35
BAB I PENDAHULUAN Hischsprung Disease adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Pasien dengan penyakit Hirschsprung pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon kongenital pada tahun 1886. dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion. 1,2 Swenson dalam laporannya menerangkan tentang penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium enema dan tidak terdapatnya peristaltik dalam kolon distal. Okamoto dan Ueda lebih lanjut menyebutkan bahwa penyakit Hirschsprung terjadi akibat terhentinya proses migrasi sel neuroblas dari krista neuralis saluran cerna atas ke distal mengikuti serabut-serabut vagal pada suatu tempat tertentu yang tidak mencapai rectum. 3 Hischsprung disease terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Insidensi penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1 diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk

Referat Bedah

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ggf

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

Hischsprung Disease adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai pleksus

auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Pasien dengan penyakit Hirschsprung

pertama kali dilaporkan oleh Frederick Ruysch pada tahun 1691, tetapi yang baru

mempublikasikan adalah Harald Hirschsprung yang mendeskripsikan megakolon

kongenital pada tahun 1886. dimana Robertson dan Kernohan menyatakan bahwa

megakolon yang dijumpai pada kelainan ini disebabkan oleh gangguan peristaltik

dibagian distal usus akibat defisiensi ganglion.1,2 Swenson dalam laporannya

menerangkan tentang penyempitan kolon distal yang terlihat dalam barium enema

dan tidak terdapatnya peristaltik dalam kolon distal. Okamoto dan Ueda lebih lanjut

menyebutkan bahwa penyakit Hirschsprung terjadi akibat terhentinya proses migrasi

sel neuroblas dari krista neuralis saluran cerna atas ke distal mengikuti serabut-

serabut vagal pada suatu tempat tertentu yang tidak mencapai rectum.3

Hischsprung disease terjadi pada satu dari 5000 kelahiran hidup. Insidensi

penyakit Hirschsprung di Indonesia tidak diketahui secara pasti, tetapi berkisar 1

diantara 5000 kelahiran hidup. Dengan jumlah penduduk Indonesia 200 juta dan

tingkat kelahiran 35 permil, maka diprediksikan setiap tahun akan lahir 1400 bayi

dengan penyakit Hirschsprung. Kartono mencatat 20-40 pasien penyakit Hirschprung

yang dirujuk setiap tahunnya ke RSUPN Cipto Mangunkusomo Jakarta.4

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Penyakit Hischsprung adalah kelainan kongenital dimana tidak dijumpai

pleksus auerbach dan pleksus meisneri pada kolon. Sembilan puluh persen (90%)

terletak pada rectosigmoid, akan tetapi dapat mengenai seluruh kolon bahkan

seluruh usus (Total Colonic Aganglionois (TCA)). Tidak adanya ganglion sel ini

mengakibatkan hambatan pada gerakan peristaltik sehingga terjadi ileus

fungsional dan dapat terjadi hipertrofi serta distensi yang berlebihan pada kolon

yang lebih proksimal.1

B. Anatomi dan Fisiologi Usus Besar

Usus besar merupakan tabung muscular berongga dengan panjang sekitar 5

kaki (sekitar 1,5 m) yang terbentang dari sekum sampai kanalis ani. Diameter

usus besar lebih besar daripada usus kecil. Rata-rata sekitar 2,5 inchi (sekitar 6,5

cm), tetapi makin dekat anus diameternya makin kecil. Usus besar dibagi menjadi

sekum, kolon, dan rektum. Pada sekum terdapat katup ileosekal dan apendiks

yang melekat pada ujung sekum. Sekum menempati sekitar dua atau tiga inci

pertama dari usus besar. Katup ileosekal mengontrol aliran kimus dari ileum ke

sekum. Kolon dibagi lagi menjadi kolon ascendens, transversum, descendens, dan

sigmoid. Tempat dimana kolon membentuk kelokan tajam yaitu pada abdomen

kanan dan kiri atas berturut-turut dinamakan fleksura hepatika dan fleksura

lienalis. Kolon sigmoid mulai setinggi krista iliaka dan berbentuk suatu lekukan

berbentuk S. Lekukan bagian bawah membelok ke kiri waktu kolon sigmoid

bersatu dengan rektum. Rektum terbentang dari kolon sigmoid sampai dengan

anus. Satu inci terakhir dari rektum terdapat kanalis ani yang dilindungi oleh

sfingter ani eksternus dan internus. Panjang rektum sampai kanalis ani adalah 5,9

inci.5

Gambar 1. Anatomi Kolon

Dinding kolon terdiri dari empat lapisan yaitu tunika serosa, muskularis,

tunika submukosa, dan tunika mukosa, akan tetapi usus besar mempunyai

gambaran-gambaran yang khas berupa: lapisan otot longitudinal. Usus besar tidak

sempurna tetapi terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli yang bersatu

pada sigmoid distal. Panjang taenia lebih pendek daripada usus sehingga usus

tertarik dan berkerut membentuk kantong-kantong kecil yang disebut haustra.

Pada taenia melekat kantong-kantong kecil peritoneum yang berisi lemak yang

disebut apendices epiploika. Lapisan mukosa usus besar lebih tebal dengan

kriptus lieberkuhn terletak lebih dalam serta mempunyai sel goblet lebih banyak

daripada usus halus. Vaskularisasi usus besar diatur oleh arteri mesenterika

superior dan inferior. Arteri mesenterika superior memvaskularisasi kolon bagian

kanan (mulai dari sekum sampai dua pertiga proksimal kolon transversum). Arteri

mesenterika superior mempunyai tiga cabang utama yaitu arteri ileokolika, arteri

kolika dekstra, dan arteri kolika media. Sedangkan arteri mesenterika inferior

memvaskularisasi kolon bagian kiri (mulai dari sepertiga distal kolon transversum

sampai rektum bagian proksimal). Arteri mesenterika inferior mempunyai tiga

cabang yaitu arteri kolika sinistra, arteri hemorroidalis superior, dan arteri

sigmoidea. Vaskularisasi tambahan daerah rektum diatur oleh arteria sakralis

media dan arteria hemorroidalis inferior dan media. Aliran balik vena dari kolon

dan rektum superior melalui vena mesenterika superior dan inferior serta vena

hemorroidalis superior, yaitu bagian dari sistem portal yang mengalirkan darah ke

hati. Vena hemorroidalis media dan inferior mengalirkan darah ke vena iliaka dan

merupakan bagian dari sirkulasi sistemik. Ada anastomosis antara vena

hemorroidalis superior, media, dan inferior sehingga peningkatan tekanan portal

dapat mengakibatkan aliran balik ke dalam vena-vena ini dan mengakibatkan

hemorroid.5

Inervasi usus besar dilakukan oleh sistem saraf otonom kecuali sfingter

eksternus yang diatur secara voluntar. Serabut parasimpatis berjalan melalui saraf

vagus ke bagian tengah kolon transversum, dan saraf pelvikus yang berasal dari

daerah sakral mensuplai bagian distal. Serabut simpatis yang berjalan dari pars

torasika dan lumbalis medula spinalis melalui rantai simpatis ke ganglia simpatis

preortika. Disana bersinaps dengan post ganglion yang mengikuti aliran arteri

utama dan berakhir pada pleksus mienterikus (Aurbach) dan submukosa

(meissner). Perangsangan simpatis menyebabkan penghambatan sekresi dan

kontraksi, serta perangsangan sfingter rektum, sedangkan saraf parasimpatis

mempunyai efek yang berlawanan. Kendali usus yang paling penting adalah

aktivitas refleks lokal yang diperantarai oleh pleksus nervosus intramural

(Meissner dan Aurbach) dan interkoneksinya. Jadi pasien dengan kerusakan

medula spinalis maka fungsi ususnya tetap normal, sedangkan pasien dengan

penyakit hirschsprung akan mempunyai fungsi usus yang abnormal karena pada

penyakit ini terjadi keabsenan pleksus aurbach dan meissner.6

Gambar 2. Persarafan pada Usus Besar

Fungsi usus besar ialah menyerap air, vitamin, dan elektrolit, ekskresi mukus

serta menyimpan feses, dan kemudian mendorongnya keluar. Dari 700 - 1000 ml

cairan usus halus yang diterima oleh kolon, hanya 150-200 ml yang dikeluarkan

sebagai feses setiap harinya. Udara ditelan sewaktu makan, minum, atau menelan

ludah. Oksigen dan karbondioksida di dalamnya di serap di usus, sedangkan

nitrogen bersama dengan gas hasil pencernaan dari peragian dikeluarkan sebagai

flatus. Jumlah gas di dalam usus mencapai 500 ml sehari. Pada infeksi usus,

produksi gas meningkat dan bila mendapat obstruksi usus gas tertimbun di

saluran cerna yang menimbulkan flatulensi.7

C. Epidemiologi

Menurut catatan Swenson, 81,1 % dari 880 kasus yang diteliti adalah laki-

laki. Sedangkan Richardson dan Brown menemukan tendensi faktor keturunan

pada penyakit ini (ditemukan 57 kasus dalam 24 keluarga). Beberapa kelainan

kongenital dapat ditemukan bersamaan dengan penyakit Hirschsprung, namun

hanya 2 kelainan yang memiliki angka yang cukup signifikan yakni Down

Syndrome (5-10 %) dan kelainan urologi (3%). Hanya saja dengan adanya

fekaloma, maka dijumpai gangguan urologi seperti refluks vesikoureter,

hydronephrosis dan gangguan vesica urinaria (mencapai 1/3 kasus).8

D. Patogenesis

Kelainan pada penyakit ini berhubungan dengan spasme pada distal colon

dan sphincter anus internal sehingga terjadi obstruksi. Maka dari itu bagian yang

abnormal akan mengalami kontraksi di segmen bagian distal sehingga bagian

yang normal akan mengalami dilatasi di bagian proksimalnya. Bagian aganglionik

selalu terdapat dibagian distal rectum. 1

Dasar patofisiologi dari HD adalah tidak adanya gelombang propulsive dan

abnormalitas atau hilangnya relaksasi dari sphincter anus internus yang

disebabkan aganglionosis, hipoganglionosis atau disganglionosis pada usus

besar.2

Gambar 3. Gambaran segmen

aganglion pada Morbus Hirschprung

Pada proximal segmen dari bagian aganglion terdapat area hipoganglionosis.

Area tersebut dapat juga merupakan terisolasi. Hipoganglionosis adalah keadaan

dimana jumlah sel ganglion kurang dari 10 kali dari jumlah normal dan kerapatan

sel berkurang 5 kali dari jumlah normal. Pada colon inervasi jumlah plexus

myentricus berkurang 50% dari normal. Hipoganglionosis kadang mengenai

sebagian panjang colon namun ada pula yang mengenai seluruh colon.2

Sel ganglion yang imatur dengan dendrite yang kecil dikenali dengan

pemeriksaan LDH (laktat dehidrogenase). Sel saraf imatur tidak memiliki

sitoplasma yang dapat menghasilkan dehydrogenase sehingga tidak terjadi

diferensiasi menjadi sel Schwann’s dan sel saraf lainnya. Pematangan dari sel

ganglion diketahui dipengaruhi oleh reaksi succinyldehydrogenase (SDH).

Aktivitas enzim ini rendah pada minggu pertama kehidupan. Pematangan dari sel

ganglion ditentukan oleh reaksi SDH yang memerlukan waktu pematangan penuh

selama 2 sampai 4 tahun. Hipogenesis adalah hubungan antara imaturitas dan

hipoganglionosis.2

Aganglionosis dan hipoganglionosis yang didapatkan dapat berasal dari

vaskular atau nonvascular. Yang termasuk penyebab nonvascular adalah infeksi

Trypanosoma cruzi (penyakit Chagas), defisiensi vitamin B1, infeksi kronis

seperti Tuberculosis. Kerusakan iskemik pada sel ganglion karena aliran darah

yang inadekuat, aliran darah pada segmen tersebut, akibat tindakan pull through

secara Swenson, Duhamel, atau Soave.2

Hirschsprung dikategorikan berdasarkan seberapa banyak colon yang terkena.

Tipe Hirschsprung disease meliputi: 1,2

1. Ultra short segment: Ganglion tidak ada pada bagian yang sangat kecil dari

rectum.

2. Short segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian kecil dari colon.

3. Long segment: Ganglion tidak ada pada rectum dan sebagian besar colon.

4. Very long segment: Ganglion tidak ada pada seluruh colon dan rectum dan

kadang sebagian usus kecil.

E. Gejala klinik

Pada bayi yang baru lahir, kebanyakan gejala muncul 24 jam pertama

kehidupan. Dengan gejala yang timbul: distensi abdomen dan bilious emesis.

Tidak keluarnya mekonium pada 24 jam pertama kehidupan merupakan tanda

yang signifikan mengarah pada diagnosis ini. Pada beberapa bayi yang baru lahir

dapat timbul diare yang menunjukkan adanya enterocolitis. 1

Pada anak yang lebih besar, pada beberapa kasus dapat mengalami kesulitan

makan, distensi abdomen yang kronis dan ada riwayat konstipasi. Penyakit

hirschsprung dapat juga menunjukkan gejala lain seperti adanya periode obstipasi,

distensi abdomen, demam, hematochezia dan peritonitis. 1

Kebanyakan anak-anak dengan hirschsprung datang karena obstruksi

intestinal atau konstipasi berat selama periode neonatus. Gejala kardinalnya yaitu

gagalnya pasase mekonium pada 24 jam pertama kehidupan, distensi abdomen

dan muntah. Beratnya gejala ini dan derajat konstipasi bervariasi antara pasien

dan sangat individual untuk setiap kasus. Beberapa bayi dengan gejala obstruksi

intestinal komplit dan lainnya mengalami beberapa gejala ringan pada minggu

atau bulan pertama kehidupan. 2

Beberapa mengalami konstipasi menetap, mengalami perubahan pada pola

makan, perubahan makan dari ASI menjadi susu pengganti atau makanan padat.

Pasien dengan penyakit hirschsprung didiagnosis karena adanya riwayat

konstipasi, kembung berat dan perut seperti tong, massa faeses multipel dan

sering dengan enterocolitis, dan dapat terjadi gangguan pertumbuhan. Gejala

dapat hilang namun beberapa waktu kemudian terjadi distensi abdomen. Pada

pemeriksaan colok dubur sphincter ani teraba hipertonus dan rektum biasanya

kosong.2

Gambar 4. Gambaran klinis pasien dengan penyakit hirschsprung

Umumnya diare ditemukan pada bayi dengan penyakit hirschsprung yang

berumur kurang dari 3 bulan. Harus dipikirkan pada gejala enterocolitis dimana

merupakan komplikasi serius dari aganglionosis. Bagaimanapun hubungan antara

penyakit hirschsprung dan enterocolitis masih belum dimengerti. Dimana

beberapa ahli berpendapat bahwa gejala diare sendiri adalah enterocolitis ringan. 2

Enterocolitis terjadi pada 12-58% pada pasien dengan penyakit hirschsprung.

Hal ini karena stasis feses menyebabkan iskemia mukosal dan invasi bakteri juga

translokasi. Disertai perubahan komponen musin dan pertahanan mukosa,

perubahan sel neuroendokrin, meningkatnya aktivitas prostaglandin E1, infeksi

oleh Clostridium difficile atau Rotavirus. Patogenesisnya masih belum jelas dan

beberapa pasien masih bergejala walaupun telah dilakukan colostomi.

Enterocolitis yang berat dapat berupa toxic megacolon yang mengancam jiwa.

Yang ditandai dengan demam, muntah berisi empedu, diare yang menyemprot,

distensi abdominal, dehidrasi dan syok. Ulserasi dan nekrosis iskemik pada

mukosa yang berganglion dapat mengakibatkan sepsis dan perforasi. Hal ini harus

dipertimbangkan pada semua anak dengan enterocolisis necrotican. Perforasi

spontan terjadi pada 3% pasien dengan penyakit hirschsprung. Ada hubungan erat

antara panjang colon yang aganglion dengan perforasi. 2

F. Diagnosis

1. Anamnesis

Untuk menegakkan diagnosis, pada anamnesis didapatkan:9

a) Adanya keterlambatan pengeluaran mekonium yang pertama, biasanya

keluar >24 jam.

b) Adanya muntah berwarna hijau.

c) Adanya obstipasi masa neonatus, jika terjadi pada anak yang lebih besar

obstipasi semakin sering, perut kembung, dan pertumbuhan terhambat.

d) Adanya riwayat keluarga sebelumnya yang pernah menderita keluhan

serupa, misalnya anak laki-laki terdahulu meninggal sebelum usia 2

minggu dengan riwayat tidak dapat defekasi.

2. Pemeriksaan Fisik

Dari pemeriksaan fisik dapat ditemukan:9

a) Pada neonatus biasa ditemukan perut kembung karena mengalami

obstipasi.

b) Bila dilakukan colok dubur maka sewaktu jari ditarik keluar maka feses

akan menyemprot keluar dalam jumlah yang banyak dan kemudian

tampak perut anak sudah kempes lagi.

G. Pemeriksaan penunjang

Diagnostik utama pada penyakit hirschprung adalah dengan pemeriksaan:

1. Barium enema. Pada pasien penyakit hirschprung spasme pada distal rectum

memberikan gambaran seperti kaliber/peluru kecil jika dibandingkan colon

sigmoid yang proksimal. Identifikasi zona transisi dapat membantu diagnosis

penyakit hirschprung. 1

Segmen aganglion biasanya berukuran normal tapi bagian proksimal usus

yang mempunyai ganglion mengalami distensi sehingga pada gambaran

radiologis terlihat zona transisi. Dilatasi bagian proksimal usus memerlukan

waktu, mungkin dilatasi yang terjadi ditemukan pada bayi yang baru lahir.

Radiologis konvensional menunjukkan berbagai macam stadium distensi usus

kecil dan besar. Ada beberapa tanda dari penyakit Hirschsprung yang dapat

ditemukan pada pemeriksaan barium enema, yang paling penting adalah zona

transisi. Posisi pemeriksaan dari lateral sangat penting untuk melihat dilatasi

dari rektum secara lebih optimal.

Retensi dari barium pada 24 jam dan disertai distensi dari kolon ada tanda

yang penting tapi tidak spesifik. Enterokolitis pada Hirschsprung dapat

didiagnosis dengan foto polos abdomen yang ditandai dengan adanya kontur

irregular dari kolon yang berdilatasi yang disebabkan oleh oedem, spasme,

ulserase dari dinding intestinal. Perubahan tersebut dapat terlihat jelas dengan

barium enema. Nilai prediksi biopsi 100% penting pada penyakit

Hirschsprung jika sel ganglion ada. Tidak adanya sel ganglion, perlu

dipikirkan ada teknik yang tidak benar dan dilakukan biopsi yang lebih tebal.

Diagnosis radiologi sangat sulit untuk tipe aganglionik yang long segmen,

sering seluruh colon. Tidak ada zona transisi pada sebagian besar kasus dan

kolon mungkin terlihat normal/dari semula pendek/mungkin mikrokolon.

Yang paling mungkin berkembang dari hari hingga minggu. Pada neonatus

dengan gejala ileus obstruksi yang tidak dapat dijelaska. Biopsi rectal

sebaiknya dilakukan. Penyakit hirschsprung harus dipikirkan pada semua

neonates dengan berbagai bentuk perforasi spontan dari usus besar/kecil atau

semua anak kecil dengan appendicitis selama 1 tahun. 10

2. Anorectal manometry dapat digunakan untuk mendiagnosis penyakit

hirschsprung, gejala yang ditemukan adalah kegagalan relaksasi sphincter ani

interna ketika rectum dilebarkan dengan balon. Keuntungan metode ini adalah

dapat segera dilakukan dan pasien bisa langsung pulang karena tidak

dilakukan anestesi umum. Metode ini lebih sering dilakukan pada pasien yang

lebih besar dibandingkan pada neonatus. 1

3. Biopsy rectal merupakan “gold standard” untuk mendiagnosis penyakit

hirschprung. Pada bayi baru lahir metode ini dapat dilakukan dengan

morbiditas minimal karena menggunakan suction khusus untuk biopsy

rectum. Untuk pengambilan sample biasanya diambil 2 cm diatas linea dentate

dan juga mengambil sample yang normal jadi dari yang normal ganglion

hingga yang aganglionik. Metode ini biasanya harus menggunakan anestesi

umum karena contoh yang diambil pada mukosa rectal lebih tebal. 1,11

Gambar 6. Lokasi pengambilan sampel biopsi pada Morbus Hirschprung

H. Diagnosis Banding

Pada masa neonatus, harus dipikirkan kemungkinan atresia ileum atau

sumbatan anorektum oleh mekonium yang sangat padat (meconium plug

sindrome). Penyakit ini hampir tidak pernah dijumpai di Indonesia. Sedangkan

pada masa bayi dan anak, obstipasi dapat disebabkan oleh obstipasi dietik,

retardasi mental, hipotiroid, dan psikogenetik.7

Kartono (2004) menyatakan banyak kelainan-kelainan yang menyerupai

penyakit Hirschsprung akan tetapi pada pemeriksaan patologi anatomi ternyata

didapatkan sel-sel ganglion. Kelainan-kelainan tersebut antara lain Intestinal

neuronal dysplasia, Hypoganglionosis, Immature ganglia, Absence of argyrophyl

plexus, Internal sphincter achalasia dan kelainan-kelainan otot polos.9,12

I. Tata Laksana

Pada prinsipnya, sampai saat ini, penyembuhan penyakit Hirschsprung hanya

dapat dicapai dengan pembedahan. Tindakan-tindakan medis dapat dilakukan

tetapi hanya untuk sementara dimaksudkan untuk menangani distensi abdomen

dengan pemasangan pipa anus atau pemasangan pipa lambung dan irigasi rektum.

Pemberian antibiotika dimaksudkan untuk pencegahan infeksi terutama untuk

enterokolitis dan mencegah terjadinya sepsis. Cairan infus dapat diberikan untuk

menjaga kondisi nutrisi penderita serta untuk menjaga keseimbangan cairan,

elektrolit dan asam basa tubuh.9

Penanganan bedah pada umumnya terdiri atas dua tahap yaitu tahap pertama

dengan pembuatan kolostomi dan tahap kedua dengan melakukan operasi

definitif. Tahap pertama dimaksudkan sebagai tindakan darurat untuk mencegah

komplikasi dan kematian. Pada tahapan ini dilakukan kolostomi, sehingga akan

menghilangkan distensi abdomen dan akan memperbaiki kondisi pasien.Tahapan

kedua adalah dengan melakukan operasi definitif dengan membuang segmen

yang aganglionik dan kemudian melakukan anastomosis antara usus yang

ganglionik dengan dengan bagian bawah rektum.12

Setelah diagnosis penyakit Hirshprung ditegakkan maka sejumlah tindakan

preoperasi harus dikerjakan terlebih dahulu. Apabila penderita dalam keadaan

dehidrasi atau sepsis maka harus dilakukan stabilisasi dan resusitasi dengan

pemberian cairan intra vena , antibiotik dan pemasangan pipa lambung. Apabila

sebelum operasi ternyata telah mengalami enterokolitis maka resusitasi cairan

dilakukan secara agresif, peberian antibiotika broad spektrum secara ketat

kemudian segera dilakukan tindakan dekompresi usus. Melakukan serial

pencucian rektum dengan memberikan 10 ml/kg BB pada setiap kali pencucian

dengan menggunakan pipa rektum ukuran 18-20. Pada penderita kemudian

diberikan antibiotik intavena.9,12

J. Tindakan Bedah

Tindakan bedah sementara pada penderita penyakit Hirschsprung adalah

berupa kolostomi pada usus yang memiliki ganglion normal paling distal.

Tindakan ini dimaksudkan guna menghilangkan obstruksi usus dan mencegah

enterokolitis sebagai salah satu komplikasi yang berbahaya. Manfaat lain dari

kolostomi adalah menurunkan angka kematian pada saat dilakukan tindakan

bedah definitif dan mengecilkan kaliber usus pada penderita Hirschsprung yang

telah besar sehingga memungkinkan dilakukan anastomose. Kolostomi tidak

dikerjakan bila dekompresi secara medik berhasil dan direncanakan bedah

defenitif langsung.12

Kolostomi merupakan kolokutaneostomi yang disebut juga anus

preternaturalis yang di buat untuk sementara atau menetap. Indikasi kolostomi

adalah dekompresi usus pada obstruksi, stoma sementara untuk bedah reseksi

usus pada radang, atau perforasi, dan sebagai anus setelah reseksi usus distal

untuk melindungi anastomosis distal. Kolostomi dapat berupa stoma ikat atau

stoma ujung.7

Kolostomi dikerjakan pada:7

1. Pasien neonatus : Tindakan Bedah defenitif langsung tanpa kolostomi

menimbulkan banyak komplikasi dan kematian. Kematian dapat mencapai

28,6%, sedangkan pada bayi 1,7%. Kematian ini disebabkan oleh kebocoran

anastomosis dan abses dalam rongga pelvis.

2. Pasien anak dan dewasa yang terlambat terdiagnosis. Kelompok pasien ini

mempunyai kolon yang sangat terdilatasi, yang terlalu besar untuk

dianastomosiskan dengan rectum dalam bedah defenitif. Dengan tindakan

kolostomi, kolon dilatasi akan mengecil kembali setelah 3 sampai 6 bulan

pascabedaah, sehingga anastomosis lebih mudah dikerjakan dengan hasil yang

lebih baik.

3. Pasien dengan enterokolitis berat dan dengan keadaan umum yang buruk.

Tindakan ini dilakukan untuk mencegah komplikasi pascabedah, dengan

kolostomi pasien akan cepat mencapai perbaikan keadaan umum.

Pada pasien yang tidak termasuk dalam kategori 1, 2, dan 3 tersebut dapat

langsung dilakukan tindakan bedah definitif. Kolostomi yang bersifat sementara

akan dilakukan penutupan.

Berdasarkan lubang kolostomi dapat dibedakan menjadi 3, yaitu:7

1. Single barreled stoma : yaitu dibuat dari bagian proksimal usus. Segmen

distal dapat dibuang atau ditutup.

2. Double barreled : biasanya meliputi kolon transversum. Kedua ujung dari

kolon yang direksesi dikeluarkan melalui dinding abdominal mengakibatkan

dua stoma. Stoma distal hanya mengalirkan mukus dan stoma proksimal

mengalirkan feses.

3. Kolostomi lop-lop : yaitu kolon transversum dikeluarkan melalui dinding

abdomen dan diikat ditempat dengan glass rod. Kemudian 5-10 hari usus

membentuk adesi pada dinding abdomen, lubang dibuat di permukaan

terpajan dari usus dengan menggunakan pemotong.

Diagnosis dari penyakit hirschsprung pada semua kasus membutuhkan

pendekatan pembedahan klinik terdiri dari prosedur tingkat multipel. Hal ini

termasuk kolostomi pada neonatus, diikuti dengan operasi pull-through definitif

setelah berat badan anak >5 kg (10 pon). Ada 3 pilihan yang dapat digunakan,

untuk setiap prosedurnya, prinsip dari pengobatan termasuk menentukan lokasi

dari usus di mana zona transisi antara usus ganglionik dan aganglionik, reseksi

bagian yang aganglionik dari usus dan melakukan anastomosis dari daerah

ganglionik ke anus atau bantalan mukosa rektum.12

Gambar 7. Teknik Pembedahan pada Penyakit Hirschprung

Dewasa ini ditunjukkan bahwa prosedur pull-through primer dapat dilakukan

secara aman bahkan pada periode neonatus. Pendekatan ini mengikuti prinsip

terapi yang sama seperti pada prosedur bertingkat melindungi pasien dari prosedur

pembedahan tambahan. Banyak dokter bedah melakukan diseksi intra abdominal

menggunakan laparoskop. Cara ini terutama banyak pada periode neonatus yang

dapat menyediakan visualisasi pelvis yang baik. Pada anak-anak dengan distensi

usus yang signifikan adalah penting untuk dilakukannya periode dekompresi

menggunakan rectal tube jika akan dilakukan single stage pull-through. Pada anak-

anak yang lebih tua dengan kolon hipertrofi, distensi ekstrim, kolostomi dilakukan

dengan hati-hati sehingga usus dapat dekompresi sebelum dilakukan prosedur

pull-through. Namun, harus ditekankan, tidak ada batas umur pada prosedur pull-

through. 13

Dari ketiga prosedur pull-through yang dilakukan pada penyakit Hirschsprung

yang pertama adalah prosedur Swenson. Pada operasi ini rektum aganglionik

diseksi pada pelvis dan dipindahkan ke anus. Kolon ganglionik lalu dianastomosis

ke anus melalui pendekatan perineal. Pada prosedur Duhamel, diseksi di luar

rektum dibatasi terhadap ruang retrorektal dan kolon ganglionik dianastomosis

secara posterior tepat di atas anus. Dinding anterior dari kolon ganglionik dan

dinding posterior dari rektum aganglionik dianastomosis menggunakan stappler.

Walaupun kedua prosedur ini sangat efektif, namun keterbatasannya adalah

adanya kemungkinan kerusakan syaraf parasimpatis yang menempel pada rektum.

Untuk mengatasi masalah ini, prosedur Soave menyertakan diseksi seluruhnya dari

rektum. Mukosa rektum dipisahkan dari mukosa muskularis dan kolon yang

ganglionik dibawa melewati mukosa dan dianastomosis ke anus. Operasi ini dapat

dilakukan sepenuhnya dari bawah. Dalam banyak kasus, sangat penting untuk

menentukan dimana terdapat usus yang ganglionik. Banyak ahli bedah

mempercayai bahwa anastomosis dilakukan setidaknya 5 cm dari daerah yang sel

ganglion terdeteksi. Dihindari dilakukannya pull-through pada zona transisi yang

berhubungan dengan tingginya angka komplikasi karena tidak adekuatnya

pengosongan segmen usus yang aganglionik. Sekitar 1/3 pasien yang di pull-

through pada zona transisi akan membutuhkan reoperasi. 4

Komplikasi utama dari semua prosedur diantaranya enterokolitis post operatif,

konstipasi dan striktur anastomosis. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya,

hasil jangka panjang dengan menggunakan 3 prosedur sebanding dan secara

umum berhasil dengan baik bila ditangani oleh tangan yang ahli. Ketiga prosedur

ini juga dapat dilakukan pada aganglionik kolon total dimana ileum digunakan

sebagai segmen yang di pull-through. 4

Beberapa metode operasi biasa digunakan dalam penatalaksanaan penyakit

hirschsprung: 1

1. Secara klasik, dengan melakukan insisi di bagian kiri bawah abdomen

kemudian dalakukan identifikasi zona transisi dengan melakukan biopsy

seromuskuler.

2. Terapi definitive yang dilakukan pada penyakit hirschprung ada 3 metode:

a) Metode Swenson: pembuangan daerah aganglion hingga batas sphincter

ani interna dan dilakukan anastomosis coloanal pada perineum

b) Metode Duhamel: daerah ujung aganglionik ditinggalkan dan bagian yang

ganglionik ditarik ke bagian belakang ujung daerah aganglioner. stapler

GIA kemudian dimasukkan melalui anus.

c) Teknik Soave: pemotongan mukosa endorectal dengan bagian distal

aganglioner.

K. Komplikasi

Komplikasi pasca tindakan bedah penyakit Hirschsprung dapat digolongkan

atas kebocoran anastomosis, stenosis, enterokolitis dan gangguan fungsi spinkter.

Enterokolitis telah dilaporkan sampai 58% kasus pada penderita penyakit

Hirschsprung yang diakibatkan oleh karena iskemia mukosa dengan invasi bakteri

dan translokasi. Perubahan-perubahan pada komponen musin dan sel

neuroendokrin, kenaikan aktivitas prostaglandin E1, infeksi Clostridium difficile

atau rotavirus dicurigai sebagai penyebab terjadinya enterokolitis. Pada keadaan

yang sangat berat enterokolitis akan menyebabkan terjadinya megakolon toksik

yang ditandai dengan demam, muntah hijau, diare hebat, distensi abdomen,

dehidrasi dan syok. Terjadinya ulserasi da nekrosis akibat iskemia mukosa diatas

segmen aganglionik akan menyebakan terjadinya sepsis, pnematosis dan perforasi

usus. Enterokolitis merupakan ancaman komplikasi yang serius bagi penderita

penyakit Hirschsprung ini, yang dapat menyerang pada usia kapan saja, namun

paling tinggi saat usia 2-4 minggu, meskipun sudah dapat dijumpai pada usia 1

minggu. Gejalanya berupa diarrhea, distensi abdomen, feces berbau busuk dan

disertai demam. Swenson mencatat hampir 1/3 kasus Hirschsprung datang dengan

manifestasi klinis enterokolitis, bahkan dapat pula terjadi meski telah dilakukan

kolostomi. Kejadian enteokolitis berdasar prosedur operasi yang dipergunakan

Swenson 16,9%, Boley-Soave 14,8%, Duhamel 15,4% dan Lester Martin 20%.12

L. Prognosis

Prognosis baik kalau gejala obstruksi segera diatasi. Penyulit pasca bedah

seperti kebocoran anastomosis atau striktur anastomosis umumnya dapat diatasi.

Kurang lebih 1% dari pasien dengan penyakit Hirschsprung membutuhkan

kolostomi permanen untuk memperbaiki inkontinensia. Umumnya, lebih dari

90% pasien dengan penyakit Hirschsprung memiliki hasil memuaskan.7

DAFTAR PUSTAKA

1. Warner BW. Townsend sabiston textbook of surgery. 17th edition. Elsevier-

Saunders. Philadelphia. 2004; p. 2113-4

2. Holschneider A., Ure BM . Ashcraft Pediatric Surgery 3rd edition W.B.

Saunders Company. Philadelphia. 2000; p. 453-68

3. Swenson O.Hirschsprung’s disease : A Review. J Pediatr 2002;109:914-918.

4. Hackam D.J., Newman K., Ford HR. Schwartz’s principles of surgery. 8th

edition. McGraw-Hill. New York. 2005; p. 1496-8

5. Lindseth, Glenda N. Gangguan Usus Besar. Hartanto Huriawati. Dalam:

Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit, Volume 1, Edisi 6.

Jakarta. EGC. 2005; p. 456-68.

6. Taylo,Clive R. Struktur dan Fungsi, Sindrom Malabsorbsi, Obstruksi usus.

Editor: Mahanani, Dewi Asih,dkk. Dalam: Ringkasan Patologi Anatomi.

Jakarta. EGC5. 2005; p. 532-8.

7. Pieter, John. Usus Halus, Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Sjamsuhidajat.R,

De Jong,Wim. Dalam: Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi III. Jakarta : Penerbit

Buku Kedokteran EGC. 2007; p. 646-7

8. Swenson O, Raffensperger JG. Hirschsprung’s disease. In: Raffensperger

JG,editor. Swenson’s pediatric surgery. Edisi 5. Connecticut:Appleton &

Lange. 1990; p. 555-77.

9. Lee, Steven L, Hirschsprung disease. 2009; Available From :

http://www.emedicine.com/med/topic.

10. Leonidas J.C., Singh S.P., Slovis T.L. Caffey’s Pediatric Diagnostic Imaging

10th edition. Elsevier-Mosby. Philadelphia. 2004; p.148-153

11. Ziegler M.M., Azizkhan R.G., Weber T.R. Operative Pediatric Surgery.

McGraw-Hill. New York.2003; p. 617-40

12. Kartono, Darmawan. Penyakit Hirschsprung.. Jakarta : Sagung Seto. 2004.

13. Wyllie, Robert. Megakolon Aganglionik Bawaan (Penyakit Hirschsprung).

Behrmann, Kliegman, Arvin. Dalam : Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi

15, Jilid II. Jakarta: EGC. 2000; 1316-9.