31
BAB 1 PENDAHULUAN 1. Latarbelakang Penyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.Penelitian–penelitian terhadap PPOK sebagai penyakit inflamasi lokal paru yang mempunyai beban inflamasi sistemik telah banyak diteliti, dan dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang semakin meningkat.Peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi dan protein fase akut banyak didapatkan dari penelitian- penelitian, dimana peningkatan ini dinilai mempunyai banyak pengaruh terhadap organ-organ lain disamping paru-paru yang secara klinis dapat diamati. Hubungan antara proses inflamasi lokal pada paru-paru dan inflamasi sistemik yang terjadi belum secara jelas dapat dijelaskan, adapun pengaruh inflamasi sistemik ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan berat 1

Referat rsud langsa poli paru

Embed Size (px)

DESCRIPTION

referat ppok poli paru rsud langsa

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN1. LatarbelakangPenyakit Paru Obstruksi Kronik ( PPOK ) adalah penyakit paru kronik yang ditandai dengan hambatan aliran udara saluran nafas, dimana hambatan aliran udara saluran nafas bersifat progresif dan tidak sepenuhnya reversibel.Penelitianpenelitian terhadap PPOK sebagai penyakit inflamasi lokal paru yang mempunyai beban inflamasi sistemik telah banyak diteliti, dan dampak yang ditimbulkan dapat menyebabkan angka morbiditas dan mortalitas yang semakin meningkat.Peningkatan sitokin-sitokin pro inflamasi dan protein fase akut banyak didapatkan dari penelitian-penelitian, dimana peningkatan ini dinilai mempunyai banyak pengaruh terhadap organ-organ lain disamping paru-paru yang secara klinis dapat diamati. Hubungan antara proses inflamasi lokal pada paru-paru dan inflamasi sistemik yang terjadi belum secara jelas dapat dijelaskan, adapun pengaruh inflamasi sistemik ini dapat mengakibatkan terjadinya penurunan berat badan, efek terhadap muskuloskeletal serta kardiovaskular dan lainnya.Dengan semakin tingginya angka harapan hidup manusia maka PPOK menjadi salah satu penyebab gangguan pernafasan yang semakin sering dijumpai di masa mendatang baik di negara maju maupun dinegara berkembang. Jumlah penderita PPOK di AS meningkat dengan tajam pada dekade terakhir. Diperkirakan kira-kira 14 juta orang di AS menderita PPOK.Badan kesehatan dunia atau World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat sehingga sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya meningkat dari ke-12 menjadi ke-5 dan sebagai penyebab kematian tersering peringkatnya juga meningkat dari ke-6 menjadi ke-3. Di Indonesia angka kematian dari PPOK bersama asma bronkial menduduki peringkat ke-6 berdasarkan survei kesehatan rumah tangga Departemen Kesehatan RI tahun 1992. Salah satu petanda inflamasi yang sering diamati pada pasien PPOK adalah Tumor Necrosis Factor Alpha (TNF). TNF merupakan sitokin pleotropik inflamasi. TNF sebagian besar diproduksi oleh macrophage, tetapi juga diproduksi oleh banyak variasi dari bentuk sel yang lainnya meliputi sel limpoid, sel mast, sel endotel, myosit kardiak, jaringan lemak, fibroblas, dan jaringan neuron. TNF memiliki peranan yang sangat penting penyebab inflamasi pada penyakit paru, salah satunya adalah pada PPOK. TNF yang meningkat secara patologi akan menginduksi perubahan ke arah emfisema dan fibrosis pulmonal, sebagai contoh penelitian yang dilakukan pada Tikus akan menyebabkan terjadinya airspace enlargement, hilangnya small airspace, peningkatan kolagen, menipisnya septa pleura, dan peningkatan volume rongga dada.Pada penelitian yang dilakukan oleh Di Francia et al 1994; Keatings dkk, 1996 secara in vivo memperlihatkan adanya peningkatan TNF pada darah perifer, dahak dan cairan dari bilasan broncho-alveolar (BAL) pada pasien-pasien PPOK.Maria Gabriella Matera, dkk, 2009, menyatakan bahwa TNF memperlihatkan adanya hubungan terhadap indek massa tubuh (IMT) dan pejanan asap rokok, selain itu TNF juga memiliki implikasi terhadap terjadinya tingkat keparahan dan risiko pada PPOK.Penelitian lainya yang dilakukan oleh Mukadder Calikoglu, dkk, 2004 menilai Leptin dan TNF pada penderita PPOK dan hubungannya terhadap parameter nutrisi, didapatkan hasil bahwa peningkatan nilai Leptin dan TNF dapat merubah parameter nutrisi dan indek massa tubuh. TNF pada sputum juga dapat meningkat secara signifikan pada keadaan PPOK eksaserbasi, dimana TNF bersama-sama dengan IL-1 dapat menginisiasi kaskade inflamasi selama eksaserbasi. Vera M Keatings, dkk, 2000, mendapatkan suatu kesimpulan bahwa TNF merupakan predisposisi terhadap beratnya obstruksi jalan nafas dan secara signifikan merupakan penyebab terbesar pada semua kasus kematian yang diamati selama 21 23 bulan dan TNF juga dapat memberikan nilai prognosis ke arah perburukan pada pasien-pasien PPOK.Pemikiran-pemikiran dan hasil-hasil penelitian diatas memberikan wacana untuk meneliti hubungan antara kadar TNF serum dengan derajat keparahan PPOK stabil, dimana penelitian ini sendiri belum pernah dilakukan di Medan.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA1. DefinisiPPOK adalah penyakit paru kronik yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yangbersifat progressif nonreversibel atau reversibel parsial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisemaatau gabungan keduanya.a. Bronkitis kronikKelainan saluran napas yang ditandai oleh batuk kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun,sekurang-kurangnya dua tahun berturut - turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.b. EmfisemaSuatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal,disertai kerusakan dinding alveoli. Pada prakteknya cukup banyak penderita bronkitis kronik juga memperlihatkan tanda-tanda emfisema,termasuk penderita asma persisten berat dengan obstruksi jalan napas yang tidak reversibel penuh, danmemenuhi kriteria PPOK.2. Faktor ResikoKebiasaan merokok merupakan satu - satunya penyebab kausal yang terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya. Dalam pencatatan riwayat merokok perlu diperhatikan :a. Riwayat merokok- Perokok aktif- Perokok pasif- Bekas perokokDerajat berat merokok dengan Indeks Brinkman (IB), yaitu perkalian jumlah rata-rata batang rokok dihisap sehari dikalikan lama merokok dalam tahun :- Ringan : 0-200- Sedang : 200-600- Berat : >600b. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerjac. Hipereaktiviti bronkusd. Riwayat infeksi saluran napas bawah berulange. Defisiensi antitripsin alfa - 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia

3. KlasifikasiSetelah dilakukannya pemeriksaan spirometri, pembagian (klasifikasi) derajat berat PPOK, dapat dibagi empat :Kriteria penyakitGejala klinisspirometri

PPOK ringan-dengan atau tanpa batuk-dengan atau tanpa produksi sputum-sesak nafas derajat sesak 1 sampai derajat sesak 2 -VEP 80% prediksi (nilai normal spirometri)-VEP1/KVP < 70%

PPOK ringan-dengan atau tanpa batuk-dengan atau tanpa produksi sputum-sesak nafas derajat 3-VEP1/KVP < 70%-50% VEP1< 80% prediksi

PPOK berat-sesak nafas derajat sesak 4 dan 5-eksaserbasi lebih sering terjadi-VEP1/KVP < 70%-50% VEP1< 50% prediksi

PPOK sangat berat-sesak nafas derajat sesak 4 dan 5 dengan gagal nafas kronik-eksaserbasi lebih sering terjadi-disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan-VEP1/KVP < 70%-VEP1< 30% prediksi, atau-VEP1< 50% dengan gagalNafas kronik

Sumber : PDPI. Klasifikasi. Dalam : PPOK (Penyakit Paru Obstruksi Kronik) Diagnosis dan penatalaksanaan. Edisi Juli 2011; h.30

4. Patologi, Patogenesis dan patofisiologiPerubahan patologi pada PPOK mencakup saluran nafas yang besar dan kecil bahkan unit respiratori terminal. Secara gamblang, terdapat 2 kondisi pada PPOK yang menjadi dasar patologi yaitu bronkitis kronis dengan hipersekresi mukusnya dan emfisema paru yang ditandai dengan pembesaran permanen dari ruang udara yang ada, mulai dari distal bronkiolus terminalis, diikuti destruksi dindingnya tanpa fibrosis yang nyata.Penyempitan saluran nafas tampak pada saluran nafas yang besar dan kecil yang disebabkan oleh perubahan konstituen normal saluran nafas terhadap respon inflamasi yang persisten. Epitel saluran nafas yang dibentuk oleh sel skuamous akan mengalami metaplasia, sel-sel silia mengalami atropi dan kelenjar mukus menjadi hipertropi. Proses ini akan direspon dengan terjadinya remodeling saluran nafas tersebut, hanya saja proses remodeling ini justru akan merangsang dan mempertahankan inflamasi yang terjadi dimana T CD8+ dan limfosit B menginfiltrasi lesi tersebut. Saluran nafas yang kecil akan memberikan beragam lesi penyempitan pada saluran nafasnya, termasuk hiperplasia sel goblet, infiltrasi sel-sel radang pada mukosa dan submukosa, peningkatan otot polos.

Pada emfisema paru yang dimulai dengan peningkatan jumlah alveolar dan septal dari alveolus yang rusak, dapat terbagi atas emfisema sentrisinar ( sentrilobular ), emfisema panasinar ( panlobular ) dan emfisema periasinar ( perilobular ) yang sering dibahas dan skar emfisema atau irreguler dan emfisema dengan bulla yang agak jarang dibahas. Pola kerusakan saluran nafas pada emfisema ini menyebabkan terjadinya pembesaran rongga udara pada permukaan saluran nafas yang kemudian menjadikan paru-paru menjadi terfiksasi pada saat proses inflasi.Inflamasi pada saluran nafas pasien PPOK merupakan suatu respon inflamasi yang diperkuat terhadap iritasi kronik seperti asap rokok. Mekanisme ini yang rutin dibicarakan pada bronkitis kronis, sedangkan pada emfisema paru, ketidak seimbangan pada protease dan anti protease serta defisiensi 1 antitripsin menjadi dasar patogenesis PPOK. Proses inflamasi yang melibatkan netrofil, makrofag dan limfosit akan melepaskan mediator-mediator inflamasi dan akan berinteraksi dengan struktur sel pada saluran nafas dan parenkim. Secara umum, perubahan struktur dan inflamasi saluran nafas ini meningkat seiring derajat keparahan penyakit dan menetap meskipun setelah berhenti merokok.Peningkatan netrofil, makrofag dan limfosit T di paru-paru akan memperberat keparahan PPOK. Sel-sel inflamasi ini akan melepaskan beragam sitokin dan mediator yang berperan dalam proses penyakit, diantaranya adalah leucotrien B4, chemotactic factors seperti CXC chemokines, interlukin 8 dan growth related oncogene , TNF , IL-1 dan TGF. Selain itu ketidakseimbangan aktifitas protease atau inaktifitas antiprotease, adanya stres oksidatif dan paparan faktor risiko juga akan memacu proses inflamasi seperti produksi netrofil dan makrofagserta aktivasi faktor transkripsi seperti nuclear factor sehingga terjadi lagi pemacuan dari faktor-faktor inflamasi yang sebelumnya telah ada.Hipersekresi mukus menyebabkan abtuk produktif yang kronik serta disfungsi silier mempersulit proses ekspektorasi, pada akhirnya akan menyebabkan obstruksi saluran nafas pada saluran nafas yang kecil dengan diameter < 2 mm dan air trapping pada emfisema paru. Proses ini kemudian akan berlanjut kepada abnormalitas perbandingan ventilasi : perfusi yang pada tahap lanjut dapat berupa hipoksemia arterial dengan atau tanpa hiperkapnia. Progresifitas ini berlanjut kepada hipertensi pulmonal dimana abnormalitas.perubahan gas yang berat telah terjadi. Faktor konstriksi arteri pulmonalis sebagai respon dari hipoksia, disfungsi endotel dan remodeling arteri pulmonalis (hipertropi dan hiperplasi otot polos) dan destruksi Pulmonary capillary bad menjadi faktor yang turut memberikan kontribusi terhadap hipertensi pulmonal.

Inhalasi bahan berbahayaKonsep patogenesis PPOK

inflamasi

Mekanisme perlindunganMekanisme perbaikan

Kerusakan jaringan paru

Hipersekresi mukusDestruksiparenkimPenyempitan saluranNafas dan fibrosis

Perbedaan patogenesis asma dan ppokASMAPPOK

Bahan sensitifBahan berbahaya

Mediator inflamasiCD4+, T-limfosit,EosinofilMediator inflamasiCD4+, T-limfosit,Makrofag, neutrofil

reversibelHambaran aliran udarairreversibel

5. DiagnosisGejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala,gejala ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan tanda inflasi paru.Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :a. Gambaran klinis 1. Anamnesis Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja Riwayat penyakit emfisema pada keluarga Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi saluran nafas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara. Batuk berulang dengan atau tanpa dahak Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi2. Pemeriksaan fisis Inspeksi Pursed lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu) Barrel chest (diameter antero-posterior dan transversal sebanding) Penggunaan otot bantu nafas Pelebaran sela iga Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan edema tungkai Penampilan pink puffer atau blue bloater PalpasiPada emfisema fremitus melemah,sela iga melebar PerkusiPada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,hepar terdorong ke bawah Auskultasi Suara nafas vesikuler normal, atau melemah Terdapat ronki atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa ekspirasi memanjang bunyi jantung terdengar jauh

pink puffer gambaran yang khas pada emfisema,penderita kurus, kulit kemerahan dan pernapasan pursed-lips breathingblue bloatergambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan periferpursed lips breathingadalah sikap seseorang yang bernafas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal nafas kronik.3. Pemeriksaan penunjang a) Pemeriksaan rutin1) Faal paru Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP,VEP1/KVP Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ). Obstruksi : % VEP1 (VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1 % (VEP1/KVP) < 75% VEP merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20 % Uji bronkodilator Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.Setlah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 20 menit kemudian Dilihat perubahan nilai Vep1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE < 20% nilai awal dan < 200 ml Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil2) Darah rutin Hb, Ht, leukosit3) Radiologi Foto thoraks PA dan lateral berguna untuk menyingkirkan penyakit pau lainPada emfisema terlihat gambaran : Hiperinflasi Hiperlusen Ruang retrosternal melebar Diafragma mendatar Jantung menggantung (jantung pendulum / tear drop / eye drop appearance)Pada bronkitis kronik terlihat : Normal Corakan bronkovaskuler bertambah pada 21 % kasus.

b) Pemeriksaan khusus (tidak rutin)1) Faal paru Volume residu (VR), kapasiti residu fungsional (KRF), kapasiti paru total (KPT), VR/KRF, VR/KPT meningkat DLCO menurun pada emfisema Raw meningkat pada bronkitis kronik Sgaw meningkat Variabiliti harian APE kurang dari 20 %2) Uji latih kardiopulmoner Sepeda statis (ergocycle) Jentera (treadmill) Jalan 6 menit, lebih rendah dari normal3) Uji provokasi bronkusUntuk menilai derajat hiperaktiviti bronkus, pada sebagian kecil PPOK terdapat hiperaktiviti bronkus derajat ringan4) Uji coba kortikosteroidMenilai perbaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid oral (predniso atau metilprednison) sebanyak 30-50 mg per hari selama 2 minggu yaitu peningkatan VEP1 pascabronkodilator > 20% dan minimal 250 ml. Pada PPOK umumnya tidak terdapat kenaikan faal paru setelah pemberian kortikosteroid.5) Analisis gas darahTerutama untuk menilai : Gagal napas kronik stabil Gagal napas akut pada gagal napas kronik6) Radiologi CT scan resolusi tinggi Mendeteksi emfisema dini dan menilai jenis serta derajat emfisema atau bula yang tidak terdeteksi oleh foto thoraks polos Scan ventilasi perfusiMengetahui fungsi respirasi paru7) ElektrokardiografiMengetahui komplikasi pada jantung yang ditandai oleh pulmonal dan hipertrofi ventrikel kanan.8) EkokardiogafiMenilai fungsi jantung kanan9) BakteriologiPemeriksan bakteriologi sputum pewarnaan gram dan kultur resistensi diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memilih antibiotik yang tepat. Infeksi salura nafas berulang merupakan merupakan penyebab utama eksaserbasi akut pada penderita PPOK di indonesia.10) Kadar alfa-1 antitripsinKadar antitripsin alfa-1 rendah pada emfisema herediter (emfisema pada usia muda), defisiensi antitripsin alfa-1 jarang ditemukan di indonesia.6. Diagnosis banding Asma SOPT (sindroma obstruksi pascatuberculosis) adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita pascatuberculosis dengan lesi paru yang menimal Pneumotoraks Gagal jantung kronik Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis, destroyed lung.

7. Penatalaksanaana. Penatalaksanaan umum PPOKTujuan penatalaksanaan : Mengurangi gejala Mencegah eksaserbasi berulang Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru Meningkatkan kualiti hidup penderitaPentalaksanaan secara umum PPOK meliputi :1. EdukasiSecara umum bahan edukasi yang harus diberikan adalah Pengetahuan dasar tentang PPOK Obat-obatan, manfaat dan efek sampingnya Cara pencegahan perburukan penyakit Menghindari pencetus (berhenti merokok) Penyesuaian aktiviti2. Obat obatan a. BronkodilatorMacam macam bronkodilator : Golongan antikolinergik Golongan agonis beta 2 Kombinasi antikolinergik dan agonis beta 2 Golongan xantinb. Antiinflamasi c. AntibiotikaHanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan : Lini I : amoksisilin Makrolid Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat Sefalosporin Kuinolon Makrolid baruPerawatan di rumah sakit : Dapat dipilih Amoksisilin dan klavulanat Sefalosporin generasi II & III injeksi Kuinolon per oralDitambah dengan yang anti pseudomonas: Aminoglikose per injeksi Kuinolon per injeksi Sefalosporin generasi IV per injeksid. Antioksidane. Mukolitikf. Antitusif3. Terapi OksigenManfaat Oksigen : Mengurangi sesak Memperbaiki aktiviti Mengurangi hipertensi pulmonal Mengurangi vasokontriksi Mengurangi hematokrit Memperbaiki fungsi neuropsikiatri Meningkatkan kualitas hidupIndikasi Pa02 55% dan tanda-tanda gagal jantung kanan, sleep apnea, penyakit paru lain.4. Ventilasi MekanikVentilasi mekanik diberikan pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal nafas akut, gagal nafas akut pada gagal nafas atau pada pasien PPOK derajat berat dengan nafas kronik.Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara: Ventilasi mekanik dengan intubasi Ventilasi mekanik tanpa intubasi5. NutrisiMalnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena hipoksemia kronik san hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.6. Rehabilitasi PPOKTujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan memperbaiki kualitas hidup penderita PPOK.

8. KomplikasiKomplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :a. Gagal nafas Gagal nafas kronik Gagal nafas akut pada gagal nagfas kronikb. Infeksi berulangc. Kor pulmonal

9. Pencegahana. Mencegah terjadinya PPOK Hindari asap rokok Hindari polusi udara Hindari infeksi saluran nafas berulangb. Mencegah perburukan PPOK Berhenti merokok Gunakan obat-obatan adekuat Mencegah eksaserbasi berulang.

BAB 3KESIMPULAN

1. PPOK adalah penyakit paru kronik yang ditamndai dengan hambatan aliran udara yang bersifat progresif reversibel atau reversibel parsial, yang terdiri dari Bronkitis Kronik dan Emfisema atau gabungan keduanya.2. Kebiasaan merokok merupakan penyebab tersering dari PPOK. Penyebab lainnya adalah riwayat terpajan polusi udara, hiperaktivitas bronkus, riawayat infeksi saluran nafas bawah berulang.3. Perbedaan antara PPOK dan asma terletak pada mediator inflamasi dan sifat hambatan aliran udara.4. Tujuan penatalaksanaan PPOK adalah mengurangi gejala, mencegah eksaserbasi akut, mencegah dan memperbaiki penurunan faal paru dan meningkatkan kualitas hidup penderita.5. Penatalaksanaan PPOK terdiri dari penatalaksanaan pada saat stabil dan pada eksaserbasi akut.

DAFTAR PUSTAKA1. Aru W. Sudoyo. 2009. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jilid III Edisi V. FKUI. Jakarta.2. Fauci, Braunwald, Kasper, Hauser, Longo, Jameson, Et Al. 2009. Harrisons Manual Of Medicine: Chronic Obstructive Pulmonary Disease. 17th Ed. Amerika Serikat: Mc Graw Hill. P. 759-7633. Global Initiative For Chronic Obstructive Lung Disease. 2009. Global Strategy For The Diagnosis, Management, And Prevention Of Chronic Obstructive Pulmonary Disease. Medical Communications Resources.4. PDPI, 2011. Ppok(Penyakit Paru Obstruktif Kronik), Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di Indonesia.5. PDPI, 2003. Ppok(Penyakit Paru Obstruktif Kronik), Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan Di Indonesia.

22