29
ANALISIS KESESUAIAN EKOSISTEM LAHAN (smno.tnh.fpub) 1. Pendahuluan Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu. Tipe penggunaan lahan ("major kind of land use") adalah golongan utama dari penggunaan lahan pedesaan, seperti lahan pertanian tadah hujan, lahan pertanian irigasi, lahan hutan, atau lahan untuk rekreasi. Tipe pemanfaatan lahan ("land utilization type, LUT") adalah suatu macam penggunaan lahan yang didefinisikan secara lebih rinci dan detail dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan. Suatu LUT terdiri atas seperangkat spesifikasi teknis dalam konteks tatanan fisik, ekonomi dan sosial yang tertentu. Beberapa atribut utama dari LUT a.l. adalah: (1). Produk, termasuk barang (tanaman, ternak, kayu), jasa (misalnya. fasilitas rekreasi), atau benefit lain (misalnya cagar alam, suaka alam) (2). Orientasi pasar, subsisten atau komersial (3). Intensitas penggunaan kapital (4). Intensitas penggunaan tenagakerja (5). Sumber tenaga (manusia, ternak, mesin dengan menggu nakan bahan bakar tertentu) (6). Pengetahuan teknis dan perilaku pengguna lahan (7). Teknologi yang digunakan (peralatan dan mesin, pupuk, ternak, metode penebangan, dll) (8). Infrastruktur penunjang (9). Penguasaan dan pemilikan lahan (10). Tingkat pendapatan. "Karakterisik lahan" merupakan atribut lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Misalnya kemiringan, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, biomasa vegetasi, 1

REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

  • Upload
    vocong

  • View
    223

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

ANALISIS KESESUAIAN EKOSISTEM LAHAN(smno.tnh.fpub)

1. Pendahuluan

Lahan merupakan lingkungan fisik yang meliputi iklim, relief, tanah, hidrologi, dan vegetasi. Faktor-faktor ini hingga batas tertentu mempengaruhi potensi dan kemampuan lahan untuk mendukung suatu tipe penggunaan tertentu.

Tipe penggunaan lahan ("major kind of land use") adalah golongan utama dari penggunaan lahan pedesaan, seperti lahan pertanian tadah hujan, lahan pertanian irigasi, lahan hutan, atau lahan untuk rekreasi. Tipe pemanfaatan lahan ("land utilization type, LUT") adalah suatu macam penggunaan lahan yang didefinisikan secara lebih rinci dan detail dibandingkan dengan tipe penggunaan lahan. Suatu LUT terdiri atas seperangkat spesifikasi teknis dalam konteks tatanan fisik, ekonomi dan sosial yang tertentu. Beberapa atribut utama dari LUT a.l. adalah:

(1). Produk, termasuk barang (tanaman, ternak, kayu), jasa (misalnya. fasilitas rekreasi), atau benefit lain (misalnya cagar alam, suaka alam)

(2). Orientasi pasar, subsisten atau komersial(3). Intensitas penggunaan kapital(4). Intensitas penggunaan tenagakerja(5). Sumber tenaga (manusia, ternak, mesin dengan menggu nakan

bahan bakar tertentu)(6). Pengetahuan teknis dan perilaku pengguna lahan(7). Teknologi yang digunakan (peralatan dan mesin, pupuk, ternak,

metode penebangan, dll)(8). Infrastruktur penunjang(9). Penguasaan dan pemilikan lahan(10). Tingkat pendapatan.

"Karakterisik lahan" merupakan atribut lahan yang dapat diukur atau diestimasi. Misalnya kemiringan, curah hujan, tekstur tanah, kapasitas air tersedia, biomasa vegetasi, dll. Sedangkan "Kualitas lahan" adalah kompleks atribut lahan yang mempunyai peranan spesifik dalam menentukan tingkat kesesuaian lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Contohnya ketersediaan air, resistensi erosi, bahaya banjir, dan aksesibilitas. "Kriteria diagnostik" adalah suatu peubah yang mem-punyai pengaruh tertentu terhadap hasil (atau input yang diperlukan ) pada penggunaan tertentu, dan peubah ini juga berfungsi sebagai dasar untuk menilai kesesuaian suatu bidang lahan bagi penggunaan tersebut. Peubah ini bisa berupa kualitas lahan, karakteristik lahan, atau fungsi dari beberapa karakteristik lahan.

Beberapa macam kualitas lahan yang berhubungan dengan pertumbuhan dan produktivitas tanaman adalah: (i) hasil tanaman, (ii) ketersediaan air, (iii)

1

Page 2: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

ketersediaan hara, (iv) ketersediaan oksigen dalam zone perakaran, (v) kondisi bagi per-kecambahan, (vi) kemudahan pengolahan, (vii) salinitas atau alkalinityas, (viii) toksisitas tanah, (ix) ketahanan terhadap erosi, (x) bahaya banjir, (xi) rejim suhu, dan (xii) Fotoperiodik.

Beberapa kualitas lahan yang berhubungan dengan produktivitas hutan adalah (i) bahaya kebakaran, (ii) hama dan penyakit, (iii) faktor lokasi yang mempengaruhi perkembangan tanaman muda, (iv) tipe dan jumlah jenis kayu indigenous. Dalam konteks evaluasi sumberdaya lahan dikenal ada dua macam istilah, yaitu "kapabilitas" (kemampuan) lahan dan "suitabilitas" (kesesuaian) lahan. Kemam puan lahan dianggap sebagai kapasitas inherent dari sumberdaya lahan untuk mendu kung penggunaannya secara umum; sedangkan kesesuaian lahan mencerminkan kesesuaian bidang lahan bagi penggunaan yang spesifik. Pendapat lain menyatakan bahwa kemampuan lahan lebih mengarah kepada aspek konservasi, sedangkan kesesuaian lahan lebih mengarah kepada produktivitas.

Khusus dalam hubungannya dengan aktivitas pemba-ngunan dalam sektor pertanian dikenal istilah "penggunaan lahan pertanian" dan "evaluasi lahan pertanian" yang melibatkan berbagai macam kegiatan. Dalam hubungan ini, kesesuaian lahan juga bermakna sebagai kecocokan suatu bidang lahan bagi penggunaan tertentu. Perbedaan tingkat kesesuaian ini ditentukan oleh hubungan-hubungan (aktual atau yang diantisipasi) antara benefit dan input yang berhubungan dengan penggunaan lahan tersebut. Dengan demikian ada dua macam klasifikasi kese-suaian lahan, yaitu kesesuaian aktual dan kesesuaian potensial.

2. Evaluasi Sumberdaya Lahan Kegiatan evaluasi lahan dan survei tanah, sangat dianjurkan dalam

rangka untuk merencanakan dan mengkoordinir upaya perbaikan dan pengelolaan lahan pada masing-masing tipe penggunaan atau usahatani. Kegiatan evaluasi lahan ini mesuplai petani dengan informasi secara tepat dan akurat tentang apa yang seyogyanya dikerjakan, dan perbaikan apa saja yang diperlukan untuk pengelolaan lahannya. Termasuk ke dalam evaluasi tersebut adalah penelitian dan penilaian tentang tekstur tanah lapisan atas, tekstur tanah lapisan bawah, kedalaman solum dan subsoil, warna tanah lapisan atas, struktur tanah, keadaan batu-batuan, mudahnya diolah, permeabilitas subsoil, drainase permukaan, drainase internal profil tanah, kemiringan, derajat erosi, bahaya erosi bila tanah diolah, faktor-faktor yang digunakan untuk menentukan kelas lahan, dan kelas kapabilitas lahan. Disamping itu, semua tanah-tanah pertanian diuji kesuburan, reaksi tanah, dan kondisi alkalinitas/ salinitasnya.

2.1. Parameter evaluasi lahan

2

Page 3: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Sebagian besar teknik evaluasi lahan adalah seragam dalam melukiskan sifat lahan internal dan eksternal. Berikut adalah beberapa parameter yang lazim digunakan.

2.1.1. Sifat Fisik Lahan dan Tanah

Tekstur lapisan atas Keadaan batu Erosi Kasar Bebas Tanpa-sedikit Sedang Sedikit SedangHalus Sedang Parah Banyak Sangat parah Tekstur subsoil Hambatan pengolahan Bahaya erosi bila diolah Kasar Tidak sulit Tidak ada Sedang Sulit ringan Halus Sangat sulit Sedang Parah

Kedalaman topsoil Permeabilitas Faktor untuk dan subsoil subsoil kelas lahan: Dalam Sangat lambat Tekstur Agak dalam Lambat Permeabilitas Dangkal Sedang Kedalaman Sangat dangkal Cepat Slope Erosi Drainase Warna topsoil Drainase permukaan Kelas Lahan

Kelas I Terang Jelek Kelas II Sedang Sedang Kelas III Gelap Baik Kelas IV Berlebihan Kelas VI Kelas VII Kelas VIII

3

Page 4: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Struktur tanah : Drainase internal: Pipih Berlebihan Prismatik Baik Kolumnar Cukup Kubus Jelek Granuler Slope : Butir lepas Hampir datar Curam Masif Landai Sangat curam

Agak miring

2.1.2. Praktek konservasi dan pengelolaan yang dianjurkan

(a). Metode Vegetatif: 1. Rotasi tanaman selama satu atau dua tahun 2. Rotasi tanaman selama tiga atau empat tahun 3. Rotasi tanaman selama lima tahun atau lebih 4. Pastur permanen 5. Hutan permanen 6. Jangan membakar residu tanaman 7. Strip-cropping 8. Pengelolaan residu tanaman 9. Tanam rumput dan/atau legum yang dianjurkan 10. Lindungi dari pembakaran 11. Penggembalaan/perumputan terkendali 12. Pengendalian tumbuhan liar yang merusaK 13. Pengendalian belukar dan pepohonan 14. Cagar alam 15. Saluran air berumput 16. Pupuk hijau 17. Bera .

(b). Metode Mekanik:1. Teras atau sabuk gunung 2. Perataan lahan 3. Strip cropping 4. Pembersihan batu dan belukar 5. Terrasering 6. Irigasi 7. Bangunan penguat terras 8. Saluran pengendali /pembuangan 9. Sistem drainase 10. Mulsa penutup permukaan tanah

4

Page 5: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

3. Klasifikasi Kesesuaian Lahan

3.1. Kerangka Klasifikasi menurut Metoda FAO (1976)"Kesesuaian lahan" adalah keadaan tingkat kecocokan dari sebidang

lahan untuk suatu penggunaan tertentu. Kelas kesesuaian suatu bidang lahan ini dapat berbeda-beda tergantung pada tataguna lahan yang diinginkan. Metode FAO ini dapat dipakai untuk klasifikasi kuantitatif maupun kualitatif tergantung dari data yang tersedia. Kerangka dari sistem klasifikasi kesesuaian lahan ini terdiri dari empat kategori, yaitu:

1. Order: keadaan kesesuaian secara global 2. Kelas: keadaan tingkatan kesesuaian dalam order 3. Sub-Kelas: keadaan tingkatan dalam kelas didasarkan pada jenis

pembatas atau macam perbaikan yang harus dijalankan. 4. Unit: keadaan tingkstan dalam sub kelas didasarkan pada sifat

tambahan yang berpengaruh dalam pengelolaannya.

3.1.1. Kesesuaian lahan pada tingkatan kelasKelas kesesuaian lahan adalah pembagian lebih lanjut dari order dan

menggambarkan tingkat-tingkat kesesuaian dari suatu order. Simbol Kelas ini berupa nomor urut yang ditulis di belakang simbol order, dimana nomor urut ini menunjukkan tingkatan kelas yang menurun dalam satu order. Banyaknya kelas dalam setiap order sebenarnya tidak terbatas, tetapi dianjurkan hanya memakai tiga kelas dalam order S dan dua kelas dalam order N. Jumlah kelas tersebut harus berdasarkan kepada keperluan minimum untuk mencapai tujuan- tujuan penafsiran.

Jika tiga kelas yang dipakai dalam order S dan dua kelas dalam order N, maka uraiannya adalah sbb:

(1). Kelas S1: Sangat sesuai (Highly suitable). Lahan tidak mempunyai pembatas yang serius untuk menerapkan pengelolaan yang diberikan atau hanya mempunyai pembatas yang tidak berarti secara nyata berpengaruh terhadap produksinya dan tidak akan menaikkan masukan di atas yang telah biasa diberikan.

(2). Kelas S2. Cukup Sesuai (Moderately suitable). Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang agak serius untuk mempertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas tersebut akan mengurangi produksi atau keuntungan dan meningkatkan masukan yang diperlukan.

(3). Kelas S3 : Hampir Sesuai (Marginally suitable). Lahan mempunyai pembatas-pembatas yang serius untuk mem-pertahankan tingkat pengelolaan yang harus diterapkan. Pembatas

5

Page 6: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

akan mengurangi produksi dan keuntungan atau lebih meningkatkan masukan yang diperlukan.

(4). Kelas N1 : Tidak sesuai pada saat ini (Currently not suitable). Lahan mempunyai pembatas yang lebih serius, tetapi masih memungkinkan untuk diatasi, hanya tidak dapat diperbaiki pada tingkat pengelolaan dengan modal normal. Keadaan pembatas sedemikian seriusnya sehingga mencegah penggunaan secara berkelangsungan dari lahan.

(5). Kelas N2 : Tidak sesuai untuk selamanya (Permanently not suitable). Lahan mempunyai pembatas permanen untuk mencegah segala kemungkinan penggunaan berke-langsungan pada lahan tersebut.

3.1.2. Kesesuaian lahan pada tingkatan sub-kelas

Sub-kelas kesesuaian lahan mencerminkan jenis pembatas atau macam perbaikan yang diperlukan dalam suatu kelas. Setiap kelas dapat dipecahkan menjadi satu atau lebih sub-kelas tergantung dari jenis pembatas yang ada. Jenis pembatas ini ditunjukkan dengan simbol huruf kecil yang ditaruh setelah simbol kelas. Misalnya kelas S2 yang mempunyai pembatas kedalaman efektif (s) akan menurunkan sub-kelas S2s. Biasanya hanya ada satu simbol pembatas di dalam setiap subkelas. Akan tetapi bisa juga dalam subkelas mempunyai dua atau tiga simbol pembatas dengan catatan jenis pembatas yang paling dominan ditempatkan pertama. Misalnya dalam subkelas S2t,s, maka pembatas topografi (t) adalah pembatas dominan dan pembatas kedalaman efektif (s) adalah pembatas ke dua atau tambahan.

3.1.3. Kesesuaian lahan pada tingkatan unit Kesesuaian lahan pada tingkat unit merupakan pembagian lebih lanjut

dari subkelas. Semua unit yang berada dalam satu subkelas mempunyai tingkatan yang sama dalam kelas dan mempunyai jenis pembatas yang sama pada tingkat-an subkelas. Unit yang satu berbeda dengan unit yang lain dalam sifat-sifat atau aspek-aspek tambahan dari pengelolaan yang diperlukan dan sering merupakan pembedaan detail dari pembatas-pembatasnya. Diketahuinya pembatas secara detail memudahkan penafsiran dalam mengelola rencana suatu usahatani.

Kesesuaian lahan pada tingkat unit, pemberian simbolnya dibedakan oleh angka-angka arab yang dipisahkan oleh tanda penghubung dari simbol subkelas, misalnya S2 e-1, S2 e-2. Unit dalam satu subkelas jumlahnya tidak terbatas. Contoh penamaan dari mulai order hingga unit adalah sbb:

6

Page 7: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Order S (sesuai) Subkelas S2t S2t-2

Kelas S2 (cukup sesuai Unit 2 dari subkelas S2t

3.2. Kesesuaian Lahan untuk Padi sawah

Untuk penilaian kesesuaian lahan tanaman padi sawah ini digunakan modifikasi dari sistem Steele dan Robinson (1972). Pada sistem ini aslinya dikenal lima kelas :

P-I: Lahan sangat sesuai untuk tanaman padi sawah P-II: Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawah P-III: Lahan hampir sesuai untuk tanaman padi sawah P-IV: Lahan kurang sesuai untuk tanaman padi sawah P-V: Lahan tidak sesuai untuk tanaman padi sawah. Untuk menyesuaikan dengan kerangka pada metode FAO (1975),

korelasinya adalah sbb:Kelas P-I menjadi kelas S1. Kelas P-II menjadi Kelas S2 Kelas P-III menjadi Kelas S3 Kelas P-IV menjadi Kelas N1 Kelas P-V menjadi Kelas N2.

Sebagai pedoman dalam penilaian ditambahkan kriteria kuantitatif dari besaran faktor pembatas kesuburan.

3.2.1. Kesesuaian pada tingkat kelasPedoman pengelompokkan menjadi kelas kesesuaian lahan untuk

tanaman padi sawah mengikuti kriteria berikut ini.

(1). Kelas S1 : Lahan sangat sesuai untuk tanaman padi sawah. Pada umumnya lahan ini sedikit sekali pembatasnya dengan sifat-sifat

mempunyai kedalaman efektif 75 cm, teksturnya lebih halus dari berlempung

7

Page 8: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

halus (fine loamy), permeabilitas lambat, hampir datar dan drainase agak terhambat hingga terhambat. Mempunyai tingkat kesuburan tanah sangat tinggi atau sedang dan tidak mempunyai atau mengandung kadar garam atau bahan-bahan beracun dalam jumlah yang membahayakan . Air mudah ditahan pada tanah-tanah ini dengan alat pengontrol air yang biasa dipakai. Air irigasi cukup, paling tidak untuk satu kali tanam selama setahun tanpa adanya resiko kerusakan oleh kekeringan atau banjir.

(2). Kelas S2: Lahan cukup sesuai untuk tanaman padi sawah

Pembatas adalah kecil dan termasuk satu atau lebih dari pembatas-pembatas berikut ini:

1. Kedalaman efektif 50-75 cm2. Sebaran besar butir berliat, berlempung halus atau berdebu halus3. Permeabilitas 0.5 - 2.0 cm/jam4. Tingkat kesuburan tanah rendah 5. Salinitas 1500-2500 mmhos/cm6. Reaksi tanah yang sedikit membatasi produksi (pH pada lapisan 0-30

cm adalah 4.5-5.0 atau 7.5-8.0)7. Kemiringan 1-3%8. Sedikit berkerikil yang menghambat pertumbuhan tanaman9. Kadang-kadang ada sedikit kekurangan air10. Kadang-kadang ada kerusakan sedang yang disebabkan oleh

banjir/genangan

Air pada lahan ini dapat ditahan di tempat tanpa kesulitan. Air irigasi cukup tersdia untuk satu kali tanam dalam setahun. Dapat mengalami sedikit /sebentar menderita kekurangan air tanah tetapi produksi tidak begitu banyak berpengaruh oleh adanya kekeringan. Kadar hara dapat menjadi faktor pembatas akan tetapi biasanya masih dapat diatasi dengan pemupukan.

(3). Kelas S3: Lahan hampir sesuai untuk tanaman padi sawah.

Lahan ini mempunyai satu atau lebih dari pembataspembatas berikut:1. Kedalaman efektif 25-50 cm2. Permeabilitas 2.0 - 6.5 cm/jam3. Tingkat kemasaman yang ekstrim (pH lapisan 0.30 cm adalah 4.0-

4.5)4. Sebaran besar butir (tekstur) berdebu kasar dan berlempung kasar5. Lereng 3-5%6. 50-80% wilayah rata tanpa mikro relief7. Sedikit berkerikil dan berbatu8. Resiko sedang dalam periode < 4 tahun, dalam 10 tahun yang

disebabkan oleh sedikit kekurangan air9. Drainase sangat terhambat atau sedang

8

Page 9: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

10. Sedang (tapi sering) kerusakan oleh banjir/genangan sewaktu-waktu kerusakan dapat menjadi hebat.

Perlengkapan dan fasilitas pengendali air mungkin diperlukan untuk menahan air. Air irigasi cukup tersedia untuk satu kali tanam pada kebanyakan tahun, tetapi periode kering dapat menyebabkan kerusakan sedang pada tanah yang mempunyai kapasitas memegang air rendah. Dalam beberapa hal pemupukan diperlukan untuk mempertinggi hasil tanaman.

(4). Kelas N1: Lahan tidak sesuai pada saat ini.Lahan mempunyai pembatas satu atau lebih dari faktor-faktor berikut ini:1. Kedalaman efektif 10-25 cm2. Sebaran besar butir (tekstur) berskeletal3. Permeabilitas 6.5-25 cm/jam4. Kesuburan tanah sangat rendah5. Reaksi tanah pada kedalaman 0-30 cm adalah 3.5-4.0 atau 8.0-8.56. Salinitas 2500-4000 mmhos/cm 7. Kemiringan 5-8% 8. Relief mikro: 40-50% pada wilayah datar9. Adanya resiko yang serius disebabkan oleh adanya kekurangan air10. Drainase cepat11. Banjir/genangan sering terjadi dan mem-bahayakan.

(5). Kelas N2: Lahan tidak sesuai untuk tanaman padi sawahLahan mempunyai banyak pembatas yang sukar diatasi, sehingga

membuatnya tidak sesuai untuk tanaman padi sawah. Pembatasnya termasuk lereng terjal, dan keadaan topografi yang tidak memungkinkan untuk mengumpulkan atau menahan air, kedalaman efektif dangkal sekali dan sangat berbatu, teksturnya berpasir dan berskeletal, permeabilitas sangat cepat, salinitas tinggi dan bahay banjir/genangan yang sangat membahayakan. Kebanyakan lahan-lahan dari kelas ini pada daerah tinggi atau bergunung. Lahan ini mungkin sesuai untuk padangrumput atau hutan.

3.2.2. Kesesuaian pada tingkat subkelas

Kelas kesesuaian untuk tanaman padi sawah juga dapat dirinci lagi menjadi satu atau lebih subkelas tergantung dari jenis pembatasnya. Faktor yang biasa menjadi pembatas dalam subkelas pada lahan untuk tanaman padi sawah ialah:

s : Pembatas pada zone perakaran (kedalaman efektif, tekstur, permeabilitas dan adanya batu)

n : kesuburan tanah

9

Page 10: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

m : Kekurangan air untuk tumbuhnya tanaman. Ini dapat disebabkan oleh sumber airnya, yaitu hujan, sungai dan air lainnya yang tidak cukup pada periode pertumbuhan tanaman

f : Banjir/genangan (frekuensi dan lamanya), kedalaman air genangan dan kecepat-an air harus dipertimbangkan dalam penentuan pembatas ini.

t : Pembatas topografi berupa lereng yang persentase kemiringannya tinggi (> 5%) dan ke-tinggian tempat lebih dari 750 m dpl, serta adanya mikro relief yang nyata yang membatasi pertumbuhan tanaman. Keadaan topografi seperti ini tidak memungkinkan untuk mengumpulkan air tanpa masukan (input) yang tinggi dan sulitnya penggunaan alat-alat mekanis.

x: Salinitas atau alkalinitas, pembatas ini berupa kandungan garam yang tinggi sehingga membatasi pertumbuhan tanaman.

a : Reaksi tanah. Lahan mempunyai ke-masaman yang tinggi atau yang rendah yang sukar diatasi.

4. KUALITAS DAN KARAKTERISTIK LAHAN

Kualitas lahan adalah sifat-sifat pengenal atau yang bersifat kompleks dari sebidang lahan. Setiap kualitas lahan mempunyai keragaan yang berpengaruh terhadap kesesuaiannya bagi penggunaan tertentu dan biasanya terdiri atas satu atau lebih karakteristik lahan.

Kualitas lahan ada yang bisa diestimasi atau diukur secara langsung di lapangan, tetapi pada umumnya ditetapkan berdasarkan karakteristik lahan (FAO, 1976). Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan diberikan pada Tabel 1.

Tabel 1. Hubungan antara kualitas dan karakteristik lahan yang dipakai pada metode evaluasi lahan menurut Djaenudin (2003).

Kualitas Lahan Karakteristik LahanTemperatur (tc) Temperatur rata -rata (oC)Ketersediaan air (wa) Curah hujan (mm); Kelembaban (%);

10

Page 11: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Lamanya bulan kering (bln)Ketersediaan oksigen (oa) DrainaseKeadaan media perakaran (rc) Tekstur; Bahan kasar (%); Kedalaman

tanah (cm)Gambut Ketebalan (cm); Ketebalan (cm) jika

ada sisipan bahan mineral/pengkayaan; Kematangan

Retensi hara (nr) KTK liat (cmol/kg); Kejenuhan basa (%); Ph; C-organik (%)

Toksisitas (xc) Salinitas (dS/m)Sodisitas (xn) Alkalinitas/ESP (%)Bahaya sulfidik (xs) Kedalaman sulfidik (cm)Bahaya erosi (eh) Lereng (%); Bahaya erosiBahaya banjir (fh) GenanganPenyiapan lahan (lp) Batuan di permukaan (%); Singkapan

batuan (%

Karakteristik lahan yang erat kaitannya untuk keperluan evaluasi lahan dapat dikelompokkan ke dalam 3 faktor utama, yaitu topografi, tanah dan iklim. Karakteristik lahan tersebut (terutama topografi dan tanah) merupakan unsur pembentuk satuan peta tanah.

2.1. Topografi Topografi yang dipertimbangkan dalam evaluasi lahan adalah bentuk

wilayah (relief) atau lereng dan ketinggian tempat di atas permukaan laut. Relief erat hubungannya dengan faktor pengelolaan lahan dan bahaya erosi. Sedangkan faktor ketinggian tempat di atas permukaan laut berkaitan dengan persyaratan tumbuh tanaman yang berhubungan dengan temperatur udara dan radiasi matahari. Relief dan kelas lereng disajikan pada Tabel 2

11

Page 12: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Tabel 2. Bentuk wilayah dan kelas lereng

No. Relief Lereng (%)1. Datar < 32. Berombak/agak melandai 3-83. Bergelombang/melandai 8-154. Berbukit 15-305. Bergunung 30-406. Bergunung curam 40-607. Bergunung sangat curam > 60

Ketinggian tempat diukur dari permukaan laut (dpl) sebagai titik nol. Dalam kaitannya dengan tanaman, secara umum sering dibedakan antara dataran rendah (<700 m dpl.) dan dataran tinggi (> 700 m dpl.). Namun dalam kesesuaian tanaman terhadap ketinggian tempat berkaitan erat dengan temperatur dan radiasi matahari. Semakin tinggi tempat di atas permukaan laut, maka temperatur semakin menurun. Demikian pula dengan radiasi matahari cenderung menurun dengan semakin tinggi dari permukaan laut. Ketinggian tempat dapat dikelaskan sesuai kebutuhan tanaman. Misalnya tanaman teh dan kina lebih sesuai pada daerah dingin atau daerah dataran tinggi. Sedangkan tanaman karet, sawit, dan kelapa lebih sesuai di daerah dataran rendah.

2.2. Iklim

2.2.1. Suhu udara

2.2.2. Curah hujanTanaman kina dan kopi, misalnya, menyukai dataran tinggi atau suhu

rendah, sedangkan karet, kelapa sawit dan kelapa sesuai untuk dataran rendah. Pada daerah yang data suhu udaranya tidak tersedia, suhu udara diperkirakan berdasarkan ketinggian tempat dari permukaan laut. Semakin tinggi tempat, semakin rendah suhu udara rata-ratanya dan hubungan ini dapat dihitung dengan menggunakan rumus Braak (1928):

26,3 C (0,01 x elevasi dalam meter x 0,6 C) [1]

Suhu udara rata-rata di tepi pantai berkisar antara 25-27 C.

Data curah hujan diperoleh dari hasil pengukuran stasiun penakar hujan yang ditempatkan pada suatu lokasi yang dianggap dapat mewakili suatu wilayah tertentu. Pengukuran curah hujan dapat dilakukan secara manual dan otomatis. Secara manual biasanya dicatat besarnya jumlah curah hujan yang terjadi selama 1(satu) hari, yang kemudian dijumlahkan menjadi bulanan dan seterusnya

12

Page 13: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

tahunan. Sedangkan secara otomatis menggunakan alat-alat khusus yang dapat mencatat kejadian hujan setiap periode tertentu, misalnya setiap menit, setiap jam, dan seterusnya.

Untuk keperluan penilaian kesesuaian lahan biasanya dinyatakan dalam jumlah curah hujan tahunan, jumlah bulan kering dan jumlah bulan basah. Oldeman (1975) mengelompokkan wilayah berdasarkan jumlah bulan basah dan bulan kering berturut-turut. Bulan basah adalah bulan yang mempunyai curah hujan >200 mm, sedangkan bulan kering mempunyai curah hujan <100 mm. Kriteria ini lebih diperuntukkan bagi tanaman pangan, terutama untuk padi.

Berdasarkan kriteria tersebut Oldeman (1975) membagi zone agroklimat ke dalam 5 kelas utama (A, B, C, D dan E). Sedangkan Schmidt & Ferguson (1951) membuat klasifikasi iklim berdasarkan curah hujan yang berbeda, yakni bulan basah (>100 mm) dan bulan kering (<60 mm). Kriteria yang terakhir lebih bersifat umum untuk pertanian dan biasanya digunakan untuk penilaian tanaman tahunan.

2.3. TanahFaktor tanah dalam evaluasi kesesuaian lahan ditentukan oleh beberapa

sifat atau karakteristik tanah di antaranya drainase tanah, tekstur, kedalaman tanah dan retensi hara (pH, KTK), serta beberapa sifat lainnya diantaranya alkalinitas, bahaya erosi, dan banjir/genangan.

2.3.1. Drainase tanahDrainase tanah menunjukkan kecepatan meresapnya air dari tanah atau

keadaan tanah yang menunjukkan lamanya dan seringnya jenuh air. Kelas drainase tanah disajikan pada Tabel 3. Kelas drainase tanah yang sesuai untuk sebagian besar tanaman, terutama tanaman tahunan atau perkebunan berada pada kelas 3 dan 4. Drainase tanah kelas 1 dan 2 serta kelas 5, 6 dan 7 kurang sesuai untuk tanaman tahunan karena kelas 1 dan 2 sangat mudah meloloskan air, sedangkan kelas 5, 6 dan 7 sering jenuh air dan kekurangan oksigen.

Tabel 3. Karakteristik kelas drainase tanah untuk evaluasi lahan

No. Kelas Drainase Uraian1 Cepat

(excessivelydrained)Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi sampai sangat tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian tidak cocok untuk tanaman tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

2 Agak cepat (somewhat excessively drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik tinggi dan daya menahan air rendah. Tanah demikian hanya cocok untuk sebagian tanaman kalau tanpa irigasi. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa

13

Page 14: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

bercak atau karatan besi dan aluminium serta warna gley (reduksi).

3 Baik (well drained) Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang dan daya menahan air sedang; lembab; tapi tidak cukup basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 100 cm.

4 Agak baik (moderately well drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik sedang sampai agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah; tanah basah dekat permukaan. Tanah demikian cocok untuk berbagai tanaman. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 50 cm.

5 Agak terhambat (somewhat poorly drained)

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik agak rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah; tanah basah sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah berwarna homogen tanpa bercak atau karatan besi dan/atau mangan serta warna gley (reduksi) pada lapisan 0 sampai 25 cm.

6 Terhambat (poorly drained

Tanah mempunyai konduktivitas hidrolik rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) rendah sampai sangat rendah; tanah basah untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) dan bercak atau karatan besi dan/atau mangan sedikit pada lapisan sampai permukaan.

7 Sangat terhambat (very poorly drained)

Tanah dengan konduktivitas hidrolik sangat rendah dan daya menahan air (pori air tersedia) sangat rendah; tanah basah secara permanen dan tergenang untuk waktu yang cukup lama sampai ke permukaan. Tanah demikian cocok untuk padi sawah dan sebagian kecil tanaman lainnya. Ciri yang dapat diketahui di lapangan; yaitu tanah mempunyai warna gley (reduksi) permanen sampai pada lapisan permukaan.

Keadaan penampang tanah pada tanah-tanah yang berdrainase baik, agak baik, agak terhambat dan sangat terhambat disajikan pada Gambar 1.

14

Page 15: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Gambar 1. Keadaan penampang tanah berdasarkan keadaan drainase (Sofyan Ritung, Wahyunto, Fahmuddin Agus dan Hapid Hidayat, 2007).

2.3.2. Tekstur

Tekstur merupakan komposisi partikel tanah halus (diameter 2 mm) yaitupasir, debu dan liat. Tekstur dapat ditentukan di lapangan seperti disajikan

pada Tabel 4, atau berdasarkan data hasil analisis di laboratorium dan menggunakan segitiga tekstur seperti disajikan pada Gambar 2.

Pengelompokan kelas tekstur adalah:

Halus (h) Liat berpasir, liat, liat berdebuAgak halus (ah) Lempung berliat, lempung liat berpasir, lempung liat

berdebuSedang (s) Lempung berpasir sangat halus, lempung, lempung

berdebu, debuAgak kasar (ak) Lempung berpasirKasar (k) Pasir, pasir berlempungSangat halus (sh) Liat (tipe mineral liat 2:1)

Tabel 4. Menentukan kelas tekstur di lapangan

15

Page 16: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

No Kelas Tekstur Sifat Tanah1. Pasir (S) Sangat kasar sekali; tidak membentuk gulungan;

serta tidak melekat.2. Pasir berlempung

(LS)Sangat kasar; membentuk bola yang mudah sekali hancur; serta agak melekat.

3. Lempung berpasir (SL)

Agak kasar; membentuk bola yang mudah sekali hancur; serta agak melekat.

4. Lempung (L) Rasa tidak kasar dan tidak licin; membentuk bola teguh; dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat;dan melekat.

5. Lempung berdebu (SiL)

Licin; membentuk bola teguh; dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat; serta agak melekat.

6. Debu (Si) Rasa licin sekali; membentuk bola teguh; dapat sedikit digulung dengan permukaan mengkilat; serta agak melekat.

7. Lempung berliat (CL)

Rasa agak kasar; membentuk bola agak teguh (lembab); membentuk gulungan tapi mudah hancur; serta agak melekat.

8. Lempung liat berpasir (SCL)

Rasa kasar agak jelas; membentuk bola agak teguh (lembab); membentuk gulungan tetapi mudah hancur; serta melekat.

9. Lempung liat berdebu (SiCL)

Rasa licin jelas; membentuk bola teguh; gulungan Mengkilat; melekat.

10. Liat berpasir (SC) Rasa licin agak kasar; membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin; mudah digulung; serta melekat.

11. Liat berdebu (SiC) Rasa agak licin; membentuk bola dalam keadaan kering sukar dipilin; mudah digulung; serta melekat.

12. Liat (C) Rasa berat; membentuk bola sempurna; bila kering sangat keras; basah sangat melekat.

16

Page 17: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Gambar 2. Segitiga tekstur tanah

2.3.3. Bahan kasar

Bahan kasar adalah persentasi kerikil, kerakal atau batuan pada setiap lapisan tanah, dibedakan menjadi:

sedikit : < 15 %sedang : 15 - 35 %banyak : 35 - 60 %sangat banyak : > 60 %

Kedalaman tanah, dibedakan menjadi:

sangat dangkal : < 20 cmdangkal : 20 - 50 cmsedang : 50 - 75 cmdalam : > 75 cm

Ketebalan gambut, dibedakan menjadi:tipis : < 60 cm

17

Page 18: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

sedang : 60 - 100 cmagak tebal : 100 - 200 cmtebal : 200 - 400 cmSangat tebal : > 400 cm

2.3.6. Alkalinitas

Menggunakan nilai persentase natrium dapat ditukar (exchangeable sodium percentage atau ESP) yaitu dengan perhitungan:

Nilai ESP 15% sebanding dgn nilai sodium adsorption ratio atau SAR 13:

2.3.7. Bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi dapat diprediksi berdasarkan kondisi lapangan, yaitu dengan cara memperhatikan adanya erosi lembar permukaan (sheet erosion), erosi alur (rill erosion), dan erosi parit (gully erosion). Pendekatan lain untuk memprediksi tingkat bahaya erosi yang relatif lebih mudah dilakukan adalah dengan memperhatikan permukaan tanah yang hilang (rata-rata) pertahun, dibandingkan tanah yang tidak tererosi yang dicirikan oleh masih adanya horizon A. Horizon A biasanya dicirikan oleh warna gelap karena relatif mengandung bahan organik yang lebih tinggi. Tingkat bahaya erosi tersebut disajikan dalam Tabel 5.

18

Page 19: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Tabel 5. Tingkat bahaya erosi

Tingkat bahaya erosi Jumlah tanah permukaan yang hilang (cm/tahun)

Sangat ringan (sr) < 0.15Ringan (r) 0.15 – 0.9Sedang (s) 0.9 – 1.8Berat (b) 1.8 – 4.8Sangat berat (sb) > 4.8

2.3.8. Bahaya banjir/genanganBanjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)

dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir) disajikan dalam Tabel 6

2.3.8. Bahaya banjir/genanganBanjir ditetapkan sebagai kombinasi pengaruh dari: kedalaman banjir (X)

dan lamanya banjir (Y). Kedua data tersebut dapat diperoleh melalui wawancara dengan penduduk setempat di lapangan. Bahaya banjir dengan simbol Fx,y. (dimana x adalah simbol kedalaman air genangan, dan y adalah lamanya banjir) disajikan dalam Tabel 6

Tabel 6. Kelas bahaya banjir

Simbol Kelas bahaya banjir Kedalaman banjir (x) (cm)

Lama banjir (y) (bulan/tahun)

F0 Tidak ada dapat diabaikan Dapat diabaikanF1 Ringan <25 <1

25-50 <1 50-150 <1F2 Sedang <25 1-3

25-50 1-350-150 1-3>150 <1

F3 Agak berat <25 3-625-50 3-6

50-150 3-6F4 Berat <25 >6

25-50 >650-150 >6>150 1-3>150 3-6>150 >6

19

Page 20: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

2.3.9. Kemasaman tanah

Ditentukan atas dasar pH tanah pada kedalaman 0-20 cm dan 20-50 cm (Tabel 7).

Tabel 7. Kelas kemasaman (pH) tanah

Kelas pH tanahSangat masam < 4.5Masam 4.5 – 5.5Agak masam 5.6 – 6.5Netral 6.6 – 7.5Agal alkalis 7.6 – 8.5Alkalis > 8.5

20

Page 21: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

DAFTAR PUSTAKA

A. Van Wambeke and T.R. Forbes. 1986. Guidelines for Using “Soil Taxonomy” in The Names of Soil Map Units. Soil Conservation Service, USDA. SMSS Technical Monograph No. 10.

Braak, C. 1928. The Climate of The Netherlands Indies. Proc. Royal Mogn. Meteor. Observ. Batavia, nr. 14. pp. 192.

Bunting, E.S. 1981. Assessments of the effecs on yield of variations in climate and soil characteristics for twenty crops species. AGOF/INS/78/006, Technical Note No 12. Centre for Soil research, Bogor, Indonesia

CSR/FAO Staffs. 1983. Reconnaissance Land Resource Survey 1 : 250.000 Scale. Atlas Format Procedures. AGOF/INS/78/006. Manual 4. Version 1. Centre for Soil Research, Bogor, Indonesia.

Djaenudin, D., Marwan H., Subagyo H., dan A. Hidayat. 2003. Petunjuk Teknis untuk Komoditas Pertanian. Edisi Pertama tahun 2003, ISBN 979-9474-25-6. Balai Penelitian Tanah, Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.

FAO. 1976. A Framework for Land Evaluation. Soil Resources Management and Conservation Service Land and Water Development Division. FAO Soil Bulletin No. 32. FAO-UNO, Rome.

Puslittanak. 1997. Petunjuk Teknis Evaluasi Lahan Tingkat Tinjau (skala 1:250.000). Puslittanak, Bogor, Indonesia.

Ritung, S., A. Hidayat, dan Suratman. 2002. Penyusunan Pewilayahan Komoditas dan Ketersediaan Lahan. Laporan Akhir No. 06/Puslitbangtanak/2002. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.

Ritung, S., dan A. Hidayat. 2003. Potensi dan Ketersediaan Lahan untuk Pengembangan Pertanian di Propinsi Sumatera Barat, hal. 263-282. Prosiding Simposium Nasional Pendayagunaan Tanah Masam, Bandar Lampung 29-30 September 2003. Pusat Penelitian dan Pengembangan Tanah dan Agroklimat, Bogor, Indonesia.

Rossiter, D. G., and A. R. Van Wambeke. 1997. Automated Land Evaluation System. ALES Version 4.5. User Manual. Cornell University, Departement of Soil Crop & Atmospheric Sciences. SCAS. Teaching Series No. 193-2. Revision 4. Ithaca, NY, USA.

Soil Survey Staff. 2003. Keys to Soil Taxonomy. Ninth Edition. United States Departement of Agriculture. Natural Resources Conservation Services.

Soil Survey Staff. 1992. Key to Soil Taxonomy, Sixth Edition, 1994.Soil Survey Staff. 1998. Kunci Taksonomi Tanah. Edisi Kedua. Bahasa Indonesia,

1998. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. Bogor, Indonesia.Sys, C. 1985. Land Evaluation. State University of Ghent, Belgium.Sys, C., E. Van Ranst, J. Debaveye, and F. Beernaert. 1993. Land Evaluation.

Crop Requirements Part III. Agricultural Publication No. 7. General Administration for Development Corp. 1050 Brussels-Belgium.

21

Page 22: REKAYASA DAN RANCANG-BANGUN PENGEMBANGAN

Wambeke Van A., P. Hasting, and M. Tolomeo. 1986. Newhall Simulation Model. Computer Program. Departement of Agronomy. Bradfield Hall. Cornell University. Ithaca NY 14851

22