Upload
ahmad-mujiburrahim
View
211
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
refrat radiologi terbaik
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Bronkitis adalah suatu peradangan pada bronkus yang dapat disebabkan oleh
infeksi atau tanpa infeksi dimana peradangan tersebut menyebabkan sekresi mukus
atau phlegm ke saluran pernafasan yang menyebabkan saluran nafas menyempit.
Terdapat dua jenis bronkitis, yaitu: Bronkitis akut dan bronkitis kronik. Bronkitis
akut ditandai dengan flu dan batuk dengan atau tanpa dahak lebih dari 1-2 minggu
sedangkan bronkitis kronik ditandai dengan batuk dahak produktif lebih dari 3 bulan
dalam setahun selama 2 tahun berturut-turut yang tidak disebabkan oleh penyakit lain
yang menyebabkan batuk (National Lung, Heart, and Blood Intitute, 2012).
Menurut Robert L. Wilkins dan James B. Dexter (1993) dalam buku
Respiratory Diseases:Principles of Patient Care, bronkitis kronis adalah salah satu
penyakit paru dimana pasienmemiliki batuk produktif kronik yang berhubungan
dengan inflamasi bronchus. Untukmembuat diagnosis, para ahli menyatakan bahwa
jangka waktu kronik pada penyakit iniadalah selama batuk produktif muncul,
minimal selama tiga bulan setahun dan pada dua tahun berturut-turut. Sebelum
diketahui menderita Bronkitis kronis, pada awalnya pasienyang mengalami batuk
produktif yang panjang biasanya terdiagnosis oleh dokter mengalami tuberculosis,
kanker paru, dan congestive heart failure.
Bronkitis kronik merupakan salah satu dari penyakit paru obstruksi kronik
(PPOK). PPOK adalah penyebab kematian lebih dari 2.5 juta orang di dunia pada
tahun 2000. Diperkirakan PPOK merupakan satu dari lima penyebab kematian di
dunia pada tahun 2020. Sedangkan di Amerika kasus PPOK menempati peringkat
ketiga penyebab kematian. PPOK adalah salah satu penyakit yang prevalensi dan
mortalitasnya meningkat setiap tahun (Stoller JK dan Juvelekian G, 2012).
1
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Definisi
Bronkitis akut adalah istilah klinik yang menunjukkan peradangan “self-
limited” pada saluran pernafasan bagian bawah (bronkus). Bronkitis akut merupakan
penyakit akut yang berlangsung tidak lebih dari 3 minggu yang ditandai oleh gejala
utama batuk dan gejala dari saluran pernafasan bawah seperti wheezing, produksi
sputum dan kadang disertai oleh nyeri dada (BMJ Evidence Centre, 2012).
Bronkitis kronik merupakan salah satu tipe PPOK yang dapat didefinisikan
sebagai batuk produkti yang terjadi lebih dari 3 bulan setiap tahun dalam 2 tahun
terakhir tanpa disertai penyakit lain yang mendasari (American Lung Association,
2012).
2.2 Epidemiologi
Data setiap tahunnya di Poliklinik PPOK RS Persahabatan Jakarta,
menunjukkan kunjungan meningkat 334 kali pada bulan November sampai dengan
Februari dibandingkan bulan 3 bulan lainnya. Kejadian eksaserbasi merupakan
episode perburukan gejala respirasi yang berulang mengakibatkan penurunan fungsi
paru, perburukan kualitas hidup dan peningkatan kebutuhan perawatan medis
(kunjungan ke dokter, penambahan medikasi, emergensi, rawat inap, dll) (American
Lung Association, 2012).
Dengan kata lain eksaserbasi akut bronkitis kronis adalah penyebab utama
rawat inap dan kematian pada penderita bronkitis kronis. Lima puluh persen penderita
bronk itis kronis mengalami episodik eksaserbasi > 2 kali dalam setahunnya dengan
seperlimanya membutuhkan rawat inap pada eksaserbasi tersebut dan sebagiannya
membutuhkan perawatan di ICU. Banyak pula penderita bronkitis kronis dengan
rawat inap membutuhkan ulang (readmission) karena gejala yang menetap dan
berkepanjangan (American Lung Association, 2012).
2
Penyebab tersering dari eksaserbasi adalah infeksi virus pernapasan dan
infeksi bakteri, penyebab lainnya seperti polusi lingkungan, gagal jantung kongestif,
emboli paru, pemberian oksigen yang tidak tepat, obatobatan seperti narkotik dan
lain-lain (Sutoyo K.D., 2008). Di Amerika Serikat, menurut National Center for
Health Statistics, kira-kira ada 14 juta orang menderita bronkitis. Lebih dari
12 juta orang menderita bronkitis akut pada tahun 1994, sama dengan 5%
populasi Amerika Serikat. Didunia bronkitis merupakan masalah dunia. Frekuensi
bronkitis lebih banyak pada populasi dengan status ekonomi rendah dan pada
kawasan industri. Bronkitis lebih banyak terdapat pada laki-laki dibanding wanita.
Data epidemiologis di Indonesia sangat minim (Samer Qarah, 2007). Diperkirakan pada
tahun 2009 sekitar 10 juta warga Amerika menderita bronkitis kronik direntang umur
18-44 tahun (American Lung Association, 2012).
2.3 Etiologi
Penyebab utama dari bronkitis akut adalah virus. Virus yang menyerang epitel
bronkus menyebabkan peradangan dan meningkatkan sekresi mukus. Bronkitis akut
sering diawali oleh gejala dari saluran pernafasan atas seperti flu dan common cold
(National Institutes of Health, 2012). Sekitar 90% dari bronkitis akut disebabkan oleh
virus seperti rhinovirus, coronavirus, adenovirus, metapneumovirus, parainfluenza
virus dan influenza virus. Sedangkan 10% kasus bronkitis akut disebabkan oleh
bakteri seperti Mycoplasma pneumonia, Chlamydophila pneumoniae, Bordetella
pertussis, Stretococcus pneumonia, dan Haemophillus influenza (Albert RH, 2010).
Bronkitis akut dapat disebabkan oleh :
1. Infeksi virus: influenza virus, parainfluenza virus, respiratory
syncytial virus (RSV), adenovirus, coronavirus, rhinovirus, dan lain-lain.
2. I n f e k s i b a k t e r i : B o r d a t e l l a p e r t u s s i s ,
B o r d a t e l l a p a r a p e r t u s s i s , Haemophilus influenzae,
Streptococcus pneumoniae, atau bakteri atipik (Mycoplasma
pneumoniae, Chlamydia pneumonia, Legionella)
3
3. Jamur
4. Noninfeksi : polusi udara, rokok, dan lain-lain.Penyebab bronkitis akut
yang paling sering adalah infeksi virus yakni sebanyak 90%
sedangkan infeksi bakteri hanya sekitar < 10% (Jonsson J,
Sigurdsson J,Kristonsson K, et al, 2008).
Bronkitis kronik adalah PPOK yang sering diakibatkan oleh kebiasaan
merokok atau paparan tembakau. Selain itu PPOK juga dapat disebabkan oleh
inhalasi berkepanjangan dari polusi udara, asap dan debu yang sering dijumpai pada
pekerjaan tambang, pabrik tekstik, perkebunan dan peternakan sehingga
menyebabkan peradangan kronik saluran nafas (Thornton AJ dkk, 2011).
Berdasarkan penyebabnya bronkitis dibagi menjadi dua yaitu bronkitis
infeksiosa dan bronkitis iritatif.
1. Bronkitis infeksiosa
Bronkitis infeksiosa disebabkan oleh infeksi bakteri atau virus, terutama
Mycoplasma pneumoniae dan Chlamydia. Serangan bronkitis berulang
bisa terjadi pada perokok dan penderita penyakit paru dan saluran
pernapasan menahun. Infeksi berulang bisamerupakan akibat dari:
a. Sinusitis kronis
b. Bronkiektasis
c. Alergi
2. Bronkitis iritatif
Bronkitis iritatif adalah bronkitis yang disebabkan alergi terhadap sesuatu
yang dapat menyebabkan iritasi pada daerah bronkus. Bronkitis iritatif
bisa disebabkan oleh berbagai jenis debu, asap dari asam kuat, amonia,
beberapa pelarut organik klorin, hidrogen sulfida, sulfur dioksida dan
bromine, polusi udara yang menyebabkan iritasi ozon dan nitrogen
dioksida, tembakau dan rokok lainnya. Faktor etiologi utamaadalah zat
polutan (Rahmadani dan Marlina, 2011).
4
2.4 Anatomi dan Percabangan Bronkus
Bronkus merupakan bagian dari saluran napas yang terdiri dari 2 cabang
utama, yakitu bronkus kanan dan brinkus kiri. Bronkus kanan terdiri dari 3
percabangan, yaitu bronkus lobari atas, medius, dan bawah. Sedangkan bronkus kiri
terdiri dari 2 percabangan, berupa bronkus lobaris atas dan bronkus lobaris bawah.
(faiz dan Moffat. 2003).
Bronkus langsung berhubungan dengan paru-paru kanan dan kiri. Sama
dengan bronkus, paru kana juga terdiri dari 3 lobus, yaitu lobus atas, tengan dan
bawah. Senagkan paru-paru kiri terdiri dari lobbus atas dan bawah. Dibagian luar
paru-paru dilapisi oleh suatu selaput, yaitu pleura. Dalam setiap aru bronkus terus
bercabang-cabang menjadi saluran napas yang semakin sempit, pendek, dan banyak
seperti percabangan pohon. Cabang terkecil dikenal sebagai bronkiolus. Diujung-
ujung bronkiolus terkumpul alveolus, kantung udara kecil tempat terjadinya pertukara
gas-gas udara dan darah. Agar udara dapat masuk keluar paru, maka keseluruhan
saluran pernapasan harus terbuka. Setiap saluran napas dilapisi oleh mukosa pada
dindingnya. Pada bronkitis terjadi penebalan dinding bronkus, sehingga terjadi
penyempitan dari lumen bronkus. (sherwood, 2008).
Gambar Anatomi bronkus dan percabangannya
5
Dari gambar dapat kita lihat bahwa cabang utama bronkus kanan dan kiri
akan bercabang menjadi bronkus lobaris dan bronkus segmentalis. Percabangan ini
berjalan terus-menerus menjadi bronkus yang ukurannya semakin kecil sampai
akhirnya menjadi bronkiolus terminalis, yaitu bronkiolus yang tidak mengandung
alveoli. Bronkiolus terminalis mempunyai diameter kurang lebih 1 mm. Bronkiolus
tidak diperkuat oleh kartilago tetapi dikelilingi oleh otot polos sehingga ukurannya
dapat berubah. Seluruh saluran udara sampai pada tingkat ini disebut saluran
penghantar udara karena fungsinya menghantarkan udara ke tempat pertukaran gas
terjadi (Rosita, 2001)
Setelah bronkiolus terdapat asinus yang merupakan unit fungsional dari
paru- paru. Asinus terdiri atas bronkiolus respiratorius, duktus alveolaris dan sakkus
alveolaris termina-lis. Asinus atau kadang disebut lobulus primer memiliki diameter
0,5 sampai 1 cm. Terdapat sekitar 23 percabangan mulai dari trakea sampai sakkus
alveolaris terminalis. Alveolus dipisahkan dari alveolus di dekatnya oleh septum.
Lubang pada dinding ini dinamakan pori-pori Kohn yang memungkinkan komunikasi
antara sakkus. Alveolus hanya selapis sel saja, namun jika seluruh alveolus yang
berjumlah sekitar 300 juta itu dibentangkan akan seluas satu lapangan tennis (Rosita,
2001).
Alveolus pada hakikatnya merupakan gelembung yang dikelilingi oleh
kapiler-kapiler darah. Batas antara cairan dengan gas akan membentuk suatu
tegangan permukaan yang cenderung mencegah ekspansi pada saat inspirasi dan
cenderung kolaps saat ekspirasi. Di sinilah letak peranan surfaktan sebagai
lipoprotein yang mengurangi tegangan permukaan dan mengurangi resistensi saat
inspirasi sekaligus mencegah kolaps saat ekspirasi (Rosita, 2001).
Pembentukan surfaktan oleh sel pembatas alveolus dipengaruhi oleh
kematangan sel-sel alveolus, enzim biosintetik utamanya alfa anti tripsin, kecepatan
regenerasi, ventilasi yang adekuat serta perfusi ke dinding alveolus. Defisiensi
surfaktan, enzim biosintesis serta mekanisme inflamasi yang berujung pada pelepasan
6
produk yang mempengaruhi elastisitas paru menjadi dasar patogenesis empisema,dan
penyakit lainnya. Bronkus merupakan percabangan dari trachea. Didalam
mediastinum, bronkus disebut sebagai bronkus primer yang terdiri dari bronkus
dextra dan bronchus sinistra (Rosita, 2001).
Bronkus Dextra, mempunyai bentuk yang lebih besar, lebih pendek dan
letaknya lebih vertikal daripada bronkus sinistra. Hal ini disebabkan oleh desakan
dari arcus aorta pada ujung kaudal trachea ke arah kanan, sehingga benda-benda asing
mudah masuk ke dalam bronkus dextra. Panjangnya kira-kira 2,5 cm dan masuk
kedalam hilus pulmonis setinggi vertebra thorakalis VI (Rosita, 2001).
Vena Azygos melengkung di sebelah cranialnya. Arteria pulmonalis pada
mulanya berada di sebelah inferior, kemudian berada di sebelah ventralnya
membentuk tiga cabang (bronkus sekunder), masing-masing menuju ke lobus
superior, lobus medius, dan lobus inferior. Bronkus sekunder yang menuju ke ke
lobus superior letaknya di sebelah kranial a.pulmonalis dan disebut bronkus
eparterialis. Cabang bronkus yang menuju ke lobus medius dan lobus inferior berada
di sebelah kaudal a.pulmonalis disebut bronkus hyparterialis. Selanjutnya bronkus
sekunder tersebut mempercabangkan bronkus tertier yang menuju ke segmen pulmo
(Rosita, 2001).
Bronkus Sinistra, mempunyai diameter yang lebih kecil, tetapi bentuknya
lebih panjang daripada bronkus dextra. Berada di sebelah kaudal arkus aorta,
menyilang disebelah ventral oesophagus, ductus thoracicus, dan aortathoracalis.
Pada mulanya berada di sebelah superior arteri pulmonalis, lalu di sebelah dorsalnya
dan akhirnya berada di sebelah inferiornya, sebelum bronkus bercabang menuju ke
lobus superior dan lobus inferior, disebut letak bronkus hyparterialis. Pada tepi lateral
batas trakea dan bronkus terdapat lymphonodus tracheobronchialis superior dan pada
bifurcatio trachea (di sebelah kaudal) terdapat lymphonodus tracheobronchialis
inferior. Bronkus memperoleh vascularisasi dari a.thyroidea inferior. Innervasinya
berasal dari N.vagus, N. Recurrens, dan truncus sympathicus. Dalam keadaan normal,
dinding bronkus terbuat dari beberapa lapisanyang ketebalan dan komposisinya
7
bervariasi pada setiap bagian dari saluran pernapasan. Lapisan dalam (mukosa) dan
daerah dibawahnya (submukosa) mengandung sel-sel yang melindungi saluran
pernafasan dan paru-paru dari zat-zat yang berbahaya (Rosita, 2001).
Struktur saluran pernafasan dibentuk oleh serat elastis, otot dan lapisan
kartilago (tulang rawan), yang memungkinkan bervariasinya diameter saluran
pernafasan sesuai kebutuhan. Pembuluh darah dan jaringan limfoid berfungsi sebagai
pemberi zat makanan dan sistem pertahanan untuk dinding bronkus. Pembuluh darah
dan jaringan limfoid berfungsi sebagai pemberi zat makanan dan system pertahanan
untuk dinding bronkus (Rosita, 2001).
2.5 Patogenesis
Bronkitis akut terjadi karena adanya respon inflamasi dari membran mukosa
bronkus. Pada orang dewasa, bronkitis kronik terjadi akibat hipersekresi mukus
dalam bronkus karena hipertrofi kelenjar submukosa dan penambahan jumlah sel
goblet dalam epitel saluran nafas. Pada sebagian besar pasien, hal ini disebabkan oleh
paparan asap rokok. Pembersihan mukosiliar menjadi terhambat karena produksi
mukus yang berlebihan dan kehilangan silia, menyebabkan batuk produktif. Pada
anak-anak, bronkitis kronik disebabkan oleh respon endogen, trauma akut saluran
pernafasan, atau paparan allergen atau iritan secara terus-menerus. Saluran nafas akan
dengan cepat merespon dengan bronkospasme dan batuk, diikuti inflamasi, udem, dan
produksi mukus (Fahy dan Dickey, 2010).
Apabila terjadi paparan secara kronik terhadap epitel pernafasan, seperti
aspirasi yang rekuren atau infeksi virus berulang, dapat menyebabkan terjadinya
bronkitis kronik pada anak-anak. Bakteri pathogen yang menyebabkn infeksi saluran
respirasi bagian bawah pada anak-anak adalah Streptococus pneumonie. Haemophilus
influenza dan Moraxella catarrhalis dapat pathogen pada balita (umur < 5 tahun),
sedang Mycoplasma pneumonia pada anak usia sekolah (umur > 5-18 tahun)
(Braman, 2006).
8
Seperti disebutkan sebelumnya penyebab dari bronkitis akut adalah virus,
namun organisme pasti penyebab bronkitis akut sampai saat ini belum dapat
diketahui, oleh karena kultur virus dan pemeriksaan serologis jarang dilakukan.
Adapun beberapa virus yang telah diidentifikasi sebagai penyebab bronkitis akut
adalah virus-virus yang banyak terdapat di saluran pernapasan bawah yakni influenza
B, influenza A, parainflueza dan reapiratory syncytial virus (RSV). Influenza sendiri
merupakan virus yang timbul sekali dalam setahun dan meyebar secara cepat dalam
suatu populasi (Fahy dan Dickey, 2010).
Gejala yang paling sering akibat infeksi virus influenza diantaranya adalah
lemah, nyeri otot, batuk dan hidung tersumbat. Apabila penyakit influenza sudah
mengenai hampir seluruh populasi disuatu daerah, maka gejala batuk serta demam
dalam 48 jam pertama merupakan predictor kuat seseorang terinfeksi virus influenza.
RSV biasanya menyerang orang-orang tua yang terutama mendiami panti jompo,
pada anak kecil yang mendiami rumah yang sempit bersama keluarganya dan pada
tempat penitipan anak. Gejala batuk biasanya lebih berat pada pasien dengan
bronkitis akut akibat infeksi RSV (Braman, 2006).
Virus yang biasanya mengakibatkan infeksi saluran pernapasan atas seperti
rhinovirus, adenovirus dapat juga mengakibatkan bronkitis akut. Gejala dominan
yang timbul akibat infeksi virus ini adalah hidung tersumbat, keluar secret encer dari
telinga (rhinorrhea) dan faringitis, bakteri juga memerankan perannya pada bronkitis
akut, antara lain, Bordatella pertusis, Bordatella parapertusis, Chlamydia pneumonia
dan Mycoplasma pneumonia. Infeksi bakteri ini biasanya paling banyak terjadi
dilingkungan kampus dan di lingkungan militer (Fahy dan Dickey, 2010).
Namun sampai saat ini, peranan infeksi bakteri dalam terjadinya bronkitis
akut tanpa komplikasi masih belum pasti, karena biasanya ditemukan pula infeksi
virus atau terjadi infeksi campuran. Pada kasus eksaserbasi akut bronkitis kronik
merupakan suatu kasus yang berbeda dengan bronkitis akut, karena ketiga bakteri
tersebut dapat mendiami saluran pernapasan atas dan keberadaan mereka dalam
9
sputum dapat berupa suatu koloni bakteri dan ini bukan merupakan tanda infeksi akut
(Fahy dan Dickey, 2010).
Penyebab batuk pada bronkitis akut tanpa komplikasi bias dari berbagai
penyebab dan biasanya bermula akibat cedera pada mukosa bronkus. Pada keadaan
normal, paru-paru memiliki kemampuan yang disebut mucocilliary defence, yaitu
sistem penjagaan paru-paru yang dilakukan oleh mukus dan siliari. Pada pasien
dengan bronkitis akut, sistem mukosiliar defence paru-paru mengalami kerusakan
sehingga lebih mudah terserang infeksi (Gonzales dan Sande, 2008).
Ketika infeksi timbul, akan terjadi pengeluaran mediator inflamasi yang
mengakibatkan kelenjar mukus menjadi hipertropi dan hyperplasia (ukuran membesar
dan jumlah bertambah) sehingga produksi mukus akan meningkat. Infeksi juga
menyebabkan dinding bronchial meradang, menebal (sering kali sampai dua kali
ketebalan normal), dan mengeluarkan mukus kental. Adanya kukus kental dari
dinding bronkhial dan mukus yang dihasilkan kelenjar mukus dalam jumlah banyak
akan menghambat beberapa aliran kecil dan mempersempit saluran udara besar.
Mukus yang kental dan pembesaran bronkus akan mengobstruksi jalan napas
terutama selama ekspirasi (Gonzales dan Sande, 2008).
Jalan napas selanjutnya mengalami kolaps dan udara terperangkap pada
bagian distal dari paru-paru. Pasien mengalami kekurangan O2, jaringan dan ratio
ventilasi perfudi abnormal timbul, di mana terjadi penurunan PO2 kerusakan ventilasi
juga dapat menilai PCO, sehimgga pasien terlihat sianosis. Pada bronkitis akut akibat
infeksi virus, pasien dapat mengalami reduksi nilai volume ekspirasi paksa dalam 1
detik (FEVI) yang reversible. Sedangkan pada infeksi akibat bakteri M. pneumonie
atau C.Pneumoniae biasanya mempunyai nilai reduksi FEVI yang lebih rendah serta
nilai reversibilitas yang rendah pula. Virus dan bakteri masuk melalui port d’entre
mulut dan hidung “droppletinfection” yang selanjutnya akan nenimbulkan viremia
atau bakterimia dan gejala atau reaksi tubuh untuk melakukan perlawanan (Braman,
2006).
10
Gambar : pathogenesis bronkitis kronis, (Braman, 2006).
2.6 Manifestasi klinis
Gejala utama bronkitis akut adalah batuk-batuk yang dapt berlangsung 2-3
minggu. Batuk bisa atau tanpa disertai dahak. Dahak dapt berwarna jernih, putih,
11
ALERGEN
Aktivasi IgE
Peningkatan pelepasan histamin
Edema mukosa pada sel goblet di produksi
Invasi kuman ke jalan
Infeksi
melaiseDemam
Peningkatan laju metabolisme
hitertermi
Penyebaran bakteri/virus keseluruh tubuh
Iritasi mukosa bronkus
Bersihkan jalan nafas tidak efektif
Peningkatan akumulasi sekret
Batuk produktif
Penyempitan jalan nafas
Nyeri Penggunaan otot-otot pernapasan
kuning kehijauan, atau hijau. Selain batuk, bronkitis akut dapat disertai gejala berikut
ini :
a. Demam (biasanya ringan)
b. Batuk (berdahak ataupun tidak berdahak)
c. Sesak napas, rasa berat bernapas,
d. Bunyi napas mengi atau ngik
e. Rasa tidak nyaman di dada atau sakit dada
f. Kadang batuk darah
Gejala bronkitis akut adalah tidak spesifik dan menyerupai gejala infeksi saluran
pernafasan lainnya. Bronkitis akut akibat virus biasanya mengikuti gejala-gejala
infeksi saluran respiratori seperti rhinitis dan faringitis.batuk biasanya muncul 3-4
hari setelah rhinitis. Batuk pada mulanya keras dan kering, kemudian seringkali
berkembang menjadi batuk lepas yang ringan dan produktif. Karena anak-anak
biasanya tidak membuang lender tapi menelannya, maka dapat terjadi gejala muntah
pada saat batuk keras dan memuncak. Pada anak yang lebih besar, keluhan utama
dapat berupa produksi sputum dengan batuk serta nyeri dada pada keadaan yang lebih
berat (Melbye, Kongerud, dan Vorland, 2009).
Karena bronkitis akut biasanya merupakan kondisi yang tidak berat dan dapat
membaik sendiri, maka proses patologis yang terjadi masih belum diketahui secara
jelas karena kurangnya ketersediaan jaringan pemeriksaan. Yang diketahui adalah
adanya peningkatan aktivitas kelenjar mukus dan terjadinya deskuamasi sel-sel epitel
bersilia. Adanya infiltrasi leukosit PMN kedalam dinding serta lumen saluran
respiratori menyebabkan sekresi tampak purulen. Akan tetapi karena imigrasi leukosit
ini merupakan reaksi nonspesifik terhadap kerusakan jalan napas, maka sputum yang
purulen tidak harus menunjukkan adanya superinfeksi bakteri. (Melbye, Kongerud,
dan Vorland, 2009).
Pemeriksaan auskultassi dada biasanya tidak khas pada stadium awal. Seiring
perkembangan dan progresitivitas batuk dapat terdengar berbagai macam ronki, suara
12
napas yang berat dan kasar, wheezing atau suara kombinasi. Hasil pemeriksaan
radiologis biasanya normal atau didapatkan corakan bronchial. Pada umumnya gejala
akan menghilang dalam 10-14 hari. Bila tanda-tanda klinis menetap hingga 2-3
minggu, perlu dicurigai adanya infeksi kronis. Selain itu dapat pula terjadi infeksi
sekunder (Braman, 2006).
2.7 Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan laboraturium seperti pemeriksaan dahak dan juga rontgen
dilakukan untuk membantu menegakkan diagnose dan untuk menyingkirkan diagnose
penyakit lain. Bila penyebabnya bakteri, sputumnya akan seperti nanah. Untuk pasien
anak yang diopname, dilakukan tes C-reactive protein, kultur pernafasan, kultur
darah, kultur sputum, dan tes serum aglutinin untuk membantu mengklasifikasikan
penyebab infeksi apakah dari bakteri atau virus (Gonzales dan Sande, 2008).
Untuk anak yang diopname dengan kemungkinan infeksi Chlamydia,
mycoplasma, atau infeksi virus saluran pernafasan bawah, lakukan pemeriksaan
sekresi nasofaringeal untuk membantu pemilihan antimikroba yang cocok. Serum
IgM mungkin dapat membantu. Untuk anak yang diduga mengalami imunodefisiensi,
pengukuran serum immunoglobulin total, subkelas IgG, dan produksi antibody
spesifik direkomendasikan untuk menegakkan diagnosis(Melbye, Kongerud, dan
Vorland, 2009).
Diagnosis Bronkitis ditentukan berdsarkan anamnesi, kriteria klinis, pemeriksaan
fisik, tes bfaal paru, radiologi dan analisa gas darah:
a. Anamnesis
Adanya riwayat batuk disertai dahak, kemudian ditentukan waktu dari semua
gejala untuk menentukan jenis bronkitis akut dan kronis
b. Kriteria Klinis
c. Pemeriksaan fisik
13
Pada pemeriksaan fisik temuan yang didapatkan tidak khas, bisa dijumpai
rhonki basah dan juga wheezing.
d. Tes faal paru dengan spirometri
VC : dapat normal / turun
FEV1 : normal / turun
FEV1/FVC : turun
TLC : normal/ meningkat
RV/TLC : meningkat
e. Analisa gas darah
f. Elektrokardiografi
2.8 Gambaran Radiologi Bronkitis
2.8.1 Foto Thorax
Radang akut bronkus biasanya berhubungan dengan infeksi saluran nafas
bagian atas. Penyakit ini biasanya tidak hebat dan tidak ditemukan komplikasi. Juga
tidak terdapat gambaran roentgen yang positif pada keadaan ini. Tetapi foto roetngen
berguna jika adaa komplikasi lain, seperti pneumonitis. Sedangkan untuk bronkitis
kronik tidak selalu memperlihatkan gambaran yang khas pada fotothorax. Pada foto
thorax hanya tampak corakan yang ramai di bagian basal paru. Kadang-kadang
tampak corakan peribronkial yang bertambah di basis paru oleh poenebalan dinding
bronkus (Braman, 2006).
Bronkitis kronik secara radiologi dibagi dalam 3 golongan, yaitu: ringan,
sedang, berat. Pada golongan yang ringan ditemukan corakan yang ramai di bagian
basal paru, pada golongan yang sedang, selain corakan paru yang ramai, juga terdapat
emfisema, dan kadang-kadang disertai bronkiektasis di parakardial kanan dan kiri.
14
Sedangkan golongan yang berat ditemukan hal-hal tesebytt disertai cor pulmonale
sebagai komplikasi bronkiti kronik (Melbye, Kongerud, dan Vorland, 2009).
Pada radigrafi dada bronkitis dapat ditemukan perubahan berikut;
1. Peningkatan “lung marking” pada kedua paru, yang biasa disebut ‘dirty chest”
2. Tubular shadow atau Tramlines, yaitu berup[a garis paralel keluar hils menuju
apeks paru, yang merupakan bayangan bronkus yang menebal
3. Dapat juga ditemukan peningkatan ukuran paru (Lange dan Walsh, 2002).
Gambar. Corakan yang ramai di parakardial kanan
Corakan yang ramai pada paru dan emfisema
15
Corakan Paru yang ramai disertai bronkiektasis kanan dan kiri
Bayangan intersisial difus sesuai dengan bronkitis
16
Gambar pasien laki-laki 61 tahun dengan bronkitis kronik, tampak tramline shadow
pada pericardial kiri (Tramline; sign untuk penebalan dinding bbronkus)
2.8.2 CT Scan Thorax
Pada Ct scan thorax penyakit bronkitis dapat ditemui berbagai kelainan yang
hampir sama dengan foto dada. Dapat dijumpai kelainan berupa penebalan bronkus,
samopai pada kelainan seperti emfisema dan nodul.
Gambar. Menunjukkan sign bronkitis: penebalan dari dinding bronkus
17
Gambar. Pada keadaan berat CT scan menunjukkan bayangan difus intersisial dngan
mikronodular subpleural berat yang menunjukkan penebalan dinding bronkus
18
2. 9 Diagnosa banding
Bronkiekstasis
Asma Bronkial
Tuberkulosis Paru
2. 10 Penatalaksanaan
1. Pengobatan konservatif
Pengelolaan umum, meliputi :
• Menciptakan lingkungan yang baik dan tepat bagi pasien
• Memperbaiki drainase sekret bronkus
• Mengontrol infeksi saluran napas, misalnya dengan pemberian antibiotik
• Berhenti merokok
2. Pengobatan Khusus
• Pemberian Oksigen yang cukup pada kasus eksaserbasi
• Bronkodilator
• Antibiotik sesuai agen penyebab infeksi
DAFTAR PUSTAKA
19
1. Albert, RH (2010). "Diagnosis and treatment of acute bronchitis". American
Family Physician 82 (11): 1345–1350.
2. National Lung, Heart, and Blood Institute (2012). "Chronic Bronchitis".
National Institutes of Health.
3. Stoller JK, Juvelekian G. 2012. Chronic Obstructive Pulmonary Disease.
Cleveland Clinic.
4. BMJ Evidence Centre (2012). "Definition". Acute bronchitis Basics. BMJ
Publishing Group.
5. American Lung Association. 2012. "Understanding Chronic Bronchitis".
Washington, US.
6. Forey, BA; Thornton, AJ; Lee, PN (2011). "Systematic review with meta-
analysis of the epidemiological evidence relating smoking to COPD, chronic
bronchitis and emphysema". BMC Pulmonary Medicine.
7. Wilkins, Robert L-James R. Dexter. Respiratory Disease : Principles
of Patient Care. USA : F.ADavis Company, 1993.
8. Sutoyo, K.D., 2008, Bronkitis Kronis dan Lingkaran yang tak Berujung
Pangkal (ViciousCircle),http://jurnalrespirologi.org/jurnal/Jan09/File%20dr.
%20Titi%20JRI.pdf , diakses tanggal 10 Mei 2013.
9. Rahmadani, R.Q., dan Marlina, R., 2011, Bronkitis Pada Anak, Akademi
Kebidanan Sentral Padang sidimpuan, Sumatra.
10. American Lung Association. 2012. "Understanding Chronic Bronchitis".
Retrieved 10 Mei 2013.
11. Jonsson J, Sigurdsson J, Kristonsson K, et al. 2008. Acute
bronchitis in adults.Howclose do we come to its aetiology in
generalpractice? Scand J Prim HealthCare. 2008; 15:156–160.
12. Qarah, Samer. 2007. Bronchitis. http://www.emedicine.com/med. 2007.
20
13. Sudhakar. 2009. Chronic Obstructive Pulmonary disease: Radiology-
Pathology Correlation. Vol 24: 171-180.
14. Kirchner J. 2011. Chest radiology; A resident’s Manual. New York. Thieme.
15. Faiz, O. Moffat, D. 2003. At A Glance Series Anatomi. Jakarta. Erlangga.
16. Lange, S. Walsh, G. 2007. Radiology of chest Disease. New York. Thieme.
17. RSU Sutomo. 2005. Pedoman Diagnosis dan terapi Bag/SMF Ilmu Penyakit
Paru. Surabaya. RSU Dokter Sutomo.
18. Sherwood. 2008. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Jakarta. EGC.
19. Rosita B. 2001. Penyakit Paru. FK USU Press: Medan.
20. Rasad, S. 2009. Radiologi Diagnostik. Jakarta. FK UI.
21. Fahy JV, Dickey BF. Review Artikel Airway Mucus Function and
Dysfunction. New England of Jurnal Medicine. Vol 363. No 23. Dec 2, 2010.
22. Gonzales R, Sande M. Uncomplicated acute bronchitis. Ann Intern Med
2008;133;981;991.
23. Melbye H, Kongerud J, Vorland L. Reversible airflow limitation in
adultswith respiratory infection. Eur Respir J 2009 7;1239-1245.
S
21