27
Clinical Science Session KELAINAN REFRAKSI Oleh : Hidayat 1301-1207-0003 Christian Budiman 1301-1207-0009 Preceptor : dr. Susanti Natalya S, Sp.M., M.kes

refraction

Embed Size (px)

DESCRIPTION

lol

Citation preview

Page 1: refraction

Clinical Science Session

KELAINAN REFRAKSI

Oleh :

Hidayat

1301-1207-0003

Christian Budiman

1301-1207-0009

Preceptor :

dr. Susanti Natalya S, Sp.M., M.kes

Bagian Ilmu Kesehatan Mata

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

Rumah Sakit Mata Cicendo

Page 2: refraction

2008

KELAINAN REFRAKSI

I. PENDAHULUAN

Mata dapat dianggap sebagai kamera potret, dimana sistem refraksinya

menghasilkan bayangan kecil dan terbalik di retina. Rangsangan ini diterima oleh sel

batang dan kerucut di retina, yang diteruskan melalui saraf optik nervus kedua, ke

korteks serebri pusat penglihatan, yang kemudian tampak sebagai bayangan yang

tegak. Supaya bayangan tidak kabur, kelebihan cahaya diserap oleh lapisan epitel

pigmen di retina. Bila intensitas cahaya terlalu tinggi, pupil akan mengecil untuk

menguranginya. Refraksi mata ditentukan oleh media refraksi yang terdiri atas

kornea, humor akueus, lensa, badan kaca (vitreous humor) dan panjangnya bola mata.

Tetapi untuk tujuan praktis, refraksi mata terjadi di dua tempat, yaitu permukaan

anterior kornea dan lensa. Daya refraksi kornea hampir sama dengan humor akueus,

sedang daya refraksi lensa hampir sama pula dengan badan kaca. Keseluruhan sistem

refraksi mata ini membentuk lensa yang cembung dengan fokus 23 mm. Dengan

demikian pada mata yang emetrop, dalam keadaan mata istirahat, sinar yang sejajar,

yang datang di mata akan dibiaskan tepat di fovea sentralis dari retina.

Terdapat beberapa titik dalam bidang refraksi, seperti punctum proksimum

yang merupakan titik terdekat dimana seseorang masih dapat melihat dengan jelas.

Punctum remotum adalah titik terjauh dimana seseorang masih dapat melihat dengan

jelas. Titik ini merupakan titik dalam ruang yang berhubungan dengan retina atau

foveola bila mata istirahat.

Pada keadaan normal, cahaya tidak terhingga akan terfokus pada retina,

demikian pula bila benda jauh didekatkan, maka dengan adanya daya akomodasi

benda dapat difokuskan pada retina. Dengan berakomodasi, maka benda pada jarak

yang berbeda-beda akan terfokus pada retina.

Akomodasi adalah kemampuan lensa untuk mencembung yang terjadi akibat

kontraksi otot siliar. Akibat akomodasi, daya pembiasan lensa bertambah kuat,

kekuatan akomodasi akan meningkat sesuai kebutuhan. Makin dekat benda, makin

kuat mata harus berakomodasi. Kekuatan akomodasi diatur oleh refleks akomodasi.

Page 3: refraction

Reflek ini akan bangkit bila mata melihat kabur, dan pada waktu konvergensi atau

melihat dekat.

Dikenal beberapa teori akomodasi seperti :

- Teori akomodasi Hemholtz

dimana zonula zinn kendor akibat kontraksi otot siliar sirkular, mengakibatkan

lensa yang elastis menjadi cembung dan diater menjadi kecil

- Teori akomodasi Thsernig

dasarnya adalah bahwa nucleus lensa tidak dapat berubah bentuk sedang yang

dapat berubah bentuk adalah bagian lensa superfisial atau korteks lensa.

II. DEFINISI VISUS

Visus adalah kekuatan penglihatan atau indra khusus yang dapat menangkap kualitas

suatu objek (warna, ukuran, bentuk, terang/gelap) yang diperantarai oleh mata.

III. KELAINAN-KELAINAN REFRAKSI

Mata yang normal, disebut sebagai mata emetrop. Sedangkan mata yang mengalami

kelainan refraksi disebut sebagai ametrop.

Kelainan refraksi adalah kelainan pembiasan sinar oleh media penglihatan yang terdiri

dari kornea, cairan mata, lensa, badan kaca, atau panjang bola mata sehingga

bayangan benda tidak dibiaskan tepat pada daerah macula lutea tanpa bantuan

akomodasi.

3.1. Emetrop

Emetrop adalah mata tanpa adanya kelainan refraksi pembiasan sinar mata dan

berfungsi normal. Pada mata ini daya bias mata adalah normal, dimana sinar-sinar

sejajar difokuskan sempurna di retina tanpa bantuan akomodasi. Mata emetrop akan

mempunyai penglihatan normal, atau 6/6 bila media penglihatan seperti kornea, lensa,

badan kaca tidak keruh maka sinar dapat diteruskan ke makula lutea.

3. 2. Ametrop

Ametrop adalah suatu kondisi dimana sinar sejajar yang datang tidak difokuskan

tepat ke retina pada mata yang berada pada keadaan istirahat atau tanpa akomodasi.

Sinar sejajar yang datang dapat difokuskan di depan atau di belakang retina.

Page 4: refraction

Keseimbangan dalam pembiasan sebagian besar ditentukan oleh dataran depan

dan kelengkungan kornea dan panjangnya bola mata. Kornea mempunyai daya

pembiasan terkuat dibanding bagian mata lainnya. Lensa memegang peranan

membiaskan sinar terutama pada saat melakukan akomodasi atau bila melihat benda

yang dekat. Panjang bola mata seseorang dapat berbeda-beda. Bila terdapat kelainan

pembiasan sinar oleh kornea (mendatar, mencembung) atau adanya perubahan

panjang bola mata maka sinar normal tidak dapat terfokus pada macula. Keadaan ini

disebut ametropia yang dapat berupa myopia, hipermetropia, atau astigmatisma

3. 2. 1. Myopia

Myopia adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana pada keadaan istirahat

atau tanpa akomodasi, sinar sejajar difokuskan di depan retina.

Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan myopia:

- Aksial : diameter antero-posterior dari bola mata lebih besar dari

normal. Disini daya refraksi dari kornea, lensa dan posisi dari lensa

normal. Mata biasanya terlihat proptosis.

- Kurvatura : ukuran dari bola mata adalah normal, tetapi terdapat

peningkatan dari kurvatura kornea atau lensa. Peningkatan kurvatura

kornea misalkan pada keratokonus, megalokornea dan lenticonus,

sedangkan perubahan pada lensa misalnya terdapat pada katarak

intumescent.

- Peningkatan indeks refraksi : hal ini dapat terjadi pada keadaan sklerosis

nuklear dan pasien diabetik.

- Perubahan pada lokasi lensa : perubahan posisi ke anterior setelah

operasi glaukoma, subluksasi lensa.

Terjadinya miopi dipengaruhi oleh faktor genetik dan faktor lingkungan maupun

kombinasi keduanya.

1. Faktor genetik

Pada suatu penelitian menunjukkan bahwa gen memiliki peranan pada

terjadinya miopi. Suatu defek pada gen PAX6 diduga bertanggung jawab

terhadap terjadinya miopi. Akibat defek tersebut, maka akan terjadi perubahan

Page 5: refraction

ukuran anteroposterior bola mata selama fase perkembangan yang

menyebabkan bayangan jatuh pada fokus di depan retina. Faktor genetik

menyebabkan perubahan jalur biokimia yang menimbulkan kelainan pada

pembentukan jaringan ikat termasuk pada mata.

2. Faktor lingkungan

Selain faktor genetik ternyata Iingkungan juga memiliki peranan yang penting

dalam menyebabkan terjadinya miopi. Miopi disebabkan oleh kelemahan pada

otot-otot silier bola mata yang mengontrol bentuk lensa mata. Kelemahan otot

silier bola mata mengakibatkan lensa tidak mampu memfokuskan objek yang

jauh, sehingga objek terlihat kabur. Terjadinya kelemahan otot ini, akibat dan

banyaknya kerja mata pada jarak dekat, misalnya membaca buku atau bekerja

di depan komputer. (karena mata jarang digunakan untuk melihat jauh, otot-

otot tersebut jarang digunakan akibatnya menjadi lemah.)

Klasifikasi

Dikenal beberapa bentuk myopia, dapat dibagi berdasarkan

A. Derajat beratnya

B. Penyebabnya

C. Perjalanan penyakitnya

Menurut derajat beratnya, myopia dibagi dalam:

a. Myopia ringan, dimana myopia kecil, antara 1-3 dioptri

b. Myopia sedang, dimana myopia antara 3-6 dioptri

c. Myopia berat, dimana myopia lebih besar dari 6 dioptri

Page 6: refraction

Berdasarkan penyebabnya, myopia dibagi menjadi

i. Miopia aksialis

ii. Miopia pembiasan/ refraktif

1. Miopia aksialis

Oleh karena jarak anteroposterior yang terlalu panjang.

Hal ini dapat merupakan :

a. kelainan kongenital contohnya makroftalmus,

b. herediter contohnya pada pasien dengan myopia mempunyai riwayat

keluarga berkacamata negatif

c. akuisita/ dapatan;

bila membaca terlalu dekat maka seorang anak akan

berkonvergensi berlebihan. M. rektus internus akan berkontraksi

berlebihan sehingga bola mata terjepit oleh otot-otot mata luar

sehingga polus posterior mata memanjang

Posisi kepala sering membungkuk menyebabkan bendungan,

peradangan, serta kelemahan dari lapisan yang mengelilingi bola

mata, sehingga polus posterior menjadi memanjang

2. Miopia pembiasan

Penyebabnya terletak pada:

a. kornea: ada yang bersifat congenital contohnya keratokonus dan

keratoglobus. Ada pula yang didapat misalnya karena menderita

keratitis, kornea menjadi lemah, sehingga tekanan intraokuler akan

membuat kornea menonjol ke depan

b. lensa: lensa terlepas (luksasi/subluksasi) dari zonula zinii, pada katarak

lensa menjadi lebih cembung, perubahan lensa lebih ke anterior pada

operasi glaukoma

c. cairan mata: kadar gula yang meninggi di humor akueus menyebabkan

daya biasnya meninggi pula.

Sedangkan menurut perjalanannya, myopia dibagi atas:

a. Myopia stationer/simpleks, myopia yang menetap setelah dewasa

Page 7: refraction

b. Myopia progresif, myopia yang bertambah terus pada usia dewasa akibat

bertambah panjangnya bola mata.

c. Myopia maligna, myopia yang berjalan progresif yang dapat mengakibatkan

abalasio retina dan kebutaan.

Miopia simplek Miopia progresif Miopia maligna

Onset Muda – 20 tahun Sejak lahir, ditemukan

pada semua usia

Sama dengan miopia

progresif

Pola Naik sedikit lalu

berhenti

Bertambah terus (+/-

4D/tahun)

Lebih berat dari miopia

progresif

Besar Dioptri <5 atau 6 D > 6 D > 6D

Gejala subjektif dan objektif

Pasien dengan myopia akan menyatakan keluhan kesulitan melihat jauh, sakit

kepala, sering disertai dengan strabismus dan celah kelopak yang sempit. Seseorang

myopia mempunyai kebiasaan memicingkan matanya untuk mencegah aberasi sferis

atau untuk mendapatkan efek pin hole (lubang kecil). Pasien myopia mempunyai

punctum remotum yang dekat sehingga mata selalu dalam atau berkedudukan

konvergensi yang akan menimbulkan keluhan astenopia konvergensi. Bila kedudukan

mata ini menetap maka penderita akan terlihat strabismus divergen. Pada mata dengan

myopia tinggi akan terdapat pula kelainan pada fundus okuli yaitu hemeralopia yang

terjadi karena degenerasi makula dan degenerasi retina bagian perifer. Pada myopia

yang tinggi, mata penderita akan terlihat proptosis dan memiliki kamera okuli anterior

yang dalam.

Penyulit

Penyulit dapat timbul biasanya pada pasien dengan myopia tinggi, antara lain

adalah terjadinya ablasio retina, degenerasi vitreous, strabismus, perubahan

pigmentasi retina, perdarahan makula, glaukoma sudut terbuka dan post-cortical

katarak. Strabismus biasanya esotrofia, atau strabismus ke dalam akibat mata

berkonvergensi terus-menerus. Bila terdapat strabismus ke luar, mungkin fungsi satu

mata telah berkurang atau terdapat ambliopia.

Penatalaksanaan

Page 8: refraction

Penatalaksanaan pasien dengan myopia adalah dengan memberikan kacamata

sferis negatif terkecil yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal. Hal ini

dilakukan untuk memberikan istirahat pada mata dengan baik sesudah dikoreksi. Pada

myopia yang tinggi biasanya tidak diberikan koreksi penuh karena dapat

menyebabkan sakit kepala. Jika perlu dapat diberikan koreksi berupa lensa bifokal

untuk membaca. Terapi alternatif pada penderita myopia antara lain terapi dengan

operasi penggantian lensa dan terapi dengan sinar laser.

Prognosis

Prognosis pada pasien myopia simpleks atau stationer, setelah melewati usia

pubertas, myopia akan berjalan konstan. Sedangkan pada myopia progresif, myopia

akan terus meningkat dan komplikasi mungkin terjadi.

3. 2. 2. Hypermetropia

Hipermetropia adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana tanpa akomodasi,

sinar-sinar sejajar yang jatuh di kornea akan difokuskan di belakang retina. Untuk

sinar-sinar yang berjarak kurang dari 5 m, akan difokuskan lebih jauh di belakang

retina.

Patofisiologi

Faktor-faktor yang menyebabkan hipermetropia:

- Aksial : hipermetropia dapat terjadi bila diameter bola mata lebih pendek

dari normal

- Kurvatura: ukuran dari bola mata adalah normal, tetapi terdapat

penurunan dari kurvatura kornea atau lensa, sehingga bayangan

difokuskan di belakang lensa.

Page 9: refraction

- Penurunan indeks refraksi

- Perubahan lokasi lensa

Klasifikasi

Dikenal beberapa bentuk hipermetropia, yaitu:

a. Hipermetropia laten, adalah hipermetropia yang tidak dapat terdeteksi tanpa

pemberian siklopegik, karena dapat diimbangi seluruhnya dengan akomodasi.

Makin muda seseorang, makin besar komponen hipermetropia laten. Makin

tua seseorang, akan terjadi kelemahan akomodasi sehingga hipermetropia laten

menjadi hipermetropia fakultatif dan kemudian akan menjadi hipermetropia

absolut.

b. Hipermetropia manifest, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi tanpa

pemberian siklopegik (untuk memparalise proses akomodasi) dan koreksi

terbaik didapatkan dengan lensa positif yang terbesar. Hipermetropia ini

dibagi menjadi:

i. Hipermetropia fakultatif, dimana kelainan hipermetropia dapat

diimbangi dengan akomodasi yang kuat atau pemberian kacamata

positif.

ii. Hipermetropia absolut, dimana kelainan refraksi tidak diimbangi

dengan akomodasi dan memerlukan kacamata positif untuk

melihat jauh.

c. Hipermetropia total, adalah hipermetropia yang dapat terdeteksi setelah

akomodasi dilumpuhkan dengan obat sikloplegik.

Menurut penyebabnya, hipermetropi dapat dibagi menjadi

a. Hipermetropi aksialis: disebabkan sumbu mata anteroposterior yang

terlalu pendek. Keadaan ini dapat bersifat bawaan seperti pada

mikroftalmi, maupun dapatan seperti pada retinitis sentralis dan ablatio

retina.

b. Hipermetropi pembiasan: disebabkan daya biasnya kurang, Namur

sumbu matanya normal. Penyebabnya antara lain:

i. aplanatio kornea

Page 10: refraction

ii. lensa: sklerosis sehingga tidak secembung semula atau bisa

juga karena afakia.

iii. Cairan mata: pada penderita DM dengan pengobatan yang

berlebihan menyebabkan kadar gula pada humor akueus

menurun sehingga daya biasnya menurun pula

Gejala subjektif dan objektif

Gejala yang ditemukan pada penderita hipermetropia adalah penglihatan dekat

dan penglihatan jauh yang kabur (terutama pada penderita dengan hipermetropia yang

tinggi). Pasien hipermetropia sering mengeluh mata yang lelah dan sakit karena terus

menerus melakukan akomodasi untuk melihat atau memfokuskan bayangan yang

terletak di belakang macula agar terletak tepat di macula lutea. Keadaan ini disebut

astenopia akomodasi. Akibat terus menerus berakomodasi maka bola mata bersama-

sama melakukan konvergensi dan mata akan sering terlihat esotrofia atau juling ke

dalam. Mata hipermetropia sering memperlihatkan gejala ambliopia akibat mata tanpa

akomodasi tidak pernah melihat objek dengan baik dan jelas. Bila terdapat perbedaan

kekuatan hipermetropia antara kedua mata, maka akan terjadi ambliopia pada salah

satu mata. Mata ambliopia sering bergulir ke arah temporal atau eksoforia.

Penyulit

Penyulit pada pasien hipermetropia adalah esotrofia dan glaucoma. Glaucoma

sekunder terjadi akibat hipertrofi otot silier pada badan silier yang akan

mempersempit sudut bilik mata.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan hipermetropia adalah dengan memberikan

kacamata sferis positif terkuat yang memberikan ketajaman penglihatan maksimal.

Hal ini dilakukan untuk memberikan istirahat pada mata dengan baik sesudah

dikoreksi. Bila terdapat juling ke dalam atau esotrofia, maka diberikan kacamata

koreksi hipermetropi total. Namun, bila terdapat bakat juling keluar atau esoforia,

maka diberikan kacamata koreksi positif kurang.

3. 2. 3. Astigmatisma

Adalah suatu keadaan kelainan refraksi dimana terdapat perbedaan derajat

refraksi pada meridian yang berbeda. Berkas sinar tidak difokuskan pada satu titik

Page 11: refraction

dengan tajam pada retina akan tetapi pada dua garis api yang saling tegak lurus yang

terjadi akibat kelainan kelengkungan permukaan kornea (90%) dan kelainan

kelengkungan permukaan lensa (10%). Pada mata dengan astigmatisma, lengkungan

jari-jari pada satu meridian kornea lebih panjang daripada jari-jari meridian yang

tegak lurus padanya.

Bayi yang baru lahir biasanya mempunyai kornea yang bulat atau sferis yang

didalam perkembangannya terjadi keadaan apa yang disebut sebagai astigmatisma

with the rule (astigmatisma lazim) yang berarti kelengkungan kornea pada bidang

vertical bertambah atau lebih kuat atau jari-jarinya lebih pendek dibanding jari-jari

kelengkungan kornea di bidang horizontal. Pada keadaan astigmatisma lazim ini,

diperlukan lensa silindris negatif dengan sumbu 180 untuk memperbaiki kelainan

refraksi yang terjadi.

Pada usia pertengahan kornea menjadi lebih sferis kembali sehingga

astigmatisma menjadi against the rule (astigmatisma tidak lazim). Astigmatisma tidak

lazim adalah suatu keadaan kelainan refraksi astigmatisma dimana koreksi dengan

silinder negatif dilakukan dengan sumbu tegak lurus (60-120) atau dengan silinder

positif sumbu horizontal (30-150). Keadaan ini terjadi akibat kelengkungan kornea

pada meridian horizontal lebih kuat dibandingkan kelengkungan kornea vertical. Hal

ini sering ditemukan pada usia lanjut.

Bentuk astigmatisma:

Page 12: refraction

a. Astigmatisma reguler

adalah astigmatisma yang memperlihatkan kekuatan pembiasan bertambah atau

berkurang perlahan-lahan secara teratur dari satu meridian ke meridian

berikutnya. Bayangan yang terjadi pada astigmatisma reguler dengan bentuk

yang teratur, dapat berbentuk garis, lonjong atau lingkaran.

b. Astigmatisma irregular

Astigmatisma yang terjadi tidak mempunyai dua meridian yang saling tegak

lurus. Astigmatisma ini dapat terjadi akibat kelengkungan kornea pada meridian

yang sama berbeda sehingga bayangan menjadi ireguler. Astigmatisma ireguler

terjadi akibat infeksi kornea, trauma, dan distrofi atau akibat kelainan pembiasan

pada meridian lensa yang berbeda. Pada pemeriksaan placidoskopi terdapat

gambaran yang irreguler.

Pengobatan dengan lensa kontak keras bila epitel tidak rapuh atau lensa kontak

lembek bila disebabkan infeksi, trauma dan distrofi untuk memberikan efek

permukaan yang reguler.

Pemeriksaan astigmatisme

Terlebih dahulu dilakukan pemeriksaan tajam penglihatan dengan kartu Snellen,

pasang pinhole untuk menentukan apakah penurunan tajam penglihatan diakibatkan

oleh kelainan refraksi, Bila setelah diberi pinhole tajam penglihatan bertambah baik

maka kemungkinan ada kelainan refraksi (miopia, hipermetropia atau astigmatisme),

lakukan tes fogging bila dengan lensa cekung atau cembung tidak memberikan

perbaikan pada ketajaman penglihatan.

Page 13: refraction

Snellen Chart

Test Fogging yaitu uji pemeriksaan astigmatisma dengan memakai prinsip

mengistirahatkan akomodasi dengan memakai lensa positif. Dengan mata istirahat

pasien disuruh melihat astigmatisma dial (juring astigmat). Astigmatisma dial (juring

astigmat) yaitu garis berwarna hitam yang disusun radial dengan bentuk semisirkular,

dengan dasar yang putih, dipergunakan untuk pemeriksaan subjektif yang

menggambarkan ada dan besarnya kelainan refraksi astigmatisma.

Setelah pemberian lensa fogging penderita disuruh melihat gambaran juring dan

ditanyakan garis manakah dan juring yang dilihatnya paling jelas garis yang paling

jelas ini menunjukkan meridian yang paling ametropia, yang harus dikoreksi dengan

pemberian lensa silinder, dengan aksis tegak lurus dengan pada meridian ini. Dengan

lensa silinder ini kita dapat mempersatukan fokus. Kemudian berikan lensa silindris

didepan mata, geser sumbu sedikit-sedikit, bila penglihatan bertambah tajam maka

sumbu silinder telah dapat ditentukan, naikkan perlahan-lahan kekuatan lensa silinder.

Page 14: refraction

Penglihatan terjelas lensa silinder yang dipasang menunjukkan lensa silinder yang

akan dipakai. Bila garis vertikal yang terlihat jelas berarti garis ini telah terproyeksi

baik pada retina sehingga diperlukan koreksi bidang vertikal dengan memakai lensa

silinder negatif dengan sumbu 180 derajat

Pemeriksaan astigmatisma yang lain

1. Cakram plasido

Pemeriksaan astigmatisme, dengan menggunakan cakram placido yaitu alat yang

memproyeksikan seri lingkaran konsentris pada permukaan kornea. Dengan alat ini

dapat dilihat kelengkungan kornea yang reguler (konsentris) dan yang ireguler.

2. Uji celah stenoptik

Celah selebar 1 mm lurus yang terdapat pada lempeng dan dipergunakan untuk:

(1) mengetahui adanya astigmat, penglihatan akan bertambah bila letak sumbu

celah sesuai dengan sumbu astigmat yang terdapat,

(2) Melihat sumbu koreksi astigmat. penglihatan akan bertambah bila sumbunya

mendekati sumbu silinder yang benar, untuk memperbaiki sumbu astigmat

dilakukan dengan menggeser sumbu celah stenopik berbeda dengan sumbu silinder

dipasang, bila terdapat perbaikan penglihatan maka mata ini menunjukkan sumbu

astigmatisme belum tepat,

(3) untuk mengetahut besamya astigmat, dilakukan hal yang sama dengan sumbu

celah berhenti pada ketajaman maksimal. Pada sumbu ini ditaruh lensa positif atau

negatif yang memberikan ketajaman aksimal. Kemudian sumbu stenopik diputar 90

derajat dan sumbu pertama, Ditaruh lensa positif aau negatif yang memberikari

ketajaman maksimal. Perbedaan antara kedua kekuatan lensa sferis yang

dipasangkan merupakan besarnya astigmatisma kornea tersebut.

3. Uji silinder silang

Dua lensa silinder yang sama akan tetapi dengan kekuatan berlawanan dan diletakkan

dengan sumbu saling tegak lurus (silinder silang jackson). Ekivalen sferisnya adalah

nihil. Lensa silinder silang terdiri atas silinder -0.25 (-0.50) dan silinder +0.25 (+5.00)

yang sumbunya saling tegak lurus.

Lensa ini digunakan untuk

Page 15: refraction

(1) melihat koreksi silinder yang telah dilakukan pada kelainan astigmat pasien

sudah cukup atau telah penuh, pada mata ini dipasang silinder silang yang

sumbunya sejajar dengan sumbu koreksi. Bila sumbu lensa silinder silang diputar

90 derajat ditanakan apakah penglihatan membaik atau menurang. Bila membaik

berarti pada kedudukan kedua lensa silinder mengakibatkan perbaikan penglihatan.

Bila silinder itu dalam kedudukan lensa silinder positif maka untuk koreksi pasien

diperlukan pemasangan tambahan lensa silinder positif.

(2) melihat apakah sumbu lensa silinder pada koreksi yang telah diberikan sudah

sesuai.

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan pasien dengan astigmatisma antara lain koreksi dengan

kacamata atau kontak lens yang sesuai. Untuk koreksi astigmatisma dapat

dipergunakan lensa silindris yang sering dikombinasikan dengan lensa sferis. Kontak

lens yang keras dapat mengatasi kelainan astigmatisma dengan memperbaiki

kelengkungan kornea yang rusak.

3. 2. 4. Presbiopia

Presbiopia merupakan keadaan refraksi mata, dimana puctum proksimum telah begitu

jauh sehingga pekerjaan dekat sukar dilakukan. Proses ini merupakan keadaan

fisiologis. Sepanjang hidup terdapat pengerasan yang terjadi sedikit demi sedikit pada

lensa, yang dimulai dari nukleus sehingga lensa mendapat kesukaran dalam mengubah

bentuknya pada penglihatan dekat untuk menambah daya biasnya karena lensa tidak

kenyal lagi. Dengan demikian daya akomodasinya mengurang akibat proses sklerosis

ini. Ditambah lagi dengan daya kontraksi dari otot siliar yang mengurang sehingga

pengendoran dari zonula Zinii menjadi tidak sempurna.

Gejala klinis

Keluhan timbul pada penglihatan dekat. Semua pekerjaan dekat sukar

dikerjakan karena terlihat kabur dan bila dipaksakan mata lekas capai. Diperlukan

penerangan yang lebih kuat untuk dapat bekerja sehingga terjadi pengecilan dari

pupil, penglihatan lebih terang. Kalau dibiarkan tidak dikoreksi akan menimbulkan

tanda astenopia, mata sakit, lekas capai, dan lakrimasi.

Page 16: refraction

Pemeriksaan presbiopia

Pemeriksaan presbiopia mempergunakan tes dari Jaeger.

Langkah-langkahnya adalah sebagai berikut:

1. Minta pasien untuk duduk di ruang terang

2. Ukur pupil untuk penglihatan dekat

3. pasang trial frame dengan koreksi penglihatan jauh

4. tutup mata kiri dengan okluder

5. periksa tajam penglihatan kanan dengan kartu Jaeger pada jarak yang

diinginkan pasien (biasanya 33 cm)

6. Bila bertambah jelas tambahkan lensa sferis positif hingga pasien dapat

membaca sampai besar huruf 20/30

7. Ulangi langkah yang sama pada mata kiri

8. Ulangi dengan menggunakankedua mata

Page 17: refraction

Penatalaksanaan

Di Indonesia, terjadinya biasanya mulai pada umur 40 tahun. Untuk

memperbaikinya diperlukan kacamata sferis positif (S+) yang besarnya tergantung

dari umurnya, yaitu :

+ 1,00 D untuk usia 40 yahun

+ 1,50 D untuk usia 45 tahun

+ 2,00 D untuk usia 50 tahun

+ 2,50 D untuk usia 55 tahun

+ 3,00 D untuk usia 60 tahun

Maksimal diberikan S + 3,00 D . Hal ini disebabkan pada keadaan ini mata tidak

melakukan akomodasi bila membaca pada jarak 33 cm, karena benda yang dilihat

terletak pada titik api lensa +3.0 dioptri sehingga sinar yang keluar akan sejajar dan

bayangan akan difokuskan tepat pada retina.

Page 18: refraction

Lensa sferis plus dapat digunakan dalam beberapa cara

1. Kacamata baca

Kacamata ini mempunyai memiliki koreksi dekat di seluruh bukaan kacamata,

sehingga baik untuk membaca namun membuat benda -benda jauh kabur.

2 Kacamata bifokal

Kacamata ini memiliki 2 lensa di mana bagian atasnya tidak dikoreksi untuk

penglihatan jauh dan bagiab bawahnya untuk melihat dekat.

3. Lensa Progresif

Lensa progresif juga mengkoreksi penglihatan dekat, sedang, dan jauh tetapi

dengan perubahan daya lensa yang progresif bukan bertingkat.

Page 19: refraction

DAFTAR PUSTAKA

________. Merriam Webster’s Collegiate Dictionary Version 1.2 Electronic

Edition. Merriam Webster Inc. 1994.

Basak, Samar K. Essentials of Ophthalmology. 2nd Edition. Kolkata : RD

Enterprises. 2002.

Batterbury M, Bowling B. Ophthalmology, an Illustrated Colour Text. London :

Churchill Livingstone Edinburgh. 2004.

Ilyas, Sidarta. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Kedua. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas

Kedokteran Universitas Indonesia. 2003.

Wijana, Nana. Ilmu Penyakit Mata. Edisi Revisi. Jakarta : Abadi Tegal. 1993.

Vaughan DG, Asbury T, Riordan-Eva P. Oftalmologi Umum. Edisi 14. Jakarta :

Widya Medika. 2000.