8
Menjadi Saudara Bagi Yang Sakit Fr. M. Joko Lelono, Pr Saya menjalani live in di Rumah Sakit Brayat Minulya (RSBM) selama sepuluh hari (17- 27 Oktober 2013). Tinggal dan sejenak berada bersama di RSBM membuat saya tahu apa artinya menjadi saudara bagi yang sakit. Di tempat ini saya menemukan RSBM bukan sebagai rumah sakit melainkan sebagai HOSPITAL. Meski arti katanya sama, tetapi dari segi makna Rumah sakit itu berbeda dari hospital. Sementara Rumah Sakit menunjuk pada tempat orang-orang sakit tinggal dan dirawat, kata hospital lebih menunjuk pada hospitality (keramahtamahan). Kata ini berasal dari kata ‘hospitisbentuk pluralnya ‘hospes’ yang berarti ‘tamu’. Dalam bahasa italia, rumah sakit adalah ‘Ospedale’ yang mempunyai akar kata yang sama dengan ‘ospiti’ yang berarti tamu. Bahasa-bahasa turunan latin (Perancis, Spanyol dan Portugis) mempunyai hal yang sama. Dari asal-usulnya kiranya menjadi jelas sikap kita terhadap mereka yang datang kepada kita, harus dipandang sebagai tamu yang harus dihormati. Kita kurang beruntung sebab istilah kita –rumah sakit- berasal dari bahasa Belanda dan Jerman “Kranken House” yang secara hurufiah berarti rumah =house dan sakit = kranken. (Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, Etika Medis Katolik, 2013). Di RSBM saya menemui bagaimana unsur keramahtamahan (hospitality) hendak dibangun. Kebiasaan menegur pasien dengan senyum, menghibur mereka yang sakit dengan siaran dari radio Pastoral Care dan juga usaha untuk menanggapi serta melayani

REFLEKSI

  • Upload
    gitta

  • View
    216

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Menjadi Saudara Bagi Yang SakitFr. M. Joko Lelono, Pr Saya menjalani live in di Rumah Sakit Brayat Minulya (RSBM) selama sepuluh hari (17- 27 Oktober 2013). Tinggal dan sejenak berada bersama di RSBM membuat saya tahu apa artinya menjadi saudara bagi yang sakit. Di tempat ini saya menemukan RSBM bukan sebagai rumah sakit melainkan sebagai HOSPITAL. Meski arti katanya sama, tetapi dari segi makna Rumah sakit itu berbeda dari hospital. Sementara Rumah Sakit menunjuk pada tempat orang-orang sakit tinggal dan dirawat, kata hospital lebih menunjuk pada hospitality (keramahtamahan). Kata ini berasal dari kata ‘hospitis’ bentuk pluralnya ‘hospes’ yang berarti ‘tamu’. Dalam bahasa italia, rumah sakit adalah ‘Ospedale’ yang mempunyai akar kata yang sama dengan ‘ospiti’ yang berarti tamu. Bahasa-bahasa turunan latin (Perancis, Spanyol dan Portugis) mempunyai hal yang sama. Dari asal-usulnya kiranya menjadi jelas sikap kita terhadap mereka yang datang kepada kita, harus dipandang sebagai tamu yang harus dihormati. Kita kurang beruntung sebab istilah kita –rumah sakit- berasal dari bahasa Belanda dan Jerman “Kranken House” yang secara hurufiah berarti rumah =house dan sakit = kranken. (Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, Etika Medis Katolik, 2013). Di RSBM saya menemui bagaimana unsur keramahtamahan (hospitality) hendak dibangun. Kebiasaan menegur pasien dengan senyum, menghibur mereka yang sakit dengan siaran dari radio Pastoral Care dan juga usaha untuk menanggapi serta melayani pasien dengan keramahtamahan yang saya lihat dan alami sendiri. Memang, tidak selamanya hal ini mudah dijalani, mengingat bagaimana para perawat di ruang ICU yang harus bergulat dengan pekerjaan yang itu-itu saja, dengan pasien yang menjengkelkan karena tidak mau tenang padahal dalam keadaan lemah. Atau, suatu ketika saya ikut jaga malam di ruang IGD. Saya melihat sendiri bagaimana para perawat dan dokter harus melayani dengan penuh kesabaran pasien yang datang beruntun. Malam itu pasien yang datang berjumlah 16 orang. Kata Mbak Lili dan Mas Agus yang kebetulan berjaga bersama malam itu, jumlah ini termasuk banyak. Namun, atas nama keramahtamahan, tugas ini dikerjakan oleh pelayan kesehatan yang ada di sana dengan baik. Pengalaman keramahtamahan lain adalah usaha untuk memperkenalkan diri kepada pasien setiap kali ganti shift. Ini bukan suatu yang umum saya temui di rumah sakit lain. Saya rasa ini adalah usaha dari rumah sakit untuk menjadi saudara yang dekat dengan mereka yang sakit. Kita tidak bersikap sebagai penguasa atas mereka, melainkan saudara bagi mereka. Usaha untuk saling dekat tidak hanya terjadi antara perawat, dokter, Suster, CS, dan keamanan dengan pasien, tetapi juga antara di antara staf rumah sakit sendiri. Saya teringat saat seorang perawat hendak mengundurkan diri, Mbak Ulung namanya lalu diadakan acara perpisahan sederhana di ruang IGD. Saat itu saya mengalami yang namanya kebersamaan yang hidup. Suasana saling mengejek, suasana saling meneguhkan dan suasana saling mendukung terasa di sana. Dalam suasana itu tidak ada sekat antara dokter, perawat, Suster, kami (para frater), keamanan dan CS. Pepatah kuno mengatakan, “Hanya orang yang dekat yang bisa saling mengejek, tanpa disertai kemarahan!”. Kebenaran kata-kata ini saya temukan dalam kebersamaan di rumah sakit ini. Akhirnya, terima kasih karena saya boleh belajar bagaimana menjadi saudara bagi yang sakit. Saya menangkap pentingnya kerendahan hati untuk menjaga keramahtamahan. Semua itu tidak selalu mudah. Namun, apa sih artinya mudah dan tidak mudah, wong nyatanya hidup ini tidak selamanya mudah, tidak pula selamanya sulit. Yesus bersabda, “Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari” (Mat 6:34). Itu sudah!DIPULIHKAN DARI KEPAHITAN DAN DILEPASKAN DARI KEBIASAAN DOSAOleh : Anisa Mayasari (Instalasi Ra

Citation preview

Menjadi Saudara Bagi Yang SakitFr. M. Joko Lelono, Pr

Saya menjalani live in di Rumah Sakit Brayat Minulya (RSBM) selama sepuluh hari (17- 27 Oktober 2013). Tinggal dan sejenak berada bersama di RSBM membuat saya tahu apa artinya menjadi saudara bagi yang sakit. Di tempat ini saya menemukan RSBM bukan sebagai rumah sakit melainkan sebagai HOSPITAL. Meski arti katanya sama, tetapi dari segi makna Rumah sakit itu berbeda dari hospital. Sementara Rumah Sakit menunjuk pada tempat orang-orang sakit tinggal dan dirawat, kata hospital lebih menunjuk pada hospitality (keramahtamahan). Kata ini berasal dari kata hospitis bentuk pluralnya hospes yang berarti tamu. Dalam bahasa italia, rumah sakit adalah Ospedale yang mempunyai akar kata yang sama dengan ospiti yang berarti tamu. Bahasa-bahasa turunan latin (Perancis, Spanyol dan Portugis) mempunyai hal yang sama. Dari asal-usulnya kiranya menjadi jelas sikap kita terhadap mereka yang datang kepada kita, harus dipandang sebagai tamu yang harus dihormati. Kita kurang beruntung sebab istilah kita rumah sakit- berasal dari bahasa Belanda dan Jerman Kranken House yang secara hurufiah berarti rumah =house dan sakit = kranken. (Dr. CB. Kusmaryanto, SCJ, Etika Medis Katolik, 2013).

Di RSBM saya menemui bagaimana unsur keramahtamahan (hospitality) hendak dibangun. Kebiasaan menegur pasien dengan senyum, menghibur mereka yang sakit dengan siaran dari radio Pastoral Care dan juga usaha untuk menanggapi serta melayani pasien dengan keramahtamahan yang saya lihat dan alami sendiri. Memang, tidak selamanya hal ini mudah dijalani, mengingat bagaimana para perawat di ruang ICU yang harus bergulat dengan pekerjaan yang itu-itu saja, dengan pasien yang menjengkelkan karena tidak mau tenang padahal dalam keadaan lemah. Atau, suatu ketika saya ikut jaga malam di ruang IGD. Saya melihat sendiri bagaimana para perawat dan dokter harus melayani dengan penuh kesabaran pasien yang datang beruntun. Malam itu pasien yang datang berjumlah 16 orang. Kata Mbak Lili dan Mas Agus yang kebetulan berjaga bersama malam itu, jumlah ini termasuk banyak. Namun, atas nama keramahtamahan, tugas ini dikerjakan oleh pelayan kesehatan yang ada di sana dengan baik. Pengalaman keramahtamahan lain adalah usaha untuk memperkenalkan diri kepada pasien setiap kali ganti shift. Ini bukan suatu yang umum saya temui di rumah sakit lain. Saya rasa ini adalah usaha dari rumah sakit untuk menjadi saudara yang dekat dengan mereka yang sakit. Kita tidak bersikap sebagai penguasa atas mereka, melainkan saudara bagi mereka.

Usaha untuk saling dekat tidak hanya terjadi antara perawat, dokter, Suster, CS, dan keamanan dengan pasien, tetapi juga antara di antara staf rumah sakit sendiri. Saya teringat saat seorang perawat hendak mengundurkan diri, Mbak Ulung namanya lalu diadakan acara perpisahan sederhana di ruang IGD. Saat itu saya mengalami yang namanya kebersamaan yang hidup. Suasana saling mengejek, suasana saling meneguhkan dan suasana saling mendukung terasa di sana. Dalam suasana itu tidak ada sekat antara dokter, perawat, Suster, kami (para frater), keamanan dan CS. Pepatah kuno mengatakan, Hanya orang yang dekat yang bisa saling mengejek, tanpa disertai kemarahan!. Kebenaran kata-kata ini saya temukan dalam kebersamaan di rumah sakit ini.

Akhirnya, terima kasih karena saya boleh belajar bagaimana menjadi saudara bagi yang sakit. Saya menangkap pentingnya kerendahan hati untuk menjaga keramahtamahan. Semua itu tidak selalu mudah. Namun, apa sih artinya mudah dan tidak mudah, wong nyatanya hidup ini tidak selamanya mudah, tidak pula selamanya sulit. Yesus bersabda, Sebab itu janganlah kamu kuatir akan hari besok, karena hari besok mempunyai kesusahannya sendiri. Kesusahan sehari cukuplah untuk sehari (Mat 6:34). Itu sudah!DIPULIHKAN DARI KEPAHITAN DAN DILEPASKAN

DARI KEBIASAAN DOSA

Oleh : Anisa Mayasari (Instalasi Radiologi)

Saya dilahirkan dari keluarga Kristen yang taat dalam beribadah. Sejak kecil saya diajarkan untuk rajin pergi kegereja dan ke persekutuan doa. Selain itu, dalam keluarga, saya selalu diajarkan untuk hidup jujur, bersih, rajin, membanggakan orang tua, tidak boleh bertengkar, suka menolong dan perbuatan baik lainnya.

Meskipun begitu, saya sering melihat kedua orang tua saya bertengkar, suka berbicara kasar, bahkan sering juga memukul dan ketika saya berbuat kesalahan, saya akan dibentak dan kadang sampai tidak mengajak saya berbicara selama beberapa hari. Hal tersebut yang membuat saya memiliki kepahitan terhadap orang tua saya, mudah sekali marah dan sulit mengampuni orang lain.

Selain itu, meskipun saya rajin pergi kegereja, namun saya tidak mengerti tentang dosa, sebagai contoh, sejak SD saya memiliki kebiasaan mencontek dan memberi contekan kepada teman-teman saya, saya tidak menganggap kalau mencontek itu bukan perbuatan dosa tapi menganggapnya sebagai hal yang wajar, bahkan saya menganggap kalau memberi contekan kepada teman itu adalah suatu perbuatan baik karena saya dapat menolong teman yang kesulitan.

Hal tersebut berlangsung sampai saya kelas 2 SMA, pada waktu ada persekutuan doa di sekolah tanggal 27 maret 2009, ada teman saya yang menjelaskan mengenai status manusia yang berdosa (roma 3:23; roma 6:23), perbuatan baik tidak bisa menyelamatkan (yesaya 64:6), dan ketika orang berdosa tersebut mati, maka akan dihukum dineraka, tepat seperti yang dikatakan pada wahyu 21:8 Tetapi orang-orang penakut, orang-orang yang tidak percaya, orang-orang sundal, tukang-tukang sihir, penyembah-penyembah berhala dan semua pendusta, mereka akan mendapat bagian mereka di dalam lautan yang menyala-nyala oleh api dan belerang : inilah kematian yang kedua. Agar manusia lepas dari hukuman itu, manusia harus menerima Kristus secara pribadi (roma 10:9 ; 1 yohanes 5: 11-13).Meskipun saya rajin beribadah, namun saya masih merasa hidup dalam dosa dan belum menerima Tuhan Yesus sebagai Juruselamat saya, maka dari itu saya merespon dan mau menerina Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat saya dengan cara berdoa mengakui dosa-dosa yang telah saya perbuat, mengakui bahwa Yesus telah mati bagi dosa-dosa saya, dan mengundangNya untuk masuk kedalam hati saya.

Setelah saya berdoa saya merasa biasa-biasa saja, namun saya percaya kalau dosa saya sudah diampuni, dan saya akan masuk surga ketika saya meninggal nanti. Hal ini tepat seperti yang dikatakan pada yohanes 5:24 Aku berkata kepadamu, sesungguhnya barangsiapa yang mendengar perkataanku dan percaya kepada Dia yang mengutus Aku, ia mempunyai hidup yang kekal, tidak turut dihukum, sebab mereka sudah pindah dari dalam maut kedalam hidup.

Semenjak saat itu, hidup saya mulai berubah sedikit demi sedikit. Saya kagum terhadap cara Tuhan untuk menyelesaikan persoalan-persoalan saya, Tuhan memakai orang dan berbagai kesempatan untuk mengubah watak dan kebiasaan dosa saya, saya mulai memutuskan untuk tidak akan mencontek maupun memberi contekan kepada teman-teman saya, namun, karena hal ini, saya dijauhi dan dimusuhi oleh teman-teman saya, tapi saya percaya Tuhan akan selalu membela anak-anakNya. Saya juga dipulihkan dari kepahitan terhadap orang tua saya, saya bisa memaafkan kesalahan orang tua saya dan mengasihi mereka, saya bisa untuk tidak mudah marah terhadap orang lain. Tapi, kadang saya bisa marah, dan kadang masih butuh waktu yang lama untuk memaafkan orang. Namun saya belajar setelah marah saya harus minta maaf, dan juga belajar menyerahkan kemarahan saya kepada Tuhan.

Saya pun mulai memiliki waktu khusus untuk bersekutu dengan Tuhan, saya mulai belajar firman Tuhan dalam Kelompok Pendalaman Alkitab, punya kebiasaan berdoa, dan membaca alkitab. Saya sangat bersyukur untuk kehidupan baru yang saya miliki sekarang.

Nah, sudahkah anda mengalami hal yang saya alami? Tuhan Yesus rindu supaya andapun juga mengalami hal yang sama. Kalau anda menerima Tuhan Yesus sebagai Tuhan dan Juruselamat anda, maka anda akan memiliki kehidupan yang baru. Terimalah DIA saat ini juga!!! Amien....