Upload
aisya-fikritama
View
249
Download
1
Embed Size (px)
DESCRIPTION
GJGF
Citation preview
REFRAT
EFEK PROPOLIS SEBAGAI ANTI OKSIDAN DAN ANTI INFLAMASI
Oleh:
Madinatul Munawaroh G99141094
Adinda Ferinawati G99141095
Pembimbing :
dr. Agung Susanto, Sp.PD,FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
20
HALAMAN PENGESAHAN
Refrat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:
EFEK PROPOLIS SEBAGAI ANTI OKSIDAN DAN ANTI INFLAMASI
Oleh:
Madinatul Munawaroh G99141094
Adinda Ferinawati G99141095
Telah disetujui untuk dipresentasikan pada hari :
Rabu, 29 Juli 2015
Pembimbing,
(dr. Agung Susanto, Sp.PD,FINASIM)
2
BAB I
PENDAHULUAN
A. Pengertian Propolis
Propolis berasal dari bahasa Yunani yaitu “pro” (sebelum) dan “polis”
(kota). Secara umum dapat diartikan “sebagai pelindung sarang lebah dari faktor-
faktor berbahaya yang terdapat di luar sarang. Bahan-bahan yang terkandung
dalam propolis sangatlah kompleks, dan lebih dari 200 komponen telah
teridentifikasi. Secara garis besar, propolis terdiri dari 50% balsam (fraksi
polifenol), 30% getah, 10% minyak esensial, 5% pollen, serta 5% zat organik dan
anorganik. Kandungan polifenol yang tinggi di dalam propolis berfungsi sebagai
antibakteri, anti-virus, anti-jamur, antioksidan, anti-peradangan, serta
meningkatkan sistem kekebalan tubuh [2,8].
Propolis adalah produk yang dihasilkan oleh serangga (lebah madu).
Lebah menghasilkan beberapa produk seperti madu, royal jeli, polen dan propolis.
Propolis adalah bahan resin yang melekat pada bunga, pucuk dan kulit kayu.
Sifatnya pekat, bergetah , berwarna coklat kehitaman mempunyai bau yang khas,
dan rasa pahit. Lebah menggunakan bahan propolis untuk pertahanan sarang,
mengkilatkan bagian dalam sarang dan menjaga suhu lingkungan [7,11]. Manusia
dapat memanfaatkan propolis sebagai bahan kosmetik, teknologi pengolahan
makanan dan obat-obatan. Menurut Made, [12] propolis mengandung senyawa
kompleks vitamin, mineral, enzim, senyawa fenolik dan flavonoid untuk
menghambat pelepasan histamin dengan cara stabilisasi selaput sel lipid. Propolis
juga mengandung Caffeic Acid Phenehhyl Ester (CAPE), yang memiliki efek
imunostimulator dan dapat bekerja pada sistem pertahanan tubuh.
Propolis telah terbukti dapat membunuh bakteri paling aktif yang menjadi
musuh lebah, yaitu larva Bacillus penyebab busuk Brood Amerika (Mlagan dan
3
Sulimanovic, 1982; Meresta dan Meresta, 1988). Penggunaan propolis dapat
mengurangi kemungkinan infeksi pada anak-anak dan pertumbuhan bakteri dalam
jaringan hewan mati.
Komposisi propolis tergantung pada jenis tanaman yang dapat diakses oleh
lebah. Propolis mengubah warna, bau dan karakteristik obat, menurut sumber dan
musim dalam setahun. Selain itu, beberapa lebah dan beberapa koloni merupakan
koloni yang giat mengumpulkan, umumnya merupakan lebah ternakan, karena
propolis adalah zat yang sangat lengket, sehingga sulit untuk menghapus rangka
dari kotak sarang.
Lebah madu dari bagian barat Apis mellifera merupakan spesies yang
mencari makanan berupa propolis. Spesies Asian Apis tidak mengumpulkan
propolis. Hanya lebah bersengat atau lebah Meliponine yang diketahui
mengumpulkan zat lengket semacam resin, untuk menyegel sarang dan
membangun pot madu dan serbuk sari untuk penyimpanan.
Sebaran alami dari Apis mellifera, memiliki banyak kegunaan tradisional
yang dikenal karena zat tersebut memiliki sifat serbaguna. Orang Yunani dan
Romawi telah mengetahui bahwa propolis dapat menyembuhkan abses kulit dan
selama berabad-abad digunakan dalam kedokteran. Bangsa Mesir kuno telah
mengetahui tentang manfaat propolis dan di Afrika saat ini propolis masih
digunakan sebagai obat, perekat untuk drum tuning, penyegelan wadah air retak
atau kano dan berbagai kegunaan lain. Propolis dapat dimasukkan dalam pernis
khusus seperti yang digunakan oleh Stradivarius untuk biola nya (Jolly, 1978).
B. Karakterisitik Fisik Propolis
Warna propolis berkisar antara kuning hingga coklat tua, bergantung pada
sumber resin. Propolis transparan sendiri telah dilaporkan oleh Coggshall dan
Morse (1984). Pada suhu 45-2500C propolis bersifat lentur, lembut dengan
substansi sangat lengket. Pada suhu kurang dari 150C dan terutama ketika beku,
propolis menjadi keras dan rapuh. Propolis akan tetap rapuh bahkan pada suhu
yang lebih tinggi. Di atas suhu 450C propolis akan menjadi semakin lengket dan
4
bergetah. Biasanya propolis akan menjadi cair pada suhu 60-700C, tetapi untuk
beberapa sampel, titik lelehnya dapat mencapai 1000C.
Pelarut yang paling umum digunakan untuk ekstraksi komersial adalah
etanol (etil alkohol), eter, glikol dan air. Untuk analisis kimia berbagai macam
pelarut dapat digunakan untuk mengekstrak berbagai fraksi. Banyak komponen
bakterisida yang larut dalam air atau alkohol.
C. Komposisi propolis
Dalam salah satu analisis propolis dari Inggris, 150 senyawa yang
diidentifikasi hanya dalam satu sampel namun lebih dari 180 telah diisolasi sejauh
ini. Resin propolis dikumpulkan dari berbagai macam pohon dan semak-semak.
Setiap daerah dan koloni tampaknya memiliki pilihan sumber resin tersendiri,
yang menghasilkan variasi warna, bau dan komposisi.
Sebuah studi di Kuba menunjukkan bahwa resin tanaman yang
dikumpulkan setidaknya telah dimetabolisme sebagian oleh lebah (Cuellar dkk,
1990.). Kehadiran gula juga menunjukkan beberapa metabolisme oleh lebah, yaitu
sebagai hasil dari penambahan air liur selama menghisap dan mengunyah.
Senyawa-senyawa utama resin terdiri dari flavonoid dan asam fenolat atau
esternya, yang sering terbentuk hingga 50% dari semua bahan. Variasi dalam
konten lilin lebah juga mempengaruhi analisis kimia. Selain itu, kebanyakan studi
tidak berusaha untuk menentukan semua komponen, tetapi membatasi diri untuk
kelas bahan kimia atau metode ekstraksi.
Tabel 1.Komposisi Kimia Propolis
Kelas Komponen Jumlah Grup Komponen
Resin 45-55% Flavonoid, asamfen olat dan
esternya
Lilin dan asam lemak
25-53% Sebagian besar dari lilin lebah dan beberapa
5
dari tanaman
Minyak essensial 10% Senyawa volatil
Protein 5% Protein kemungkinan berasal dari pollen dan aminoBebas
Senyawa organik laindan mineral
5% 14 macam mineral yang paling terkenal adalah Fedan Zn, sisanya seperti Au, Ag, Cs, Hg, La dan Sb.Senyawa organik lain seperti keton, laktan, kuinon,asam benzoat dan esternya, gula, vitamin (B3) sertagula
D. Efek Fisiologis Propolis
Salah satu sifat yang paling banyak dikenal dan diuji secara luas dari
propolis adalah aktivitas antibakteri. Banyak test ilmiah telah dilakukan dengan
berbagai bakteri, jamur, virus dan mikroorganisme lainnya. Banyak dari tes telah
menunjukkan kontrol positif dari organisme dengan berbagai ekstrak dan
konsentrasi propolis. Efek sinergis telah dilaporkan dari ekstrak propolis yang
digunakan secara bersama dengan antibiotik (Chernyak, 1971). Kadang-kadang,
ekstrak propolis lebih efektif dibandingkan obat yang tersedia secara komersial
(Millet-Clerc, et al., 1987). Dalam semua kasus, kondisi khusus dan ekstrak harus
sangat dipertimbangkan. Meskipun ada berbagai macam efek dikaitkan dengan
propolis, banyak laporan didasarkan pada studi pendahuluan. Sebagian besar
penelitian dilakukan di negara-negara Eropa Timur. Banyak kerja praktek dan
penelitian juga sedang dilakukan di Cina, tetapi sulit untuk memperoleh
informasi, tidak sedikit karena hambatan bahasa. Studi lebih rinci diperlukan
untuk menentukan manfaat potensial dari penggunaan obat propolis, terutama
6
untuk usus, aplikasi dermatologi dan gigi. Sebagian besar penelitian bersifat in
vitro, tetapi uji klinis juga dilakukan.
E. Manfaat Propolis
1. Pada kosmetik
Aplikasi dermatologi dan kosmetik saat ini mungkin merupakan
penggunaan paling umum dari propolis dan ekstrak nya). Dampaknya
pada regenerasi jaringan dan renovasi telah diteliti dengan baik.
Karakteristik bakterisida dan fungisida memberikan banyak manfaat
dalam berbagai aplikasi dalam kosmetik.
2. Pengobatan
Obat yang umumnya menggunakan propolis termasuk pengobatan
sistem kardiovaskular dan darah (anemia), aparatus pernapasan (untuk
berbagai infeksi), perawatan gigi, dermatologi (jaringan regenerasi,
borok, excema, penyembuhan luka - luka bakar khususnya, mikosis,
infeksi selaput lendir dan lesi), pengobatan kanker, pendukung sistem
kekebalan tubuh dan perbaikannya, saluran pencernaan (bisul dan
infeksi), perlindungan hati dan dukungan dan banyak lainnya.
Aplikasi eksternal langsung dari ekstrak etanol atau salep
terkonsentrasi (sampai dengan 33% propolis) telah memberikan hasil
yang baik dalam penggunaan untuk penyembuhan luka. Operasi plastik
juga menggunakan ekstrak propolis untuk penyembuhan luka,
perbaikan dan pengembangan jaringan.
3. Penggunaan tradisional
Di Eropa dan Afrika Utara, sifat-sifat khusus penyembuhan luka
oleh propolis sudah dikenal orang Mesir, Yunani dan Romawi dan di
zaman kuno. Dalam catatan abad ke-12, persiapan obat dengan propolis
disebutkan kegunaan propolis untuk mengobati infeksi mulut dan
7
tenggorokan, serta karies. Propolis mungkin telah lebih umum
digunakan dalam pengawet kayu atau pernis seperti yang dikutip
Stradivarius (Jolly, 1978).
Di Sahara Afrika, propolis masih digunakan sebagai obat-obatan
herbal dan aplikasi lain seperti pelapis anti-air dan pelapis kayu,
perekat, persiapan busur dan untuk drum tuning.
4. Teknologi Pangan
Antioksidan, antimikroba dan antijamur dari propolis dapat
diaplikasikan dalam teknologi makanan. Satu keuntungan istimewa
adalah bahwa, tidak seperti beberapa pengawet konvensional, residu
propolis memiliki efek yang bermanfaat pada kesehatan manusia.
Namun, hanya sedikit penelitian yang telah dilakukan menyebutkan
mengenai kemungkinan efek samping peningkatan konsumsi propolis.
Secara tersendiri, beberapa komponen yang diidentifikasi dalam
propolis bisa sangat merusak kesehatan manusia.
Mizuno (1989), mendaftarkan paten yang mencakup propolis
sebagai bahan pengawet dalam makanan kemasan. Propolis diizinkan
sebagai pengawet untuk ikan beku. Oleh berbagai penulis di Jepang,
penambahan hanya 30 ppm (bagian per juta) dari propolis untuk pakn
ayam petelur dapat meningkatkan produksi telur, konversi makanan dan
berat badan ayam oleh S mencapai 6% (Bonomi, et al., 1976 ).
Ghisalberti (1979) melaporkan peningkatan berat badan tambahan
untuk ayam broiler hingga 20% ketika 500 ppm propolis ditambahkan
dalam pakan diet.
5. Lainnya
Pencarian penggunaan baru dari propolis masih terus berlanjut.
Sangalli (1990) menyebutkan penggunaan propolis untuk pengobatan
pasca panen dan konservasi buah-buahan. Aplikasi dalam pestisida dan
fungisida masih dalam tahap pengujian. Peternak lebah menggunakan
8
propolis, dilelehkan bersama-sama dengan lilin atau dalam larutan
amonia (Anon, 1982) untuk dimasukkan ke bagian dalam sarang atau
perangkap untuk menarik segerombolan kawanan lebah. Ventilasi yang
memadai dan aerasi diperlukan setelah penggunaan larutan amonia.
9
BAB II
EFEK ANTI OKSIDAN DAN ANTI INFLAMASI PROPOLIS
A. PROPOLIS SEBAGAI ANTI OKSIDAN
Antioksidan adalah senyawa kimia yang dapat menyumbangkan satu atau
lebih elektron kepada radikal bebas, sehingga radikal bebas tersebut dapat
diredam. Antioksidan didefinisikan sebagai senyawa yang dapat menunda,
memperlambat, dan mencegah proses oksidasi lipid. Dalam arti khusus,
antioksidan adalah zat yang dapat menunda atau mencegah terbentuknya reaksi
radikal bebas (peroksida) dalam oksidasi lipid (Dalimartha dan Soedibyo, 1999).
Untuk kehidupannya, manusia maupun hewan tergantung pada oksigen.
Oksigen yang esensial berguna untuk kehidupan, bekerja melalui mekanisme
reaksi berurutan di dalam sel-sel tubuh, mempunyai batasan fungsi dan kemudian
dapat memberikan efek samping. Reaksi oksidasi yang lebih kompleks akan
menghasilkan radikal bebas, yang apabila tidak terdapat system antioksidan, akan
menghancurkan elemen vital sel-sel tubuh. Nampaknya secara praktis, semua
penyakit yang menimpa manusia melibatkan oksidasi pada tingkat subseluler dari
sel, apakah sebagai penyebab atau sebagai reaksi lanjutan. Selanjutnya kerusakan
jaringan akan merupakan bagian atau keseluruhan gejala patologi (Muchtadi,
2009).
Salah satu bahan yang mempunyai kandungan antioksidan tinggi adalah
propolis. Propolis terdiri dari beberapa senyawa alami kompleks, yang sebagian
besar mempunyai potensi sebagai antioksidan kuat, antara lain: terpenoid,
flavonoid, dan ester asam fenolat. Propolis juga diketahui mempunyai kandungan
fenol yang tinggi. Fenol adalah suatu senyawa yang memiliki gugus hidroksil
(OH-) yang mempunyai efek sebagai antioksidan karena mampu mengikat dan
menetralisir radikal bebas. Fenol merupakan antioksidan yang lebih potensial
10
dibanding vitamin C, E, dan beta-caroten .Kandungan antioksidan dari propolis
diduga dapat mencegah terjadinya stres oksidatif, sehingga dapat digunakan untuk
mencegah timbulnya beberapa penyakit. Karena kandungan flavonoidnya yang
tinggi maka propolis merupakan
antioksidan yang kuat. De la Fuente dan Victor (2000) mendapatkan hasil bahwa
antioksidan mampu menstimulus sistem imun dengan meningkatkan perlekatan
serta kemotaksis dari limfosit. Sedangkan menurut Hegazi et al. (1995), flavonoid
dalam propolis terbukti meningkatkan persentase fagositosis makrofag pada ayam
yang terserang Newcastle disease.
Propolis mengandung beragam antioksidan kuat terutama terpenoid,
flavonoid dan fenol. Antioksidan-antioksidan tersebut bekerjasama dalam
mencegah stres oksidatif dan menetralisir dampak negatif radikal bebas, sehingga
menimbulkan dampak protektif yang optimal. Beberapa antioksidan yang
bekerjasama, membentuk suatu jaringan kerja (network) akan menghasilkan daya
protektif yang kuat (Halliwell & Gutteridge 1999, Harjanto 2003). Penelitian
yang menguji efek protektif propolis dalam mencegah stres oksidatif akibat
aktifitas fisik berat (Swimming Stress) oleh Hairrudin & Dina Helianti
memberikan fakta bahwa propolis mempunyai efek protektif yang baik dalam
mencegah terjadinya stres oksidatif pada tikus yang diberi perlakuan aktifitas fisik
berat secara bermakna (p=0.00).
Telah diketahui bahwa metabolisme sel menghasilkan Reaktif Oksigen
Spesies (ROS), seperti hidrogen peroksida (H2O2), anion superoksida (), dan ion
hidroksil yang sangat reaktif (), serta spesies nitrogen reaktif (RNS), terutama
nitrat oksida (NO). ROS dan RNS adalah molekul sinyal yang ideal karena
mereka dihasilkan secara lokal, dan menyebar dengan cepat, dan dapat dinetralkan
oleh antioksidan seluler [37, 38]. ROS biasanya didetoksifikasi oleh enzim
intraseluler, seperti glutathione, superoksida dismutase, katalase. Namun,
produksi dan degradasi ROS dan RNS yang tidak seimbang dapat
mengakibatkan akumulasi spesies reaktif, sering disebut sebagai.stres oksidatif
11
Paparan makromolekul (lipid, protein, DNA, dll) dengan spesies reaktif
menghasilkan modifikasi oksidatif dengan efek yang merusak.
Kemampuan antioksidan dari propolis mungkin berhubungan dengan beberapa
efek biologisnya, termasuk kemoprevensi. Flavonoid dalam propolis merupakan
antioksidan kuat, mampu mencegah radikal bebas dan dengan demikian
melindungi membran sel terhadap oksidasi lipid . Selain itu, ROS dan RNS,
bersama-sama dengan faktor-faktor lain, yang terlibat dalam penuaan sel dan
kematian dalam kondisi, seperti penyakit jantung, arthritis, kanker, diabetes,
penyakit Parkinson, dan penyakit Alzheimer . Propolis dapat mengurangi tingkat
H2O2 dan NO, yang mungkin terlibat dalam efek anti-inflamasi.
Beragam kandungan senyawa dari propolis telah diketahui sebagai
inhibitor potensial dari stres oksidatif. telah diketahui bahwa komposisi propolis
adalah bervariasi; Namun, salah satu komponen utamanya adalah caffeic acid
ester phenethyl (CAPE), yang berfungsi mengehentikan produksi ROS di
beberapa sistem . CAPE juga telah diidentifikasi sebagai salah satu senyawa
utama yang ersifat kemopreventif terhadap kanker dan merupakan senyawa anti-
inflamasi dalam propolis.
Secara In vitro, propolis menghambat oksidasi dari LDL dan nitrasi
protein. Selain itu, dalam sel-sel endotel aorta sapi, propolis dilaporkan
meningkatkan ekspresi eNOS dan menghambat NADPH oksidase (NOx). secara
In vivo, propolis dapat meningkatkan kapasitas antioksidan pada hewan dan
manusia , yang menyebabkan penurunan oksidasi lipid, yang sangat terkait
dengan risiko penyakit kardiovaskular . Propolis Turki menghambat hidrogen
peroksida (H2O2-) yang menyebabkan kerusakan DNA dalam fibroblas.
Aktivitas antioksidan dari komponen fenol dari propolis Turki dapat mengurangi
kerusakan DNA yang disebabkan oleh H2O2, yang mungkin berkaitan dengan
aktivitas kemopreventif nya. Propolis merah dari Kuba telah menunjukkan efek
protektif dalam kerusakan hati yang diinduksi alkohol, kemungkinan besar karena
12
sifat antioksidannya. [56]. Propolis menghambat apoptosis dari makrofag melalui
efek pada glutation (GSH) dan TNF / nuclear factor kappa B (TNF / NF &
propolis merah Brasil telah dikaitkan dengan chalcones dan isoflavonoid
(termasuk 7-O-methylvestitol, medicarpin, dan 3, 4,2 ', 3'-tetrahydrochalcone)
yang bertindak sebagai donor elektron [63]. Selain itu, kandungan total flavonoid
dalam propolis merah Brasil berkorelasi dengan aktivitas antioksidan,
menunjukkan bahwa baik senyawa fenol dan flavonoid berkontribusi dalam efek
antioksidan[64] . propolis merah Cina memiliki aktivitas antioksidan lebih tinggi
dari propolis dari sumber lain, yang disebabkan terutama karena CAPE [65].
propolis Chili juga memiliki sifat antioksidan, yang berkorelasi dengan komposisi
kimianya [66]. Selain itu, efek antioksidan dan pencegahan terbentuknya radikal
bebas oleh propolis, mungkin disebabbkan oleh kandungan fenilpropanoid [67].
Dengan demikian, data yang tersedia menunjukkan bahwa propolis dari asal yang
berbeda dan komposisi yang berbeda secara konsisten menunjukkan efek
antioksidan. Selain efek antioksidan ini, senyawa bioaktif dalam propolis
mempengaruhi sejumlah besar jalur sinyal biokimia, juga proses fisiologis dan
patologis. Kapasitas antioksidan adalah salah satu sifat yang paling penting dari
propolis. Meskipun ada beberapa penelitian yang menguatkan potensi aktivitas
antioksidan dari propolis, belum ada data yang kuat mengenai dosis aman pada
manusia. Dengan demikian, perlu adanya studi klinis penggunaan propolis dan
senyawa biologis aktif didalamnya, termasuk studi tentang keamanan dan
bioavailabilitasnya.
B. PROPOLIS SEBAGAI ANTI INFLAMASI
Konsep peradangan telah berkembang sejak penemuan sel pada abad ke-
19. Pada saat ini, peradangan dipandang sebagai suatu proses yang didahului oleh
cedera sel dan jaringan, lalu diikuti perubahan pada vaskularisasi darah yaitu
emigrasi leukosit yang merupakan peristiwa sekunder. Pada analisis secara fisika
kimia peradangan diawali dengan stres sel dan perubahan jaringan lokal, lalu
13
meningkatnya konsentrasi oksidan dan tekanan osmotik. Peradangan pada
dasarnya dapat didefinisikan sebagai perubahan keseimbangan morfologi pada
area spesifik dari jaringan yang disebabkan oleh berbagai jenis agen: fisik, kimia,
atau biologi. Hal ini dapat diwakili oleh dilatasi kapiler dengan akumulasi cairan
(edema) dan oleh emigrasi fagosit dan akumulasi (neutrofil, monosit, makrofag),
yang juga berkontribusi terhadap generasi hiperalgesia dan hilangnya fungsi
jaringan (42). Karakteristik lainnya, seperti erithema dan demam, juga dapat
muncul selama proses inflamasi. Proses terakhir terjadi setelah pelepasan sitokin
(IL-1, TNF a) oleh makrofag yang teraktivasi, yang selanjutnya mengakibatkan
dilatasi pembuluh karena relaksasi otot halus dan diikuti dengan peningkatan
aliran darah lokal (hipotermia). Terjadi pula adanya peningkatan hematokrit yang
mengarah ke adanya agregasi eritrosit, dan leukosit yang bergerak perifer.
Demikian pula, banyak phospholipases intra dan ekstraseluler yang telah
diaktifkan dari fosfolipid membran sitoplasma dan mengaktifkan enzim lain,
seperti cyclooxygenase (COX) dan lipoxygenase (LOX), yang bertindak atas
asam arakidonat (AA) dan metabolisme eicosanoid. Sistem fibrinolitik, histamin,
serotonin dan nitrit oksida (NO) dapat menyebabkan peradangan ketika terjadi
perubahan pada sistem fisiologis tubuh. Peristiwa inflamasi melibatkan perubahan
mikro-vaskular dengan peningkatan permeabilitas pembuluh darah, termasuk
protein plasmatic dan amplifikasi mediator kimia endogen.
14
Gambar 1. Mekanisme Inflamasi26
Jumlah berlebihan radikal bebas (FR) memicu neutrofil NADPH
oksidase dan memisahkan berbagai sistem redoks, termasuk xanthine
dehidrogenase dari sel endotel di daerah peradangan. perubahan oksidatif Low-
density lipoprotein, inaktivasi dari -1-protease, kerusakan DNA, dan heat-shock
sintesis protein juga dipengaruhi oleh FR yang berlebih. Kolagen dan perubahan
asam hialuronat juga dapat terjadi, campur dengan viskositas cairan sinovial,
membentuk radikal karbon yang bereaksi terhadap diri mereka sendiri, penurunan
fleksibilitas molekul kolagen.
Oksigen reaktif Intermediet yang dapat berpartisipasi dalam proses
peradangan, seperti:
(a) leukosit polimorfonuklear (PMN) dan monosit / makrofag kemotaksis
(b) stimulus khusus yang terkait dengan gangguan pernafasan, terutama
pada sel-sel inflamasi dengan produksi FR lebih besar;
(c) konsentrasi rendah dari enzim pengangkut di ruang interstitial; dan
(d) pembentukan logam kompleks imun yang juga dapat menghasilkan OH
15
Adhesi selular endotel-leukosit terjadi dalam urutan suatu proses, dan
molekul tertentu disajikan dalam berbagai tahap. Selectins (E, P, dan L), integrin
(VLA-4 dan LFA-1), dan anggota immunoglobulin super fam (ICAM-1 dan
ICAM-2) memindahkan leukosit dari lumen pembuluh darah ke jaringan.
Menanggapi beberapa mediator, vaskular endotel mengungkapkan glikoprotein
spesifik pada permukaan sel, yang berhubungan dengan ekstravasasi leukosit
darah yang penting untuk perbaikan jaringan. Respon tubuh telah memungkinkan
klasifikasi peradangan ke imunogenik dan non-imunogenik (non-self) yang
terakhir dibagi dalam fase akut dan kronis.
Respons fase akut melibatkan peristiwa kejadian mikro-vaskular dalam
sel timbulnya serosa, fibrinous, supuratif atau eksudatif, respon ini terjadi dalam
waktu 72 jam. respon-fase kronis termasuk peristiwa proliferatif dan perubahan
histologis, berbeda dengan di fase akut, ditandai dengan emigrasi sel dan mitosis
yang intensif. Pembentukan sel multinuclear raksasa berlangsung, dan semua
peristiwa ini disebabkan oleh inflamasi. Selain itu, peradangan mungkin fisiologis
atau patologis, tergantung terutama pada aspek histologis. Peristiwa tertentu-
imun, seperti reaksi hipersensitif (jenis I, II, III, dan IV) juga dapat menyebabkan
peradangan.
Terlepas dari klasifikasi di atas, peradangan terdiri dari berbagai macam
reaksi yang terjadi dalam tubuh, misalnya arthritis. Beberapa jalur etiologi dan
metabolisme terlibat dalam respon inflamasi. Semua peristiwa peradangan yang
berbeda, yang berpuncak pada edema dan nyeri di tulang sendi umumnya arthritis.
Studi peradangan membutuhkan model eksperimental yang berbeda, sehingga
jalur metabolisme yang berbeda dapat dijelaskan. Peradangan merupakan agen
penyebab penting morbiditas dan mortalitas manusia, seperti sindrom respon
inflamasi sistemik (SIRS), beberapa sindrom disfungsi organ (MODS), dan
kegagalan organ multiple (MOF).8 Dengan cara ini, peristiwa peradangan
memungkinkan identifikasi molekul dan memungkinkan pengembangan obat
yang mampu bekerja pada berbagai jalur metabolik terkait.
16
Pemberian beberapa kortikosteroid pada asma, rhinitis, dan dermatitis
digunakan dalam terapi anti-inflamasi dalam tes klinis dan pra-klinis.6 Seperti
hormon lainnya, kortikosteroid bertindak di banyak jaringan yang berbeda dan
sistem tubuh. Pada konsentrasi fisiologis, mereka mempertahankan tekanan darah
normal, fungsi jantung, merespon inflamasi prostaglandin (PG), dan
mempertahankan volume darah, mengurangi permeabilitas endotel vaskular .8,10
Namun, efek ini ditekankan pada konsentrasi farmakologis tinggi, yang mengarah
ke sasaran-sel disfungsi (sel mast, makrofag, otot polos pembuluh darah, dan
kelenjar lendir).9,10
Glukokortikoid digunakan karena aktivitas anti-inflamasi umum mereka,
juga bertindak atas aktifitas sitokin yang terlibat yaitu eosinofil, basofil, dan
limfosit.7 Aktivitas senyawa ini tergantung pada kehadiran kelompok hidroksil
karbon-11.10. Temuan simultan telah dilaporkan pada anggota keluarga kalsium
anexin dan fosfolipid protein dari beberapa kelompok intrinsik dalam kontrol
fosforilasi.6,10 Efek anti-inflamasi glukokortikoid dengan LC-1 protein bertindak
atas asam arakidonat (AA) metabolit, fosfolipase A 2 (PLA 2) inaktivasi, dan
COX dan LOX (88). Peristiwa ini hadir dalam memicu proses apoptosis dalam
berbagai jenis sel, perlindungan terhadap oklusi arteri limpa, dan reperfusi
makrofag peritoneal10 dan neutrofil. Namun, fungsi biologis yang tepat belum
benar-benar jelas.6,8
Tindakan penghambatan glukokortikoid pada interaksi endotelium-
leukosit mempengaruhi ekspresi seluler adhesi molekul (CAM). Glukokortikoid
menghambat ekspresi Elam-1 dan ICAM-1 di endothelium dan menekan ekspresi
LFA-1 di limfosit.4,6 Efek obat anti-inflamasi non-steroid (NSAID) pada sintesis
prostaglandin inflamasi, terutama PGE 2, secara luas dikenal. Tujuan
farmakologis yang utama NSAID adalah COX-enzim (PGHS atau PGH 2)2,4. Dua
isoform enzim ini dijelaskan, COX-1 dan COX-2, berbeda dalam ekspresi
jaringan dan distribusi. Mekanisme semua NSAID dipelajari sampai sekarang
didasarkan pada keterlibatan mereka dengan daerah hidrofobik dari kedua
17
isoform, di mana cara struktur molekul obat berhubungan dengan daerah ini
mungkin berbeda.1,3
Semua NSAID diuji pada model hewan dan manusia untuk mencegah
nyeri, edema, dan erithema menyebabkan berkurangnya reaksi inflamasi. Pada
manusia, NSAID telah dianggap sangat efektif dalam peradangan akut dan kronis,
seperti arthritis, tendinitis, dan perikarditis.5 COX-1 penghambatan oleh NSAID
dapat menyebabkan efek samping, seperti pencernaan dan gangguan ginjal.4
Setelah munculnya glycobiology, studi klinis dengan CAM telah
memungkinkan pengembangan strategi anti-inflamasi. Reaksi inflamasi seperti
pada glomerulonefritis, ulcerative colitis, sindrom stres pernapasan, rheumatoid
arthritis, autoimunitas, dan aterosklerosis sebagian merupakan hasil dari aktivasi
patologis adhesi endotel-leukosit.8
Penghambatan produksi FR telah dirangsang oleh sintesis antioksidan
endogen dan beberapa faktor dan co-faktor untuk pembentukan antioksidan
eksogen. Produksi fisiologis FR berhubungan dengan:
1) aktivasi dan migrasi sel fagosit;
2) aktivasi COX selama metabolisme AA;
3) oksidasi katekolamin;
4) pembentukan asam urat melalui xantin oksidase;
5) enzim mikrosomal P-450 pada membran internal mitokondria melalui
sitokrom oksidase yang kompleks dengan reduksi oksigen. Oksigen
diangkut oleh hemoglobin (67); Namun, jumlah yang berlebihan dari
FR berhubungan erat dengan beberapa proses inflamasi, yaitu
terbentuknya reactive oksigen spesies (ROS).2,8,10
Mekanisme antioksidan alami (enzimatik atau non-enzimatik) telah
dirangsang. Mikromolekull dan ion logam (selenium, seng, tembaga, mangan,
vitamin A, C, dan E, sistein, dan glutathione reduksi, dan beberapa senyawa
18
plasma) berpartisipasi dalam acara inflamasi dan bertindak atas terbentuknya
ROS.6,9
(Kumar, et.al.2005)
Berdasarkan data tersebut, manusia telah mencari produk alami yang
dapat digunakan sebagai terapi, terutama yang berasal dari tanaman dan lebah.4
Beberapa tanaman menghasilkan eksudat resin dengan anti-mikroba dan anti-
nekrotik yang bersifat kuat. Lebah mengumpulkan eksudat resin dari tanaman
tertentu dan menambahkan sekresi mereka, fragmen kayu, serbuk sari, dan lilin,
produk ini dari lebah dan tumbuhan disebut propolis. Kata propolis berasal dari
19
bahasa Yunani yang berarti pro 'dalam membela’ dan polis' kota ', yang mewakili
pertahanan kota lebah (atau sarang). Propolis telah digunakan dalam pengobatan
tradisional sejak zaman purba.3 propolis ini digunakan dalam ritual Mesir untuk
membalsem mayat pada zaman mereka, sebagai pernis biola di Italia pada abad
ke-17, dan sebagai antiseptik lokal untuk tali pusar di Abad Pertengahan.3,4 Saat
ini, propolis masih digunakan dalam obat buatan sendiri dan kosmetik. Dua
karakteristik propolis adalah bau dan berbagai warna dari hijau gelap sampai
coklat.
Komposisi kimia propolis telah berkorelasi dengan keanekaragaman
tumbuhan di sekitar sarang lebah. Secara umum, propolis baku terdiri dari resin
50% dan balsam, 30% lilin, 10% minyak esensial dan aromatik, 5% serbuk sari,
dan 5% zat lainnya, termasuk fragmen kayu. Lebih dari 210 senyawa yang
berbeda telah diidentifikasi sejauh ini, seperti asam alifatik, ester, asam aromatik,
asam lemak, karbohidrat, aldehida, asam amino, keton, chalkones,
dihydrochalcones, terpenoid, vitamin, dan zat anorganik.2,3,4
Etanol, pelarut yang paling umum digunakan untuk pembuatan propolis,
dan pelarut lain seperti eter ethylic, air, metanol, petroleum eter, dan kloroform
digunakan untuk mengekstraksi dan mengidentifikasi banyak senyawa propolis.
Selain itu, gliserin, propilen glikol telah digunakan dalam pembuatan propolis
oleh industri farmasi dan kosmetik.9
Propolis adalah bahan resin yang dikumpulkan oleh lebah madu dari
berbagai jenis tumbuhan. Flavonoid adalah senyawa kimia utama dalam propolis
yang menghambat pertumbuhan bakteri dan mengurangi terlepasnya radikal
bebas, sehingga diduga senyawa ini memiliki sifat anti bakteri dan anti-
inflamasi.13Flavonoid juga dapat bermanfaat sebagai inhibitor terbentuknya asam
arakidonat28, juga sebagai inhibitor enzim fosfolipid A2, cyclooxygenase dan
lipooxygenase hingga akhirnya juga dapat menurunkan terbentuknya
leukotrien.27,28
20
Senyawa Propolis baru-baru ini telah menjadi subyek penelitian untuk
menentukan aplikasi terapeutik, flavonoid yang paling aktif secara biologi.7
Namun, terdapat beberapa reaksi hipersensitif yang disebabkan oleh propolis
terutama mereka yang berasal dari asam sinamat yang telah dilaporkan. Edema
dan erithema di wajah dan tangan di Cremona, Italia, terkait dengan dermatitis
kontak dengan propolis. Reaksi alergi yang disebabkan oleh propolis juga telah
dilaporkan.7,8
Propolis memiliki toksisitas oral akut rendah, seperti yang ditunjukkan
oleh LD 50 diuji pada tikus (2,000-7,300 mg / kg) dan flavonoid dievaluasi pada
tikus (8,000-4,000 mg / kg). Tidak ada efek samping telah terlihat di oral untuk
tikus lebih tinggi dari 4.000 mg / kg / hari selama dua minggu dan dalam air
minum di 1.400 mg / kg / hari dan selama 90 hari, dan untuk tikus di 2.740 mg /
kg / hari selama 60 hari. Di sisi lain, pemberian intraperitoneal ekstrak propolis
etanol memiliki efek sedikit pada hewan tersebut. Pemberian secara oral Propolis
tidak menunjukkan perubahan signifikan dalam beberapa tingkat enzim penting
dalam tikus.6,7
Mengingat propolis yang terdiri dari campuran kompleks, interaksi
sinergis antara senyawa sebagai faktor penting dalam kegiatan anti-inflamasi.
Propolis ditemukan secara komersial dalam bentuk semprotan, salep, kapsul,
lotion kapiler, dan pasta gigi, karena aktivitas bakteriostatik dan sifat
farmakologinya.
Saat ini, banyak percobaan in vitro dan in vivo dilakukan dengan ekstrak
propolis etanol (PEE) dan ekstrak propolis udara (PAE) untuk mengkonfirmasi
aktivitas anti-inflamasi. Efek anti-inflamasi PAE diamati pada penghambatan
agregasi platelet, in vitro PG biosintesis, dan adjuvant pada kaki edema secara in
vivo, ketika pemberian secara oral dan dalam dosis tertentu. PAE menghambat
peradangan akut dan peradangan kronis (formaldehida yang disebabkan arthritis).
Efek anti-inflamasi pemberian secara oral PEE dapat diamati dalam
21
penghambatan carrageenin yang diinduksi edema dan permeabilitas pembuluh
darah dan analgesia dengan cara dan tergantung dosis.3,7
Propolis merupakan bahan lipofilik yang ditemukan di sarang lebah
madu. Dalam penelitian di Korea yaitu efek anti-inflamasi dari propolis yang
diekstrak dengan etanol, dan digunakan sebagai bahan uji. Nilai LD50 dengan
pemberian ekstrak etanol propolis secara oral (EEKP) lebih tinggi secara
signifikan dalam menghambat perkembangan kaki edema yang disebabkan oleh
carrageenin pada tikus. Pretreatment secara oral dari ekstrak propolis nyata
menghambat peningkatan permeabilitas pembuluh darah. Ekstrak Propolis, 50 dan
100 mg / kg P.O. per hari selama 7 hari, menghasilkan efek penghambatan yang
signifikan terhadap granuloma dan pembentukan eksudat pada tikus. Efek
penghambatan ini ditingkatkan dengan penggunaan bersama dengan prednisolon
(2,5 mg / kg). Hasil ini menunjukkan bahwa propolis ternyata memiliki aktivitas
anti-inflamasi yang kuat.12
Ekstrak Propolis bertindak pada kekebalan host dengan mengaktifkan
makrofag non-spesifik, merangsang pelepasan H2O2, dan menghambat generasi
nitrat oksida dalam cara tergantung dosis. Aktivitas anti-inflamasi ini dapat
dijelaskan oleh adanya flavonoid aktif dan turunan asam sinamat. Mantan
termasuk acacetin, quercetin, dan naringenin, yang terakhir termasuk caffeic acid
fenil ester (CAPE) dan asam caffeic (CA).7,8,9,10
Aksi CAPE dapat diamati pada beberapa generasi proses oksidatif sel:
a) aktivitas myeloperoxidase (MPO) oleh infiltrasi PMN di telinga tikus
yang diinduksi oleh promotor tumor;
b) Membludaknyanya PMN pada manusia
c) pembentukan oksida-dasar dalam DNA epidermal terisolasi pada tikus
yang diobati secara in vivo.7
Hal itu juga mengamati bahwa CAPE dan CA adalah penghambat LOX
kuat, menekan produksi leukotrien oleh makrofag peritoneal. Aksi mereka di LTC
22
4 lebih kecil in vivo.8 Quercetin menghambat LOX, dan pada konsentrasi tinggi
dapat memblok COX. Naringenin hanya menghambat LTC 4 degan menyebabkan
kelemahan. Propolis konstituen memiliki kemampuan untuk menghasilkan radikal
bebas dalam peristiwa inflamasi termasuk neutrofil chemiluminescence. Namun,
beberapa model induksi peradangan (di mana phlogogen dilemahkan in vitro)
tidak menunjukkan efek ekstrak propolis pada peradangan yang sudah ditetapkan. 7,8
Ekstrak propolis air telah diuji pula dalam sebuah penelitian mengenai
aktifitasnya dalam menghambat produksi nitrit oksid (NO) pada aktivasi
lipopolisakarida (LPS). CAPE analog dan cinnamyl caffeate terlihat berpotensi
untuk menghambat NO. 3-phenylpropyl caffeate dan 4-phenylbutyl caffeate
memiliki efektifitas yang lebih kuat dalam menghambat produksi NO daripada
dengan CAPE. Namun CAPE memiliki rantai karon yang lebih panjang, CAPE
dimungkinkan dapat memblok aktivasi dari iNOS.15
Dalam berbagai model penelitian in vitro ekstrak propolis ditunjukkan untuk
menghambat agregasi platelet dan menghambat sintesis eicosanoid, hal ini
menunjukkan bahwa propolis memiliki sifat antiinflamasi yang kuat. Sebuah
ekstrak propolis udara (PAE) 13% diuji secara oral dalam beberapa tingkatan
dosis (1, 5 dan 10 ml / kg) pada tikus karagenan model kaki edema dan tikus yang
diinduksi arthritis. Dalam model kedua, ekstrak menunjukkan aktivitas yang kuat
terkait dengan dosis antiinflamasi, yang dibandingkan dengan diklofenak (sebagai
standar acuan). Hal ini menyimpulkan bahwa ekstrak propolis memiliki sifat
antiinflamasi kuat secara in vivo. Aktivitasnya dapat juga berkorelasi dengan efek
pada pelepasan berbagai mediator inflamasi.11
Terdapat pula sebuah penelitian yang menguji perawatan kaping pulpa
langsung dengan ekstrak flavonoid propolis pada pulpa gigi tikus yang hasilnya
menyimpulkan propolis mampu menghambat inflamasi pulpa dan menstimulus
terbentuknya dentin reparatif.13
23
Propolis suatu bahan alami yang banyak dikonsumsi sebagai penghilang
nyeri sendi lutut, mengandung bioflavonoid dan Caffeic Acid Polyphenol Ester.
Beberapa penelitian membuktikan efek propolis sebagai anti-inflamasi,
mekanisme kerjanya dalam menekan jumlah makrofag dibandingkan dengan anti
inflamasi lain juga sudah diteliti dengan dibandingkan dengan celecoxib. Propolis
menghambat jumlah makrofag 4-5 kali lebih kuat dibandingkan dengan celecoxib
pada synovitis sendi lutut.14
Semua data ini menunjukkan aksi penghambatan yang kuat dan berbeda
dari beberapa propolis atau konstituen yang terisolasi pada peristiwa peradangan.
Namun, efek anti-inflamasi memiliki pote.si yang besar. Dalam upaya untuk
menetapkan standar kualitas untuk propolis, studi analisis kimia fisik masih belum
memadai terutama untuk berbagai macam senyawa yang terdeteksi dalam propolis
dari daerah tropis. Standar-standar ini harus tergantung secara khusus pada
aktivitas farmakologi yang berbeda dari tiap senyawa tersebut.4,7
Ada beberapa studi melaporkan aktivitas anti-inflamasi in vivo propolis.
Berdasarkan data tersebut, evaluasi potensi anti-inflamasi dari produk propolis
yang komersial dari beberapa asal phyto-geografis adalah sangat penting untuk
indikasi dalam proses inflamasi.
24
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Propolis memiliki banyak manfaaat bagi kehidupan manusia baik
dari segi pengobatan, tradisional, kosmetik, dan pangan.
2. Manfaat propolis terutama dalam bidang medik yaitu sebagai
antimikrobia, antiviral, antiinflamasi, anti malaria, hepatoprotektif
dengan aktivitas melawan tumor, anti kanker, serta menstimulus
sistem imun.
B. Saran
25
1. Perlunya penelitian lebih lanjut mengenai dosis aman propolis
bagi manusia, termasuk studi tentang keamanan dan
bioavailabilitasnya.
DAFTAR PUSTAKA
1) Al Firman, J.U., Radiati, L.E., Awwaly, Kh. L. & Kalsum, U., 2010. Pengaruh
2) Pemberian Ekstrak Propolis Terhadap Sistem Kekebalan Seluler Pada Tikus Putih
3) I Gede, D.B.T. 2010. Mycobacterium Tuberculosis Sebagai PenyebabPenyakit Tuberculosis. May 21, 2010 at 4:41 pm.
4) Jaya, F, Radiati, L.E., Al Awwa, K.U. & Kalsum, U., Pengaruh Pemberian Ekstrak Propolis Terhadap Sistem Kekebalan Seluler Pada Tikus Putih (Rattus Norvegicus) Strain Wistar.
26
5) Miller, E.A. & Ernst, J.D. 2009. Anti-TNF immunotherapy and tuberculosis reactivation: another mechanism revealed. Journal of Clinical Investigation,119(5):1079.
6) Made, L., & Made, B. nd. Pengaruh Propolis Terhadap Sekresi Interkulin-Pada Supernatan Kultur Magrofag Dari Penderita Tuberkulosis Paru yang Diinfeksi M.Tuberculosis. http://ejournal.unud.ac.id/abstrak/dr%20linawati_1.pdf.
7) Chevion S, Moran DS & Heled Y. 2003. Serum antioxidant stress and cell injury after severe physicaal exercise. Proceedings of The United State of America. 100 (9) : 5119-5123.
8) Hairrudin, 2005. Pengaruh pemberian ekstrak jinten hitam dalam mencegah stres oksidatif akibat latihan olahraga anaerobik. Jurnal Biomedis III (1) : 1-11.
9) Bankova V, Popov S, marekov nl. A study on flavonoids of propolis. J. Nat. Prod., 1983, 46, 478-4.
10) Bankova V., Dyulgerov al., Popov S., Marekov n. a gc/ms study of the propolis phenolic constituents. Z. Naturforsch. C, 1987, 42, 147-51.
11) Bankova V., Christov R., Stoev G., Popov S. Determination of phenolics from propolis by capillary gas chromatography. J. Chromatogr., 1992, 607, 150-3.
12) Barnes PJ. Mechanisms of action of glucocorticoids in asthma. Am. J. Respir. Crit. Care Med., 1996, 154, S21-7.
13) Baue ae.,Durham r., Faist e. Systemic inflammatory response syndrome (SIRS), multiple organ dysfunction syndrome (MODS), multiple organ failure (MOF) are we winning the battle? Shock, 1998, 10, 79-89.
14) Baumann J., Bruchhausen FV., Wurm G. Flavonoids and related compounds as inhibitors of arachidonic acid peroxidation. Prostaglandins, 1980, 20, 627-39.
15) Bisby RH. Interactions of vitamin E with free radicals and membranes. Free Radic. Res. Commun., 1990, 8, 266-306.
16) Burdock GA. Review of the biological properties and toxicity of bee propolis (propolis). Food Chem. Toxicol., 1998, 36, 347-63.
27
17) Cheng PC., Wong G. Honey bee products: prospects in medicine. Bee World, 1992, 77, 8-15.
18) Delmaestro RF. An approach to free radicals in medicine and biology. Acta Physiol. Scand., 1980, 492, 153-68.
19) Khayyal MT1, el-Ghazaly MA, el-Khatib AS. Mechanisme of antiinflammation in propolis extract.
20) Eun-Hee Park, Sun-Hee Kim, Soo-Sun Park. Anti inflammation activity of propolis. Oktober 1996, Volume 19, Issue 5, pp 337-341
21) Ardo sabir. A histopathologic study of direct pulp-capping treatment with propolis-flavonoids extract. Department of Conservative Dentistry, Faculty of Dentistry, Hasanuddin University
22) Hendra Gunawan, Hermawan Nagar Rasyid, Nucki Nursjamsi Hidajat, Agus Hadian Rahim. Comparison between Propolis and Celecoxib as Anti-inflammatory Agent in Rat with Knee Synovitis. The Journal of Indonesian Orthopaedic, Volume 40, Number 1, April 2012
23) Takema Nagaoka, Arjun H. Banskota, Yasuhiro Tezuka, Kiyoshi Midorikawa, Katsumichi Matsushige, and Shigetoshi Kadota. Caffeic Acid Phenethyl Ester (CAPE) Analogues: Potent Nitric Oxide Inhibitors from the Netherlands Propolis. . Biol. Pharm. Bull. 26(4) 487—491 (2003)
24) Niraldo Paulino1, Andreia Pires Dantas2, Vassya Bankova3, Daniela Taggliari Longhi1, Amarilis Scremin1, Solange Lisboa de Castro2,*, and João Batista Calixto. Bulgarian Propolis Induces Analgesic and Anti-inflammatory Effects in Mice and Inhibits In Vitro Contraction of Airway Smooth Muscle. J Pharmacol Sci 93, 307 – 313 (2003)
25) Koichi TAN-NO,*,a Takeharu NAKAJIMA,a Takehiro SHOJI,a Osamu NAKAGAWASAI,a Fukie NIIJIMA,a Masaaki ISHIKAWA,b Yasuo ENDO,c Takumi SATO,d Susumu SATOH,d and Takeshi TADANO. Anti-inflammatory Effect of Propolis through Inhibition of Nitric Oxide Production on Carrageenin-Induced Mouse Paw Edema. Biol. Pharm. Bull. 29(1) 96—99 (2006)
26) Kumar, et al.2005.The Molecular Mechanisme of Chronic Inflammation Development. Google books.
28
27) Alcarez, M J. and M L Ferrandiz.1991.Anti inflammatory activity and inhibition of arachidonic acid metabolism by flavonoids.Springer journ.Vol.32:pp 283-288.
28) Kim, Hun Pyo., Kun Ho Son,Hyeun Wook Chang,San Sik Kang.2004.Anti inflammatory Plant Flavonoids and Celluler Action Mechanisms. Journ of Pharm Sc.Vol.96: (3) 229-245.
29