28
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 ANATOMI HATI Hati, saluran empedu dan pancreas berkembang dari cabang usus depan fetus dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum; ketiganya terkait erat dengan fisiologi pencernaan. Ketiga struktur ini dibicarakan bersamaan karena letak anatominya berdekatan, fungsinya saling terkait, dan terdapat kesamaan kompleks gejala akibat gangguan ketiga struktur ini. Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gr atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki permukaan superior yang cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pancreas dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu : a. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis kanan yang tidak terlihat dari luar b. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis yang terlihat dari luar. Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada permukaan

refrat sirosis hepatis

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sirosis hepatis

Citation preview

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ANATOMI HATI

Hati, saluran empedu dan pancreas berkembang dari cabang usus depan fetus

dalam suatu tempat yang kelak menjadi duodenum; ketiganya terkait erat dengan

fisiologi pencernaan. Ketiga struktur ini dibicarakan bersamaan karena letak anatominya

berdekatan, fungsinya saling terkait, dan terdapat kesamaan kompleks gejala akibat

gangguan ketiga struktur ini.

Hati adalah kelenjar terbesar dalam tubuh dengan berat rata-rata sekitar 1.500 gr

atau 2% berat badan orang dewasa normal. Hati memiliki permukaan superior yang

cembung dan terletak di bawah kubah kanan diafragma dan sebagian kubah kiri. Bagian

bawah hati berbentuk cekung dan merupakan atap dari ginjal kanan, lambung, pancreas

dan usus. Hati memiliki dua lobus utama yaitu :

a. Lobus kanan dibagi menjadi segmen anterior dan posterior oleh fisura segmentalis

kanan yang tidak terlihat dari luar

b. Lobus kiri dibagi menjadi segmen medial dan lateral oleh ligamentum falsiformis

yang terlihat dari luar.

Ligamentum falsiformis berjalan dari hati ke diafragma dan dinding depan

abdomen. Permukaan hati diliputi oleh peritoneum viseralis, kecuali daerah kecil pada

permukaan posterior yang melekat langsung pada diafragma. Beberapa ligamentum yang

merupakan peritoneum membantu menyokong hati. Di bawah peritoneum terdapat

jaringan ikat padat yang disebut kapsula Glisson, yang meliputi permukaan seluruh

organ; bagian paling tebal kapsula ini terdapat pada porta hepatis, membentuk rangka

untuk cabang vena porta, arteri hepatica, dan saluran empedu. Porta hepatis adalah fisura

pada hati tempat masuknya vena porta dan arteri hepatica serta tempat keluarnya duktus

hepatica.

Struktur mikroskopis hati

Setiap lobus hati terbagi menjadi struktur-struktur yang disebut sebagai lobulus,

yang merupakan unit mikroskopis dan fungsional organ. Hati manusia memiliki

maksimal 100.000 lobulus. Setiap lobulus merupakan badan heksagonal yang terdiri atas

lempeng-lempeng sel hati berbentuk kubus, tersusun radial mengelilingi vena sentralis

yang mengalirkan darah dari lobulus. Di antara lempengan sel hati terdapat kapiler-

kapiler yang disebut sebagai sinusoid, yang merupakan cabang vena porta dan arteri

hepatica. Sinusoid dibatasi oleh sel fagositik (sel Kupffer) yang merupakan sistem

monosit-makrofag, dan fungsi utamanya adalah menelan bakteri dan benda asing lain

dalam darah. Sejumlah 50% dari semua makrofag dalam hati adalah sel Kupffer;

sehingga hati merupakan salah satu organ penting dalam pertahanan melawan invasi

bakteri dan agen toksik. Selain cabang-cabang vena porta dan arteri hepatica yang

melingkari bagian perifer lobulus hati, juga terdapat saluran empedu. Saluran empedu

interlobular membentuk kapiler empedu yang sangat kecil yang disebut kanalikuli, yang

berjalan ditengah lempengan sel hati. Empedu yang dibentuk dalam hepatosit diekskresi

ke dalam kanalikuli yang bersatu membentuk saluran empedu yang makin lama makin

besar hingga menjadi duktus koledokus.

Sirkulasi

Hati memiliki dua sumber suplai darah; dari saluran cerna dan limpa melalui vena

porta hepatica, dan dari aorta melalui arteri hepatica. Sekitar sepertiga darah yang masuk

adalah darah arteri dan duapertiganya adalah darah vena dari vena porta.

Vena porta bersifat unik karena terletak di antara dua daerah kapiler, yang satu

terletak dalam hati dan lainnya dalam saluran cerna. Saat mencapai hati, vena porta

bercabang-cabang yang menempel melingkari lobulus hati. Cabang-cabang ini kemudian

mempercabangkan vena-vena interlobularis yang berjalan di antara lobulus-lobulus.

Vena-vena ini selanjutnya membentuk sinusoid yang berjalan di antara lempengan

hepatosit dan bermuara dalam vena sentralis. Vena sentralis dari beberapa lobulus bersatu

membentuk vena sublobularis yang selanjutnya menyatu dan membentuk vena hepatica.

Cabang-cabang terhalus arteri hepatica juga mengalirkan darahnya ke dalam sinusoid,

sehingga terjadi campuran darah arteri dari arteri hepatica dan darah vena dari vena porta.

4

Gambar 1 : Anatomi Hepar

2.2 FISIOLOGI HATI

Hati merupakan pusat dari metabolisme seluruh tubuh, merupakan sumber energi

tubuh sebanyak 20% serta menggunakan 20 – 25% oksigen darah. Ada beberapa fungsi

hati yaitu :

1. Metabolisme Karbohidrat

1) Menyimpan glikogen dalam jumlah besar

2) Konversi galaktosa dan fruktosa menjadi glukosa

3) Glukoneogenesis

4) Pembentukan banyak senyawa kimia dari produk antara metabolism

karbohidrat

2. Fungsi hati sebagai metabolisme lemak

1) Oksidasi asam lemak untuk menyuplai energy bagi fungsi tubuh yang lain

2) Sintesis kolesterol, fosfolipid, dan sebagian besar lipoprotein

3) Sintesis lemak dari protein dan karbohidrat.

5

3. Fungsi hati sehubungan dengan pembekuan darah

1) Deaminasi asam amino

2) Pembentukan ureum untuk mengeluarkan ammonia dari cairan tubuh

3) Pembentukan protein plasma

4) Interkonversi beragam asam amino dan sintesis senyawa lain dari asam amino

4. Fungsi metabolic hati yang lain

1) Hati merupakan tempat penyimpanan vitamin.

Semua vitamin disimpan di dalam hati khususnya vitamin A, D, E, dan K

2) Hati menyimpan besi dalam bentuk ferritin.

Sel hati mengandung sejumlah besar protein yang disebut apoferritin. System

apoferritin hati bekerja sebagai penyangga besi darah dan juga sebagai media

penyimpanan besi.

3) Hati membentuk zat- zat yang digunakan untuk koagulasi darah dalam jumlah

banyak.

Zat-zat yang dibentuk di hati yang digunakan pada proses koagulasi meliputi

fibrinogen, protrombin, globulin akselerator, factor VII, dan beberapa factor

koagulasi penting lain. Vitamin K dibutuhkan oleh proses metabolism hati

untuk membentuk protrombin dan factor VII, IX, dan X.

4) Hati mengeluarkan atau mengekskresikan obat-obatan, hormone, dan zat lain.

Beberapa hormone yang disekresikan oleh kelenjer endokrin diekskresikan

atau dihambat secara kimia oleh hati, meliputi tiroksin dan terutama semua

hormone steroid seperti estrogen, kortisol, dan aldosteron.

2.3 SIROSIS HEPATIS

2.3.1 Definisi

Sirosis adalah suatu keadaan patologis yang menggambarkan stadium akhir

fibrosis hepatik yang berlangsung progresif yang ditandai dengan distorsi dari

arsitektur hepar dan pembentukan nodulus regenerative.

6

Sirosis hepatis adalah penyakit yang ditandai oleh adanya peradangan difus

dan menahun pada hati, diikuti dengan proliferasi jaringan ikat, degenerasi, dan sel-

sel hati,sehingga timbul kekacauan dalam susunan parenkim hati.

2.3.2 Epidemiologi

Lebih dari 40% pasien sirosis asimtomatis. Pada keadaan ini sirosis ditemukan

waktu pemeriksaan rutin kesehatan atau pada waktu autopsi. Keseluruhan insiden di

amerika diperkirakan 360 per 100.000 penduduk. Penyebabnya sebagian besar akibat

penyakit hati alkoholik maupun infeksi virus kronik. Hasil penelitian lain

menyebutkan perlemakan hati akan mengakibatkan steatohepatis nonalkoholik

(NASH,prevalensi 4%) dan berakhir dengan sirosis hati dengan prevalensi 0,3%.

Prevalensi sirosis hati akibat steatohepatitis alkoholik dilaporkan 0,3% juga. Di

Indonesia data prevalensi sirosis hati belum ada, hanya laporan-laporan dari beberapa

pusat pendidikan saja. Di RS Dr. Sardjito Yogyakarta jumlah pasien sirosis hati

berkisar 4,1 % dari pasien yang dirawat di Bagian Penyakit Dalam dalam kurun

waktu 1 tahun. Di Medan dalam kurun waktu 4 tahun dijumpai pasien sirosis hati

sebanyak 819 (4%) pasien dari seluruh pasien di Bagian Penyakit Dalam.

2.3.3 Klasifikasi

Sirosis secara konvensional diklasifikasikan sebagai makronudular ( besar

nodul lebih dari 3 mm ) atau mikronodular ( kurang dari 3mm ) atau campuran mikro

dan makronodular. Selain itu juga diklasifikasikan berdasarkan etiologi, fungsional

namun hal ini juga kurang memuaskan.

Sebagian besar jenis sirosis dapat diklasifikasikan secara etiologi dan

morfologis menjadi: 1) Alkoholik, 2) Kriptogenik dan post hepatitis (pasca nekrosis ),

3) Biliaris, 4) Kardiak, dan 5) Metabolik, keturunan dan terkait obat.

Sirosis hati secara klinis dibagi menjadi sirosis hati kompensata yang berarti

belum adanya gejala klinis yang nyata dan sirosis hati dekompensata yang ditandai

gejala-gejala dan tanda klinis yang jelas. Sirosis hati kompensata merupakan

kelanjutan dari proses hepatitis kronik dan pada satu tingkat tidak terlihat

perbedaannya secara klinis.

7

2.3.4 Etiologi

Penyakit-penyakit yang diduga dapat menjadi penyebab sirosis hepatis antara

lain,yaitu :

Tabel 1. Sebab-sebab Sirosis dan/atau Penyakit Hati Kronik

Pen Penyakit Infeksi BruselosisEkinokokusSkistosomiasisToksoplasmosisHepatitis virus ( hepatitis B, hepatitis C, hepatitis D, sitomegalovirus)

Penyakit Keturunan dan Metabolik

Defisiensi α1-antitripsinSindrom fanconiGalaktosemiaPenyakit GaucherPenyakit simpanan glikogenHemokromatosisIntoleransi fluktosa herediterTirosenemia herediterPenyakit wilson

Obat dan Toksin

AlkoholAmiodaronArsenikObstruksi bilierPenyakit perlemakan hati non alkoholikSirosis bilier primerKolangitis sklerosis primer

8

Penyebab Lain atau Tidak terbukti

Penyakit usus inflamasi kronikFibrosis kistikPintas jejunoilealSarkoidosis

2.3.5 Patofisiologi

Tiga mekanisme patologik utama yang berkombinasi untuk menjadi sirosis

adalah kematian sel, regenerasi, dan fibrosis progresif. Dalam kaitannya dengan

fibrosis, hati normal mengandung kolagen interstisium (tipe I, III, dan IV) disaluran

porta dan sekitar vena sentralis, dan kadang-kadang di parenkim. Di ruang antara sel

endotel sinusoid dan hepatosit (ruang Disse) terdapat rangka retikulin halus kolagen

tipe IV. Pada sirosis, kolagen tipe I dan III serta komponen lain matriks ekstrasel

mengendap disemua bagian lobulus dan sel-sel endotel sinusoid kehilangan

fenetrasinya. Juga terjadi pirau vena porta-ke-vena hepatika dan arteri hepatika-ke-

vena porta. Proses ini pada dasarnya mengubah sinusoid dari saluran endotel yang

berlubang-lubang dengan pertukaran bebas antara plasma dan hepatosit, menjadi

saluran vaskular tekanan tinggi beraliran cepat tanpa pertukaran zat terlarut. Secara

khusus, perpindahan protein (misalnya albumin, faktor pembekuan, lipoprotein)

antara hepatosit dan plasma sangat terganggu.

Sumber utama kelebihan kolagen pada sirosis tampaknya adalah sel stelata

perisinusoid penyimpan lemak, yang terletak di ruang Disse. Walaupun secara

normal berfungsi sebagai penyimpan vitamin A dan lemak, sel ini mengalami

pengaktifan selama terjadinya sirosis, kehilangan simpanan retinil ester, dan berubah

menjadi sel mirip miofibroblas. Rangsangan untuk sintesis dan pengendapan kolagen

dapat berasal dari beberapa sumber : peradangan kronis, disertai produksi sitokin

peradangan seperti faktor nekrosis tumor, limfotoksin, dan interleukin 1;

pembentukan sitokin oleh sel endogen yang cedera (sel Kupffer, sel endotel,

hepatosit, dan sel epitel saluran empedu); gangguan matriks ekstrasel; stimulasi

langsung sel stelata oleh sitokin.

Hipertensi porta

9

Hipertensi portal didefinisikan sebagai peningkatan tekanan vena porta yang

menetap di atas nilai normal yaitu 6 sampai 12 cm H2O. Mekanisme primer

penyebab hipertensi portal adalah peningkatan resistensi terhadap aliran darah

melalui hati. Selain itu, biasanya terjadi peningkatan aliran arteri splangnikus.

Kombinasi kedua faktor yaitu menurunnya aliran keluar melalui vena hepatika dan

meningkatnya aliran masuk bersama-sama menghasilkan beban berlebihan pada

sistem portal. Pembebanan berlebihan sistem portal ini merangsang timbulnya aliran

kolateral guna menghindari obstruksi hepatic(varises). Tekanan balik pada sistem

portal menyebabkan splenomegali dan sebagian bertanggungjawab atas tertimbunnya

asites.

Empat konsekuensi utama adalah : asites, pembentukan pirau vena

portosistemik, splenomegali kongestif, enselopati hepatica.

1) Asites

Asites adalah kumpulan kelebihan cairan di rongga peritoneum. Faktor utama

asites adalah peningkatan tekanan hidrostatik pada kapiler usus (hipertensi porta)

dan penurunan tekanan osmotic koloid akibat hipoalbuminemia. Faktor lain yang

berperan adalah retensi natrium dan air serta peningkatan sintesis dan aliran limfe

hati. Kelainan ini biasanya mulai tampak secara klinis bila telah terjadi

penimbunan paling sedikit 500 mL, tetapi cairan yang tertimbun dapat mencapai

berliter-liter dan menyebabkan distensi massif abdomen. Cairan biasanya berupa

cairan serosa dengan protein 3g/dL ( terutama albumin ) serta at terlarut dengan

konsentrasi serupa, misalnya glukosa, natrium, dan kalium seperti dalam darah.

Cairan ini mungkin mengandung sedikit sel mesotel dan leukosit mononukleus.

Influks neutrofil mengisyaratkan infeksi sekunder, sedangkan sel darah merah

menunjukkan kemukinan kanker intra abdomen yang mungkin telah luas. Pada

asites kronik, merembesnya cairan peritoneum melalui pembuluh limfe

transdiafragma dapat menyebabkan hidrotoraks, terutama disisi kanan.

Patogenesis asites tidak sederhana, melibatkan satu atau lebih mekanisme

berikut :

10

a) Hipertensi sinusoid, yang mengubah gaya starling dan mendorong cairan

kedalam ruang Disse, yang kemudian dikeluarkan oleh pembuluh limf

hati, perpindahan cairan ini juga ditingkatkan oleh hipoalbuminemia.

b) Perembesan limf hati kedalam ronggan peritoneum, limf duktus torasikus

secara normal mengalir dalam jumlah sekitar 800 – 1000 mL/hari. Pada

sirosis, aliran limf hati dapat mendekati 20 L/hari, melebihi kapasitas

duktus torasikus. Limf hati kaya akan protein dan rendah trigliserida,

yang tercermin dalam asites kaya protein.

c) Retensi natrium dan air oleh ginjal karena hiperaldosteronisme sekunder,

walaupun kadar natrium tubuh total lebih besar dari pada normal.

2) Pirau Portosistemik

Dengan meningkatnya tekanan system porta, terbentuk pembuluh pintas

ditempat yang sirkulasi sitemik dan sirkulasi porta memiliki jaringan kapiler

yang sama. Tempat utama adalah vena disekitar dan didalam rectum

( bermanifestasi sebagai hemoroid ), taut kardioesofagus ( menimbulkan

varises esophago-gastrik), retroperitoneum, dan ligamentum falcifarum hati

( mengenai kolateral dinding abdomen dan periumbilukus). Walaupun dapat

terjadi, perdarahan hemoroid jarang massif atau mengancam nyawa. Yang

paling penting adalah varises esofagogastrik yang terjadi pada sekitar 65%

pasien dengan sirosis hati tahap lanjut dan menyebabkan hematemesis massif

dan kematian pada sekitar separuh dari mereka. Kolateral dinding abdomen

tampak sebagai vena subkutis yang melebar dan berjalan dari umbilicus

kearah tepi iga ( kaput medusa ) dan merupakan tanda klinis utama hipertensi

porta.

3) Spenomegali

Splenomegali pada sirosis dapat dijelaskan berdasarkan kongesti pasif

kronis akibat aliran balik dan tekanan darah yang lebih tinggi pada vena

lienalis. Kongesti kronis dapat menyebabkan splenomegali kongestif. Derajat

pembesaran sangat bervariasi ( sampai 1000 g) dan tidak selalu berkaitan

dengan gambaran lain hipertensi porta. Splenomegali massif dapat secara

11

sekunder memicu beragam kelainan hematologic yang berkaitan dengan

hipersplenisme.

2.3.6 Manifestasi Klinis

1) Gejala-gejala sirosis

Stadium awal sirosis sering tanpa gejala sehingga kadang ditemukan pada

waktu pasien melakukan pemeriksaan kesehatan rutin atau karena kelainan penyakit

lain. Gejala awal sirosis ( kompensata ) meliputi perasaan mudah lelah dan lemas,

selera makan berkurang, perasaan perut kembung, mual, berat badan menurun, pada

laki-laki dapat timbul impotensi, testis mengecil, buah dada menbesar, hilangnya

dorongan seksualitas. Bila sudah lanjut ( sirosis dekompensata ), gejala-gejala lebih

menonjol terutama bila timbul komplikasi kegagalan hati dan hipertensi porta,

meliputi hilangnya rambut badan, gangguan tidur, dan demam tak begitu tinggi.

Mungkin disertai adanya gangguan pembekuan darah, perdarahan gusi, epistaksis,

gangguan siklus haid, ikterus dengan air kemih seperti teh pekat, muntah darah dan /

atau melena, serta perubahan mental, meliputi mudah lupa, sukar konsentrasi,

bingung, agitasi sampai koma.

2) Temuan klinis

a. Spider angio maspider angiomata ( spider telangiektasi )

Yaitu suatu lesi vaskular yang dikelilingi beberapa vena-vena kecil. Tanda-

tanda ini sering ditemukan dibahu, muka dan lengan atas. Mekanisme terjadinya

tidak diketahui, ada anggapan dikaitkan dengan peningkatan rasio estradiol/

testoteron bebas. Tanda ini juga bisa ditemukan selama hamil, malnutrisi berat,

bahkan ditemukan pula pada orang sehat, walau umumnya ukuran lesi kecil.

b. Eritema palmaris

Warna merah saga pada thenar dan hipothenar telapak tangan. Hal ini juga

dikaitkan dengan perubahan metabolisme hormon estrogen. Tanda ini juga tidak

spesifik pada sirosis. Ditemukan pula pada kehamilan, artritis reumatoid,

hipertiroidisme, dan keganasan hematologi.

12

c. Perubahan kuku-kuku murchche berupa pita putih horisontal dipisahkan dengan

warna normal kuku. Mekanismenya juga belum diketahui, diprkirakan akibat

hipoalbuminemia. Tanda ini juga bisa ditemukan pada kondisi hipoalbuminemia

lain seperti sindroma nefrotik.

d. Jari gada, lebih sering ditemukan pada sirosis bilier. Osteoartropati hipertropi

suatu periostitis proliferatif kronik, menimbulkan nyeri.

e. Kontraktur dupuytren akibat fibrosis fasia palmaris menimbulkan kontraktur

fleksi jari-jari berkaitan dengan alkoholisme tetapi tidak secara spesifik berkaitan

dengan sirosis. Tanda ini juga bisa ditemukan pada pasien diabetes mellitus,

distrofi reflek simpatetik dan perokok yang juga mengkonsumsi alkohol.

f. Ginekomastia secara histologis berupa proliferasi benigna jaringan glandula

mammae laki-laki. Kemungkinan akibat peningkatan androstenedion. Selain itu,

ditemukan juga hilangnya rambut dada dan axilla pada laki-laki, sehingga laki-

laki mengalami perubahn kearah feminisme. Kebalikannya pada perempuan

menstruasi cepat berhenti sehingga dikira fase menopause.

g. Atrofi testis hipogonadisme menyebabkan impotensi dan infertil. Tanda ini

menonjol pada alkoholik sirosis dan hemokromatosis.

h. Hepatomegali , ukuran hati yang sirotik bisa membesar, normal atau mengecil.

Bilamana hati teraba, hati sirotik teraba keras dan nodular.

i. Splenomegali sering ditemukan terutama pada sirosis yang penyebabnya

nonalkoholik. Pembesaran ini akibat kongesti pulpa merah lien karena hipertensi

porta.

j. Asites, penimbunan cairan dalam rongga peritonium akibat hipertensi porta dan

hipoalbuminemia. Caput medusa juga sebagai akibat hipertensi porta.

k. Fetor hepatikum, bau nafas yang khas pada pasien sirosis disebabkan

peningkatan konsentrasi dimetil sulfid akibat pintasan porto sistemik yang berat.

l. Ikterus

Ikterus adalah pewarnaan jaringan tubuh menjadi kekuning-kuningan pada

kulit dan jaringan dalam. Penyebab umum ikterus adalah adanya sejumlah besar

bilirubin dalam cairan ekstrasel, baik bilirubin bebas atau bilirubin terkonjugasi.

Konsentrasi bilirubin plasma normal, meliputi hampir seluruhnya bentuk bebas,

13

rata-rata 0,5 mg/dl plasma. Pada keadaan abnormal tertentu,nilainya dapat

meningkat sampai 40 mg/dl, dan banyak dari bilirubin ini menjadi tipe

konjugasi. Kulit biasanya mulai tampak kuning bila konsentrasinya meningkat

kira-kira tiga kali normal-yaitu, di atas 1,5 mg/dl.

Penyebab ikterus yang umum adalah :

1) Meningkatnya pemecahan sel darah merah, dengan pelepasan bilirubin yang

cepat ke dalam darah

2) Sumbatan duktus biliaris atau kerusakan sel hati sehingga bahkan jumlah

bilirubin yang biasa sekalipun tidak dapat diekskresikan kedalam saluran

pencernaan. Dua tipe ikterus ini disebut, berturut-turut ikterus ini disebut,

ikterus hemolitik dan ikterus obstruktif.

Ikterus hemolitik disebabkan hemolisis sel darah merah. Pada ikterus

hemolitik, fungsi ekskresi hati tidak terganggu, tetapi sel darah merah

dihemolisis begitu cepat sehingga sel hati tidak dapat mengekskresikan bilirubin

secepat pembentukannya. Oleh karena itu, konsentrasi plasma bilirubin bebas

meningkat diatas nilai normal. Selain itu, kecepatan pembentukan urobilinogen

dalam usus sangat meningkat, dan sebagian besar urobilinogen diabsorbsi

kedalam darah dan akhirnya diekskresikan ke dalam urin.

Ikterus obstruktif disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris atau penyakit

hati. Ikterus obstruktif disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris atau kerusakan

sel hati, kecepatan pembentukan bilirubinnya normal, tetapi bilirubin yang

dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus. Bilirubin bebas masih

masuk ke sel hati dan dikonjugasi dengan cara yang biasa. Bilirubin terkonjugasi

ini kemudian kembali ke dalam darah, mungkin karena pecahnya kanalikuli

biliaris yang meninggalkan hati.

m. Asterixis- bilateral tetapi tidak sinkron berupa gerakan mengepak-ngepak dari

tangan.

Tanda-tanda lain yang menyertai diantaranya :Demam yang tidak tinggi akibat

nekrosis hepar; batu pada vesika felea akibat hemolisis; pembesaran kelenjer parotis

terutama pada alkoholik, hal ini akibat sekunder infiltrasi lemak, fibrosis dan edema.

14

Gambaran laboratorium

Adanya sirosis dicurigai bila ada kelainan pemeriksaan laboratorium pada waktu

seseorang memeriksakan kesehatan rutin, atau pada skrining untuk evaluasi keluhan

spesifik. Tes fungsi hati meliputi aminotransferase, alkali fosfatase, gamma glutamil

transpeptidase, billirubin, albumin, dan waktu protrombin.

Aspartat aminotransferase (AST) atau serum glutamil oksalo asetat (SGOT) dan

alanin aminotransferase (ALT) atau serum glutamil piruvat transaminase ( SGPT )

meningkat tapi tak begitu tinggi. AST lebih meningkat dari pada ALT, namun bila

transaminase normal tidak mengenyampingkan adanya sirosis.

Alkali fosfatase meningkat kurang dari 2 sampai 3 kali batas normal atas.

Konsentrasi yang tinggi bisa ditemukan pada pasien kolangitis sklerosis primer dan

sirosis bilier primer.

Gamma glutamil transpeptidase ( GGT ), konsentrasinya seperti hal nya alkali

fosfatase pada penyakit hati. Konsentrasinya tinggi pada penyakit hati alkoholik

kronik, karena alkohol selain menginduksi GGT mikrosomal hepatik, juga

menyebabkan bocornya bocornya GGT dari hepatosit.

Billirubin konsentrasinya bisa normal pada sirosis hati kompensata, tapi bisa

meningkat pada sirosis yang lanjut.

Albumin, sintesisnya terjadi dijaringan hati, konsentrasinya menurun sesuai

dengan perburukan sirosis.

Globulin, konsentrasinya meningkat pada sirosis. Akibat sekunder dari pintasan,

antigen bakteri dari sistem porta kejaringan limfoid, selanjutnya menginduksi

produksi imunoglobulin.

Waktu protrombin mencerminkan derajat/tingkatan disfungsi sintetis hati,

sehingga pada sirosis memanjang.

Natrium serum menurun terutama pada sirosis dengan asites, dikaitkan dengan

ketidakmampuan ekskresi air bebas.

Kelainan hematologi anemia, penyebabnya bisa bermacam-macam, anemia

normokrom, normositer, dengan hipokrom mikrositer atau hipokrom makrositer.

Anemia dengan trombositopenia, leukopenia, dan netropenia akibat splenomegali

kongestif berkaitan dengan hipertensi porta sehingga terjadi hipersplenisme.

15

Gambaran laboratoris yang dapat ditemukan berupa seromarker hepatitis.

Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan berupa USG, biopsy hati,

endoskopi saluran cerna atas, dan barium meal. Pemeriksaan radiologis barium meal

dapat melihat varises untuk konfirmasi adanya hipertensi porta. USG secara rutin

digunakan karena pemeriksaannya non invasif dan mudah digunakan, namun

sensitivitasnya kurang. Pemeriksaan hati yang bisa dinilai dengan USG meliputi

sudut hati, permukaan hati, ukuran, hommogenitas, dan adanya massa. Pada sirosis

lanjut, hati mengecil dan nodular, permukaan irreguler, dan adanya peningkatan

ekogenitas parenkim hati. Selain itu USG juga bisa untuk melihat asites,

splenomegali, trombosis vena porta dan pelebaran vena porta, serta skrining adanya

karsinoma hati pada pasien sirosis.

Tomografi komputerisasi, informasinya sama dengan USG, tidak rutin

digunakan karena biayanya relatif mahal.

Magnetic resonance imaging, perannya tidak jelas dalam mendiagnosis sirosis

selain mahal biayanya.

2.3.7 Diagnosis

Pada stadium kompensasi sempurna kadang-kadang sulit menegakkan diagnosis

sirosis hati. Pada proses lanjutan dari kompensasi sempurna mungkin bisa ditegakkan

diagnosis dengan bantuan pemeriksaan klinis yang cermat, laboratorium

biokimia/serologi, dan pemeriksaan penunjang lainnya. Pada saat ini penegakkan

diagnosis sirosis hati terdiri dari pemeriksaan fisis, laboratorium, dan USG. Pada

kasus tertentu diperlukan pemeriksaan biopsi hati atau peritoneoskopi karena sulit

membedakan hepatitis kronik aktif yang berat dengan sirosis hati ini.

Pada stadium dekompensata diagnosis kadang kala tidak sulit karena gejala dan

tanda-tanda klinis sudah tampak dengan adanya komplikasi.

Diagnosis sirosis hepatis menurut kriteria Soebandiri, bila terdapat 5 dari 7 :

1) Spider naevi

16

2) Venectasi/vena kolateral

3) Asites

4) Hepatosplenomegali

5) Varises esophagus

6) Ratio albumin : globulin terbalik

7) Palmar eritem

2.3.8 Different Diagnosis

Hepatitis kronis aktif

2.3.9 Pengobatan

Etiologi sirosis mempengaruhi penanganan sirosis. Terapi ditujukan

mengurangi progresi penyakit, menghindarkan bahan-bahan yang bisa menambah

kerusakan hati, pencegahan dan penanganan komplikasi. Bilamana tidak ada koma

hepatik diberikan diet yang mengandung protein 1g/kgBB dan kalori sebanyak 2000

– 3000 kkal/hari.

Tatalaksana pasien sirosis yang masih kompensata ditujukan untuk mengurangi

progresi kerusakan hati. Terapi pasien ditujukan untuk menghilangkan etiologi,

diantaranya : alkohol dan bahan-bahan lain yang toksik dan dapat mencederai hati

dihentikan penggunaannya. Pemberian asetaminofen, kolkisin, dan obat herbal bisa

menghambat kolagenik.

Pada hepatitis autoimun bisa diberikan steroid atau imunosupresif. Pada

hemokromatosis flebotomi setiap minggu sampai konsentrasi besi menjadi normal

dan diulang sesuai dengan kebutuhan. Pada penyakit hati nonalkoholik, menurunkan

berat badan akan mencegah terjadinya sirosis.

Pada hepatitis B, interferon alfa dan lamivudin ( analog nukleosida) merupakan

terapi utama. Lamivudin sebagai terapi lini pertama diberikan 100mg secara oral

setiap hari selama satu tahun. Namun pemberian lamivudin setelah 9-12 bulan

menimbulkan mutasi YMDD sehungga terjadi resistensi obat. Interferon alfa

diberikan secara suntikan subkutan 3 MIU, tiga kali seminggu selama 4-6 bulan,

namun ternyata juga banyak yang kambuh.

17

Pada hepatitis C kronik, kombinasi interferon dengan ribavirin merupakan

terapi standar. Interferon diberikan secara suntikan subkutan dengan dosis 5 MIU tiga

kali seminggu dan dikombinasi ribavirin 800-1000 mg / hari selama 6 bulan.

Pada pengobatan fibrosis hati, pengobatan antifibrotik pada saat ini lebih

mengarah kepada peradangan dan tidak terhadap fibrosis. Di masa datang,

menempatkan sel stelata sebagai target pengobatan dan mediator fibrogenik akan

merupakan terapi utama. Pengobatan untuk mengurangi aktifasi dari sel stelata bisa

merupakan salah satu pilihan. Interferon mempunyai aktivitas antifibrotik

dihubungkan dengan pengurangan aktivasi sel stelata. Kolkisin memiliki efek anti

peradangan dan mencegah pembentukan kolagen, namun belum terbukti dalam

penelitian sebagai anti fibrosis dan sirosis. Metotreksat dan vitamin A juga dicobakan

sebagai anti fibrosis. Selain itu, obat-obatan herbal juga sedang dalam penelitian.

Pengobatan sirosis dekompensata

Asites : tirah baring dan diawali diet rendah garam, konsumsi garam sebanyak 5,2

gram atau 90 mmol / hari. Diet rendah garam dikombinasi dengan obat –obatan

diuretik. Awalnya dengan pemberian spironolakton dengan dosis 100-200 mg sekali

sehari. Respon diuretik bisa dimonitor dengan penurunan berat badan 0,5 kg/ hari,

tanpa adanya edema kaki atau 1 kg/hari dengan adanya edema kaki. Bilamana

pemberian spironolakton tidak adekuat bisa dikombinasi dengan furosemid dengan

dosis 20-40- mg/hari. Pemberian furosemid bisa ditambah dosis nya bila tidak ada

respon., maksimal dosisnya 160mg/hari. Parasentesis dilakukan bila asites sangat

besar. Pengeluaran asites bisa hingga 4-6 liter dan dilindungi dengan pemberian

albumin.

Ensefalopati hepatik : laktulosa membantu pasien untuk mengeluarkan amonia.

Neomisin bisa digunakan untuk mengurangi bakteri usus penghasil amonia, diet

protein dikurangi sampai 0,5 gr/kg BB/hari, terutama diberikan yang kaya asam

amino rantai cabang.

Varises esefagus : sebelum berdarah dan sesudah berdarah bisa diberikan obat

penyekat beta (propanolol). Waktu perdarahan akut, bisa diberikan preparat

somatostatin atau oktreotid, diteruskan dengan tindakan skleroterapi atau ligasi

endoskopi.

18

Peritonitis bakterial spontan : diberikan antibiotika seperti sefotaksim intravena,

amoksilin, atau aminoglikosida.

Sindrom hepatorenal : mengatasi perubahan sirkulasi darah dihati, mengatur

keseimbangan garam dan air.

Transpantasi hati : terapi definitif pada pasien sirosis dekompensata. Namun

sebelum dilakukan transplantasi ada beberapa kriteria yang harus dipenuhi resipien

dahulu.

2.3.10 Komplikasi

Komplikasi yang sering dijumpai antara lain peritonitis bakterial spontan, yaitu

infeksi cairan asites oleh satu jenis bakteri tanpa ada bukti infeksi sekunder intra

abdominal. Biasanya pasien ini tanpa gejala, namun dapat timbul demam dan nyeri

abdomen.

Pada sindrom hepatorenal, terjadi gangguan fungsi ginjal akut berupa oligouri,

peningkatan ureum, kreatinin tanpa adanya kelainan organik ginjal. Kerusakan hati

lanjut menyebabkan penurunan perfusi ginjal yang berakibat pada penurunan filtrasi

glomerulus.

Salah satu menifestasi hipertensi porta adalah varises esofagus. 20-40% pasien

sirosis dengan varises esofagus pecah yang menimbulkan perdarahan. Angka

kematiannya sangat tinggi, sebanyak duapertiganya akan meninggal dalam waktu satu

tahun walaupun dilakukan tindakan untuk menanggulangi varises ini dengan

beberapa cara.

Ensefalopati hepatik, merupakan kelainan neuropsikiatrik akibat disfungsi.

Mula-mula adanya gangguan tidur (insomnia dan hipersomnia ), selanjutnya dapat

menimbulkan gangguan kesadaran yang berlanjut sampai koma.

Pada sindrom hepatopulmonal terdapat hidrotoraks dan hipertensi

portopulmonal.

2.3.11 Prognosis

Prognosis sirosis sangat bervariasi dipengaruhi sejumlah factor, meliputi

etiologi, beratnya kerusakan hati, komplikasi dan penyakit lain yang menyertai.

Klasifikasi Child-Pugh dipakai sebagai petunjuk prognosis pasien sirosis yang akan

19

menjalani operasi, variable nya meliputi konsentrasi bilirubin, albumin, ada tidaknya

asites dan ensefalopati juga status nutrisi. Klasifikasi ini terdiri dari Child A, B, dan

C. Klasifikasi Child-pugh berkaitan dengan kelangsungan hidup. Angka

kelangsungan hidup selama satu tahun untuk pasien dengan Child A,B dan C

berturut-turut 100, 80,dan 45 %.

Tabel 2. Kriteria Child-Pugh pada penderita sirosis hepatis

Parameter Klinis Derajat Klasifikasi

1 2 3

Bilirubin (mg/dl)

Albumin (g/dl)

Asites

Defisit neurologik

Nutrisisi

<2

>3,5

Tidak ada

Tidak ada

baik

2-3

3-3,5

Terkontrol

Minimal

Cukup

>3

<3

Sulit dikontrol

Berat/koma

Kurang

Kombinasi skor :

5-6 (Child A)

7-9 (Child B)

10-15 (Child C)

Mortalitas :

Child A pada operasi sekitar : 10-15%

Child B pada operasi sekitar : 30%

Child C pada operasi sekitar : 60%

Penilaian prognosis yang terbaru adalah model for end stage liver disease

( MELD ) digunakan untuk pasien sirosis yang akan dilakukan transplantasi hati.

20