14
DIABETES MELLITUS Penatalaksanaan DM Penatalaksanaan DM mempunyai beberapa komponen yang penting dan tidak bisa dipisahkan satu sama lain dan bersamaan, yaitu : A. Edukasi B. Pengaturan diet (melalui terapi gizi medis) C. Latihan jasmani / olahraga D. Intervensi farmakologi TERAPI NON FARMAKOLOGI 1) Edukasi : Perubahan perilaku hidup sehat harus diterangkan kepada pasien dan dilaksanakan dengan pemantauan dari tenaga medis, pasien dan keluarga serta masyarakat. Menjelaskan kepada pasien mengenai perjalanan penyakit DM, serta komplikasi akut maupun kronis dari DM, dan cara bagaimana mencegah serta menanganinya. Perubahan pola makan baik dari segi jenis makanan, jumlah,dan waktu menyantap makanan. Mengenai olahraga / latihan yang boleh atau tidak boleh dikerjakan. Bagaimana cara melakukan olahraga dengan benar dan aman. Edukasi mengenai cara menggunakan obat oral maupun insulin, waktu pemberian, jumlah,dan efek samping obat tersebut. 2) Pengaturan diet (Terapi gizi medis) Pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual. Tujuan terapi gizi medis : untuk mencapai dan mempertahankan

Refkas DM Dr Robhikul SpPD

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

DIABETES MELLITUS

Penatalaksanaan DMPenatalaksanaan DM mempunyai beberapa komponen yang penting dan tidak bisa

dipisahkan satu sama lain dan bersamaan, yaitu : A. EdukasiB. Pengaturan diet (melalui terapi gizi medis) C. Latihan jasmani / olahragaD. Intervensi farmakologi

TERAPI NON FARMAKOLOGI1) Edukasi :

Perubahan perilaku hidup sehat harus diterangkan kepada pasien dan dilaksanakan dengan pemantauan dari tenaga medis, pasien dan keluarga serta masyarakat.

Menjelaskan kepada pasien mengenai perjalanan penyakit DM, serta komplikasi akut maupun kronis dari DM, dan cara bagaimana mencegah serta menanganinya.

Perubahan pola makan baik dari segi jenis makanan, jumlah,dan waktu menyantap makanan.

Mengenai olahraga / latihan yang boleh atau tidak boleh dikerjakan. Bagaimana cara melakukan olahraga dengan benar dan aman.

Edukasi mengenai cara menggunakan obat oral maupun insulin, waktu pemberian, jumlah,dan efek samping obat tersebut.

2) Pengaturan diet (Terapi gizi medis) Pada prinsipnya adalah melakukan pengaturan pola makan yang didasarkan pada status

gizi diabetisi dan melakukan modifikasi diet berdasarkan kebutuhan individual.Tujuan terapi gizi medis : untuk mencapai dan mempertahankan

a. Kadar glukosa darah mendekati normal (GDP : 90-130 mg/dl ; 2JPP < 180mg/dl ; kadar A1c < 7%).

b. Tekanan darah < 130/80 mm Hg.c. Profil lipid : kolesterol LDL < 100 mg/dl ; kolesterol HDL > 40 mg/dl ; trigliserida <

150 mg/dl.d. Berat badan senormal mungkin.

Perhitungan jumlah kalori Perhitungan jumlah kalori ditentukan oleh status gIzi, umur, ada tidaknya stress akut,dan kegiatan jasmani. Penentuan status gizi dapat dipakai IMT (indeks masa tubuh) atau rumus broaca. Penentuan status gizi berdasarkan rumus broacaa. Pertama dilakukan perhitungan berat badan ideal berdasarkan rumus :

BBI kg = [TB cm – 100] – 10% ( TB cm – 100)

Page 2: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

Untuk laki-laki <160 cm, wanita< 150 cm BBI tidak perlu dikurangi 10%.b. Penentuan status gizi : (BB aktual / BB ideal )x 100 %

Jika BB < 90% (BB kurang) ; BB 90 -110% (BB normal) ; BB 110 -120 % ( BB lebih) ; BB >120% (gemuk)

Penentuan kebutuhan kalori per haria. Kebutuhan basal : laki-laki BB ideal (kg) x 30 kalori ; perempuan BB ideal (kg) x 25

kalorib. Koreksi dan penyesuaian :

- Umur diatas 40 tahun : -5 %

- Aktivitas ringan : +10%

- Aktivitas sedang : +20%

- Aktivitas berat : + 30%

- BB gemuk : -20%

- BB lebih : -10%

- BB kurus : +20%c. Stress metabolik (infeksi, operasi, stroke dll.) : +10 – 30%d. Kehamilan trimester I dan II : +300 kalori ; trimester III : +500 kalori

Distribusi makanan : Karbohidrat 55-65 % total kebutuhan kalori ; Protein 15-20% total kebutuhan kalori ; lemak 10- 20% total kebutuhan kalori.

3) Latihan Jasmani / olahragaPrinsip latihan jasmani bagi pasien penderita diabetes (CRIPE)

Continuous : latihan fisik sebaiknya dilakukan teratur setiap hari minimal 30 menit.

Rhytme : Gerakan antara kontraksi dan relaksasi dilakukan bergantian. Interval : gerakan cepat dan lambat dilakukan bergantian dan teratur. Progressive : latihan yang dilakukan makin lama meningkat sesuai dengan

kemampuan/ kekuatan penderita. Endurance : target Heart Rate (THR) pada latihan fisik untuk penderita DM kira-

kira 70-80% dari maximum heart rate (MHR) Latihan jasmani yang dipilih sebaiknya yang disenangi serta memungkinkan untuk dilakukan dan hendaknya melibatkan otot-otot besar. Latihan jasmani bagi pasien DM tipe 1 sebaiknya dilakukan pada pagi hari. Untuk menentukan intesnitas latihan dapat digunakan Maximum Reart Rate (MHR) yaitu : 220 – umur. Setelah MHR didapatkan maka dapat ditentukan Target Heart Rate (THR) nya.Dalam melakukan latihan jasmani perlu diperhatikan hal- hal sebagai berikut :

Pemanasan (warm-up) : dilakukan dengan tujuan untuk mempersiapkan berbagai sistem tubuh seperti menaikkan suhu tubuh, meningkatkan denyut nadi hingga mendekati intensitas latihan. Pemanasan juga diperlukan untuk menghindari cedera akibat latihan dan sebaiknya dilakukan selama 5-10 menit.

Page 3: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

Latihan inti (conditioning) : Pada tahap ini diusahakan denyut nadi mencapai THR agar mendapatkan manfaat latihan. Diusahakan agar tidak melebih target THR untuk mencegah risiko yang tidak diinginkan.

Pendinginan (cooling down) : tahap ini dilakukan untuk mencegah penimbunan asam laktat yang dapat menimbulkan nyeri pada otot setelah melakukan latihan jasmani, atau pusing akibat masih terkumpulnya darah pada otot yang aktif. Nila latihan berupa jogging, maka pendinginan sebaiknya dilakukan dengan tetap berjalan beberapa menit. Bila bersepeda, tetap mengayuh sepeda tapi tanpa beban. Pendinginan dilakukan selama 5-10 menit, hingga denyut jantung mendekati denyut nadi saat istirahat.

Peregangan (stretching) : Tahap ini dilakukan untuk melemaskan dan melenturkan otot-otot yang masih teregang dan menjadikan lebih elastis. Lebih bermanfaat bagi pasien yang usia lanjut.

Manfaat latihan jasmani bagi penderita DM : pada pasien DM tipe 2 latihan jasmani dapat memperbaiki pengendalian glukosa secara menyeluruh, terbukti dengan penurunan konsentrasi HbA1c. Selain itu latihan jasmani juga memberikan pengaruh yang baik pada profil lemak tubuh, tekanan darah arterial, endotelial vaskuler sehingga angka morbiditas dan mortalitas lebih rendah 50% dibandingkan dengan penderita DM yang pasif latihan fisik. Pada pasien DM tipe 1 , latihan jasmani akan menyulitkan pengaturan metabolik, sehingga kendali gula darah bukanlah tujuan dari latihan jasmani, tetapi latihan endurance ternyata terbukuti memperbaiki fungsi endotel vaskuler.Pada kedua tipe DM manfaat latihan jasmani secara teratur akan memperbaiki kapasitas latihan aerobik, kekuatan otot dan mencegah osteoporosis.

TERAPI FARMAKOLOGIIntervensi farmakologis ditambahkan jika sasaran glukosa darah belum tercapai dengan

pengaturan makan dan latihan jasmani.A.Obat hipoglikemik oral (OHO)Berdasarkan cara kerjanya, OHO dibagi menjadi 5 golongan:

1. Pemicu sekresi insulin (insulin secretagogue) : sulfonilurea dan glinid2. Penambah sensitivitas terhadap insulin : metformin, tiazolidindon3. Penghambat glukoneonegesis (metformin)4. Penghambat absorbs glukosa: penghambat glukosidase alfa5. DPP-IV inhibitor

1) Pemicu Sekresi InsulinA. Sulfonilurea

Obat golongan ini mempunyai efek utama meningkatkansekresi insulin oleh sel beta pankreas, dan merupakan pilihan utama untuk pasien dengan berat badan normal dan kurang. Namun masih boleh diberikan kepada pasien dengan berat badan lebih. Untuk menghindari hipoglikemia berkepanjangan pada berbagai keadaaan seperti orang tua, gangguan faal ginjal

Page 4: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

dan hati, kurang nutrisi serta penyakit kardiovaskular, tidak dianjurkan penggunaan sulfonilurea kerja panjang.

B. GlinidGlinid merupakan obat yang cara kerjanya sama dengan sulfonilurea, dengan penekanan

pada peningkatan sekresi insulin fase pertama. Golongan ini terdiri dari 2 macam obat yaitu Repaglinid (derivat asam benzoat) dan Nateglinid (derivat fenilalanin). Obat ini diabsorpsi dengan cepat setelah pemberian secara oral dan diekskresi secara cepat melalui hati. Obat ini dapat mengatasi hiperglikemia post prandial.

2.) Peningkat sensitivitas terhadap insulinA. Tiazolidindion

Tiazolidindion (pioglitazon) berikatan pada Peroxisome Proliferator Activated Receptor Gamma (PPAR-g), suatu reseptor inti di sel otot dan sel lemak. Golongan ini mempunyai efek menurunkan resistensi insulin dengan meningkatkan jumlah protein pengangkut glukosa, sehingga meningkatkan ambilan glukosa di perifer. Tiazolidindion dikontraindikasikan pada pasien dengan gagal jantung kelas I-IV karena dapat memperberat edema/retensi cairan dan juga pada gangguan faal hati. Pada pasien yang menggunakan tiazolidindion perlu dilakukan pemantauan faal hati secara berkala. *golongan rosiglitazon sudah ditarik dari peredaran karena efek sampingnya.

3. Penghambat glukoneogenesisA. Metformin

Obat ini mempunyai efek utama mengurangi produksi glukosa hati (glukoneogenesis), di samping juga memperbaiki ambilan glukosa perifer. Terutama dipakai pada penyandang diabetes gemuk. Metformin dikontraindikasikan pada pasien dengan gangguan fungsi ginjal (serum kreatinin >1,5 mg/dL) dan hati, serta pasienpasien dengan kecenderungan hipoksemia (misalnya penyakit serebro-vaskular, sepsis, renjatan, gagal jantung). Metformin dapat memberikan efek samping mual. Untuk mengurangi keluhan tersebut dapat diberikan pada saat atau sesudah makan. Selain itu harus diperhatikan bahwa pemberian metformin secara titrasi pada awal penggunaan akan memudahkan dokter untuk memantau efek samping obat tersebut.

4. Penghambat Glukosidase Alfa (Acarbose)Obat ini bekerja dengan mengurangi absorpsi glukosa di usus halus, sehingga

mempunyai efek menurunkan kadar glukosa darah sesudah makan. Acarbose tidak menimbulkan efek samping hipoglikemia. Efek samping yang paling sering ditemukan ialah kembung dan flatulens.

5. DPP-IV inhibitor

Page 5: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

Glucagon-like peptide-1 (GLP-1) merupakan suatu hormone peptida yang dihasilkan oleh sel L di mukosa usus. Peptida ini disekresi oleh sel mukosa usus bila ada makanan yang masuk ke dalam saluran pencernaan. GLP-1 merupakan perangsang kuat penglepasan insulin dan sekaligus sebagai penghambat sekresi glukagon. Namun demikian, secara cepat GLP-1 diubah oleh enzim dipeptidyl peptidase-4 (DPP-4), menjadi metabolit GLP-1-(9,36)- amide yang tidak aktif. Sekresi GLP-1 menurun pada DM tipe 2, sehingga upaya yang ditujukan untuk meningkatkan GLP-1 bentuk aktif merupakan hal rasional dalam pengobatan DM tipe 2. Peningkatan konsentrasi GLP-1 dapat dicapai dengan pemberian obat yang menghambat kinerja enzim DPP-4 (penghambat DPP-4), atau memberikan hormon asli atau analognya (analog incretin=GLP-1 agonis). Berbagai obat yang masuk golongan DPP-4 inhibitor, mampu menghambat kerja DPP-4 sehingga GLP-1 tetap dalam konsentrasi yang tinggi dalam bentuk aktif dan mampu merangsang penglepasan insulin serta menghambat penglepasan glukagon.

Mekanisme kerja OHO, efek samping utama, serta pengaruh obat terhadap penurunan A1C dapat dilihat pada tabel.Cara pemberian OHO, terdiri dari :

1. OHO dengan dosis kecil dan ditingkatkan dengan secara bertahap sesuai respons kadar glukosa darah, dapat diberikan dosis hamper maksimal.

2. Sulfoniluria generasi I dan II : 15-30 menit sebelum makan3. Glimepirid : sebelum / sesaat sebelum makan4. Repaglinid, nateglinid : sesaat / sebelum makan5. Metformin : sebelum / pada saat / sesudah makan6. Penghambat glukosidase α (acarbose) : bersama makan suapan pertama7. Tiazolindindon : tidak tergantung pada jadwal makan

Page 6: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

B. Suntikan1. Insulin2. Agonist GLP-1/incretin mimetic

1.InsulinInsulin diperlukan pada keadaan :

1. Penurunan berat badan yang cepat

Page 7: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

2. Hiperglikemia berat yang disertai asidosis 3. Ketoasidosis diabetic4. Hiperglikemia hiperosmolar non ketotik5. Hiperglikemia dengan asidosis laktat6. Gagal kombinasi OHO dosis hamper maksimal7. Stress berta (infeksi sistemik,operasi besar, IMA, stroke)8. Kehamilan dengan DM gestasional yang tidak terkendali dengan perencanaan makan9. Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat10. Kontraindikasi dan atau alergi terhadap OHO

Jenis dan lama kerja insulin1. Insulin erja cepat (rapid acting insulin)2. Insulin kerja pendek (short acting insulin)3. Insulin kerja menengah (intermediate acting insulin)4. Insulin kerja panjang (long acting insulin) 5. Insulin campuran tetap, kerja pendek dan menengah (premixed insulin)

Dasar pemikiran terapi insulin: Sekresi insulin fisiologis terdiri dari sekresi basal dan sekresi prandial. Terapi insulin

diupayakan mampu meniru pola sekresi insulin yang fisiologis. Defisiensi insulin mungkin berupa defisiensi insulin basal, insulin prandial atau

keduanya. Defisiensi insulin basal menyebabkan timbulnya hiperglikemia pada keadaan puasa, sedangkan defisiensi insulin prandial akan menimbulkan hiperglikemia setelah makan.

Terapi insulin untuk substitusi ditujukan untuk melakukan koreksi terhadap defisiensi yang terjadi.

Sasaran pertama terapi hiperglikemia adalah mengendalikan glukosa darah basal (puasa, sebelum makan). Hal ini dapat dicapai dengan terapi oral maupun insulin. Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah basal adalah insulin basal (insulin kerja sedang atau panjang).

Penyesuaian dosis insulin basal untuk pasien rawat jalan dapat dilakukan dengan menambah 2-4 unit setiap 3-4 hari bila sasaran terapi belum tercapai.

Apabila sasaran glukosa darah basal (puasa) telah tercapai, sedangkan A1C belum mencapai target, maka dilakukan pengendalian glukosa darah prandial (meal-related). Insulin yang dipergunakan untuk mencapai sasaran glukosa darah prandial adalah insulin kerja cepat (rapid acting) atau insulin kerja pendek (short acting). Kombinasi insulin basal dengan insulin prandial dapat diberikan subkutan dalam bentuk 1 kali insulin basal + 1 kali insulin prandial (basal plus), atau 1 kali basal + 2 kali prandial (basal 2 plus), atau 1 kali basal + 3 kali prandial (basal bolus).

Page 8: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

Insulin basal juga dapat dikombinasikan dengan OHO untuk menurunkan glukosa darah prandial seperti golongan obat peningkat sekresi insulin kerja pendek (golongan glinid), atau penghambat penyerapan karbohidrat dari lumen usus (acarbose).

Terapi insulin tunggal atau kombinasi disesuaikan dengan kebutuhan pasien dan respons individu, yang dinilai dari hasil pemeriksaan kadar glukosa darah harian.

Cara Penyuntikan Insulin Insulin umumnya diberikan dengan suntikan di bawah kulit (subkutan), dengan arah

alat suntik tegak lurus terhadap cubitan permukaan kulit. Pada keadaan khusus diberikan intramuskular atau intravena secara bolus atau drip. Terdapat sediaan insulin campuran (mixed insulin) antara insulin kerja pendek dan

kerja menengah, dengan perbandingan dosis yang tertentu. Apabila tidak terdapat sediaan insulin campuran tersebut atau diperlukan perbandingan dosis yang lain, dapat dilakukan pencampuran sendiri antara kedua jenis insulin tersebut.

Lokasi penyuntikan, cara penyuntikan maupun cara insulinvharus dilakukan dengan benar, demikian pula mengenai rotasi tempat suntik.

Apabila diperlukan, sejauh sterilitas penyimpanan terjamin, semprit insulin dan jarumnya dapat dipakai lebih dari satu kali oleh penyandang diabetes yang sama.

Harus diperhatikan kesesuaian konsentrasi insulin dalam kemasan (jumlah unit/mL) dengan semprit yang dipakai (jumlah unit/mL dari semprit). Dianjurkan memakai konsentrasi yang tetap. Saat ini yang tersedia hanya U100 (artinya 100 unit/mL).

Efek samping terapi insulin Hipoglikemia Reaksi imunologi terhadap insulin yang menimbulkan alergi insulin atau resistensi

insulin

2. Agonis GLP-1Pengobatan dengan dasar peningkatan GLP-1 merupakan pendekatan baru untuk

pengobatan DM. Agonis GLP-1 dapat bekerja sebagai perangsang penglepasan insulin yang tidak menimbulkan hipoglikemia ataupun peningkatan berat badan yang biasanya terjadi pada pengobatan dengan insulin ataupun sulfonilurea. Agonis GLP-1 bahkan mungkin menurunkan berat badan. Efek agonis GLP-1 yang lain adalah menghambat penglepasan glukagon yang diketahui berperan pada proses glukoneogenesis. Pada percobaan binatang, obat ini terbukti memperbaiki cadangan sel beta pankreas. Efek samping yang timbul pada pemberian obat ini antara lain rasa sebah dan muntah

C. Terapi KombinasiPemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis rendah, untuk kemudian

dinaikkan secara bertahap sesuai dengan respons kadar glukosa darah. Bersamaan dengan pengaturan diet dan kegiatan jasmani, bila diperlukan dapat dilakukan pemberian OHO tunggal atau kombinasi OHO sejak dini. Terapi dengan OHO kombinasi (secara terpisah

Page 9: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

ataupun fixed-combination dalam bentuk tablet tunggal), harus dipilih dua macam obat dari kelompok yang mempunyai mekanisme kerja berbeda. Bila sasaran kadar glukosa darah belum tercapai, dapat puladiberikan kombinasi tiga OHO dari kelompok yang berbeda atau kombinasi OHO dengan insulin. Pada pasien yang disertai dengan alasan klinis di mana insulin tidak memungkinkan untuk dipakai, terapi dengan kombinasi tiga OHO dapat menjadi pilihan. Untuk kombinasi OHO dan insulin, yang banyak dipergunakan adalah kombinasi OHO dan insulin basal (insulin kerja menengah atau insulin kerja panjang) yang diberikan pada malam hari menjelang tidur. Dengan pendekatan terapi tersebut pada umumnya dapat diperoleh kendali glukosa darah yang baik dengan dosis insulin yang cukup kecil. Dosis awal insulin kerja menengah adalah 6-10 unit yang diberikan sekitar jam 22.00, kemudian dilakukan evaluasi dosis tersebut dengan menilai kadar glukosa darah puasa keesokan harinya. Bila dengan cara seperti di atas kadar glukosa darah sepanjang hari masih tidak terkendali, maka OHO dihentikan dan diberikan terapi kombinasi insulin.

Penilaian hasil terapiPemeriksaan yang dilakukan untuk menilai hasil terapi adalah :

1. Pemeriksaan kadar glukosa darah2. Pemeriksaan A1C (glikohemoglobin)3. Pemantauan glukosa darah mandiri (PGDM)4. Pemeriksaan glukosa urin5. Penentuan benda keton

Prosedur pemantauan1. Tes dilakukan pada waktu (tergantung tujuan pemeriksaan)

-. Sebelum makan-. 2 jam sesudah makan-. Sebelum tidur malam

2. Pasien dengan kendali buruk/tidak stabil dilakukan tes setiap hari3. Pasien dengan kendali buruk/atau tidak stabil sebaiknya tes dilakukan secara rutin.

Pemantauan dapat lebih jarang (minggu sampai bulan) apabila pasien terkontrol baik secara konsisten.

4. Pemantauan gukosa darah pada pasien yang mendapatkan terapi insulin, ditujukan jugauntuk penyesuaian dosis insulin dan memantau timbulnya hipoglikemia.

5. Tes lebih sering dilakukan pada pasien yang melakukan aktivitas tinggi, pada keadaan krisis, atau pada pasien yang sulit mencapai target terapi (selalu tinggi atau sering mengalami hipoglikemia), juga pada saat perubahan dosis terapi.

Kriteria pengendalian DM

Page 10: Refkas DM Dr Robhikul SpPD

Untuk mencegah terjadinya komplikasi kronik, diperlukan pengendalian DM yang baik yang merupakan sasaran terapi. Diabetes terkendali baik, apabila kadar glukosa darah mencapai kadar yang diharapkan serta kadar lipid dan A1C juga mencapai kadar yang diharapkan.

Tabel kriteria pengendalian DM

Untuk pasien berumur lebih dari 60 tahun dengan komplikasi,sasaran kendali kadar glukosadarah dapat lebih tinggi dari biasa (puasa 100-125 mg/dl, dan sesudah makan 145-180 mg/dl)