27
BAB 1 PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Hipertensi atau tekanan darah tinggi diderita hampir seluruh golongan masyarakat di seluruh dunia. Naiknya tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner dan iskemik miokard serta stroke hemoragik. Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi hipertensi dapat meningkatkan resiko gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan. 1 Jumlah penderita hipertensi terus bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. 1 Sedangkan prevalensi hipertensi di Indonesia dengan usia ≥18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). 2 Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis hipertensi (Underdiagnosed Condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau gejala ringan bagi penderita hipertensi sedangkan hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita 1

REFRAT

Embed Size (px)

DESCRIPTION

fgf gfgf gfghfgh hgfhgf gfgfhghjhj hjhkjhjhggf gf gfgfhhfhgfgh fgfhgfgh fgfgh ghfghf gfghf gfghf gfhgf gfhg

Citation preview

BAB 1PENDAHULUAN

1.1 Latar BelakangHipertensi atau tekanan darah tinggi diderita hampir seluruh golongan masyarakat di seluruh dunia. Naiknya tekanan darah diperkirakan menyebabkan 7,5 juta kematian atau sekitar 12,8% dari total seluruh kematian. Peningkatan tekanan darah merupakan faktor risiko utama untuk penyakit jantung koroner dan iskemik miokard serta stroke hemoragik. Selain penyakit jantung koroner dan stroke, komplikasi hipertensi dapat meningkatkan resiko gagal jantung, penyakit pembuluh darah perifer, gangguan ginjal, perdarahan retina dan gangguan penglihatan.1Jumlah penderita hipertensi terus bertambah; terdapat sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%.1 Sedangkan prevalensi hipertensi di Indonesia dengan usia 18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%).2 Menurut perkiraan, sekitar 30% penduduk dunia tidak terdiagnosis hipertensi (Underdiagnosed Condition). Hal ini disebabkan tidak adanya gejala atau gejala ringan bagi penderita hipertensi sedangkan hipertensi ini sudah dipastikan dapat merusak organ tubuh seperti jantung (70% penderita hipertensi akan mengalami kerusakan jantung), ginjal, otak, mata serta organ tubuh lainnya, sehingga hipertensi disebut sebagai silent killer.

1.2 Tujuan Penulisan ini bertujuan untuk memahami faktor resiko hipertensi terhadap penyakit jantung koroner.

1.3 ManfaatPenulisan ini bermanfaat untuk menambah pengetahuan tentang faktor resiko hipertensi terhadap penyakit jantung koroner.

BAB 2TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Hipertensi2.1.1 DefinisiHipertensi yang diderita seseorang erat kaitannya dengan tekanan sistolik dan diastolik atau keduanya secara terus menerus. Tekanan sistolik berkaitan dengan tingginya tekanan pada arteri bila jantung berkontraksi, sedangkan tekanan darah diastolik berkaitan dengan tekanan arteri pada saat jantung relaksasi diantara dua denyut jantung. Dari hasil pengukuran, tekanan sistolik memiliki nilai yang lebih besar dari tekanan diastolic.5Hipertensi dapat didefenisikan sebagai tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya di atas 140 mmHg dan tekanan diastolik di atas 90 mmHg. Hipertensi merupakan suatu keadaan dimana dijumpai tekanan darah lebih dari 140/90 mmHg atau lebih untuk usia 13-50 tahun dan tekanan darah mencapai 160/95 mmHg untuk usia diatas 50 tahun. Dan harus dilakukan pengukuran tekanan darah minimal sebanyak dua kali untuk lebih memastikan keadaan tersebut (WHO, 2012).1 Hipertensi diklasifikasikan sesuai derajat keparahannya, mempunyai rentang dari tekanan darah normal tinggi sampai hipertensi maligna. Keadaan ini dikategorikan sebagai hipertensi primer atau esensial (hampir 90% dari semua kasus) dan hipertensi sekunder, terjadi sebagai akibat dari kondisi patologi yang dapat dikenali, sering kali dapat diperbaiki ( Joint National Committee On Preventation, Detection, Evaluation and Treatment Of High Blood Pressure VII / JNC VII, 2012).7

2.1.2 EpidemiologiMenurut AHA (American Heart Association) pada tahun 2012, satu dari tiga orang dewasa menderita hipertensi. Menurut data statistik, penderita hipertensi sekitar 50 juta (21,7%) orang dewasa Amerika yang menderita hipertensi, Thailand 17%, Vietnam 34,6%, Singapura 24,9%, Malaysia 29,9%. Di Indonesia, prevalensi hipertensiberkisar 6-15%.1Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui pengukuran pada umur 18 tahun sebesar 25,8 persen, tertinggi di Bangka Belitung (30,9%), diikuti Kalimantan Selatan (30,8%), Kalimantan Timur (29,6%) dan Jawa Barat (29,4%). Prevalensi hipertensi di Indonesia yang didapat melalui kuesioner terdiagnosis tenaga kesehatan sebesar 9,4 persen, yang didiagnosis tenaga kesehatan atau sedang minum obat sebesar 9,5 persen. Jadi, ada 0,1 persen yang minum obat sendiri. Responden yang mempunyai tekanan darah normal tetapi sedang minum obat hipertensi sebesar 0.7 persen. Jadi prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar 26,5 persen.2

2.1.3 KlasifikasiKlasifikasi Hipertensi berdasarkan etiologi, yaitu :1. Hipertensi Esensial (Primer)Hipertensi esensial merupakan suatu bentuk tekanan darah tinggi yang tidak diketahui penyebabnya dan tanpa tanda-tanda kelainan di dalam tubuh. Biasanya muncul pada usia antara 25-55 tahun sedangkan usia di bawah 20 tahun jarang ditemukan. Patogenesis hipertensi esensial adalah multifaktorial. Faktor- faktor yang terlibat dalam patogenesis hipertensi esensial antara lain faktor genetik, hiperaktivitas sistem saraf simpatis, sistem renin angiotensin, defek natriuresis.3,6

2. Hipertensi SekunderHipertensi sekunder antara lain penggunaan estrogen, penyakit ginjal, Hipertensi vaskuler ginjal, hiperaldosteronisme primer dan sindrom chusing, kehamilan serta obat-obatan.3,6

Tabel 1. Klasifikasi Tekanan Darah Menurut WHO dan ISHWG (International Society Of Hypertension Working Group)KategoriSistolik (mmHg)Diastolik (mmHg)

Optimal< 120< 80

Normal< 130< 85

Normal tinggi /pra hipertensi130 13985 89

Hipertensi derajat I140 15990 99

Hipertensi derajat II160 179100 109

Hipertensi derajat III 180 110

Tabel 2. Klasifikasi Tekanan Darah menurut JNC 7Kategori TDS (mmHg) TDD (mmHg)

Normal < 120 < 80

Prehipertensi 120 139 80 89

Hipertensi stadium 1 140 159 90 99

Hipertensi stadium 2 160 100

2.1.4 EtiologiHipertensi esensial merupakan hipertensi yang tidak diketahui penyebabnya. Hampir 90% penderita hipertensi merupakan hipertensi esensial.6

2.1.5 PatogenesisTekanan yang dibutuhkan untuk mengalirkan darah melalui sistem sirkulasi dilakukan oleh aksi memompa dari jantung (cardiac output/CO) dan dukungan dari arteri (peripheral resistance/PR). Fungsi kerja masing-masing penentu tekanan darah ini dipengaruhi oleh interaksi dari berbagai faktor yang kompleks. Hipertensi merupakan abnormalitas dari faktor-faktor tersebut, yang ditandai dengan peningkatan curah jantung dan ketahanan perifer.

Sistem Renin Angiotensin Aldosteron Renin dihasilkan oleh sel-sel juksta glomerulus di ginjal dan akan mengubah angiotensinogen menjadi angiotensin I, kemudian angiotensin I oleh pengaruh Angiotensin Converting Enzyme (ACE) yang dihasilkan paru, hati, ginjal diubah menjadi angiotensin II. Sistem RAA adalah satu sistem hormonal enzimatik yang bersifat multikompleks dan berperan dalam hal naiknya tekanan darah, pengaturan keseimbangan cairan tubuh dan elektrolit. Selain sistem RAA, ada pula sistem klikrein-kinin yang juga dapat menyebabkan naiknya tekanan darah. Kalikrein akan merubah bradikininogen menjadi bradikinin, kemudia ACE akan mengubah bradikinin menjadi fragmen inaktif yang dapat meningkatkan tekanan darah.

Gambar 3: Beberapa faktor yang mempengaruhi tekanan darah(Sumber: Kaplan, 1998 dalam Sugiharto, 2007)

2.1.6 TatalaksanaTujuan pengobatan pasien hipertensi adalah :7 Target tekanan darah < 140/90 mmHg, untuk individu berisiko tinggi (diabetes, gagal ginjal proteinuria) < 130/80 mmHg Penurunan morbiditas dan mortalitas kardiovaskular Menghambat laju penyakit ginjal proteinuria

2.1.7 Terapi NonfarmakologisTerapi nonfarmakologis pada hipertensi dititikberatkan pada modifikasi gaya hidup. Menurut JNC 7 modifikasi gaya hidup yang dapat dilakukan adalah :7 Penurunan berat badan (perkiraan penurunan tekanan darah sistolik 5-20 mmHg per 10 kg berat badan), rekomendasi termasuk diet kaya buah dan konsumsi susu rendah lemak atau bebas lemak. Menghindari konsumsi alkohol tidak lebih dari 30 ml etanol per hari untuk laki-laki dan 15 ml etanol per hari untuk perempuan. Membatasi intake sodium tidak lebih dari 100 mmol per hari (2,4 gram sodium atau 6 gram sodium klorida, perkiraan penurunan tekanan darah sistolik 2-8 mmHg) Intake adekuat diet potassium (sekitar 90 mmol per hari) Intake adekuat diet kalsium dan magnesium Berhenti merokok dan mengurangi intake lemak tersaturasi dan kolesterol untuk kesehatan jantung Olahraga aerobik minimal 30 menit per hari (estimasi penurunan tekanan darah sistolik 4-9 mmHg)

2.1.8 Terapi Farmakologis

Jenis obat antihipertensi untuk terapi farmakologis hipertensi yang dianjurkan JNC 7 adalah :8 Diuretika, terutama tiazid atau aldosterone antagonist Beta Blocker Calcium Channel Blocker Angiotensin Converting Enzyme Inhibitor Angiotensin II Receptor Blocker

Tatalaksana farmakologis hipertensi, yaitu :

Modifikasi Gaya Hidup

Menurunkan tekanan darah < 140/90 mmHg

Pemilihan Obat Inisial

Pasien dengan hipertensi

Stage 2Sistolik > 160Diastolik >100Stage 1:Sistolik 140-159Diastolik 90-99

Kombinasi obat biasanya diuretik/tiazid dengan ACEI/ARB/Beta Blocker/ CCBACEI,ARB, Beta Blocker, CCB, atau kombinasi

Untuk sebagian besar pasien hipertensi, terapi dimulai secara bertahap, dan target tekanan darah dicapai secara progresif dalam beberapa minggu. Dianjurkan untuk menggunakan obat antihipertensi dengan masa kerja panjang atau yang memberikan efikasi 24 jam dengan pemberian sekali sehari. Pilihan apakah terapi dimulai dengan terapi tunggal atau kombinasi dengan pertimbangan telah ada tidaknya komplikasi. Jika terapi dimulai dengan satu jenis obat dan dosis rendah, kemudian tekanan darah tidak mencapai target, maka langkah selanjutnya yaitu meningkatkan dosis atau beralih pada terapi kombinasi. Kombinasi yang terbukti efektif dan dapat ditoleransi pasien adalah :7,8 Diuretik dan ACEI atau ARB CCB dan BB CCB dan ACEI atau ARB CCB dan diuretika Kadang diperlukan tiga atau empat kombinasi obat2.1.9 KomplikasiHipertensi dapat menimbulkan kerusakan organ baik secara langsung maupun tidak langsung. Mekanisme yang menyebabkan kelumpuhan bahkan kematian berkaitan langung dengan pengaruhnya pada jantung dan pembuluh darah. Kerusakan organ target yang banyak menimbulkan komplikasi pada pasien-pasien hipertensi adalah:7

1. StrokeStroke dapat timbul akibat perdarahan tekanan tinggi di otak, atau akibat embolus yang terlepas dari pembuluh non otak yang terpajan tekanan tinggi. Stroke dapat terjadi pada hipertensi kronik apabila arteri-arteri yang memperdarahi otak mengalami hipertropi dan menebal, sehingga aliran darah ke daerah-daerah yang diperdarahinya berkurang. Daerah yang kurang memperoleh aliran darah akan mengalami iskemia dan kematian jaringan (nekrotik) yang berakibat terjadinya stroke.10Gejala terkena stroke adalah sakit kepala secara tiba-tiba salah satu bagian tubuh terasa lemah atau sulit digerakan (misalnya wajah, mulut, atau lengan terasa kaku, tidak dapat berbicara secara jelas) serta tidak sadarkan diri secara mendadak.10

2. Infark MiokardInfark Miokard dapat terjadi apabila arteri koroner yang arterosklerosis tidak dapat menyuplai cukup oksigen ke miokardium atau apabila terbentuk trombus yang menghambat aliran darah melalui pembuluh darah tersebut. Kebutuhan oksigen yang melebihi kapasitas suplai oksigen oleh pembuluh darah yang mengalami gangguan menyebabkan terjadinya iskemia miokardium lokal. Iskemia miokardium yang berlangsung lebih dari 30-45 menit akan menyebabkan kerusakan sel yang bersifat irreversibel serta nekrosis. Bagian yang mengalami infark akan mengalami penurunan fungsi miokardium dan gangguan daya kontraksi. Gabungan efek hipoksia, berkurangnya energi yang tersedia, serta asidosis dengan cepat menganggu fungsi ventrikel kiri.10

3. Gagal GinjalGagal ginjal dapat terjadi karena kerusakan progresif akibat tekanan tinggi pada kapiler-kepiler ginjal, glomerolus. Dengan rusaknya glomerolus, darah akan mengalir keunit-unit fungsional ginjal, nefron akan terganggu dan dapat berlanjut menjadi hipoksia dan kematian. Dengan rusaknya membran glomerolus, protein akan keluar melalui urin sehingga tekanan osmotik koloid plasma berkurang, menyebabkan edema yang sering dijumpai pada hipertensi kronik.9

4. Gagal JantungGagal jantung atau ketidakmampuan jantung dalam memompa darah yang kembali ke jantung merupakan akibat infark miokardium. Infark miokardium menyebabkan turunnya daya kontraksi, menimbulkan abnormalita gerakan dinding, dan mengubah daya kembang ruang jantung. Gejala dan tanda gagal jantung antara lain adalah parosymal nocturna dyspneu, sesak setelah suatu kerja fisik, batuk, oligouri, lemah, pucat, kenaikan berat badan, edeme pergelangan kaki, dan hepatomegali.10

5. EnsepalopatiEnsefalopati dapat terjadi terjadi terutama pada hipertensi maligna (hipertensi yang cepat). Tekanan yang tinggi pada kelainan ini menyebabkan peningkatan tekanan kapiler dan mendorong cairan ke dalam ruang intertisium diseluruh susunan saraf pusat. Neuron-neuron disekitarnya kolaps dan terjadi koma serta kematian.7

6. Retinopati HipertensifPada keadaan hipertensi,pembuluh darah retina akan mengalami beberapa seri perubahan patofisiologis sebagai respon peningkatan tekanan darah. Awalnya terjadi spasme arteriol dan kerusakan endhotelial pada tahap akut sementara pada tahap kronis akan terjadi hialinisasi pembuluh darah yang menyebabkan berkurangnya elastisitas pembuluh darah. Selanjutnya akan terbentuk eksudat yang akan menimbulkan kerusakan sawar darah retina, nekrosis otot polos dan sel-sel endotel, eksudasi darah dan lipid, dan iskemia retina. Oklusi arteri primer atau sekunder akibat atreosklerosis yang menyebabkan oklusi vena dapat menyebabkan perdarahan retina.11

2.2 Penyakit jantung koroner 2.2.1 DefinisiPenyakit jantung koroner adalah kondisi patologis arteri koroner (aterosklerosis koroner) yang mengakibatkan perubahan struktur dan fungsi arteri serta penurunan aliran darah ke jantung. (smeltzer dan bare,2002).5

2.2.2 EtiologiPenyebab PJK secara umum dibagi atas dua, yakni menurunnya asupan oksigen yang dipengaruhi oleh aterosklerosis, tromboemboli, vasopasme, dan meningkatnya kebutuhan oksigen miokard. Dengan perkataan lain, ketidak seimbangan antara kebutuhan oksigen miokardium dengan masukannya. Dikenal 2 keadaan ketidakseimbangan masukan terhadap kebutuhan oksigen itu, yaitu hipoksemia (iskemia) yang ditimbulkan oleh kelainan vaskuler (arteri koronaria) dan hipoksia (anoksia) yang disebabkan kekurangan oksigen dalam darah. Perbedaannya ialah pada iskemia terdapat kelainan vaskuler sehingga perfusi ke jaringan berkurang dan eliminasi metabolit yang ditimbulkannya (misal asam laktat) menurun juga sehingga gejalanya akan lebih cepat muncul.7,12Ruptur dari plak aterosklerosis dianggap penyebab terpenting dari angina pektoris tidak stabil (APTS) sehingga tiba-tiba terjadi oklusi (sumbatan) subtotal atau total dari arteri koronaria yang sebelumnya mempunyai penyumbatan/penyempitan minimal. Biasanya ruptur terjadi pada tepi plak yang berdekatan dengan intima yang normal. Terjadinya ruptur menyebabkan aktivasi, adhesi, dan agregasi platelet dan menyebabkan aktivasi timbulnya trombus. Bila trombus menutup pembuluh darah 100% akan menyebabkan infark dengan elevasi segmen ST, sedangkan bila trombus tidak menyumbat 100%, dan hanya menimbulkan stenosis yang berat akan terjadi angina tak stabil. 5,12

2.2.3 PatofisiologiPJK dimulai dengan adanya ruptur plak arteri koronaria, aktivasi kaskade pembekuan dan platelet, pembentukan trombus, serta aliran darah koroner yang mendadak berkurang. Hal ini terjadi pada plak koronaria yang kaya lipid dengan fibrous cap yang tipis (vulnerable plaque). Ini disebut fase plaque disruption disrupsi plak. Setelah plak mengalami ruptur maka tissue factor dikeluarkan dan bersama faktor VIIa membentuk tissue factor VIIa complex mengaktifkan faktor X menjadi faktor Xa sebagai penyebab terjadinya produksi trombin yang banyak. Adanya adhesi platelet, aktivasi, dan agregasi, menyebabkan pembentukan trombus arteri koronaria. Ini disebut fase trombosis akut . Proses inflamasi yang melibatkan aktivasi makrofage dan sel T limfosit, proteinases, dan sitokin, menyokong terjadinya ruptur plak serta trombosis tersebut. Sel inflamasi tersebut bertanggung jawab terhadap destabilisasi plak melalui perubahan dalam antiadesif dan antikoagulan menjadi prokoagulan sel endotelial, yang menghasilkan faktor jaringan dalam monosit sehingga menyebabkan ruptur plak. 12

Gambar 4: Characteristics of Atherosclerotic Plaques Associated with Various Presentations of Coronary Artery Disease. (Libby P. N Engl J Med 2013;368:2004-2013)

Oleh karena itu, adanya leukositosis dan peningkatan kadar CRP merupakan petanda inflamasi pada kejadian koroner akut (IMA) dan mempunyai nilai prognostik. Pada 15 % pasien IMA didapatkan kenaikan CRP meskipun troponin-T negatif. Haidari, dkk. meneliti hubungan antara serum CRP dengan penyakit jantung koroner (PJK) secara angiografi terhadap 450 individu. Ternyata, secara bermakna kadar CRP dengan PJK lebih tinggi daripada kontrol (2,14 mg/L dibanding 1,45 mg/L) dan hubungan tersebut menandakan adanya proses inflamasi pada PJK. 7,12

Gambar 5: Inflammatory Pathways Predisposing Coronary Arteries to Rupture and Thrombosis. (Libby P. N Engl J Med 2013;368:2004-2013.)

Endotelium mempunyai peranan homeostasis vaskular yang memproduksi berbagai zat vasokonstriktor maupun vasodilator lokal. Jika mengalami aterosklerosis maka segera terjadi disfungsi endotel (bahkan sebelum terjadinya plak). Disfungsi endotel ini dapat disebabkan meningkatnya inaktivasi nitrit oksid (NO) oleh beberapa spesies oksigen reaktif, yakni xanthine oxidase, NADH/NADPH (nicotinamide adenine dinucleotide phosphate oxidase), dan endothelial cell Nitric Oxide Synthase (eNOS). Oksigen reaktif ini dianggap dapat terjadi pada hiperkolesterolemia, diabetes, aterosklerosis, perokok, hipertensi, dan gagal jantung. Diduga masih ada beberapa enzim yang terlibat dalam produk radikal pada dinding pembuluh darah, misalnya lipooxygenases dan P450-monooxygenases. Grindling dkk. mengobservasi bahwa angiotensin II juga merupakan aktivator NADPH oxidase yang poten. Ia dapat meningkatkan inflamasi dinding pembuluh darah melalui pengerahan makrofage yang menghasilkan monocyte chemoattractan protein-1 dari dinding pembuluh darah sebagai aterogenesis yang esensial. 5,7,12Fase selanjutnya ialah terjadinya vasokonstriksi arteri koronaria akibat disfungsi endotel ringan dekat lesi atau respons terhadap lesi itu. Pada keadaan disfungsi endotel, faktor konstriktor lebih dominan (yakni endotelin-1, tromboksan A2, dan prostaglandin H2) daripada faktor relaksator (yakni nitrit oksid dan prostasiklin). Seperti kita ketahui bahwa NO secara langsung menghambat proliferasi sel otot polos dan migrasi, adhesi leukosit ke endotel, serta agregasi platelet dan sebagai proatherogenic. Melalui efek melawan, TXA2 juga menghambat agregasi platelet dan menurunkan kontraktilitas miokard, dilatasi koronaria, menekan fibrilasi ventrikel, dan luasnya infark . 12Angina tidak stabil atau NSTEMI tidak dapat dibedakan berdasarkan karakteristik nyeri dada atau kelainan EKG saja. Satu-satunya cara untuk membedakannya adalah dengan membuktikan adanya nekrosis miokard dengan melakukan pemeriksaan biomarker atau enzim jantung. 12Kebanyakan IMA terjadi di pagi hari (antara jam 6.00 sampai 12.00) ini mungkin disebabkan oleh adanya peningkatan sekresi katekolamin dihubungkan dengan bangun pagi atau adanya perubahan sirkadian koagulasi yang umumnya terjadi di pagi hari (seperti peningkatan PAI-I dapat memicu agregasi trombosit yang akhirnya terbentuk thrombus. Dengan pola seperti itu, maka kebanyakan kejadian IMA tidak didahului oleh kegiatan fisik. Oklusi thrombus total umumnya terjadi pada bagian proksimal arteri koronaria dan biasanya terjadi dalam 4 jam pertama pasca IMA. 12Dibandingkan dengan STEMI, penderita angina tidak stabil / NSTEMI biasanya lebih tua, lebih banyak menyandang faktor risiko koroner atau penyakit penyerta dan lebih besar kemungkinannya pernah mendapat serangan IMA sebelumnya atau pernah menjalani prosedur revaskularisasi (intervensi koroner perkutan atau bedah pintas koroner). 12

2.2.4 Kriteria DiagnosisDiagnosis PJK ditegakkan apabila didapatkan 2 daripada 3 yang berikut:1. Gejala klinis.2. Pemeriksaan laboratorium enzim jantung yang meningkat 2 kali dari nilai normal.3. Pemeriksaan elektrokardiografi.Pada Angina stabil, didapatkan dari anamnesis, nyeri dada yang khas tetapi tidak didapatkan kelainan pada EKG dan tidak terjadi peningkatan enzim jantung. 6, 121) Klinis PJKGejala klasik yang paling umum adalah nyeri dada substernal yang berat, tumpul dengan sensasi seperti ditekan, dililit, diremas, dihimpit dan sering menjalar ke lengan kiri. Kerapkali disertai perasaan mau meninggal. Sifat nyeri ini seringkali menyebabkan penderita meletakkan telapak tangan di atas sternum yang disebut sebagai Levines sign 2, 7,12Sensasi nyeri dada ini sama dengan yang dirasakan pada penderita Angina Pektoris Stabil hanya pelangsungannya lebih lama (biasanya lebih dari 20 menit) dan tidak berkurang dengan istirahat maupun dengan pemberian nitrogliserin sublingual. Nyeri dada angina stabil dikatakan menjadi tidak stabil apabila Angina pektoris kresendo yaitu angina yang terjadi peningkatan dalam intensitas, frekuensi, dan lamanya episode angina pektoris yang dialami selama ini, Angina at rest / nocturnal, new-onset exertional Angina yaitu yang baru timbul dalam kurang 2 bulan dan nyeri dada yang timbul 2 minggu sebelum kejadian infark miokard akut (IMA). 7Gejala lain yang sering menyertai IMA adalah diaphoresis, sesak napas, rasa lelah, palpitasi, pusing, bingung, indigesti, mual dan muntah.72) Elektrokardiogram (EKG) Pada penderita PJK, pemeriksaan EKG bisa membantu memperlihatkan abnormalitas gerakan dinding jantung yang dihubungkan dengan iskemia akut. Namun, apabila iskemia miokard hanya sedikit mungkin tidak cukup untuk menunjukkan adanya abnormalitas gerakan dinding jantung. Selain itu, abnormalitas gerakan dinding jantung bisa bersifat sementara dan hanya bisa dideteksi pada waktu iskemia akut. Pada keadaan di mana sudah ada PJK dan disfungsi ventrikel kiri sebelumnya maka kesanggupan ekokardiografi untuk mendeteksi iskemia iskemia akut sangat terbatas. 6, 9Gambaran EKG pada angina tidak stabil / NSTEMI umunya ditandai dengan depresi segmen-ST, elevasi segmen-ST seentara dan inversi gelombang T. Namun sekitar 20% penderita dengan NSTEMI yang dipastikan dengan pemeriksaan enzim jantung tidak ditemukan adanya tanda-tanda iskemia pada EKG. 6, 9Gambaran EKG yang defenitif untuk diagnosis IMA adalah adanya elevasi segmen-ST 1mm atau lebih pada 2 sandapan atau lebih, kerapkali disertai depresi segmen-ST resiprokal pada sandapan kontralateral. 2

BAB 3PEMBAHASAN

Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko utama penyebab terjadinya PJK. Komplikasi yang terjadi pada hipertensi esensial biasanya akibat perubahan struktur arteri dan arterial sistemik, terutama terjadi pada kasus-kasus yang tidak diobati. Mula-mula akan terjadi hipertropi dari tunika media diikuti dengan hialinisasi setempat dan penebalan fibrosis dari tunika intima dan akhirnya akan terjadi penyempitan pembuluh darah. Tempat yang paling berbahaya adalah bila mengenai miokardium, arteri dan arterial sistemik, arteri koroner dan serebral serta pembuluh darah ginjal. Komplikasi terhadap jantung Hipertensi yang paling sering adalah Kegagalan Ventrikel Kiri, PJK seperti angina Pektoris dan Miokard Infark. Dari penelitian 50% penderita miokard infark menderita Hipertensi dan 75% kegagalan Ventrikel kiri akibat Hipertensi. Perubahan hipertensi khususnya pada jantung disebabkan karena : 2, 10, 12

a. Meningkatnya tekanan darah Peningkatan tekanan darah merupakan beban yang berat untuk jantung, sehingga menyebabkan hipertropi ventrikel kiri atau pembesaran ventrikel kiri (faktor miokard). Keadaan ini tergantung dari berat dan lamanya hipertensi. 10,12

b. Mempercepat timbulnya arterosklerosis Tekanan darah yang tinggi dan menetap akan menimbulkan trauma langsung terhadap dinding pembuluh darah arteri koronaria, sehingga memudahkan terjadinya arterosklerosis koroner (faktor koroner) Hal ini menyebabkan angina pektoris, Insufisiensi koroner dan miokard infark lebih sering didapatkan pada penderita hipertensi dibanding orang normal. 10Hasil penelitian Framingham juga mendapatkan hubungan antara PJK dan Tekanan darah diastolik. Kejadian miokard infark 2x lebih besar pada kelompok tekanan darah diastolik 90-104 mmHg dibandingkan Tekanan darah diastolik 85 mmHg, sedangkan pada tekanan darah diastolik 105 mmHg 4x lebih besar. Penelitian stewart 1979 & 1982 juga memperkuat hubungan antara kenaikan takanan darah diastolik dengan resiko mendapat miokard infark. Apabila Hipertensi sistolik dari Diastolik terjadi bersamaan maka akan menunjukkan resiko yang paling besar dibandingkan penderita yang tekanan darahnya normal atau Hipertensi Sistolik saja. Lichenster juga melaporkan bahwa kematian PJK lebih berkolerasi dengan Tekanan darah sistolik diastolik dibandingkan Tekanan darah Diastolik saja. 5Pemberian obat yang tepat pada hipertensi dapat mencegah terjadinya miokard infark dan kegagalan ventrikel kiri tetapi perlu juga diperhatikan efek samping dari obat- obatan dalam jangka panjang. oleh sebab itu pencegahan terhadap hipertensi merupakan usaha yang jauh lebih baik untuk menurunkan resiko PJK. Tekanan darah yang normal merupakan penunjang kesehatan yang utama dalam kehidupan, kebiasaan merokok dan alkoholisme. Diet serta pemasukan Na dan K yang seluruhnya adalah faktor-faktor yang berkaitan dengan pola kehidupan seseorang.2,5,10,12

c. Hiperkolesterolemia Hiperkolesterolemia merupakan masalah yang cukup penting karena termasuk faktor resiko utama PJK di samping Hipertensi dan merokok. Kadar Kolesterol darah dipengaruhi oleh susunan makanan sehari-hari yang masuk dalam tubuh (diet). Faktor lainnya yang dapat mempengaruhi kadar kolesterol darah disamping diet adalah Keturunan, umur, dan jenis kelamin, obesitas, stress, alkohol, exercise. Beberapa parameter yang dipakai untuk mengetahui adanya resiko PJK dan hubungannya dengan kadar kolesterol darah:10,12,13a. Kolesterol TotalKadar kolesterol total yang sebaiknya adalah ( 200 mg/dl, bila > 200 mg/dl berarti resiko untuk terjadinya PJK meningkatKadar kolesterol Total

normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi

< 200 mg/dl 2-239 mg/dl >240 mg/dl

b. LDL Kolesterol LDL (Low Density Lipoprotein) kontrol merupakan jenis kolesterol yang bersifat buruk atau merugikan (bad cholesterol): karena kadar LDL yang meninggi akan rnenyebabkan penebalan dinding pembuluh darah. Kadar LDL kolesterol lebih tepat sebagai penunjuk untuk mengetahui resiko PJK dari pada kolesterol total.

Kadar LDL Kolesterol

Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi

< 130 mg/dl 130-159 mg/dl >160 mg/dl

c. HDL Kolesterol : HDL (High Density Lipoprotein) kolesterol merupakan jenis kolesterol yang bersifat baik atau menguntungkan (good cholesterol): karena mengangkut kolesterol dari pembuluh darah kembali ke hati untuk di buang sehingga mencegah penebalan dinding pembuluh darah atau mencegah terjadinya proses arterosklerosis.Kadar HDL Kolesterol

Normal Agak tinggi (Pertengahan) Tinggi

< 45 mg/dl 35-45 mg/dl >35 mg/dl

Jadi makin rendah kadar HDL kolesterol, makin besar kemungkinan terjadinya PJK. Kadar HDL kolesterol dapat dinaikkan dengan mengurangi berat badan, menambah exercise dan berhenti merokok. d. Rasio Kolesterol Total: HDL Kolesterol Rasio kolesterol total: HDL kolesterol sebaiknya (4.5 pada laki-laki dan 4.0 pada perempuan). makin tinggi rasio kolesterol total : HDL kolesterol makin meningkat resiko PJK. e. Kadar TrigliseridaKadar triglisarida yang tinggi merupakan faktor resiko untuk terjadinya PJK.Kadar Trigliserid

Normal Agak tinggi Tinggi Sangat Sedang

< 150 mg/dl 150 250 mg/dl 250-500 mg/dl >500 mg/dl

Kadar trigliserid perlu diperiksa pada keadaan sbb : Bila kadar kolesterol total > 200 mg/dl, PJK, ada keluarga yang menderita PJK < 55 tahun, ada riwayat keluarga dengan kadar trigliserid yang tinggi, ada penyakit DM & pancreas.

DAFTAR PUSTAKA

1. http://www.who.int/gho/ncd/risk_factors/blood_pressure_prevalence_text/en/ (diunduh tanggal 1 November 2014)2. http://www.litbang.depkes.go.id/sites/download/rkd2013/Laporan_Riskesdas2013.PDF (diunduh tanggal 1 November 2014)3. http://www.fph.org.uk/uploads/bs_hypertension.pdf (diunduh tanggal 1 November 2014)4. http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/phycard.pdf (dinduh tanggal 1 November 2014)5. Price Sylvia A, Wilson Lorainne M. Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-proses Penyakit. Edisi 6. Jakarta: EGC:2006.6. http://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/express.pdf (diunduh tanggal 1 November 2014)7. Yogi Antoro. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jakarta: Interna publishing: 2009: 169:1085-1079. 8. http://hyper.ahajournals.org/content/early/2013/11/14/HYP.0000000000000003.full.pdf (diunduh tanggal 1 November 2014)9. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMc0904179 (diunduh tanggal 5 November 2014)10. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMcp072057-acuteischemicstroke (diunduh tanggal 5 November 2014)11. http://www.nejm.org/doi/full/10.1056/NEJMra032865-hypertensionretinopathy (diunduh tanggal 5 November 2014)12. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra1216063- Mechanisms of Acute Coronary Syndromes and Their Implications for Therapy (diunduh tanggal 5 November 2014)13. http://www.nejm.org/doi/pdf/10.1056/NEJMra043430-Inflammation, Atherosclerosis, and Coronary Artery Disease ( diunduh tanggal 5 November 2014)1