). Secondary findings: post-specific scarring (A), tuberculoma (B) of the left upper lobe, and small bilateral pleural effusions (B-D).
Pencitraan lainnya
Ultrasonografi dapat digunakan untuk mencari massa pada daerah lumbar. Dengan
pemeriksaan ini dapat dievaluasi letak dan volume abses/massa iliopsoas yang mencurigakan
suatu lesi tuberkulosis. Bone scan pada awalnya sering digunakan, namun pemeriksaan ini
hanya bernilai positif pada awal perjalanan penyakit. Selain itu, bone scan sangat tidak
spesifi k dan ber-resolusi rendah. Berbagai jenis penyakit seperti degenerasi, infeksi,
keganasan dan trauma dapat memberikan hasil positif yang sama seperti pada spondilitis TB.
Pencitraan dengan Gadolinium diketahui bergunA untuk mendeteksi infeksi TB diseminata.
Penggunaan pencitraan ini masih belum lazim pada spondilitis TB
TUBERKULOSIS TULANG DAN SENDI 7
Tuberkulosis tulang adalah suatu proses peradangan yang kronik dan destruktif yang
disebabkan basil tuberkulosis yang menyebar secara homatogen dari fokus jauh, dan hampir
selalu berasala dari paru-paru. Penyebaran ini basil ini dapat terjadi pada waktu infeksi
primer atau pasca primer. Penyakit ini sering terjadi pada anak-anak.
Basil tuberkulosis biasanya menyangkut dalam spongiosa tulang. Pada tempat infeksi
timbul osteoitis, kaseasi dan likuifikasi dengan pembentkan pus yang kemudian dapat
mengalami kalsifikasi. Berbeda dengan osteomielitis piogenik, maka pembentukan tulang
baru pada tuberkulosis tulang sangat sedikit atau tidak ada sama sekali.
10
Pencitraan MRI potongan sagital pasien spondilitis TB.
Pada MRI dapat dilihat destruksi dari badan vertebra L3-L4 yang menyebabkan kifosis berat (gibbus), infi ltrasi jaringan lemak (panah putih), penyempitan kanalis spinalis, dan penjepitan medula spinalis. Gambaran ini khas menyerupai akordion yang sedang ditekuk
Di samping itu, periositis dan sekwester hampir tidak ada. Pada tuberkulosis tulang ada
kecenderungan terjadi perusakan tulang rawan sendi atau diskus intervertebra.
TUBERKULOSIS TULANG PANJANG 7
Pada tulang panjang, lesi paling sering terdapat di daerah metafisis yang pada foto
roentgen terlihat sebagai lesi destruktif berbentuk bulat atau lonjong. Pada permulaan, batas-
batasnya tidak tegas tetapi pada proses yang sudah kronis batasnya menjadi tegas, kadang-
kadang dengan sklerosis pada tepi-nya. Lesi cepat menyeberangi garis epifisis dan mengenai
epifisis dan selanjutnya mengenai sendi. Proses dapat juga bermula pada epifisis tulang
panjang.
TUBERKULOSIS TULANG BELAKANG 7
Frekuensi tuberkulosis tulang yang paling tinggi adalah pada tulang belakang,
biasanya di daerah torakal atau lumbal, jarang di daerah servikal. Lesi biasanya pada korpus
vertebra dan proses dapat bermula di 3 tempat, yaitu:
- dekat diskus intervetebra atas atau bawah, disebut tipe marginal, yang sesuai dengan tipe
metafiseal pada tulang panjang.
- di tengah korpus, disebut tepi senral.
- di bagian anterior korpus, disebut tipe anterior atau subperiosteal
Pada tipe marginal, lesi destruktif biasanya terdapat di bagian depan korpus vertebra
dan cepat merusak diskus. Proses dapat terjadi pada dua atau lebih vertebra yang berdekatan.
11
Tuberkulosis pada tulang panjang. Tampak lesi destruktif pada metafisis distal radius, berbentuk lonjong dengan batas tegas. Tampak sedikit reaksi periosteal dan pembengkakan jaringan lunak.
Karena bagian depan korpus vertebra paling banyak mengalami destruksi di sertai adanya
kolaps, maka korpus vertebra akan berbentuk baji dan pada tempat tersebut timbul gibbus.
Abses paravertebra timbul cepat dan paling mudah dilihat didaerah torakal karena
adanya kontras paru-paru. Bila sudah lama akan timbul kaslsifikasi pada abses. Tidak terlihat
adanya pembentukan tulang baru pada proses yang aktif. Bila pengobatan berhasil, tanda-
tanda penyembuhan pada vertebra yang terkena dapat dilihat dari:
-densitas tulang yang kembali normal
-Rincian tulang terlihat lebih jelas
- batas tulang yang menjadi lebih tegas
Pada tipe sentral, abses timbul pada bagian tengah korpus vertebra dan diskus lambat
terkena proses. Bila lesi meluas ke tepi tulang, maka proses selanjutnya adalah sepertipada
tipe marginal.
Pada tipe anterior, proses berlangsung dibawah periost dan meluas dibawah ligamen
longitudinal anterior. Kerusakan pada diskus terjadi lambat.
TUBERKULOSIS TROKANTER MAYOR 7
Salah satu tulang yang sering terkena tuberkulosis ada trokanter mayor, terutama pada
anak-anak dan dewasa muda. Lesi dapat bermula pada tulang atau bursa. Bila lesi bermula
pada bursa, maka erosi pada tulang kadang-kadang hanya superfisial dan akan sukar dilihat.
Baik proses yang dimulai pada tulang maupun bursa, dapat meluas ke semdi panggul.
Gambaran radiologik tuberkulosis pada trokanter mayor sama dengan tulang panjang.
12
Koksitis Tuberkulosis Tampak destruksi kaput femur, kolum
femur dan asetabulum kanan. Juga tampak lesi osteolitik pada trokanter mayor.
Sela sendi menyempit. Pada kasus ini ada fraktur patologik pada
kolum femur. Pada gambar ini femur kanan lebih kecil dari femur kiri, menunjukkan bahwa proses sudah lama
DAKTILITIS TUBERKULOSIS 7
Kelainan disebut juga spina ventosa. Tulang falangs yang terkena melebar karena
ekspansi medulla. Biasanya dapat dibedakan dan daktilitis karena sifilis, dimana tulang
melebar karena penebalan tulang.
ARTRITIS TUBERKULOSIS 7
Proses bisa bermula pada sinovium atau pada tulang.
a. Proses mulai pada sinovium.
Pada stadium ini tanda-tanda tidak khas, yang tampak ialah:
- Penebalan kapsul sendi,
- Sendi tampak suram dan sela sendi agak melebar karena efusi intra-artikuler,
- Osteoporosis pada tulang-tulang sekitar sendi karena hipermia
Sebaiknya dibuat foto sendi sebelahnya yang sehatuntuk perbandingan. Pada stadium
lebih lanjut timbul erosi pada tulang dekat sendi yang bisa bersifat lokal atau luas.
Kerusakan pada tulang rawan relatif lambat dibandingkan dengan artritis purulenta
dan bila ini terjadi sela sendi akan menyempit.
b. Proses mulai pada tulang.
c. Pada proses yang bermula pada tulang gambaran radiologiknya adalah kombinasi dan
proses tuberkulosis pada metafisis-epifisis dan tanda-tanda infeksi sinovium.
KOKSITIS TUBERKULOSIS 7
Sering pada anak-anak. Proses dapat dimulai pada asetabulum, sinovium, epifisis
femur, metafisis femur, atau trokanter mayor.
Destruksi tulang biasanya banyak, baik pada asetabulum maupun kaput femur. Kadang
kadang kaput femur tidak dapat dilihat lagi. Bila destruksi pada asetabulum banyak dapat
menimbulkan protusia asetabuli. Diagnosis differensial yang penting adalah penyakit
Perthes,yaitu nekrosis avaskular dari kaput femur.
TUBERKULOSIS SENDI LUTUT.
Gonitis tuberkulosis termasuk sering dan ganbarannya sesuai dengan yang diuraikan di
atas.
13
TUBERKULOSIS SENDI BAHU 7
Kadang-kadang pada lesi kaput humerus besar dan berbentuk kistik sehingga
menyerupai giant cell tumor. Bila terdapat juga lesi pada glenoid, maka kedua penyakit ini
mudah dibedakan karena giant cell tumor tidak menyeberangi sendi.
Kadang-kadang lesi tuberkulosis pada kaput humeri kecil dan tanpa pembentukan pus
serta gejalanya ringan dan dikenal sebagai carries sicca.
TUBERKULOSIS SENDI SIKU
Destruksi tulang terutama pada olekranon dan ujung distal humerus. Fossa olekranii
menjadi dalam disebabkan erosi. Biasanya destruksi pada kaput radius kurang dibandingkan
dengan kedua tulang tadi. Diagnosis differensial yang penting adalah rheumatoid arthritis.
14
B. MENINGITIS
Definisi
Meningitis tuberkulosis merupakan peradangan pada selaput otak (meningen) yang
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium tuberkulosis. Penyakit ini merupakan salah satu
bentuk komplikasi yang sering muncul pada penyakit tuberkulosis paru. Infeksi primer
muncul di paru-paru dan dapat menyebar secara limfogen dan hematogen ke berbagai daerah
tubuh di luar paru, seperti perikardium, usus, kulit, tulang, sendi, dan selaput
otak (Kliegman, et al. 2004).
Patofisologi
Meningitis tuberkulosis pada umumnya muncul sebagai penyebaran tuberkulosis
primer. Biasanya fokus infeksi primer ada di paru-paru, namun dapat juga ditemukan di
abdomen (22,8%), kelenjar limfe leher (2,1%) dan tidak ditemukan adanya fokus primer
(1,2%). Dari fokus primer, kuman masuk ke sirkulasi darah melalui duktus torasikus dan
kelenjar limfe regional, dan dapat menimbulkan infeksi berat berupa tuberkulosis milier atau
hanya menimbulkan beberapa fokus metastase yang biasanya tenang (Darto Saharso, 1999).
Pendapat yang sekarang dapat diterima dikemukakan oleh Rich tahun 1951. Terjadinya
meningitis tuberkulosis diawali olen pembentukan tuberkel di otak, selaput otak atau medula
spinalis, akibat penyebaran kuman secara hematogen selama masa inkubasi infeksi primer
atau selama perjalanan tuberkulosis kronik walaupun jarang (Darto Saharso, 1999). Bila
penyebaran hematogen terjadi dalam jumlah besar, maka akan langsung menyebabkan
penyakit tuberkulosis primer seperti TB milier dan meningitis tuberkulosis. Meningitis
tuberkulosis juga dapat merupakan reaktivasi dari fokus tuberkulosis (TB pasca primer).
Salah satu pencetus proses reaktivasi tersebut adalah trauma kepala.
15
Skema patofisiologi meningitis tuberkulosa
BTA masuk tubuh
↓
Tersering melalui inhalasiJarang pada kulit, saluran cerna
↓
Multiplikasi
↓
Infeksi paru / focus infeksi lain
↓
Penyebaran hematogen
↓
Meningens
↓
Membentuk tuberkel
↓
BTA tidak aktif / dormainBila daya tahan tubuh menurun
↓
Rupture tuberkel meningen
↓
Pelepasan BTA ke ruang subarachnoid
↓
MENINGITIS
16
Secara patologis, ada tiga keadaaan yang terjadi pada meningitis tuberkulosis:
1. Araknoiditis proliferatif
Proses ini terutama terjadi di basal otak, berupa pembentukan massa fibrotik yang
melibatkan saraf kranialis dan kemudian menembus pembuluh darah. Reaksi radang akut
di leptomening ini ditandai dengan adanya eksudat gelatin, berwarna kuning kehijauan di
basis otak. Secara mikroskopik, eksudat terdiri dari limfosit dan sel plasma dengan
nekrosis perkijuan. Pada stadium lebih lanjut, eksudat akan mengalami organisasi dan
mungkin mengeras serta mengalami kalsifikasi. Adapun saraf kranialis yang terkena akan
mengalami paralisis. Saraf yang paling sering terkena adalah saraf kranial VI, kemudian
III dan IV, sehingga akan timbul gejala diplopia dan strabismus. Bila mengenai saraf
kranial II, maka kiasma optikum menjadi iskemik dan timbul gejala penglihatan kabur
bahkan bisa buta bila terjadi atrofi papil saraf kranial II. Bila mengenai saraf kranial VIII
akan menyebabkan gangguan pendengaran yang sifatnya permanen (Darto Saharso,
1999., Nastiti N. Rahajoe, dkk., 2007).
2. Vaskulitis dengan trombosis dan infark pembuluh darah kortikomeningeal yang melintasi
membran basalis atau berada di dalam parenkim otak. Hal ini menyebabkan timbulnya
radang obstruksi dan selanjutnya infark serebri. Kelainan inilah yang meninggalkan
sekuele neurologis bila pasien selamat. Apabila infark terjadi di daerah sekitar arteri
cerebri media atau arteri karotis interna, maka akan timbul hemiparesis dan apabila
infarknya bilateral akan terjadi quadriparesis. Pada pemeriksaan histologis arteri yang
terkena, ditemukan adanya perdarahan, proliferasi, dan degenerasi. Pada tunika adventisia
ditemukan adanya infiltrasi sel dengan atau tanpa pembentukan tuberkel dan nekrosis
perkijuan. Pada tunika media tidak tampak kelainan, hanya infiltrasi sel yang ringan dan
kadang perubahan fibrinoid. Kelainan pada tunika intima berupa infiltrasi subendotel,
proliferasi tunika intima, degenerasi, dan perkijuan. Yang sering terkena adalah arteri
cerebri media dan anterior serta cabang-cabangnya, dan arteri karotis interna. Vena
selaput otak dapat mengalami flebitis dengan derajat yang bervariasi dan menyebabkan
trombosis serta oklusi sebagian atau total.
Mekanisme terjadinya flebitis tidak jelas, diduga hipersensitivitas tipe lambat
menyebabkan infiltrasi sel mononuklear dan perubahan fibrin
3. Hidrosefalus komunikans akibat perluasan inflamasi ke sisterna basalis yang akan
mengganggu sirkulasi dan resorpsi cairan serebrospinalis.
17
18
Contrast-enhanced computed tomography (CT) scan in a patient with tuberculous meningitis demonstrating marked enhancement in the basal cistern and meninges, with dilatation of the ventricles.
T1-weighted gadolinium-enhanced magnetic resonance image in a child with a tuberculous abscess in the left parietal region. Note the enhancing thick-walled abscess.
C. PERIKARDITIS 5
Anatomi dan Fisiologi Perikardium Normal.
Perikardium terdiri atas dua lapisan
yaitu perikardium viseralis dan perikardium
parietalis. Perikardium viseralis merupakan
lapisan dalam yang berhubungan langsung
dengan epikardium. Sedangkan perikardium
parietalis merupakan lapisan luar yang
berhubungan
langsung dengan dinding dada. Diantara lapisan perikardium parietalis dan viseralis terdapat
suatu rongga perikardium, normalnya berisi cairan sebanyak 15 – 50 ml yang disekresi oleh
sel mesotelial. Akumulasi cairan dalam rongga perikardium jika melebihi normal disebut
efusi perikardium, jumlahnya dapat lebih dari 1000 ml dan menyebabkan peningkatan
tekanan perikardium. Tiga faktor yang menyebabkan efusi perikardium memberikan gejala
klinis penekanan jantung adalah: jumlah cairan, kecepatan akumulasi cairan, dan kemampuan
perikardium menampung cairan perikardium. Tamponade jantung terjadi bila tekanan
perikardium melebihi tekanan dalam ruangan jantung, sehingga terjadi kegagalan pengisian
jantung.
Patogenesis 5
Efusi perikardium tuberkulosis terjadi akibat penyebaran fokus tuberkulosis pada
organ lain dalam tubuh, walaupun fokus tersebut sering kali tanpa gejala. Fokus
ekstraperikardium terbanyak yang dapat menyebabkan penyebaran langsung ke rongga
perikardium adalah trakea, bronkus, kelenjar getah bening hilus dan mediastinum, sternum
serta vertebra. Penyebaran secara hematogen juga dapat terjadi, yaitu dari fokus tuberkulosis
di paru, traktus genitourinarius, otot atau fokus lain dalam tubuh. Pada fase akut terjadi
deposit fibrin di rongga perikardium yang seringkali disertai cairan efusi serous atau
serousanguineous, akibat reaksi hipersensitiviti terhadap tuberkuloprotein. Cairan efusi
banyak mengandung lekosit dan infiltrat seluler dengan konsentrasi protein tinggi.
19
Pada tahap awal lekosit polimorfonuklear merupakan sel radang yang paling banyak
ditemukan, namun dalam 1-2 minggu dominasi diambil alih oleh limfosit, monosit dan sel
plasma. Pada stadium ini Basil Tahan Asam (BTA) masih dapat ditemukan.
Pada fase subakut terjadi inflamasi granulomatosa diikuti nekrosis perkijuan. Sel
histiosit epiteloid dan sel datia Langhan’s sering kali dapat ditemukan. Pada fase ini BTA
masih dapat ditemukan tetapi dalam jumlah yang lebih jauh sedikit dibandingkan stadium
akut.
Pada fase kronik atau fase adhesif perikardium viseral dan parietal menebal, serta
terjadi proliferasi fibroblastik. Gambaran klinik efusi perikardium persisten adalah
perikarditis efusi konstriktif yang selanjutnya menjadi perikarditis konsriktif. Pada fase ini
BTA tidak lagi ditemukan
Patofisiologi
Efusi perikardium menyebabkan peningkatan tekanan rongga perikardium, sehingga
terjadi kompresi jantung; tekanan diastolik meningkat sama dengan tekanan rongga
perikardium. Kondisi tersebut mengakibatkan pengisian jantung terganggu, tekanan vena
sistemik danvena pulmonal meningkat, serta aliran balik ke jantung terhambat. Peningkatan
tekanan vena sistemik menyebabkan tanda-tanda gagal jantung kanan (distensi vena
jugularis, hepatomegali, edema perifer), sedangkan peningkatan vena pulmonalis
menyebabkan bendungan paru.
Penurunan pengisian ventrikel pada fase diastolik menyebabkan penurunan isi
sekuncup dancurah jantung. Perfusi ke organ vital dan perifer pun berkurang, dan terjadi syok
yang dapat berakhir dengan kematian.
Computed Tomography Scanning
Computed Tomography Scanning (CT Scan) memperlihatkan penebalan perikardium
dan bentuk ireguler dengan cairan perikardium. Efusi perikardium tuberkulosis dapat
dideteksi melalui pembesaran kelenjar limfe mediastinal memperlihatkan bahwa pasen
dengan tuberkulosis mengalami pembesaran kelenjar limfe mediastinal yang dapat dilihat
dengan CT Scan.
20
Foto Toraks
Pada paru tampak infiltrat atau kalsifikasi akibat tuberkulosis paru. Jantung membesar
dengan konfigurasi buli-buli air tetapi dapat juga normal. Strang dkk mendapatkan 70%
pasen dengan rasio kardiotoraks >55%, tetapi hanya 6% yang mempunyai rasio kardiotoraks
>75%. Yang dkk meneliti penggunaan kortikosteroid pada pasien perikarditis tuberkulosis,
dan dari 19 sampel yang diteliti selama 14 tahun didapatkan 42 % pasien terdapat efusi pleura
dan infiltrat pada foto toraks.
Ekokardiografi
Ekokardiografi merupakan alat diagnostik pilihan dan sensitif untuk mendiagnosis
efusi perikardium dan tamponade jantung. Ekokardiografi dapat membedakan antara
tamponade jantung dan penyebab lain rendahnya curah jantung (disfungsi ventrikel kiri).
21
Enlarged cardiac silhouette could be pericardial effusion or cardiac enlargement. Lateral chest radiograph shows sign indicating effusion. Dorsally displaced epicardial fat pad (arrows) indicates that the cardiac silhouette is due to pericardial effusion.
CT : is valuable for detecting loculated pericardial effusions and in detecting pericardial thickening
Tamponade jantung dengan gambaran efusi perikardium sedang (batas antara
perikardium viseralis dan parietalis 0,5-2 cm) sampai berat (>2 cm) dapat menyebabkan
perubahan fisiologis pada pemeriksaan ekokardiografi dan Doppler.
Computed Tomography Scanning
Computed Tomography Scanning (CT Scan) memperlihatkan penebalan perikardium dan
bentuk ireguler dengan cairan perikardium. Efusi perikardium tuberkulosis dapat dideteksi
melalui pembesaran kelenjar limfe mediastinal memperlihatkan bahwa pasen dengan
tuberkulosis mengalami pembesaran kelenjar limfe mediastinal yang dapat dilihat dengan CT
Scan.
22
Echocardiogram showing fluid surrounding the heart.
CT : is valuable for detecting loculated pericardial effusions and in detecting pericardial thickening
D. PERITONITIS
Definisi
Tuberkulosis peritoneal merupakan suatu peradangan peritoneum parietal atau visceral
yang disebabkan oleh kuman Mycobacterium tuberculosis, dan terlihat penyakit ini juga
sering mengenai seluruh peritoneum, alat-alat system gastroinbtestinal, mesenterium dan
organ genetalia interna
Patogenesis
Peritoneum dapat dikenai oleh tuberculosis melalui beberapa cara:
1. Melalui penyebaran hematogen terutama dari paru-paru
2. Melalui dinding usus yang terinfeksi
3. Dari kelenjar limfe mesenterium
4. Melalui tuba falopi yang terinfeksi
Pada kebanyakan kasus tuberkulosis peritoneal terjadi bukan sebagai akibat penyebaran
perkontinuitatum tapi sering karena reaktifasi proses laten yang terjadi pada peritoneum yang
diperoleh melalui penyebaran hematogen proses primer terdahulu. Seperti diketahui lesi
tuberkulosa bisa mengalami supresi dan menyembuh. Infeksi masih dalam fase laten dimana
ia bisa menetap laten selama hidup namun infeksi tadi bisa berkembang menjadi tuberkulosa
pada setiap saat. Jika organisme intrasseluler tadi mulai bermutiplikasi secara cepat (2)
Patologi
Terdapat 3 bentuk peritonitis tuberkulosa
1. Bentuk eksudatif
Bentuk ini dikenal juga sebagai bentuk yang basah atau bentuk asites yang
banyak, gejala menonjol ialah perut membesar dan berisi cairan (asites). Pada bentuk
ini perlengketan tidak banyak dijumpai. Tuberkel sering dijumpai kecil-kecil
berwarna putih kekuning-kuningan milier, nampak tersebar di peritoneum atau pada
alat-alat tubuh yang berada di rongga peritoneum.
Disamping partikel yang kecil-kecil yang dijumpai tuberkel yang lebih besar
sampai sebesar kacang tanah. Disekitar tuberkel terdapat reaksi jaringan peritoneum
berupa kongesti pembuluh darah.
23
Eksudat dapat terbentuk cukup banyak, menutupi tuberkel dan peritoneum
sehingga merubah dinding perut menjadi tegang.
Cairan asites kadang-kadang bercampur darah dan terlihat kemerahan
sehingga mencurigakan kemungkinan adanya keganasan. Omentum dapat terkena
sehingga terjadi penebalan dan teraba seperti benjolan tumor.
2. Bentuk adhesif
Disebut juga sebagai bentuk kering atau plastik dimana cairan tidak banyak
dibentuk. Pada jenis ini lebih banyak terjadi perlengketan. Perlengketan yang luas
antara usus dan peritoneum sering memberikan gambaran seperti tumor, kadangkadang
terbentuk fistel. Hal ini disebabkan karena adanya perlengketanperlengketan. Kadang-
kadang terbentuk fistel, hal ini disebabkan karena perlengketan dinding usus dan
peritoneum parintel kemudian timbul proses necrosis. Bentuk ini sering menimbulkan
keadaan ileus obstruksi . Tuberkel-tuberkel biasanya lebih besar.
3. Bentuk campuran
Bentuk ini kadang-kaadang disebut juga kista, pembengkakan kista terjadi
melalui proses eksudasi bersama-sama dengan adhesi sehingga terbentuk cairan dalam
kantong-kantong perlengketan tersebut.
Beberapa penulis menganggap bahwa pembagian ini lebih bersifat untuk
melihat tingkat penyakit, dimana pada mulanya terjadi bentuk exudatif dan kemudian
bentuk adhesif. Pemberian hispatologi jaringan biopsy peritoneum akan
memperlihatkan jaringan granulasi tuberkulosa yang terdiri dari sel-sel epitel dan sel
datia langerhans, dan pengkejutan umumnya ditemukan.
24
Pemeriksaan Rontgen :
Pemeriksaan sinar tembus pada system pencernaan mungkin dapat membantu jika
didapat kelainan usus kecil atau usus besar.
Ultrasonografi :
Pada pemeriksaan ultrasonografi (USG)
dapat dilihat adanya cairan dalam rongga
peritoneum yang bebas atau terfiksasi (dalam
bentuk kantong-kantong) menurut Rama &
Walter B, gambaran sonografi tuberculosis yang
sering dijumpai antara lain cairan yang bebas
atau terlokalisasi dalam rongga abdomen, abses
dalam rongga abdomen, masa didaerah
ileosaecal dan pembesaran kelenjar limfe
retroperitoneal, adanya penebalan mesenterium, perlengketan lumen usus dan penebalan
omentum, mungkin bisa dilihat dan harus diperiksa dengan seksama. Mizzunoe dkk berhasil
menggunakan USG sebagai alat Bantu biopsy secara tertutup dalam menegakkan diagnosa
peritonitis tuberkulosa.
25
This is a case of peritonitis with hydro-pneumo-peritoneum shown by fluid levels and air. Above the fluid level we can observe difference of density between liver and abdominal wall. Hellmer sign is the separation of the hepatic border from the abdominal wall by different density of fluid and liver.
CT Scan :
Pemeriksaan CT Scan untuk peritoneal
tuberculosis tidak ada ditemui suatu gambaran
yang khas, namun secara umum ditemui adanya
gambaran peritoneum yang berpasir dan untuk
pembuktiannya perlu dijumpai bersamaan dengan
adanya gejala klinik dari tuberculosis peritoneal.
Rodriguez E dkk yang melakukan suatu penelitian
yang membandingkan tuberculosis peritoneal
dengan karsinoma peritoneal dan karsinoma peritoneal dengan melihat gambaran CT Scan
terhadap peritoneum parietalis.
Adanya peritoneum yang licin dengan penebalan yang minimal dan pembesaran yang
jelas menunjukkan suatu peritoneum tuberculosis sedangkan adanya nodul yang tertanam dan
penebalan peritoneum yang teratur menunjukkan suatu perintoneal karsinoma.
Peritonoskopi (Laparoskopi)
Peritonoskopi / laparoskopi merupakan
cara yang relatif aman, mudah dan terbaik untuk
mendiagnosa tuberculosis peritoneal terutama
bila ada cairan asites dan sangat berguna untuk
mendapat diagnosa pasien-pasien muda dengan
simtom sakit perut yang tak jelas penyebabnya
dan cara ini dapat mendiagnosa tuberculosis
peritoneal 85% sampai 95% dan dengan biopsy
yang terarah dapat dilakukukan pemeriksaan histology dan bisa menemukan adanya
gambaran granuloma sebesar 85% hingga 90% dari seluruh kasus dan bila dilakukan kultur
bisa ditemui BTA hampir 75%. Hasil histology yang lebih penting lagi adalah bila
didapat granuloma yang lebih spesifik yaitu jika didapati granuloma dengan pengkejutan.
26
Gambaran yang dapat dilihat pada tuberculosis peritoneal :
1. Tuberkel kecil ataupun besar dengan ukuran yang bervariasi yang dijumpai tersebar
luas pada dinding peritoneum dan usus dan dapat pula dijumpai permukaan hati atau
alat lain tuberkel dapat bergabung dan merupakan sebagai nodul.
2. Perlengketan yang dapat berpariasi dari ahanya sederhana sampai hebat(luas)
diantara alat-alat didalam rongga peritoneum. Sering keadaan ini merubah letak
anatomi yang normal. Permukaan hati dapat melengket pada dinding peritoneum
dan sulit untuk dikenali. Perlengketan diantara usus mesenterium dan peritoneum
dapat sangat ekstensif.
3. Peritoneum sering mengalami perubahan dengan permukaan yang sangat kasar yang
kadang-kadang berubah gambarannya menyerupai nodul.
4. Cairan esites sering dujumpai berwarna kuning jernih, kadang-kadang cairan tidak
jernih lagi tetapi menjadi keruh, cairan yang hemoragis juga dapat dijumpai. Biopsi
dapat ditujukan pada tuberkel-tuberkel secara terarah atau pada jaringan lain yang
tersangka mengalami kelainan dengan menggunakanalat biopsy khusus sekaligus
cairan dapat dikeluarkan.
27
28