34
SPONDILOSIS BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Masalah Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 – S1 yang paling besar menerima beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute (2010), daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbar spine. Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy lumbar, gangguan

REFERAT spondilolistesis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

REFERAT spondilolistesis

Citation preview

Page 1: REFERAT spondilolistesis

SPONDILOSIS

BAB I

PENDAHULUAN

A.      Latar Belakang Masalah

Daerah lumbal terdiri atas L1 sampai L5 dan L5 – S1 yang paling besar menerima

beban atau berat tubuh sehingga daerah lumbal menerima gaya dan stress mekanikal paling

besar sepanjang vertebra (Bellenir K, 2008). Menurut The Healthy Back Institute (2010),

daerah lumbal merupakan daerah vertebra yang sangat peka terhadap terjadinya nyeri

pinggang karena daerah lumbal paling besar menerima beban saat tubuh bergerak dan saat

menumpuh berat badan. Disamping itu, gerakan membawa atau mengangkat objek yang

sangat berat biasanya dapat menyebabkan terjadinya cidera pada lumbar spine.

Nyeri pinggang dapat disebabkan oleh berbagai kondisi. Kondisi-kondisi yang

umumnya menyebabkan nyeri pinggang adalah strain lumbar, iritasi saraf, radiculopathy

lumbar, gangguan pada tulang (stenosis spinal, spondylolisthesis), kondisi-kondisi sendi dan

tulang (spondylosis), dan kondisi-kondisi tulang kongenital (spina bifida dan skoliosis)

(William C. Shiel Jr, 2009). Diantara kondisi tersebut, telah diobservasi bahwa sekitar 90%

pasien nyeri pinggang mengalami spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia, 2009). Sedangkan

menurut Kelly Redden (2009), nyeri pinggang dibagi atas 2 bagian yaitu mekanikal nyeri

pinggang dan non-mekanikal nyeri pinggang. Mekanikal nyeri pinggang terdiri dari lumbar

strain/sprain, spondylosis lumbal, piriformis syndrome, herniasi diskus, spinal stenosis,

fraktur kompresi osteoporotik, spondylolisthesis, fraktur traumatik, dan penyakit kongenital

Page 2: REFERAT spondilolistesis

(skoliosis). Diantara kondisi tersebut, spondylosis lumbal menduduki peringkat kedua

dengan persentase 10% dari mekanikal nyeri pinggang sedangkan lumbar strain/sprain

memiliki persentase terbanyak yaitu 70% dari mekanikal nyeri pinggang.

Spondylosis lumbal merupakan penyakit degeneratif pada corpus vertebra atau

diskus intervertebralis. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita. Faktor utama yang

bertanggung jawab terhadap perkembangan spondylosis lumbal adalah usia, obesitas, duduk

dalam waktu yang lama dan kebiasaan postur yang jelek. Pada faktor usia menunjukkan

bahwa kondisi ini banyak dialami oleh orang yang berusia 40 tahun keatas. Faktor obesitas

juga berperan dalam menyebabkan perkembangan spondylosis lumbar (Jupiter Infomedia,

2009).

Spondylosis lumbal merupakan kelompok kondisi Osteoarthritis yang menyebabkan

perubahan degeneratif pada intervertebral joint dan apophyseal joint (facet joint). Kondisi ini

terjadi pada usia 30 – 45 tahun namun paling banyak terjadi pada usia 45 tahun dan lebih

banyak terjadi pada wanita daripada laki-laki. Sedangkan faktor resiko terjadinya

spondylosis lumbar adalah faktor kebiasaan postur yang jelek, stress mekanikal dalam

aktivitas pekerjaan, dan tipe tubuh. Perubahan degeneratif pada lumbar dapat bersifat

asimptomatik (tanpa gejala) dan simptomatik (muncul gejala/keluhan). Gejala yang sering

muncul adalah nyeri pinggang, spasme otot, dan keterbatasan gerak kesegala arah (Ann

Thomson, 1991).

Problem nyeri, spasme dan keterbatasan gerak dapat ditangani dengan intervensi

fisioterapi. Berbagai modalitas dapat digunakan untuk mengatasi problem tersebut.

Pemberian Short Wave Diathermy yang menghasilkan efek thermal dapat menurunkan nyeri

dan spasme otot. Adanya efek panas yang sedatif dapat merangsang ujung saraf sensorik dan

Page 3: REFERAT spondilolistesis

proprioseptor sehingga nyeri dan spasme otot lambat laun akan menurun (Hilary

Wadsworth, 1988). Kemudian pemberian William Flexion Exercise dapat menghasilkan

peningkatan stabilitas lumbal dan menambah luas gerak sendi pada lumbal melalui

peningkatan fleksibilitas dan elastisitas otot (Paul Hooper, 1999). Kondisi ini juga banyak

ditemukan disetiap Rumah Sakit Kota Makassar dan di RSUD. Syekh Yusuf Gowa.

Berdasarkan pengamatan peneliti, beberapa pasien yang berusia 40 tahun keatas dan

umumnya wanita mengalami kondisi spondylosis lumbal dengan problem nyeri pinggang

serta gangguan gerak dan fungsi pada lumbal. Keadaan ini biasanya membatasi aktivitas

kegiatan sehari-hari penderita dan setelah beberapa kali ditangani oleh fisioterapi kondisinya

menjadi membaik. Hal ini yang mendorong peneliti tertarik mengambil topik penelitian ini.

Page 4: REFERAT spondilolistesis

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A.      Tinjauan Spondylosis Lumbal

1.    Pengertian

Spondylosis merupakan kondisi dimana terjadi perubahan degeneratif pada sendi

intervertebralis antara corpus dan diskus. Spondylosis merupakan kelompok osteoarthritis

yang juga dapat menghasilkan perubahan degeneratif pada sendi-sendi sinovial sehingga

dapat terjadi pada sendi-sendi apophyseal tulang belakang. Secara klinis, kedua

perubahan degeneratif tersebut seringkali terjadi secara bersamaan (Ann Thomson et al,

1991).

Spondylosis lumbal merupakan gangguan degeneratif yang terjadi pada corpus dan

diskus intervertebralis, yang ditandai dengan pertumbuhan osteofit pada corpus vertebra

tepatnya pada tepi inferior dan superior corpus. Osteofit pada lumbal dalam waktu yang

lama dapat menyebabkan nyeri pinggang karena ukuran osteofit yang semakin tajam

(Bruce M. Rothschild, 2009). Menurut Statement of Principles Concerning (2005),

spondylosis lumbar didefinisikan sebagai perubahan degeneratif yang menyerang

vertebra lumbar atau diskus intervertebralis, sehingga menyebabkan nyeri lokal dan

kekakuan, atau dapat menimbulkan gejala-gejala spinal cord lumbar, cauda equina atau

kompresi akar saraf lumbosacral.

Spondylosis lumbal seringkali merupakan hasil dari osteoarthritis atau spur tulang

yang terbentuk karena adanya proses penuaan atau degenerasi. Proses degenerasi

umumnya terjadi pada segmen L4 – L5 dan L5 – S1. Komponen-komponen vertebra yang

Page 5: REFERAT spondilolistesis

seringkali mengalami spondylosis adalah diskus intervertebralis, facet joint, corpus

vertebra dan ligamen (terutama ligamen flavum) (John J. Regan, 2010).

2.    Etiologi

Spondylosis lumbal muncul karena adanya fenomena proses penuaan atau

perubahan degeneratif. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kondisi ini tidak

berkaitan dengan gaya hidup, tinggi-berat badan, massa tubuh, aktivitas fisik, merokok

dan konsumsi alkohol (Bruce M. Rothschild, 2009).

Spondylosis lumbal banyak pada usia 30 – 45 tahun dan paling banyak pada usia

45 tahun. Kondisi ini lebih banyak menyerang pada wanita daripada laki-laki. Faktor-

faktor resiko yang dapat menyebabkan spondylosis lumbal adalah (Ann Thomson et al,

1991) :

a.    Kebiasaan postur yang jelek

b.    Stress mekanikal akibat pekerjaan seperti aktivitas pekerjaan yang melibatkan gerakan

mengangkat, twisting dan membawa/memindahkan barang.

c.    Tipe tubuh

Ada beberapa faktor yang memudahkan terjadinya progresi degenerasi pada

vertebra lumbal yaitu (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009) :

a.    Faktor usia

Beberapa penelitian pada osteoarthritis telah menjelaskan bahwa proses

penuaan merupakan faktor resiko yang sangat kuat untuk degenerasi tulang khususnya

pada tulang vertebra. Suatu penelitian otopsi menunjukkan bahwa spondylitis

deformans atau spondylosis meningkat secara linear sekitar 0% - 72% antara usia 39 –

Page 6: REFERAT spondilolistesis

70 tahun. Begitu pula, degenerasi diskus terjadi sekitar 16% pada usia 20 tahun dan

sekitar 98% pada usia 70 tahun.

b.    Stress akibat aktivitas dan pekerjaan

Degenerasi diskus juga berkaitan dengan aktivitas-aktivitas tertentu. Penelitian

retrospektif menunjukkan bahwa insiden trauma pada lumbar, indeks massa tubuh, beban

pada lumbal setiap hari (twisting, mengangkat, membungkuk, postur jelek yang terus

menerus), dan vibrasi seluruh tubuh (seperti berkendaraan), semuanya merupakan faktor

yang dapat meningkatkan kemungkinan spondylosis dan keparahan spondylosis.

c.    Peran herediter

Faktor genetik mungkin mempengaruhi formasi osteofit dan degenerasi diskus.

Penelitian Spector and MacGregor menjelaskan bahwa 50% variabilitas yang

ditemukan pada osteoarthritis berkaitan dengan faktor herediter. Kedua penelitian

tersebut telah mengevaluasi progresi dari perubahan degeneratif yang menunjukkan

bahwa sekitar ½ (47 – 66%) spondylosis berkaitan dengan faktor genetik dan

lingkungan, sedangkan hanya 2 – 10% berkaitan dengan beban fisik dan resistance

training.

d.   Adaptasi fungsional

Penelitian Humzah and Soames menjelaskan bahwa perubahan degeneratif

pada diskus berkaitan dengan beban mekanikal dan kinematik vertebra. Osteofit

mungkin terbentuk dalam proses degenerasi dan kerusakan cartilaginous mungkin

terjadi tanpa pertumbuhan osteofit. Osteofit dapat terbentuk akibat adanya adaptasi

fungsional terhadap instabilitas atau perubahan tuntutan pada vertebra lumbar.

3.    Patologi Terapan

Page 7: REFERAT spondilolistesis

Salah satu aspek yang penting dari proses penuaan adalah hilangnya kekuatan

tulang. Perubahan ini menyebabkan modifikasi kapasitas penerimaan beban (load-

bearing) pada vertebra. Setelah usia 40 tahun, kapasitas penerimaan beban pada tulang

cancellous/trabecular berubah secara dramatis. Sebelum usia 40 tahun, sekitar 55%

kapasitas penerimaan beban terjadi pada tulang cancellous/ trabecular. Setelah usia 40

tahun penurunan terjadi sekitar 35%. Kekuatan tulang menurun dengan lebih cepat

dibandingkan kuantitas tulang. Hal ini menurunkan kekuatan pada end-plates yang

melebar jauh dari diskus, sehingga terjadi fraktur pada tepi corpus vertebra dan fraktur

end-plate umumnya terjadi pada vertebra yang osteoporosis (Darlene Hertling and

Randolph M. Kessler, 2006).

Cartilaginous end-plate dari corpus vertebra merupakan titik lemah dari diskus

sehingga adanya beban kompresi yang berlebihan dapat menyebabkan kerusakan pada

cartilaginous end-plate. Pada usia 23 tahun sampai 40 tahun, terjadi demineralisasi secara

bertahap pada cartilago end-plate. Pada usia 60 tahun, hanya lapisan tipis tulang yang

memisahkan diskus dari channel vaskular, dan channel nutrisi lambat laun akan hilang

dengan penebalan pada pembuluh arteriole dan venules. Perubahan yang terjadi akan

memberikan peluang terjadinya patogenesis penyakit degenerasi pada diskus lumbar.

Disamping itu, diskus intervertebralis orang dewasa tidak mendapatkan suplai darah dan

harus mengandalkan difusi untuk nutrisi (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler,

2006).

Menurut Kirkaldy-Willis (dalam Darlene Hertling and Randolph M. Kessler,

2006), terdapat sistem yang berdasarkan pada pemahaman segment gerak yang

Page 8: REFERAT spondilolistesis

mengalami degenerasi. Perubahan degeneratif pada segmen gerak dapat dibagi kedalam 3

fase kemunduran yaitu :

a.    Fase disfungsi awal (level I) : proses patologik kecil yang menghasilkan fungsi

abnormal pada komponen posterior dan diskus intervertebralis. Kerusakan yang terjadi

pada segmen gerak masih bersifat sementara (reversible). Perubahan yang terjadi pada

facet joint selama fase ini sama dengan yang terjadi pada sendi sinovial lainnya.

Kronik sinovitis dan efusi sendi dapat menyebabkan stretch pada kapsul sendi.

Membran synovial yang inflamasi dapat membentuk suatu lipatan didalam sendi

sehingga menghasilkan penguncian didalam sendi antara permukaan cartilago dan

kerusakan cartilago awal. Paling sering terjadi pada fase disfungsi awal selain

melibatkan kapsul dan synovium juga melibatkan permukaan cartilago atau tulang

penopang (corpus vertebra). Disfungsi diskus pada fase ini masih kurang jelas tetapi

kemungkinan melibatkan beberapa kerobekan circumferential pada annulus fibrosus.

Jika kerobekannya pada lapisan paling luar maka penyembuhannya mungkin terjadi

karena adanya beberapa suplai darah. Pada lapisan paling dalam, mungkin kurang

terjadi penyembuhan karena sudah tidak ada lagi suplai darah. Secara perlahan akan

terjadi pelebaran yang progresif pada area circumferential yang robek dimana

bergabung kedalam kerobekan radial. Nukleus mulai mengalami perubahan dengan

hilangnya kandungan proteoglycan.

b.    Fase instabilitas intermediate (level II) : fase ini menghasilkan laxitas (kelenturan yang

berlebihan) pada kapsul sendi bagian posterior dan annulus fibrosus. Perubahan permanen

dari instabilitas dapat berkembang karena kronisitas dan disfungsi yang terus menerus pada

tahun-tahun awal. Re-stabilisasi segmen posterior dapat membentuk formasi tulang

Page 9: REFERAT spondilolistesis

subperiosteal atau formasi tulang (ossifikasi) sepanjang ligamen dan serabut kapsul sendi,

sehingga menghasilkan osteofit perifacetal dan traksi spur. Pada akhirnya, diskus

membentuk jangkar oleh adanya osteofit perifer yang berjalan disekitar circumferentianya,

sehingga menghasilkan segmen gerak yang stabil.

c.    Fase stabilisasi akhir (level III) : fase ini menghasilkan fibrosis pada sendi bagian

posterior dan kapsul sendi, hilangnya material diskus, dan formasi osteofit. Osteofit

membentuk respon terhadap gerak abnormal untuk menstabilisasi segmen gerak yang

terlibat. Formasi osteofit yang terbentuk disekitar three joint dapat meningkatkan

permukaan penumpuan beban dan penurunan gerakan, sehingga menghasilkan suatu

kekakuan segmen gerak dan menurunnya nyeri hebat pada segmen gerak.

Pada lumbar spine bagian atas, degenerasi mulai terlihat pada awal level I dengan

fraktur end-plate dan herniasi diskus, kaitannya dengan beban vertikal yang esensial

terhadap segmen tersebut. Penyakit facet mulai terjadi pada lumbar spine bagian atas.

Pada lumbal spine bagian bawah, perubahan diskus mulai terjadi pada usia belasan tahun

terakhir, dan perubahan facet terjadi pada middle usia 20-an. Secara khas, lesi pertama

kali terjadi pada L5 – S1 dan pada L4 – L5. Perubahan degenerasi pada synovial dan

intervertebral joint dapat terjadi secara bersamaan, dan paling sering terjadi pada

lumbosacral joint. Spondylosis dan perubahan arthrosis yang melibatkan seluruh segmen

gerak sangat berkaitan dengan faktor usia dan terjadi sekitar 60% pada orang-orang yang

lebih tua dari usia 45 tahun (Darlene Hertling and Randolph M. Kessler, 2006).

Schneck menjelaskan adanya progresi mekanikal yang lebih jauh akibat

perubahan degeneratif pada diskus intervertebralis, untuk menjelaskan adanya perubahan

degeneratif lainnya pada axial spine. Dia menjelaskan beberapa implikasi dari

Page 10: REFERAT spondilolistesis

penyempitan space diskus. Pedicle didekatnya akan mengalami aproksimasi dengan

penyempitan dimensi superior-inferior dari canalis intervertebralis. Laxitas akibat

penipisan ligamen longitudinal posterior yang berlebihan dapat memungkinkan bulging

(penonjolan) pada ligamen flavum dan potensial terjadinya instabilitas spine. Peningkatan

gerakan spine dapat memberikan peluang terjadinya subluksasi dari processus articular

superior sehingga menyebabkan penyempitan dimensi anteroposterior dari intervertebral

joint dan canalis akar saraf bagian atas. Laxitas juga dapat menyebabkan perubahan

mekanisme berat dan tekanan kaitannya dengan corpus vertebra dan space sendi yang

mempengaruhi terbentuknya formasi osteofit dan hipertropi facet pada processus articular

inferior – superior, dengan resiko terjadinya proyeksi kedalam canalis intervertebralis dan

canalis sentral secara berurutan (Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).

Keluhan nyeri pinggang pada kondisi spondylosis lumbal disebabkan oleh adanya

penurunan space diskus dan penyempitan foramen intervertebralis. Adanya penurunan space

diskus dan penyempitan foramen intervertebralis dapat menghasilkan iritasi pada radiks

saraf sehingga menimbulkan nyeri pinggang yang menjalar. Disamping itu, osteofit pada

facet joint dapat mengiritasi saraf spinal pada vertebra sehingga dapat menimbulkan nyeri

pinggang (S.E. Smith, 2009).

4.    Gambaran Klinis

Perubahan degeneratif dapat menghasilkan nyeri pada axial spine akibat iritasi

nociceptive yang diidentifikasi terdapat didalam facet joint, diskus intervertebralis,

sacroiliaca joint, akar saraf duramater, dan struktur myofascial didalam axial spine

(Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).

Page 11: REFERAT spondilolistesis

Perubahan degenerasi anatomis tersebut dapat mencapai puncaknya dalam

gambaran klinis dari stenosis spinalis, atau penyempitan didalam canalis spinal melalui

pertumbuhan osteofit yang progresif, hipertropi processus articular inferior, herniasi

diskus, bulging (penonjolan) dari ligamen flavum, atau spondylolisthesis. Gambaran

klinis yang muncul berupa neurogenik claudication, yang mencakup nyeri pinggang,

nyeri tungkai, serta rasa kebas dan kelemahan motorik pada ekstremitas bawah yang

dapat diperburuk saat berdiri dan berjalan, dan diperingan saat duduk dan tidur terlentang

(Kimberley Middleton and David E. Fish, 2009).

Karakteristik dari spondylosis lumbal adalah nyeri dan kekakuan gerak pada pagi

hari. Biasanya segmen yang terlibat lebih dari satu segmen. Pada saat aktivitas, biasa

timbul nyeri karena gerakan dapat merangsang serabut nyeri dilapisan luar annulus

fibrosus dan facet joint. Duduk dalam waktu yang lama dapat menyebabkan nyeri dan

gejala-gejala lain akibat tekanan pada vertebra lumbar. Gerakan yang berulang seperti

mengangkat beban dan membungkuk (seperti pekerjaan manual dipabrik) dapat

meningkatkan nyeri (John J. Regan, 2010).

5.    Anatomi Biomekanik Lumbal

Vertebra lumbal merupakan columna vertebra paling bawah sebelum sacrum.

Pada regio lumbal tidak mempunyai foramen transversum dan facet articular costalis.

Corpus vertebra lumbal berbentuk besar dan sedikit lebih tebal seperti ginjal.

Seluruh struktur vertebra lumbal dihubungkan dengan arcus vertebra yang tumpul

dan kuat. Processus tranversusnya datar dan seperti sayap pada 4 segmen lumbal bagian

atas, tetapi pada L5 processus tranversusnya tebal dan bulat puntung. Diantara segmen

Page 12: REFERAT spondilolistesis

gerak lumbal terdapat foramen intervertebralis yang terbentuk dari pedicle yang

berhubungan dengan lamina bagian atas dan bawah.

Vertebra lumbal mempunyai processus articularis yang berhubungan dengan

pedicles dan lamina, yang terdiri dari processus articularis superior yang terletak dalam

bidang oblique kearah posterior dan lateral dimana facet articularisnya konkaf dan

mengarah ke dorsomedial sehingga hampir saling berhadapan satu sama lain, serta

processus articularis inferior yang muncul dari tepi inferior arcus vertebra yang dekat

antara lamina dan processus spinosus, menghadap kearah inferior dan medial, dan

permukaan sendinya mengarah ke ventrolateral. Dengan demikian antara facet articularis

superior vertebra bagian bawah dan facet articularis inferior pada vertebra bagian atas

dapat saling mengunci dalam bentuk mortise and tenon (kunci dan cerat). Jelaslah bahwa

susunan ini akan membatasi gerakan rotasi dan lateral fleksi pada regio lumbal.

Karena susunan anatomis dan fungsi yang berbeda pada regio lumbal, maka dapat

dipilah dalam segmentasi regional sebagai berikut :

a.    Thoracolumbal junction

Merupakan daerah perbatasan fungsi antara lumbar dengan thorac spine

dimana th12 arah superior facet pada bidang frontalis dg gerak terbatas, sedang arah

inferior facet pada bidang sagital gerakan utamanya flexion-extension yg luas. Pada

gerak lumbar spine ‘memaksa’ th12 hingga Th10 mengikuti. Pada atlit senam pada

daerah ini dapat mencapai ROM fleksi 550 dan ekstensi 250.

b.    Lumbal spine

Vertebra lumbalis lebih besar dan tebal membentuk kurva lordosis dengan

puncak L3 sebesar 2–4 cm, menerima beban sangat besar dalam bentuk kompresi

Page 13: REFERAT spondilolistesis

maupun momen. Stabilitas dan gerakannya ditentukan oleh facet, diskus, ligament dan

otot disamping corpus itu sendiri.

Berdasarkan arah permukaan facet joint maka facet joint cenderung dalam

posisi bidang sagital sehingga pada regio lumbal menghasilkan dominan gerak yang

luas yaitu fleksi - ekstensi lumbal.

c.    Lumbosacral joint

L5-S1 merupakan daerah yg menerima beban sangat berat mengingat lumbal

mempunyai gerak yang luas sementara sacrum rigid (kaku). Akibatnya lumbosacral

joint menerima beban gerakan dan berat badan paling besar pada regio lumbal.

Segmen Junghans (Segmen Gerak) Pada Lumbal

Segmen gerak diperkenalkan oleh Tn. Junghans (1956). Segmen gerak terdapat

pada setiap level vertebra dengan three joint yang berperan penting sebagai elemen

fungsional tunggal. Three joint dibentuk oleh satu sendi bagian anterior (diskus

intervertebralis yang membentuk symphisis joint), dan 2 sendi bagian posterior

(apophyseal/facet joint). Sedangkan segmen transitional adalah segmen gerak yang

terbentuk dari level regio vertebral lain. Pada regio lumbal terdapat 2 segmen transitional

yaitu segmen gerak Th12-L1 (thoracolumbal junction) dan segmen gerak L5-S1

(lumbosacral joint). Dibawah ini akan dijelaskan tentang three joint kompleks.

a.    Diskus Intervertebralis

Diantara dua corpus vertebra dihubungkan oleh diskus intervertebralis,

merupakan fibrocartilago compleks yang membentuk articulasio antara corpus

vertebra, dikenal sebagai symphisis joint. Diskus intervertebralis pada orang dewasa

memberikan kontribusi sekitar ¼ dari tinggi spine. Diskus intervertebralis memberikan

Page 14: REFERAT spondilolistesis

penyatuan yang sangat kuat, derajat fiksasi intervertebralis yang penting untuk aksi

yang efektif dan proteksi alignmen dari canal neural. Diskus juga dapat

memungkinkan gerak yang luas pada vertebra. Setiap diskus terdiri atas 2 komponen

yaitu :

1)   Nukleus pulposus ; merupakan substansia gelatinosa yang berbentuk jelly transparan,

mengandung 90% air, dan sisanya adalah collagen dan proteoglycans yang merupakan

unsur-unsur khusus yang bersifat mengikat atau menarik air. Nukleus pulposus merupakan

hidrophilic yang sangat kuat & secara kimiawi di susun oleh matriks mucopolysaccharida

yang mengandung ikatan protein, chondroitin sulfat, hyaluronic acid & keratin sulfat.

Nukleus pulposus tidak mempunyai pembuluh darah dan saraf. Nukleus pulposus

mempunyai kandungan cairan yang sangat tinggi maka dia dapat menahan beban kompresi

serta berfungsi untuk mentransmisikan beberapa gaya ke annulus & sebagai shock absorber.

2)   Annulus fibrosus ; tersusun oleh sekitar 90 serabut konsentrik jaringan collagen

yang nampak menyilang satu sama lainnya secara oblique & menjadi lebih oblique

kearah sentral. Karena serabutnya saling menyilang secara vertikal sekitar 30o satu

sama lainnya maka struktur ini lebih sensitif pada strain rotasi daripada beban

kompresi, tension, dan shear. Serabut-serabutnya sangat penting dalam fungsi

mekanikal dari diskus intervertebralis, memperlihatkan suatu perubahan organisasi

dan orientasi saat pembebanan pada diskus dan saat degenerasi diskus. Susunan

serabutnya yang kuat melindungi nukleus di dalamnya & mencegah terjadinya

prolapsus nukleus. Secara mekanis, annulus fibrosus berperan sebagai coiled spring

(gulungan pegas) terhadap beban tension dengan mempertahankan corpus vertebra

Page 15: REFERAT spondilolistesis

secara bersamaan melawan tahanan dari nukleus pulposus yang bekerja seperti

bola.

Diskus intervetebralis akan mengalami pembebanan pada setiap perubahan

postur tubuh. Tekanan yang timbul pada pembebanan diskus intervertebralis disebut

tekanan intradiskal. Menurut Nachemson (1964), tekanan intradiskal berhubungan erat

dengan perubahan postur tubuh. Nachemson meneliti tekanan intradiskal pada lumbal

yaitu pada L3-L4 karena L3-L4 menerima beban intradiskal yang terbesar pada regio

lumbal. Dari penelitian Nachemson menunjukan bahwa tekanan intradiskal saat

berbaring antara 15 – 25 kp dan tidur miring menjadi 2 x lebih besar dari berbaring.

Pada saat berdiri tekanan intradiskal sekitar 100 kp dan tekanan tersebut menjadi lebih

besar saat duduk tegak yaitu 150 kp. Peningkatan tekanan terjadi saat berdiri

membungkuk dari 100 kp menjadi 140 kp, begitu pula saat duduk membungkuk

tekanan intradiskal meningkat menjadi 160 kp. Peningkatan tekanan dapat mencapai

200 kp lebih jika mengangkat barang dalam posisi berdiri membungkuk dan duduk

membungkuk.

b.    Facet Joint

Sendi facet dibentuk oleh processus articularis superior dari vertebra bawah

dengan processus articularis inferior dari vertebra atas. Sendi facet termasuk dalam

non-axial diarthrodial joint. Setiap sendi facet mempunyai cavitas articular dan

terbungkus oleh sebuah kapsul. Gerakan yang terjadi pada sendi facet adalah gliding

yang cukup kecil. Besarnya gerakan pada setiap vertebra sangat ditentukan oleh arah

permukaan facet articular.

Page 16: REFERAT spondilolistesis

Pada regio lumbal kecuali lumbosacral joint, facet articularisnya terletak lebih

dekat kedalam bidang sagital. Facet bagian atas menghadap kearah medial dan sedikit

posterior, sedangkan facet bagian bawah menghadap kearah lateral dan sedikit

anterior. Kemudian, facet bagian atas mempunyai permukaan sedikit konkaf dan facet

bagian bawah adalah konveks. Karena bentuk facet ini, maka vertebra lumbal

sebenarnya terkunci melawan gerakan rotasi sehingga rotasi lumbal sangat terbatas.

Facet artikularis lumbosacral terletak sedikit lebih kearah bidang frontal daripada

sebenarnya pada sendi-sendi lumbal lainnya.

Sendi facet dan diskus memberikan sekitar 80% kemampuan spine untuk

menahan gaya rotasi torsion dan shear, dimana ½-nya diberikan oleh sendi facet. Sendi

facet juga menopang sekitar 30% beban kompresi pada spine, terutama pada saat spine

hiperekstensi. Gaya kontak yang paling besar terjadi pada sendi facet L5-S1.

Struktur pendukung lainnya dalam segmen gerak adalah ligament dan otot.

Ligamen-ligamen yang memperkuat segmen gerak adalah :

a.    Ligamen longitudinal anterior

Ligamen longitudinal anterior merupakan ikatan padat yang panjang dari basis

occiput ke sacrum pada bagian anterior vertebra. Dalam perjalanannya ke sacrum,

ligamen ini masuk ke dalam bagian anterior diskus intervertebralis dan melekat pada

antero-superior corpus vertebra. Ligamen longitudinal anterior merupakan ligamen

yang tebal dan kuat, dan berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan ektensi

lumbal.

b.    Ligamen longitudinal posterior

Page 17: REFERAT spondilolistesis

Ligamen longitudinal posterior memanjang dari basis occiput ke canal sacral

pada bagian posterior vertebra, tetapi ligamen ini tidak melekat pada permukaan

posterior vertebra. Pada regio lumbal, ligamen ini mulai menyempit dan semakin

sempit pada lumbosacral, sehingga ligamen ini lebih lemah daripada ligamen

longitudinal anterior. Dengan demikian diskus intervertebralis lumbal pada bagian

posterolateral tidak terlindungi oleh ligamen longitudinal posterior. Ligamen ini sangat

sensitif karena banyak mengandung serabut saraf afferent nyeri (A delta dan tipe C)

dan memiliki sirkulasi darah yang banyak. Ligamen ini berperan sebagai stabilisator

pasif saat gerakan fleksi lumbal.

c.    Ligamen flavum

Ligamen ini sangat elastis dan melekat pada arcus vertebra tepatnya pada setiap

lamina vertebra. Ke arah anterior dan lateral, ligamen ini menutup capsular dan

ligamen anteriomedial sendi facet. Ligamen ini mengandung lebih banyak serabut

elastin daripada serabut kolagen dibandingkan dengan ligamen-ligamen lainnya pada

vertebra. Ligamen ini mengontrol gerakan fleksi lumbal.

d.   Ligamen interspinosus

Ligamen ini sangat kuat yang melekat pada setiap processus spinosus dan

memanjang kearah posterior dengan ligamen supraspinosus. Ligamen ini berperan

sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.

e.    Ligamen supraspinosus

Ligamen ini melekat pada  setiap ujung processus  spinosus. Pada regio lumbal,

ligamen ini kurang jelas karena menyatu dengan serabut insersio otot lumbodorsal.

Ligamen ini berperan sebagai stabilisator pasif saat gerakan fleksi lumbal.

Page 18: REFERAT spondilolistesis

f.     Ligamen intertransversalis

Ligamen ini melekat pada tuberculum asesori dari processus transversus dan

berkembang baik pada regio lumbal. Ligamen ini mengontrol gerakan lateral fleksi

kearah kontralateral.

Sedangkan otot-otot yang memperkuat segmen gerak lumbal adalah:

a.    Erector Spine, merupakan group otot yang luas dan terletak dalam pada facia

lumbodorsal, serta muncul dari suatu aponeurosis pada sacrum, crista illiaca dan

procesus spinosus thoraco lumbal. Group otot ini terbagi atas beberapa otot yaitu:

1)   M. Transverso spinalis

2)   M. Longissimus

3)   M. Iliocostalis

4)   M. Spinalis

5)   Paravertebral muscle (deep muscle) seperti m. intraspinalis dan m. intrasversaris

Group otot ini merupakan penggerak utama pada gerakan extensi lumbal dan sebagai

stabilisator vertebra lumbal saat tubuh dalam keadaan tegak.

b.    Abdominal, merupakan group otot extrinsik yang membentuk dan memperkuat

dinding abdominal. Pada group otot ini ada 4 otot abdominal yang penting dalam

fungsi spine, yaitu m. rectus abdominis, m. obliqus external, m. obliqus internal dan

m. transversalis abdominis. Group otot ini merupakan fleksor trunk yang sangat kuat

dan berperan dalam mendatarkan kurva lumbal. Di samping itu m.obliqus internal dan

external berperan pada rotasi trunk. Didalam memperkuat dinding abdominal, m.

abdominal bekerja sebagai direct brace, m. obliqus internal bekerja sebagai oblique

Page 19: REFERAT spondilolistesis

brace kearah inferior dan posterior sedangkan m. obliqus external bekerja sebagai

brace kearah anterior.

c.    Deep lateral muscle, merupakan group otot intrinstik pada bagian lateral lumbal yang

terdiri dari :

1)   M. Quadratus Lumborum

2)   M. Psoas

Group otot  ini berperan pada gerakan lateral fleksi dan rotasi lumbal.

Segmen gerak sangat berperan pada setiap gerakan vertebra lumbal. Pada saat

fleksi lumbal, nukleus pulposus akan bergerak kearah posterior sehingga mengulur

serabut annulus fibrosus bagian posterior. Pada saat yang sama, processus articularis

inferior dari vertebra bagian atas akan bergeser kearah superior dan cenderung bergerak

menjauhi processus articularis superior dari vertebra bagian bawah sehingga kapsular-

ligamenter sendi facet akan mengalami peregangan secara maksimal serta ligamen pada

arcus vertebra (ligamen flavum), ligamen interspinosus, ligamen supraspinosus dan

ligamen longitudinal posterior.

Pada saat ekstensi lumbal, nukleus pulposus akan mendorong serabut annulus

fibrosus bagian anterior sehingga terjadi penguluran dan ligamen longitudinal anterior

juga mengalami penguluran sementara ligamen longitudinal posterior relaks. Pada saat

yang sama, processus articularis dari vertebra bagian bawah dan atas menjadi saling

terkunci, dan processus spinosus dapat saling bersentuhan satu sama lain.

Pada saat lateral fleksi lumbal, corpus vertebra bagian atas akan bergerak kearah

ipsilateral sementara diskus sisi kontralateral mengalami ketegangan karena nukleus

bergeser kearah kontralateral. Ligamen intertransversal sisi kontralateral mengalami

Page 20: REFERAT spondilolistesis

peregangan sementara sisi ipsilateral relaks. Pada saat yang sama, processus articular

relatif bergeser satu sama lain sehingga processus articularis inferior sisi ipsilateral dari

vertebra atas akan bergerak naik sementara sisi kontralateral akan bergerak turun.

Pada saat rotasi lumbal, vertebra bagian atas berotasi terhadap vertebra bagian

bawah, tetapi gerakan rotasi ini hanya terjadi disekitar pusat rotasi antara processus

spinosus dengan processus articularis. Diskus intervertebralis tidak berperan dalam

gerakan axial rotasi, sehingga gerakan rotasi sangat dibatasi oleh orientasi sendi facet

vertebra lumbal. Menurut Gregersen dan D.B. Lucas, axial rotasi pada vertebra lumbal

mempunyai total ROM secara bilateral sekitar 10o dan ROM segmental sekitar 2o dan

segmental unilateral sekitar 1o.

B.       Tinjauan Penatalaksanaan Fisioterapi Pada Spondylosis Lumbal

1.    Problematik Fisioterapi

Spondylosis lumbal umumnya menimbulkan nyeri dan kekakuan gerak pada regio

lumbal, khususnya muncul pada pagi hari. Nyeri dapat bersifat menjalar baik ke dorsal

paha maupun ke daerah kaki. Rasa nyeri dan kekakuan dapat menyebabkan spasme pada

otot erector spine sehingga membatasi gerakan pada lumbal. Dengan demikian, kondisi

ini dapat menimbulkan problematik fisioterapi, antara lain : nyeri menjalar, spasme otot

erector spine lumbal, keterbatasan gerak vertebra lumbal yang menyebabkan gangguan

fleksibilitas lumbal.

2.    Tindakan Fisioterapi

a.    Short Wave Diathermy (SWD)

Diathermy merupakan aplikasi energi elektromagnetik dengan frekuensi tinggi

yang terutama digunakan untuk membangkitkan panas dalam jaringan tubuh.

Page 21: REFERAT spondilolistesis

Diathermy juga dapat digunakan untuk menghasilkan efek-efek nonthermal.

Diathermy yang digunakan sebagai modalitas terapi terdiri atas short wave diathermy

(yang akan dibahas) dan microwave diathermy.

Short wave diathermy adalah modalitas terapi yang menghasilkan energi

elektromagnetik dengan arus bolak balik frekuensi tinggi. Federal Communications

Commision (FCC) telah menetapkan 3 frekuensi yang digunakan pada short wave

diathermy, yaitu :

1)   Frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter

2)   Frekuensi 13,56 MHz dengan panjang gelombang 22 meter

3)   Frekuensi 40,68 MHz (jarang digunakan) dengan panjang gelombang 7,5 meter

Frekuensi yang sering digunakan pada SWD untuk tujuan pengobatan adalah

frekuensi 27,12 MHz dengan panjang gelombang 11 meter.

Short wave diathermy yang digunakan dalam pengobatan mempunyai 2 arus

yaitu arus Continuos SWD dan Pulsed SWD.

1)   Sifat Pancaran energi elektromagnetik

Telah dijelaskan diatas bahwa arus SWD menghasilkan energi

elektromagnetik, dimana energi tersebut memancarkan medan listrik dan medan

magnet. Arus tersebut tidak menimbulkan aksi potensial pada serabut saraf motorik

maupun sensorik, dengan kata lain tidak merangsang saraf motorik untuk

berkontraksi, karena arus frekuensi tinggi mempunyai osilasi lebih dari 500.000

siklus/detik yang akan memberikan 1.000.000 implus

Page 22: REFERAT spondilolistesis