Referat Miom Dan Infertiliti

  • Upload
    li2del

  • View
    11

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

obgyn

Citation preview

BAB II

BAB I

PENDAHULUAN

Mioma uteri yang juga disebut dengan leiomiomata atau fibroid merupakan tumor jinak uterus yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi.1

Kebanyakan mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin ginekologi atau pelvic imaging. Mioma uteri kebanyakan bersifat asimptomatis, hanya lebih kurang 20-50% saja yang menimbulkan keluhan klinis. Mioma uteri merupakan masalah kesehatan pada wanita dalam usaha mendapatkan kehamilan pada usia yang lanjut, ketika kejadian mioma uteri juga meningkat 1,2

Berdasarkan lokasinya mioma uteri dibagi atas mioma uteri subserosa, intramural dan submukosa. Gejala klinis yang ditimbulkan oleh mioma uteri adalah perdarahan pervaginam, nyeri, pengaruh penekanan, abortus berulang, perubahan ke arah keganasan dan infertilitas..3,4

Hubungan antara mioma uteri dan infertiliti masih merupakan hal yang diperdebatkan. Pada beberapa wanita dengan mioma uteri terjadi infertilitas sedangkan sebagian lain tidak. Infertilitas lebih sering terjadi pada wanita dengan mioma uteri submukosa.5,6

Untuk itu akan disampai sebuah tinjauan pustaka tentang hubungan mioma uteri dan infertilitas serta terapinya.BAB II

MIOMA UTERI

Mioma uteri yang juga disebut dengan leiomiomata atau fibroid merupakan tumor jinak uterus yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi (20-25%). Pada usia > 35 tahun kejadiannya lebih tinggi lagi, yaitu mendekati 40%. Tingginya kejadian mioma uterus antara usia 35 sampai usia 50 tahun menunjukkan adanya hubungan kejadian mioma uterus dengan estrogen. Pada usia menopause terjadi regresi mioma.1 Kebanyakan mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada pemeriksaan rutin ginekologi atau pelvic imaging. Mioma uteri kebanyakan bersifat asimptomatis, hanya lebih kurang 20-50% saja yang menimbulkan keluhan klinis.1,2 Pengaruh mioma uteri adalah berhubungan dengan masa-nya sendiri antara lain penekanan pada organ sekitar, perdarahan pervaginam, atau masalah yang berhubungan dengan kehamilan termasuk infertilitas dan keguguran. Mioma uteri merupakan salah satu masalah yang penting dibidang ginekologi dan menjadi indikasi terbanyak operasi-operasi dibidang ginekologi. Di Amerika Serikat sebanyak 38,1% histerektomi dilakukan karena mioma uteri dari 1,36 juta histerektomi yang dilakukan pada tahun 1994-1999.2,3 2.1. Patogenesis

Etiologi yang pasti terjadinya mioma uteri hingga kini belum diketahui. Namun bila melihat moma uteri banyak ditemukan pada usia reproduksi dan kejadiannya rendah pada usia menopause, maka estrogen paling banyak diduga sebagai penyebab timbulnya mioma uteri. Di dalam jaringan mioma sendiri dijumpai penurunan secara signifikan konversi estradiol menjadi estron dan terlihat peningkatan aktifitas enzim aromatase yang merubah androgen menjadi estron dan selanjutnya oleh enzim 17--hidrosisteroid dehidrogenase tipe I dirubah menjadi estradiol. Oleh enzim 17--hidrosisteroid dehidrogenase tipe II estradiol dirubah lagi menjadi estron.1Estradiol merupakan estrogen kuat dan estron merupakan estrogen lemah. Peningkatan aktifitas enzim aromatase dan enzim 7--hidrosisteroid dehidrogenase tipe I menyebabkan mioma uterus bertambah besar dan defisiensi enzim 17--hidrosisteroid dehidrogenase tipe II juga menyebabkan pertumbuhan mioma uteri. Selain itu, pada mioma uteri ditemukan kadar reseptor estrogen yang lebih tinggi dibandingkan di dalam miometrium. Mioma uteri mengikat 20% lebih banyak estradiol (E2) per miligram protein sitoplasma dibandingkan dengan miometrium normal.1,4 Berdasarkan asalnya, tumorigenesis mioma dibagi menjadi 4 bagian yaitu :

1. Adanya faktor resiko.

2. Inisiator.

3. Promoter.

4. Efektor.

Faktor resiko adalah karakteristik yang berhubungan dengan mioma yang diperoleh dari studi epidemiologi. Inisiasi dari mioma belum diketahui, hanya sedikit teori yang mencoba menjelaskan tentang inisiasi dari mioma ini. Faktor genetik diduga juga ikut mempunyai peran. Hormon-hormon ovarium yaitu estrogen dan progesteron berperan sebagai promosi dalam tumorigenesis mioma. Sedangkan sebagai efektornya adalah berbagai macam growth factor seperti insulin like growth factor-I (lgF-I), epidermal growth factor (EGF), transforming growth factor-(3 (TGF (3) dan vaskular endotelial growth factor (VEGF) 3 2.2. Faktor risiko

Faktor-faktor resiko yang berhubungan dengan mioma uteri secara epidemiologi adalah sebagai berikut 3 : a. Usia menarche

Mioma uteri dihubungkan dengan wanita yang mengalami menarche lebih awal. Wanita dengan usia menarche 10 tahun mempunyai resiko lebih tinggi mendapatkan mioma uteri dari pada wanita dengan usia menarche pada usia 16 tahun. Hal ini diduga bahwa wanita dengan sikus menstruasi lebih awal akan meningkatkan jumlah pembelahan sel myometrium selama usia reproduktif, sehingga meningkatkan mutasi genetik yang mengontrol proliferasi mioma uteri.

b. Paritas

Beberapa penelitian menunjukkan terdapatnya hubungan timbal balik antara paritas dengan resiko terjadinya mioma uteri, dimana wanita nullipara mempunyai resiko lebih tinggi mendapatkan mioma uteri dari pada wanita multipara. c. Umur

Mioma banyak terdapat pada usia perimenopause. Hal ini dihubungkan dengan saat titik puncak dari stimulasi estrogen dan progesteron.

d. Menopause

Mioma uteri jarang terjadi pada usia menopause dan biasanya mioma uteri mengecil pada usia menopause. Hal ini disebabkan hilangnya rangsangan hormonal pada usia menopause sehingga resiko operasi pada wanita menopause lebih kecil.

e. Olah raga

Pada wanita yang lebih banyak latihan fisik (olah raga), mempunyai resiko yang lebih kecil karena dengan olah raga akan mengurangi konversi androgen menjadi estrogen dalam jaringan lemak.

f. Obesitas

Obesitas akan meningkatkan resiko terjadinya mioma uteri. Ross dkk. (1986) menemukan peningkatan berat badan 10 kg. akan meningkatkan resiko mioma sebesar 21%. Shikora dkk. (1991) menemukan 51% pasien dengan mioma uteri yang menjalani histerektomi atau miomektomi memiliki berat badan lebih (obesitas dan 16% diantaranya merupakan obesitas berat). Hubungan antara obesitas dan meningkatnya resiko mioma uteri mungkin berhubungan dengan faktor hormonal yang mempengaruhi obesitas. Terdapat peningkatan yang bermakna konversi androgen adrenal menjadi estron pada jaringan adiposa sehingga terjadi peningkatan kadar estrogen. Sex hormon binding globulin (SHBG) yang diproduksi hepar menurun sehingga meningkatkan jumlah estrogen yang aktif secara fisiologis. Sirkulasi estrogen pada wanita postmenopause berasal dari metabolisme androgen oleh jaringan perifer termasuk jaringan lemak. Dua mekanisme ini berpengaruh pada wanita postmenopause. Pada wanita premenopause yang mengalami obesitas, penurunan metabolisme estradiol oleh jalur hidrosilasi akan mengurangi perubahan estradiol menjadi metabolit yang tidak aktif dan akan menghasilkan keadaan hiperestrogenemia.

g. MerokokTerdapat penurunan resiko terjadinya mioma uteri pada wanita perokok dari pada wanita bukan perokok. Hal ini disebabkan efek antiestrogen dari rokok. Nikotin pada rokok akan menghambat konversi androgen menjadi estron. Kadar SHBG yang tinggi pada wanita perokok akan mengurangi kadar estrogen aktif dalam darah. h. Ras

Mioma uteri lebih banyak ditemukan pada wanita kulit hitam dari pada wanita kulit putih. Hal ini mungkin disebabkan oleh perbedaan etnik yang menyebabkan perbedaan level estrogen sirkulasi yang dihubungkan dengan kontrol diet dan metabolisme estrogen. Penelitian yang dilakukan dengan pemberian diet tinggi lemak rendah serat pada wanita kulit hitam dan kulit putih didapatkan pada wanita kulit hitam mempunyai kadar serum estron, estradiol dan estrogen bebas yang lebih tinggi dari pada wanita kulit putih. Disamping itu ditemukan perbandingan metabolit estrogen 2-hidrosiestron (2-OHE1)/16(-hidrosiestron (16-OHE1) yang lebih rendah pada wanita kulit hitam. Sehingga wanita kulit hitam lebih banyak terpapar dengan estrogen dari pada wanita kulit putih. Perbedaan metabolisme ini dipengaruhi oleh faktor genetik atau faktor lain yang belum diketahui.2.3. Klasifikasi

Mioma uteri merupakan tumor jinak yang berasal dari sel otot polos uterus atau sebagian kecil juga bisa berasal dari otot polos pembuluh darah uterus. Ukuran mioma uteri bervariasi, mulai dari yang kecil sampai ke ukuran yang besar (45 kg). Dapat soliter atau multipel. Mioma uteri dibagi berdasarkan lokasinya pada uterus. Mioma submukosa terdapat dibawah endometrium dan pertumbuhannya akan menekan ke dalam lumen uterus. Pengaruhnya pada endometrium akan menyebabkan perdarahan uterus abnormal. Mioma submukosa ini bisa bertangkai dan keluar melalui kanalis servikalis (miom Geburt). Mioma uteri intramural tumbuh pada lapisan miometrium. Mioma uteri subserosa tumbuh pada lapisan subserosa uterus. Jika mioma subserosa ini bertangkai dan mendapat suplai darah dari ekstrauterin (omentum), maka tangkai akan atropi dan diresorbsi disebut parasitik miom. 4,52.4. Gejala klinis

Kebanyakan wanita dengan mioma uteri tanpa gejala. Hanya 20 50% yang memberikan gejala klinis. Gejala dari mioma uteri tergantung dari lokasi, ukuran, perubahan degeneratif pada mioma dan apakah pasien sedang hamil atau tidak.5Perdarahan

Perdarahan uterus abnormal merupakan gejala yang paling banyak dijumpai pada mioma uteri (>30%). Perdarahan dari mioma submukosa terjadi karena terganggunya aliran darah menuju endometrium, distorsi dan kongesti pembuluh darah sekitarnya khususnya vena-vena atau ulserasi sepanjang endometrium. Bertambahnya ukuran kavum uteri dan permukaan endometrium akan meningkatkan jumlah perdarahan. Pasien akan mengeluhkan perdarahan yang banyak ketika haid (menoragia), premenstrual spotting atau perdarahan intermenstruasi.5 Nyeri

Nyeri jarang dikeluhkan pada pasien dengan mioma uteri kecuali telah terjadi perubahan pada miom itu sendiri. Nyeri disebabkan oleh putaran pada tangkai miom, dilatasi servik oleh miom submukosa yang keluar melalui servik atau degenerasi merah. Mioma yang besar dapat menimbulkan rasa berat pada pelvik atau rasa tidak enak disebut sebagai bearing-down:. Tumor yang besar juga dapat menekan persyarafan pada pelvik yang menimbulkan nyeri yang menjalar ke punggung atau ekstremitas bawah.5 Penekanan

Mioma intramural dapat mendistorsi atau menyumbat belbagai organ. Parasitik miom dapat menyebabkan obstruksi intestinal jika ukurannya besar, melibatkan omentum atau saluran cerna. Mioma servikal bisa menyebabkan vagina discharge serosanguious, perdarahan pervaginam, dispareunia dan infertilitas. Masa tumor yang besar dapat mengisi rongga pelvis dan menyebabkan kompresi ureter, vesika urinaria dan rektum, kongesti vena pelvik dan edem ekstremitas bawah. Pada kehamilan mioma uteri dapat menyebabkan abortus, partur prematurus, kelainan letak dan perdarahan postpartum.4,5 Abortus spontan

Insiden terjadinya abortus spontan pada mioma uteri adalah 2 kali lebih besar dari pada wanita hamil normal.5 Keganasan

Perubahan mioma uteri kearah keganasan sangat jarang, kurang dari 0,13%. Adanya riwayat pertumbuhan mioma yang cepat terutama pada wanita postmenopause, seharusnya dilakukan pengangkatan masa tumor. Pertumbuhan mioma juga cepat selama kehamilan. Pertumbuhan yang cepat pada wanita muda dimana suatu kehamilan telah disingkirkan dan pada wanita tua sebelum menopause, perlu difikirkan suatu keganasan.4

Infertiliti

Mioma uteri menyebabkan terjadinya infertili sekitar 1 2,4% pasien dan sering terjadi pada mioma submukosa atau distorsi, pembesaran kavum uteri yang mempengaruhi implantasi normal atau transpor sperma. Perubahan arah servik yang berat akan mempengaruhi kemampuan servik untuk mengumpulkan sperma pada ostium servik. Mioma uteri intramural akan menyebabkan obstruksi atau disfungsi ostium tuba. Pada pasien dengan fertilisasi in-vitro distorsi kavum uteri oleh mioma akan menurunkan angka kehamilan (pregnancy rate) dan angka abortus spontan akan meningkat sampai 50% kasus. Mioma uteri juga akan menyebabkan keguguran berulang. Kebanyakan ahli berpendapat bahwa akan terdapat peningkatan angka kehamilan setelah tindakan bedah.4,6 2.5. Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan ultrasonografi pelvik (USG) telah mencapai tahap yang memuaskan dan sangat berguna pada kasus dengan mioma uteri. Walaupun demikian, ultrasonografi tidak dapat menggantikan peran pemeriksaan pelvik manual. USG dapat membantu menilai mioma, masa pada pelvik lainnya dan dalam mengidentifikasi suatu kehamilan. Lebih lanjut, USG sangat bermamfaat untuk mendiagnosa mioma uteri pada pasien obesitas.5

Histerosalphingografi dipakai untuk menilai mioma uteri pada pasien dengan infertilitas. Histerosalphingografi efektif dalam menilai bentuk kavum uteri dan patensi kedua tuba pada pasien dengan infertilitas dengan mioma uteri dan pada pasien yang akan dilakukan dilakukan fertilisasi in-vitro.5

Urografi intravena sangat bermanfaat dalam menilai masa pada pelvik karena bisa menunjukkan terdapatnya deviasi atau kompresi uretra dan mengidentifikasi kelainan urinaria. Hal ini sangat bermanfaat pada waktu operasi untuk mengetahui posisi anatomi ureter dan ginjal.5

Magnetic resonance imaging (MRI) sangat akurat dalam menentukan jumlah, ukuran dan lokasi mioma uteri, tapi jarang digunakan karena biayanya yang mahal. Histeroskopi digunakan untuk mengidentifikasi dan mengangkat mioma uteri submukosa. Laparoskopi digunakan untuk menentukan dengan tepat asal mioma uteri dan dipakai dalam miomektomi (laparoscopic myomectomy)52.6. Penatalaksanaan

Penatalaksanaan mioma uteri bisa memakai satu atau kombinasi dari penatalaksanaan dibawah ini 4:

Ekspektatif

Medikamentosa (GnRH analog, progestin)

Operatif (miomektomi atau histerektomi)

Embolisasi arteri uterina (uterine artery embolization)

MiolisisPemilihan dari terapi ini harus mempertimbangkan banyak faktor diantaranya umur, paritas, keinginan punya anak, berat ringannya gejala, ukuran dan jumlah miom, lokasi mioma, keadaan umum pasien, kemungkinan keganasan, usia akan menopause dan keinginan mempertahankan uterus.

BAB IIIINFERTILITI

Infertiliti adalah suatu pasangan suami istri yang sudah menikah selama 1 tahun dan melakukan sanggama secara teratur tanpa memakai kontrasepsi. Disebut infertilitas primer jika istri belum pernah hamil walaupun bersanggama dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Infertilitas sekunder adalah kalau istri pernah hamil, akan tetapi kemudian tidak terjadi kehamilan lagi walaupun bersanggama dan dihadapkan pada kemungkinan kehamilan selama 12 bulan. Fertilitas adalah kemampuan seorang istri untuk menjadi hamil dan melahirkan anak hidup oleh suami yang mampu menghamilinya. Sekitar 90% pasangan suami istri akan mendapatkan kehamilan setelah 12 bulan tanpa memakai kontrasepsi. Infertiliti mengenai 10-15% pasangan usia reproduksi.7,8

Proses reproduksi memerlukan interaksi dan integritas dari saluran reproduksi laki-laki dan wanita yang memungkinkan terjadinya pelepasan ovum, produksi spermatozoa, transpor normal ovum ke tuba dimana terjadi fertilisasi dan selanjutnya transportasi embrio ke kavum uteri dimana terjadinya implantasi normal dan perkembangan selanjutnya.9

Penyebab infertiliti dapat disebabkan oleh faktor laki-laki dan wanita atau keduanya. Faktor pada wanita sebesar 46,7%, faktor laki-laki sebesar 19%, faktor pada wanita dan laki-laki sebesar 18,2%, faktor yang tidak diketahui sebesar 11,2% dan faktor lain sebesar 5,2%.9 Secara garis besar penyebab utama infertiliti dapat dikelompokkan ke dalam7: Faktor pria Penurunan fungsi ovarium

Kelainan ovulasi

Kerusakan pada tuba, obstruksi atau perlengketan paratuba (termasuk endometriosis dengan adhesi tuba atau peritoneal)

Faktor servik dan imunologi

Faktor uterus

Keadaan-keadaan seperti kelainan imunologi, infeksi dan kelainan sistemik yang serius.

Faktor-faktor yang tidak dapat diterangkan (unexplained factor), termasuk endometriosis tanpa adanya adhesi tuba atau peritoneal

Faktor pada uterus yang dapat menyebabkan infertiliti seperti mioma uteri. Berikut ini akan dibahas pengaruh mioma uteri terhadap infertilitas dan cara pengobatan serta keberhasilan terapi yang dilakukan.

BAB IVMioma uteri dENGAN Infertiliti

Kejadian mioma uteri pada wanita infertil tanpa adanya penyebab infertiliti yang lain adalah berkisar antara 1 2,4%. Hubungan antara mioma uteri dan infertiliti masih merupakan hal yang diperdebatkan. Pada beberapa wanita dengan mioma uteri terjadi infertilitas sedangkan sebagian lain tidak. Infertilitas lebih sering terjadi pada wanita dengan mioma uteri submukosa. Mioma uteri merupakan masalah kesehatan pada wanita dalam usaha mendapatkan kehamilan pada usia yang lanjut, ketika kejadian mioma uteri juga meningkat.6,10,11

Pembesaran secara anatomi dan perubahan bentuk atau luas permukaan uterus yang bertambah dapat mempengaruhi transpor sperma. Mioma uteri akan mempengaruhi kontraksi normal uterus. Perubahan kontraksi uterus ini mungkin akan mempengaruhi transpor sperma. Mioma dapat merubah posisi servik dalam vagina dan mengurangi paparan sperma terhadap servik atau menghambat canalis servikalis atau tuba. Pada tempat lokasi mioma uteri akan terdapat penipisan dan atropi endometrium, hiperplasia, inflamasi atau kerusakan struktur pembuluh darah.6

Berbagai teori telah diajukan untuk menjelaskan pengaruh mioma uteri terhadap kesuburan. Bagaimana mekanisme mioma uteri menyebabkan infertilitas. Secara umum ditemukan bahwa lokasi mioma uteri merupakan faktor yang penting (mioma submukosa, intramural dan subserosa) dalam hal menyebabkan infertilitas. Mioma ukuran > 5 cm yang terletak dekat servik atau tuba akan sangat mempengaruhi infertilitas.10,12Mioma uteri menyebabkan obstruksi mekanik dari servik dan tuba, perubahan bentuk kavum uterus (penambahan panjang uterus, memperluas permukaan endometrium dan memperpanjang perjalanan sperma), iritasi pada mioma akibat perubahan degenerasi, gangguan kontraksi uterus yang berhubungan dengan migrasi sperma, transportasi ovum atau nidasi. Mioma uteri dapat memperluas kavum uteri sampai sebesar 1300%.6,12Mioma uteri juga dihubungkan dengan kegagalan implantasi atau berhentinya suatu kehamilan karena gangguan vaskularisasi endometrium (kompresi dan dilatasi pembuluh darah), penebalan dan ulserasi endometrium menjadikan endometrium tidak baik untuk implantasi.1,6,10,12

Sel-sel di dalam mioma uteri akan lebih respon terhadap rangsangan estrogen karena jumlah reseptor estrogen yang meningkat dibandingkan dengan miometrium normal, kosentrasi estradiol yang lebih tinggi karena berkurangnya konversi estradiol menjadi estron. Hal ini dibuktikan dengan terdapatnya hiperplasia glandular endometrium pada pinggir mioma submukosa. Juga diduga terdapat keanehan dan pembesaran mitokhondria perinuklear. Hal ini merubah metabolisme kalsium, gangguan kontraksi miometrium dan menggangu transportasi sperma dan transplantasi embrio. Pengaruh antara potensial neoplastik sel mioma (potential neoplastic myoma cell), kosentrasi estrogen lokal yang tinggi dan efek sinergis faktor-faktor pertumbuhan berperan secara lokal dalam perkembangan dan pertumbuhan mioma uteri dan pada akhirnya akan berhubungan dengan infertiliti.6

Untuk membuktikan hubungan antara mioma uteri dengan infertiliti, suatu penelitian acak prospektif (prospective randomized studies) harus dilakukan untuk membandingkan wanita yang ingin hamil dengan dan tanpa mioma uteri dalam rangka membandingkan angka kehamilan dan waktu yang diperlukan untuk hamil. Kemungkinan lain adalah dengan membandingkan angka kehamilan antara wanita infertil dengan dan tanpa mioma uteri setelah faktor-faktor penyebab infertiliti lainnya disingkirkan.10Bulleti dkk (1999) membandingkan kehamilan spontan pada wanita infertil dengan dan tanpa mioma uteri setelah faktor infertiliti pada suami dan faktor tuba sudah disingkirkan. Ditemukan perbedaan yang bermakna (p 35 tahun. Riwayat infertiliti sebelumnya juga mempengaruhi angka kehamilan. Angka kehamilan berkurang sampai 20% jika terdapat faktor penyebab infertiliti lainnya. Mioma uteri berhubungan dengan meningkatnya angka abortus pada trisemester pertama, angka ini turun secara signifikan setelah dilakukan miomektomi. Angka kehamilan setelah miomektomi dengan ukuran mioma > 100 ml. (8 cm) lebih tinggi dari pada mioma yang kecil. Hal ini diduga bahwa ukuran fibroid mempengaruhi infertilitas, sehingga mengangkat mioma besar akan memperbaiki infertilitas. Angka kehamilan lebih rendah jika lebih dari 5 mioma diangkat. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya jumlah insisi dan perlengketan. Lokasi mioma uteri tidak mempengaruhi angka kehamilan setelah operasi. Kebanyakan wanita akan hamil dalam 1 tahun setelah miomektomi. Hal ini menjadi pertimbangan jika akan melakukan operasi pada wanita asimptomatik yang tidak menginginkan kehamilan dalam waktu cepat.12 Laparoskopi

Miomektomi laparoskopi (laparoscopic myomectomy) merupakan tehnik baru untuk mengangkat mioma uteri intramural dan mioma uteri subserosa dengan ukuran < 9 cm. Angka komplikasi jangka pendek rendah dan memerlukan ahli bedah yang terlatih. Jika dibandingkan dengan miomektomi secara laparotomi, miomektomi laparoskopi mempunyai keuntungan antara lain nyeri postoperatif berkurang, waktu rawat yang pendek, kosmetik yang baik dan pasien segera kembali dapat melakukan aktifitas normalnya. Jika kehamilan diharapkan kembali, tehnik ini menguntungkan karena mengurangi risiko adhesi postoperatif dibandingkan dengan laparotomi.14

Kesukaran yang akan dihadapi dalam melakukan miomektomi laparoskopi adalah cara mengeluarkan mioma tersebut dari rongga abdomen, terutama jika pada mioma yang besar. Beberapa ahli menyarankan dilakukan minilaparotomi, morselasi (morcellated) atau kolpotomi. Alternatif lainnya adalah dengan merusak mioma dengan krioterapi, kauterisasi bipolar (bipolar cautery), atau laser. Belum ada penelitian yang membandingkan tehnik ini untuk menentukan mana yang lebih aman dan efektif. Kesulitan yang lain adalah cara menjahit kembali luka pada bekas sarang mioma. Hal ini lebih sukar dilakukan dari pada laparotomi.2

Seracchioli dkk. (2000) melakukan penelitian tentang angka kehamilan setelah dilakukan laparoskopi dan laparotomi pada mioma uteri. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna antara angka kehamilan setelah 2 tahun (41,7% setelah laparoskopi dan 47,1% setelah laparotomi), sedangkan angka rekurensi mioma kurang lebih sama (21,4% dan 20,3%).6

Kekuatan jaringan parut setelah miomektomi laparoskopi masih merupakan kontroversi. Didapatkan 5 kasus ruptura uteri selama kehamilan setelah miomektomi laparoskopi. Akan tetapi frekwensi sebenarnya kejadian ini tidaklah jelas karena kasus-kasus yang dilaporkan tanpa informasi mengenai jumlah total kehamilan yang bertahan setelah miomektomi laparoskopi. Koagulasi yang dilakukan pada waktu laparoskopi menyebabkan nekrosis jaringan yang dapat mempengaruhi kwalitas penyembuhan jaringan. Kerusakan yang dalam akan menyebabkan ruptura uteri spontan pada kehamilan 33 minggu setelah miomektomi laparoskopi mioma uteri subserosa.6,14

Dubuisson et al (2000) melakukan penelitian tentang pregnancy outcome dan persalinan setelah miomektomi laparoskopi. Penelitian dilakukan antara tahun 1989 sampai 1996. Dari 263 pasien telah dilakukan miomektomi laparoskopi pada mioma uteri subserosa atau intramural dengan ukuran lebih dari 20 mm. Sarang miom dijahit dengan satu-satu dengan Vicryl 2/0. Dari 263 pasien, 37 (14,1%) orang tidak dapat di folow-up, 128 (48,7%) pasien tidak hamil sampai penelitian dilakukan dan 98 (32,7%) pasien mengalami kehamilan sebanyak 145 kali sesudah miomektomi laparoskopi. Selama folow-up kehamilan ditemukan 1 kasus ruptura uteri. Sebanyak 72 pasien (72%) dilakukan trial of labour. 58 (80,6%) melahirkan pervaginam, 12 (21,1%) dilakukan induksi persalinan, 28 (40,6%) dilakukan akselerasi dengan oksitosin. Tidak terdapat ruptura uteri selama trial of labour. Empatpuluh (42%) orang pasien dilakukan seksio sesaria dengan belbagai indikasi.14

Sukar untuk mengatakan bahwa terdapat risiko ruptura uteri setelah dilakukan miomektomi dengan laparoskopi. Reputasi yang baik jaringan parut miomektomi dengan laparoskopi bagi obstetrik didasarkan fakta bahwa terdapat sejumlah kehamilan setelah miomektomi dengan angka ruptura uteri yang kecil. Beberapa pengarang berpendapat bahwa tindakan bedah dengan laparoskopi akan sulit untuk membuat jahitan yang adekwat dibandingkan dengan laparotomi. Ketika melakukan miomektomi perhatian khusus diberikan pada waktu menjahit uterus.14 Histeroskopi

Histeroskopi telah dipakai untuk reseksi mioma uteri submukosa dengan hasil yang memuaskan. Indikasi melakukan histeroskopi adalah adanya riwayat perdarahan abnormal, riwayat keguguran, infertilitas dan nyeri. Kontraindikasinya adalah kanker endometrium, infeksi saluran genital bawah (lower reproductive tract infection), kavum uteri tidak bisa dibuka dan infasi tumor yang terlalu dalam ke miometrium. Lebih kurang 20% pasien memerlukan terapi tambahan dalam 5 10 tahun setelah reseksi pertama. Angka rekurensi ini karena pengangkatan yang tidak sempurna atau tumbuhnya mioma baru.4

The European Society of Hysteroscopy membagi mioma submukosa menurut derajat penetrasi ke dalam miometrium, yaitu:

T:OMioma uteri submukosa bertangkai

T:I Kurang dari 50% mioma masuk ke dalam miometrium

T:IILebih dari 50% mioma masuk ke dalam miometrium

Pembagian mioma ini berguna menentukan rencana terapi. Mioma golongan T:O dan T:I biasa dilakukan histeroskopi. Sedangkan T:II tidak bisa dilakukan histeroskopi dan dilakukan perabdominam.4 Reseksi mioma uteri melalui histeroskopi (hysteroscopic myomectomy) mempunyai keuntungan antara lain tidak adanya bekas insisi pada abdomen, waktu pemulihan yang cepat, kehilangan darah yang minimal, kurangnya nyeri postoperatif, waktu perawatan di rumah sakit, perlengketan pelvik minimal, biaya yang murah dan komplikasi yang sedikit. Kerugiannya adalah meningkatnya angka operasi ulangan karena reseksi yang tidak sempurna.6

Hysteroscopic myomectomy dilakukan pada mioma uteri submukosa kurang dari 3 cm dengan komponen intramural lebih dari 50% volume mioma. Visualisasi yang adekwat diperlukan untuk menghindari adhesi intrauterin pada dinding kontralateral uterus. Preoperatif sebaiknya diberikan GnRH analog. Pemasangan laminaria untuk dilatasi servik sangat diperlukan, khususnya pada pasien nullipara untuk menghindari robekan servik. Reseksi terbatas pada bagian intrakavitas, jika terlalu dalam akan meningkatkan risiko perforasi dan robeknya pembuluh darah besar.6 Beberapa penelitian menunjukkan keberhasilan kehamilan setelah dilakukan reseksi mioma uteri submukosa dengan histeroskopi. Penelitian yang dilakukan oleh Fernandez et.al (2001) setelah melakukan histeroskopi miomektomi mendapatkan angka kehamilan 41,6% pada pasien infertiliti dimana mioma uteri submukosa sebagai satu-satunya penyebab infertiliti dibandingkan dengan 26,3% dengan adanya satu faktor penyebab lain dan 6,3% dengan dua atau lebih penyebab infertiliti. Ukuran mioma juga mempengaruhi angka kehamilan. Penelitian ini mendapatkan angka kehamilan sebesar 57,1% pada mioma > 5mm jika mioma sebagai penyebab utama infertiliti. Hal ini menunjukkan bahwa ukuran mioma merupakan penyebab utama infertiliti.11 Embolisasi dan miolisis

Embolisasi dan miolisis sering digunakan dalam terapi mioma uteri. Akan tetapi tehnik ini tidak disarankan pada pada wanita yang masih menginginkan kehamilan karena pengaruhnya pada fertilitas tidak dapat ditentukan.6,15

Embolisasi mioma uteri (EMU) idealnya dilakukan pada pasien yang tidak menginginkan fertilitas, wanita premenopause dengan mioma uteri simptomatik yang tidak mengginginkan histerektomi. Tidak terdapat batas ukuran mioma dalam embolisasi ini, tapi tidak dianjurkan pada mioma uteri subserosa bertangkai. EMU merupakan pilihan pada pasien menolak dilakukan transfusi darah karena alasan kesehatan dan agama. EMU juga dianjurkan pada pasien yang mempunyai kontraindikasi dilakukan tindakan dalam anestesi.15

Prinsip EMU adalah dengan membatasi aliran darah ke mioma, akan mengurangi volumenya. Embolisasi dilakukan oleh ahli radiologi dengan secara selektif menghambat aliran darah ke tumor dengan menginjeksikan zat emboli (polyvinyl alcohol particlel) dengan kateter angiografi melalui arteri femoralis. Kateter dipandu menuju target organ dengan bantuan flouroskopi.4,15

Embolisasi mioma uteri mempunyai keuntungan dibandingkan histerektomi, miomektomi dan terapi hormonal. EMU tidak terjadi kehilangan darah atau risiko transfusi, tidak memerlukan anestesi dan insisi bedah. Waktu pemulihan yang lebih cepat dan tidak ada pengaruh supresi hormonal (early menopause-like symptons) seperti yang sering pada terapi mioma uteri dengan GnRH analog. Angka rekurensi EMU lebih rendah dibandingkan miomektomi. Efek samping EMU adalah nyeri yang menetap (sampai 2 minggu), demam, piometra, sepsis dan bahkan kematian setelah embolisasi pernah dilaporkan. Dimasa mendatang, indikasi pemakaian EMU harus lebih dikembangkan, termasuk pada wanita yang masih menginginkan fertilitas atau pada wanita infertiliti dengan mioma uteri.4,15BAB V

KESIMPULAN

Mioma uteri merupakan tumor jinak uterus yang sering ditemui pada wanita usia reproduksi

Gejala yang ditimbulkan oleh mioma uteri adalah perdarahan pervaginam, penekanan organ sekitar, nyeri, abortus berulang, perubahan ke arah keganasan dan infertilitas

Mioma uteri menyebabkan infertilitas sekitar 1-2,4%

Mioma uteri menyebabkan infertilitas dipengaruhi oleh lokasi mioma, ukuran dan terjadinya distorsi kavum uteri

Mioma uteri menyebabkan obstruksi mekanik dari servik dan tuba, perubahan bentuk kavum uterus, iritasi pada mioma akibat perubahan degenerasi, gangguan kontraksi uterus yang berhubungan dengan migrasi sperma, transportasi ovum atau nidasi

Abdominal miomektomi, laparoskopik miomektomi dan histeroskopi miomektomi dapat memperbaiki angka fertilitas pasien dengan mioma uteri KEPUSTAKAAN1. Baziad A. Endokrinologi Ginekologi. Edisi kedua. Media Aesculapius Fak. Kedokteran Universitas Indonesia. Jakarta, 2003; hal 151 58

2. Chelmow D, Lee S. Gynecology myomectomy. Available on E-medicine. Last update: May 9, 2005 3. Flake G, Andersen J, Dixon D. Etiology and pathogenesis of uterine leiomiomas: a review - Research Review. Environmental Health Perspective. Juni 15, 2003.

4. Wallach E, Vlahos N. Uterine myomas: An overview of development, clinical features and management. Obstet Gynecol 2004;104:393-4065. Wexler A, Pernoll M. Benign Disorder of the Uterine Corpus. In: DeCherney A, Pernoll M, editors. Current Obstetric and Gynecology Diagnosis and Treatment. 8ed . Appleton and Lange, 1994, 731 42

6. Martin D. Myomata and Infertility. Current Womens Health Reports 2003, 3:384-3887. Yao MW, Schust DJ. Infertility. In: Berek JS, Rinehart RD, Hillard PJ, Adashi EY, editors. Novaks Gynecology, 13th Ed. William & Wilkins Baltimore, 2002: 973-1046

8. Sumapraja S. Infertilitas. Editor: Wiknjosastro H, Saifuddin AB, Rachimhadhi T. Ilmu Kandungan, edisi kedua, cetakan ke tiga. Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. Jakarta, 1999;497-5219. Garcia JE, Nelson LM. Infertility. Available on E-medicine. Last update: May 23, 200510. Donnez J, Jadoul P. What are the implications of myomas on infertility? A need for debate? Human reproduction 2002, Vol. 17, No. 6 pp. 1424-143011. Fernadez H, Sefrioui O, Virelizer C, Gervaise A, Gomel V and et al. Hysteroscopic Resection of Submucosal Myomas in Patients with Infertility. Human Reproduction, 2001; Vol. 16, No. 7 pp. 1489-1492

12. Bajekal N, Li TC. Fibroids, Infertility and Pregnancy Wastage. Human Reproduction Update 2000, vol. 6, No. 6 pp. 614-62013. Vercellini P, Maddalena S, Giorgi OD, Aimi G, Crosignani PG. Abdominal myomectomy for infertility: a comprehensive review. Human Reproduction, 1998; Vol. 13, No. 4 pp. 873 -879

14. Dubuisson JB, Fauconnier A, Deffarges JV, Norgaard, Kreiker G et al. Pregnancy Outcome and Delivery Following Laparoscopic Myomectomy. Human Reproduction, 2000; Vol. 15, No. 4 pp. 869-87315. Smith SJ. Uterine Fibroid Embolization. Am Fam Physician 2000;61:3601-7, 3611-2

PAGE 22