referat mataa

  • Upload
    rida-mf

  • View
    40

  • Download
    1

Embed Size (px)

Citation preview

11

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 PendahuluanKonjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Oleh karena letaknya yang paling luar sehingga konjungtiva sering terpapar terhadap banyak mikroorganisme dan faktor lingkungan lain yang mengganggu. Salah satu penyakit konjungtiva yang paling sering adalah konjungtivitis.1Konjungtivitis adalah istilah yang digunakan untuk menggambarkan suatu peradangan pada konjungtiva yang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Dapat juga disebut sebagai "red eye" atau "pink eye". Konjungtivitis dapat terjadi primer pada konjungtiva atau terjadi sekunder akibat jaringan mata sekitar dan sistemik yang dapat mengakibatkan inflamasi konjungtiva.2Konjungtivitis alergi adalah alergi mata yang sering dialami, mempengaruhi 5% -22% dari populasi umum. Ketika menduga suatu konjungtiva alergi, penting untuk membedakan antara berbagai jenisnya, yaitu : Intermittent/ Seasonal Allergic Conjunctivitis (IAC/SAC), Persistent/Parennial Allergic Conjunctivitis (PAC), Giant Papillary Conjunctivitis (GPC), Vernal Keratoconjunctivitis (VKC), Atopic Keratoconjunctivitis (AKC).5Kebanyakan konjungtiva alergi melibatkan sel IgE, kecuali konjungtivitis kontak alergi, dimana reaksi alergi dengan mediator IgE biasanya memiliki karakteristik kompleks gejala, episode berulang, riwayat pribadi dan/ atau riwayat atopik keluarga, serta usia dini. Lebih dari 80% pasien konjungtivitis alergi dialami sebelum usia 30.5BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA2.1 Anatomi KonjungtivaKonjungtiva adalah membran mukosa yang transparan dan tipis yang membungkus permukaan posterior kelopak mata (konjungtiva palpebralis) dan permukaan anterior sklera (konjungtiva bulbaris). Konjungtiva terdiri dari tiga bagian: 1. Konjungtiva palpebralis (menutupi permukaan posterior dari palpebra).2. Konjungtiva bulbaris (menutupi sebagian permukaan anterior sklera).3. Konjungtiva forniks (bagian transisi yang membentuk hubungan antara bagian posterior palpebra dan bola mata).1Konjungtiva yang mengalami peradangan (konjungtivitis) akan menyebabkan perubahan klinis pada konjungtiva, perubahan klinis yang paling umum terjadi ialah timbulnya folikel dan papila. Folikel merupakan suatu hiperplasi jaringan limfoid. Paling sering pada konjungtiva forniks, bentuknya seperti bula/ vesikel kecil-kecil berisi air menggelembung berukuran 0,5 5mm.3 Penyebab utamanya adalah infeksi virus, infeksi klamidia kecuali konjungtivitis inklusi neonatal dan hipersensitivitas obat topikal seperti idoxuridine, dipiveprin dan miotik.6

Papila merupakan suatu hiperplasi epitel konjungtiva. Biasanya dapat ditemukan pada konjungtiva palpebralis dan limbus kornea, paling sering pada konjungtiva palpebralis superior. Bentuknya seperti bintik-bintik.3 Pembentukan papila terjadi akibat dilatasi pembuluh darah kapiler yang mengakibatkan edema dengan dikelilingi sel infiltrat inflamasi yang menyebabkan epitel konjungtiva menonjol menuju ke tarsal.4

Gambar 2.1 konjungtiva papilla4

Bila papilanya kecil, tampilan konjungtiva umumnya licin, seperti serat beludru (Mild papillae).4,6 Namun bila perubahannya kronis atau progresif menyebabkan tampilan yang menampakan pembesaran pembuluh darah yang mengaburkan pembuluh darah dibawahnya (Moderate papillae). Setiap papila memiliki central red dot yang merupakan gambaran dari dilatasi pembuluh darah kapiler. Pada kasus yang berkepanjangan dan berulang atau peradangan konjungtiva yang berat, serat penahan dari konjungtiva tarsal meregang dan melemah yang menyebabkan hipertrofi papiler konfluen (Marked/ Giant papillae).4 Pada Vernal Keratoconjunctivitis (VKC), papila disebut juga papilla cobblestone karena tampilannya yang rapat, besar/ raksasa, beratap rata, poligonal dan berwarna putih susu kemerahan. Di tarsus superior, papila macam ini mengesankan Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) dan Giant Papillary Conjunctivitis (GPC). Di tarsus inferior, mengesankan Atopic Keratoconjunctivitis (AKC). Papila raksasa dapat pula timbul di limbus terutama di daerah yang biasanya terpajan saat mata terbuka (antara pukul 2 dan 4 dan antara pukul 8 dan 10). Disini papila tampak berupa tonjolan- tonjolan gelatinosa yang dapat meluas ke kornea. Papila limbus khas untuk Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) tetapi jarang pada Atopic Keratoconjunctivitis (AKC).62.2 Definisi

Konjungtivitis alergi didefinisikan sebagai radang konjungtiva yang terkait dengan reaksi tipe I alergi disertai oleh beberapa gejala subyektif dan gejala obyektif.7

Sumber lain mendefinisikan sebagai radang pada tunika konjungtiva yang mengakibatkan berbagai tanda dan gejala yang bervariasi dimana terjadi pengaktifan reaksi alergi tipe I.82.2 EpidemiologiSurvei dari seluruh penduduk yang dilakukan oleh Allergy Integrated Project Epidemiologic Investigation Group of the Ministry of Health and Welfare pada tahun 1993, proporsi orang dengan mata gatal bilateral sebesar 16,1% pada anak usia kurang dari 15 tahun dan 21,1% pada orang dewasa. Proporsi orang dengan konjungtivitis alergi didiagnosis oleh dokter mata sebesar 12,2% pada anak-anak dan 14,8% pada orang dewasa. Dari hasil ini, proporsi orang dengan konjungtivitis alergi di seluruh penduduk diperkirakan sebesar 15-20%.7Intermittent/ Seasonal Allergic Conjunctivitis (IAC/SAC) ditemukan sebesar 5-22% dari populasi total. Persistent/Parennial Allergic Conjunctivitis (PAC) ditemukan sebesar 4% dipedalaman kota USA saat musim panas. Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) data dari USA pada tahun 2000 sebesar 1-5% dengan pemakaian lensa kontak jenis rigid gas permeable dan sebesar 10-15% dengan pemakaian lensa kontak jenis hidrogel. Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) biasanya dialami pada masa pra puberitas saat iklim panas, 10% ditemukan di Jerusalem, 0,5-1,0 % seluruh dunia. Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) laki- laki lebih banyak daripada perempuan, sebesar 3% merupakan efek sindrom dermatitis di USA. Diperkirakan bahwa 33% sampai 56% kasus konjungtivitis alergi terdapat hubungan dengan rhinitis alergi.5Gejala subjektif utama dari semua tipe adalah rasa gatal, hiperemia, sekret pada mata, dan sensasi benda asing. Pada Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC), gejala rhinitis alergi seperti bersin, rhinorrhea, hidung buntu banyak ditemukan.72.4 Klasifikasi

Konjungtivitis alergi diklasifikasikan menjadi beberapa jenis berdasarkan ada atau tidak adanya perubahan proliferasi, komplikasi dermatitis atopik, dan mekanisme iritasi oleh benda asing (Gambar 2.2).7

Gambar 2.2 Klasifikasi konjungtivitis alergi.72.4.1 Allergic Conjunctivitis (AC)Konjungtivitis alergi tanpa perubahan proliferatif pada konjungtiva termasuk seasonal allergic conjunctivitis (SAC) dimana gejala muncul dalam musiman dan perennial allergic conjunctivitis (PAC) dimana gejala terus berlangsung sepanjang tahun.7Konjungtiva adalah permukaan mukosa yang sama dengan mukosa nasal. Oleh karena itu, alergen yang bisa mencetuskan rhinitis alergi juga dapat menyebabkan konjuntivitis alergi. Alergen yang melalui udara seperti serbuk sari, rumput, bulu hewan dan lain-lain dapat menyebabkan terjadinya gejala pada serangan akut konjuntivitis alergi.9Perbedaan konjungtivitis alergi seasonal dan perennial adalah waktu timbulnya gejala. Gejala pada individu dengan konjungtivitis alergi seasonal timbul pada waktu tertentu seperti pada musim bunga dimana serbuk sari merupakan alergen utama. Pada musim panas, alergen yang dominan adalah rumput dan pada musim dingin tidak ada gejala karena menurunnya transmisi alergen yang melalui udara. Sedangkan individu dengan konjungtivitis alergi perennial akan menunjukkan gejala sepanjang tahun. Alergen utama yang berperan adalah debu rumah, asap rokok, dan bulu hewan.92.4.2 Atopic Keratoconjunctivitis (AKC)Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) adalah konjuntivitis alergi kronis yang dapat terjadi pada pasien dengan dermatitis atopik. Papil besar/ raksasa mungkin tampak meskipun banyak kasus Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) tidak memiliki perubahan proliferatif.72.4.3 Vernal Keratoconjunctivitis (VKC)

Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) ditandai dengan perubahan proliferasi konjungtiva seperti hiperplasia papil dari palpebra atau pembesaran konjungtiva, serta pembengkakan atau hiperplasia limbal. Banyak kasus Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) menyertai dermatitis atopik. Lesi pada kornea dengan berbagai variasi termasuk keratitis pungtata superfisial, erosi kornea, defek persisten epitel kornea, ulkus kornea, atau plak kornea dapat diamati di Vernal Keratoconjunctivitis (VKC).7Penyakit yang juga dikenal sebagai spring catarrh dan seasonal conjuntivitis atau warm weather conjunctivitis merupakan penyakit alergi bilateral yang jarang, biasanya pada anak-anak pra-pubertas, usia 5-10 tahun, laki-laki lebih banyak dibandingkan perempuan. Alergen spesifik sulit diketahui, tetapi pasien Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) biasanya menampilkan manifestasi alergi lainnya, yang diketahui berhubungan dengan sensitivitas terhadap serbuk sari dan rumput. Penyakit ini hampir selalu lebih parah selama musim semi, musim panas dan musim gugur daripada musim dingin. Paling banyak ditemukan di Afrika sub-sahara dan Timur tengah. 112.4.4 Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) adalah konjungtivitis yang menyertai perubahan proliferatif di konjungtiva palpebraris superior yang diinduksi oleh iritasi mekanis seperti pemakaian lensa kontak, mata buatan (protesa), atau jahitan bedah. Secara klinis, Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) berbeda dari Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) oleh adanya lesi kornea dan terdapatnya bentuk papiler berbeda.72.5 Patofisiologi2.5.1 Allergic Conjunctivitis (AC) (Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis (PAC)) Merupakan reaksi hipersensitivitas cepat. Alergen memasuki lapisan air mata dan kontak dengan mast sel konjungtiva sehingga terbentuk antibody IgE spesifik. Proses degranulasi dari mast sel menyebabkan keluarnya histamin dan berbagai mediator inflamasi lainnya yang menyebabkan vasodilatasi, edema dan masuknya sel-sel inflamasi lainnya seperti eosinofil. Aktivitas dan degranulasi dari mast sel dicetuskan dalam beberapa menit setelah paparan alergen.11

Pasien dengan Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) sering menderita kondisi atopik lainnya, seperti rhinitis alergi atau asma. Biasanya ada riwayat alergi terhadap serbuk sari, rumput, bulu hewan dan lain-lain.112.5.2 Atopic Keratoconjunctivitis (AKC)

Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) biasanya terdapat riwayat alergi seperti (Hay fever, asma atau eksema) pada pasien dan keluarganya serta terdapat riwayat menderita dermatitis atopik sejak bayi. Ditemukan adanya parut pada lipatan siku dan pergelangan tangan. Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) ini umumnya terjadi pada usia 30-50 tahun. 11Atopic keratoconjunctivitis (AKC) adalah penyakit parah yang melibatkan respon mediator alergi IgE dan sel T . Merupakan penyakit seumur hidup yang dimulai pada usia dewasa muda . Atopic keratoconjunctivitis (AKC) berhubungan dengan eksema/ sindrom dermatitis (AEDS) wajah dan kelopak mata, infeksi mata, penipisan dan ulkus kornea, katarak, serta kontak dengan alergen.52.5.3 Vernal Keratoconjunctivitis (VKC)Biasanya terjadi musiman dan berulang, inflamasi bilateral, sering terjadi pada anak laki-laki, tetapi tidak selalu, terdapat riwayat atopi keluarga. Penyakit ini mungkin akan bertahan sepanjang tahun selama iklim tropis. Imunopatofisiologi melibatkan reaksi hipersensitivitas type 1 dan type IV. Inflamasi infiltrat konjungtiva pada Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) terdiri dari eosinofil, limfosit, sel plasma dan monosit.102.5.4 Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)

Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) bukan suatu kondisi alergi murni, GPC mungkin merupakan bentuk reaksi hipersensitivitas terhadap trauma mekanik, dikombinasikan dengan respon autoimun oleh jaringan limfoid terhadap alergen yang tertanam pada permukaan lensa. Alergen ini bisa berupa lendir, protein, bakteri, sel dan polusi udara yang mengendap pada permukaan lensa.15Pada pasien GPC terdapat mast sel yang mangalami degranulasi pada epitel, dikombinasikan dengan adanya basofil dan eosinifil pada konjungtiva. Histamin tidak meningkat, sedangkan kadar IgE meningkat secara signifikan. Gambaran klinis dan histopatologi menunjukkan bahwa penyakit ini melibatkan mediator sel IgE (Tipe I) dan reaksi hipersensitivitas tipe lambat (tipe IV).15Bukti terbaru menunjukkan bahwa substansi leukotrienes (LTs) meningkat pada GPC. Leukotrienes (LTs) dapat berperan dalam patogenesis GPC yang telah terbukti dapat meningkatkan permeabilitas mikrovaskuler konjungtiva. Paparan leukotrienes (LTs) yang berkepanjangan, bertentangan dengan mediator inflamasi yang dirilis seperti histamin, yang kemudian dapat menyebabkan konjungtiva hiperemi, edema, dan meningkatnya sekresi secret mata.152.6 Diagnosis2.6.1 Allergic Conjunctivitis (AC) (Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis (PAC))a. Tanda dan gejala

Ditandai dengan gejala mata gatal, berair, kemerahan, dan edema dari permukaan tarsal konjungtiva. Sering berhubungan dengan rhinitis alergi. Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis (PAC) berselang saat pergantian musim dan dipicu oleh alergen yang sama untuk rhinitis alergi intermiten: yaitu alergen yang khas seperti serbuk sari pohon pada bulan April/ Mei, serbuk sari rumput pada bulan Juni/ Juli, spora dan serbuk sari gulma pada bulan Juli/ Agustus di belahan utara dan bulan Desember sampai Juni di Hemisphere Selatan. Musim serbuk sari bervariasi sesuai dengan lintang dan faktor geografis.5Persistent/ Perennial konjungtivitis alergi (PAC) adalah bentuk ringan yang merupakan konjungtivitis alergi kronis yang dihasilkan dari paparan alergen abadi terus menerus seperti tungau, debu rumah, jamur, hewan dan kecoa, yang mungkin ada sepanjang tahun. Gejala-gejala dapat bervariasi karena fluktuasi beban alergen.5Pada pemeriksaan dapat ditemukan injeksi ringan di konjungtiva palpebralis dan konjungtiva bulbaris, selama serangan akut sering ditemukan kemosis berat. Mungkin terdapat sedikit kotoran mata, khususnya setelah pasien mengucek matanya.6b. Laboratorium

Eosinofil sulit ditemukan pada kerokan konjungtiva. 6

Gambar 2.3 Hiperemi dan edema pada konjungtiva palpebra 72.6.2 Atopic Keratoconjunctivitis (AKC)

a. Tanda dan gejala

Gejala Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) berupa sensasi terbakar, sekret pada mata, berlendir, merah, dan fotofobia. Pada pemeriksaan tepi palpebra hiperemi, dan konjungtiva tampak putih seperti susu. Terdapat papil halus, namun ukuran tidak berkembang seperti pada Vernal Keratoconjunctivitis (VKC), serta lebih sering terdapat pada tarsus inferior, sedangkan papil besar/ raksasa pada Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) terdapat pada tarsus superior. Tanda-tanda kornea yang berat muncul pada perjalanan penyakit yang lebih lanjut setelah eksaserbasi konjungtivitis yang terjadi berulangkali. Timbul keratitis perifer superfisial yang diikuti dengan vaskularisasi. Pada kasus berat, seluruh kornea tampak kabur, terdapat vaskularisi, dan ketajaman penglihatan menurun.6,10Biasanya terdapat riwayat alergi (hay fever, asma, atau eksema) pada pasien atau keluarganya. Kebanyakan pasien pernah menderita dermtitis atopi sejak bayi. Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) berlangsung lama dan sering mengalami eksaserbasi dan remisi. Seperti Vernal Keratoconjunctivitis (VKC), penyakit ini cenderung kurang aktif bila pasien telah berusia 50 tahun. 6,10,11b. Laboratorium

Kerokan konjungtiva menampakkan eosinofil, meski tidak sebanyak yang terlihat pada Vernal Keratoconjunctivitis (VKC).6

Gambar 2.4 Gambaran konjungtiva palpebra pada Atopic Keratoconjunctivitis (AKC) 72.6.3 Vernal Keratoconjunctivitis (VKC)a. Tanda dan gejala

Pasien umumnya mengeluh sangat gatal pada mata terutama bila pasien berada di daerah yang panas. Gejala lain termasuk fotofobia ringan, lakrimasi, secret yang kental yang dapat ditarik seperti benang dan kelopak mata terasa berat.10 Biasanya terdapat riwayat alergi di keluarga (hay fever, eksim, dll) dan terkadang disertai riwayat elergi pada pasien sendiri.10Pada tipe palpebral, terdapat papil-papil besar/raksasa yg tersusun seperti batu bata (cobble stones appearance). Cobble stones appearance menonjol, tebal dan kasar karena serbukan limfosit, plasma, eosinofil serta akumulasi kolagen fibrosa. Hal ini dapat menggesek kornea sehingga timbul ulkus kornea.10Pada tipe bulbar/ limbal terlihat penebalan sekeliling limbus karena masa putih keabuan. Kadang-kadang ada bintik-bintik putih (Horner-Trantas dots), yang terdiri dari sebukan sel limfosit, eosinofil, sel plasma, basofil serta proliferasi jaringan kolagen dan fibrosa yang semakin bertambah.10

Gambar 2.5 Horner- Transtas Dots 13b. Laboratorium

Pada eksudat konjungtiva yang dipulas dengan Giemsa terdapat banyak eosinofil dan granula eosinofilik bebas.6

Gambar 2.6 Konjungtiva palpebra pada Vernal Keratoconjunctivitis (VKC)72.6.4 Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)

Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) terjadi akibat trauma yang disebabkan oleh kontak lensa, mata buatan (protesa), atau jahitan pasca-operasi, yang dapat diperburuk seiring dengan adanya alergi. Hal ini ditandai dengan giant (diameter lebih besar dari 3 mm) hiperplasia papil pada konjungtiva tarsal superior sepanjang garis kontak dengan sumber trauma mekanik, yaitu kontak lensa.5Respon imun yang menyebabkan hiperplasia papil mungkin dipicu oleh alergen lingkungan tetapi mungkin juga akibat reaksi antigen - antibodi terhadap protein asing yang terdiri dari lendir, bahan kimia dari larutan kontak lensa, bakteri, sel dan sisa-sisa sel yang melapisi kontak lensa setelah memakaian terus menerus. Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) biasanya terjadi pada kelompok usia yang memanfaatkan kontak lensa, dan dengan demikian jarang terjadi pada anak-anak atau orang tua. Namun bila dikaitkan dengan trauma mekanik pasca - bedah, seperti terkena jahitan, maka lebih lazim terjadi dalam kelompok usia yang lebih tua.5

Gambar 2.7 Papil raksasa pada Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)7

Gambar 2.8 Diagnosis konjungtivitis alergi 72.7 Penatalaksanaan2.7.1 Allergic Conjunctivitis (AC) (Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis(PAC))Pada Allergic Conjunctivitis (AC)(Seasonal Allergic Conjunctivitis (SAC) dan Perennial Allergic Conjunctivitis(PAC)), Pengobatan didasarkan pada tingkat keparahan gejala pasien, terdiri dari satu atau lebih dari terapi dibawah ini:

a. Suportif: Kompres dingin, artificial tear.

b.Topikal: Antihistamin dan mast sel stabilizers, NSAID, kortikosteroid (digunakan secara selektif), vasokonstriktor.c. Sistemik: Sistemik antihistamin (mungkin efektif untuk jangka pendek)11,12Air mata buatan bermanfaat untuk membilas dan melarutkan alergen dan mediator inflamasi lainnya di permukaan mata. Vasokonstriktor topikal saja atau kombinasi dengan antihistamin dapat mengurangi gejala akut. Namun penggunaan lebih dari 5-7 hari berturut-turut dapat menimbulkan dilatasi pembuluh darah kronis dan mencetuskan kembali hiperemi konjungtiva. Mast sel stabilizers topikal seperti natrium cromolyn dan lodoxamide tromethamine mungkin berguna tetapi peran utama obat-obatan tersebut adalah untuk profilaksis. Penggunaan topikal NSAID mempunyai efektivitas bervariasi dan perlu pemantauan ketat selama pemakaian. Topikal kortikosteroid sangat efektif pada kasus kasus yang berat tetapi harus digunakan dengan hati-hati karena efek sampingnya yang banyak.112.7.2 Atopic Keratoconjunctivitis (AKC)

Penanganan atopic keratokonjuntivitis (AKC) yaitu dengan menghindari alergen dan pemberian farmakoterapi. Obat yag digunakan sama dengan Vernal Keratconjunctivitis (VKC). Yang terpenting adalah pemberian topikal mast sel stabilizer jangka panjang, serta antihistamin oral juga bermanfaat.11 Pada atopic keratokonjunctivitis (AKC) atihistamin oral termasuk terfenadine (60-120 mg 2x sehari), astemizole (10 mg empat kali sehari), atau hydroxyzine (50 mg waktu tidur, dinaikkan sampai 200mg) ternyata bermanfaat. Obat-obat anti radang non-steroid yang lebih baru, seperti ketorolac dan iodoxamid, ternyata dapat mengatasi gejala pada pasien-pasien ini.10 Steroid topikal jangka pendek dapat meredakan gejala. Pada kasus berat, pengobatan sering mengecewakan, bila perlu dapat ditambahkan obat imunosupresan sistemik.11 Pada kasus lanjut dengan komplikasi kornea berat, mungkin diperlukan transplantasi kornea untuk mengembalikan ketajaman penglihatannya.10,112.7.3 Vernal Keratoconjunctivitis (VKC)

Pada kasus Vernal Keratoconjunctivitis (VKC) yang ringan dapat diberikan antihistamin topikal. Kombinasi mast sel stabilizer dan antihistamin bermanfaat sebagai agen profilaksis dan terapeutik pada kasus sedang hingga berat. Penggunaan vasokonstiktor, kompres dingin dan ruangan ber-AC dapat memberi manfaat. Pemulihan terbaik dapat dicapai dengan pindah ketempat beriklim sejuk dan lembab, terutama untuk pesien yang tidak sembuh total.11Gejala akut pada seorang pasien yang sangat fotofobia hingga tidak dapat berbuat apa-apa sering diatasi dengan steroid sistemik atau topikal jangka pendek diikuti dengan vasokonstriktor, kompres dingin dan pemakaian teratur tetes mata yang memblok histamin. Obat-obat anti inflamasi non-steroid yang lebih baru seperti ketorolac dan lodoxamid cukup bermanfaat untuk mengurangi gejala, tetapi bisa memperlambat reepitelisasi shield ulcer. Penggunaan steroid berkepanjangan harus dihindari karena efek sampingnya (glaukoma, katarak dan komplikasi lain) yang dapat sangat merugikan. Studi klinis baru baru ini menunjukkan bahwa tetes topikal cyclosporine 2% efektif untuk kasus-kasus berat yang tidak responsif. Penyuntikan depo-kortikosteroid suprartarsal dengan atau tanpa eksisi giant papil terbukti efektif untuk shield ulcer.11

Gambar 2.9 Shield Ulcer 142.7.4 Giant Papillary Conjunctivitis (GPC)Pada Giant Papillary Conjunctivitis (GPC) tatalaksana yang paling baik adalah menghindari kontak dengan iritan. Jika memakai lensa kontak, dinasehatkan agar mengganti dengan memakai kaca mata. Jika tetap menggunakan lensa kontak, perawatan lensa kontak yang baik seperti desinfeksi dan pembersihan dengan cairan yang tepat serta larangan untuk pemakaian kontak lensa yang melebihi batas. Dapat juga diberikan disodium cromoglyn sebagai terapi simptomatik.10Penggantian protesa mata plastik dengan kaca atau lensa kontak dengan kaca mata, dapat menyembuhkan. Jika kontak lensa tetap harus dipakai, diperlukan tindakan tambahan. Perawatan lensa kontak yang baik, termasuk dengan zat bebas pengawet, sangat penting. Disinfeksi dengan hydrogen peroksida dan pembersih lensa kontak secara enzimatik juga menolong. Penggantian lensa kontak jenis weekly-disposable atau daily-disposable mungkin diperlukan jika cara lain tidak menolong. Bila semua gagal, pemakaian lensa kontak harus di hentikan.11,62.8. Prognosis

Prognosis penderita konjungtivitis baik karena sebagian besar kasus dapat sembuh spontan (self-limited disease), namun komplikasi juga dapat terjadi apabila tidak ditangani dengan baik.9DAFTAR PUSTAKA1. Riordan-Eva P. Anatomi dan embriologi mata. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P, editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. h 1-27.

2. American Optometric Association. Care of the patient with conjunctivitis. St. Louis : American Optometric Association. 2002.3. Suhardjo dan Hartono. Konjungtiva. Dalam : Buku Ilmu Penyakit Mata. Jogjakarta: UGM; 2007. h.46-54.4. American Academy of Ophtalmology. Examination Techniques for the External Eye and Cornea in External Disease and Cornea. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology; 2008. p.13-44.

5. Gloria. Allergic Conjunctivitis. Global Resources in Allergy: World Allergy Organization. 2004.6. Garcia-Ferrer FJ, Schwab IR, Shetlar DJ. Konjungtiva. Dalam: Whitcher JP, Riordan-Eva P, editors. Vaughan & Asbury Oftalmologi Umum Edisi 17. Jakarta: EGC; 2007. h 97-124.

7. Takamura Etsuko et al. Riview article: Japanese Guideline for Allergic Conjuctival Disease. Allergonology International. Japanese Society of Allergology. vol 60, no.2. 20118. Hiroshi Yoshida, Takamura Etsuko. Research and Review: The Direction of Specific Efforts with Allergic Conjuctival Disease in Japan. JMAJ. Vol.52, no.3. 2009.

9. Ventocillia M, Roy H. Allergic Conjunctivitis. Medscape Reference. 2012. http://emedicine.medscape.com/article/1191467-overview#a010410. American Academy of Ophtalmology. Clinical approach to immune-related disorders of the ecxternal eye in External Disease and Cornea. San Fransisco: American Academy of Ophtalmology; 2008. p.195-204.11. Ilhamiyati, dkk. Konjungtivitis Alergi. Buku Ajar Kepaniteraan Klinik SMF Mata RSU Haji Surabaya. Surabaya: RSU Haji Surabaya; 2013. h.8-11.

12. Kanski J.J Browling Brad. 2011. Clinical Ophthalmology: A Systematic Approach, 7th edition. Elsevier Inc., p. 229-236

13. Sites.Google.com14. Midhaeyecentre.blogspot.com15. Lievens Chris, Conde Seijo Manuel. Giant Papillary Conjunctivitis (GPC). Association of Optometric Contact Lens Educators. http://www.aocle.org/livingL/gpc.html