25
REFERAT KOMUNIKASI PASIEN-DOKTER Disusun untuk memenuhi nilai midtest mata kuliah Etika Hukum Kedokteran dan HAM Oleh: Idama Asido Rohana Simanjuntak I1A010052 FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat praktik kedokteran

Citation preview

Page 1: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

REFERAT

KOMUNIKASI PASIEN-DOKTER

Disusun untuk memenuhi nilai midtest mata kuliah

Etika Hukum Kedokteran dan HAM

Oleh:

Idama Asido Rohana Simanjuntak

I1A010052

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT

BANJARMASIN

2011

Page 2: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

BAB I

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Dalam profesi kedokteran, komunikasi dokter-pasien merupakan salah satu

kompetensi yang harus dikuasai dokter. Kompetensi komunikasi menentukan

keberhasilan dalam membantu penyelesaian masalah kesehatan pasien. Selama ini

kompetensi komunikasi dapat dikatakan terabaikan, baik dalam pendidikan maupun

dalam praktik kedokteran/kedokteran gigi. Di Indonesia, sebagian dokter merasa

tidak mempunyai waktu yang cukup untuk berbincang-bincang dengan pasiennya,

sehingga hanya bertanya seperlunya. Akibatnya, dokter bisa saja tidak mendapatkan

keterangan yang cukup untuk menegakkan diagnosis dan menentukan perencanaan

dan tindakan lebih lanjut. Dari sisi pasien, umumnya pasien merasa dalam posisi

lebih rendah di hadapan dokter (superior-inferior), sehingga takut bertanya dan

bercerita atau hanya menjawab sesuai pertanyaan dokter saja. Tidak mudah bagi

dokter untuk menggali keterangan dari pasien karena memang tidak bisa diperoleh

begitu saja. Perlu dibangun hubungan saling percaya yang dilandasi keterbukaan,

kejujuran dan pengertian akan kebutuhan, harapan, maupun kepentingan masing-

masing. Dengan terbangunnya hubungan saling percaya, pasien akan memberikan

keterangan yang benar dan lengkap sehingga dapat membantu dokter dalam

mendiagnosis penyakit pasien secara baik dan memberi obat yang tepat bagi pasien.

Komunikasi yang baik dan berlangsung dalam kedudukan setara (tidak superior-

inferior) sangat diperlukan agar pasien mau/dapat menceritakan sakit/keluhan yang

dialaminya secara jujur dan jelas. Komunikasi efektif mampu mempengaruhi emosi

pasien dalam pengambilan keputusan tentang rencana tindakan selanjutnya,

sedangkan komunikasi tidak efektif akan mengundang masalah.

Page 3: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

Berbagai penelitian menunjukkan bahwa pasien yang datang menemui dokter

30-50% disebabkan oleh faktor psikogenik. Gejala somatik yang disebabkan oleh

gangguan psikis tidak selalu terbatas pada gangguan fungsinya saja, Seseorang yang

mempunyai predisposisi secara biologik atau mengalami gangguan emosi yang lama,

dapat menimbulkan penyakit somatik. Terutama jika dipacu kejadian- kejadian

tertentu atau stress yang tiba-tiba. Contoh penyakit psikosomatik tersebut antara lain,

yakni ulkus duodenum, tekanan darah tinggi dan kolitis ulserosa. Penelitian terakhir

membuktikan bahwa pengaruh psikososial pada terjadinya penyakit somatik lebih

luas secara bermakna daripada yang diperkirakan.

Situasi kehidupan yang tidak menyenangkan atau perubahan kehidupan

mendadak, terutama kehilangan yang tiba-tiba, dapat memicu timbulnya penyakit

psikosomatik. Contohnya, kehilangan orang yang dicintai, pekerjaan, tempat tinggal,

ideologi, atau kehilangan status sosial ekonomi. Situasi kehidupan seperti itu dapat

menjadi faktor predisposisi terjadinya penyakit somatik. Penyakit tersebut terjadi dari

ketidakmampuan seseorang dalam mengatasi masalah . Reaksi tersebut dapat berupa

reaksi kepasrahan (surrender reaction), tidak adanya suatu harapan (hopelessness)

atau ketidakberdayaan (helplessness).

Cara seseorang bereaksi terhadap suatu penyakit sangat beragam. Semua itu

tidak hanya tergantung pada perjalanan penyakit dan pengobatannya saja, tetapi juga

pada kepribadiannya. Pada anak-anak, yang perkembangan kepribadiannya belum

sempurna, membuat setiap tindakan yang kita berikan menjadi tindakan yang pada

akhirnya membuat si anak trauma. Misal, pemeriksaan tenggorokan dengan spatel,

pemberian suntikan imunisasi, dan lain-lain. Semua ini membuat anak bertindak

irasional, inkontinensia, keran otot, dan sebagainya.

Secara umum, dalam menangani suatu penyakti diperlukan dua cara

oendekatan yaitu dengan pendekatan ilmiah murni dan pendekatan psikososial.

Page 4: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Sebagai contoh, menolong bayi yang lahir dengan asfiksia. Saat penanganannya dapat

digunakan dengan metode ilmiah murni. Untuk kasus lain, seperti saat haru

menangani pasien dengan kecemasan, diperlukan pendekatan psikososial. Akan

tetapi, sebagian besar kasus yang datang ke dokter tidaklah semudah itu. Terkadang

dokter malah diharuskan menggunakan kedua pendekatan tersebut.

Oleh sebab itu seorang dokter perlu memiliki keterampilan khusus dalam

berkomunikasi dengan pasiennya. Aplikasi ilmu perilaku didalam praktik kedokteran

terletak pada hubungan antara dokter dengan pasiennya. Komunikasi pasien dokter i

ni diperlukan untuk mendapat informasi yang sebanyak-banyaknya mengenai kondisi

pasien, agar dokter dapat membuat diagnosis. Selain itu, komunikasi membantu

pasien bekerja sama dengan dokternya dalam proses penyembuhan. Penggunaan

komunikasi pasien dokter untuk berbagai tujuan medik telah ada sejak zaman dahulu.

Saat itu, alat bantu penunjang diagnosa sangat terbatas dana ada agama tertentu yang

tidak memperbolehkan dokter pria menyentuh pasien wanita. Komunikasi pasien

dokter ini merupakan hala yang sangat penting dan disebut sebagai Art of Medicine.

Komunikasi jenis ini sangat alamiah dan merupakan seni dalam berkomunikasi pada

praktik kedokteran.

A. Komunikasi Pasien-Dokter

Komunikasi pasien-dokter merupakan hubungan antar-manusia yang

mempunyai sifat-sifat umum dan khusus. Sifat khusus tersebut antara lain: dokter

merupakan profesi penyembuh dan menjadi kesediaan pasien untuk menyerahkan

sebagian rahasia pribadinya kepada dokter. Profesi dokter yang khusus ini pula yang

membuat pasien mempunyai fantasi dan perasaan tertentu, yang dapat mempengaruhi

sikapnya, bahkan sebelukm ketemu dokternya yang disebut sebagai transference.

Bila seseorang yang sakit mencari pertolongan dokter, maka dia

menginginkan suatu hubungan yang bersifat pribadi. Pada orang dewasa, hubungan

pasien dengan dokter ini memiliki ciri tertentu, yaitu hubungan yang disadari,

realistik, dan wajar dalamu upaya pasien mencari pertolongan dari tenaga

profesional. Namun, terkadang hubungan ini dipengaruhi oloeh kepribadian pasien

Page 5: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

dan tipikal dari masyarakat tertentu tehadap dokter, misalnya dalam harapan

prasangka, sikap, perasaan dan lainnya. Serta harapan yang didasarkan oleh

pengalaman sebelumnya dengan dokter lain atau orang penting lainnya.

Hubungan dokter-pasien itu bersifat pribadi. Oleh karena itu, diperlukan sikap

hormat terhadapt pribadi orang lain dan keterampilan membangkitkan dan

memelihara kesiapan pasien supaya mau bekerja sama dan mempunyai motivasi

untuk sembuh. Untuk itu, diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang harus

dimiliki seorang dokter yaitu sebagai berikut.

1. Pengetahuan ilmu perilaku yang relevan dengan ilmu kedokteran.

2. Kemampuan untuk menilai situasi emosi pasien, serta kemampuan untuk

memulai menciptakan hubungan pasien-dokter yang baik

(ketrampilan interpersonal)

3. Kemampuan dokter untuk mengenal dirinya sendiri sebaik mungkin

supaya menghilangkan sikap curiga atau masalah-masalah yang dapat

merusak hubungan pasien-dokter (keterampilan intrapersonal)

4. Kemampuan untuk menciptakan iklim yang kondusif dan mencegah

kesalahan yang mendasar dalam hubungan pasien dokter. Untuk itu,

diperlukan kecerdasan emosi (EQ) yang baik yang merupakan perpaduan

antara keterampilan interpersonal dan intrapersonal.

5. Mempunyai pengetahuan untuk membedakan faktor somatik dan

psikososial.

6. Mengetahui dampak psikologik dari pemeriksaan dan tindakan terapi yang

diberikan pada pasien dan mengadaptasikan teknik tersebut setepat

mungkin.

7. Mempunyai pengetahuan yang memadai dalam menciptakan dan membina

hubungan yang baik antara dokter dengan pasien anak-anak, manula,

pasien yang berpenyakit kronik, dan pasien yang menderita penyakit

stadium terminal, serta membantu mengatasi berbagai masalah dari pasien

tersebut.

Page 6: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Komunikasi pasien-dokter merupakan momen yang sangat penting dalam

rangka penyembuhan pasien. Dalam komunikasi pasien-dokter, karena keahliannya,

dokter mempunyai posisi yang “lebih tinggi” daripada pasien. Dapat dikatakan dokter

memiliki legitimate power sehingga dengan mudah dapat memengaruhi pasien. Hal

tersebut merupakan modal untuk dapat mengubah sikap dan perilaku pasien. Selain

itu, dokter juga berada dalam keadaan yang khusus untuk dapat memengaruhi pasien.

Seorang dokter mampu berinteraksi secara individual dengan pasiennya, dengan

demikian rekomendasi kesehatan dapat disesuaikan dengan kebutuhan individual dan

kerentanan pasien. Kondisi tersebut dapat memaksimalkan perubahan sikap dan

perilaku pasien, misal seorang pasien yang diberitahu oleh dokternya bahwa dia akan

rentan terhadap kanker paru karena kebiasaan merokoknya, akan lebih

memungkinkan dia untuk berhenti merokok dibandingkan himbauan melalui media

massa. Jadi hal-hal yang disampaikan dokter lebih efektif dalam memengaruhi

pasien. Namun perlu diingat, dengan kemajuan sistem informasi saat ini banyak

pasien yang datang kepada dokter dalam keadaan well informed.

Walaupun dalam komunikasi pasien-dokter, kedudukan dokter sebagai

seorang ahli “lebih tinggi” dari pasien, seorang dokter harus menjaga komunikasi dan

menghindari adanya pemberian nasihat kepada pasien. Komunikasi akan lebih efektif

dan interaktif bila nasihat diubah menjadi informasi. Disini, dokter diharapkan

mampu memberikan informasi kepada pasien dengan cara-cara yang mudah dipahami

dan sebisa mungkin tidak menggunakan istilah medik yang tidak dimengerti oleh

pasien. Perlu ditekankan pentingnya mengomunikasikan informasi secara jelas.

Mintalah pasien mengulanginya untuk meyakinkan bahwa pasien telah mengerti.

Dalam komunikasi dikenal dua macam komunikasi, yaitu komunikasi verbal

dan nonverbal. Komunikasi verbal adalah komunikasi melalui kata-kata yang

diucapkan, sedangkan komunikasi non verbal adalah segala sesuatu yang

disampaikan oleh seseorang kepada orang lain tanpa kata-kata. Komunikasi ini

ditunjukkan melaui isyarat, ekspresi wajah, bahas tubuh, serta nada suara. Cara-cara

mengomunikasikan keramahan dan kehangatan kepada pasien melalui perilaku non

verbal, seperti senyuman, sikap condong ke depan dan bersalaman dapat

Page 7: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

meningkatkan proses komunikasi. Begitu juga dengan isyarat-isyarat non verbal

lainnya, seperti nada suara dan ekspresi wajah dapat mengkomunikasikan emosi yang

berbeda-beda. Nada suara yang berbeda akan mengomunikasikan emosi yang berbeda

pula. Ekspresi yang menyertai ingin disampaikan. Dengan demikian, komunikasi

akan menjadi lebih efektif.

B. Seni Mendengar dan Mendengar Aktif

Dalam berkomunikasi dokter tidak hanya berbicara dengan memberikan

informasi saja, tetapi perlu juga mendengarkan yang diucapkan pasien sehingga

terjadi komunikasi dua arah. Untuk mencapai itu seorang dokter perlu memahami

seni mendengar. Theodore Reik dalam bukunya Listening with the Third Ear

menyatakan bahwa jika kita mendengarkan, kita mendengar secara aktif tidak perlu

melulu pada perkataan yang disampaikan seseorang, tetapi juga memperhatikan

perasaan perasaan yang muncul dibalik kata-kata yang diucapkannya. Selain itu, kita

juga perlu memperhatikan nada suara dan bahasa tubuh. Dalam hal ini kita mencoba

menangkap perasaan secara keseluruhan karena orang tidak selalu dapat

mengomunikasikan perasaannya secara jelas dan terbuka. Terutama menyangkut

perasaan tertentu. Untuk dapat menangkap perasan pasien maka diperlukan adanya

empati. Seorang dokter harus berusaha memeahami sesuatu yang terjadi dari sudut

pandang pasien. Selain berempati dokter perlu memberikan umpan balik kepada

pasien mengenai sesuatu yang dipahaminya sehingga pasien benar-benar mengetahui

bahwa dokter memahami dirinya. Umpan balik juga berguna untuk mengecek

persepsi dokter terhadap pasiennya. Sebagai contoh adalah pertanyaan, “Apakah anda

sangat sedih?” . Dari pertanyaa ini bukan hanya umpan balik tentang perasaan pasien

yang ingin didapatkan, tetapi juga kepastian bahwa dokter telah membaca perasaan si

pasien dengan tepat. Berikut adalah cara menjadi pendengar aktif :

Terimalah pasien apa adanya dan perlakukan secara individual.

Dengarkan hal-hal yang diucapkan pasien dengan cara

menyatakannnya serta perhatikan nada suara, kata-kata yang

dipergunakan, ekspresi wajah dan bahas tubuh.

Page 8: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Tempatkan diri Anda pada sudut pandang pasien (empati).

Sekali-kali berikan jeda waktu bicara untuk memberi kesempatan pada

pasien berfikir, menanyakan sesuatu dan berbicara.

Ulangi hal-hal yang telah Anda dengar sehingga pasien tahu bahwa

Anda memahaminya.

Duduklah dengan nyaman, sedikit condong kedepean, hindari dari

gerakan-gerakan yagn dapt mengganggu jalannya komunikasi dan

pandanglah pasien ketika berbicara.

C. Langkah-langkah dalam Komunikasi Pasien Dokter

Dalam konseling yang juga diterapkan dalam komunikasi pasien dokter dikenal

adanya GATHER, singkatan dari Greet-Ask-Tell-Help-Explain-Return dengan

pengertian sebagai berikut :

Greet, memberi salam kepada pasien diawal pertemuan akan

menciptakan hubungan yang baik.

Ask, bertanya. Dengan bertanya dokter dapat membantu pasien untuk

menyatakan keinginan dan kebutuhannya serta mengekspresikan

perasaannya.

Tell, memberi informasi. Setelah pasien selesai menyatakan keluhan

dan kebutuhannya, berikanlah informasi secara jelas sehingga dapat

dimengerti oleh pasien yang kemudian dapat membantu pasien untuk

mengambil keputusan.

Help. Memberi bantuan. Bantuan diberikan ketika pasien yang

mengalami kesulitan dalam mengambil keputusan atau dalam

menentukan sikap.

Explain, memberi penjelasan. Dokter memeberikan penjelasan kepada

pasien tenatagn kepututsan yang telah dipilihnya.

Return, kontrol kembali. Bila dirasa perlu, berikan kesempatan pad

apasien untuk datang kembali.

Page 9: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

D. Komunikasi yang Baik

Untuk mencapai pelayanan kedokteran yang efektif berdasarkan saling percaya

dan saling menghormati, perlu komunikasi yang baik antara pasien dan dokter.

Komunikasi yang baik meliputi :

a) Mendengarkan keluhan, mengali informasi, dan menghormati pandangan

serta kepercayaan pasien yang berkaitan dengan keluhannya.

b) Memebrikan informasi yagn diminta atau yang diperlukan tentang

kondisi, diagnosis, terapi dan prognosis pasien, serta rencana

perawatannya dengan menggunakan cara yang bijak dan bahasa yang

dimengerti pasien. Terasuk informasi tentang tujuan pengobatan, pilihan

obat yang diberikan, cara pemberian serta pengaturan dosis obat, dan

kemungkinan efek samping obat yang mungkin terjadi.

c) Memeberikan informasi tentang pasien serta tindakan kedokteran yang

dilakukan kepada keluarganya, setelah mendapat persetujuan pasien.

Jika seorang pasien mengalami kejadian uang tidak diharapkan selama dalam

perawatan dokter, dokter yang bersangkutan atau penanggungjawab pelayanan

kedokteran harus menjelaskan keadaan yang terjadi akibat jangka pendek atau jangka

panjang dan rencana tindakan kedokteran yang akan dilakaukan secara jujur dan

lengkap serta menunjukkan empati.

Jika pasien adalah seorang dewasa yang tidak mampu menerima penjelasan

dokter, maka penjelasan harus diberikan kepada mereka yang bertanggungjawab

terhadap pasien, keluarga dekat atau teman lainnya yang ikut terlibat dalam

perawatan pasien tersebut. Jika pasien adalah seorang anak, keadaan ini harus

disampaikan kepada orang yang bertanggungjawab secara pribadi atau kepada pasien

jika dinilai sudah cukup matang untuk mengerti kejadian tersebut.

Jika seorang pasien dalam asuhan dokter meninggal, sesuai pengetahuannya,

dokter harus menjelaskan sebab dan keadaan berkaitan dengan kematian tersbut

kepada orang tua, keluarga dekat, mereka yang mempunyai tanggung jawab, atau

teman yang terlibat dalam asuhan pasien tersebut kecuali jika pasien berwasiat lain.

Page 10: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Contoh Hasil Komunikasi Efektif:

Pasien merasa dokter menjelaskan keadaannya sesuai tujuannya berobat.

Berdasarkan pengetahuannya tentang kondisi kesehatannya, pasien pun

mengerti anjuran dokter, misalnya perlu mengatur diet, minum atau

menggunakan obat secara teratur, melakukan pemeriksaan (laboratorium,

foto/rontgen, scan) dan memeriksakan diri sesuai jadwal, memperhatikan

kegiatan (menghindari kerja berat, istirahat cukup, dan sebagainya).

Pasien memahami dampak yang menjadi konsekuensi dari penyakit yang

dideritanya (membatasi diri, biaya pengobatan), sesuai penjelasan dokter.

Pasien merasa dokter mendengarkan keluhannya dan mau memahami

keterbatasan kemampuannya lalu bersama mencari alternatif sesuai kondisi

dan

situasinya, dengan segala konsekuensinya.

Pasien mau bekerja sama dengan dokter dalam menjalankan semua upaya

pengobatan/perawatan kesehatannya.

Contoh Hasil Komunikasi Tidak Efektif:

Pasien tetap tidak mengerti keadaannya karena dokter tidak menjelaskan,

hanya mengambil anamnesis atau sesekali bertanya, singkat dan mencatat

seperlunya, melakukan pemeriksaan, menulis resep, memesankan untuk

kembali, atau memeriksakan ke laboratorium/foto rontgen, dan sebagainya.

Pasien merasa dokter tidak memberinya kesempatan untuk bicara, padahal ia

yang merasakan adanya perubahan di dalam tubuhnya yang tidak ia mengerti

dan karenanya ia pergi ke dokter. Ia merasa usahanya sia-sia karena sepulang

dari dokter ia tetap tidak tahu apa-apa, hanya mendapat resep saja.

Pasien merasa tidak dipahami dan diperlakukan semata sebagai objek, bukan

sebagai subjek yang memiliki tubuh yang sedang sakit.

Pasien ragu, apakah ia harus mematuhi anjuran dokter atau tidak.

Pasien memutuskan untuk pergi ke dokter lain.

Pasien memutuskan untuk pergi ke pengobatan alternatif atau komplementer

Page 11: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

atau menyembuhkan sendiri (self therapy).

E. Memperoleh Persetujuan

Dalam setiap tindakan kedokteran yang akan dilakukan, doker harus mendapat

persetujuan pasien karena pada prinsipnya yang berhak memberikan persetujuan atau

penolakan tindakan medis adalah pasien yang bersangkutan. Untuk itu, dokter harus

melakukan pemeriksaan secara teliti, serta menyampaikan rencana pemeriksaan lebih

lanjut termasuk resiko yang mungkin terjadi secara jujur, transparan, dan

komunikatif. Dokter harus yakin bahwa pasien mengerti tentang apa yang

disampaikan sehingga pasien dalam memberikan persetujuan tanpa adanya paksaan

atau tekanan.

F. Menghormati Rahasia Kedokteran

Dokter dalam melaksanakan praktik kedokterab wajib menyimpan catatan

medis pasien maupun segala sesuatu yagn diketahuinya tentang pasien tersebut sebgai

rahasia kedokteran. Rahasia kedokteran dapat dibuka hanya untuk kepentingan

kesehatan pasien, permintaan pasien sendirimaupun dalam penegakan etik, disiplin,

dan hukum berdasarkan ketentuan yang berlaku.

G. Mempertahankan Kepercayaan Pasien

Hubungan yang baik antara dokter dengan pasien berdasarkan saling percaya

dan saling menghormati. Untuk mendapatkan dan mempertahankan kepercayaan ini,

dokter harus :

Bertindak sopan, hati-hati dan jujur

Menghormati privasi dan harga diri pasien

Menghormati hak para pasien untuk menolak berperan serta dalam

proses pendidikan atau penelitian dan memeastikan bahwa penolakan

mereka tidak memberikan pengaruh yang bruruk terhadap hubungan

dokter dengan pasien.

Page 12: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Menghormari hak pasien untuk mendapatkan opiril kedua

Selalu siap dihubungi para pasien dan/atau sejawat berkaitan dengan

penyakit pasiennya sesuai perjanjian.

Dokter tidak diperkenankan menggunakan kedudukan profesionalnya untuk

memperoleh atau mengusahakan adanya hubungan seksual atau emosional yang tidak

senonoh, atau pelecehan seksual dengan seorang pasien atau seorang yang dekat

dengan dokter.

H. Mengakhiri Hubungan Profesional dengan Pasien.

Dokter tidak boleh mengakhiri hubungan dengan pasien apabila pasien

mengeluh tentang pelayanan kedokteran yang diberikan. Termasuk apabila pasien

mengeluh tentang tagihan pembiayaan jasa layanan atau terapi yang diberikan.

Hubungan profesional dokter pasien ddapat berakhir apabila pasien melakukan

kekerasan.

Dokter harus menjelaskan kepada pasien secara lisan atau tertulis, alasan

mengakhiri hubungan profesional dengan pasien tersebut. Walau demikian dokter

tidak boleh menelantarkan pasien tersebut. Dokter bertanggungjawab untuk

mencarikan dokter pengganti. Selanjutnya ringksasan salinan rekam medis pasien

diberikan pada dokter pengganti. Keluhan pasien tentang pelayanan kedokteran harus

segera ditanggapi secara terbuka, jujur, empati, Jelaskan kepasa pasien apa yang

sebenarnya terjadi. Permintaan iinformasi formal dari pihak yang berkepentingan

tentang keluhan pasien harus ditanggapi secara konstruktif.

G. Aspek Etik dan Hukum Komunikasi Pasien-Dokter

Pada kode etik kedokteran dan kedokteran gigi secara tersirat tidak tercantum

etika berkomunikasi. Secara tersurat dikatakan setiap dokter dan dokter gigi dituntut

melaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi yang tertinggi atau

menjalankannya secara optimal. Pada Undang-Undang Nomor 29 Tahun 2004

tentang Praktik Kedokteran Pasal 35 disebutkan kompetensi dalam praktik

kedokteran antara lain dalam hal kemampuan mewawancarai pasien. Peraturan yang

Page 13: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

mengatur tentang tanggung jawab etik dari seorang dokter adalah Kode Etik

Kedokteran Indonesia. Kode Etik adalah pedoman perilaku dokter. Kode Etik harus

memiliki sifat-sifat sebagai berikut:

(1) Kode etik harus rasional, tetapi tidak kering dari emosi;

(2) Kode etik harus konsisten, tetapi tidak kaku;

(3) Kode etik harus bersifat universal.

Kode Etik Kedokteran Indonesia dikeluarkan dengan Surat Keputusan Menteri

Kesehatan Nomor 434/Menkes/SK/X/1983. Kode Etik Kedokteran Indonesia disusun

dengan mempertimbangkan International Code of Medical Ethics dengan landasan

idiil Pancasila dan landasan strukturil Undang Undang Dasar 1945. Kode Etik

Kedokteran Indonesia ini mengatur hubungan antar manusia yang mencakup

kewajiban umum seorang dokter, hubungan dokter dengan pasiennya, kewajiban

dokter terhadap sejawatnya dan kewajiban dokter terhadap diri sendiri. Pelanggaran

terhadap butir-butir Kode Etik Kedokteran Indonesia ada yang merupakan

pelanggaran etik semata-mata dan ada pula yang merupakan pelanggaran etik dan

sekaligus pelanggaran hukum. Selama ini wawancara terhadap pasien ditekankan

pada pengumpulan informasi dari sisi penyakit (disease) untuk menegakkan diagnosis

dan tindakan lebih lanjut. Informasi sakit dari pasien (illness) kurang diperhatikan.

Secara empirik, komunikasi yang baik dan efektif antara dokter dan pasien sangat

membantu kepuasan pasien terhadap pelayanan medik dan meningkatkan

penyembuhan serta kepatuhan pasien terhadap terapi. Berdasarkan hal tersebut maka

dalam buku yang diterbitkan oleh Konsil Kedokteran Indonesia pada tahun 2006 yang

berjudul Penyelenggaraan Praktik Kedokteran yang Baik di Indonesia dan buku

berjudul Kemitraan dalam Hubungan Dokter-Pasien, diuraikan pentingnya

kemampuan berkomunikasi dengan pasien. Ketidakmampuan dokter untuk

melakukan komunikasi yang baik dengan pasien, sedikitnya melanggar etika profesi

kedokteran dan kedokteran gigi serta lebih lanjut dapat melanggar disiplin

kedokteran, apabila ketidakmampuan berkomunikasinya berdampak pada

ketidakmampuan dokter dalam membuat persetujuan tindakan kedokteran dan rekam

medis.

Page 14: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

Hubungan karena kontrak atau kontrak terapeutik dimulai dengan tanya jawab

(anamnesis) antara dokter dengan pasien, kemudian diikuti dengan pemeriksaan fisik.

Kadang-kadang dokter membutuhkan pemeriksaan diagnostik untuk menunjang dan

membantu menegakkan diagnosisnya yang antara lain berupa pemeriksaan radiologi

atau pemeriksaan laboratorium, sebelum akhirnya dokter menegakkan suatu

diagnosis. Sebagaimana telah dikemukakan, tindakan medik mengharuskan adanya

persetujuan dari pasien (informed consent) yang dapat berupa tertulis atau lisan.

Persetujuan tindakan kedokteran atau informed consent harus didasarkan atas

informasi dari dokter berkaitan dengan penyakit. Hal ini diatur dalam Undang-

Undang Nomor 29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran, Paragraf 2, Pasal 45.

Komunikasi antara dokter dengan pasien merupakan sesuatu yang sangat penting dan

wajib. Kewajiban ini dikaitkan dengan upaya maksimal yang dilakukan dokter dalam

pengobatan pasiennya. Keberhasilan dari upaya tersebut dianggap tergantung dari

keberhasilan seorang dokter untuk mendapatkan informasi yang lengkap tentang

riwayat penyakit pasien dan penyampaian informasi mengenai penatalaksanaan

pengobatan yang diberikan dokter. Melihat pentingnya komunikasi timbal balik yang

berisi informasi ini, maka secara jelas dan tegas diatur dalam Undang-Undang Nomor

29 Tahun 2004 Tentang Praktik Kedokteran Paragraf 2, Pasal 45 ayat (2), (3),

Paragraf 6, Pasal 50 huruf (c), Paragraf 7, Pasal 52 huruf (a), (b), dan Pasal 53 huruf

(a).

H. Mengembangkan Komunikas Efektif Pasien-Dokter

Pasien adalah pemilik tubuh yang sedang mengalami gangguan kesehatan.

Kunjungan ke dokter dilakukan sebagai upaya memperoleh jawaban atas kondisi

kesehatannya dan harapan untuk dapat sembuh. Keputusan pergi berobat ke dokter

memerlukan proses dalam diri pasien. Ia perlu merumuskan dulu alasan yang jelas

bagi dirinya, mengapa ia merasa perlu pergi ke dokter. Selanjutnya, pertemuan

dengan dokter di ruang praktik akan mempengaruhi keputusannya, apakah ia akan

meneruskan niatnya berobat ke dokter atau memilih cara lain. Aspek yang cukup

dominan mempengaruhi keputusan pasien dalam berobat ke dokter adalah

Page 15: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

komunikasi. Sikap dokter dalam berkomunikasi dengan pasien dapat menimbulkan

kesimpulan yang akan mempengaruhi keputusan pasien. Dalam melakukan

komunikasi, dokter perlu memahami bahwa yang dimaksud dengan komunikasi

tidaklah hanya sekadar komunikasi verbal, melalui percakapan namun juga mencakup

pengertian komunikasi secara menyeluruh. Dokter perlu memiliki kemampuan untuk

menggali dan bertukar informasi secara verbal dan nonverbal dengan pasien pada

semua usia, anggota keluarga, masyarakat, kolega dan profesi lain. Kalau tidak

berhati-hati dalam melakukan komunikasi, dokter bisa berhadapan dengan sanksi atau

ancaman hukum karena dianggap melakukan pelanggaran. Jadi, keadaan memang

sudah berubah. Komunikasi dokter-pasien tidak seperti dulu lagi yang diwarnai oleh

superioritas dokter dan inferioritas pasien. Dalam paradigma baru yang senapas

dengan ketentuan undang-undang, hubungan dokterpasien adalah kemitraan. Pasien

harus dihargai sebagai pribadi yang berhak atas tubuhnya. Ia adalah subjek dan bukan

semata-mata objek yang boleh diperlakukan tanpa sepengetahuannya dan tanpa

kehendaknya. Dalam komunikasi dokter-pasien diperlukan kemampuan berempati,

yaitu upaya menolong pasien dengan pengertian terhadap apa yang pasien butuhkan.

Menghormati dan menghargai pasien adalah sikap yang diharapkan dari dokter dalam

berkomunikasi dengan pasien, siapa pun dia, berapa pun umurnya, tanpa

memerhatikan status sosialekonominya. Bersikap adil dalam memberikan pelayanan

medis adalah dasar pengembangan komunikasi efektif dan menghindarkan diri dari

perlakuan diskriminatif terhadap pasien.

Page 16: REFERAT PRAKTIK KEDOKTERAN 1

DAFTAR PUSTAKA

Willa Chandrawila Supriadi, 2001, Hukum Kedokteran, Bandung: Mandar Maju.

Adami Chazawi, 2007, Malpraktik Kedokteran, Malang: Bayumedia Publishing.