Upload
lianaanggara
View
215
Download
50
Embed Size (px)
DESCRIPTION
referat Trigeminal neuralgia
Citation preview
REFERAT
TRIGEMINAL NEURALGIA
Disusun oleh:
Liana Anggara Rizkia
030.10.160
Pembimbing:
dr. M.Rowi, Sp.S
KEPANITRAAN KLINIK ILMU SARAFRUMAH SAKIT RSPAU DR. ESNAWAN ANTARIKSA
PERIODE JULI 2015 - AGUSTUS 2015FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, karena dengan rahmat dan karunia-Nya
penulis dapat menyelesaikan penulisan referat dengan judul ”Trigeminal
neuralgia”. Referat ini ditulis untuk menambah pengetahuan dan wawasan
mengenai Trigeminal neuralgia dan merupakan salah satu syarat dalam mengikuti
Kepaniteraan Klinik di Bagian Ilmu Saraf Fakultas Kedokteran Universitas
Trisakti.
Pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada
pembimbing dr. M.Rowi, Sp.S yang telah meluangkan waktu untuk membimbing
dan memberikan pengarahan dalam penyusunan referat ini hingga selesai.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa referat ini masih jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu penulis sangat mengharapkan kritikan yang
membangun dan saran demi perbaikan dimasa yang akan datang. Semoga referat
ini dapat berguna bagi kita semua.
Jakarta, Juli 2015
Liana Anggara Rizkia
ii
LEMBAR PENGESAHAN
Nama : Liana Anggara Rizkia
NIM : 030.10.160
Fakultas : Kedokteran
Universitas : Trisakti Jakarta
Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter
Bidang Pendidikan : Ilmu Saraf
Periode : Juli 2015 – Agustus 2015
Judul makalah : Trigeminal nueralgia
Pembimbing : dr. M.Rowi, Sp.S
TELAH DIPERIKSA DAN DISAHKAN PADA TANGGAL :………………….
Pembimbing
dr. M.Rowi, Sp.S
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ………………………………… iiLEMBAR PENGESAHAN ………………………………… iiiDAFTAR ISI ………………………………… ivBab I PENDAHULUAN ………………………………… 1Bab II TINJAUAN PUSTAKA ………………………………… 2Bab III KESIMPULAN ………………………………… 16Bab IV DAFTAR PUSTAKA ………………………………… 17
iv
BAB I
PENDAHULUAN
Neuralgia trigeminal disebut juga tic douloureux, merupakan neuralagia
spasmodik persisten pada saraf trigeminal, yang menyebabkan rasa sakit yang
hebat dan kontraksi otot wajah. Nyeri ini biasanya unilateral. Nyeri terjadi
menyentak dan umumnya berlangsung selama 20-30 detik. Walaupun tiap
episode serangan singkat, namun rasa sakit yang dialami penderita menyebabkan
penderita mengalami depresi.
Sekitar 15.000 kasus baru neuralgia trigeminal yang didiagnosis setiap
tahun, dengan 90% kasus yang dimulai setelah usia 40. Pada wanita sedikit lebih
banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor ras
dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia Trigeminal.
Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah
dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ±
8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang
Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia
Trigeminal akan meningkat.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
DEFINISI
Trigeminal neuralgia adalah suatu peradangan pada saraf trigeminal yang
menyebabkan rasa sakit yang hebat dan kejang otot di wajah. Serangan intens,
nyeri wajah seperti kejutan listrik dan dapat terjadi secara mendadak atau dipicu
dengan menyentuh area tertentu dari wajah. Namun hingga saat ini penyebab pasti
dari trigeminal neuralgia masih belum dipahami sepenuhnya.Trigeminal neuralgia menurut IASP (International Association for the study of Pain) ialah nyeri di wajah yang timbulnya
mendadak, biasanya unilateral. Nyerinya singkat dan berat seperti ditusuk disalah satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Sementara
menurut International Headache Society trigeminal neuralgia nyeri adalah nyeri wajah yang menyakitkan, nyeri singkat seperti tersengat
listrik pada satu atau lebih cabang nervus trigeminus. Nyeri biasanya muncul akibat stimulus ringat seperti mencuci muka, bercukur, gosok
gigi, berbicara.
Definisi menurut IASP Definisi menurut IHS Tiba-tiba, Biasanya unilateral Sifat nyeri hebat Menusuk Berulang Berdistribusi di salah satu atau lebih cabang dari nervus 5.
Nyeri unilateral pada wajah, Nyeri seperti sengatan listrik yang
berdistribusi ke salah satu atau lebih dari nervus 6.
Nyeri biasanya ditimbulkan oleh hal-hal sepele seperti mencuci muka, bercukur, merokok, berbicara, dan menggosok gigi. Namun juga dapat terjadi secara mendadak.
ANATOMI
Nervus trigeminus atau saraf otak kelima atau saraf otak trifasial
merupakan saraf otak terbesar diantara 12 saraf otak, bersifat campuran karena
terdiri dari komponen sensorik yang mempunyai daerah persarafan yang luas yang
disebut portio mayor dan komponen motorik yang persarafannya sempit disebut
portio minor. Komponen-komponen ini keluar dari permukaan anterolateral
bagian tengah pons dan berjalan ke anterior pada dasar fossa kranialis posterior
melintasi bagian petrosa tulang pelipis ke fossa kranialis media. Komponen
sensorik dan motorik bergabung didalam ganglion trigeminus atau ganglion
gaseri, kemudian berjalan bersama-sama sebagai saraf otak kelima.
2
Nervus trigeminal mempersarafi wajah dan kepala. Terdapat 3 divisi yang
menginervasi daerah dahi dan mata (V1 optalmikus), pipi (V2 maksilaris) serta
wajah bagian bawah dan rahang (V3 mandibularis). Fungsi nervus trigeminus
adalah sensasi sentuhan wajah, sakit dan suhu, dan juga kontrol otot pengunyahan.
Fungsi nervus trigeminus harus dibedakan dengan nervus fasialis (nervus cranialis
ke VII) yang mengontrol semua gerakan wajah.
Tiga divisi nervus trigeminal muncul bersama-sama pada daerah yang
disebut ganglion gaseri. Dari sana, akar nervus trigeminal berjalan kebelakang
kearah sisi brain stem dan masuk ke pons. Dalam brain stem, sinyal akan berjalan
terus mencapai kelompok neuron khusus yang disebut nukleus nervus trigeminal.
Informasi dibawa ke brain stem oleh nervus trigeminus kemudian diproses
sebelum dikirim ke otak dan korteks serebral, dimana persepsi sensasi wajah akan
diturunkan.
Gambar 1. Nervus Trigeminal
EPIDEMIOLOGI
Neuralgia Trigeminal banyak diderita pada usia diatas sekitar 40 tahun
dengan rata-rata antara 50 sampai 58 tahun, walaupun kadang-kadang ditemukan
pada usia muda terutama jenis atipikal atau sekunder, dan ada yang melaporkan
kasus neuralgia trigeminal pada anak laki-laki usia 9 tahun. Pada wanita sedikit
lebih banyak dibandingkan dengan laki- laki dengan perbandingan 1,6 : 1. Faktor
ras dan etnik tampaknya tidak terpengaruh terhadap kejadian Neuralgia
Trigeminal. Prevalensi lebih kurang 155 per 100.000 penduduk dan insidensi 40
per 1.000.000. Angka prevalensi maupun insidensi untuk Indonesia belum pernah
dilaporkan. Bila insidensi dianggap sama dengan Negara lain maka terdapat ±
8000 penderita baru pertahun. Akan tetapi mengingat harapan hidup orang
3
Indonesia makin tinggi maka diperkirakan prevalensi penderita Neuralgia
Trigeminal akan meningkat.
ETIOLOGI
Ada banyak pendapat yang berbeda tentang etiologi dari trigeminal
neuralgia, namun beberapa dari mereka masih kontroversial karena kurangnya
bukti objektif. Saat ini ada tiga etiologi yang paling populer. Teori pertama
berdasarkan pada penyakit yang berhubungan, kedua adalah trauma langsung
pada saraf dan teori ketiga merambat asal polyetiologic penyakit.
Penyakit yang berhubungan seperti gangguan dari vaskularisasi, multipel
sclerosis, diabetes melitus, rematoid, dan lain-lain. Pada trauma langsung pada
saraf dibagi menjadi dua bagian yaitu trauma pada bagian perifer dan sentral.
Teori yang ketiga yaitu polyetiologic, faktor yang mungkin dapat berpengaruh
dan menimbulkan demielinisasi dan disatrofi.
PATOFISIOLOGI
Neuralgia Trigeminal dapat terjadi akibat berbagai kondisi yang
melibatkan sistem persarafan trigeminus ipsilateral. Pada kebanyakan kasus,
tampaknya yang menjadi etiologi adalah adanya kompresi oleh salah satu arteri di
dekatnya yang mengalami pemanjangan seiring dengan perjalanan usia, tepat pada
pangkal tempat keluarnya saraf ini dari batang otak. Lima sampai delapan persen
kasus disebabkan oleh adanya tumor benigna pada sudut serebelo-pontin seperti
meningioma, tumor epidermoid, atau neurinoma akustik. Kira-kira 2-3% kasus
karena sklerosis multipel. Ada sebagian kasus yang tidak diketahui sebabnya.
Menurut Fromm, neuralgia Trigeminal bisa mempunyai penyebab perifer maupun
sentral.
Sebagai contoh dikemukakan bahwa adanya iritasi kronis pada saraf ini,
apapun penyebabnya, bisa menimbulkan kegagalan pada inhibisi segmental pada
nukleus/ inti saraf ini yang menimbulkan produksi ectopic action potential pada
saraf Trigeminal. Keadaan ini, yaitu discharge neuronal yang berlebihan dan
pengurangan inhibisi, mengakibatkan jalur sensorik yang hiperaktif. Bila tidak
terbendung akhirnya akan menimbulkan serangan nyeri. Aksi potensial
4
antidromik ini dirasakan oleh pasien sebagai serangan nyeri trigerminal yang
paroksismal. Stimulus yang sederhana pada daerah pencetus mengakibatkan
terjadinya serangan nyeri.
Efek terapeutik yang efektif dari obat yang diketahui bekerja secara sentral
membuktikan adanya mekanisme sentral dari neuralgi. Tentang bagaimana
multipel sklerosis bisa disertai nyeri Trigeminal diingatkan akan adanya
demyelinating plaques pada tempat masuknya saraf, atau pada nukleus sensorik
utama nervus trigeminus.
Pada nyeri Trigeminal pasca infeksi virus, misalnya pasca herpes,
dianggap bahwa lesi pada saraf akan mengaktifkan nociceptors yang berakibat
terjadinya nyeri. Tentang mengapa nyeri pasca herpes masih bertahan sampai
waktu cukup lama dikatakan karena setelah sembuh dan selama masa regenerasi
masih tetap terbentuk zat pembawa nyeri hingga kurun waktu yang berbeda. Pada
orang usia muda, waktu ini relatif singkat. Akan tetapi, pada usia lanjut nyeri bisa
berlangsung sangat lama. Pemberian antiviral yang cepat dan dalam dosis yang
adekuat akan sangat mempersingkat lamanya nyeri ini.
Peter Janetta menggolongkan neuralgia glossopharyngeal dan hemifacial
spasm dalam kelompok “Syndromes of Cranial Nerve Hyperactivity“. Menurut
dia, semua saraf yang digolongkan pada sindroma ini mempunyai satu kesamaan:
mereka semuanya terletak pada pons atau medulla oblongata serta dikelilingi oleh
banyak arteri dan vena. Pada genesis dari sindroma hiperaktif ini, terdapat dua
proses yang sebenarnya merupakan proses penuaan yang wajar:
1. Memanjang serta melingkarnya arteri pada dasar otak.
2. Dengan peningkatan usia, karena terjadinya atrofi, maka otak akan
bergeser atau jatuh ke arah caudal di dalam fossa posterior dengan
akibat makin besarnya kontak neurovaskuler yang tentunya akan
memperbesar kemungkinan terjadinya penekanan pada saraf yang
terkait.
Ada kemungkinan terjadi kompresi vaskuler sebagai dasar penyebab
umum dari sindroma saraf kranial ini. Kompresi pembuluh darah yang berdenyut,
baik dari arteri maupun vena, adalah penyebab utamanya. Letak kompresi
berhubungan dengan gejala klinis yang timbul. Misalnya, kompresi pada bagian
5
rostral dari nervus trigeminus akan mengakibatkan neuralgia pada cabang
oftalmicus dari nervus trigeminus, dan seterusnya. Menurut Calvin, sekitar 90%
dari neuralgia Trigeminal penyebabnya adalah adanya arteri “salah tempat” yang
melingkari serabut saraf ini pada usia lanjut. Mengapa terjadi perpanjangan dan
pembelokan pembuluh darah, dikatakan bahwa mungkin sebabnya terletak pada
predisposisi genetik yang ditambah dengan beberapa faktor pola hidup, yaitu
merokok, pola diet, dan sebagainya. Pembuluh darah yang menekan tidak harus
berdiameter besar. Walaupun hanya kecil, misalnya dengan diameter 50-100 um
saja, sudah bisa menimbulkan neuralgia, hemifacial spasm, tinnitus, ataupun
vertigo. Bila dilakukan microvascular decompression secara benar, keluhan akan
hilang.
KLASIFIKASI
IHS (International Headache Society) membedakan Neuralgia Trigeminal
menjadi NT klasik dan NT simptomatik. Termasuk NT klasik adalah semua kasus
yang etiologinya belum diketahui (idiopatik). Sedangkan NT simptomatik dapat
diakibatkan karena tumor, multipel sklerosis atau kelainan di basis kranii.
Perbedaan neuralgia trigeminus idiopatik dan simptomatik.
Trigminal Neuralgia Idiopatik:
1. Nyeri bersifat paroksimal dan terasa diwilayah sensorik cabang maksilaris,
sensorik cabang maksilaris dan atau mandibularis.
2. Timbulnya serangan bisa berlangsung 30 menit yang berikutnya menyusul
antara beberapa detik sampai menit.
3. Nyeri merupakan gejala tunggal dan utama.
4. Penderita berusia lebih dari 45 tahun, wanita lebih sering terkena dibanding
laki-laki.
Trigeminal Neuralgia Simptomatik:
1. Nyeri berlangsung terus menerus dan terasa dikawasan cabang optalmikus
atau nervus infra orbitalis.
2. Nyeri timbul terus menerus dengan puncak nyeri lalu hilang timbul kembali.
3. Disamping nyeri terdapat juga anethesia/hipestesia atau kelumpuhan saraf
kranial, berupa gangguan autonom (Horner syndrom).
6
4. Tidak memperlihatkan kecendrungan pada wanita atau pria dan tidak terbatas
pada golongan usia.
MANIFESTASI KLINIS
Trigeminal neuralgia memberikan gejala dan tanda sebagai berikut:
1. Rasa nyeri berupa nyeri neuropatik, yaitu nyeri berat paroksimal, tajam,
seperti menikam, tertembak, tersengat listrik, terkena petir, atau terbakar yang
berlangsung singkat beberapa detik sampai beberapa menit tetapi kurang dari
dua menit, tiba-tiba dan berulang. Diantara serangan biasanya ada interval
bebas nyeri, atau hanya ada rasa tumpul ringan.
2. Lokasi nyeri umumnya terbatas di daerah dermatom nervus trigeminus dan
unilateral. Tersering nyeri didaerah distribusi nervus mandibularis (V2) 19,1%
dan nervus maksilaris (V3) 14,1% atau kombinasi keduanya 35,9% sehingga
paling sering rasa nyeri pada setengah wajah bawah. Jarang sekali hanya
terbatas pada nervus optalmikus (V3) 3,3%. Sebagian pasien nyeri terasa
diseluruh cabang nervus trigeminus (15,5%) atau kombinasi nervus maksilaris
dan optalmikus (11,5%). Jarang ditemukan kombinasi nyeri pada daerah
distribusi nervus optalmikus dan mandibularis (0,6%).
3. Trigeminal neuralgia dapat dicetuskan oleh stimulus non-noksius seperti
perabaan ringan, getaran, atau stimulus mengunyah. Nyeri pada trigeminal
neuralgia dapat mengalami remisi dalam satu tahun atau lebih. Pada periode
aktif neuralgia, karakteristik terjadi peningkatan frekuensi dan beratnya
serangan nyeri secara progresif sesuai dengan berjalannya waktu.
4. Sekitar 18% penderita dengan trigeminal neuralgia, pada awalnya nyeri
atipikal yang makin lama menjadi tipikal, disebut preneuralgia trigeminal.
Nyeri terasa tumpul, terus-menerus pada salah satu rahang yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa tahun. Stimulus termal dapat menimbulkan
nyeri berdenyut sehingga sering dianggap sebagai nyeri dental.
DIAGNOSIS
Trigeminal neuralgia seyogyanya dapat dibedakan dengan nyeri wajah yang
lainnya. Pemeriksaan kesehatan dan riwayat gejalanya harus dilakukan bersama-
7
sama pemeriksaan lainnya untuk mengesampingkan masalah yang serius.
Diagnosa ditegakkan berdasarkan anamnesa yang akurat, pemeriksaan klinis dan
uji klinis untuk mengetahui secara pasti stimulus pencetus dan lokasi nyeri saat
pemeriksaan.
Kriteria diagnosis trigeminal neuralgia menurut International Headache
Society adalah sebagai berikut:
A. Serangan-serangan paroxysmal pada wajah, nyeri di frontal yang berlangsung
beberapa detik tidak sampai 2 menit.
B. Nyeri setidaknya bercirikan 4 sifat berikut:
1. Menyebar sepanjang satu atau lebih cabang N trigeminus, tersering pada
cabang mandibularis atau maksilaris.
2. Onset dan terminasinya terjadi tiba-tiba, kuat, tajam, superfisial, serasa
menikam atau membakar.
3. Intensitas nyeri hebat, biasanya unilateral, lebih sering disisi kanan.
4. Nyeri dapat timbul spontan atau dipicu oleh aktifitas sehari seperti makan,
mencukur, bercakap cakap, mambasuh wajah atau menggosok gigi, area picu
dapat ipsilateral atau kontralateral.
5. Diantara serangan , tidak ada gejala sama sekali.
C. Tidak ada kelainan neurologis.
D. Serangan bersifat stereotipik.
E. Tersingkirnya kasus-kasus nyeri wajah lainnya melalui anamnesis, pemeriksaan
fisik, pemeriksaan khusus bila diperlukan.
Pemeriksaan penunjang lebih bertujuan untuk membedakan trigeminal
neuralgia yang idiopatik atau simptomatik. CT Scan kepala untuk melihat
keberadaan tumor. Sklerosis multiple dapat terlihat dengan Magnetic Resonance
Imaging (MRI). MRI ini sering digunakan sebelum tindakan pembedahan untuk
melihat kelainan pembuluh darah. Diagnosa trigeminal neuralgia dibuat dengan
mempertimbangkan riwayat kesehatan dan gambaran rasa sakitnya. Sementara
tidak ada pemeriksaan diagnostik yang dapat mempertegas adanya kelainan ini.
Teknologi CT Scan dan MRI sering digunakan untuk melihat adanya tumor atau
abnormalitas lain yang menyebabkan sakit tersebut. Pemeriksaan MRTA (high-
definition MRI angiography) pada nervus trigeminal dan brain stem dapat
8
menunjukkan daerah nervus yang tertekan oleh vena atau arteri. Sebagai
tambahan, dilakukan pemeriksaan fisik untuk menentukan stimuli pemicu, dan
lokasi yang pasti dari sakitnya. Pemeriksaan termasuk inspeksi komea, nostril,
gusi, lidah dan di pipi untuk melihat bagaimana daerah tersebut merespon
sentuhan dan perubahan suhu (panas dan dingin).
DIAGNOSIS BANDING
Neuralgia trigeminal harus dibedakan dari tipe nyeri lainnya yang muncul
pada wajah dan kepala.
Nyeri neuralgia postherpetikum dapat menyerupai neuralgia trigeminal,
tetapi adanya eskar bekas erupsi vesikel dapat mengarahkan kepada neuralgia
postherpetikum. Neuralgia postherpetikum pada wajah biasanya terbatas pada
daerah yang dipersarafi oleh nervus trigeminus cabang pertama.
Sindrom Costen yang bermanifestasi sebagai nyeri menjalar ke rahang
bawah dan pelipis saat mengunyah dapat menyerupai neuralgia trigeminal tetapi
hanya dipicu oleh proses mengunyah, biasanya disebabkan oleh artrosis
temporomandibular dan maloklusi gigi.
Nyeri psikogenik daerah wajah sering menyebabkan kesulitan diagnosis.
Sindrom yang disebut neuralgia fasial atipik ini (nyeri wajah atipikal) sering
ditemukan pada wanita muda atau setengah baya. Nyeri bersifat tumpul dan
menetap, sering kali unilateral pada rahang atas (walaupun dapat menyebar ke
bagian lain kepala dan leher) dan biasanya dihubungkan dengan manifestasi
ansietas kronik dan depresi. Tanda-tanda fisis tidak ditemukan dan pemberian
analgetika tidak mempan. Perbaikan biasanya diperoleh dengan penggunaan
antidepresan dan obat penenang oleh karena itu, penentuan diagnosis harus sebaik
mungkin.
Neuralgia migrainosa (nyeri kepala sebelah) dapat menyebabkan nyeri
paroksismal berat pada daerah persarafan trigeminal tetapi dapat dibedakan
berdasarkan periode, ketiadaan faktor pencetus dan durasi tiap nyeri paroksismal
yang lebih lama.
Tabel 2. Diagnosis Banding Neuralgia Trigeminal
9
Diagnosis Banding
Persebaran
Karakteristik KlinisFaktor yang
Meringankan/ Memperburuk
Neuralgia Trigeminal
Daerah persarafan cabang II dan III nervus trigeminus, unilateral
Laki- laki/ perempuan = 1:3,Lebih dari 50 tahun,Paroksismal (10-30 detik), nyeri bersifat menusuk-nusuk atau sensasi terbakar, persisten selama berminggu-minggu atau lebih,Ada titik-titik pemicu,Tidak ada paralisis motorik maupun sensorik.
Titik-titik rangsang sentuh, mengunyah, senyum, bicara, dan menguap
Neuralgia Fasial Atipik
Unilateral atau bilateral, pipi atau angulus nasolabialis, hidung bagian dalam
Lebih banyak ditemukan pada wanita usia 30-50 tahunNyeri hebat berkelanjutan umumnya pada daerah maksila
Tidak ada
Neuralgia Post herpetikum
UnilateralBiasanya pada daerah persebaran cabang oftalmikus nervus V
Riwayat herpesNyeri seperti sensasi terbakar, berdenyut-denyutParastesia, kehilangan sensasi sensorik keringatSikatriks pada kulit
Sentuhan, pergerakan
Sindrom Costen
Unilateral, dibelakang atau di depan telinga, pelipis, wajah
Nyeri berat berdenyut-denyut diperberat oleh proses mengunyah,Nyeri tekan sendi temporo-mandibula.
Mengunyah, tekanan sendi temporomandibular
Migren Orbito-frontal, rahang atas, angulus nasolabial
Nyeri kepala sebelah Alkohol pada beberapa kasus
TATALAKSANA
10
Seperti diketahui terapi dari trigeminal neuralgia ada 2 macam yaitu terapi
medikamentosa dan terapi pembedahan.
Telah disepakati bahwa penanganan lini pertama untuk trigeminal
neulalgia adalah terapi medikamentosa. Tindakan bedah hanya dipertimbangkan
apabila terapi medikamentosa mengalami kegagalan
a. Terapi Farmakologi
Peneliti-peneliti dalam bidang nyeri neuropatik telah mengembangkan
beberapa pedoman terapi farmakologik. Dalam guidline EFNS (European
Federation of Neurological Society) disarankan terapai neuralgia trigeminal
dengan carbamazepin (200-1200 mg sehari) dan oxcarbamazepin (600-1800mg
sehari) sebagai terapi lini pertama. Sedangkan terapai lini kedua adalah baclofen
dan lamotrigin. Neuralgia trigeminal sering mengalami remisi sehingga pasien
dinasehatkan untuk mengatur dosis obat sesuai dengan frekwensi serangannya.
Dalam pedoman AAN-EFNS (American Academy of Neurology-European
Federation of Neurological Society) telah disimpulkan bahwa: carbamazepin
efektif dalam pengendalian nyeri, oxcarbazepin juga efektif, baclofen dan
lamotrigin mungkin juga efektif. Studi open label telah melaporkan manfaat terapi
obat-obatan anti epilepsi yang lain seperti clonazepam, gabapentin, phenytoin dan
valproat.
Karbamazepine merupakan pengobatan lini pertama dengan dosis
pemberian 200-1200 mg/hari dan oxcarbamazepin dengan dosis pemberian 600-
1800 mg/hari sesuai dengan pedoman pengobatan. Tingkat keberhasilan dari
karbamazepin jauh lebih kuat dibandingkan oxcarbamazepin, namun
oxcarbamazepin memiliki profil keamanan yang lebih baik. Sementera
pengobatan lini kedua dapat diberikan lamotrgine dengan dosis 400 mg/ hari,
baclofenac 40 – 80 mg/hari, dan pimizoid 4 – 12 mg/hari.
Selain itu ada juga pilihan pengobatan alternative, yaitu dengan
memberikan obat antiepilepsi yang telah dipelajari dalam kontrol kecil dan studi
terbuka yang disarankan untuk menggunakan fenitoin, clonazepam, gabapentin,
pregabalin, topiramate, levetiracetam, dan valproat.
Karbamazepine
11
Karbamazepine bekerja dengan cara menghambat aktivitas neuronal pada
kanal natrium, sehingga dapat mengurangi rangsangan neuron. Karbamazepine
memperlihatkan efek analgesik yang selektif misalnya pada tabes dorsalis dan
neuropati lainnya yang sukar diatasi dengan analgesik biasa. Sebagian besar
penderita trigeminal neuralgia mengalami penurunan sakit yang berarti dengan
menggunakan obat ini. Karena potensi untuk menimbulkan efek samping sangat
luas, khususnya gangguan darah seperti leukopeni, anemia aplastik dan
agranulositosis maka pasien yang akan diterapi dengan obat ini dianjurkan untuk
melakukan pemeriksaan nilai basal dari darah dan melakukan pemeriksaan ulang
selama pengobatan.
Pemberian karbamazepine dihentikan jika jumlah leukosit abnormal
(rendah). Jika efek samping yang timbul parah, dosis karbamazepine perhari dapat
dikurangi 1-3 perhari, sebelum mencoba menambah dosis perharinya lagi.
Karbamazepine diberikan dengan dosis berkisar 200-1200 mg, dimana hampir
70% memperlihatkan perbaikan. Dosis dimulai dengan dosis minimal 1-2 pil
perhari, secara bertahap dapat ditambah hingga rasa sakit hilang atau mulai timbul
efek samping. Selama periode remisi dosis dapat dikurangi secara bertahap.
Karbamazepine dapat dikombinasi dengan fenitoin atau baklofen bila nyeri
membandel, atau diubah ke oxykarbazepine.
Efek samping yang timbul dalam dosis yang besar yaitu drowsiness,
mental confusion, dizziness, nystagmus, ataxia, diplopia, nausea dan anorexia.
Terdapat juga reaksi serius yang tidak berhubungan dengan dosis yaitu allergic
skin rash, gangguan darah seperti leukopenia atau agranulocytosis, atau aplastic
anemia, keracunan hati, congestive heart failure, halusinasi dan gangguan fungsi
seksual.
Oxykarbamazepin
Oxykarbamazepine merupakan ketoderivat karbamazepine dimana
mempunyai efek samping lebih rendah dibanding dengan karbamazepine dan
dapat meredakan nyeri dengan baik. Pada umumnya dosis dimulai dengan 2 x
300 mg yang secara bertahap ditingkatkan untuk mengontrol rasa sakitnya. Dosis
maksimumnya 2400-3000 mg perhari. Efek samping yang paling sering adalah
nausea, mual, dizziness, fatique dan tremor. Efek samping yang jarang timbul
12
yaitu rash, infeksi saluran pernafasan, pandangan ganda dan perubahan elektrolit
darah. Seperti obat anti-seizure lainnya, penambahan dan pengurangan obat harus
secara bertahap.
Lamotrigine
Lamotrigin berefek pada saluran natrium, menstabilkan membran saraf
dan menghambat pelepasan rangsangan neurotransmiter. Dosis awal 25 mg/hari
secara perlahan meningkat sampai dosis 200 - 400 mg/hari dibagi dua dosis. Efek
samping dapat berupa pusing, mual, penglihatan kabur dan ataksia. Sekitar 7-
10% pasien dapat terjadi ruam pada kulit selama terapi 4 - 8 minggu. Dapat juga
terjadi kelainan berupa deskuamasi atau terkait gejala parah demam atau
limfadenopati indikasi Stevens-Johnson sindrom yang membutuhkan penghentian
segera.
Phenitoin
Phenitoin berefek anti konvulsi tanpa menyebabkan depresi umum SSP.
Sifat anti konvulsi obat ini berdasarkan pada penghambatan penjalaran rangsang
dari fokus kebagian lain di otak. Penggunaan phenitoin harus hati-hati dalam
mengkombinasikan dengan karbamazepine karena dapat menurunkan dan kadang-
kadang menaikkan kadar phenitoin dalam plasma, sebaiknya diikuti dengan
pengukuran kadar obat dalam plasma.
Phenitoin dapat mengobati lebih dari setengah penderita trigeminal
neuralgia dengan dosis 300-600mg dibagi dalam 3 dosis perhari. Efek samping
yang ditimbulkannya adalah nystagmus, dysarthria, ophthalmoplegia dan juga
mengantuk serta kebingungan. Efek lainnya adalah hiperplasia gingiva dan
hypertrichosis.
Baklofen
Baklofen tidaklah seefektif karbamazepine atau phenytoin, tetapi dapat
dikombinasi dengan obat-obat tersebut. Obat ini berguna pada pasien yang baru
terdiagnosa dengan rasa nyeri relatif ringan dan tidak dapat mentoleransi
karbamazepine. Dosis untuk menghilangkan rasa sakit secara komplit 40-80 mg
perhari. Baklofen memiliki durasi yang pendek sehingga penderita trigeminal
neuralgia yang berat membutuhkan dosis setiap 2-4 jam.
13
Efek samping yang paling sering timbul karena pemakaian baklofen
adalah mengantuk, pusing, nausea dan kelemahan kaki. Baklofen tidak boleh
dihentikan secara tiba-tiba setelah pemakaian lama karena dapat terjadi halusinasi
atau serangan jantung.
Gabapentin
Dosis yang dianjurkan 1200-3600 mg/hari. Obat ini hampir sama
efektifnya dengan karbamazepine tetapi efek sampingnya lebih sedikit. Dosis
awal biasanya 3x300 mg/hari dan ditambah hingga dosis maksimal. Reaksi
merugikan paling sering adalah somnolen, ataksia, fatique dan nystagmus. Seperti
semua obat, penghentian secara cepat harus dihindari.
b. Terapi Pembedahan
Terapi farmakologik umumnya efektif akan tetapi ada juga pasien yang
tidak bereaksi atau timbul efek samping yang tidak diinginkan maka diperlukan
terapi pembedahan.
Beberapa situasi yang mengindikasikan untuk dilakukannya terapi
pembedahan yaitu: (1) Ketika pengobatan farmakologik tidak menghasilkan
penyembuhan yang berarti, (2) Ketika pasien tidak dapat mentolerir pengobatan
dan gejala semakin memburuk, (3) Adanya gambaran kelainan pembuluh darah
pada MRI.
Tindakan operatif yang dapat dilakukan adalah prosedur ganglion gasseri,
terapi gamma knife dan dekompresi mikrovaskuler. Pada prosedur perifer
dilakukan blok pada nervus trigeminus bagian distal ganglion gasseri yaitu dengan
suntikan streptomisin, lidokain, alkohol . Prosedur pada ganglion gasseri ialah
rhizotomi melalui foramen ovale dengan radiofrekuensi termoregulasi, suntikan
gliserol atau kompresi dengan balon ke dalam kavum Meckel. Terapi gamma
knife merupakan terapi radiasi yang difokuskan pada radiks nervus trigeminus di
fossa posterior. Dekompresi mikrovaskuler adalah kraniotomi sampai nervus
trigeminus difossa posterior dengan tujuan memisahkan pembuluh darah yang
menekan nervus trigeminus.
PROGNOSIS
14
Setelah serangan awal, trigeminal neuralgia dapat muncul kembali selama
berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun berikutnya. Setelah itu serangan bisa
menjadi lebih sering, lebih mudah dipicu, dan mungkin memerlukan pengobatan
jangka panjang. Meskipun neuralgia trigeminal tidak terkait dengan hidup singkat,
morbiditas yang terkait dengan nyeri wajah kronis dan berulang dapat
dipertimbangkan jika kondisi tidak cukup terkontrol. Kondisi ini dapat
berkembang menjadi sindrom nyeri kronis, dan pasien dapat menderita depresi
dan kehilangan fungsi sehari-hari. Pasien dapat memilih untuk membatasi
kegiatan yang memicu rasa sakit, seperti mengunyah, sehingga pasien mungkin
kehilangan berat badan dalam keadaan ekstrim.
BAB IIIKESIMPULAN
15
Neuralgia Trigeminal adalah suatu keadaan nyeri yang sangat hebat dengan
ditandai serangan nyeri yang mendadak dan terus menerus seperti menusuk atau
seperti tersengat aliran listrik yang berlangsung singkat dan berakhir dalam
beberapa detik sampai beberapa menit. Neuralgia trigeminal kebanyakan bersifat
unilateral dan mengenai daerah yang disarafi nervus trigeminus. Ada dua macam
etiologi yang pertama adalah idiopatik atau disebut Neuralgia Trigeminal primer
dan yang kedua adalah simptomatik yang disebut Neuralgia Trigeminal sekunder
sedangkan patofisiologi sampai sekarang masih belum jelas dan sejauh ini belum
ada pemeriksaan spesifik baik secara klinis maupun laboratorium untuk
mendiagnosa Neuralgia Trigeminal. Pada saat sekarang pengobatan utama adalah
pemberian dengan cara farmakologik dan bila tidak berhasil dapat
dipertimbangkan dengan cara pembedahan
BAB IV
16
DAFTAR PUSTAKA
1. Gupta SK, Gupta A, Mahajin A, et al. Clinical insights in Trigeminal Neuralgia. JK Science 2005; 7 (3): 181-184.
2. Mark Obermann. Treatment optionts in trigeminal neuralgia. Therapeutics Advances in Neurological Disorders 2010; 3(2): 107-115.
3. Meraj NS, Siddiqui S, Ranashinghe JS, et al. Pain management: trigeminal neuralgia. Hospital Physician 2003; 3: 64-70.
4. Loeser JD. Cranial Neuralgia, In : Banica’s Management of Pain, Philadelphia, Lipincott William & Wilkins. 2001.
5. Nurmikko TJ and Eldridge PR. Trigeminal neuralgia-pathophysiology, diagnosis, and current treatment. Brithish Journal of Anaesthesia 2001; 87 (1): 117-132.
6. Sharav Y. Orofacial Pain : Dental Vascular & Neuropathic, In: Pain-An Updated Review. Seattle: IASP Press. 2002.
7. Bryce DD. Trigeminal Neuralgia. [online] Facial Neuralgia Rerources 2006 [cited 2013 June 1]; Availabe from: URL: http://www.Facial Neuralgia, org/conditins/tn.html.
8. Kauffman AM and Patel M. Your complete guide to trigeminal neuralgia. [online] CCND Winnipeg 2001. [cited 2012 June 1]; Available from URL: http://www.umanitoba.ca/cranial_nerves/trigeminal_neuralgia/manuscript/
9. Mardjono M, Shidarta P. Saraf otak kelima atau nervus trigeminus dalam neurologi klinis dasar. Diar Rakyat: Jakarta. 2008.
10. Gintautas S, Joudzybalys G, Wang HL. Aetiology and pathogenesis of trigeminal neuralgia: a comprehensive review. J Oral Maxillofac 2012; 3(4): 1-7
11. Rabinovich A, Fang Y, Scrivani S. Diagnosis and Management of Trigeminal Neuralgia. Columbia Dental Review 2000; 5: 4-7.
12. Passos JH et al. Trigeminal Neuralgia. [online] Journal of Dentistry & Oral Medicine 2001. [cited 2013 June 1]; Available from: URL: http://www.epub.org.br.
13. Kleef MV, Genderen WE, Narouze S. Evidence based medicine trigeminal neuralgia. World Institute of Pain 2009; 9(4): 252-259.
14. Manish KS. Trigeminal neuralgia. [online] Medscape 2013. [cited 2013 June 1]; Available from URL: http://emedicine.medscape.com/article/1145144-overview
17