Upload
arya-wiranata
View
249
Download
6
Embed Size (px)
Citation preview
BAB I
PENDAHULUAN
Sirosis merupakan penyakit degeneratif berbahaya yang menyerang hati. Kerusakan yang
berat dapat mengakibatkan kegagalan fungsi hati yang berakhir pada kematian. Biaya yang
dikeluarkan untuk mengatasi hal ini cukup tinggi. Hal ini menimbulkan dampak kerugian pada
individu penderita sirosis hati pada khususnya dan Negara pada umumnya karena penurunan
produktivitas SDM.
Sirosis merupakan penyakit berbahaya karena hati merupakan organ yang penting. Hati
merupakan organ terbesar dalam tubuh manusia dengan berat antara 1200-1500 gram atau 2,5%
berat badan pada orang dewasa normal. Hati merupakan organ esensial dalam menjaga tubuh
agar dapat berfungsi secara optimal. Hati berfungsi dalam menetralkan “racun” yang ada dalam
darah, memproduksi agen immune untuk mengatasi infeksi dan menghancurkan kuman dan
bakteri dari dalam darah. Hati juga menghasilkan protein yang berperan dalam proses
pembekuan darah. Selain itu, hati juga memproduksi empedu yang berperan dalam penyerapan
lemak dan vitamin-vitamin yang larut dalam lemak. Manusia tidak dapat hidup tanpa hati yang
berfungsi.
Di negara maju, sirosis hati merupakan penyebab kematian terbesar ketiga pada pasien
yang berusia 45 – 46 tahun (setelah penyakit kardiovaskuler dan kanker). Diseluruh dunia sirosis
menempati urutan ke tujuh penyebab kematian. Sekitar 25.000 orang meninggal setiap tahun
akibat penyakit ini. Sirosis hati merupakan penyakit hati yang sering ditemukan dalam ruang
perawatan Bagian Penyakit Dalam. Perawatan di Rumah Sakit sebagian besar kasus terutama
ditujukan untuk mengatasi berbagai penyakit yang ditimbulkan seperti perdarahan saluran cerna
bagian atas, koma peptikum, hepatorenal sindrom, dan asites, Spontaneous bacterial peritonitis
serta Hepatosellular carsinoma.
Angka kejadian sirosis hati dari hasil autopsi sekitar 2,4% (0,9%-5,9%) di Barat. Angka
kejadian di Indonesia menunjukkan pria lebih banyak menderita sirosis hati dari wanita (2-4,5 :
1
1), terbanyak didapat pada dekade kelima. D Medan dalam kurun waktu 4 tahun dari 1991,
pasien yang dirawat di bagian penyakit dalam, didapatkan 1128 pasien penyakit hati penyakit
hati (5%). Pada pengamatan secara klinis dijumpai 819 pasien sirosis hati (72,7%). Perbandingan
pria dan wanita 2,2 : 1. Dari hasil biopsi ternyata kekerapan sirosis mikro dan makronodular
hampir sama (1,6 : 1,3) dengan umur rata-rata terbanyak antara golongan umur 30 – 59 tahun
dengan puncaknya sekitar 40 – 49 tahun.
Gejala klinis dari sirosis hati sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala sampai dengan
gejala yang sangat jelas. Apabila diperhatikan, laporan di negara maju, maka kasus Sirosis hati
yang datang berobat ke dokter hanya kira-kira 30% dari seluruh populasi penyakit in, dan lebih
kurang 30% lainnya ditemukan secara kebetulan ketika berobat untuk penyakit lain, sisanya
ditemukan saat atopsi.
Penderita penyakit ini tidak dapat disembuhkan kecuali pada beberapa orang yang
menjalani transplantasi hati. Penyakit ini berkembang secara perlahan dan pada stadium awal,
penderita sirosis hati tampaknya sehat namun dalam dirinya terdapat ”bom waktu” yang pasti
pecah pada suatu saat.
Meskipun kelainan ini bersifat irreversible, proses penurunan fungsi berlangsung secara
perlahan-lahan dan keluhan yang muncul dapat dikendalikan. Walaupun terdapat berbagai
macam variasi kasus, tetapi akhir dari sirosis hati adalah sama, yaitu kegagalan fungsi hati
dengan berbagai macam komplikasinya.
2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
SIROSIS HEPATIS
2.1 DEFINISI
Istilah Sirosis hati diberikan oleh Laence tahun 1819, yang berasal dari kata Khirros yang
berarti kuning orange (orange yellow), karena perubahan warna pada nodul –nodul yang
terbentuk. Pengertian sirosis hati dapat dikatakan sebagai berikut yaitu suatu keadaan
disorganisassi yang difuse dari struktur hati yang normal akibat nodul regeneratif yang
dikelilingi jaringan mengalami fibrosis.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif.
Sirosis hati secara klinis di bagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti belum
adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai gejala-gejala dan
tanda-tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan kelanjutan dari proses hepatitis
kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat perbedaan secara klinis.
2.2 ETIOLOGI
Alkohol merupakan penyebab sirosis hati yang paling sering dijumpai di negara-negara
barat. Hal ini berhubungan erat dengan kebiasaan hidup masyarakat barat yang sering
mengkonsumsi alkohol. Namun, infeksi virus kronis adalah penyebab tersering di seluruh dunia.
Di Indonesia, infeksi virus hepatitis B dan Hepatitis C merupakan penyebab tersering dari sirosis
hati. Hasil penelitian di Indonesia menyebutkan bahwa sirosis hati yang disebabkan oleh virus
hepatitis B sebesar 40-50%, virus hepatitis C setinggi 30-40%, sedangkan 10-20% sisanya tidak
3
diketahui penyebabnya dan termasuk dalam kelompok virus bukan B dan C (non B-non C).
Alkohol sebagai penyebab sirosis di Indonesia mungkin hanya kecil sekali karena belum ada
datanya.
Dengan ditemukannya HCV, maka diagnosis sirosis hati idiopatik (cryptogenik) semakin
berkurang. Pasien yang masih berusia muda dengan sirosis hati harus mendapat perhatian yang
khusus sebagai kasus yang mungkin dapat diobati (mis. Wilson’s disease).
Berat badan yang berlebihan juga merupakan faktor predisposisi bagi sirosis hati. Orang
yang gemuk pada bagian di atas pinggang (apple type) lebih beresiko daripada orang yang
gemuk pada daerah di bawah pinggang (pear type). Sel lemak pada tubuh bagian atas berbeda
kualitasnya dengan sel lemak yang ditemukan di paha dan tungkai.
Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/ atau Penyakit Hati Kronik
Penyakit Infeksi
Bruselosis
Ekinokokus
Skistosomiasis
Toksoplamosis
Hepatitis virus (hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)
Penyakit Keturunan dan Metabolik
Defisiensi α1-antitripsin
Sindrom fanconi
Galaktosemia
Penyakit Gaucher
Penyakit simpanan glikogen
Hematokromatosis
Intoleransi fruktosa herediter
4
Tirosinemia herediter
Penyakit wilson
Obat dan Toksin
Alkohol
Amiodaron
Arsenik
Obstruksi bilier
Penyakit perlemakan hati non alkoholik
Sirosis bilier primer
Kolangitis sklerosis primer
Penyebab lain atau tidak terbukti
Penyakit usus inflamasi kronik
Fibrosis kistik
Pintas jejunoileal
Sarkoidosis
2.3 Klasifikasi
Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu :
1. Mikronodular (besar nodul kurang dari 3mm) : Ditandai dengan terbentuknya septal tebal
teratur, di dalam parenkim hati mengandung nodul halus dan kecil merata tersebut di
seluruh lobul. Sirosis mikronodular besar nodulnya sampai 3 mm, sedangkan sirosis
makronodular ada yang berubah menjadi makronodular sehingga dijumpai campuran
mikro dan makronodular.
5
2. Makronodular (besar nodul lebih dari 3mm) : ditandai dengan terbentuknya septa dengan
ketebalan bervariasi ada nodul besar didalamnya ada daerah luas dengan parenkim yang
masih baik atau terjadi regenerasi parenkim.
3. Campuran (yang memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular) Secara Fungsional
Secara fungsional sirosis terbagi atas :
1. Sirosis hati Kompensata, sering disebut dengan Laten Sirosis hati. Pada atadiu kompensata
ini belum terlihat gejala-gejala yang nyata. Biasanya stadium ini ditemukan pada saat
pemeriksaan screening.
2. Sirosis hati Dekompensata, dikenal dengan Active Sirosis hati, dan stadium ini biasanya
gejala-gejala sudah jelas, misalnya ; ascites, edema dan ikterus.
2.4 Patologi dan Patogenesis
Sirosis Laënnec
Sirosis alkoholik atau secara historis disebut sirosis Laënnec ditandai oleh pembentukan
jaringan parut yang difus, kehilangan sel-sel hati yang uniform, dan sedikit nodul regenerative.
Sehingga kadang-kadang disebut sirosis mikronodular. Sirosis mikronodular dapat pula
diakibatkan oleh cedera hati lainnya.
6
Tiga lesi utama akibat induksi alcohol adalah :
1. Perlemakan hati alkoholik
2. Hepatitis alkoholik
3. Sirosis alkoholik
Perlemakan Hati Alkoholik
Steatosis atau perlemakan hati, hepatosit teregang oleh vakuola lunak dalam sitoplasma
berbentuk makrovesikel yang mendorong inti hepatosit ke membran sel.
Hepatitis Alkoholik
Fibrosis perivenular berlanjut menjadi sirosis panlobular akibat masukan alcohol dan
destruksi hepatosit yang berkepanjangan. Fibrosis yang terjadi dapat berkontraksi di tempat
cedera dan merangsang pembentukan kolagen. Di daerah periportal dan perisentral timbul septa
jaringan ikat seperti jarring yang akhirnya menghubungkan triad portal dengan vena sentralis.
Jalinan ikat halus ini mengelilingi massa kecil sel hati yang masih ada yang kemungkinan
mengalami regenerasi dan membentuk nodulus. Namun demikian kerusakan sel yang terjadi
melebihi perbaikannya. Penimbunan kolagen terus berlanjut, ukuran hati mengecil, berbenjol-
benjol (nodular) menjadi keras, terbentuk sirosis alkoholik.
Mekanisme cedera hati alkoholik masih belum pasti. Diperkirakan mekanismenya
sebagai berikut :
1. Hipoksia sentrilobular, metabolisme asetaldehid etanol meningkatkan konsumsi oksigen
lobular, terjadi hipoksemia relative dan cedera sel di daerah yang jauh dari aliran darah yang
teroksigenasi.
2. Infiltrasi/aktivitas neutrofil, terjadi pelepasan chemoattractants neutrofil oleh hepatosit yang
memetabolisme alcohol. Cedera jaringan dapat terjadi dari neutrofil dan hepatosit yang
melepaskan intermediet oksigen reaktif, protease, dan sitokin.
3. Formasi acetaldehyde-protein adducts berperan sebagai neoantigen, yang menghasilkan
limfosit yang tersensitisasi serta antibody spesifik yang menyerang hepatosit pembawa
antigen ini
7
4. Pembentukan radikal bebas oleh jalur alternative dari metabolism etanol, disebut system yang
mengoksidasi enzim mikrosomal.
Pathogenesis fibrosis alkoholik meliputi banyak sitokin, antara lain factor nekrosis tumor,
interleukin-1, PDGF, dan TGF-beta. Asetaldehid kemungkinan mengaktifasi sel stelata tetapi
bukan suatu factor patogenik utama pada fibrosis alkoholik.
Sirosis Hepatis Pasca Nekrosis
Gambaran patologi hati biasanya mengkerut, berbentuk tidak teratur, dan terdiri dari
nodulus sel hati yang dipisahkan oleh pita fibrosis yang padat dan lebar. Gambaran mikroskopik
konsisten dengan gambaran makroskopik. Ukuran nodulus sangat bervariasi, dengan sejumlah
besar jaringan ikat memisahkan pulau parenkim regenerasi yang susunannya tidak teratur.
Pathogenesis sirosis hati menurut penelitian terakhir, memperlihatkan adanya peranan sel
stelata. Dalam keadaan normal sel stelata mempunyai peran dalam keseimbangan. Jika terpapar
factor tertentu yang berlangsung secara terus menerus (misal: hepatitis virus, bahan-bahan
hepatotoksik), maka sel stelata akan menjadi sel yang membentuk kolagen. Jika proses berjalan
terus maka fibrosis akan berjalan terus di dalam sel stelata, dan jaringan hati yang normal akan
diganti oleh jaringan ikat.
Sirosis hati yang disebabkan oleh etiologi lain frekuensinya sangat kecil sehingga tidak
dibicarakan di sini.
Sirosis Biliaris
Kerusakan sel hati yang dimulai di sekitar ductus biliaris akan menimbulkan pola sirosis
yang dikenal sebagai sirosis biliaris. Tipe ini merupakan 2% penyebab kematian akibat sirosis.
Penyebab tersering sirosis biliaris adalah obstruksi biliaris pascahepatik. Stasis empedu
menyebabkan penumpukan empedu di dalam massa hati dan kerusakan sel-sel hati. Terbentuk
lembar-lembar fibrosa di tepi lobules, namun jarang memotong lobulus seperti pada Sirosis
Laënnec. Hati membesar, keras, bergranula halus, dan berwarna kehijauan. Ikterus selalu
menjadi bagian awal dan utama dari sindrom ini, demikian pula pruritus, malabsorbsi dan
steatorea.8
Sirosis biliaris primer menampilkan pola yang mirip dengan sirosis biliaris sekunder yang
baru saja dijelaskan di atas, namun lebih jarang ditemukan. Penyebab keadaan ini tidak
diketahui. Sirosis biliaris primer paling sering terjadi pada wanita usia 30 hingga 65 tahun dan
disertai dengan berbagai gangguan autoimun. Antibody anti-mitokondrial dalam sirkulasi darah
(AMA) terdapat dalam 90% pasien. Sumbatan empedu sering ditemukan dalam kapiler-kapiler
dan duktulus empedu, dan sel-sel hati sering kali mengandung pigmen hijau. Saluran empedu
ekstrahepatik tidak ikut terlibat. Hipertensi portal yang timbul sebagai komplikasi jarang terjadi.
Osteomalalasia terjadi pada sekitar 25% penderita sirosis biliaris primer (akibat menurunnya
absorbs vitamin D).
2.5 Manifestasi Klinis
Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien
melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelinan penyakit lain. Selama bertahun-
tahun, sirosis hati bersifat laten, dimana perubahan-perubahan patologis berkembang lambat
sehingga akhirnya gejala-gejala yang timbul membangkitkan kesadaran akan kondisi ini. Selama
masa laten yang panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap. Gejala awal
pasien dengan penyakit sirosis (tipe kompensata) bersifat samar dan nonspesifik berupa perasaan
mudah lelah dan lemas, selera makan berkurang, perut terasa kembung, mual dan berat badan
menurun. Nyeri tumpul atau perasaan berat pada epigastrium atau kuadran kanan atas abdomen
dijumpai pada separuh dari semua penderita.
Pada lelaki dapat timbul suatu impotensi, testis mengecil, buah dada membesar sampai
pada hilangnya dorongan seksual. Pada wanita terjadi abnormalitas menstruasi biasanya terjadi
amenorea. Bila sudah lanjut (sirosis dekompensata), gejala-gejala lebih menonjol terutama bila
timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta, meliputi hilangnya rambut badan,
gangguan tidur, dan demam tidak begitu tinggi. Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan
darah, perdarahan gusi, epistaksis, gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih berwarna
seperti teh pekat, muntah darah terjadi 15-25%, melena, serta perubahan mental, meliputi mudah
lupa, sukar konsentrasi, bingung, agitasi sampai koma.
9
Temuan Klinis:
1. Spider angiomata (spider teleangiektasis atau spider naevi) yang merupakan lesi vaskuler
yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda ini sering ditemukan di dada, bahu, muka
dan lengan atas. Mekanisme terjadinya tidak diketahui dengan jelas. Ada anggapan dikaitkan
dengan peningkatan ratio estradiol/testosteron bebas. Tanda ini juga dapat ditemukan selama
hamil, malnutrisi berat bahkan ditemukan pula pada orang sehat walau umumnya ukuran lesi
kecil.
2. Eritema palmaris berupa warna merah saga pada daerah thenar dan hipothenar pada telapak
tangan. Hal ini juga dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon esterogen. Tanda ini
pula tidak spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, arthritis rheumatoid,
hiperthiroidisme, dan keganasan hematologi.
10
3. Perubahan kuku-kuku Murchrche burupa pita putih horisontal dipisahkan dengan warna
normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diperkirakan akibat hipoalbuminemia.
Tanda ini juga bisa ditemukan pada hipoalbuminemia yang lain seperti syndroma nefrotik.
4. Jari gada lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoarthropati hipertropi juga
ditemukan pada pasien sirosis sebagai suatu periostitis proliferatik kronik yang menimbulkan
nyeri.
5. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur fleksi jari-jari
berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak berkaitan secara spesifik dengan sirosis. Tanda ini
juga bisa ditemukan pada pasien dengan Diabetes Melitus, distrofi refleks simpatetik, dan
perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.
6. Ginekomastia secara histologis merupakan proliferasi benigna jaringan glandula mamae laki-
laki, kemungkinan berupa peningkatan androstenedion. Selain itu ditemukan pula hilangnya
rambut di dada dan aksila pada laki-laki, sehingga laki-laki mengalami perubahan ke arah 11
feminisme. Sebaliknya pada perempuan, menstruasinya cepat berhenti sehingga dikira fase
menopause.
7. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini menonjol pada
sirosis alkoholik dan hemokromatosis.
8. Hepatomegali, ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil. Bilamana hati
teraba, hati sirotik teraba membesar, keras dan nodular.
9. Splenomegali biasanya ditemukan pada sirosis terutama yang penyebabnya karena
nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien akibat hipertensi porta.
10. Ascites berupa penimbunan cairan dalam rongga peritoneum akibat dari hipertensi porta dan
hipo-albuminemia. Caput medusa merupakan pelebaran vena-vena kolateral dinding perut
juga akibat hipertensi porta.
11. Fetor hepatikum sebagai bau napas yang khas pada pasien sirosis disebabkan peningkatan
konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.
12. Ikterus pada kulit dan membran mukosa merupakan akibat dari hiperbilirubinemia. Bila kada
bilirubin serum kurang dari 2-3 mg/dl, maka ikterik tidak dapat dilihat dengan kasat mata.
Warna urin terlihat gelap seperti air teh. Pada kulit biasanya ditemukan hiperpigmentasi,
terutama pada daerah distal ekstremitas.
12
13. Ensepalopati hepatik diyakini terjadi akibat kelainan metabolisme amonia dan peningkatan
kepekaan otak terhadap toksin. Berkembangnya enselopati hepatik sering merupakan
keadaan terminal sirosis dan akan dibicarakan lebih mendalam kemudian. Sindrom ini
ditandai dengan Asterixis bilateral (flaping tremor) tetapi tidak sinkron berupa gerakan
mengepak-ngepak dari tangan, dorsofleksi tangan.
Tanda-tanda lain yang dapat menyertai antaranya demam yang tidak tinggi akibat nekrosis hepar,
batu pada vesika felea, pembesaran kelenjar parotis terutama pada sirosis alkoholik akibat
sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.
Manifestasi Hipertensi Portal
Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang menetap di
atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Tanpa memandang penyakit dasarnya, mekanisme
primer penyebabhipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah melalui
hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteria splangnikus. Kombinasi kedua faktor
yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan meningkatnya aliran masuk bersama-
sama menghasilkan beban berlebihan pada sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal
ini merangsang timbulnya aliran kolateral guna menghindari obstruksi hepatik (varises). Tekanan
balik pada sistem portal menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggung jawab atas
tertimbunnya asites.
Asites merupakan penimbunan cairan encer intraperitoneal yang mengandung sedikit
protein. Faktor utama patogenesis asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler
usus (hipertensi porta) dan penurunan tekanan osmotikkoloid akibat hipoalbuminemia. Faktor
lain yang berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe hati.
Saluran kolateral penting yang timbul akibat sirosis dan hipertensi portal terdapat pada
esofagus bagian bawah. Pirau darah melalui saluran ini ke vena cava menyebabkan dilatasi vena-
vena tersebut (varises esofagus). Varises ini terjadi pada sekitar 70% penderita sirosis lanjut.
Perdarahan dari varises ini sering menyebabkan kematian.
13
Sirkulasi kolateral juga melibatkan vena superfisial dinding abdomen, dan timbulnya
sirkulasi ini mengakibatkan dilatasi vena-vena sekitar umbilicus (kaput medusa). Sistem vena
rektal membantu dekompensasi tekanan portal sehingga vena-vena berdilatasi dan dapat
menyebabkan berkembangnya hemoroid interna. Perdarahan dari hemoroid yang pecah biasanya
tidak hebat, karena tekanan di daerah ini tidak setinggi tekanan pada esofagus karena jarak yang
jauh dari vena porta.
Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif kronis akibat
aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena lienalis.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pasien yang datang berobat dapat dicurigai ke arah sirosis apabila ditemukan kelainan pada
pemeriksaan laboratorium ketika seseorang memeriksakan kesehatannya secara rutin atau waktu
skrining untuk evaluasi keluhan spesifik. Lakukan pemeriksaan darah lengkap. Tes fungsi hati
meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gama glutamil traspeptidase (γ-GT), bilirubiun,
albumin, globulin dan waktu protrombin.
Aspartat Aminotransferase (AST) atau Serum Glutamil Oksalo Asetat (SGOT) dan Alanin
Amonotransferase (ALT) atau Serum Glutamil Piruvat Trasnsaminase (SGPT) meningkat tapi
tidak begitu tinggi. AST lebih meningkat daripada ALT, namun apabila transaminase normal,
tidak mengenyampingkan adanya sirosis.
Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 – 3 kali harga batas normal atas. Kadar yang
tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan sirosi bilier primer. Gama
Glutamil Transpeptidase (γ-GT) kadarnya seperti halnya alkali fosfatase pada penyakit hati.
Kadarnya tinggi pada penyakit hati alkoholik kronik karena alkohol selain menginduksi γGT
mikrosomal hepatik, juga bisa menyebabkan bocornya γGT dari hepatosit.
Bilirubin kadarnya bisa normal pada sirosis kompensata namun meningkat pada sirosis
yang lanjut. Albumin merupakan zat yang disintesis di hati sehingga kadarnya menurun seiring
14
dengan perburukan sirosis. Globulin merupakan akibat sekunder dari sirosis. Akibat sekunder
dari pintasan antigen bakteri dari sistem porta ke jaringan limfoid, selanjutnya menginduksi
produksi immunoglobulin.
Waktu protrombin menggambarkan derajat/tingkatan disfungsi sintesis hati. Sehingga,
pada sirrosis waktu protrombin menjadi memanjang. Albumin serum dan waktu protrombin
merupakan indikator terbaik dari sintesis hati.
Natrium serum menurun, terutama pada sirosis dengan ascites karena ketidakmampuan
ekskresi air bebas. Kadar natrium juga turut dipengaruhi oleh efek diuretik.
Kelainan hematologi seperti anemia dapat berupa anemia monokrom normositer, hipokrom
mikrositer atau hipokrom makrositer. Anemia dengan trombositopenia, leukopenia dan
neutropenia akibat spelomegali kongestif yang berkaitan dengan hipertensi portal sehingga
terjadi hipersplenisme.
Pemeriksaan radiologis barium meal dapat melihat varices untuk mengkonfirmasi adanya
hipertensi porta. Ultrasonografi (USG) sudah secara rutin digunakan karena pemeriksaan non-
invasif dan mudah digunakan, namun sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai
dengan USG berupa sudut hati, permukaan hati, ukuran, homogenitas dan adanya massa. Pada
sirosis lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irregular, sudut tumpul dan ada peningkatan
ekogenitas (kasar) parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat ascites, splenomegali,
trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya karsinoma hati pada pasien
sirosis hati.
2.7 Diagnosis
Pada stadium kompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosa
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium kimiawi/serologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi karena sulit membedakan hepatitis kronis aktif yang berat dengan sirosis hati
15
dini. Pada stadium dekommpensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan tanda-
tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Sirosis paling baik didiagnosa dengan cara memeriksa sampel dari jaringan hati lalu
diperiksa di bawah mikroskop, hal ini disebut dengan biopsi hati. Pada prosedur sederhana ini
jarum tipis dimasukkan setelah diberikan lokal anestesi kedalam hati, lalu sebagian jaringan hati
diambil. Biopsi hati tidak hanya mengkonfirmasi adanya sirosis namun juga dapat mengetahui
penyebabnya.
Pada beberapa kasus, biopsi hati tidak begitu penting untuk mendiagnosa sirosis hepatis.
Sirosis hati dapat didiagnosis dari pemeriksaan fisik berupa ditemukannya pembesaran dari
limpa dan hati, pembesaran jaringan payudara pada laki-laki, palmar eritem, caput medusa, dan
spider nevy. Setelah itu didukung dengan pemeriksaan darah dan pencitraan pada USG, CT Scan
dan MRI, serta endoskopi.
2.8 Komplikasi
Hati memiliki banyak fungsi metabolik yang sangat kompleks, sehingga banyak komplikasi
yang menyertai sirosis. Sebagian komplikasi timbul pada umumnya disebabkan karena penyakit
yang menyertai sirosis (sebagai contoh, osteoporosis lebih banyak pada penderita sirosis
dibandingkan dengan penyakit yang berhubungan dengan kandung empedu).
Dibawah ini adalah beberapa komplikasi dari sirosis:
1. Ascites
Asites adalah retensu dari sejumlah cairan yang berada di rongga abdomen. Bila
jumlahnya sedikit, asites mungkin dapat terdeteksi dengan USG atau CT scan. Bila
jumlahnya meningkat menimbulkan peningkatan ukuran dan isi abdomen, menurunkan
nafsu makan dan rasa tidak nyaman di perut. Bila asites sangat banyak, cairan akan
membatasi ekspansi normal dari dada ketika bernafas dan sering menyebabkan sesak.
Selain itu, asites dapat terinfeksi yang menyebabkan peritonitis bakteri spontan.
Gejalanya berupa demam dan nyeri perut, tapi sering gejala klinis tidak tampak.
16
Peritonitis bakteri spontan merupakan komplikasi serius yang memerlukan penanganan
dengan antibiotik yang biasanya diberikan secara intravena.
2. Varices
Varises adalah pelebaran abnormal vena (sama dengan varises yang ada di
tungkai bawah) yang terbentuk karena sistem digestive pasien dengan sirosis. Varises
biasanya timbul di esofagus. Biasanya pasien disarankan untuk melakukan endoskopi
untuk melihat adanya varises. Dinding dari vena melebar menjadi tipis sehingga
memudahkan varises untuk robrk dan berdarah ke dalam traktus digestivus. Pada pasien
yang memili varises yang besar tetapi tidak mengalami perdarahan, terapi medis
menggunakan obat antihipertensi atau terapi dengan endoskopi sangat dianjurkan untuk
mengurangi resiko perdarahan. Perdarahan pada esofagus atau lambung merupakan
kondisi yang dapat diselamatkan dan memerlukan intervensi segera. Gejalanya berupa
muntah berwarna darah atau berwarna seperti kopi atau melena.
3. Ensefalopati hepatis
Pada sirosis, fungsi filtrasi berkurang dan aliran balik dari usus tidak sepenuhnya
didetoksifikasi. Sehingga ketika produk pembuangan ini memasuki sirkulasi, mereka
memasuki otak dan kondisi ini disebut dengan ensefalopati hepatis. Gejala klinisnya
adalah penurunan kesadaran, bingung, berbicara tidak lancar. Pada beberapa kasus,
pasien dapat mengalami koma. Kita dapat melihat adanya tremor pada pasien ini. Level
amonia juga akan meningkat.
4. Kanker hati
Pasien dengan sirosis merupakan resiko tinggi dari terjadinya kanker hati yang
disebut dengan karsinoma hepatoselular. Resiko terjadinya kanker hati tergantung pada
penyakit yang menyertai, tetapi pad a pasien dengan hepatitis C resikonya sekitar 3%
setiap tahun. Penanganan akan berhasil bila kanker ini terdeteksi secara dini. Kanker hati
biasanya tidak memiliki gejala klinis ketika kecil dan penanganan akan terbatas pada
penanganan gejala. Pasien akan direkomendasi untuk melakukan USG, CT scan atau
17
MRI dari hati setiap 6 bulan untuk mendeteksi adanya tumor. Tes alfa fetoprotein (AFP)
juga dapat digunakan untuk mendeteksi tumor.
2.9 Penatalaksanaan dan Terapi
Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan untuk mengurangi
progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang memudahkan kerusakan hati, pencegahan
dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma hepatik, diberikan diet yang mengandung
1 g/kgBB dan kalori sebanyak 2000-3000 kalori/hari.
Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi
kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi diantaranya alkohol dan
bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati dihentikan penggunaannya. Pemberian
asetaminofen,kolkisisn, dan obat herbal bisa menghambat kolagenik.
Pada hepatitis autoimun dapat diberikan steroid atau imunosupresif. Pada
hemokromatosis flebetomi diberikan setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal dan
diulang sesuai kebutuhan. Pada penyakit hati non-alkoholik, menururnkan berat badan akan
mencegah terjadinya sirosis.
Pada hepatitis B, interferon dan Lamivudin (analog nukleosida) merupakan terapi utama.
Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100 mg secara oral tiap hari selama setahun.
Namun pemberian Lamivudin setelah 9-12 bulan menimbulkan mutasi YMDD sehingga terjadi
resistensi obat. Interferon alfa diberikan secara suntikan subkutan 3MU 3 kali seminggu selama
4-6 bulan, namun ternyata banyak juga yang kambuh.
Pada hepatitis kronik, kombinasi interferon dan Ribavirin merupakan terapi standar.
Interferon diberikan secara suntikan subkutan 5 MIU 3 kali seminggu dan dikombinasi dengan
ribavirin 800-1000 mg/hari selama 6 bulan.
Pada pengobatan fibrotik hati, pengobatan antifibrotik saat ini lebih mengarah pad
aperadangan dan tidak pada fibrosis. Di masa datang, menempatan sel stelata sebagai mediasi
target pengobatan dan mediator fibrogenik akan merupakan terapi utama. Pengobatan untuk
mengurangi aktifitas dari sel stelata bisa merupakan salah satu terapi pilihan. Interferon
18
mempunyai aktifitas antifibrotik yang dihubungkan dengan pengurangan aktivitas sel stelata.
Kolkisin mempunyai efek antiperadangan dan mencegah pembentukan kolagen. Namun belum
terbukti secara penelitian memiliki antifibrosis dan sirosis. Metroteksat dan vitamin A juga
dicobakan sebagai antifibrosis.
Penatalaksanaan asites dapat berupa tirah baring dan diawali dengan diet rendah garam,
konsumsi garam sebanyak 5,2 gram atau 90 mmol/hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan
obat-obat diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali
sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/hari tanpa oedem
kaki atai 1kg/hari dengan oedem kaki. Bilamana pemberian spironolakton tidak adekuat bisa
dikombinasi dengan furosemid dengan dosis 20-40 mg/hari. Pemberian bisa ditambah dosisnya
bila tidak ada respon maksimal 160mg/hari. Parasintesis dilakukan bila asites sangat besar.
Pengeluaran asites bisa 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian albumin.
Penatalaksanaan ensefalopati hepatik dengan laktulosa untuk membantu pasien untuk
mengeluarkan amonia. Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil
amonia, diet protein dikurangi sampai dengan 0,5 g/kgBB perhari terutama diberikan yang asam
amino rantai cabang.
Penatalaksanaan varises esofagus dengan obat penyekat beta (propanolol). Waktu
perdarahan akut bisa diberikan somatostatin atau oktreotid diteruskan dengan tindakan
skleroterapi atau ligasi endoskopi. Peritonitis bakterial spontan diberikan antibiotik seperti
sefotaksim intravena, amoksisilin atau aminoglikosida. Sindrom hepatorenal: mengatasi
perubahan sirkulasi darah di hati, mengatur keseimbangan garam dan air.
Transplantasi hati, terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun, sebelum
melakukan transplantasi hati ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien dulu.
TIPS shunt(Transjugular intrahepatic portosystemic shunt) dapat juga dilakukan pada
pasien sirosis hati yang merupakan prosedur invasif. TIPS shunt adalah pipa logam yang
diletakkan di hati dengan bantuan x-ray melalui insisi pada vena jugularis di leher. TIPS shunt
belekrja dengan menurunkan tekanan pada hipertensi portal. Banyak digunakan untuk mengatasi
19
pasien dengan komplikasi seperti asites atau perdarahan dari varises yang tidak bisa dikontrol
dengan obat atau endoskopi.
2.10 Prognosis
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi child pugh
juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati dan status nutrisi. Klasifikasi ini
terdiri dari chlid A, B, C, dan berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup
selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut turut 100,80, dan 45%
Tabel 2.Klasifikasi Sirosis hati dengan Kriteria Child-Pugh:
Skor / Parameter 1 2 3
Bilirubin (mg %) < 2,0 2 - < 3,0 > 3,0
Albumin (g %) > 3,5 2,8 - < 3,5 < 2,8
Protrombin Time
(quick %)
> 70 40 - < 70 < 70
Ascites 0 Minimal – Sedang Banyak
Hepatic
Encephalopaty
Tidak Ada Std. 1 – 2 Std. 3 - 4
Bila < 6 : child pugh A
Bila < 7-9 : child pugh B
Bila > 10 : child pugh C
Penilaian prognosis terbaru adalah dnegan model for end stage liver disease (MELD)
digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati. MELD adalah sistim skor
untuk mengetahui tingkat keparahan dari sirosis hepatis. Hal ini berguna untuk memprediksi
angka bertahan hidup dalam 3 bulan pada pasien yang telah menjalani prosedur operasi
Transjugular intrahepatic portosystemic shunt(TIPS) dan berguna untuk menentukan prognosis
dan prioritas untuk mendapatkan transplantasi hati. 20
MELD menggunakan nilai dari bilirubin serum, kreatinin serum, dan ratio internasional
untuk waktu pembekuan darah (INR) untuk memprediksi angka bertahan hidup.
MELD = 3.78[Ln serum bilirubin (mg/dL)] + 11.2[Ln INR] + 9.57[Ln serum
creatinine (mg/dL)] + 6.43
Apabila pasien telah menjalani hemodialisis sebanyak 2 x dalam seminggu terakhir, maka
nilai untuk kreatinin serum harus 4.0.
Bila ada nilai di bawah 1 maka dimasukkan nilai 1 nya (jika bilirubin 0,8 amka
dibulatkan menjadi 1) untuk menghindari nilai skor di bawah 0.
Interpretasi skor MELD pada pasien yang dirawat, maka angka kematian (mortality)
selama 3 bulan adalah:
40 atau lebih — 100% mortality
30–39 — 83% mortality
20–29 — 76% mortality
10–19 — 27% mortality
<10 — 4% mortality
21
BAB III
KESIMPULAN
Sirosis merupakan penyakit degeneratif berbahaya yang menyerang hati. Kerusakan yang
berat dapat mengakibatkan kegagalan fungsi hati yang berakhir pada kematian. Biaya yang
dikeluarkan untuk mengatasi hal ini cukup tinggi. Hal ini menimbulkan dampak kerugian pada
individu penderita sirosis hati pada khususnya dan Negara pada umumnya karena penurunan
produktivitas SDM.
Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir fibrosis
hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari arsitektur hepar dan
pembentukan nodulus regeneratif.
Alkohol merupakan penyebab sirosis hati yang paling sering dijumpai di negara-negara
barat. Hal ini berhubungan erat dengan kebiasaan hidup masyarakat barat yang sering
mengkonsumsi alkohol. Namun, infeksi virus kronis adalah penyebab tersering di seluruh dunia.
Di Indonesia, infeksi virus hepatitis B dan Hepatitis C merupakan penyebab tersering dari sirosis
hati. Berdasarkan morfologi Sherlock membagi Sirosis hati atas 3 jenis, yaitu : mikronodular
(besar nodul kurang dari 3mm), makronodular (besar nodul lebih dari 3mm), campuran (yang
memperlihatkan gambaran mikro-dan makronodular). Secara Fungsional Sirosis terbagi atas :
sirosis hati Kompensata, sering disebut dengan laten sirosis hati, sirosis hati Dekompensata,
dikenal dengan Active Sirosis hati.
Sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada waktu pasien melakukan
pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelinan penyakit lain. Selama bertahun-tahun, sirosis
hati bersifat laten, dimana perubahan-perubahan patologis berkembang lambat sehingga akhirnya
gejala-gejala yang timbul membangkitkan kesadaran akan kondisi ini. Selama masa laten yang
panjang, fungsi hati mengalami kemunduran secara bertahap. Temuan klinis yang kita dapat
adalah spider angiomata (spider teleangiektasis atau spider naevi), eritema palmaris, perubahan kuku-
kuku Murchrche, jari gada, kontraktur dupuytren, ginekomastia, atrofi testis hipogonadisme,
hepatomegali, splenomegali , ascites , fetor hepatikum , varises esofagus, ikterus, ensepalopati hepatik.
22
Pada stadium kompensasi sempurna, kadang-kadang sangat sulit menegakkan diagnosa
sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan diagnosis
dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium kimiawi/serologi dan pemeriksaan
penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan diagnosis sirosis hati terdiri atas pemeriksaan fisis,
laboratorium, dan USG. Pada kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau
peritoneoskopi. Pada stadium dekommpensata diagnosis kadangkala tidak sulit karena gejala dan
tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.
Terapi ditujukan untuk mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang
memudahkan kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Tatalaksana pasien sirosis
yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi progresi kerusakan hati dengan
menghilangkan etiologi. Pemberian asetaminofen,kolkisisn, dan obat herbal bisa menghambat
kolagenik.
Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah faktor meliputi etiologi,
beratnya kerusakan hati, komplikasi, dan penyakit lain yang menyertai. Klasifikasi child pugh
juga untuk menilai prognosis pasien sirosis yang akan menjalani operasi, variabelnya meliputi
konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya asites, ensefalopati dan status nutrisi. Klasifikasi ini
terdiri dari chlid A, B, C, dan berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka kelangsungan hidup
selama satu tahun untuk pasien dengan child A, B, C berturut turut 100,80, dan 45%.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasper, Braunwald, Fauci, Hauser, Longo, Jamesson. Harrison’s Manual of Medicine. 16 th
edition. New York: Mc Graw-Hill; 2005; p.766-772.
2. Aru W. Sudoyo, Bambang Setiyohadi, Idrus Alwi, Marcellus Simadibrata K, Siti Setiati.
Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam Jilid I. Edisi IV. Jakarta: FKUI/RSUPN-CM; 2007; p 443-
448.
3. Sylvia A. Price, Lorraine M. Wilson. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Vol I . Edisi VI. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2003; p 493-501.
4. Sri Maryani Sutadi. Sirosis Hepatis. Bagian Ilmu Penyakit Dalam Falkutas Kedokteran
Universitas Sumatera Utara; 2003.
5. Stephen J. McPhee, Maxine A. Papadakis, Eds. Ralph Gonzales, Roni Zeiger. Current
Medical Diagnosis & Treatment. Online Edition. 2009.
6. Sanchez W, Talwalkan J. Liver Cirrhosis. American College Of Gatsroenterology. 2009.
7. Hernomo, Prof. Panduan Penatalaksanaan Perdarahan Varices Pada Sirosis Hati.
Perkumpulam Gastroenterologi Indonesia. 2007.
24