26
PENDAHULUAN Latar Belakang Meningkatnya penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, kanker, dan radang sendi berpengaruh pada tingginya biaya kesehatan yang harus dikeluarkan masyarakat (Kralovec dan Barrow 2008). Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) memasukkan osteoarthritis sebagai salah satu dari empat kondisi otot dan tulang yang membebani individu, sistem kesehatan maupun sistem perawatan sosial dengan biaya yang cukup besar. Di dunia diperkirakan setidaknya terdapat 9,6% pria dan 18% wanita di atas usia 60 tahun menderita osteoarthritis (OA). Kasus tersebut diduga akan terus meningkat akibat bertambahnya usia harapan hidup, obesitas (kegemukan) dan kebiasaan merokok (Merdikoputro dan Asri 2006). Tahun 2020, WHO juga memperkirakan OA akan menjadi penyebab utama cacat fisik pada umat manusia setelah arthritis rematoid (jenis penyakit rematik yang mengenai jari tangan/jari kaki), osteoporosis (keropos tulang) dan nyeri punggung bawah. Indonesia merupakan negara ke-4 dengan jumlah orang lanjut usia (lansia) terbanyak sesudah negara China, India dan Amerika Serikat (Merdikoputro dan Asri 2006). Glukosamin merupakan senyawa alami yang terdapat dalam tubuh manusia yang merupakan unsur pokok dari GAG

Rekapros Kelompok

Embed Size (px)

DESCRIPTION

tugas rekayasa

Citation preview

Page 1: Rekapros Kelompok

PENDAHULUAN

Latar Belakang

Meningkatnya penyakit kronis seperti penyakit jantung, diabetes, kanker,

dan radang sendi berpengaruh pada tingginya biaya kesehatan yang harus

dikeluarkan masyarakat (Kralovec dan Barrow 2008). Organisasi Kesehatan

Dunia (WHO) memasukkan osteoarthritis sebagai salah satu dari empat kondisi

otot dan tulang yang membebani individu, sistem kesehatan maupun sistem

perawatan sosial dengan biaya yang cukup besar. Di dunia diperkirakan

setidaknya terdapat 9,6% pria dan 18% wanita di atas usia 60 tahun menderita

osteoarthritis (OA). Kasus tersebut diduga akan terus meningkat akibat

bertambahnya usia harapan hidup, obesitas (kegemukan) dan kebiasaan merokok

(Merdikoputro dan Asri 2006). Tahun 2020, WHO juga memperkirakan OA akan

menjadi penyebab utama cacat fisik pada umat manusia setelah arthritis rematoid

(jenis penyakit rematik yang mengenai jari tangan/jari kaki), osteoporosis

(keropos tulang) dan nyeri punggung bawah. Indonesia merupakan negara ke-4

dengan jumlah orang lanjut usia (lansia) terbanyak sesudah negara China, India

dan Amerika Serikat (Merdikoputro dan Asri 2006).

Glukosamin merupakan senyawa alami yang terdapat dalam tubuh manusia

yang merupakan unsur pokok dari GAG pada tulang rawan dan cairan synovial.

Glukosamin dalam tubuh berfungsi untuk memproduksi cairan synovial sebagai

bahan pelumas pada tulang rawan. Kekurangan cairan synovial dalam tubuh dapat

menimbulkan kekakuan pada sendi sehingga menyebabkan penyakit

osteoarthritis.

Glukosamin merupakan salah satu jenis suplemen yang banyak dikaji

berkaitan dengan manfaatnya untuk kesehatan sendi. Glukosamin dalam bentuk

klorida maupun sulfat telah dipasarkan secara luas di Kanada dan Amerika

(Kralovec dan Barrow 2008). Glukosamin juga telah banyak beredar di Indonesia

pada kisaran harga Rp 2.100-3.000 per kapsul 0,5 gram. Mengingat tingginya

resiko penyakit osteoarthritis di Indonesia dan harga glukosamin yang terbilang

cukup mahal maka upaya memproduksi glukosamin hidroklorida dengan harga

terjangkau menjadi penting untuk dilakukan.

Page 2: Rekapros Kelompok

Khitin dan khitosan saat ini menjadi salah satu bahan kimia dan bahan baku

industri yang menjadi unggulan khususnya bagi industri farmasi, kesehatan,

kosmetik, makanan, pengolah limbah dan air, fotografi, kayu dan kertas. Hal itu

karena aplikasi dan kegunaan khitin dan khitosan yang luas di berbagai sektor.

Aplikasi dan kegunaan yang luas tersebut didukung pula oleh tersedianya bahan

baku khitin dan khitosan. Khitin dan khitosan dapat dibuat dari udang-udangan,

serangga dan jamur. Salah satu yang potensial digunakan sabagai bahan baku

khitin dan khitosan adalah limbah udang. Limbah udang dihasilkan dari kegiatan

pengolahan udang segar menjadi udang beku. Di Indonesia terdapat 91

perusahaan pengolahan udang (BPS, 2003). Pada tahun 2002, produksi udang

olahan sebesar 571.725.257 g (BPS, 2002). Produksi sebesar itu akan

menghasilkan limbah udang minimal 171.517.577 g karena menurut banyaknya

limbah udang mencapai 36-49% dari bobot udang.

Aplikasi dan kegunaan yang luas dari khitin dan khitosan dan tersedianya

bahan baku yang berlimpah menyebabkan adanya peluang yang besar untuk

mendirikan industri glukosamin. Peluang didirikannya industri glukosamin di

Indonesia harus dioptimalkan. Oleh karena itu perlu dilakukan kajian tekno-

ekonomi pendirian industri pengolahan khitin dan khitosan dari limbah udang dan

pengolahan glukosamin.

Tujuan

1. Memilih alternatif proses terbaik dalam memproduksi glukosamin

2. Perancangan dan pemilihan peralatan proses pembuatan glukosamin

3. Menguji analisis kelayakan ekonomi perancangan proses pembuatan

glukosamin

TINJAUAN PUSTAKA

Limbah Udang

Persentase kepala udang sebesar 36-49%, daging keseluruhan 2-41% dan

kulit ekor 17-23% dari seluruh berat badan. Kulit udang yang terdapat pada

kepala, jengger dan tubuh udang mengandung protein 34,9 %, kalsium 26,7 %,

Page 3: Rekapros Kelompok

khitin 18,1 % dan unsur lain seperti zat terlarut, lemak, protein tercerna sebanyak

19,4 % . Menurut Mulyanto (1984), banyaknya limbah udang mencapai 30%-75%

dari berat udang.

Tabel 1. Komposisi Kimia Limbah Udang (%)

Sumber : aJuhairi

(1986) dan bSuparno dan

Nurcahya (1974)

Khitin dan Kitosan

Khitin berbentuk kristal putih. Tidak larut dalam air, tidak larut dalam asam

organik, basa pekat dan pelarut organik lainnya. Khitin larut dalam asam pekat

seperti asam sulfat, asam nitrit, asam fosfat, dan asam formiat anhidrida. Khitin

mempunyai rumus molekul C18H26N2O10 merupakan zat padat yang tak berbentuk

(amorphous), tak larut dalam air, asam anorganik encer, alkali encer dan pekat,

alkohol, dan pelarut organik lainnya tetapi larut dalam asam-asam mineral yang

pekat. Khitin kurang larut dibandingkan dengan selulosa dan merupakan N-

glukosamin yang terdeasetilasi sedikit, sedangkan khitosan adalah khitin yang

terdeasetilasi sebanyak mungkin (Hirano, 1986).

Gambar 1. Struktur Kimia Khitin

Khitin tidak terdapat dalam keadaan murni tetapi mengandung bahan

mineral dan protein. Khitin di didapat dengan isolasi atau ekstraksi bahan baku

Unsur Kepala udanga Jengger udangb

Air 78,51 69,30

Protein 12,28 20,70

Lemak 1,27 8,50

Abu 5,34 1,50

Page 4: Rekapros Kelompok

untuk memisahkan komponen-komponen mineral (demineralisasi) dan protein

(deproteinasi). Deproteinasi dapat dilakukan sebelum dan sesudah demineralisasi.

Deproteinasi dapat dilakukan lebih dahulu apabila protein yang terlarut akan

dimanfaatkan lebih lanjut.

Khitosan merupakan polielektrolit netral pada pH asam. Khitosan dapat

berbentuk tepung, serpihan maupun larutan. Bahan-bahan seperti protein, anion

polisakarida, asam nukleat dan bahan-bahan lain yang bermuatan negatif akan

berinteraksi kuat dengan khitosan membentuk ion netral.

Gambar 2. Struktur Khitosan

Khitosan merupakan poliglukosamin yang dapat larut dalam kebanyakan

asam seperti asam asetat, laktat atau asam-asam organik (adipat, malat), asam

mineral seperti HCl, HNO3 pada konsentrasi 1 % dan mempunyai daya larut yang

terbatas dalam asam fosfat dan tidak larut dalam asam sulfat. Pelarut khitosan

yang terbaik adalah asam format dengan konsentrasi 0,2-100%.

Khitosan merupakan senyawa yang tidak larut dalam air, larutan basa kuat,

sedikit larut dalam HCl dan HNO3, dan H3 PO4, dan tidak larut dalam H2SO4.

Khitosan tidak beracun, mudah mengalami biodegradasi dan bersifat

polielektrolitik. Disamping itu khitosan dapat dengan mudah berinteraksi dengan

zat-zat organik lainnya seperti protein. Oleh karena itu, khitosan relatif lebih

banyak digunakan pada berbagai bidang industri terapan dan industri kesehatan.

Khitin dan khitosan serta turunannya mempunyai sifat sebagai bahan pengemulsi

koagulasi dan penebal emulsi.

Keuntungan khitosan adalah mudah larut dalam suasana asam, sedangkan

khitin tidak. Dengan demikian pada penggunaannya lebih mudah menggunakan

khitosan daripada khitin. Khitin dan khitosan mempunyai peluang komersial

Page 5: Rekapros Kelompok

karena mengandung nitrogen yang cukup tinggi (6,68%) dibandingkan dengan

selulosa sintetik (1,25%) (Habibie, 2000). Khitosan bersifat mudah mengalami

degradasi secara biologis, tidak beracun, mempunyai bobot molekul tinggi dan

tidak larut pada pH diatas 6,5.

Glukosamin

Glukosamin adalah amino monosakarida yang ditemukan pada kitin,

glikoprotein dan glikosaminoglikan. Glikoprotein, dikenal sebagai proteoglikan

yang merupakan bentuk dasar matriks ekstraseluler dari jaringan penyambung. 

Glukosamin (C6H13NO5) merupakan gula amino dan prekursor penting dalam

sintesis biokimia dari protein glikosilasi dan lipid. Glukosamin ditemukan sebagai

komponen utama dari rangka luar krustasea, artropoda, dan cendawan.

Glukosamin merupakan salah satu monosakarida yang banyak dijumpai.

Gambar 3 Struktur kimia glukosamin hidroklorida (Mojarrad et al. 2007)

Dalam industri, glukosamin diproduksi dengan cara hidrolisis rangka luar

krustasea (limbah udang). Glukosamin umumnya digunakan untuk meringankan

gejala osteoartritis. Konsumsi glukosamin secara oral biasanya digunakan untuk

mengurangi gejala osteoartritis. Sebagai prekursor dari glikoaminoglikan yang

menyusun jaringan kartilago sendi, suplementasi glukosamin diharapkan mampu

membangun kembali jaringan kartilago dan mengurangi risiko osteoarthritis.

Glukosamin dapat dihasilkan dengan beberapa cara ekstraksi yakni proses

hidrolisis kimiawi, proses enzimatis, proses fermentasi, dan proses gabungan

antara ketiganya. Produksi glukosamin dengan proses ekstraksi enzimatis dan

fermentasi biasanya dilakukan pada skala laboratorium. Proses ekstraksi yang

paling umum digunakan pada produksi glukosamin skala industri adalah proses

Page 6: Rekapros Kelompok

hidrolisis kimiawi dengan kombinasi asam HCl dan basa NaOH dengan

konsentrasi tertentu.

ALTERNATIF PROSES

Proses produksi glukosamin dapat dilakukan dengan beberapa metode

proses. Metode dalam produksi glukosamin diantaranya yaitu proses hidrolisis

dengan menggunakan sumber glukosamin yaitu kitin dan kitosan, kemudian

proses sintesis kimia dari senyawa sederhana menggunakan sumber karbon dan

sumber ammonium. Alternatif kedua proses tersebut menghasilkan karakteristik

pemurnian dan rendemen yang berbeda.

1. Proses produksi glukosamin dengan metode hidrolisis kitin dan kitosan

Proses hidrolisis glukosamin dilakukan melalui proses hidrolisis dari

cangkang hewan laut. Proses hidrolisis dimulai dengan proses perubahan molekul

kitin menjadi kitosan. Kitin merupakan biopolimer organik terbanyak kedua yang

ditemukan di alam setelah selulosa, terdapat di berbagai spesies binatang baik

darat maupun perairan (Suptijah et al. 1992). Glukosamin tidak bisa diekstraksi

langsung dari kitin. Sehingga kitin perlu dirubah terlebih dahulu menjadi molekul

glukosamin.

Proses dalam ekstraksi glukosamin dari kitosan dapat dilakukan dengan

mengesktraksi langsung dari bahan yang mengandung glukosamin yaitu kitosan.

Kitosan merupakan bahan yang dapat diperoleh dari cangkang crustacea. Proses

ekstraksi glukosamin dengan menggunakan bahan kitosan dapat dilakukan dengan

beberapa tahapan. Proses ekstraksi kitosan menjadi glukosamin terjadi pada

tahapan yang disebut dengan proses desitilasi. Sebab pada proses ini terjadi

perubahan dari molekul kitin menjadi molekul kitosan. Proses ekstraksi

glukosamin dari kitin terlihat padap Gambar 4.

Page 7: Rekapros Kelompok

Gambar 4. Produksi Glukosamin dari Kitin/Kitosan

Proses hidrolisis didahului dengan proses demineralisasi, deproteinisasi dan

terakhir yaitu proses deasitilasi. Deasitilasi sangat berpengaruh dalam tahapan

produksi kitosan dari kitin karena pada proses ini terjadi pelepasan gugus-gugus

amina yang nantinya akan menjadi glukosamin. Rendemen Glukosamin sebesar

80%, diperoleh melaui kondisi proses yang tepat, sebab kondisi proses yang

kurang tepat akan menghasilkan glukosamin yang berbeda-beda bahkan dapat

menghasilkan glukosamin dengan kadar yang lebih rendah. Selain dari kondisi

proses yang harus diperhatikan, proses hidrolisis dari cangkang hewan laut rentant

akan kontaminasi. Oleh karena itu glukosamin yang dihasilkan perlu dilakukan

pengujian terhadap kadar cemaran. Akan tetapi (Purnomo et al. 2012)

menyatakan, bahwa kadar cemaran dari glukosamin seperti merkuri dan kadmium,

masih berada dibawah ambang batas.

2. Proses produksi glukosamin dengan metode sintesis kimia non-enzimatis

dari sumber karbon dan sumber ammonium.

Proses produksi glukosamin pada proses produksi alternatif ini dilakukan

menggunakan metode Hubbs (2007) yang dimodifikasi. Modifikasi yang

dilakukan meliputi perlakuan sumber karbon yaitu fruktosa kristal atau glukosa,

sumber ammonium yaitu asetat dan ammonium klorida, pelarut larut air dengan

konsentrasi metanol (50% atau 99.9%), dan tanpa penambahan HCl agar

diperoleh glukosamin murni.

Berdasarkan Purnomo et al. (2012) untuk kecocokan substrat dan pelarut

dipilih fruktosa kristal sebagai sumber karbon dengan pelarut methanol 99.9 %

Page 8: Rekapros Kelompok

karena dari hasil pengamatan secara visual dapat membentuk solid yang diduga

memuat kristal glukosamin, sedangkan untuk sumber karbon yaitu glukosa dari

hasil pengamatan secara visual tidak membentuk solid baik dengan pelarut

metanol 50% maupun 99.9%.

Tahapan proses dari produksi glukosamin dengan alternatif proses ini

dapat dilihat pada Gambar 2. yaitu sebagai berikut. Langkah awal dari proses

sintesis ini dimulai dengan mencampurkan sumber ammonium yaitu ammonium

asetat dan ammonium klorida dengan pelarut methanol 99.9% didalam labu leher

tiga. Kemudian dilakukan penambahan sumber karbon yaitu fruktosa kristal

setelah itu pemanasan sampai suhu 55°C dan suhu dipertahankan selama 5 jam.

Campuran padatan yang terbentuk didinginkan dalam water bath dan diaduk

selama semalam pada suhu ruang. Tahapan selanjutnya dilakukan penyaringan

menggunakan pompa vakum dilanjutkan dengan pengeringan menggunakan oven

pada suhu 50°C sampai diperoleh bobot konstan. Mengacu pada Hubbs (2007)

padatan yang dihasilkan tersebut merupakan glukosamin. Selanjutnya padatan

tersebut dihaluskan sehingga diperoleh serbuk glukosamin berwarna putih

kecoklatan. Menurut Purnomo, dkk (2012) dengan metode ini didapatkan

rendemen akhir glukosamin yaitu sebesar 544,79 mg/g. Hasil rendemen tersebut

menunjukkan adanya peluang cukup besar untuk memproduksi (sintesis)

glukosamin dengan menggunakan metode ini. Namun ada kendala didalam proses

pemurnian glukosamin yang dihasilkan dari padatan yang dihasilkan.

Kromatogram dari analisis HPLC terlihat peak senyawa glukosamin berimpit

dengan peak senyawa komtaminan lain yang terbentuk selama proses sintesis.

Page 9: Rekapros Kelompok

Gambar 5. Produksi Glukosamin Melalui Sintesis Kimia

Berdasarkan dua alternative proses yang diberikan makan dipilih proses

hidrolisisi glukosamin berbahan baku kulit udang sebagai alternative terpilih.

Dikarenakan beberapa faktor diantaranya yaitu glukosamin yang dihasilkan pada

proses sintesis kimia masih membutuhkan pemurnian lebih lanjut dibandingkan

dengan glukosamin yang diperoleh dari limbah kulit udang. Meskipun dari

rendemen glukosamin yang dihasilkan lebih banyak, akan tetapi dengan proses

pemurnian akan mengurangi jumlah rendemen tersebut. Sehingga proses produksi

glukosamin yang terpilih yaitu proses hidrolisis. Adapun penjelasan proses dalam

tahapan hidrolisis yaitu dimulai dengan menghasilkan kitosan dari kulit udang

melalui proses demineralisasi, deprotenisasi dan deasetilasi yang mana kitosan

tersebut akan dijadikan sebagai bahan baku pada hidrolisis glukosamin.

Demineralisasi

Kulit udang mengandung mineral 30 – 50%, kmposisi yang utama adalah

kalsium karbonat. Komponen mineral ini dapat dilarutkan dengan penambahan

asam seperti asam klorida, asam sulfat atau asam laktat. Demineralisasi dapat

dilakukan secara kimia dan biologi. Secara kimia yaitu dengan menggunakan

senyawa kimia seperti asam klorida/asam laktat. Secara biologi yaitu dengan

melarutkan mineral yang terdapat dalam kulit udang melalui proses fermentasi

asam laktat.

Kondisi proses yang diberikan pada tahapan ini yaitu dengan penambahan

asam klorida (HCl) dengan konsentrasi 7-10% selama delapan jam pada suhu

300C. Pemisahan mineral dengan HCl bertujuan untuk mengubah CaCO3 manjadi

CaCl2. Dengan menaikkan suhu reaksi menjadi 60 sampai 700C, waktu reaksi

dapat dipercepat menjadi 2-3 jam.

Deprotenisasi

Kulit udang selain mengandung kitin juga mengandung protein. Untuk

mendapatkan kitin dari kulit udang, maka protein tersebut harus dihilangkan atau

dideproteinisasi. Protein yang terdapat pada kulit udang dapat berikatan secara

fisik atau kovalen. Protein yang terikat secara fisik dalam kulit udang dapat

dihilangkan dengan perlakuan fisik seperti pengecilan ukuran, dan pencucian

dengan air. Adapun protein yang terikat secara kovalen dapat dihilangkan dengan

Page 10: Rekapros Kelompok

perlakuan kimia dapat dihilangkan dengan perlakuan kimia pula yaitu dengan

pelarutan dalam larutan basa kuat atau dengan perlakuan biologi.

Kondisi proses yang diterapkan pada tahap demineralisasi yaitu dengan

Perlakuan NaOH 2-4% pada suhu 60-70 0C cukup efektif untuk melarutkan

protein. Beberapa penelitian menghasilkan kesimpulan bahwa larutan NaOH

konsentrasi 2-3% dengan suhu 60-70 0C dan waktu 1-2 jam dapat mengurangi

kadar protein dalam kulit crustacea secara efektif.

Deasetilasi

Glukosamin tidak bisa diekstraksi langsung dari kitin tetapi dari kitosan.

Untuk mengisolasi kitosan dari kitin disebut dengan proses deasetilasi. Isolasi

khitosan dilakukan dengan cara menghilangkan gugus asetil (-C0CH3) pada

khitin dengan larutan basa. Deasetilasi khitin (pembuatan khitosan) dilakukan

dengan perlakuan menggunakan larutan NaOH 40-45 % lalu endapan yang

dihasilkan dicuci dengan air. Hasilnya di campur dalam larutan 2% asam asetat

sehingga material pengotor terbuang. Produk yang dihasilkan dinetralisasi dengan

larutan NaOH untuk menghasilkan khitosan murni berbentuk endapan putih

(Hirano, 1996). Pada proses deasitalisasi khitin digunakan larutan natrium

hidroksida konsentrasi tinggi (40-50%) dan suhu tinggi (100-1500C).

Hidrolisis Glukosamin

Proses ekstraksi glukosamin melalui hidrolisis kimiawi yaitu dengan

penambahan asam. Produksi Glukosamin dari sampel khitosan yang dihasilkan

kemudian dihidrolisis dengan HCl 8% (1:9) pada suhu 900C selama 75 menit.

Kemudian alkohol ditambahkan pada sampel untuk memisahkan sampel dan

pengotor, selanjutnya dicuci dengan isopropil alkohol (IPA) hingga pH mencapai

3-5. Glukosamin dikeringkan pada suhu 40 ºC selama 48 jam sehingga diperoleh

glukosamin yang siap untuk digunakan. Atau dengan menggunakan spray dryer

pada suhu 600C pada waktu yang singkat.

Page 11: Rekapros Kelompok

Gambar 6. Proses Produksi Khitosan dari Limbah Udang

Gambar 7. Proses Flow Diagram Produksi Glukosamin

Neraca Massa

1. Pencucian Limbah Udang

Kebutuhan air = 1,5 x 4.200 g

= 6.300 g

Keseimbangan limbah udang :

F4= 0,90 x 4.200 g

Page 12: Rekapros Kelompok

= 3.780 g

Keseimbangan total :

F1 + F2= F3 + F4

4.200 g + 6.300 g = F3 + 3.780 g

F3= 6.7202. Pengeringan Limbah Udang

Keseimbangan limbah udang :

X6 (padatan) = X4 (padatan)

= 18,038% X F4

= 18,038% X 3.780 g

= 681,836 g

F6 = 100% X X6 (padatan)

90,19%

= 100% X 681,836 g

90,19%

= 756 g

Keseimbangan air :

F5 = F4 – F6

= 3.780 g – 756 g

= 3024 g3. Penghancuran

Keseimbangan limbah udang :

Page 13: Rekapros Kelompok

F7 = 5% X F6

= 5% X 756 g

= 37,8 g

F8

===

F6 – F7756 g – 37,8 g718,2 g

X8 (padatan) = 90,19% X F8

= 647,745 g

X8 (air) = F8 - X8 (padatan)

= 70,455 g

4. Demineralisasi

Kebutuhan HCl 1N :

F9 = 7 X F8 X BJ HCl 1N

= 7 X 718,2 g X 1,0858

= 5.458,751 g

Keseimbangan total :

F10 = F8 + F9

= 718,2 g + 5458,751 g

= 6.176,951 g

X10 (air) = X8 (air)

= 70,455 g

Page 14: Rekapros Kelompok

5. Penyaringan dan Pencucian

Kebutuhan air :

F11 = 0,51811 X F10

= 0,51811 X 6.176,951 g

= 3.200,340 g

Keseimbangan mineral :

X12 (mineral) = 30% x X8 (padatan) x 98,05%

= 30% x 647,745 g x 98,05%

= 211,259 G

X12 (HCl 1N) = F9

= 5.458,751 g

X12 (Air) = F11

= 3.200,340 g

F12 = X12 (mineral) + X12 (HCl 1N)

+ X12 (Air)

= 8.870,349 g

Keseimbangan total :

F13 = F10 + F11 – F12

= 506,941 g

X13 (air) = X10 (air)

= 70,455 g

Page 15: Rekapros Kelompok

X13 (padatan) = F13 – X13

= 436,486 g6. Deproteinisasi

Kebutuhan NaOH 3,5 N :

F14 = 10 X F13 X BJ NaOH 3,5 N

= 7 X 506,941 g X 1,0166

= 5.153,377 g

Keseimbangan total :

F15 = F13 + F14

= 506,941 g + 5.153,377 g

= 5.660,318 g

X15 (air) = 70,455 g7. Penyaringan dan Pencucian

Kebutuhan air :

F16 = 0,51811 X F15

= 0,51811 X 5.660,318 g

= 2.932,668 g

Keseimbangan protein :

X17 (protein) = 28% X X8 (padatan) X 93,41%

= 28% X 647,745 g X 93,41%

= 187,844 g

Page 16: Rekapros Kelompok

X17 (NaOH 3,5 N) = F14

= 5.153,377 g

X17 (air) = F16

= 2.932,668 g

F17 = X17 (protein) + X17 (NaOH 3,5 N) + X17 (air) = 8.273,888 g

Keseimbangan total :

F18 = F15 +F16 – F17 = 319,098 g

X18 (air) = X15 (air)

= 70,455g

X18 (padatan) = F18 – X18

= 248,642 g8. Pengeringan

Keseimbangan khitin :

X20 (padatan) = X18 (padatan) =

248,642 g

F20 = (100%) . x X20(100%-7,23%)

= 268,020 g

X20 (air) = F20 – X20

= 19,378 g

Keseimbangan total :

F19 = F18 - F20

= 51,078 g9. Pengilingan

Page 17: Rekapros Kelompok

Keseimbangan khitin :

F22 = (100%-2%) x F20

= 262,660 g

X22 (air) = kadar air F20 x F22

= 7,23% x 262,660 g

= 18,990 g

X22 (padatan) = F22 – X22 (air)

= 243,669 g

Keseimbangan total : F21 = F20 – F22

10. Deasetilasi

Kebutuhan NaOH :

F23 = 20 x F22 x BJ NaOH 50%

= 5.340,201 g

Keseimbangan total :

F24 = F22 + F23

= 5.602,860 g

X24 (air) = X22 (air)

= 18,990 g

X24 (padatan) = X22 (padatan)

= 243,669 g11. Penyaringan dan Pencucian

Kebutuhan air :

F25 = 0,51811 x F24

Page 18: Rekapros Kelompok

= 2.902,898 g

Keseimbangan total :

F26 = F24 +F25 – F27

= 8.259,028 g

X26 (padatan) = X24 (padatan) - X27 (padatan)

= 44,756 g

X26 (NaOH 50%) = F23

= 5.340,201 g

X26 (air) = F26 – X26 (padatan)

– X26 (NaOH 50%)

= 2.874,072 g12. Pengeringan

Kesetimbangan khitosan :

X27 (padatan) = X29 (padatan)

= 198,914 g

X27 (air) = (19,38%)

(100% - 19,38%)

= 47,816 g

F27 = X27 (air) + X27 (padatan)

= 246,730 g

Keseimbangan total :

F28 = F27 – F29

= 32,314 g13. Hidrolisis Glukosamin

Page 19: Rekapros Kelompok

Keseimbangan khitosan :

F31 = 80% x F22

= 210,1278 g

X31 (air) = 6% x F22

= 12,608 g

X31 (padatan) = F31 – X31 (air)

= 197,519 g

F29 = (100%/93%) x F31

= 225,944 g

X29 (air) = 7,23% x F29

= 15,502 g

X29 (padatan) = F29 – X29

= 210,442 g

Keseimbangan total :

F30 = F29 – F31

= 15,8162 g