Upload
ratih-puspita-w
View
136
Download
27
Embed Size (px)
DESCRIPTION
mioma uteri referat
Citation preview
0
REFERAT
MIOMA UTERI
Disusun oleh:
Ratih Puspita Wulandari
112011101060
Dokter Pembimbing:
Dr. Endang Ma’ruf Randi, Sp.OG
Disusun untuk Melaksanakan Tugas Kepaniteraan Klinik
Lab/SMF OBSTETRI GINEKOLOGI
Di RSD dr. Soebandi Jember
SMF/LAB OBSTETRI GINEKOLOGI
RSD DR. SOEBANDI JEMBER
2016
1
DAFTAR ISI
Halaman
Halaman Judul ............................................................................................... i
Daftar Isi........................................................................................................ 1
Pendahuluan .................................................................................................. 2
Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 3
Definisi ..................................................................................................... 3
Anatomi Uterus ........................................................................................ 3
Epidemiologi ............................................................................................ 6
Etiologii .................................................................................................... 7
Klasifikasi ................................................................................................. 9
Gejala Klinis ............................................................................................ 13
Diagnosis Banding ................................................................................... 15
Diagnosis ................................................................................................. 15
Tatalaksana ............................................................................................... 19
Komplikasi ............................................................................................... 22
Prognosis .................................................................................................. 23
Kesimpulan ................................................................................................... 24
Daftar Pustaka ............................................................................................... 25
2
BAB 1. PENDAHULUAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak yang struktur utamanya adalah otot
polos rahim. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari otot polos dan jaringan
fibrosa. Mioma uteri juga dikenal dengan sebutan fibromioma uteri, uterin fibroid,
atau leiomioma uteri.1, 11
Angka kejadian mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan usia
reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara
pasti. Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri
antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan
estrogen. Insiden mioma uteri 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50%
kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.11
Sebuah penelitian di AS dari
perempuan yang dipilih secara acak usia 35-49 tahun, kejadian mioma uteri pada
ras Arfika-Amerika sebanyak 60% pada usia 35 tahun dan >80% pada usia 50
tahun. Pada ras kaukasia angka kejadian menunjukkan 40% pada usia 35 tahun
dan hampir 70% pada usia 50 tahun. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri
ditemukan 2,39%-11,87% dari semua pasien ginekologi yang dirawat.8
Pasien dengan mioma uteri seringkali asimtomatik, namun gejala yang
ungkin ditimbulkan sangat bervariasi seperti metroragia, nyeri, menoragia, hingga
fertilitas. Penyulit yang ditimbulkan dari asimtomatik mioma uteri adalah
seringkali menyebabkan gejala yang ditimbulkan dari organ sekitarnya (tuba,
ovarium, dan usus) menjadi terabaikan. Masalah lain terkait dengan asimtomatik
mioma uteri, yaitu mengabaikan pemeriksaan lanjutan dari spesimen hasil
enukleasi atau histerektomi, sehingga miosarkoma menjadi tidak dikenali.
Perdarahan hebat yang disebabkan oleh mioma uteri merupakan indikasi utama
Histerektomi di Amerika Serikat.11
3
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 DEFINISI
Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel otot polos
yang ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari sel-
sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen. Mioma uteri juga
dikenal dengan sebutan fibromioma uteri, uterine fibroid, atau leiomioma uteri.1
uteri berbentuk padat karena jaringan ikat dan otot rahimnya lebih
dominan. Tumor ini tidak memiliki kapsul yang sesungguhnya, namun jaringan
dengan sangat mudah dibebaskan dari miometrium sekitarnya sehingga mudah
dikupas (enukleasi). Mioma berwarna lebih pucat, relatif bulat, kenyal, berdinding
licin, dan apabila dibelah bagian dalamnya akan menonjol keluar sehingga
mengesankan bahwa permukaan luarnya adalah kapsul.11
2.2 ANATOMI UTERUS
Uterus (rahim) merupakan organ yang tebal, berotot, berbentuk buah pir,
yang sedikit gepeng kearah muka belakang, terletak di dalam pelvis antara rektum
(belakang) dan kandung kemih (depan). Ukuran uterus sebesar telur ayam dan
mempunyai rongga. Dindingnya terdiri atas otot polos. Ukuran panjang uterus
adalah 7-7,5 cm lebar di atas 5,25 cm, tebal 1,25 cm. Berat uterus normal lebih
kurang 57 gram. Pada masa kehamilan uterus akan membesar pada bulan-bulan
pertama dibawah pengaruh estrogen dan progesterone yang kadarnya meningkat.
Pembesaran ini pada dasarnya disebabkan oleh hipertrofi otot polos uterus,
disamping itu serabut-serabut kolagen yang ada menjadi higroskopik akibat
meningkatnya kadar estrogen sehingga uterus dapat mengikuti pertumbuhan janin.
Setelah Menopause, uterus wanita nullipara maupun multipara, mengalami atrofi
dan kembali ke ukuran pada masa predolesen.12
4
Gambar 2.1 Anatomi uterus potongan sagital
2.2.1. Bagian Uterus
a. Fundus Uteri (dasar rahim)
Bagian proksimal uterus yang terletak antara kedua pangkal saluran telur.
b. Korpus Uteri
Bagian uterus yang membesar pada kehamilan. Korpus uteri mempunyai fungsi
utama sebagai tempat janin berkembang. Rongga yang terdapat pada korpus
uteri disebut kavum uteri atau rongga rahim.
c. Serviks Uteri
Bagian terbawah uterus, terdiri dari pars vaginalis (berbatasan/ menembus
dinding dalam vagina) dan pars supravaginalis. Terdiri dari 3 komponen
utama: otot polos, jalinan jaringan ikat (kolagen dan glikosamin) dan elastin.
Ujung serviks yang menuju puncak vagina disebut porsio, hubungan antara
kavum uteri dan kanalis servikalis disebut ostium uteri yaitu bagian serviks
yang ada di atas vagina. Ostium dilapisi epitel skuamokolumnar mukosa
serviks. Sebelum melahirkan (nullipara/ primigravida) lubang ostium
eksternum bulat kecil, setelah ada riwayat melahirkan (primipara/
multigravida) berbentuk garis melintang. Posisi serviks mengarah ke kaudal
posterior, setinggi spina ichiadica. Kelenjar mukosa serviks menghasilkan
lendir getah serviks yang mengandung glikoprotein kaya karbohidrat (musin)
dan berbagai garam, peptide, dan air. Ketebalan mukosa dan viskositas lendir
serviks dipengaruhi siklus haid.12
5
2.2.2. Dinding Uterus
a. Endometrium
Endometrium terdiri atas epitel kubik, kelenjar-kelenjar, dan jaringan dengan
banyak pembuluh-pembuluh darah yang berlekuk-lekuk. Endometrium saat
massa haid sebagian besar dilepaskan, untuk kemudian tumbuh menebal dalam
masa reproduksi pada kehamilan dan pembuluh darah bertambah banyak yang
diperlukan untuk memberi makanan pada janin.
b. Miometrium
Miometrium merupakan lapisan otot polos di sebelah dalam berbentuk sirkuler,
dan disebelah luar berbentuk longitudinal. Diantara kedua lapisan initerdapat
lapisan otot oblik, berbentuk anyaman. Lapisan otot polos ini merupakan
bagian penting pada persalinan, karena sesudah plasenta lahir, otot polos akan
berkontraksi kuat dan menjepit pembuluh-pembuluh darah yang ada di tempat
itu dan yang terbuka.
c. Lapisan serosa (peritoneum viseral)
Lapisan ini terdiri dari lima ligamentum yang menfiksasi dan menguatkan
uterus yaitu:
1. Ligamentum kardinale kiri dan kanan yakni ligamentum yang terpenting,
mencegah supaya uterus tidak turun, terdiri atas jaringan ikat tebal, dan
berjalan dari serviks dan puncak vagina ke arah lateral dinding pelvis.
Didalamnya ditemukan banyak pembuluh darah, antara lain vena dan arteria
uterina.
2. Ligamentum sakro uterinum kiri dan kanan yakni ligamentum yang
menahan uterus supaya tidak banyak bergerak, berjalan dari serviks bagian
belakang kiri dan kanan kearah sarkum kiri dan kanan.
3. Ligamentum rotundum kiri dan kanan yakni ligamentum yang menahan
uterus agar tetap dalam keadaan antefleksi, berjalan dari sudut fundus uteri
kiri dan kanan, ke daerah inguinal waktu berdiri cepat karena uterus
berkontraksi kuat.
4. Ligamentum latum kiri dan kanan yakni ligamentum yang meliputi tuba,
berjalan dari uterus kearah sisi, tidak banyak mengandung jaringan ikat.
6
5. Ligamentum infundibulo pelvikum yakni ligamentum yang menahan tuba
fallopi, berjalan dari arah infundibulum ke dinding pelvis. Di dalamnya
ditemukan urat-urat saraf, saluran-saluran limfe, arteria dan vena ovarika.12
2.2.3. Vaskularisasi Uterus
Uterus terutama mendapat vaskularisasi dari arteri uterine cabang arteri
hypogastrica/ illiaca interna, serta dari arteri ovarica cabang aorta abdominalis.12
Gambar 2.2 Anatomi Uterus
2.3 EPIDEMIOLOGI
Angka kejadian mioma uteri paling sering terjadi pada perempuan usia
reproduktif, yaitu sekitar 20%-25% dengan faktor yang tidak diketahui secara
pasti. Kejadian lebih tinggi pada usia 35 tahun. Tingginya kejadian mioma uteri
antara usia 35-50 tahun, menunjukkan adanya hubungan mioma uteri dengan
estrogen. Insiden mioma uteri 3-9 kali lebih banyak pada ras kulit berwarna
dibandingkan dengan ras kulit putih. Selama 5 dekade terakhir, ditemukan 50%
kasus mioma uteri terjadi pada ras kulit berwarna.11 Sebuah penelitian di AS dari
perempuan yang dipilih secara acak usia 35-49 tahun, kejadian mioma uteri pada
ras Arfika-Amerika sebanyak 60% pada usia 35 tahun dan >80% pada usia 50
tahun. Pada ras kaukasia angka kejadian menunjukkan 40% pada usia 35 tahun
7
dan hampir 70% pada usia 50 tahun. Di Indonesia angka kejadian mioma uteri
ditemukan 2,39%-11,87% dari semua pasien ginekologi yang dirawat.8
2.4 ETIOLOGI
Etiologi pasti penyebab mioma uteri belum diketahui, tetapi terdapat
korelasi antara pertumbuhan tumor dengan peningkatan reseptor estrogen
progesteron pada jaringan mioma uteri, adanya faktor predisposisi yang bersifat
herediter, dan faktor hormon pertumbuhan, serta Human Placental Lactogen.
Telah diidentifikasi kromosom yang membawa 145 gen yang diperkirakan
berpengaruh pada pertumbuhan fibroid. Beberapa ahli mengatakan bahwa mioma
uteri diwariskan dari gen sisi paternal. 7
Mioma biasanya membesar pada saat kehamilan dan mengecil pada saat
menopause, sehingga diperkirakan dipengaruhi juga oleh hormon-hormon
reproduksi seperti estrogen dan progesteron. Selain itu juga jarang ditemukan
sebelum menarke. Pengaruh estrogen secara langsung memicu pertumbuhan
mioma uteri atau melalui mediator, masih menimbulkan silang pendapat. Telah
ditemukan banyak sekali mediator di dalam mioma uteri, seperti estrogen growth
factor, insulin growth factor-1, (IGF-1), connexin-43-Gapjunction protein, dan
marker proliferasi.7
Analisis sitogenetik dari hasil pembelahan mioma uteri telah menghasilkan
penemuan yang baru. Diperkirakan 40% mioma uteri memiliki abnormalitas
romosom non random. Abnormalitas ini dapat dibagi menjadi 6 subgrup sitogenik
yang utama termasuk translokasi antara kromosom 12 dan 14, trisomi 12,
penyusunan kembali lengan pendek kromosom 6 dan lengan panjang kromosom
10, dan delesi kromosom 3 dan 7. Penting untuk diketahui mayoritas mioma uteri
memiliki kromosom yang normal.5
2.4.1. Pengaruh Hormonal
a. Estrogen
Mioma uteri dijumpai setelah menarche. Seringkali terdapat pertumbuhan
tumor yang cepat selama kehamilan dan terapi estrogen eksogen. Mioma
8
uteriakan mengecil pada saat menopause dan pada pengangkatan ovarium.
Mioma uteri banyak ditemukan bersamaan dengan anovulasi ovarium dan
wanita dengan sterilitas. Selama fase sekretorik, siklus menstruasi dan
kehamilan, jumlah reseptor estrogen di miometrium normal berkurang. Pada
mioma reseptor estrogen dapat ditemukan sepanjang siklus menstruasi, tetapi
ekskresi reseptor tersebut tertekan selama kehamilan.
b. Progesteron
Reseptor progesteron terdapat di miometrium. Pada mioma reseptor ditemukan
sepanjang siklus menstruasi dan kehamilan. Progesteron merupakan antagonis
natural dari estrogen. Progesteron menghambat pertumbuhan mioma dengan
dua cara yaitu: Mengaktifkan 17-Beta hidroxydesidrogenase dan menurunkan
jumlah reseptor estrogen pada mioma.
c. Hormon Pertumbuhan
Level hormon pertumbuhan menurun selama kehamilan, tetapi hormon yang
mempunyai struktur dan aktivitas biologik serupa, terlihat pada periode ini
memberi kesan bahwa pertumbuhan yang cepat dari mioma selama kehamilan
mungkin merupakan hasil dari aksi sinergistik antara hormon pertumbuhan dan
estrogen.2
2.4.2. Faktor Predisposisi Mioma Uteri
a. Umur
Frekuensi kejadian mioma uteri paling tinggi antara usia 35-50 tahun yaitu
mendekati angka 40%, sangat jarang ditemukan pada usia dibawah 20 tahun.
Sedangkan pada usia menopause hampir tidak pernah ditemukan. Pada usia
sebelum menarche kadar estrogen rendah, dan meningkat pada usia reproduksi,
serta akan turun pada usia menopause. Pada wanita menopause mioma uteri
ditemukan sebesar 10%.
b. Riwayat Keluarga
Wanita dengan garis keturunan tingkat pertama dengan penderita mioma uteri
mempunyai 2,5 kali kemungkinan untuk menderita mioma dibandingkan
dengan wanita tanpa garis keturunan penderita mioma uteri.10
9
c. Obesitas
Obesitas juga berperan dalam terjadinya mioma uteri. Hal ini mungkin
berhubungan dengan konversi hormon androgen menjadi estrogen oleh enzim
aromatase di jaringan lemak.2 Hasilnya terjadi peningkatan jumlah estrogen
tubuh, dimana hal ini dapat menerangkan hubungannya dengan peningkatan
prevalensi dan pertumbuhan mioma uteri.10
d. Paritas
Wanita yang sering melahirkan lebih sedikit kemungkinannya untuk terjadinya
perkembangan mioma ini dibandingkan wanita yang tidak pernah hamil atau
satu kali hamil. Statistik menunjukkan 60% mioma uteri berkembang pada
wanita yang tidak pernah hamil atau hanya hamil satu kali.
e. Kehamilan
Angka kejadian mioma uteri bervariasi dari hasil penelitian yang pernah
dilakukan ditemukan sebesar 0,3%-7,2% selama kehamilan. Kehamilan dapat
mempengaruhi mioma uteri karena tingginya kadar estrogen dalam kehamilan
dan bertambahnya vaskularisasi ke uterus. Kedua keadaan ini ada
kemungkinan dapat mempercepat pembesaran mioma uteri. Kehamilan dapat
juga mengurangi resiko mioma karena pada kehamilan hormon progesteron
lebih dominan.9
2.5 KLASIFIKASI
2.5.1 Klasifikasi
Mioma di uterus dapat berasal dari servik uteri (1-3%) dan selebihnya adalah dari
korpus uteri. Menurut tempatnya di uterus dan menurut arah pertumbuhannya,
maka mioma uteri dibagi 4 jenis antara lain:
a. Mioma Submukosa
Berada di bawah endometrium dan menonjol ke dalam rongga uterus. Jenis ini
dijumpai 6,1% dari seluruh kasus mioma. Jenis ini sering memberikan keluhan
gangguan perdarahan. Mioma jenis lain meskipun dengan ukuran besar
mungkin belum memberikan keluhan perdarahan, tetapi mioma submukosa
meski berukuran kecil sering memberikan keluhan gangguan perdarahan.
10
Mioma submukosa umumnya dapat diketahui dengan tindakan kuretase,
ditemukan benjolan (currete bump) dan dengan pemeriksaan histeroskopi dapat
diketahui posisi tangkai tumor. Tumor jenis ini sering mengalami infeksi,
terutama pada mioma submukosa pedinkulata. Mioma submukosa pedinkulata
adalah jenis mioma submukosa yang mempunyai tangkai. Tumor ini dapat
keluar dari rongga rahim ke vagina, dikenal dengan nama mioma geburt atau
mioma yang dilahirkan, yang mudah mengalami torsi, nekrosis, infeksi,
ulserasi, dan infark. Pada beberapa kasus penderita akan mengalami anemia
dan sepsis karena proses tersebut.
b. Mioma Intramural
Terdapat di dinding uterus di antara serabut miometrium. Karena pertumbuhan
tumor, jaringan otot sekitarnya akan terdesak dan terbentuk simpai yang
mengelilingi tumor. Bila di dalam dinding rahim dijumpai banyak mioma,
maka uterus akan mempunyai bentuk yang berbenjol-benjol dengan konsistensi
yang padat. Mioma yang terletak pada dinding depan uterus, dalam
pertumbuhannya akan menekan dan mendorong kandung kemih ke atas,
sehingga dapat menimbulkan keluhan miksi.
c. Mioma Subserosa
Apabila mioma tumbuh keluar dinding uterus sehingga menonjol pada
permukaan uterus diliputi oleh serosa. Mioma subserosa dapat tumbuh di
antara kedua lapisan ligamentum latum menjadi mioma intraligamenter.
d. Mioma Intraligamenter
Mioma subserosa yang tumbuh menempel pada jaringan lain, misalnya ke
ligamentum atau omentum dan kemudian membebaskan diri dari uterus
sehingga disebut wondering/ parasitic fibroid. Jarang sekali ditemukan satu
macam mioma saja dalam satu uterus. Mioma pada serviks dapat menonjol ke
dalam satu saluran servik sehingga ostium uteri eksternum berbentuk bulan
sabit. Apabila mioma dibelah maka akan tampak bahwa mioma terdiri dari
berkas otot polos dan jaringan ikat yang tersusun sebagai kumparan (whorle
like pattern) dengan pseudokapsul yang terdiri dari jaringan ikat longgar yang
terdesak karena pertumbuhan sarang mioma ini.11
11
Gambar 2.3 Klasifikasi mioma uteri
2.5.2. Perubahan Sekunder Mioma Uteri
Bila terjadi perubahan pasokan darah selama pertumbuhan miom, maka
mioma dapat mengalami perubahan sekunder atau degeneratif sebagai berikut:
a. Atrofi
Tanda-tanda dan gejala berkurang dan menghilang karena ukuran mioma uteri
berkurang, terjadi setelah menopause atau setelah persalinan.
b. Degenerasi Hialin
Perubahan ini sering terutama pada penderita usia lanjut disebabkan karena
kurangnya suplai darah. Terjadi pada mioma yang telah matang “tua”, dimana
bagian yang semula aktif tumbuh kemudian terhenti akibat
kehilanganmpasokan nutrisi. Jaringan fibrous berubah menjadi cairan gelatin
sebagai tanda terjadinya degenerasi hialin, serabut otot menghilang, dan
warnanya berubah menjadi kekuningan. Mioma kehilangan struktur aslinya
menjadi homogen. Dapat meliputi sebagian besar atau hanya sebagian kecil
daripadanya seolah-olah memisahkan satu kelompok serabut otot dari
kelompok lainnya.
c. Degenerasi Kistik
Dapat meliputi daerah kecil maupun luas, dimana sebagian dari mioma yang
telah mengalami hialinisasi, berlanjut dengan cairnya gelatin sehingga
12
konsistensinya menjadi kistik. Terbentuk ruangan-ruangan yang tidak teratur
berisi agar-agar, dapat juga terjadi pembengkakan yang luas dan bendungan
limfe sehingga menyerupai limfangioma. Dengan konsistensi yang lunak tumor
ini sukar dibedakan dari kista ovarium atau suatu kehamilan. Adanya kompresi
dapat menyebabkan keluarnya cairan kista ke cavum uteri, cavum peritoneum,
atau cavum retroperitoneum.
d. Degenerasi Kalsifikasi (Calcareus Degeneration)
Terutama terjadi pada wanita usia lanjut oleh karena adanya gangguan dalam
sirkulasi. Umumnya mengenai mioma subserosa yang sangat rentan terhadap
deficit sirkulasi. Adanya pengendapan kalsium karbonat dan fosfat pada sarang
mioma maka mioma menjadi keras dan memberikan bayangan pada foto
rontgen.
e. Degenerasi Kaneus (Merah)
Diakibatkan oleh trombosis yang diikiuti oleh terjadinya bendungan vena dan
perdarahan, sehingga menyebabkan perubahan warna mioma. Seringkali terjadi
bersamaan dengan kehamilan karena kecepatan pasokan nutrisi bagi hipertrofi
miometrium lebih diperioritaskan, sehingga mioma menjadi defisit pasokan
dan terjadi degenerasi aseptik dan infark. Degenerasi ini disertai dengan rasa
nyeri, namun akan menghilang sendiri (self limiting). Terhadap kehamilan
dapat terjadi partus prematurus atau koakulasi diseminata intravaskuler.11
f. Degenerasi Lemak (Miksemetosa)
Jarang terjadi, merupakan kelanjutan degenerasi hialin. Pada mioma yang
sudah lama dapat terbentuk degenerasi lemak. Di permukaan irisannya
berwarna kuning homogen dan serabut ototnya berisi titik lemak dan dapat
ditunjukkan dengan pengecatan khusus untuk lemak.8
g. Degenerasi Septik
Defisit sirkulasi dapat menyebabkan mioma mengalami nekrosis di bagian
tengan tumor yang berlanjut dengan infeksi yang ditandai dengan nyeri, kaku
dinding perut, dan demam akut.
13
h. Transformasi ke Arah Keganasan
Menjadi miosarkoma terjadi pada 0,1%-0,5% penderita mioma uteri.11
2.6 GEJALA KLINIS
Manifestasi klinis akibat munculnya mioma uteri sangat tergantung dari
lokasi, arah pertumbuhan, jenis, besar dan jumlah mioma. Gejala klinis hanya
dijumpai pada 35-50% pasien mioma, sedangkan sisanya tidak mengeluh apapun.
Hipermenore, menometroragia merupakan gejala klasik dari mioma uteri. Hasil
penelitian multisenter yang dilakukan pada 114 penderita ditemukan 44%
mengalami gejala perdarahan, yang paling sering adalah jenis mioma submukosa.
Sekitar 65% wanita dengan mioma mengeluh dismenore, nyeri perut
bagianmbawah, serta nyeri pinggang. Tergantung dari lokasi dan arah
pertumbuhan mioma, maka kandung kemih, ureter, dan usus dapat terganggu,
dimana peneliti melaporkan keluhan disuri (14%) dan keluhan obstipasi (13%).
Mioma uteri sebagai penyebab infertilitas hanya dijumpai pada 2-10% kasus.
Infertilitas terjadi sebagai akibat obstruksi mekanis tuba falopii. Abortus spontan
dapat terjadi bila mioma uteri menghalangi pembesaran uterus, dimana
menyebabkan kontraksi uterus yang abnormal, dan mencegah terlepas atau
tertahannya uterus di dalam panggul.4
Secara umum keluahan akibat mioma uteri
dipaparkan sebagai berikut:
a. Massa di Perut Bawah
Keluhan yang dirasakan adanya massa atau benjolan di perut bagian bawah.
b. Perdarahan Abnormal
Diperkirakan 30% wanita dengan mioma uteri mengalami kelainan
menstruasi, menoragia atau menstruasi yang lebih sering. Tidak ditemukan
bukti yang menyatakan perdarahan ini berhubungan dengan peningkatan luas
permukaan endometrium atau kerana meningkatnya insiden disfungsi ovulasi.
Teori yang menjelaskan perdarahan yang disebabkan mioma uteri menyatakan
terjadi perubahan struktur vena pada endometrium dan miometrium yang
menyebabkan terjadinya venule ectasia.
14
Miometrium merupakan wadah bagi faktor endokrin dan parakrin dalam
mengatur fungsi endometrium. Aposisi kedua jaringan ini dan aliran darah
langsung dari miometrium ke endometrium memfasilitasi interaksi ini. Growth
factor yang merangsang stimulasi angiogenesis atau relaksasi tonus vaskuler
dan yang memiliki reseptor pada mioma uteri dapat menyebabkan perdarahan
uterus abnormal dan menjadi target terapi potensial. Sebagai pilihan,
berkurangnya angiogenik inhibitory factor atau vasoconstricting faktor dan
reseptornya pada mioma uteri dapat juga menyebabkan perdarahan uterus yang
abnormal.
c. Nyeri Perut
Gejala nyeri tidak khas untuk mioma, walaupun sering terjadi. Hal ini timbul
karena gangguan sirkulasi darah pada sarang mioma yang disertai dengan
nekrosis setempat dan peradangan. Pada pengeluaran mioma submukosa yang
akan dilahirkan, pada pertumbuhannya yang menyempitkan kanalis servikalis
dapat menyebabkan dismenorrhea. Rasa nyeri juga disebabkan karena torsi
mioma uteri yang bertangkai, nyeri bersifat akut, disertai dengan rasa mual dan
muntah. Pada mioma yang sangat besar, rasa nyeri dapat disebabkan karena
tekanan pada serabut saraf yaitu pleksus uterovaginalis, nyeri menjalar ke
pinggang dan tungkai bawah.
d. Pressure Effects (Efek Tekanan)
Pembesaran mioma dapat menyebabkan adanya efek tekanan pada organ-organ
di sekitar uterus. Gejala ini merupakan gejala yang tak biasa dan sulit untuk
dihubungkan langsung dengan mioma. Mioma intramural sering dikaitkan
dengan penekanan terhadap organ sekitar. Penekanan pada kandung kemih
dapat menyebabkan pollakisuria dan dysuria. Penekanan pada uretra dapat
menimbulkan retensio urine, apabila berlangsung kronis dapat menyebabkan
hydroureteronephrosis. Tekanan pada rektum terkadang menyebabkan
konstipasi atau nyeri saat defekasi. Parasitik mioma dapat menyebabkan
obstruksi saluran cerna, perlekantannya dengan omentum dapat menyebabkan
strangulasi usus. Abortus spontan dapat disebabkan oleh efek penekanan
15
langsung miomaterhadap kavum uteri. Semua efek penekanan ini dapat
dikenali melalui pemeriksaan IVP, kontras saluran cerna, rontgent, dan MRI.11
e. Penurunan Kesuburan dan Abortus
Hubungan antara mioma uteri sebagai penyebab penurunan kesuburan masih
belum jelas. Dilaporkan sebesar 27-40% wanita dengan mioma uteri
mengalami infertilitas. Penurunan kesuburan dapat terjadi apabila sarang
mioma menutup atau menekan pars interstisialis tuba, sedangkan mioma
submukosa dapat memudahkan terjadinya abortus karena distorsi rongga
uterus. Perubahan bentuk kavum uteri karena adanya mioma dapat
menyebabkan disfungsi reproduksi. Gangguan implasntasi embrio dapat terjadi
pada keberadaan mioma akibat perubahan histologi endometrium dimana
terjadi atrofi karena kompresi massa tumor. Apabila penyebab lain infertilitas
sudah disingkirkan dan mioma merupakan penyebab infertilitas tersebut, maka
merupakan suatu indikasi untuk dilakukan miomektomi.13
2.7 DIAGNOSIS BANDING
Diagnosa banding mioma subserosum yang perlu dipikirkan adalah tumor
abdomen di bagian bawah atau panggul dan kehamilan; mioma submukosum yang
dilahirkan harus dibedakan dengan inversio uteri; mioma intramural harus
dibedakan dengan suatu adenomiosis, khoriokarsinoma, karsinoma korporis uteri
atau suatu sarkoma uteri.11
2.8 DIAGNOSIS
2.8.1. Anamnesis
Dari anamnesis dapat ditemukan antara lain:
a. Faktor-faktor risiko terjadinya mioma uteri, seperti:
1) Umur, kebanyakan wanita mulai didiagnosis mioma uteri pada usia diatas 40
tahun.
2) Menarche dini (<10 tahun) meningkatkan resiko kejadian mioma 1,24 kali.
16
3) Ras, dari hasil penelitian didapatkan bahwa wanita keturunan Afrika-
Amerika memiliki resiko 2,9 kali lebih besar untuk menderita mioma uteri
dibandingkan dengan wanita Caucasian.
4) Riwayat keluarga, jika memiliki riwayat keturunan yang menderita mioma
uteri, akan meningkatkan resiko 2,5 kali lebih besar.
5) Kehamilan, semakin besar jumlah paritas, maka akan menurunkan angka
kejadian mioma uteri.
6) Makanan, dari beberapa penelitian yang dilakukan menerangkan hubungan
antara makanan dengan prevalensi atau pertumbuhan mioma uteri.
Dilaporkan bahwa daging sapi, daging setengah matang (red meat), dan
daging babi menigkatkan insiden mioma uteri, namun sayuran hijau
menurunkan insiden mioma uteri. Tidak diketahui dengan pasti apakah
vitamin, serat atau phytoestrogen berhubungan dengan mioma uteri.
7) Kebiasaan merokok, merokok dapat mengurangi insiden mioma uteri.
Diterangkan dengan penurunan bioaviabilitas esterogen dan penurunan
konversi androgen menjadi estrogen dengan penghambatan enzim
aromatase oleh nikotin.7
b. Gejala dan tanda, seperti:
Hampir separuh kasus mioma uteri ditemukan secara kebetulan pada
pemeriksaan ginekologik karena tumor ini tidak mengganggu. Gejala yang timbul
sangat tergantung pada tempat sarang mioma ini berada, besarnya tumor,
perubahan dan komplikasi yang terjadi. Gejala yang mungkin timbul
yaitu:
1) Perdarahan abnormal yaitu dapat berupa hipermenore, menoragia dan dapat
juga terjadi metroragia merupakan yang paling banyak terjadi. Beberapa faktor
yang menjadi penyebab perdarahan ini, antara lain adalah:
Pengaruh ovarium sehingga terjadilah hyperplasia endometrium sampai
adenokarsinoma endometrium.
Permukaan endometrium yang lebih luas dari pada biasa.
Atrofi endometrium di atas mioma submukosum.
17
Miometrium tidak dapat berkontraksi optimal karena adanya sarang mioma
di antara serabut miometrium, sehingga tidak dapat menjepit pembuluh
darah yang melaluinya dengan baik.
2) Rasa nyeri yang mungkin timbul karena gangguan sirkulasi darah pada sarang
mioma, yang disertai nekrosis setempat dan peradangan. Pada mioma
ubmukosum yang akan dilahirkan, dapat pula pertumbuhannya menyempitkan
kanalis servikalis sehingga menyebabkan dismenore. Namun gejala-gejala
tersebut bukanlah gejala khas pada mioma uteri.
3) Gejala dan tanda penekanan (Pressure Effects) yang tergantung pada besar dan
tempat mioma uteri. Gejala yang timbul dapat berupa poliuri, retention urine,
obstipasi serta edema tungkai dan nyeri panggul.
4) Pada penderita dengan uterus fibroid tidak dapat dipastikan apakah akan
mempengaruhi tingkat kesuburan atau tidak. Fibroid hanya akan
mempengaruhi fertilitas hanya berkisar 2-3% kasus. Seberapa besar pengaruh
fibroid terhadap kehamilan atau kejadian abortus tergantung dari luasnya
fibroid yang menyebabkab distorsi dinding uterus. Dengan adanya fibroid akan
mencegah proses implantasi pada dinding uterus.14
2.8.2 Pemeriksaan Fisik
Pada pemeriksaan abdomen uterus yang membesar dapat dipalpasi pada
abdomen. Tumor teraba sebagai nodul ireguler dan tetap, area perlunakan
memberi kesan adanya perubahan-perubahan degeneratif. Mioma lebih terpalpasi
pada abdomen selama kehamilan. Perlunakan pada abdomen yang disertai nyeri
lepas dapat disebabkan oleh perdarahan intraperitoneal dari ruptur vena pada
permukaan tumor.
Pada pemeriksaan pelvis, serviks biasanya normal. Namun pada keadaan
tertentu, mioma submukosa yang bertangkai dapat mengawali dilatasi serviks dan
terlihat pada osteum servikalis. Kalau serviks digerakkan, seluruh massa yang
padat bergerak. Mioma uteri mudah ditemukan melalui pemeriksaan bimanual
rutin uterus. Diagnosis mioma uteri menjadi jelas bila dijumpai gangguan kontur
uterus oleh satu atau lebih massa yang licin, tetapi sering sulit untuk memastikan
18
bahwa massa seperti ini adalah bagian dari uterus. Pada kasus yang lain
pembesaran yang licin mungkin disebabkan oleh kehamilan atau massa ovarium.
Mioma subserosum dapat mempunyai tangkai yang berhubungan dengan
uterus. Mioma intramural akan menyebabkan kavum uteri menjadi luas, yang
ditegakkan dengan pemeriksaan menggunakan sonde uterus. Mioma submukosum
kadang- kala dapat teraba dengan jari yang masuk kedalam kanalis servikalis, dan
terasanya benjolan pada pada permukaan kavum uteri.6
2.8.3 Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan Laboratorium
Anemia merupakan akibat paling sering dari mioma. Hal ini disebabkan
perdarahan uterus yang banyak dan habisnya cadangan zat besi. Kadang-
kadang menghasilkan eritropoetin yang pada beberapa kasus menyebabkan
polisitemia. Adanya hubungan antara polisitemia dengan penyakit ginjal
diduga akibat penekanan mioma terhadap ureter yang menyebabkan
peninggian tekanan balik ureter dan kemudian menginduksi pembentukan
eritropoietin ginjal.14
b. Imaging
1) USG ( Ultrasonografi )
Untuk menghindari kesalahan sebaiknya dilakukan pemeriksaan USG pada
wanita dengan gangguan perdarahan atau dengan nyeri perut bawah yang
hebat. Pemeriksaan transvaginal sonography dapat dilakukan untuk lebih
memastikan gambaran uterus fibroid. Untuk lebih memperjelas pemeriksaan
terhadap dinding dalam uterus dapat dilakukan dengan sonohisterography yaitu
dengan mengisi cavum uteri dengan larutan salin selama pemeriksaan. Uterus
fibroid ini biasa didiagnosa banding dengan adenomiosis. Pada adenomiosis
akan menginfiltrasi lapisan dinding uterus yang akan menyebabkan dinding
uterus menebal dan terjadi pembesaran uterus. Dari pemeriksaan USG akan
tampak sebagai penebalan dinding uterus yang homogen, sementara fibroid
dilihat sebagai area bula dengan batas tegas. Adenomiosis merupakan proses
yang difus sehingga biasanya pengelolaan dilakukan histerektomi.4
19
2) Histeroskopi
Histeroskopi digunakan untuk melihat adanya mioma uteri submukosa, jika
mioma kecil serta bertangkai. dapat diangkat.4
3) MRI (Magnetic Resonance Imaging)
MRI sangat akurat dalam menggambarkan jumlah dan ukuran mioma tetapi
jarang diperlukan. Pada MRI, mioma tampak sebagai massa gelap berbatas
tegas dan dapat dibedakan dari miometrium normal. MRI dapat mendeteksi lesi
sekecil 3 mm yang dapat dilokalisasi dengan jelas, termasuk mioma.4
2.9 TATALAKSANA
Sebanyak 55% dari semua kasus mioma uteri tidak membutuhkan suatu
pengobatan dalam bentuk apa pun, terutama apabila mioma itu masih kecil dan
tidak menimbulakan gangguan. Walaupun demikian mioma uteri memerlukan
pemantauan setiap 3-6 bulan. Tatalaksana mioma uteri harus memperhatikan usia,
paritas, kehamilan, konservasi fungsi reproduksi, keadaan umum, gejala yang
ditimbulkan, lokasi, dan ukuran tumor. Bila kondisi pasien sangat buruk perlu
dilakukan perbaikan nutrisi, suplementasi zat esensial, maupun transfusi. Pada
keadaan gawat darurat akibat infeksi atau gejala abdomen akut, perlu disiapkan
tindakan bedah cito untuk menyelamatkan pasien.11
2.9.1 Terapi Hormonal
Saat ini pemakaian Gonadotropin-releasing hormone (GnRH) agonis
memberikan hasil yang baik dalam memperbaiki gejala klinis mioma uteri.
Tujuan pemberian GnRH agonis adalah mengurangi ukuran mioma dengan jalan
mengurangi produksi estrogen dari ovarium. Pemberian GnRH agonis sebelum
dilakukan tindakan pembedahan akan mengurangi vaskularisasi pada tumor
sehingga akan memudahkan tindakan pembedahan. Terapi hormonal yang lainnya
seperti kontrasepsi oral dan preparat progesteron akan mengurangi gejala
pendarahan tetapi tidak mengurangi ukuran mioma uteri.6
20
2.9.2 Terapi Pembedahan
Indikasi terapi bedah untuk mioma uteri menurut American College of
obstetricians and Gyneclogist (ACOG) dan American Society of Reproductive
Medicine (ASRM) adalah:
a. Perdarahan uterus yang tidak respon terhadap terapi konservatif.
b. Sangkaan adanya keganasan.
c. Pertumbuhan mioma pada masa menopause.
d. Infertilitas kerana ganggaun pada cavum uteri maupun kerana oklusi tuba.
e. Nyeri dan penekanan yang sangat menganggu.
f. Gangguan berkemih maupun obstruksi traktus urinarius.
g. Anemia akibat perdarahan.6
Tindakan pembedahan yang dapat dilakukan adalah sebagai berikut:
a. Miomektomi
Miomektomi adalah pengambilan sarang mioma saja tanpa pengangkatan
uterus. Miomektomi ini dilakukan pada wanita yang ingin mempertahankan
fungsi reproduksinya dan tidak ingin dilakukan histerektomi. Tindakan ini dapat
dikerjakan misalnya pada mioma submukosum dengan cara ekstirpasi lewat
vagina. Apabila miomektomi ini dikerjakan karena keinginan memperoleh anak,
maka kemungkinan akan terjadi kehamilan adalah 30-50%.11
Tindakan miomektomi dapat dilakukan dengan laparotomi, histeroskopi
maupun dengan laparoskopi. Pada laparotomi, dilakukan insisi pada dinding
abdomen untuk mengangkat mioma dari uterus. Keunggulan melakukan
laparotomi adalah lapangan pandang operasi yang lebih luas sehingga penanganan
terhadap perdarahan yang mungkin timbul pada pembedahan miomektomi dapat
ditangani dengan segera. Namun pada miomektomi dengan laparotomi resiko
terjadi perlengketan lebih besar, sehingga akan mempengaruhi faktor fertilitas
pada pasien, disamping masa penyembuhan paska operasi lebih lama, sekitar 4-6
minggu.
Pada miomektomi secara histeroskopi dilakukan terhadap mioma
submukosum yang terletak pada kavum uteri. Keunggulan tehnik ini adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2 hari. Komplikasi yang serius jarang terjadi
21
namun dapat timbul perlukaan pada dinding uterus, ketidakseimbangan elektrolit,
dan perdarahan.
Miomamektomi juga dapat dilakukan dengan menggunakan laparoskopi.
Mioma yang bertangkai diluar kavum uteri dapat diangkat dengan mudah secara
laparoskopi. Mioma subserosum yang terletak didaerah permukaan uterus juga
dapat diangkat dengan tehnik ini. Keunggulan laparoskopi adalah masa
penyembuhan paska operasi sekitar 2-7 hari. Resiko yang terjadi pada
pembedahan ini termasuk perlengketan, trauma terhadap organ sekitar seperti
usus, ovarium, rectum, serta perdarahan. Sampai saat ini miomektomi dengan
laparoskopi merupakan prosedur standar bagi wanita dengan mioma uteri yang
masih ingin mempertahankan fungsi reproduksinya.6, 14
2. Histerektomi
Histerektomi adalah pengangkatan uterus, yang umumnya adalah tindakan
terpilih.11 Tindakan histerektomi pada mioma uteri sebesar 30% dari seluruh
kasus. Histerektomi dilakukan apabila didapati keluhan menorhagia, metrorhagia,
keluhan obstruksi pada traktus urinarius dan ukuran uterus sebesar usia kehamilan
12-14 minggu.6
Tindakan histerektomi dapat dilakukan secara abdominal
(laparotomi), vaginal dan pada beberapa kasus dilakukan laparoskopi.
Histerektomi perabdominal dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu total
abdominal hysterectomy (TAH) dan subtotal abdominal histerectomym STAH).
Masing-masing prosedur ini memiliki kelebihan dan kekurangan. STAH
dilakukan untuk menghindari resiko operasi yang lebih besar seperti perdarahan
yang banyak, trauma operasi pada ureter, kandung kemih dan rektum. Namun
dengan melakukan STAH kita meninggalkan serviks, di mana kemungkinan
timbulnya karsinoma serviks dapat terjadi. Pada TAH, jaringan granulasi yang
timbul pada pangkal vagina dapat menjadi sumber timbulnya sekret vagina dan
perdarahan paska operasi di mana keadaan ini tidak terjadi pada pasien yang
menjalani STAH.
Histerektomi juga dapat dilakukan pervaginam, dimana tindakan operasi
tidak melalui insisi pada abdomen. Secara umum histerektomi vaginal hampir
seluruhnya merupakan prosedur operasi ekstraperitoneal, dimana peritoneum yang
22
dibuka sangat minimal sehingga trauma yang mungkin timbul pada usus dapat
diminimalisasi. Tindakan histerektomi pervaginam tidak terlihat parut bekas
operasi pada dinding abdomen, sehingga memuaskan pasien dari segi kosmetik.
Selain itu kemungkinan terjadinya perlengketan paska operasi lebih minimal, dan
masa penyembuhan lebih cepat dibanding histerektomi abdominal.
Histerektomi laparoskopi ada bermacam-macam tehnik. Tetapi yang
dijelaskan hanya 2 yaitu; histerektomi vaginal dengan bantuan laparoskopi
(Laparoscopically assisted vaginal histerectomy/ LAVH) dan classic intrafascial
serrated edged macromorcellated hysterectomy (CISH) tanpa colpotomy. Pada
LAVH dilakukan dengan cara memisahkan adneksa dari dinding pelvik dengan
memotong mesosalfing kearah ligamentum kardinale dibagian bawah, pemisahan
pembuluh darah uterina dilakukan dari vagina. CISH juga merupakan modifikasi
dari STAH, di mana lapisan dalam dari serviks dan uterus direseksi menggunakan
morselator. Dengan prosedur ini diharapkan dapat mempertahankan integritas
lantai pelvik dan mempertahankan aliran darah pada pelvik untuk mencegah
terjadinya prolapsus. Keunggulan CISH adalah mengurangi resiko trauma pada
ureter dan kandung kemih, perdarahan yang lebih minimal, waktu operasi yang
lebih cepat, resiko infeksi yang lebih minimal dan masa penyembuhan yang
cepat.6,14
2.10 KOMPLIKASI
a. Degenerasi Ganas
Mioma uteri yang menjadi leiomiosarkoma ditemukan hanya 0,32-0,6% dari
seluruh mioma, serta merupakan 50-75% dari semua sarkoma uterus.
Keganasan umumnya baru ditemukan pada pemeriksaan histologi uterus yang
telah diangkat. Kecurigaan akan keganasan uterus apabila mioma uteri cepat
membesar dan apabila terjadi pembesaran sarang mioma dalam menopause.
b. Torsi (Putaran Tangkai)
Sarang mioma yang bertangkai dapat mengalami torsi, timbul gangguan
sirkulasi akut sehingga mengalami nekrosis. Dengan demikian terjadilah
23
sindrom abdomen akut. Jika torsi terjadi perlahan-lahan, gangguan akut tidak
terjadi, hal ini harus dibedakan dengan suatu keadaan di mana terdapat banyak
mioma dalam rongga peritoneum. Massa mioma dapat mengalami nekrosis dan
infeksi yang diperkirakan kerana gangguan sirkulasi darah sekitarnya, misalnya
terjadi pada mioma yang keluar dari kavum uteri menuju rongga vagina dapat
menimbulkan metroragia atau menoragia disertai leukore dan gangguan yang
disebabkan oleh infeksi dari uterus sendiri.
c. Komplikasi lain
Anemia akibat perdarahan, perlekatan pasca miomektomi, dan dapat terjadinya
ruptur uteri (apabila pasien hamil post miomektomi).11
2.11 PROGNOSIS
Histerektomi merupakan upaya kuratif karena dapat mengangkat seluruh
masa mioma. Tindakan miomektomi yang extensif dan secara signifikan
melibatkan miometrium atau menembus endometrium, perlu dilakukan SC (sectio
caesaria) pada persalinan berikutnya. Mioma yang kambuh kembali (rekurens)
setelah miomektomi terjadi pada 15-40% pasien dan 2/3nya memerlukan tindakan
lebih lanjut.6
24
BAB. 3 KESIMPULAN
Mioma uteri merupakan tumor jinak monoklonal dari sel-sel otot polos
yang ditemukan pada rahim manusia. Tumor ini berbatas tegas dan terdiri dari sel-
sel jaringan otot polos, jaringan pengikat fibroid, dan kolagen. Penyebab mioma
uteri dapat dipengaruhi beberapa faktor, yaitu hormonal, genetik, dan faktor
lingkungan sosial seperti usia, paritas, gizi, dan kehamilan. Adanya mioma uteri
tidak menimbulkan gejala yang spesifik karena gejala muncul berdasarkan letak,
ukuran, dan kecepatan tumbuh dari massa miom. Gejala yang umum adalah
adanya perdarahan uterus abnormal yang dapat menimbulkan anemia. Diantara
terapi hormonal dan terapi pembedahan, terapi mioma uteri yang terbaik adalah
pembedahan, yakni melakukan histerektomi. Dari berbagai pendekatan terapi
histerektomi, prosedur histerektomi laparoskopi memiliki kelebihan
dibandingprosedur histerektomi abdominal kerana masa penyembuhan yang
singkat dan angka morbiditas yang rendah.
25
DAFTAR PUSTAKA
1. A, Sylvia dan M, Lorraine S. 2006. “Gangguan Sistem Reproduksi”.
Pathophysiology: Clinical Concepts od Disease Processes Ed.6. Jakarta: EGC.
2. Djuwantono, T. 2004. Terapi GnRH Agonis Sebelum Histerektomi.
Mioma:Farmacia. Vol.3: 38-41.
3. E, Serdar. 2013. Uterine Fibroids. The New England Jaournal of Medicine.
1344-1355.
4. Goodwin, S dan Spies, T. 2009. Uterin fibroid embolization. 361: 690-697.
5. Gross, K dan Morton, C. 2001. Genetic and Development of Fibroid. 44: 355-
349.
6. Hadibroto, Budi. 2005. Mioma Uteri. Majalah Kedokteran Nusantara. Vol.38
(3): 254-259.
7. Hart, MD dan McKay, D. 2000. Fibroids in Gynecology Ilustrated. London:
Churchill Livingstone.
8. Joedosapoetro, M. 2005. Ilmu Kandungan Edisi Kedua. Jakarta: Yayasan Bina
Pustaka.
9. Manuaba B.G. 2003. Penuntun Kepaniteraan Klinik Obstetric dan Ginekologi
Edisi Kedua. Jakarta: EGC.
10. Parker WH. 2007. Etiology, Syptomatology and Diagnosis of Uterin
Myomas.87: 725-733.
11. Prawirohardjo, Sarwono. 2011. Ilmu Kandungan Edisi Ketiga. Jakarta: PT
Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.
12. Snell. R. S. 2006. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Edisi 6.
EGC: Jakarta.
13. Stewart, Faur, and Wise. 2002. Predictors of Subsequent Surgery for Uterin
Leiomiomata After Abdominal Myomectomi. 99: 426-432.
14. Zimmermann, Bernuit, Gerlinger, et al. 2012. “Prevalence, Symtoms and
Management of Uterine Fibroids: an International Internet-Based Survey.
26
15. 746 Women”. BMC Women’s Health. Germany: Berlin School of Public
Health.