15
KOMPLIKASI HERPES ZOSTER Alifvia Nabdakh Bagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2015 I. PENDAHULUAN Herpes zoster adalah penyakit kulit yang disebabkan infeksi virus varicella zoster (VZN) yang menyerang kulit dan mukosa 1 . Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah postherpetic neuralgic yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas atau setelah lesi sembuh 2 . Insiden pada herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% terjadi di bawah usia 20 tahun 1 . Neuralgia pascaherpetika didefi nisikan sebagai nyeri yang terus berlangsung selama 3 bulan setelah lesi herpes zoster sembuh, atau nyeri yang terus berlangsung selama 120 hari sejak timbulnya lesi herpes zoster. Dari data yang ada, disimpulkan bahwa 10- 25% pasien herpes zoster akan mengalami neuralgia

Refrat Aliv Selesai Plis

  • Upload
    cibonie

  • View
    222

  • Download
    6

Embed Size (px)

DESCRIPTION

ughju

Citation preview

KOMPLIKASI HERPES ZOSTERAlifvia NabdakhBagian/Departemen Ilmu Kesehatan Kulit dan KelaminFakultas Kedokteran Universitas SriwijayaRSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang 2015

I. PENDAHULUANHerpes zoster adalah penyakit kulit yang disebabkan infeksi virus varicella zoster (VZN) yang menyerang kulit dan mukosa1. Herpes zoster ditandai dengan adanya nyeri hebat unilateral serta timbulnya lesi vesikuler yang terbatas pada dermatom yang dipersarafi serabut saraf spinal maupun ganglion serabut saraf sensorik dan nervus kranialis. Komplikasi herpes zoster dapat terjadi pada 10-15% kasus, komplikasi yang terbanyak adalah postherpetic neuralgic yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas atau setelah lesi sembuh2.Insiden pada herpes zoster meningkat seiring bertambahnya usia, di mana lebih dari 2/3 kasus terjadi pada usia lebih dari 50 tahun dan kurang dari 10% terjadi di bawah usia 20 tahun1. Neuralgia pascaherpetika didefi nisikan sebagai nyeri yang terus berlangsung selama 3 bulan setelah lesi herpes zoster sembuh, atau nyeri yang terus berlangsung selama 120 hari sejak timbulnya lesi herpes zoster. Dari data yang ada, disimpulkan bahwa 10-25% pasien herpes zoster akan mengalami neuralgia pascaherpetika dan kebanyakan pada pasien berusia lanjut2. Komplikasi ini jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Selain itu terdapat pula komplikasi berupa infeksi sekunder dan paralisis otot.Herpes zoster bukanlah penyakit yang mengancam jiwa akan tetapi menyebabkan penurunan kualitas hidup pada pasien. Pasien dengan komplikasi herpes zoster akan sulit disembuhkan mengingat kemampuan virus varicella zoster sendiri yang bias menjadi dorman dan aktif kembali. Refrat ini akan membahas mengenai Herpes Zoster terutama Komplikasinya sehingga Herpes zoster dan komplikasinya dapat didiagnosis dann di tatalaksana dengan tepat.

II. ETIOPATOGENESIS

Herpes zoster disebabkan oleh virus yang sama dengan varisela, yaitu virus varisela zoster. Herpes zoster dapat muncul disepanjang tahun karena tidak dipengaruhi oleh musim dan tersebar merata di seluruh dunia, tidak ada perbedaan angka kesakitan antara laki-laki dan perempuan, angka kesakitan meningkat dengan peningkatan usia. Di negara maju seperti Amerika, penyakit ini dilaporkan sekitar 6% setahun, di Inggris 0,34% setahun sedangkan di Indonesia lebih kurang 1% setahun3.

Gambar 1. Patogenesis herpes zoster dan komplikasi3

Patogenesis herpes zoster belum seluruhnya diketahui. Selama terjadi varisela, varisela zoster berpindah tempat dari lesi kulit dan permukaan mukosa ke ujung saraf sensorik dan ditransportasikan secara sentripetal melalui serabut saraf sensoris ke ganglion sensoris. Pada ganglion terjadi infeksi laten, virus tersebut tidak lagi menular dan tidak bermultiplikasi, tetapi tetap mempunyai kemampuan untuk berubah menjadi infeksius3.Herpes zoster sering muncul pada dermatome dibagian ruam varicella yang paling banyak densitasnya4. Meskipun masa laten virus memiliki potensi untuk mengalami kekambuhan, hal ini tidak sering terjadi. Mekanisme reactivasi dari VZV sendiri masih belum jelas akan tetapi hal ini sering dikaitkan dengan kondisi immunosuppression, stress emotional, dan trauma local5.Pada awalnya erupsi berupa papul dan plak eritem yang dalam beberapa jam akan menjadi vesikel. Vesikel-vesikel baru terus terbentuk selama beberapa hari, biasanya 1-5 hari, dipengaruhi usia pasien, beratnya penyakit, dan imunitas pasien5. Vesikel baru menandakan aktivitas replikasi virus. Vesikel selanjutnya dapat berubah menjadi bula, vesikel hemoragik, pustul, krusta, lalu menyembuh.

III. MANIFESTASI KLINIS

Gejala prodromal herpes zoster biasanya berupa rasa sakit dan parestesi pada dermatom yang terkena. Gejala ini terjadi beberapa hari menjelang timbulnya erupsi

Gambar 2. Herpes zoster. A. Perkembangan tahap awal pada dermatome thorak dengan eritema dan grup vesikel B. Perkembangan lanjutan dengan gambaran krusta. C. Ophtalmic zoster4

Herpes zoster dikarakteristiki oleh sakit dan sensasi lokal kulit lain (seperti terbakar, tidak nyaman, dan gatal), sakit kepala, tidak enak badan dan (paling sering) demam3.Pada awal terinfeksi virus, pasien akan mengeluh rasa tidak nyaman seperti terbakar dan kulit menjadi sensitif selama beberapa hari hingga satu minggu. Penyebab terjadinya rasa sakit yang akut tersebut sulit dideteksi apabila ruam (bintil merah pada kulit) belum muncul. Ruam shingles mulai muncul dari lepuhan (blister) kecil di atas dasar kulit merah dengan lepuhan lainnya terus muncul dalam 3-5 hari. Lepuhan atau bintil merah akan timbul mengikuti saraf dari sumsum tulang belakang dan membentuk pola seperti pita pada area kulit. . Bintil atau lepuh akan pecah dan berair, kemudian daerah sekitarnya akan mengeras dan mulai sembuh. Gejala tersebut akan terjadi dalam selama 3-4 minggu. Pada sebagian kecil kasus, ruam tidak muncul tetapi hanya ada rasa sakit. Syaraf yang paling sering terkena adalah bagian syaraf thorak dari T3 ke L2, dan syaraf trigeminal. Penyebaran bintil-bintil menyerupai sinar (ray-like) yang disebut pola dermatomal. Bintil akan muncul di seluruh atau hanya sebagian jalur saraf yang terkait. Biasanya, hanya satu saraf yang terlibat, namun di beberapa kasus bisa jadi lebih dari satu saraf ikut terlibat.5

IV. KOMPLIKASI HERPES ZOSTERHerpes zoster ddapat menyebabkan komplikasi yang meibatan kulit, visceral dan neuralgik. Kebanyakan komplikasi adalah timbul sebagai akibat dari penyebaran VZV yang mencangkup ganglion sensory, saraf dan kulit.

Tabel 1. Komplikasi Herpes zoster4Komplikasi yang paling banyak dikeluhkan pasien adalah neuralgia pasca herpetika yaitu berupa rasa nyeri yang persisten setelah krusta terlepas atau setelah lesi sembuh. Komplikasi ini jarang terjadi pada usia di bawah 40 tahun, tetapi hampir 1/3 kasus terjadi pada usia di atas 60 tahun. Selain itu terdapat pula komplikasi berupa infeksi sekunder dan paralisis otot. 4.1 Neuralgia Pasca Herpetika Neuralgia Pasca Herpetika termasuk jenis nyeri neuropatik yang bermanifestasi dalam bentuk alodinia, hiperalgesia, maupun nyeri spontan. Neuralgia pasca herpetika (NPH) ditandai gangguan fungsi saraf yang menyerang saraf nosiseptif (penghantar rangsang nyeri) dan sensorik. Terbentuknya persambungan sel-sel saraf yang abnormal dan ketidakseimbangan pengaturan otomatis pada sistem penghambatan serta perangsangan saraf juga ditemukan dan berperan terhadap timbulnya nyeri pada kasus ini. Tidak semua kasus herpes zoster diikuti dengan NPH. Faktor risiko utama neuralgia pascaherpetika antara lain usia tua, lesi kulit yang hebat, nyeri akut yang berat, dan adanya nyeri prodromal pada dermatom sebelum munculnya ruam.Kasus ini lebih sering ditemukan pada lansia sepeti serangan herpes zoster di wajah bagian atas dan lengan, nyeri hebat pada saat serangan herpes zoster, dan ruam kulit yang sangat banyak pada saat serangan herpes zoster. Pasien mersakan nyeri di tempat yang tadinya terdapat ruam kulit. Nyeri demikian dapat dikategorikan sebagai NPH jika masih dirasakan sampai sejak hilangnya ruam kulit. Sifat nyeri umumnya terasa seperti ditusuk-tusuk dan dapat dicetuskan oleh sentuhan ringan.Neuralgia pascaherpetika termasuk nyeri neuropatik, yakni nyeri yang disebabkan oleh kerusakan atau disfungsi primer pada system saraf. Pada nyeri neuropatik terjadi kerusakan saraf perifer dan perubahan sinyal sistem saraf pusat, sehingga terjadi letupan potensial aksi spontan, ambang aktivasi saraf yang menurun, dan peningkatan respon terhadap stimulus. Neuralgia pascaherpetika dapat berlangsung terus-menerus selama bertahun-tahun dan dapat sangat mengganggu kualitas hidup, antara lain mengganggu tidur dan kegiatan sehari-hari sehingga mengganggu produktivitas pasien. Mekanisme terjadinya neuralgia pascaherpetika dapat berlainan pada setiap individu sehingga manifestasi nyeri yang berhubungan dengan neuralgia pasca herpetika juga berlainan. Replikasi virus di dalam ganglion dorsalis menyebabkan respon inflamasi berupa pembengkakan, perdarahan, nekrosis dan kematian sel neuron. Kemudian virus akan menyebar secara sentrifugal sepanjang saraf menuju ke kulit, menyebabkan infl amasi dan kerusakan saraf perifer. Hal ini menyebabkan sensitisasi ataupun deaferenisasi elemen saraf perifer dan sentral

2.2 Infeksi SekunderInfeksi kulit sekunder adalah infeksi yang terjadi akibat kelainan kulit yang sudah ada sebelumnya atau akibat disrupsi keutuhan kulit. Lesi akibat VZV seringkali menyebabkan infeksi oleh bakteri-bakteri lain. Hal ini terjadi pada pasien Herpes zoster ophthalmicusyang seringkali diikuti oleh conjunctivitis, keratitis, uveitis, dan ocular cranial-nerve palsies. Infeksi sekunder ini nantinya akan menyebabkan terhambatnya penyembuhan dan tak jarang akan meninggalkan bekas sebagai sikatriks. Contoh lain karena infeksi bakteri yang menyebabkan lesi tidak langsung sembuh, Vesikel malah menjadi ulkus dan jaringan nekrotik 2.3 Paralisis ototDapat terjadi pada sebagian kecil penderita (1 5 % kasus), terutama bila virus juga menyerang ganglion anterior, bagian motorik kranialis. Terjadinya biasanya 2 minggu setelah timbulnya erupsi. Berbagai paralisis dapat terjadi, misalnya di muka, diafragma batang tubuh, ekstremitas, vesika urinaria dan anus. Apabila syaraf facialis yang terkena, kondisi ini disebut Ramsay Hunt syndrome. Ramsay Hunt Syndrome, atau geniculate neuralgia atau otalgia, herpes zoster auricularis atau oticus, otic neuralgia, dan Hunts syndrome, disease atau neuralgia, suatu kelainan neurologi yang disebabkan oleh virus Varicella Zoster, yang dapat menginfeksi beberapa saraf di kepala sehingga menyebabkan paralysis fasial dan ruam baik di telinga, lidah, atau langit-langit mulut. Ramsay Hunt Syndrome adalah Herpes Zoster yang mengenai saraf auditorius dan fasialis yang disertai paralysis fasial ipsilateral dan biasanya hanya berlangsung sebentar, serta vesikel-vesikel telinga luar atau membrana tympani yang juga dapat atau tidak dapat disertai dengan tinitus, vertigo, dan gangguan pendengaran.Ramsay hunt syndrome sering di diagnose sebagai bells palsy karena itu perlu adanya anamnesis lanjut kepada pasienV. DIAGNOSIS BANDINGBeberapa diagnosis banding pada herpes zoster antara lain adalah Herpes simplex, varicella dan dermatitis kontak. Herpes simplex berbeda dengan herpes zoster lesi biasanya sering mengenai daerah mulut dan daerah genital, sedangkan pada herpes zoster lesi biasanya hanya mengenai dermatom saraf yang terkena saja. Varicella umumnya banyak terjadi pada anak-anak brbeda dengan herpes zoster yang sekitar 75% kasus menyerang pasien usia di atas 50 tahun. Dermatitis kontak biasanya lebih menyebabkan gatal daripada rasa nyeri. Lesi VHZ adalah vesikel berkelompok, sedangkan lesi dermatitis kontak biasanya linier.

VI. PENATALAKSANAANUntuk penatalaksanaan nyeri yang disebabkan herpes zoster, pasien usia lanjut dan pasien yang kesulitan melakukan aktivitas ada baiknya melakukan bed rest penuh untuk beberapa hari. Hal ini penting untuk membantu mengurangi rasa nyeri. Pengompresan dengan air hangat juga direkomendasikan untuk mengurangi rasa nyeri. Pada Neuralgia post herpetic, rasa nyeri biasanya hilang dengan sendirinya akan tetapi sering kali membutuhkan waktu yang lama. Pada kondisi tertentu ketika pasien membutuhkan analgetik, Obat yang sering digunakan adalah antikonvulsan gabapentin dan pregabalin. Dosis awal gabapentin 300 mg pada hari pertama, 2 x 300 mg pada hari ke dua, 3 x 300 mg pada hari ketiga. Titrasi lalu diperlambat sampai mencapai 3 x 600 mg dalam 2 minggu. Dosisnya harus dibagi 3-4 kali sehari karena waktu paruhnya pendek. Dosis pregabalin 150-600 mg perhari, dibagi 2 dosis2Pemberiaan antiviral di indikasikan terutama kepada pasien dengan imunocompromise, dan pasien berusia diatas 50 tahun. Pemberiaan ini bertujuan untuk mengurangi durasi tingkat keparahan multipikasi varicella zoster virus. Terapi sebaiknya dilakukan segera setelah diagnosis ditegakan. Valacyclovir 1000 mg dan famciclovir 500 mg bisa diberikan 3x sehari. Sama efektifnya dengan acyclovir, 800 mg 5x sehari. Pemberian antiviral ini juga di indikasikan untuk mengurangi efek paresis selain dri pemberian neurotropic seperti vit B1, B6, B12.5Untuk lesi herpes zoster sendiri, pasien diberi edukasi agar tidak menggaruk atau mnambah trauma pada lesi. Penting segera mengeringkan vesikel. Usahakan supaya vesikel tidak pecah untuk menghindari infeksi sekunder

VII. PROGNOSISPada orang muda dan anak-anak umumnya baik. Bagi kebanyakan orang, Herpes Zoster yang merupak reaktivasi VZV adalah sementara dan bisa sembuh tanpa gejala sisa yang merugikan5, Tetapi pada beberapa kondisi, kekambuhan adalah umum. Jaringan Parut mungkin terjadi dari lesi berat atau superinfected.VIII. PENCEGAHANPencegahan neuralgia pasca herpetika dapat diusahakan dengan kombinasi agen antiviral dan usaha agresif mengurangi nyeri akut pada pasien herpes zoster. Kombinasi ini diharapkan akan mengurangi kerusakan saraf dan nyeri akut. Terapi antiviral harus dimulai segera setelah diagnosis ditegakkan, dan lebih baik jika dimulai pada tiga atau empat hari pertama. Terapi antiviral diharapkan dapat menghentikan replikasi virus, sehingga durasi penyakit akan lebih singkat, dan menurunkan kejadian neuralgia pascaherpetika4,5IX. KESIMPULANHerpes zoster adalah penyakit neurodermal ditandai dengan nyeri radikular unilateral serta erupsi vesikular berkelompok dengan dasar eritematosa pada daerah kulit yang dipersarafi oleh saraf kranialis atau spinalis. Penyebabnya adalah virus varicella zoster. Herpes zoster hanya terjadi pada individu yang pernah mengalami infeksi virus varicella zoster primer. Penderita herpes zoster biasanya pada dewasa kadang-kadang juga pada anak-anak. Insidensinya meningkat sesuai pertambahan usia. Menurunnya imunitas seluler karena usia lanjut merupakan faktor utama penyebab reaktivasi.Virus berdiam di ganglion sensorik, dalam masa laten, tidak infeksius dan tidak mengadakan multiplikasi, serta tidak kehilangan daya infeksinya. Gambaran khas herpes zoster adalah erupsi lokalisata dan hampir selalu unilateral. Erupsi dimulai dengan makulopapula eritema yang berubah menjadi vesikula yang kemudian menjadi pustul dan menimbulkan krusta.Komplikasi herpes zoster : neuralgia pasca herpetik, infeksi sekunder, paralisis motorik. Diagnosa dapat dibantu dengan pemeriksaan sediaan apus Tzank, pengambilan biopsi dan PDR. Diagnosa bandingnya : Herpes simpleks, varisela, dan dermatitis kontak. Penatalaksanaan herpes zoster yaitu istirahat, untuk pasien imuncompromise dan pasien usia di atas 50 tahun pada keadaan tertentu diberikan antiviral, analgetik dan neurotropik, antibiotik apabila ada infeksi sekunder, bedak salisil untuk mengeringkan vesikel, kortikosteroid dan antivirus. Prognosisnya baik pada anak dan orang muda.

DAFTAR PUSTAKA 1. Melton CD. Herpes Zoster. eMedicine World Medical Library: http://www.emedicine.com/EMERG/topic823.htm [diakses pada tanggal 15 April 2015]. 2. Loretta wijaya, Regina. Neuralgia Pascaherpetica. CDK-194/ vol. 39 no. 6, th.. Jakarta. 20123. Martodihardjo S. Penanganan Herpes Zoster dan Herpes Progenitalis. Ilmu Penyakit kulit dan Kelamin. Surabaya: Airlangga University Press, 2001. 4. E. Schmader, Kenneth dkk. Varicella and Herpes Zoster. Dalam: Wolff K, Goldsmith LA, Katz SI, Gilchrest BA, Paller AS, Leffell DJ,editor. Fitzpatricks Dermatology in General Medicine. Edisi ke-8. New York: McGraw-Hill; 2008. h.4470. 5. James WD, Berger TG, Elston DM. Andrews Disease of Skin: Clinical Dermatology 11th Ed. London: Elseiver, 2011. p 367-3806. Kane KSM, Ryder JB, Johnson RA, Baden HP, Stratigos A. Cutaneous bacterial infections. In: Color atlas & synopsis of pediatric dermatology. New York: 2002: p 474-5.7. Clark RA, Hopkins T. The other eczemas, In: Moschella S, Hurley H. Dermatology: 3rd Ed. Edinburgh: Mosby; 2003. p 489-93.

2