Upload
lamthuan
View
246
Download
2
Embed Size (px)
Citation preview
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN
NOMOR
TENTANG
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
TAHUN 2015-2019
DENGAN RAHMAT TUHAN YANG MAHA ESA
DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN
Menimbang : a. bahwa Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25
Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional mengamanatkan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga ditetapkan dengan peraturan pimpinan Kementerian/Lembaga setelah disesuaikan dengan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional;
b. bahwa untuk melaksanakan ketentuan Pasal 19 ayat (2) Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004, perlu menetapkan Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan;
Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004 tentang Perbendaharaan Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 5, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4455);
2. Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Nasional (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004Nomor 104, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4421);
3. Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2004 tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah (Lembaran Negara Republik IndonesiaTahun 2004 Nomor 126, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4438);
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
4. Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025;
5. Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2008 tentang Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2008 Nomor 166, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 441);
6. Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 244, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5587);
7. Peraturan Pemerintah Nomor 20 Tahun 2004 tentang Rencana Kerja Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 74, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4405);
8. Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2004 tentang Penyusunan Rencana Kerja dan Anggaran Kementerian/Lembaga (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2004 Nomor 75, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4406);
9. Peraturan Pemerintah Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Antara Pemerintah, Pemerintahan Daerah Provinsi, dan Pemerintahan Daerah Kabupaten/ Kota (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2007 Nomor 82, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 4737);
10. Peraturan Presiden Nomor 24 Tahun 2010 tentang Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas, dan Fungsi Eselon I Kementerian Negara;
11. Peraturan Presiden Nomor 29 Tahun 2014 tentang Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2014 Nomor 80);
12. Keputusan Presiden Nomor 121/P Tahun 2014 tentang Pembentukan Kabinet Kerja;
13. Peraturan Presiden Nomor 165 Tahun 2014 tentang Penataan Tugas dan Fungsi Kabinet Kerja;
14. Peraturan Presiden Nomor 2 Tahun 2015 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional Tahun 2015-2019;
15. Peraturan Presiden Nomor 7 Tahun 2015 tentang Organisasi Kementerian Negara (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 8);
16. Peraturan Menteri Pertanian Nomor 61/Permentan/OT.140/ 10/2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kementerian Pertanian;
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
17. Peraturan Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/ Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional Nomor 5 Tahun 2014 tentang Pedoman Penyusunan Penelaahan Rencana Strategis Kementerian/Lembaga (Renstra K/L) 2015-2019;
MEMUTUSKAN:
Menetapkan : KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN TENTANG RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN TAHUN 2015-2019.
Pasal 1
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015-2019 yang selanjutnya disebut Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagaimana tercantum dalam Lampiran yang merupakan bagian tidak terpisahkan dari Keputusan Direktur Jenderal ini.
Pasal 2
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 sebagai dasar dalam:
a. menyusun Renstra Unit Kerja Eselon II;
b. menyusun rencana/program pembangunan daerah/provinsi dan daerah kabupaten/kota di bidang pertanian sub sektor tanaman pangan;
c. koordinasi perencanaan kegiatan antar sub sektor dan/atau antar instansi pertanian di Pusat dan Daerah; dan
d. pengendalian program dan kegiatan pembangunan lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Pasal 3
Pejabat Unit Eselon II sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a menjabarkan dan menyusun lebih lanjut mengenai:
a. Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan kedalam Renstra Unit Kerja Eselon II;
b. Sistem Akuntabilitas Kinerja Instansi Pemerintah (SAKIP) berdasarkan Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Pasal 4
Keputusan Direktur Jenderal ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
Ditetapkan di Jakarta
pada tanggal 20 April 2015
DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN
HASIL SEMBIRING
Salinan Keputusan ini disampaikan kepada Yth.:
1. Menteri Koordinator Bidang Perekonomian; 2. Menteri Negara Perencanaan Pembangunan/Kepala Bappenas; 3. Menteri Negara Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi; 4. Menteri Pertanian; 5. Para Kepala Dinas Pertanian Yang Membidangi Tanaman Pangan Seluruh
Indonesia; 6. Pimpinan Unit Kerja Eselon I di Lingkungan Kementerian Pertanian; 7. Pimpinan Unit Kerja Eselon II di Lingkungan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
LAMPIRAN
KEPUTUSAN DIREKTUR JENDERAL TANAMAN PANGAN
NOMOR
TENTANG
RENCANA STRATEGIS DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
TAHUN 2015-2019
DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
KEMENTERIAN PERTANIAN REPUBLIK INDONESIA
2015
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
PENGANTAR
Sesuai dengan Undang-undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem
Perencanaan Pembangunan Nasional (SPPN) dan Peraturan Pemerintah Nomor 40
tahun 2006 tentang Tata Cara Penyusunan Rencana Pembangunan Nasional bahwa
Pimpinan Kementerian/Lembaga menyiapkan Rencana Strategis (Renstra)
Kementerian/Lembaga sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya dengan berpedoman
kepada RPJMN Tahun 2015 - 2019.
Mengacu Renstra Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019 yang telah
menetapkan visi, misi dan tujuan strategis Kementerian Pertanian, maka sesuai
dengan tugas pokok dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sesuai
Peraturan Presiden RI Nomor 24 Tahun 2010 tanggal 14 April 2010, tentang
Kedudukan, Tugas, dan Fungsi Kementerian Negara serta Susunan Organisasi, Tugas
dan fungsi Eselon I Kementerian Negara, dan Keputusan Menteri Pertanian Nomor
1185/Permentan/OT.140/10/2010 tanggal 14 Oktober 2010, Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan menyusun Renstra Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yang
merupakan penjabaran dari visi dan misi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam
rangka pencapaian sasaran strategis yang telah ditetapkan.
Dokumen Renstra ini menjadi panduan dan acuan bagi Eselon II lingkup
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan seluruh pihak-pihak di lingkungan Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan maupun stakeholder pembangunan pertanian tanaman
pangan dalam mewujudkan Rencana Pembangunan Jangka Menengah tahun 2015-
2019 di bidang tanaman pangan.
Jakarta, April 2015
Direktur Jenderal Tanaman Pangan
Dr. Ir. Hasil Sembiring, MSc
NIP. 196002101988031001
DAFTAR ISI
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
KATA PENGANTAR i DAFTAR ISI ii DAFTAR TABEL iii DAFTAR GAMBAR vii I. PENDAHULUAN 1
1.1. Latar Belakang 1
1.2. Kondisi Umum 3
1.3. Potensi dan Permasalahan 15
II. VISI, MISI, DAN TUJUAN DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN
PANGAN 30
2.1. Visi 30
2.2. Misi 32
2.3. Tujuan 32
2.4. Sasaran Strategis 33
III. ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI KERANGKA REGULASI, DAN
KERANGKA KELEMBAGAAN 35
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian 35
3.2. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 38
3.3. Langkah dan Strategi Operasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
50
3.4. Kerangka Regulasi 58
3.5. Kerangka Kelembagaan 59
IV. TARGET KINERJA DAN KERANGKA PENDANAAN 61
4.1. Target Kinerja 61
4.2. Kerangka Pendanaan 74
V. DUKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM PEMBANGUNAN
SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN 79
5.1. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian 79
5.2. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian 81
VI. PENUTUP 88
LAMPIRAN
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
DAFTAR TABEL
Tabel 1 Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014
4
Tabel 2 Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010– 2014 9 Tabel 3 Neraca Perdagangan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2010-
2014 10
Tabel 4 Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
11
Tabel 5 Produksi Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 13 Tabel 6 Luas Panen Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 14 Tabel 7 Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014 15 Tabel 8 Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun 2009 24 Tabel 9 Pokok-pokok Visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 31 Tabel 10 Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Kementerian Pertanian
Tahun 2015-2019 32
Tabel 11 Sasaran Produksi Komoditi Utama Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
33
Tabel 12 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
34
Tabel 13 Target Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 61 Tabel 14 Target Susut Hasil Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015 –
2019 71
Tabel 15 Target Kebutuhan Pembiayaan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
71
Tabel 16 Target Pembangunan Tanaman Pangan dan Kebutuhan Pembiayaan APBN Tahun 2015-2019
77
Tabel 17 Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Kawasan Sub Sektor Tanaman Pangan
79
Tabel 18 Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan
81
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014 5 Gambar 2 Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertanian dan Non
Pertanian Tahun 2009-2013 6
Gambar 3 Pertumbuhan Pangsa Tenaga Kerja Pertanian dan Pertumbuhan Pangsa PDB Pertanian Tahun 2010-2014
6
Gambar 4 Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010 – 2014 8 Gambar 5 Model kawasan Tanaman Pangan 34 Gambar 6 Langkah Operasional Peningkatan Produksi dan Produktivitas
Tanaman Pangan 51
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
DAFTAR BOKS
Boks 1. Potensi Sumberdaya Yang Dapat Dikembangkan Bagi Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan
16
Boks 2. Permasalahan Mendasar Sub Sektor Tanaman Pangan 23 Boks 3. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan 38 Boks 4. Strategi Operasional Penguatan Pengembangan Pembangunan
Sub Sektor Tanaman Pangan 52
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2015
90
Lampiran 1.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2016
91
Lampiran 1.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2017
92
Lampiran 1.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2018
93
Lampiran 1.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Padi Tahun 2019
94
Lampiran 2.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2015
95
Lampiran 2.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2016
96
Lampiran 2.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2017
97
Lampiran 2.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2018
98
Lampiran 2.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Jagung Tahun 2019
99
Lampiran 3.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2015
100
Lampiran 3.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2016
101
Lampiran 3.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2017
102
Lampiran 3.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2018
103
Lampiran 3.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai Tahun 2019
104
Lampiran 4.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2015
105
Lampiran 4.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2016
106
Lampiran 4.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2017
107
Lampiran 4.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2018
108
Lampiran 4.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Tanah Tahun 2019
109
Lampiran 5.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2015
110
Lampiran 5.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2016
111
Lampiran 5.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas 112
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2017 Lampiran 5.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas
dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2018 113
Lampiran 5.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kacang Hijau Tahun 2019
114
Lampiran 6.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2015
115
Lampiran 6.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2016
116
Lampiran 6.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2017
117
Lampiran 6.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2018
118
Lampiran 6.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Kayu Tahun 2019
119
Lampiran 7.1. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2015
120
Lampiran 7.2. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2016
121
Lampiran 7.3. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2017
122
Lampiran 7.4. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2018
123
Lampiran 7.5. Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Ubi Jalar Tahun 2019
124
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
1 | P a g e
1.1. Latar Belakang
“Tantangan pemenuhan kebutuhan bagi
kehidupan manusia akan semakin kompleks dan
dinamis. Setiap negara wajib mengamankan
ketersediaan atas kebutuhan tersebut, terutama
kebutuhan pangan dan energi”
Tanaman pangan sebagai salah satu subsektor
pertanian memiliki posisi strategis dalam
penyediaan kebutuhan, sumber lapangan kerja dan
pendapatan, serta sumber devisa.
Pembangunan tanaman pangan akan berhadapan
dengan berbagai perubahan lingkungan strategis
baik bersifat internal maupun eksternal antara lain
globalisasi perdagangan yang semakin dinamis,
perubahan iklim, tuntutan lingkungan yang
berkelanjutan, keterbatasan sumber daya lahan,
perubahan perilaku konsumen, dan kesejahteraan
masyarakat. Dalam konteks ini, pembangunan
harus dilakukan secara ekonomis, efisien, efektif,
akuntabel, dan berkelanjutan sehingga
pembangunan tersebut memberikan jaminan
kehidupan yang cukup dan memperhatikan
kebutuhan generasi berikutnya.
Pembangunan tanaman pangan Indonesia telah
mengalami proses yang cukup panjang sejak
kemerdekaan dan hal ini harus menjadi perhatian
penting bagi seluruh pemangku kepentingan.
Beberapa butir yang perlu dijadikan sebagai
variabel penting adalah perbedaan potensi
(kekuatan dan kelemahan yang dimiliki) dan tata
kelola yang diselenggarakan. Kedua hal ini menjadi
titik kritis dalam menghadapi tantangan perubahan
lingkungan (peluang dan ancaman) dimasa
mendatang.
BAB I
PENDAHULUAN
Sektor pertanian dalam arti luas terdiri
dari subsektor tanaman pangan, subsektor
hortikultura, subsektor perkebunan,
subsektor peternakan, subsektor perikanan
dan kelautan, serta subsektor kehutanan.
Perspektif pembangunan tanaman pangan
tidak dapat dilihat dari sudut kebutuhan
pangan saja, tetapi harus dilihat secara
menyeluruh yaitu untuk memenuhi
kebutuhan manusia (pangan, pakan, energi,
dan bahan baku industri lainnya).
Dalam konteks pangan, subsektor tanaman
pangan memiliki posisi strategis karena
komoditi tanaman pangan memiliki
keragaman hayati yang cukup banyak
meliputi komoditi serealia, aneka umbi, dan
aneka kacang.
Pengembangan suatu komoditi harus
memperhatikan nilai dan derajat daya saing
yang dimiliki sehingga tidak menimbulkan
orientasi pembangunan yang tidak tepat, dimana
tidak memperhatikan sumber daya lokal dan
jenis kebutuhan riil yang berkembang di
masyarakat.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
2 | P a g e
Untuk itu, penyusunan rencana pembangunan tanaman pangan harus dilakukan secara
komprehensif, terintegrasi, dan berbasis data yang akurat. Hal ini menjadi tuntutan atas
transparansi dari keberhasilan rencana yang ditetapkan. Proses ini dimulai dari Rencana
Pembangunan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Pembangunan Jangka Menengah
(RPJM), Rencana Strategis Kementerian, dan Rencana Kerja Tahunan. Kelemahan
paling mendasar dari sebuah perencanaan adalah menetapkan sasaran yang tidak tepat
dan kebijakan yang tidak tepat untuk mewujudkan sebuah tujuan.
Dalam RPJMN tahap ke-3 (2015-2019) difokuskan untuk memantapkan pembangunan
secara menyeluruh dengan menekankan pembangunan kompetitif perekonomian
yang berbasis sumberdaya alam yang tersedia, sumberdaya manusia yang
berkualitas dan kemampuan ilmu pengetahuan dan teknologi (IPTEK).
Pemerintahan baru saat ini memiliki jargon Nawacita sebagai garis besar yang
dicanangkan selama tahun 2015-2019 (prioritas sasaran yang akan dicapai) dengan
tetap memperhatikan Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun
2005-2025.1 Nawacita menetapkan sembilan perubahan yaitu:
1. Menghadirkan kembali negara untuk melindungi segenap bangsa dan
memberikan rasa aman pada seuruh warga negara,
2. Membuat pemerintah selalu hadir dengan membangun tata kelola pemerintahan
yang bersih, efektif, demokratis, dan terpercaya,
3. Membangun Indonesia dari pinggiran dengan memperkuat daerah-daerah dan
desa dalam kerangka negara kesatuan,
4. Memperkuat kehadiran negara dalam melakukan reformasi sistem dan
penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan terpercaya,
5. Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia,
6. Meningkatkan produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional sehingga
bangsa Indonesia bisa maju dan bangkit bersama bangsa-bangsa Asia lainnya,
7. Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik,
8. Melakukan revolusi karakter bangsa,
9. Memperteguh kebhinekaan dan memperkuat restorasi sosial Indonesia.
Dalam mewujudkan kemandirian ekonomi, diperlukan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik dengan menetapkan lima prioritas sasaran yaitu:
a. Membangun kedaulatan pangan
b. Mewujudkan kedaulatan energi
1 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Jangka Panjang Nasional (RPJPN) Tahun 2005-2025
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
3 | P a g e
c. Mewujudkan kedaulatan keuangan
d. Mendirikan bank petani/nelayan dan UMKM
e. Mewujudkan penguatan teknologi.
Kedudukan subsektor tanaman pangan sangat bersentuhan pada prioritas keenam dan
ketujuh dari nawacita. Pengelolaan subsektor tanaman pangan melibatkan banyak pihak
dengan variasi struktur kelembagaan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan sebagai
salah satu unit Eselon I Kementerian Pertanian memiliki batasan kewenangan
berdasarkan tugas dan fungsi tertentu. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan harus
merumuskan Rencana Strategis, sebagai tindak lanjut atas amanat Rencana
Pembangunan Jangka Menengah dan Renstra Kementerian Pertanian. Rencana
Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan disusun dengan tujuan agar menjadi
pedoman atau acuan rencana program dan kegiatan pembangunan tanaman pangan
selama tahun 2015-2019.
1.2. Kondisi Umum
Kinerja subsektor tanaman pangan dapat dilihat dari capaian indikator makro dan mikro.
Beberapa indikator makro tersebut antara lain pertumbuhan produk domestik bruto
(PDB), penyerapan tenaga kerja, pendapatan rumah tangga petani, perkembangan
ekspor-impor, dan perkembangan produksi. Beberapa indikator mikro antara lain:
1.2.1. Produk Domestik Bruto (PDB)
Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) pertanian (diluar perikanan dan kehutanan)
pada tahun 2014 yaitu sekitar 270,60 triliun rupiah atau 9,22% dari PDB total yang
besarnya 2.934,12 triliun rupiah (berdasarkan harga konstan tahun 2000). Selama
periode 2010-2014, pertumbuhan PDB pertanian sempit tersebut antara 2,42 % hingga
3,98 % dengan rata-rata sekitar 3,19%, dengan saat yang sama PDB nasional tumbuh
sekitar 6,13 %. Dengan adanya ketimpangan pertumbuhan tersebut, maka kontribusi
pertanian semakin menurun dari 10,23 % di tahun 2010 menjadi 9,22 % dari total PDB
nasional.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
4 | P a g e
Tabel 1. Pertumbuhan Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian
Tahun 2010-2014
Satuan
Tahun Tanaman
Pangan Hortikultura Perkebunan Peternakan
Pertanian
Sempit
Pertanian
Luas Nasional
2010 11,70 -15,04 3,49 4,27 2,42 3,01 6,22
2011 -3,32 12,80 4,47 4,78 2,78 3,37 6,49
2012 -2,41 13,35 6,22 4,69 3,98 4,20 6,26
2013 0,54 4,15 4,93 4,76 3,01 3,54 5,78
2014 3,64 7,36 1,54 1,62 3,76 3,61 5,91
Rerata 2,03 4,52 4,13 4,02 3,19 3,54 6,13
Sumber: BPS (diolah PSEKP)
Ket: Pertanian Sempit = meliputi tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan
Pertanian luas = pertanian sempit ditambah perikanan dan kehutanan
2014 angka proyeksi
Bila diperhatikan persubsektor, maka rata-rata pertumbuhan PDB tanaman pangan dan
hortikultura masing-masing sekitar 2,03 % dan 4,52 %. Sedangkan PDB perkebunan dan
peternakan masing-masing sekitar 4,13 % dan 4,02 %.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
5 | P a g e
Gambar 1. Produk Domestik Bruto (PDB) Pertanian Tahun 2010-2014
Sumber: BPS (diolah PSEKP)
Ket: 2014 angka proyeksi
1.2.2. Tenaga Kerja Pertanian
Selama periode 2010-2014, sektor pertanian masih merupakan sektor dengan pangsa
penyerapan tenaga kerja terbesar, walaupun ada kecenderungan menurun. Penyerapan
tenaga kerja di sektor pertanian pada tahun 2010 sekitar 38,69 juta tenaga kerja atau
sekitar 35,76% dari total penyerapan tenaga kerja. Pada tahun 2014 mengalami
penurunan menjadi 35,76 juta tenaga kerja atau 30,27%. Kemampuan penyerapan
tenaga kerja sektor Pertanian tersebut hanya berasal dari kegiatan sektor Pertanian
primer, belum termasuk sektor sekunder dan tersier sepanjang vertikal sistem dan usaha
agribisnis. Apabila tenaga kerja dihitung dengan yang terserap pada sektor sekunder dan
tersiernya, maka kemampuan sektor Pertanian tentu akan lebih besar. Walaupun
kemampuan sektor Pertanian dalam penyerapan tenaga kerja nasional sangat besar,
namun di sisi lain justru menjadi beban bagi sektor Pertanian dalam meningkatkan
produktivitas tenaga kerjanya.
2010 2011 2012 2013 2014
Tanaman Pangan 103,864 100,419 98,004 98,537 102,125
Hortikultura 47,637 53,735 60,906 63,433 68,099
Perkebunan 47,151 49,260 52,325 54,903 55,749
Peternakan 38,214 40,040 41,919 43,914 44,627
Total 236,866 243,455 253,154 260,787 270,600
-
50,000
100,000
150,000
200,000
250,000
300,000
Rp
mily
ar
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
6 | P a g e
Gambar 2. Perkembangan Angkatan Kerja Sektor Pertanian dan Non
Pertanian Tahun 2009-2013
Sumber: BPS (diolah)
Ket: tahun 2014: angka perkiraan
Gambar 3. Pertumbuhan Pangsa Tenaga Kerja Pertanian dan
Pertumbuhan Pangsa PDB Pertanian Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
Pertanian 38,699 36,541 36,429 36,048 35,769
Non Pertanian 69,508 73,129 74,379 76,963 82,401
Total Tenaga Kerja 108,207 109,670 110,808 113,011 118,170
Angkatan Kerja Nasional 116,527 117,370 118,053 120,317 125,316
-
20,000
40,000
60,000
80,000
100,000
120,000
140,000
rib
u o
ran
g
2010 2011 2012 2013 2014 Rerata
Pertumbuhan pangsa TK Pertanian sempit
-4.56 -6.84 -1.33 -2.97 -5.11 -4.16
Pertumbuhan pangsa PDB Pertanian sempit
-3.58 -3.48 -2.15 -2.62 -2.47 -2.86
-8.00
-7.00
-6.00
-5.00
-4.00
-3.00
-2.00
-1.00
0.00
%
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
7 | P a g e
Bila disandingkan data pertumbuhan pangsa tenaga kerja pertanian dengan
pertumbuhan pangsa PDB, maka pada periode tahun 2010 – 2014 terjadi penurunan
pangsa tenaga kerja pertanian sebesar -4,16%/tahun dan pada saat yang bersamaan
pula terjadi penurunan pertumbuhan pangsa PDB sebesar -2,86. Dengan
membandingkan tingkat penurunan pangsa tenaga kerja yang lebih besar dibandingkan
dengan tingkat penurunan pangsa PDB, maka dapat dikatakan bahwa tingkat
kesejahteraan perkapita tenaga kerja di sektor pertanian semakin membaik (Gambar 3).
1.2.3. Nilai Tukar Petani (NTP)
Nilai Tukar Petani (NTP) merupakan perbandingan antara indeks harga yang diterima
petani (It) dengan indeks harga yang dibayar petani (Ib), dimana It menunjukkan fluktuasi
harga barang-barang yang dihasilkan petani sementara Ib mencerminkan harga barang-
barang yang dikonsumsi petani termasuk barang yang diperlukan untuk memproduksi
hasil pertanian. NTP digunakan untuk mengukur kemampuan tukar produk yang dijual
petani dengan produk yang dibutuhkan petani dalam produksi dan konsumsi
rumahtangga. Umumnya, NTP digunakan sebagai indikator kesejahteraan petani. Namun
demikian, sebagai alat ukur kesejahteraan petani, penggunaan asumsi tingkat produksi
yang tetap dinilai kurang relevan, karena kuantitas tetap berarti NTP tidak
mengakomodasi kemajuan produktivitas pertanian, kemajuan teknologi dan
pembangunan. Karena itu NTP cukup diposisikan sebagai alat ukur untuk menghitung
daya beli penerimaan petani terhadap pengeluaran petani. Dengan kata lain, bahwa NTP
bukan mutlak ukuran kesejahteraan petani karena walaupun indeks harga yang diterima
petani meningkat dengan berbagai kebijakan perlindungan harga yang dilakukan
Kementerian Pertanian, namun belum tentu NTP meningkat, karena masih tergantung
dengan indeks harga yang dibayar petani.
Selama periode 2010 – 2014, secara umum NTP meningkat walaupun sempat menurun
pada tahun 2013. Peningkatan NTP tertinggi terjadi pada tahun 2011. Peningkatan NTP
tersebut disebabkan oleh laju peningkatan indeks harga yang diterima petani lebih tinggi
dibandingkan laju peningkatan indeks harga yang dibayar petani.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
8 | P a g e
Gambar 4. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010 – 2014
Ket: tahun dasar 2007=100
Tahun 2014 adalah data sementara
Peningkatan indeks harga yang diterima petani merupakan hasil dari kebijakan
Kementerian Pertanian dalam upaya perlindungan harga komoditas pertanian,
sedangkan peningkatan indeks harga yang dibayar petani merupakan hasil kebijakan
diluar kendali Kementerian Pertanian. Peningkatan NTP dapat dilakukan dengan
meningkatkan indeks harga yang diterima petani, namun hal ini dapat memacu inflasi.
Oleh sebab itu, untuk meningkatkan NTP perlu diupayakan agar peningkatan indeks
harga yang dibayar petani tidak terlalu progresif.
Dari data BPS, selama tahun 2010-2014, angka rata-rata NTP di atas 100 yaitu 101,77
pada tahun 2010, 104,58 pada tahun 2011, 105,24 pada tahun 2012, 104,95 pada tahun
2013, dan 102,03 pada tahun 2014. Hal ini menunjukkan petani lebih sejahtera karena
hasil yang didapatkan petani lebih besar dari yang dibelanjakan. Sedangkan untuk
pertumbuhan NTP subsektor tanaman pangan dari tahun 2010-2012 terlihat adanya
kenaikan yaitu 97,78 pada tahun 2014, 102,82 pada tahun 2011, dan 104,71 pada tahun
2012, dan terjadi penurunan 0,06 persen pada tahun 2013 dan 5,51 persen pada tahun
2014.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
9 | P a g e
Tabel 2. Perkembangan Nilai Tukar Petani Tahun 2010– 2014
No. Uraian 2010 2011 2012 2013 2014
Nilai Tukar Petani
- Pertanian 101,77 104,58 105,24 104,95 102,03
- Tanaman Pangan 97,78 102,82 104,71 104,65 98,88
Kenaikan NTP (%)
- Pertanian - 2,76 0,64 (0,28) (2,78)
- Tanaman Pangan - 5,15 1,84 (0,06) (5,51)
Indek harga diterima petani (IT)
- Pertanian 128,62 138,90 145,75 154,69 114,06
- Tanaman Pangan 124,81 138,38 147,41 157,44 111,80
Kenaikan IT (%)
- Pertanian - 7,99 4,94 6,13 (26,27)
- Tanaman Pangan - 10,87 6,53 6,80 (28,99)
3 Indek harga dibayar petani (IB)
- Pertanian 126,37 132,81 138,49 147,40 111,79
- Tanaman Pangan 127,61 134,56 140,78 150,45 113,06
Kenaikan IB (%)
- Pertanian - 5,10 4,28 6,43 (24,16)
- Tanaman Pangan - 5,45 4,62 6,87 (24,85)
Sumber : BPS (diolah)
Keterangan:
- Tahun 2010-2012 menggunakan tahun dasar 2007 = 100
- Tahun 2013-2014 menggunakan tahun dasar 2012 = 100
1
2
1.2.4. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor
Berdasarkan data tahun 2010-2014, kondisi perdagangan komoditas pangan utama
Indonesia dalam posisi defisit. Keadaan ini terlihat dari neraca perdagangan yang bernilai
negatif dan laju pertumbuhan nilai impor pada periode 2010-2014 secara umum lebih
tinggi dibandingkan dengan laju pertumbuhan nilai ekspornya. Pada tahun 2014,
komoditas pangan yang menyumbang impor terbesar adalah kedelai diikuti oleh jagung
dan beras. Sebaliknya komoditas penyumbang ekspor terbesar adalah ubi kayu.
Untuk volume ekspor beras tertinggi dicapai tahun 2012 sebesar 1,15 ribu ton beras
dengan nilai US$ 1,43 juta, dan volume ekspor beras terendah tahun 2010 sebesar 810
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
10 | P a g e
ton dengan nilai US$ 0,56 juta. Sedangkan volume impor tertinggi terjadi tahun 2011
sebesar 2,74 juta ton dengan nilai US$ 1,51 milyar dan terendah tahun 2014 senilai US$
175,83 juta.
Volume ekspor tertinggi untuk komoditas Jagung terjadi pada tahun 2012 sebesar 72,95
ribu ton dengan nilai US$ 38,22 juta dan volume terendah pada tahun 2014 senilai US$
7,97 juta. Sedangkan volume impor tertinggi untuk jagung dicapai pada tahun 2011
sebanyak 3,31 juta ton senilai US$ 1,08 milyar dan volume impor jagung terendah pada
tahun 2010 sebesar 1,79 juta ton senilai US$ 484,24 juta.
Untuk volume ekspor kedelai tertinggi terjadi tahun 2012 sebesar 34,79 ribu ton senilai
US$ 36,97 juta; dan volume ekspor terendah pada tahun 2010 sebesar 8,65 ribu ton
senilai US$ 9,98 juta; sedangkan volume impor kedelai tahun 2014 adalah yang tertinggi
senilai US$ 2,73 milyar.
Untuk jelasnya perkembangan nilai ekspor impor dan neraca perdagangan komoditas
tanaman pangan selama tahun 2010-2014 seperti pada Tabel di bawah ini.
Tabel 3. Neraca Perdagangan Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
No Sub Sektor Tahun ( ribu US$)
2010 2011 2012 2013 2014*)
1 Tanaman Pangan
- Ekspor 478 585 151 967 560
- Impor 3.894 7.024 6.307 5.659 6.481
- Neraca -3.416 -6.439 -6.156 -4.692 -5.921
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
11 | P a g e
Tabel 4. Neraca Perdagangan Ekspor-Impor Komoditas Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
2014**)
Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Volume (ton) Nilai (US$ 000) Nilai (US$ 000)
Beras
Ekspor 810 560 1,065 1,272 1,150 1,428 1,080 1,071 897
Impor 687,583 360,790 2,744,261 1,509,257 2,411,240 1,233,374 399,758 208,600 175,827
Neraca (686,773) (360,230) (2,743,196) (1,507,985) (2,410,091) (1,231,946) (398,678) (207,529) (174,930)
JagungEkspor 44,514 12,111 33,189 18,653 72,949 38,223 19,085 14,957 7,970
Impor 1,786,811 484,238 3,310,984 1,084,404 1,991,952 614,005 2,401,489 728,533 598,344
Neraca (1,742,296) (472,127) (3,277,795) (1,065,751) (1,919,003) (575,782) (2,382,405) (713,576) (590,374)
KedelaiEkspor 8,653 9,979 8,737 11,389 34,793 36,971 9,762 13,132 39,125
Impor 1,772,663 871,173 2,125,511 1,290,079 2,334,735 1,478,104 1,411,184 886,426 2,725,541
Neraca (1,764,011) (861,195) (2,116,774) (1,278,689) (2,299,942) (1,441,133) (1,401,422) (873,294) (2,686,416)
Kacang TanahEkspor 7,721 13,625 7,684 15,453 7,737 16,514 4,831 10,836 10,234
Impor 230,787 225,449 253,102 262,345 209,686 248,717 231,294 274,928 247,250
Neraca (223,066) (211,824) (245,418) (246,892) (201,949) (232,203) (226,463) (264,092) (237,016)
Ubi KayuEkspor 169,031 45,432 195,340 79,060 61,943 19,268 71,812 27,611 24,330
Impor 294,853 120,755 435,424 211,276 890,231 400,220 213,415 103,995 99,712
Neraca (125,822) (75,323) (240,085) (132,216) (828,288) (380,952) (141,603) (76,384) (75,382)
Ubi JalarEkspor 7,083 5,317 7,173 6,341 10,495 9,437 8,006 6,898 6,236
Impor 33 45 25 45 27 42 21 32 39
Neraca 7,051 5,272 7,148 6,297 10,468 9,394 7,985 6,866 6,197
GandumEkspor 642,726 382,568 546,513 447,152 67,560 39,276 75,482 40,442 33,181
Impor 5,725,011 1,827,395 6,476,577 2,656,103 7,817,795 2,960,103 5,900,056 2,252,450 1,902,406 Neraca (5,082,285) (1,444,827) (5,930,064) (2,208,951) (7,750,235) (2,920,827) (5,824,574) (2,212,007) (1,869,225) *) Volume Ekspor/Impor Tahun 2013 Sampai Dengan Bulan Oktober
**) Volume Ekspor/Impor Tahun 2014 Sampai Dengan Bulan September
2010 2011 2012 2013 *)Komoditas
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
12 | P a g e
1.2.5. Produksi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
Selama periode 2010 – 2014, terjadi peningkatan produksi padi setiap tahunnya 1,56
persen yaitu dari produksi 66,47 juta ton GKG pada tahun 2010 meningkat menjadi
70,61 juta ton GKG pada tahun 2014. Kondisi produksi tahun 2014 ini menunjukkan
adanya penurunan sebanyak 0,67 juta ton GKG (0,94 persen) dibandingkan tahun 2013.
Penurunan produksi padi tahun 2014, diperkirakan terjadi di Pulau jawa sebanyak 1,05
juta ton GKG, sedangkan produksi padi di luar Pulau Jawa diperkirakan mengalami
kenaikan sebanyak 0,38 juta 5ton GKG. Penurunan produksi diperkirakan terjadi karena
penurunan luas panen seluas 66,93 ribu Ha (0,48 persen) dan produktivitas sebesar 0,24
ku/Ha (0,47 persen).
Perkiraan penurunan produksi padi tahun yang relatif besar terdapat di Provinsi Jawa
Tengah, Jawa Barat, Sumatera Selatan, Sumatera Utara, dan Nusa Tenggara Barat.
Sementara itu, perkiraan kenaikan produksi padi tahun 2014 yang relatif besar terdapat di
Provinsi Sulawesi Selatan, Jawa Timur, Lampung, Nusa Tenggara Timur, dan
Kalimantan Selatan.
Untuk produksi jagung selama periode 2010 – 2014 terjadi peningkatan setiap tahunnya
1,24 persen, dari produksi 18,33 juta ton pipilan kering pada tahun 2010 meningkat
menjadi 19,13 juta ton pipilan kering pada tahun 2014. Produksi jagung tahun 2014 ini
mengalami kenaikan sebanyak 0,62 juta ton (3,33 persen) dibandingkan tahun 2013.
Kenaikan produksi tersebut diperkirakan terjadidi Pulau Jawa dan luar Pulau jawa
masing-masing sebanyak 0,06 juta ton pipilan kering dan 0,56 juta ton pipilan kering.
Kenaikan produksi diperkirakan terjadi karena kenaikan produktivitas sebesar 0,85 ku/Ha
(1,75 persen) dan kenaikan luas panen seluas 58,72 ribu Ha (1,54 persen).
Perkiraan peningkatan produksi jagung tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi
Sulawesi Selatan, Nusa Tenggara Barat, jawa Tengah, Gorontalo, dan Lampung.
Sementara itu, perkiraan penurunan produksi jagung tahun 2014 yang relatif besar terjadi
di Provinsi Jawa Barat, Sumatera Utara, Nusa Tenggara Timur, Bengkulu, dan Bali.
Sedangkan produksi kedelai mengalami kenaikan selama periode yang sama yaitu
sekitar 0,89 persen. Produksi kedelai tahun 2014 diperkirakan sebanyak 921,34 ribu ton
biji kering, meningkat sebanyak 141,34 ribu ton biji kering (18,12 persen) dibandingkan
tahun 2013. Peningkatan produksi kedelai tersebut diperkirakan terjadi di Pulau Jawa
sebanyak 73,47 ribu ton biji kering dan di luar Pulau Jawa sebanyak 67,87 ribu ton biji
kering. Peningkatan produksi tersebut diperkirakan terjadi karena kenaikan luas panen
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
13 | P a g e
seluas 61,01 ribu Ha (11,08 persen) dan kenaikan produktivitas sebesar 0,90 ku/Ha (6,36
persen).
Perkiraan kenaikan produksi kedelai tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi
Jawa Barat, Jawa Tengah, Aceh, Sulawesi Selatan, dan Lampung. Sementara itu
penurunan produksi kedelai tahun 2014 yang relatif besar terjadi di Provinsi DI
Yogyakarta, Banten, Nusa Tenggara Barat, Papua, dan Kalimantan Tengah.
Sedangkan produksi yang mengalami penurunan adalah kacang tanah sebesar rata-rata
4,09 persen dan kacang hijau sebesar rata-rata 2,74 persen. Ubi kayu dan ubi jalar juga
mengalami kenaikan masing-masing rata-rata sebesar 0,67 persen dan 3,79 persen.
Tabel 5. Produksi Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
(ribu ton)
1 Padi Jawa 36.375 34.405 36.527 37.493 36.442 36.248 0,15
Luar Jawa 30.095 31.352 32.529 33.787 34.165 32.386 3,23
Indonesia 66.469 65.757 69.056 71.280 70.607 68.634 1,56
2 Jagung Jawa 9.944 9.467 10.712 10.095 10.152 10.074 0,79
Luar Jawa 8.383 8.176 8.675 8.416 8.976 8.525 1,82
Indonesia 18.328 17.643 19.387 18.512 19.127 18.599 1,24
3 Kedelai Jawa 633 574 604 522 595 586 -0,91
Luar Jawa 274 277 240 258 326 275 5,42
Indonesia 907 851 843 780 921 861 0,88
4 Jawa 547 484 509 511 475 505 -3,28
Luar Jawa 232 208 204 190 181 203 -6,01
Indonesia 779 691 713 702 655 708 -4,09
5 Jawa 174 212 190 134 166 175 1,50
Luar Jawa 117 129 95 71 73 97 -9,87
Indonesia 292 341 284 205 239 272 -2,74
6 Ubi Kayu Jawa 10.792 10.567 11.175 10.941 10.393 10.773 -0,86
Luar Jawa 13.126 13.477 13.003 12.996 14.166 13.354 2,03
Indonesia 23.918 24.044 24.177 23.937 24.559 24.127 0,67
7 Ubi Jalar Jawa 757 844 1.053 1.095 1.011 952 8,14
Luar Jawa 1.294 1.352 1.430 1.292 1.349 1.343 1,26
Indonesia 2.051 2.196 2.483 2.387 2.360 2.295 3,79
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Sumber : BPS
Keterangan: 2014 Aram II
No Komoditas
Rerata
Pertumbuhan
(%)
Rata-rata
2010-2014
(ribu ton)
Keterangan : Padi : Gabah Kering Giling Kacang Tanah : Biji Kering
Jagung : Pipilan Kering Ubi Kayu : Umbi Basah
Kedelai : Biji Kering Ubi Jalar : Umbi Basah
Kacang Hijau : Biji Kering
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
14 | P a g e
Tabel 6. Luas Panen Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
2010 2011 2012 2013 2014
1 Padi Jawa 6.359 6.165 6.186 6.467 6.354 6.306 0,02
Luar Jawa 6.895 7.039 7.260 7.368 7.414 7.195 1,84
Indonesia 13.253 13.204 13.446 13.835 13.768 13.501 0,97
2 Jagung Jawa 2.139 1.946 2.011 1.959 1.956 2.002 -2,11
Luar Jawa 1.993 1.919 1.946 1.863 1.925 1.929 -0,81
Indonesia 4.132 3.865 3.958 3.822 3.880 3.931 -1,49
3 Kedelai Jawa 440 404 382 343 371 388 -3,92
Luar Jawa 221 218 186 208 241 215 2,93
Indonesia 661 622 568 551 612 603 -1,63
4 Jawa 433 378 394 372 362 388 -4,18
Luar Jawa 188 162 165 147 145 161 -6,11
Indonesia 621 539 560 519 506 549 -4,76
5 Jawa 149 182 162 117 137 149 0,02
Luar Jawa 109 115 83 65 65 88 -10,80
Indonesia 258 297 245 182 202 237 -4,24
6 Ubi Kayu Jawa 552 546 534 491 470 519 -3,90
Luar Jawa 631 639 595 575 606 609 -0,91
Indonesia 1.183 1.185 1.130 1.066 1.076 1.128 -2,31
7 Ubi Jalar Jawa 57 53 52 58 51 54 -2,14
Luar Jawa 124 125 126 104 105 117 -3,63
Indonesia 181 178 178 162 157 171 -3,49
Rata-rata
2010-2014
(ribu hektar)
Rerata
Pertumbuhan
(%)(ribu hektar)
Sumber : BPS
Keterangan: 2014 Aram II
No Komoditas
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
15 | P a g e
Tabel 7. Produktivitas Komoditi Tanaman Pangan Tahun 2010-2014
No
(ku/ha)
1 Padi Jawa 57,21 55,81 59,05 57,98 57,35 57,48 0,11
Luar Jawa 43,65 44,54 44,81 45,85 46,08 44,99 1,37
Indonesia 50,15 49,80 51,36 51,52 51,28 50,82 0,57
2 Jagung Jawa 46,49 48,65 53,26 51,54 51,91 50,37 2,90
Luar Jawa 42,07 42,61 44,57 45,19 46,64 44,22 2,62
Indonesia 44,36 45,65 48,99 48,44 49,29 47,35 2,71
3 Kedelai Jawa 14,4 14,2 15,8 15,23 16,07 15,14 2,95
Luar Jawa 12,38 12,71 12,9 12,41 13,51 12,78 2,31
Indonesia 13,73 13,68 14,85 14,16 15,06 14,30 2,47
4 Jawa 12,65 12,80 12,90 13,75 13,12 13,04 0,99
Luar Jawa 12,34 12,84 12,35 12,93 12,49 12,59 0,38
Indonesia 12,56 12,81 12,74 13,52 12,94 12,91 0,82
5 Jawa 11,67 11,66 11,74 11,42 12,14 11,73 1,04
Luar Jawa 10,79 11,19 11,34 10,91 11,10 11,07 0,75
Indonesia 11,30 11,48 11,60 11,24 11,81 11,49 1,15
6 Ubi Kayu Jawa 195,47 193,66 209,08 222,98 221,05 208,45 3,20
Luar Jawa 208,04 210,89 218,46 225,98 233,91 219,46 2,98
Indonesia 202,17 202,96 214,02 224,60 228,29 214,41 3,11
7 Ubi Jalar Jawa 132,74 157,93 203,35 187,71 196,52 175,65 11,18
Luar Jawa 104,32 108,44 113,06 124,79 128,19 115,76 5,33
Indonesia 113,27 123,29 139,29 147,47 150,62 134,79 7,46
Rata-rata
2010-2014
(ku/ha)
Keterangan: 2014 Aram II
2013 2014
Kacang
Tanah
Kacang
Hijau
Komoditas
2010 2011 2012
Sumber : BPS
Rerata
Pertumbuhan
(%)
1.3. Potensi dan Permasalahan
1.3.1. Potensi
Indonesia mempunyai potensi sumberdaya yang sangat besar dan penting untuk dapat
dikembangkan bagi pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan, antara lain:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
16 | P a g e
1.3.1.1. Keanekaragaman Hayati dan Agroekosistem
Indonesia dikenal sebagai pusat keanekaragaman hayati dunia dan dikenal sebagai
salah satu negara yang memiliki keanekaragaman hayati tertinggi di dunia. Sepuluh
persen dari spesies tumbuhan berbunga di dunia terdapat di Indonesia, meskipun luas
daratan Indonesia hanya 13 % dari total luas daratan di dunia. Selain itu di Indonesia
hidup 12 % spesies mamalia, 16 % reptil dan amphibi, dan 17 % burung.
Potensi sumber hayati berasal dari tumbuhan ada sekitar 40 ribu yang terdiri dari 5000
jenis jamur, 400 jenis tanaman penghasil buah, 370 jenis tanaman penghasil sayuran, 70
jenis tanaman berumbi, 60 jenis tanaman penyegar dan 55 jenis tanaman rempah
Keanekaragaman hayati Indonesia sebagian telah dimanfaatkan, sebagian baru diketahui
potensinya, dan sebagian besar lagi bahkan namanya saja belum diketahui
(diidentifikasi). Keanekaragaman hayati tersebut merupakan tumpuan hidup manusia,
karena setiap orang membutuhkannya untuk menopang kehidupan, sebagai sumber
pangan, pakan, bahan baku industri, farmasi dan obat-obatan. Salah satu pemanfaatan
keanekaragaman hayati adalah melalui perdagangan tanaman obat dengan nilai
perdagangan tanaman obat dan produk berasal dari tumbuhan termasuk suplemen.
Selain berfungsi untuk menunjang kehidupan manusia, keanekaragaman hayati memiliki
peranan dalam mempertahankan keberlanjutan ekosistem.
Boks 1. Potensi Sumberdaya Yang Dapat Dikembangkan Bagi Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan
1. Keanekaragaman hayati dan agroekosistem 2. Lahan pertanian 3. Teknologi
a. Teknologi Perbenihan b. Teknologi Pemupukan c. Teknologi pascapanen d. Teknologi pengendalian OPT dan DPI
4. Tenaga kerja pertanian 5. Pasar
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
17 | P a g e
Indonesia juga memiliki potensi
agroekosistem yang cukup untuk
mendukung pengembangan pertanian
diantaranya adalah ketersedian tanah,
hara, dataran rendah dan tinggi, curah
hujan yang merata di sebagian wilayah,
sinar matahari yang terus menyinari
sepanjang tahun, kelembaban udara dan
organisme-organisme, setidaknya
memiliki 47 ekosistem alami yang berbeda. Kita bisa menjumpai padang es dan padang
rumput dataran tinggi di Papua. Beragam hutan basah dataran rendah di Kalimantan dan
Sumatera. Adapula ekosistem danau yang dalam dan rawa dangkal. Untuk itu, agar
keanekaragaman hayati dan agoekosistem tidak terancam kelestariannya, maka kita
harus arif (bijaksana) dalam memanfaatkannya, dengan mempertimbangkan aspek
manfaat dan aspek kelestariannya.
1.3.1.2. Lahan Pertanian
Indonesia merupakan negara kepulauan dengan luas daratan mencapai 1.922.570 km²
(192 juta ha) dan luas perairan mencapai 3.257.483 km². Luas kawasan budidaya sekitar
123 juta ha (64,6 persen) berpotensi sebagai kawasan pertanian sebesar 101 juta ha,
dan 67 juta ha sisanya (35,4 persen) merupakan kawasan lindung. Dari areal tersebut
yang sudah terolah sampai saat ini sebesar 25,6 juta ha lahan sawah, dan untuk lahan
kering tanam semusim 25,3 juta ha dan lahan kering tanaman tahunan 50,9 juta ha.
Dengan demikian potensi perluasan untuk kawasan pertanian adalah sebesar 54 juta ha
dengan komposisi; 36 juta ha dapat digunakan untuk tanaman pangan/perkebunan dan
merupakan lahan kering, 15 juta ha sesuai untuk areal persawahan dan 3 juta ha untuk
lahan peternakan. (Siswono Yudo Husodo, 2006; Data Kajian Akademis Ditjen
Pengelolaan Lahan dan Air, Kementan 2006)
Kementerian Pertanian (2013) menaksir bahwa luas lahan sub optimal di Indonesia yang
sesuai untuk pertanian mencapai 91,9 juta ha, terdiri dari lahan kering masam seluas
62,6 juta ha (68,1 persen), rawa pasang surut seluas 9,3 juta ha (10,1 persen), lahan
kering iklim kering seluas 7,8 juta ha (8,5 persen),
rawa lebak seluas 7,5 juta ha (8,2 persen), dan
lahan gambut seluas 4,7 juta ha (5,1 persen). Saat
ini sebagian lahan-lahan sub optimal tersebut
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
18 | P a g e
dimanfaatkan untuk budidaya tanaman, ternak dan ikan.
Selain jumlah lahan potensial tersebut, hal yang mendukung adalah jumlah luasan dan
sebaran hutan, sungai, rawa dan danau serta curah hujan yang cukup tinggi dan merata
sepanjang tahun, juga waduk, bendungan, embung, maupun air tanah serta air
permukaan lainnya, yang sangat potensial untuk mendukung pengembangan usaha
pertanian, khususnya tanaman pangan.
Kondisi ini mengindikasikan untuk pengembangan sub sektor tanaman pangan dengan
program penambahan baku lahan dapat diarahkan ke daerah-daerah di luar pulau Jawa.
Potensi pengembangan untuk areal irigasi memungkinkan di pulau Sumatera dan
Sulawesi. Selain itu untuk penumbuhan kantong-kantong produksi dapat juga
dikembangkan pada lahan non irigasi (tadah hujan, pasang surut, lebak dan polder) yang
banyak terdapat di pulau Sumatera dan Kalimantan. Sedangkan untuk lahan yang
sementara tidak diusahakan masih banyak terdapat di Papua seluas 5,329 juta hektar.
1.3.1.3. Teknologi
Teknologi Pertanian Indonesia berkembang dengan pesat. Berbagai inovasi teknologi
spesifik lokasi telah dihasilkan oleh Badan Litbang Pertanian melalui Balai Pengkajian
Teknologi Pertanian (BPTP) di daerah, seperti: teknologi panen air (teknologi
pemanfaatan air secara efisiensi melalui irigasi tetes
di tingkat desa dengan membangun Jaringan Irigasi
Tingkat Desa (JIDES) dan di tingkat usahatani
dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat
Usahatani (JITUT)); prototipe alsintan (menghasilkan
varietas baru, vaksin, bibit ternak, tool kit, peta);
teknologi budidaya; teknologi pascapanen
(pengemasan, penyimpanan, sortasi dsb); teknologi
pengolahan hasil pertanian.
Bioteknologi dan teknologi untuk pertanian organik
juga perlu dikembangkan, untuk menghasilkan produk pertanian yang ramah lingkungan.
Demikian juga untuk teknologi informasi yang dapat dimanfaatkan untuk berkembangnya
pertanian cermat yang lebih efisien dan efektif biologis sistem pertanian baik dalam skala
nasional, regional, perusahaan hingga usaha tani. Hal ini dapat mendukung
pengembangan bio-produk yang mempunyai nilai jual lebih baik.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
19 | P a g e
Berbagai macam paket teknologi tepat guna tersebut diharapkan dapat dimanfaatkan
oleh petani untuk meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas aneka produk
pertanian.
1.3.1.3.1. Teknologi Perbenihan
Industri dalam negeri yang semakin berkembang, permintaan konsumen luar negeri
cenderung meningkat untuk produk pertanian, serta ketersediaan teknologi tepat guna
yang dapat dimanfaatkan masyarakat/petani untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilannya guna meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas produk
tanaman pangan, baik melalui teknologi budidaya terapan, maupun teknologi pemuliaan
tanaman yang menghasilkan varietas unggul bermutu dengan produksi dan produktivitas
yang tinggi.
1.3.1.3.2. Teknologi Pemupukan
Pengembangan teknologi pemupukan harus didorong dalam membangun keseimbangan
pengembangan pupuk anorganik dan organik, serta jaminan akan ketersediaan sumber
bahan baku yang menjadi prasyarat bagi pengembangan industri pupuk, sehingga dapat
memenuhi kebutuhan, serta sumberdaya manusia yang terlibat langsung dalam proses
pengolahan pupuk, terutama pengolahan pupuk organik di daerah sentra produksi sub
sektor tanaman pangan dengan memanfaatkan limbah pertanian yang tersedia.
1.3.1.3.3. Teknologi Pascapanen
Teknologi pascapanen diyakini merupakan kunci untuk meningkatkan kualitas produk
hasil panen produk pertanian dan memberikan nilai tambah produk pertanian. Badan
Litbang Pertanian telah menghasilkan berbagai macam prototipe alat dan mesin
pertanian yang bermanfaat bagi petani.
Berbagai macam paket teknologi tepat guna, varietas unggul tanaman; teknologi produksi
pupuk; alat dan mesin pertanian; serta aneka teknologi budidaya, pascapanen dan
pengolahan hasil pertanian sudah banyak dihasilkan para peneliti di lembaga penelitian,
masyarakat petani dan swasta, semuanya itu dapat dimanfaatkan oleh petani untuk
meningkatkan kuantitas, kualitas dan produktivitas aneka produk pertanian.
Saat ini, penanganan pascapanen tanaman pangan belum berkembang. Untuk itu,
diperlukan upaya penanganan pascapanen dalam rangka menurunkan potensi
kehilangan hasil tanaman pangan. Selain itu, kebutuhan sarana pascapanen dapat
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
20 | P a g e
mendorong bertumbuhnya industri-industri, baik yang berskala besar maupun industri
skala kecil/rumahan.
1.3.1.3.4. Teknologi Pengendalian OPT dan DPI
Pestisida sangat berbahaya terhadap manusia dan lingkungan hidup, oleh karena itu
penggunaan pestisida diharapkan dapat dilakukan secara efisien dan bijaksana, dengan
memperhatikan kaidah pengendalian Hama Terpadu (PHT) sehingga tercipta pertanian
ramah lingkungan. Program pengendalian hama terpadu menjadi bagian yang utama
dalam kegiatan usahatani dan dipayungi oleh Undang-Undang Nomor 12 Tahun 1992
tentang Sistem Budidaya Tanaman, Peraturan Pemerintah Nomor 7 Tahun 1973 tentang
Pengawasan atas Peredaran, Penyimpanan dan Penggunaan Pestisida, Peraturan
Menteri Pertanian Nomor 07/Permentan/SR.140/2/2007 tentang Syarat dan Tata Cara
Pendaftaran Pestisida dan Nomor 42/Permentan/SR.140/5/2007 tentang Pengawasan
Pestisida.
Saat ini cukup banyak industri bahan pengendali OPT dengan kapasitas produksi yang
cukup memadai dan jenis pestisida yang beragam sesuai dengan permintaan akan
kebutuhan pestisida guna melindungi pertanaman dari gangguan OPT.
Untuk menjawab terjadinya fenomena El Nino yang berdampak dengan adanya
kekeringan telah banyak dihasilkan berbagai inovasi teknologi strategis nasional dan
teknologi spesifik lokasi oleh Badan Litbang Pertanian dan Balai Pengkajian Teknologi
Pertanian (BPTP). Teknologi tersebut diantaranya adalah pengelolaan sumberdaya air
seperti teknologi panen air, teknologi pemanfaatan air secara efisiensi melalui irigasi
tetes di tingkat desa dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat Desa (JIDES) dan di
tingkat usahatani dengan membangun Jaringan Irigasi Tingkat Usahatani (JITUT).
1.3.1.4. Tenaga Kerja Pertanian
Sampai saat ini, lebih dari 43 juta tenaga kerja nasional masih menggantungkan
hidupnya pada sektor pertanian, terutama di sub sektor tanaman pangan. Jumlah tenaga
kerja tersebut belum tersebar secara proporsional sesuai dengan sebaran luas potensi
lahan serta belum memiliki pengetahuan dan keterampilan yang cukup untuk
pengembangan pertanian yang berdaya saing. Jika tenaga kerja tersebut dapat
ditingkatkan pengetahuan dan keterampilannya di sektor produksi, pengolahan dan
pemasaran hasil pertanian, maka dapat untuk meningkatkan kapasitas produksi aneka
komoditas pertanian bagi pemenuhan kebutuhan pasar nasional dan internasional.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
21 | P a g e
Peningkatan pengetahuan dan keterampilan pertanian juga dapat dilakukan melalui
penempatan tenaga kerja pertanian terlatih di daerah yang masih kurang penduduknya
dan penyediaan fasilitasi pertanian dalam bentuk faktor produksi, bimbingan teknologi
serta pemberian jaminan pasar yang baik.
Secara kuantitatif tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan tersedia di perdesaan,
namun ada kecenderungan terus menurun dengan indikasi semakin berkurangnya minat
generasi muda di perdesaan untuk bekerja di sub sektor pertanian tanaman pangan.
Demikian pula dari sisi kualitas Sumberdaya Manusia tenaga kerja ini masih sangat
kurang, hal ini harus menjadi perhatian pemerintah untuk dapat mengupayakan secara
berkelanjutan penyediaan SDM Pertanian tanaman pangan yang berkualitas.
Jumlah tenaga kerja untuk sub sektor tanaman pangan lebih dari cukup, apalagi terdapat
limpahan tenaga kerja ke sub sektor tanaman pangan akibat melambatnya pertumbuhan
sektor industri. Dengan demikian pemanfaatan tenaga kerja yang tersedia secara optimal
merupakan peluang untuk meningkatkan pembangunan tanaman pangan.
1.3.1.5. Pasar
Daya beli masyarakat yang terus meningkat serta jumlah penduduk Indonesia yang
sangat besar merupakan pasar dalam negeri yang sangat potensial bagi produk-produk
pertanian yang dihasilkan petani. Berdasarkan sensus penduduk tahun 2000 jumlah
penduduk Indonesia tercatat sebesar 237 juta jiwa dengan pertumbuhan 1,49 persen per
tahun. Saat ini, tingkat konsumsi aneka produk hasil pertanian Indonesia, kecuali beras,
gula dan minyak goreng, masih relatif rendah. Rendahnya tingkat konsumsi produk
pertanian ini, terutama disebabkan masih rendahnya tingkat pendapatan per kapita
penduduk Indonesia sehingga mempengaruhi daya beli. Seiring dengan keberhasilan
pembangunan ekonomi yang saat ini tengah giat dijalankan, maka pendapatan per kapita
penduduk juga akan meningkat. Peningkatan pendapatan di satu sisi, maka dapat terjadi
peningkatan permintaan produk termasuk pertanian tanaman pangan di sisi lain.
Permintaan pasar domestik, di samping jumlahnya yang semakin meningkat, juga
membutuhkan keragaman produk yang bervariasi, sehingga akan membuka peluang
yang lebih besar
terhadap diversifikasi
produk.
Sejalan dengan era
globalisasi dan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
22 | P a g e
pemberlakuan pasar bebas, produk pertanian Indonesia juga berpeluang untuk
dipasarkan ke pasar internasional, baik produk segar maupun olahan. Apabila peluang
pasar dalam negeri dan luar negeri dapat dimanfaatkan, maka hal ini akan menjadi pasar
yang sangat besar bagi produk pertanian Indonesia.
Pada tahun 2015, kesepakatan ASEAN untuk mewujudkan integrasi ekonomi ASEAN
akan terealisasikan. Pilar utama dalam AEC adalah mewujudkan ASEAN sebagai pasar
tunggal yang didukung dengan aliran barang, jasa, modal, dan tenaga kerja yang lebih
bebas. Lebih bebas yang dimaksudkan adalah adanya pengurangan hambatan tarif
maupun non tarif dalam perdagangan antar negara ASEAN. AEC akan membuka
peluang bagi Indonesia untuk memperluas pangsa pasar, mendorong daya saing serta
berpotensi menyerap tenaga kerja Indonesia. Perwujudan AEC akan membentuk ASEAN
sebagai pasar terbesar ke-3 di dunia setelah China dan India, Indonesia yang jumlah
penduduknya 40 persen dari total jumlah penduduk kawasan menjadikan Indonesia
memiliki potensi untuk menjadi negara yang produktif dalam pasar ASEAN.
Penurunan dan penghapusan tarif secara signifikan yang dilakukan oleh pemerintah akan
mengakibatkan semakin banyaknya produk impor masuk ke Indonesia. Kondisi inilah
yang cukup mengkhawatirkan karena berpengaruh pada eksistensi produk lokal,
peningkatan daya saing produk lokal sangat diperlukan menghadapi pasar bebas ASEAN
2015 mendatang, diantaranya: 1) Meningkatkan efisiensi, efektivitas, dan kualitas
produksi, 2) Menciptakan iklim usaha yang kondusif dalam rangka meningkatkan daya
saing, 3) Memperluas jaringan pemasaran, serta 4) Meningkatkan kemampuan dalam
penguasaan teknologi informasi dan komunikasi termasuk promosi pemasaran. Selain
itu, rasa nasionalisme Bangsa Indonesia perlu ditingkatkan sehingga meningkatkan
kecintaan terhadap produk dalam negeri. Bila perbaikan ini dilakukan oleh pemerintah
dan pihak-pihak terkait lainnya, maka akan mampu memberikan peluang bagi industri
manufaktur Indonesia untuk memasarkan produknya dan mampu bersaing dengan
produk-produk impor baik didalam negeri maupun ekspor ke luar negeri.
1.3.2. Permasalahan
Berdasarkan hasil evaluasi atas pembangunan pertanian tanaman pangan yang telah
dilaksanakan sampai saat ini, persoalan mendasar yang diperkirakan masih dihadapi
sektor pertanian di masa yang akan datang, khususnya jangka waktu 2015 -2019,
mencakup aspek seperti: kerusakan lingkungan dan perubahan iklim, infrastruktur,
sarana prasarana, lahan dan air; kepemilikan lahan; sistem perbenihan; akses petani
terhadap permodalan kelembagaan petani dan penyuluh; keterpaduan antar sektor, dan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
23 | P a g e
kinerja pelayanan birokrasi pertanian. Secara lebih lengkap, permasalahan mendasar
tersebut di atas diuraikan sebagai berikut:
1.3.2.1. Status dan Luas Kepemilikan Lahan
Berdasarkan sensus Pertanian tahun 2013, dari sisi skala penguasaan lahan, sejak
tahun 2003 jumlah rumah tangga petani gurem yang kepemilikan lahannya kurang
dari 0,5 hektar menurun dari 19,8 juta rumah tangga menjadi 14,6 juta rumah tangga
pada tahun 2013. Sedangkan jumlah rumah tangga usaha pertanian paling banyak
menguasai lahan dengan luas antara 2.000-4.999 meter persegi yaitu 6,73 juta rumah
tangga. Berbeda dengan yang terjadi pada tahun 2003 jumlah rumah tangga usaha
pertanian terbanyak adalah yang menguasai lahan dengan luasan kurang dari 1.000
meter persegi yakni sebanyak 9,8 juta rumah tangga.
Status kepemilikan lahan sebagian besar petani yang belum memiliki legalitas yang
kuat dalam bentuk sertifikat, sehingga lahan tersebut tidak bisa dijadikan sebagai
jaminan untuk memperoleh modal usaha melalui perbankan.
Tantangan ke depan untuk mengatasi terbatasnya pemilikan dan lemahnya status
penguasaan lahan adalah bagaimana meningkatkan efisiensi dan produktifitas usaha
tani, penataan kelembagaan pengelolaan lahan, dan penguatan status kepemilikan
lahan. Untuk mengatasi dan mengantisipasi degradasi sumber daya lahan adalah
bagaimana melakukan rehabilitasi dan konservasi lahan secara teknis, dan biologis
(vegetatif) melalui penerapan teknologi budidaya pertanian yang ramah lingkungan
Boks.2. Permasalahan Mendasar Sub Sektor Tanaman Pangan
1. Status dan luas kepemilikan lahan 2. Ketersediaan infrastruktur, sarana prasarana, lahan dan air 3. Rendahnya kualitas sumberdaya manusia pertanian dan kelembagaan
pertanian 4. Keterbatasan ketersediaan sarana produksi 5. Keterbatasan akses petani terhadap permodalan dan masih tingginya suku
bunga usahatani 6. Meningkatnya persaingan pemanfaatan komoditas tanaman pangan 7. Belum padunya koordinasi Pemerintahan dalam menunjang pembangunan
sub sektor tanaman pangan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
24 | P a g e
Konversi lahan terjadi cukup luas setiap tahun untuk sektor non pertanian, seperti
perumahan, jalan dan infrastruktur lainnya, serta ke subsektor perkebunan,
peternakan dan perikanan. Konversi lahan menyebabkan kapasitas produksi pangan
turun, ditemui lahan-lahan terlantar/tidur, berkurangnya lahan usaha produktif dan
beberapa usaha komoditi pertanian akan mengalami kejenuhan dan kurang diminati,
serta turunnya kesejahteraan petani sehingga kegiatan usaha tani yang dilakukan
petani tidak dapat menjamin tingkat kehidupan yang layak.
Status dan luas kepemilikan lahan yang terbatas juga akan memposisikan petani
sebagai penggarap atau buruh tani, serta alih fungsi lahan pertanian ke non pertanian
seperti untuk industri, pemukiman dan perdagangan. Pada daerah yang padat seperti
pulau Jawa, setiap tahunnya sekitar 50.000 hektar lahan pertanian yang berubah
fungsi penggunaannya (Soni Harsono, 1995).
Berdasarkan data PUT (BPS, 2009), luas penguasaan lahan bagi rumah tangga
petani padi, jagung, kedelai, dan tebu umumnya dibawah 1 hektar yaitu sebesar
76,04 persen atau 13.558.048 rumah tangga. Secara ekstrim, luas penguasaan
lahan bari rumah tangga petani dibawah 0,5 hektar cukup besar yaitu 53,58 persen
atau 9.552.957 rumah tangga.
Tabel 8. Status dan Luas Kepemilikan Lahan (Data PUT) Tahun 2009
No. Kategori Pengusahaan Lahan Jumlah Rumah Tangga %
1 Tidak menguasai lahan pertanian 7.687 0,04
2 Di bawah 0,5 Ha 9.545.270 53,53
3 Antara 0,5 - 1,0 Ha 4.005.091 22,46
4 Antara 1,0 - 2,0 Ha 2.723.583 15,27
6 Antara 2,0 - 3,0 Ha 897.901 5,04
5 Di atas 3,0 Ha 651.300 3,65
17.830.832 100,00
A Kepemilikan di bawah 0,5 Ha 9.552.957 53,58
B Kepemilikan di bawah 1,0 Ha 13.558.048 76,04
Sumber: Biro Pusat Statistik
Total
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
25 | P a g e
1.3.2.2. Ketersediaan Infrastruktur, Sarana Prasarana, Lahan dan Air
Berdasarkan audit jaringan irigasi yang dilakukan Kementerian Pekerjaan Umum
tahun 2010 dinyatakan bahwa 52 persen jaringan irigasi yang ada dalam keadaan
rusak berat yang memerlukan penanganan segera. Kondisi tersebut mengakibatkan
daya dukung irigasi bagi sub sektor tanaman pangan sangat menurun. Kerusakan ini
terutama diakibatkan banjir dan erosi, kerusakan sumberdaya alam di daerah aliran
sungai, bencana alam serta kurangnya pemeliharaan jaringan irigasi hingga ke
tingkat usaha tani.
Terbatasnya prasarana usahatani seperti jalan usahatani, jalan produksi, pelabuhan
yang dilengkapi dengan pergudangan.
Belum cukup tersedianya benih/bibit unggul bermutu, pupuk, pakan, pestisida/obat-
obatan, alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat usaha tani, serta belum
berkembangnya kelembagaan pelayanan penyedia sarana produksi. Belum
perkembangnya usaha penangkaran benih/bibit secara luas hingga di sentra
produksi pengakibatkan harga benih/bibit menjadi mahal, bahkan mengakibatkan
banyak beredarnya benih/bibit palsu di masyarakat yang pada akhirnya sangat
merugikan petani.
Pupuk merupakan komoditas yang seringkali menjadi langka pada saat dibutuhkan,
terutama pupuk bersubsidi. Sistem distribusi yang belum baik serta margin harga
dunia yang relatif tinggi dibandingkan dengan harga pasar domestik mengakibatkan
banyak terjadinya praktek penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri. Dengan
keterbatasan penyediaan pupuk kimia, ternyata pengetahuan dan kesadaran petani
untuk menggunakan dan mengembangkan pupuk organik sendiri, sebagai pupuk
alternative juga masih sangat kurang. Tantangan kedepan adalah: (1) Meningkatkan
partisipasi masyarakat dalam perlindungan daerah aliran sungai; pemeliharaan
jaringan irigasi pedesaan; pengembangan sumber-sumber air alternatif dan berskala
kecil antara lain melalui pemanfaatan teknologi pengambilan air permukaan dan
bawah tanah; pembangunan dan pemeliharaan embung dan bendungan serta
pemanfaatan sumber air tanah, danau, rawa dan air hujan; (2) Menyediakan semua
prasarana yang dibutuhkan petani secara memadai untuk dapat menekan biaya
tinggi yang timbul akibat terbatasnya prasarana transportasi dan logistik pada sentra
produksi komoditas pertanian tanaman pangan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
26 | P a g e
1.3.2.3. Rendahnya Kualitas Sumberdaya Manusia Pertanian dan Kelembagaan
Pertanian
Masih rendahnya tingkat kualitas SDM pertanian terutama dalam penerapan
teknologi di lapangan dan penggunaan alat-alat mesin pertanian, yang bersifat
spesifik lokasi maupun umum.
Pelayanan prima yang belum optimal dilakukan oleh aparat pertanian. Perbaikan
manajemen kinerja perlu dilakukan melalui peningkatan sumber daya manusia
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dan pemantapan Standar Operasional
Prosedur (SOP) sehingga dapat menciptakan kinerja yang berkualitas serta moral
dan etos kerja yang optimal.
Organisasi petani yang belum memanfaatkan peluang ekonomi melalui berbagai
informasi teknologi, permodalan dan pasar untuk pengembangan usahataninya,
tetapi sebagian besar berorientasi hanya untuk mendapatkan fasilitas pemerintah.
Kelembagaan usaha yang ada di pedesaan, seperti koperasi belum dapat
sepenuhnya mengakomodasi kepentingan petani/kelompok tani sebagai wadah
pembinaan teknis. Berbagai kelembagaan petani yang sudah ada seperti Kelompok
Tani, Gabungan Kelompok Tani, Perhimpunan Petani Pemakai Air dan Subak
dihadapkan pada tantangan ke depan untuk merevitalisasi diri dari kelembagaan
yang saat ini lebih dominan hanya sebagai wadah pembinaan teknis dan sosial
menjadi kelembagaan yang juga berfungsi sebagai wadah pengembangan usaha
yang berbadan hukum atau dapat berintegrasi dalam koperasi yang ada di
perdesaan.
Kelembagaan petani belum kuat dan mandiri, sehingga belum dapat berperan
secara optimal sebagai mitra pemerintah dan penyalur aspirasi petani.
Sistim penyuluham pertanian belum kuat, sehingga belum mampu secara optimal
untuk melakukan pemberdayaan petani dan kelembagaan petani. Faktor penyebab
belum kuatnya sistim penyuluhan adalah keterbatasan penyuluh baik dari segi
jumlah maupun kompotensi, kelembagaan penyuluhan yang belum mandiri dan
inovatif, kurangnya sarana serta metode yang belum sesuai dengan perkembangan
sosial ekonomi masyarakat petani.
Berkurangnya jumlah tenaga penyuluh di tingkat lapangan karena penyuluh PNS
yang memasuki usia pensiun jauh lebih tinggi dibanding penambahan tenaga
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
27 | P a g e
penyuluh pertanian. Kondisi penyuluh yang ada sekarang sejumlah 28.492 orang
dengan wilayah binaan 5 – 10 desa.
1.3.2.4. Keterbatasan Ketersediaan Sarana Produksi
Belum cukup tersedianya benih unggul
bermutu, pupuk, pestisida/obat-obatan,
alat dan mesin pertanian hingga ke tingkat
usaha tani, serta belum berkembangnya
kelembagaan pelayanan penyedia sarana
produksi.
Belum perkembangnya usaha penangkaran benih tanaman pangan secara luas
hingga di sentra produksi mengakibatkan harga benih menjadi mahal, dan juga
banyak beredarnya benih palsu yang sangat merugikan petani.
Pengadaan benih belum sesuai dengan musim tanam, biasanya benih sampai
dilokasi setelah musim tanam dan kadangkala benih sudah kadarluasa. Kondisi
dikarenakan infrastruktur dan sistem perbenihan sulit berkembang karena
memerlukan investasi yang cukup besar, semantara tidak banyak swasta yang mau
menanamkan investasi diusaha perbenihan.
Ketersediaan benih unggul dan bermutu belum dapat memenuhi kebutuhan petani
baik dari aspek jumlah dan waktu yang sesuai dengan kegiatan usaha tani dan
masih tergantung dari impor, seperti benih padi atau jagung hibrida.
Penggunaan pupuk bersubsidi belum sesuai dengan yang diharapkan disebabkan:
1) Terbatasnya modal petani; 2) Jumlah pupuk bersubsidi yang tersedia belum dapat
memenuhi seluruh kebutuhan yang diusulkan daerah; 3) Kemampuan distribusi
pupuk tidak dapat mengimbangi peningkatan kebutuhan; 4) Pabrik pupuk beroperasi
dibawah kapasitas terpasang karena terbatasnya suplay bahan baku gas; 5)
Permintaan pasar pupuk dan bahan baku pupuk di pasar Internasional meningkat; 6)
Perbedaan harga pupuk bersubsidi dengan harga non subsidi di pasar internasional
semakin besar dan; 7) Belum optimalnya pengawasan saat distribusi pupuk sampai
ke lini terakhir; 8) sistem distribusi yang belum baik serta margin harga dunia yang
relatif tinggi dibandingkan dengan harga pasar domestik mengakibatkan banyak
terjadinya praktek penyelundupan pupuk bersubsidi ke luar negeri; dan 9)
Pengembangan penerapan pemupukan di tingkat petani belum optimal sehingga
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
28 | P a g e
membutuhkan adanya pendampingan baik berupa pendampingan sumber daya
manusia maupun bentuk bantuan.
Penggunaan pestisida yang tidak memperhatikan kaidah PHT, malah merugikan
bagi pertanian karena membunuh musuh alami serta memunculkan tipe baru OPT
yang kebal terhadap pestisida tertentu. Penggunaan pestisida yang tidak mengikuti
prosedur keamanan sangat membahayakan keselamatan jiwa penggunanya.
Tantangan kedepan adalah upaya: (1) Mengembangkan penangkar benih unggul
dan bermutu, menumbuhkembangkan kelembagaan penyedia jasa alat dan mesin
pertanian, mendorong petani memproduksi dan meningkatkan pemakaian pupuk
organik, serta mendorong petani untuk menggunakan pestisida dan obat-obatan
tanaman/hewan yang ramah lingkungan; (2) Perlu ada upaya yang serius untuk
membangkitkan kelembagaan perbenihan nasional mulai dari pusat sampai daerah,
termasuk peningkatan kapasitas kemampuan penangkar benih lokal, serta
mendorong sosialisasi agar swasta mau menanamkan investasi di usaha
perbenihan.
1.3.2.5. Keterbatasan Akses Petani Terhadap Permodalan dan Masih Tingginya
Suku Bunga Usaha Tani
Kecilnya skala penguasaan dan pengusahaan lahan petani yang mengakibatkan
terbatasnya kemampuan petani untuk melakukan pemupukan modal melalui
tabungan dan investasi.
Tidak mudahnya prosedur pengajuan kredit dan ketiadaan agunan yang
dipersyaratkan, tingginya suku bunga, informasi yang masih sulit diakses, panjangnya
birokrasi, kurangnya penyuluhan, sehingga petani lebih memilih “rentenir” yang
menyediakan pinjaman modal dengan cepat walau dengan tingkat bunga yang lebih
tinggi dibanding lembaga keuangan formal.
Tingkat pengembalian kredit yang umumnya rendah dan berpotensi menjadi kredit
bermasalah.
Insentif dari pemerintah kepada petani masih dirasa kurang, padahal usaha atau
bisnis di bidang pertanian memiliki dampak resiko yang tinggi, baik dari gangguan
alam seperti banjir dan kekeringan, serangan hama dan penyakit tanaman serta
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
29 | P a g e
fluktuasi harga jual produk. Upaya pemerintah untuk melibatkan sektor swasta dalam
membantu petani juga masih sangat kurang.
Kurangnya peran swasta melalui tanggungjawab sosial perusahaan Corporate Social
Responsibility (CSR) terhadap petani disekitarnya.
Kurangnya jalinan kemitraan antara petani dan pelaku usaha kecil dengan
perusahaan swasta menengah besar.
1.3.2.6. Meningkatnya Persaingan Pemanfaatan Komoditas Tanaman Pangan
Meningkatnya permintaan kebutuhan produk tanaman pangan untuk bahan baku
industri, pakan ternak, bahan baku penghasil energi, serta meningkatnya
pertumbuhan penduduk, mengakibatkan terjadinya persaingan dalam pemanfaatan
komoditas tanaman pangan, sementara produksi komoditas tanaman pangan tidak
mampu memenuhi semua permintaan tersebut. Sehingga untuk kedepan, selain
upaya peningkatan produksi dan produktivitas tanaman pangan, perlu pula
ditingkatkan upaya diversifikasi pangan dengan pangan lokal.
1.3.2.7. Belum Padunya Koordinasi Pemerintahan Dalam Menunjang
Pembangunan Subsektor Tanaman Pangan
Ketidaksinambungan kebijakan pusat dengan daerah, seperti kurang tersosialisasinya
program dan kegiatan, peraturan daerah yang kurang selaras dengan kebijakan
nasional dalam upaya mengantisipasi perubahan iklim akan berdampak buruk
terhadap kondisi pangan. Perubahan iklim yang sulit diprediksi berpeluang
meningkatnya investasi OPT, gangguan fisiologis tanaman, serta tingginya bahaya
kebakaran hutan, kekeringan, dan kebanjiran.
Belum optimalnya koordinasi dan komitmen seluruh stakeholder baik dari unsur
pemerintahan (legislatif dan eksekutif), petani dan sektor bisnis/swasta/ masyarakat
agribisnis lainnya, dalam mendukung upaya pembangunan tanaman disebabkan
antara lain disebabkan karena ego sektoral yang masih tinggi, serta misi dan visi
yang berbeda.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
30 | P a g e
BAB II
VISI, MISI, DAN TUJUAN
DIREKTORAT JENDERAL TANAMAN PANGAN
2.1. Visi
Penetapan visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengacu pada visi Kementerian
Pertanian yaitu Terwujudnya Sistem Pertanian-Bioindustri Berkelanjutan yang
Menghasilkan Beragam Pangan Sehat dan Produk Bernilai Tambah Tinggi Berbasis
Sumber Daya Lokal untuk Kedaulatan Pangan dan Kesejahteraan Petani.
Dalam hal ini, kerangka visi yang ditetapkan
dalam Rencana Strategis Kementerian
Pertanian Tahun 2015-2019 perlu dipahami
sebagai dasar menetapkan kerangka visi
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Tugas dan fungsi yang menjadi kewenangan
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
menjadi faktor penting untuk
mengartikulasikan tanggung jawab yang
dimiliki.
Sebagai penanggung jawab simpul koordinasi dalam pembangunan subsektor tanaman
pangan dan dengan mempertimbangkan permasalahan, tantangan yang dihadapi, dan
capaian pembangunan selama ini, maka visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019, adalah:
”Terwujudnya pemenuhan kebutuhan yang cukup secara berkelanjutan dalam
memperkuat kedaulatan pangan dan energi nasional”.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
31 | P a g e
Tabel 9. Pokok-pokok Visi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Pokok-Pokok Visi Makna Visi
Pemenuhan
kebutuhan
Makna pemenuhan kebutuhan akan produksi dapat dilihat dari dua
pespektif yaitu jumlah (kuantitas) dan mutu (kualitas). Produksi
dalam arti jumlah merupakan hasil (dalam satuan ton) yang dicapai
melalui pemanfatan lahan pertanaman, peningkatan produktivitas,
dan pengamanan potensi kehilangan hasil produksi. Sedangkan
produksi dalam arti mutu merupakan standar tertentu yang dapat
dikonsumsi secara layak bagi manusia maupun kebutuhan industri.
Cukup Cukup berarti jumlah yang dapat disediakan setelah
mempertimbangkan kebutuhan konsumsi, kebutuhan
perdagangan, dan kebutuhan cadangan (stok). Dalam hal ini, jika
kebutuhan dapat dipenuhi secara total dari produksi dalam negeri
maka disebut sebagai swasembada.
Berkelanjutan Berkelanjutan berarti memenuhi kebutuhan sekarang tanpa
mengorbankan kebutuhan generasi masa depan. Makna
berkelanjutan lainnya adalah melanjutkan kebijakan, program dan
kegiatan utama dari rencana strategis sebelumnya, dengan
memperhatikan aspek kelestarian daya dukung lahan maupun
lingkungan dan pengetahuan lokal sebagai faktor penting dalam
perhitungan efisiensi
Kedaulatan
pangan
Hak negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan
kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan
yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem
pangan yang sesuai dengan potensi sumber daya lokal
Energi nasional Daya yang dapat digunakan untuk melakukan berbagai proses
kegiatan meliputi listrik, mekanik dan panas yang berasal dari
sumber energi alternatif bahan bakar nabati (biofuel) secara
nasional yang merupakan hasil teknologi energi terbarukan.
Selama tahun 2015-2019, terdapat 4 (empat) komoditi yang harus ditingkatkan
produksinya yaitu padi dalam rangka swasembada, jagung ditargetkan untuk memenuhi
kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal, kedelai diutamakan untuk mengamankan
pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe, serta ubi kayu sebagai
penyedia bahan baku bio-industri.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
32 | P a g e
Tabel 10. Visi, Misi, Tujuan, dan Sasaran Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019
Vis i
1S was embada padi, jagung, dan kedelai s erta peningkatan produks i daging dan gula
2 P eningkatan divers ifikas i pangan
2Meningkatkan nilai tambah dan daya s aing produk pangan dan pertanian
3
P eningkatan komoditas bernilai tambah, berdaya s aing dalam memenuhi pas ar eks por dan s ubs titus i impor
3Meningkatkan K eters ediaan bahan baku bioindus tri dan bioenergi
4P enyediaan B ahan B aku bioindus tri dan bioenergi
3Mewujudkan kes ejahteraan petani
4Meningkatkan pendapatan dan kes ejahteraan petani
5P eningkatan pendapatan keluarga petani
4Mewujudkan R eformas i B irokras i
5
Meningkatkan kualitas kinerja aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profes ional
6Akuntabilitas kinerja aparatur pemerintah yang baik
Terwujudnya s is tem pertanian bioindus tri berkelanjutan yang
menghas ilkan beragam pangan s ehat dan produk
bernilai tambah tinggi berbas is s umberdaya
lokal untuk kedaulatan pangan dan kes ejahteraan
petani
Mis i T ujuan S as aran S trateg is
1Mewujudkan K edaulatan P angan
Meningkatkan K eters ediaan dan Divers ifikas i Untuk Mewujudkan K edaulatan P angan
1
2
Mewujudkan s is tem pertanian bioindus tri berkelanjutan
2.2. Misi
Upaya mewujudkan visi ini, Direktorat Jenderal Tanaman Pangan mengemban misi yang
harus dilaksanakan yaitu:
1. Mewujudkan ketersediaan pangan yang cukup dan berkelanjutan melalui
pengembangan kawasan-kawasan yang terpadu.
2. Mengembangkan bioindustri komoditi yang memiliki nilai tambah strategis terutama
dalam mendukung ketersediaan energi nasional
3. Meningkatkan kualitas kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
3.3. Tujuan
Berkaitan dengan implementasi visi dan misi tersebut, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan menetapkan tujuan sebagai berikut:
1. Mewujudkan swasembada padi, jagung, dan kedelai.
2. Meningkatkan kapasitas dan mutu produksi ubi kayu.
3. Meningkatkan akuntabilitas kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
33 | P a g e
3.4. Sasaran Strategis
Sasaran produksi sebagai indikator keberhasilan pencapaian swasembada. Dalam
Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015-2019, komoditi prioritas adalah
padi, jagung, kedelai dan ubi kayu. Sasaran produksi ini bersifat indikatif.
Tabel 11. Sasaran Produksi Komoditi Utama Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Pertumbuhan
2014
(base)2015 2016 2017 2018 2019 (%/tahun)
1 Padi 70.607 73.445 76.226 78.132 80.085 82.078 3,06
2 Jagung 19.127 20.314 21.354 22.360 23.485 24.700 5,25
3 Kedelai 921 1.200 1.817 2.758 2.941 3.000 28,43
4 Kacang Tanah 655 743 756 769 782 796 4,08
5 Kacang Hijau 239 292 296 300 305 309 5,59
6 Ubikayu 24.559 26.530 27.072 27.624 28.187 28.762 3,24
7 Ubi Jalar 2.360 2.650 2.700 2.750 2.800 2.850 3,93
No. Komoditi
Sasaran Produksi (000 Ton)
Untuk mewujudkan tujuan, sasaran strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini
adalah:
1. Peningkatan Areal Tanam (Luas Tanam/Luas Panen),
2. Peningkatan Produktivitas,
3. Penurunan Kehilangan Hasil Produksi, dan
4. Peningkatan Mutu Hasil Produksi.
Dalam mencapai sasaran strategis diatas, diperlukan pemetaan yang sangat rinci pada
setiap daerah dengan memperhatikan kemampuan sumber daya yang dimiliki, teknologi
yang dipakai, perilaku usaha yang berkembang, dan selera konsumen di daerah tersebut.
Faktor ini sangat penting diperhatikan sehingga tidak menimbulkan ekses negatif atas
pencapaian sasaran yang ditetapkan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
34 | P a g e
Gambar 5. Model kawasan Tanaman Pangan
Tabel 12. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Pembangunan Pertanian Sub Sektor Tanaman Pangan Tahun 2015-2019
Visi
1. Mewujudkan ketersediaan
pangan yang cukup dan
berkelanjutan melalui
pengembangan kawasan-
kawasan yang terpadu
1. Mewujudkan
swasembada padi,
jagung, dan kedelai.
1. Peningkatan Areal
Tanam (Luas
Tanam/Luas
Panen)
2. Mengembangkan bioindustri
komoditi yang memiliki nilai
tambah strategis terutama
dalam mendukung ketersediaan
energi nasional
2. Meningkatkan
kapasitas dan mutu
produksi ubi kayu
2. Peningkatan
Produktivitas
3. Meningkatkan kualitas kinerja
Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan
3. Meningkatkan
akuntabilitas kinerja
Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan
3. Penurunan
Kehilangan Hasil
Produksi
4. Peningkatan Mutu
Hasil Produksi
Misi Tujuan Sasaran
Terwujudnya
pemenuhan
kebutuhan yang
cukup secara
berkelanjutan
dalam
memperkuat
kedaulatan
pangan dan
energi nasional
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
35 | P a g e
BAB III
ARAH KEBIJAKAN, STRATEGI
KERANGKA REGULASI, DAN
KERANGKA KELEMBAGAAN
3.1. Arah Kebijakan dan Strategi Kementerian Pertanian
Sebagai keberlanjutan dari RPJM ke-2 (2010-2014), RPJM ke-3 (2015-2019) diarahkan
untuk lebih memantapkan pembangunan secara menyeluruh di berbagai bidang dengan
menekankan pada pencapaian daya saing kompetitif perekonomian berlandaskan
keunggulan sumber daya alam dan sumber daya manusia berkualitas serta
kemampuan IPTEK yang terus meningkat.
Sesuai dengan misi dari RPJM ke-3 yaitu memantapkan pembangunan secara
menyeluruh, maka pembangunan nasional diprioritaskan untuk menjamin implementasi
dari 10 prioritas nasional dalam kerangka pembangunan berkelanjutan, yaitu: (1)
Pengarusutamaan dan Pembangunan Lintas Bidang, (2) Pembangunan Sosial Budaya
dan Kehidupan Beragama, (3) Ekonomi, (4) Bidang Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, (5)
Bidang Politik, (6) Bidang Pertahanan dan Keamanan, (7) Bidang Hukum dan Aparatur,
(8) Pembangunan Wilayah dan Tata Ruang, (9) Bidang Penyediaan Sarana dan
Prasarana, dan (10) Bidang Pengelolaan Sumber Daya Alam dan Lingkungan Hidup.
Dari 9 (sembilan) agenda pembangunan nasional Nawa Cita, agenda 7 (tujuh) yaitu
mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis
ekonomi domestik, merupakan agenda yang terkait dengan pembangunan sektor
pertanian pada sub agenda pertama dari 7 (tujuh) sub agenda prioritas, yaitu
Peningkatan Kedaulatan Pangan.
Kedaulatan pangan dicerminkan pada kekuatan untuk mengatur masalah pangan secara
mandiri, yang perlu didukung dengan: (a) Ketahanan pangan, terutama kemampuan
mencukupi pangan dari produksi dalam negeri; (b) Pengaturan kebijakan pangan yang
dirumuskan dan ditentukan oleh bangsa sendiri; dan (c) Mampu melindungi dan
menyejahterakan pelaku utama pangan, terutama petani dan nelayan.
Untuk tetap meningkatkan dan memperkuat kedaulatan pangan, sasaran utama prioritas
nasional bidang pangan periode 2015-2019 untuk sub sektor tanaman pangan adalah:
Tercapainya peningkatan ketersediaan pangan yang bersumber dari produksi dalam
negeri. Produksi padi diutamakan ditingkatkan dalam rangka peningkatan surplus beras
agar kemandirian pangan dapat dijaga. Produksi kedelai diutamakan untuk
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
36 | P a g e
mengamankan pasokan pengrajin dan kebutuhan konsumsi tahu dan tempe. Produksi
jagung ditargetkan untuk memenuhi kebutuhan keragaman pangan dan pakan lokal.
Arah kebijakan pemantapan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi pangan
pokok dilakukan dengan 4 (empat) strategi utama, sebagai berikut:
1. Peningkatan kapasitas produksi padi dalam negeri:
a. Secara bertahap mengamankan lahan padi beririgasi teknis didukung dengan
pengendalian konversi salah satunya melalui penetapan Kawasan Pertanian
Pangan Berkelanjutan (KP2B) diiringi dengan kebijakan harga serta perbaikan
ketepatan sasaran subsidi berdasar data petani. Perluasan sawah baru seluas 1
juta ha di luar Pulau Jawa;
b. Pemanfaatan lahan terlantar, lahan marjinal, lahan di kawasan transmigrasi, lahan
perkebunan, dan lahan bekas pertambangan untuk mendukung peningkatan
produksi padi;
c. Peningkatan produktivitas dengan: (i) meningkatkan efektivitas dan
ketersambungan jaringan irigasi dan sumber air serta pembangunan jaringan baru;
(ii) revitalisasi penyuluhan sekaligus untuk meningkatkan layanan dan penerapan
teknologi serta perbaikan penentuan sasaran dukungan/subsidi produksi padi; (iii)
revitalisasi sistem perbenihan nasional dan daerah yang melibatkan lembaga
Litbang, produsen benih serta balai benih dan masyarakat penangkar termasuk
pengembangan 1.000 desa berdaulat benih; (iv) Pemulihan kualitas kesuburan
lahan yang air irigasinya tercemar oleh limbah industri dan rumah tangga;
d. Pengembangan produksi pangan oleh swasta dan korporasi terutama BUMN
pangan;
e. Peningkatan teknologi melalui kebijakan penciptaan sistem inovasi nasional dan
pola penanganan pascapanen dalam mengurangi susut panen dan kehilangan
hasil.
f. Perlindungan kepada petani yang mengalami kegagalan panen melalui asuransi
pertanian sehingga petani dapat kembali melanjutkan kegiatan produksi pertanian
dalam rangka menuju tercapainya target produksi nasional.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
37 | P a g e
2. Peningkatan produksi bahan pangan lainnya, antara lain dengan melakukan:
a. Peningkatan produksi tanaman pangan lainnya, berbasis sumber daya lokal melalui
peningkatan luas tanam termasuk di lahan kering seluas 1 juta ha di luar Pulau
Jawa dan Bali dan produktivitas tanaman pangan terutama jagung dan kedelai;
b. Penciptaan inovasi teknologi untuk meningkatkan produktivitas komoditas tanaman
pangan terutama melalui kerjasama antara swasta, Pemerintah dan Perguruan
Tinggi;
c. Pengembangan kawasan sentra produksi komoditas unggulan yang diintegrasikan
dengan model pengembangan techno park dan science park, dan pasar tradisional
serta terhubung dengan tol laut;
d. Pengembangan pola produksi ramah lingkungan dan sesuai perubahan iklim
dengan penerapan produksi organik, bibit spesifik lokal yang bernilai tinggi, dan
penggunaan pupuk organik.
3. Peningkatan layanan jaringan irigasi, melalui:
a. Pembangunan jaringan irigasi baru khususnya di luar pulau Jawa dan peningkatan
fungsi jaringan irigasi, yang mempertimbangkan ketersediaan air dan kesiapan
petani penggarap baik secara teknis maupun kultural;
b. Rehabilitasi 3 juta Ha jaringan irigasi rusak dan 50 bendungan terutama pada
daerah utama penghasil pangan dan mendorong keandalan jaringan irigasi
kewenangan daerah melalui penyediaan Dana Alokasi Khusus (DAK) maupun
bantuan pengelolaan dari pemerintah pusat;
c. Optimalisasi layanan irigasi melalui operasi dan pemeliharaan jaringan irigasi;
d. Pembentukan manajer irigasi sebagai pengelola pada satuan daerah irigasi;
e. Peningkatan peran petani secara langsung dalam perencanaan dan pelaksanaan
pengelolaan daerah irigasi termasuk operasi dan pemeliharaan seperti melalui
sistem out-contracting;
f. Peningkatan efisiensi pemanfaatan air irigasi dengan teknologi pertanian hemat air
seperti System of Rice Intensification (SRI), penggunaan kembali air buangan dari
sawah (water re-use), dan pengembangan konsep pemanfaatan air limbah yang
aman untuk pertanian (safe use of wastewater in agriculture);
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
38 | P a g e
g. Internalisasi pengembangan dan pengelolaan sistem irigasi partisipatif (PPSIP)
dalam dokumen perencanaan daerah; dan
h. Pengelolaan lahan rawa berkelanjutan melalui pengelolaan lahan rawa yang dapat
mendukung peningkatan produksi pangan secara berkelanjutan dengan
meminimalkan dampak negatif dari kegiatan pengelolaan tersebut terhadap
kelestarian lingkungan hidup.
3.2. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Dari arah kebijakan pembangunan pertanian tahun 2015-2019, maka kebijakan yang
terkait langsung dengan tugas dan fungsi Direktorat Jenderal Tanaman Pangan, yaitu:
Boks 3. Arah Kebijakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1. Kebijakan pengembangan gerakan penerapan (adopsi) teknologi dengan memberikan fasilitas sesuai kebutuhan lapangan
2. Kebijakan penguatan basis-basis penangkaran benih dengan memantapkan hubungan penyediaan benih berdasarkan kelas benih dan tata kelembagaan perbenihan yang baik
3. Kebijakan penguatan gerakan pengendalian OPT dan DPI dengan dukungan sarana pengendalian yang kondusif
4. Kebijakan pengembangan penanganan pascapanen sesuai kebutuhan lapangan
5. Kebijakan pendukung lainnya
a. Kebijakan mendukung program tematik - Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia (MP3EI) - Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengurangan
Kemiskinan Di Indonesia (MP3KI) - Pengarustamaan Gender (PUG) - Kerjasama Selatan-Selatan (KSS) - Ketenaga kerjaan disektor pertanian - Kawasan khusus dan daerah perbatasan - Pengembangan Papua dan Papua Barat
b. Kebijakan tatakelola kepemerintahan yang baik dan reformasi birokrasi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
39 | P a g e
1) Kebijakan Pengembangan Gerakan Penerapan (Adopsi) Teknologi dengan
Memberikan Fasilitas Sesuai Kebutuhan Lapangan
Pangan merupakan kebutuhan dasar manusia yang utama, harus tersedia setiap saat,
pemenuhannya merupakan bagian dari hak asasi manusia, dan sebagai komponen dasar
untuk mewujudkan sumber daya manusia yang berkualitas. Widyakarya Nasional Pangan
dan Gizi (WNPG) menyarankan agar penyediaan pangan minimal dalam bentuk
ketersediaan energi sebesar 2.200 Kkal/kapita/hari, dan ketersediaan protein minimal 57
gram/kapita/hari.
Pada periode tahun 2015-2019 pemerintah melalui Kementerian Pertanian akan fokus
pada pengembangan 7 (tujuh) bahan pangan pokok strategis yaitu: padi, jagung, kedelai,
gula (tebu), daging sapi, cabai dan bawang merah. Dari tujuh bahan pangan pokok
tersebut, Padi ditargetkan untuk swasembada dan peningkatan surplus beras, Kedelai
untuk mencapai swasembada terutama memenuhi kebutuhan pengrajin dan kebutuhan
konsumsi tahu tempe, dan Jagung untuk keragaman pangan dan pakan lokal.
Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, mengamanatkan agar upaya
pemenuhan kebutuhan pangan di dalam negeri diutamakan dari produksi domestik.
Untuk membangun sistem ketahanan pangan yang kokoh, dibutuhkan prasarana yang
efektif dan efisien dari hulu hingga hilir melalui berbagai tahapan yaitu: produksi dan
pengolahan, penyimpanan, transportasi, pemasaran dan distribusi kepada konsumen.
Langkah strategis tersebut didukung melalui : 1) pemantapan ketersediaan pangan
berbasis kemandirian, 2) peningkatan kemudahan dan kemampuan mengakses pangan,
3) peningkaan kuantitas dan kualitas konsumsi pangan menuju gizi seimbang berbasis
pada pangan lokal 4) peningkatan status gizi masyarakat, dan 5) peningkatan mutu dan
keamanan pangan.
Dalam mengembangkan berbagai inovasi dan teknologi untuk mendukung
ketahanan pangan, Peningkatan mutu dan standarisasi dilakukan melalui kebijakan
Penerapan SNI terutama di tingkat petani dan pelaku usaha. Salah satu bagian dalam
penerapan standar mutu yang dilaksanakan di Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
yaitu penerapan sistem jaminan mutu Good Agricultural Practices (GAP) sesuai dengan
Permentan Nomor 48 Tahun 2006 untuk tercapainya budidaya dan bertani secara
berkelanjutan yang baik, dan Good Handling Practices (GHP) seperti dinyatakan pada
Permentan Nomor 44 Tahun 2009 untuk penanganan hasil panen yang baik,
pengolahan/pasca panen dan membangun sistem distribusi yang baik.
Indikasi atau ukuran keberhasilan pelaksanaan teknologi tersebut adalah standar
terhadap produk pertaniannya. Produk pertanian yang baik memenuhi kriteria kualitas,
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
40 | P a g e
kuantitas dan kontinuitas. Teknologi yang mampu mendaur ulang proses pemanfaatan
(zero waste) dan pemanfaatan sumberdaya lokal serta diversifikasi merupakan salah
satu bagian dari strategi penguatan teknologi.
2) Kebijakan Penguatan Basis-basis Penangkaran Benih dengan Memantapkan
Hubungan Penyediaan Benih Berdasarkan Kelas Benih dan Tata Kelembagaan
Perbenihan Yang Baik
Ketersediaan benih bermutu sangat menunjang keberhasilan produksi tanaman.
Benih menjadi awal untuk menghasilkan komoditas yang mempunyai mutu dan
kualitas baik. Benih menjadi salah satu unsur dari sarana usahatani yang memerlukan
inovasi pertanian yang terus menerus. Untuk itu diperlukan garis kebijakan seperti:
a) Mendorong penggunaan benih unggul berpotensi hasil tinggi, adaptif terhadap
perubahan iklim dan ramah lingkungan, efektif dalam penggunaan input, termasuk
hasil rekayasa genetika dengan protokol untuk menjamin keamanannya, dengan
memberikan fasilitasi akses bagi petani; b) Mendorong pembangunan industri perbenihan
nasional berbasis sistem inovasi pertanian nasional, termasuk mendorong dan
membina petani penangkar menjadi produsen benih yang mandiri; c) Mendorong
penurunan penggunaan input eksternal sintetis melalui penggunaan bahan hayati atau
penerapan prinsip pemakaian input eksternal sintetis secara bijaksana; d)
Mendorong pembangunan bioindustri agroinput; e) Membangun infrastruktur industri
agroinput yang meliputi sistem jaminan mutu (protokol standardisasi, laboratorium
uji dan penegakannya) dan sistem distribusi yang efektif dan efisien; dan f)
mendorong majunya sistem Sertifikasi benih tanaman serta penerapan standar mutu
yang berlaku nasional maupun regional.
Dalam mendukung peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat
diperlukan sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu menyediakan
benih di tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan petani yang dalam pelaksanaanya
harus memenuhi persyaratan, yaitu: tepat jenis, jumlah, mutu, tempat, waktu dan harga
(6 tepat). Pemerintah pusat dan pemerintah daerah berperan dalam menyediakan
benih penjenis (breeder seed) dan benih dasar (foundation seed) dan
mengendalikan penyediaan benih pokok (stock seed) dan benih sebar (extention seed)
yang dilakukan oleh produsen benih melalui proses sertifikasi dan akreditasi.
Peranan penangkar/kelompok penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul
bersertifikat sangat penting tetapi di sisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas
areal produksi dan sumber daya manusia, prasarana dan sarana, serta modal.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
41 | P a g e
Guna meningkatkan kinerja para penangkar/kelompok penangkar benih tersebut maka
lembaga/institusi di daerah seperti Dinas Pertanian Provinsi, Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH), Produsen Benih Pemerintah/Balai Benih Padi dan Palawija,
Produsen Benih BUMN dan Swasta Nasional/Multi Nasional tentunya harus selalu
melakukan pembinaan dan memberikan dukungan kepada penangkar/kelompok
penangkar benih baik aspek teknis maupun manajemen.
Pengembangan dan peningkatan kemampuan industri perbenihan baik yang dikelola oleh
swasta maupun yang masih dikelola oleh Pemerintah perlu ditingkatkan melalui
peningkatan aspek-aspek strategis antara lain penelitian dan pengembangan varietas,
perbanyakan benih, pengawasan mutu dan sertifikasi benih, distribusi/pemasaran dan
penggunaan benih di tingkat petani.
Dalam rangka peningkatan penggunaan benih varietas unggul bersertifikat diperlukan
sistem pengelolaan produksi benih yang baik sehingga mampu menyediakan benih di
tingkat lapangan sesuai dengan kebutuhan petani sesuai azas 6 tepat (varietas, mutu,
jumlah, waktu, lokasi dan harga)
Produksi benih sumber kelas Benih Dasar (BD) dan Benih Pokok (BP) dilakukan oleh
Balai Benih milik pemerintah daerah dan beberapa produsen benih yang memenuhi
syarat. Sedangkan produksi benih kelas Benih Sebar (BR) dilakukan oleh produsen benih
baik berskala besar (BUMN dan perusahaan swasta) maupun kecil (perusahaan swasta
dan para penangkar/kelompok penangkar benih).
Lokasi yang digunakan untuk kegiatan pemberdayaan penangkar benih harus memenuhi
syarat sebagai berikut : (1) Diprioritaskan bukan daerah endemis organisme pengganggu
tumbuhan (OPT), bebas dari bencana kekeringan, banjir dan sengketa, dan (2) Kegiatan
pemberdayaan penangkar benih diusahakan pada lokasi yang strategis dan mudah
dijangkau.
3) Kebijakan Penguatan Gerakan Pengendalian OPT dan DPI dengan Dukungan
Sarana Pengendalian Yang Kondusif
Penguatan Gerakan Pengendalian OPT
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 1992 tentang Sistem Budidaya
Tanaman, Pasal 20 mengamanatkan bahwa perlindungan tanaman dilaksanakan dengan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
42 | P a g e
sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT), dan pelaksanaannya menjadi
tanggungjawab masyarakat dan pemerintah. Pemerintah akan memberikan bantuan
dalam kondisi kritis apabila masyarakat tani tidak mampu lagi mengatasi gangguan OPT
atau terjadinya eksplosi serangan. Dengan demikian, kesuksesan upaya perlindungan
tanaman sangat tergantung pada pengetahuan, pemahaman, dan penerapan sistem PHT
oleh petani.
Sistem PHT mengedepankan pengelolaan agroekosistem dan teknologi pengendalian
OPT yang berbasis sumberdaya alam, diantaranya penggunaan agens hayati, pestisida
nabati, dan teknologi pengendalian spesifik lokasi. Penerapan dan pemasyarakatan
sistem PHT telah dikembangkan sejak awal tahun 1990 melalui Sekolah Lapangan. Saat
ini, salah satu program pemasyarakatan PHT yang telah dikenal dan berkembang baik di
masyarakat adalah Sekolah Lapangan Pengelolaan Pengendalian Hama Terpadu atau
lebih dikenal dengan SLPHT. Berdasarkan hasil evaluasi, SLPHT terbukti efektif dan
mampu mendorong petani untuk menerapkan prinsip PHT dalam usaha taninya (Petani
Ahli PHT). Sehingga pada Tahun 2015-2019 Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
mencanangkan program program/kegiatan berupa gerakan/aksi nyata di lapangan yaitu
Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT).
Kegiatan Penerapan PHT ini merupakan salah satu bentuk pengamanan produksi
dengan memberdayakan petani alumni SLPHT dan melibatkan petani yang belum dilatih
dalam SLPHT. Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PHT) secara meluas dan
melembaga dalam suatu wilayah/kawasan/daerah dapat mendukung upaya pengamanan
produksi tanaman dan menjaga kelestarian agroekosistem.
Penguatan Gerakan Pengendalian DPI
Pemanasan global akibat melimpahnya Gas Rumah Kaca (GRK) seperti CO2 di atmosfer
telah dirasakan beberapa tahun terakhir, terutama disebabkan oleh meningkatnya
pertumbuhan industri di seluruh dunia dan berkurangnya luas hutan sebagai penyerap
GRK, sehingga mengakibatkan adanya perubahan iklim global di seluruh belahan bumi.
Dampak perubahan iklim ini menyebabkan peningkatan suhu udara akibat fenomena
emisi Gas Rumah Kaca (GRK) yang berpotensi terhadap penurunan produksi,
produktivitas dan mutu produk pertanian; kenaikan muka air laut, perubahan pola hujan
yang artinya terjadi pergeseran musim, juga menyebabkan perubahan pola iklim ekstrim
seperti El Nino, yang ditandai oleh adanya musim kemarau yang panjang yang
menyebabkan kekeringan, dan La Nina, di mana musim hujan lebih lama dari biasanya
yang menyebabkan terjadinya banjir; terjadinya eksplosi hama dan penyakit tanaman
serta gangguan dalam proses pascapanen, distribusi dan pemasaran produk pertanian.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
43 | P a g e
Pertanian merupakan salah satu sektor yang rentan terhadap terjadinya perubahan iklim
dan merasakan dampak akibat perubahan iklim yang terjadi di seluruh dunia. Perubahan
iklim ini mengancam ketahanan pangan di seluruh negara di dunia. Tanaman pangan
yang paling rentan terhadap perubahan curah hujan, karena tanaman pangan umumnya
merupakan tanaman semusim yang relatif sensitif terhadap cekaman (kelebihan dan
kekurangan) air. Secara teknis, kerentanan tanaman pangan sangat berhubungan
dengan penggunaan lahan, pola tanam, teknologi pengelolaan tanah, air, dan varietas.
Oleh sebab itu kerentanan tanaman pangan terhadap pola curah hujan akan berimbas
pada luas areal tanam, luas panen, produktivitas dan kualitas hasil.
Unsur-unsur iklim seperti suhu, curah hujan, kelembaban udara dan radiasi matahari,
selain keadaan tanah, sangat berpengaruh terhadap pertumbuhan, produksi dan mutu
hasil tanaman. Meningkatnya suhu udara mempengaruhi tanaman karena meningkatkan
laju pernafasan (respirasi) dan penguapan (transpirasi) sehingga meningkatkan konsumsi
air, selain meningkatkan perkembangbiakan Organisme Pengganggu Tanaman (OPT)
tertentu yang pada akhirnya akan menurunkan produktivitas tanaman. Peningkatan suhu
udara ini juga mempercepat pematangan buah dan biji yang mengakibatkan penurunan
mutu hasil tanaman.
Beberapa program antisipasi yang penting untuk dilaksanakan diantaranya: penyusunan
strategi dan perencanaan pengembangan infrastruktur (terutama jaringan irigasi),
evaluasi tata ruang untuk pengaturan lahan (penyesuaian jenis tanaman dengan daya
dukung lahan), pengembangan sistem informasi dan peringatan dini banjir serta
kekeringan, penyusunan dan penerapan peraturan perundangan mengenai tata guna
lahan dan metode pengelolaan lahan. Tidak kalah pentingnya adalah peningkatan
kemampuan Sumber Daya Manusia (SDM) dalam pemahaman perubahan iklim dan
penerapan teknologi adaptasi dan mitigasi perubahan iklim.
Program mitigasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi rendah emisi, antara lain
varietas unggul dan jenis tanaman yang rendah emisi dan atau kapasitas absorbsi
karbon tinggi, penyiapan lahan tanpa bakar, pengembangan dan pemanfaatan biofuel,
penggunaan pupuk organik, biopestisida dan pakan ternak rendah emisi GRK.
Program adaptasi lebih difokuskan pada aplikasi teknologi adaptif, terutama pada
tanaman pangan, seperti penyesuaian pola tanam, penggunaan varietas unggul adaptif
terhadap kekeringan, genangan/banjir, salinitas dan umur genjah, serta
penganekaragaman pertanian, teknologi pengelolaan lahan, pupuk, air, diversifikasi
pangan dan lain-lain. Secara kelembagaan program ini diarahkan untuk pengembangan
sistem informasi seperti sekolah lapangan iklim (SLI), sistem penyuluhan dan kelompok
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
44 | P a g e
kerja (pokja) variabilitas dan perubahan iklim sub sektor pertanian serta pengembangan
sistem asuransi pertanian akibat resiko iklim (crop weather insurance).
Sejak tahun 2004, Sekolah lapangan Iklim (SLI) merupakan salah satu upaya yang
dilakukan oleh Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan dalam memberdayakan petani
agar lebih mampu memahami dan menggunakan informasi iklim untuk mengelola
usahataninya. SLI juga merupakan upaya pemberdayaan petani agar lebih siap dalam
menghadapi dan mengatasi dampak fenomena iklim. Pada periode tahun 2015-2019
strategi pemberdayaan petani dalam menghadapi dampak fenomena iklim tidak lagi
dalam bentuk sekolah lapangan namun telah diimplementasikan dalam Penerapan
Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI). PPDPI dapat dilakukan melalui strategi
antisipasi, adaptasi dan mitigasi. Kegiatan adaptasi dalam penanganan dampak
perubahan iklim (banjir/kekeringan) antara lain Kalender Tanam (pola tanam
berdasarkan pola curah hujan dan ketersediaan air irigasi), Varietas Unggul Baru yang
adaptif (toleran kegaraman, tahan kering, umur genjah dan tahan genangan), startegi
pengelolaan sumber daya air (teknologi identifikasi potensi ketersediaan air, teknologi
panen hujan dan aliran permukaan, teknologi prediksi curah hujan dan teknologi irigasi)
serta strategi pengelolaan sumber daya lahan/tanah seperti pemupukan. Upaya adaptasi
tersebut diatas dapat pada diterapkan atau menjadi pilihan untuk penanganan DPI yang
disesuaikan dengan kondisi iklim setempat (spesifik lokasi).
Sasaran pelaksanaan penerapan penanganan DPI dalah kelompoktani alumni SLI atau
kelompok tani yang memiliki anggota alumni SLI yang lahannya di daerah rawan DPI
(banjir/kekeringan) pada satu hamparan yang secara bersama-sama dapat menerapkan
teknologi adaptasi di lahannya.
Sebagai solusi untuk berkontribusi terhadap penurunan emisi GRK melalui aksi-aksi
mitigasi dan adaptasi dilakukan dengan penyusunan rencana kebijakan, program dan
kegiatan adaptasi dan mitigasi perubahan iklim yang dapat mendukung pertanian
berkelanjutan sebagai berikut: (1) setiap aksi penurunan emisi GRK di sektor pertanian
harus mendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas; (2) dipilih yang sesuai
dengan sistem dan usaha pertanian rakyat dalam meningkatkan kesejahteraan
petani; (3) mempertimbangkan kondisi geografis masing-masing wilayah, sehingga
teknologi yang akan diterapkan harus bersifat tenologi tepat guna dan spesifik lokasi
dengan mengadopsi sebesar-besarnya kearifan lokal.
Sedangkan untuk memperkuat ketahanan pangan nasional akibat dampak perubahan
iklim (banjir dan kekeringan), diperlukan adanya dukungan pengamanan produksi pangan
dari dampak perubahan iklim melalui pemberdayaan kelompoktani/petani, dan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
45 | P a g e
penanganan dampak perubahan iklim secara optimal, melembaga, memasyarakat dan
berkelanjutan.
4) Kebijakan Pengembangan Penanganan Pascapanen Sesuai Kebutuhan
Lapangan
Penanganan Pasca Penen Hasil Pertanian Asal Tanaman Yang Baik (Good Handling
Practices) bertujuan untuk (1) menekan kehilangan/kerusakan hasil (losses), (2)
memperpanjang daya simpan melalui sistem pergudangan, (3) mempertahankan
kesegaran, (4) meningkatkan daya guna, (4) meningkatkan nilai tambah, (5)
Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, (6) meningkatkan daya
saing, (7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau mengembangkan, serta (8)
usaha pasca panen hasil pertanian asal tanaman yang berkelanjutan.
Berdasarkan Permentan Nomor 44/OT.140/10/2009, pengertian Panen merupakan
serangkaian kegiatan pengambilan hasil budidaya tanaman dengan cara dipetik,
dipotong, ditebang, dikuliti, disadap dan atau dicabut pada umur/waktu, cara dan/atau
sarana yang tepat.
Penanganan Pascapanen tanaman pangan memegang peranan penting dan merupakan
bagian integral sebagai pendukung pembangunan pertanian secara keseluruhan.
Keberhasilan penanganan pascapanen tanaman pangan bukan hanya meningkatkan
produksi tanaman pangan dan pendapatan petani, tetapi juga dapat meningkatkan mutu
produksi guna mewujudkan kemandirian dan ketahanan pangan.
Sasaran penanganan pascapanen tanaman pangan adalah : (1) Turunnya tingkat susut
hasil (losses) tanaman pangan; (2) Tercapainya perbaikan mutu hasil panen tanaman
pangan sesuai permintaan pasar; (3) Tercapainya perpanjangan masa simpan hasil
tanaman pangan; (4) Meningkatnya nilai tambah dan daya saing produk tanaman
pangan; (5) Tersusunnya pengembangan sistem pengelolaan pascapanen tanaman
pangan; dan (6) Terbentuknya pengembangan dan pemantapan kelembagaan
pascapanen.
Salah satu upaya penanganan susut hasil, mempertahankan mutu, meningkatkan daya
saing dan nilai tambah hasil pertanian sehingga mendorong peningkatan produksi yang
bermutu adalah dengan pemberian sarana pascapanen berupa alat atau mesin
pascapanen yang digunakan mulai proses panen sampai proses pengemasan, kepada
kelompok tani/gabungan kelompok tani.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
46 | P a g e
5) Kebijakan Pendukung Lainnya
a) Kebijakan mendukung program tematik
Program tematik sebagai kegiatan yang secara langsung berimplikasi terhadap
pertumbuhan di sektor pertanian yaitu: MP3EI, MP3KI, Pengarustamaan Gender,
Tenaga Kerja, Pembangunan Daerah Khusus Perbatasan, Tertinggal dan
Percepatan Pembangunan di Papua dan Papua Barat.
Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia
(MP3EI) sebagai salah satu bagian dari rencana pembangunan jangka panjang
Indonesia. Landasan hukumnya adalah Perpres Nomor 32 Tahun 2011. Pasal 1
ayat 2 Perpres ini menyebutkan bahwa MP3EI merupakan arahan strategis
dalam percepatan dan perluasan pembangunan ekonomi Indonesia untuk periode
lima belas tahun sejak 2011 sampai 2025. MP3EI disusun untuk melakukan
percepatan pembangunan di setiap Koridor Ekonomi. Kebijakan yang diambil, baik
pembangunan infrastruktur maupun perbaikan regulasi, diharapkan dapat
mendorong peningkatan pertumbuhan ekonomi setiap tahunnya. Ada enam
koridor yang menjadi fokus dalam MP3EI yaitu: Koridor Ekonomi 1) Sumatera
dengan tema Sentra Produksi dan Pengelolaan Hasil Bumi dan Lumbung Energi
Nasional, 2) Jawa dengan tema Pendorongan Industri dan Jasa Nasional, 3)
Kalimantan dengan tema Pusat Produksi dan Pengelolaan Hasil Tambang dan
Lumbung Energi Nasional, 4) Sulawesi dengan tema Pusat Produksi dan
Pengelolaan Hasil Pertanian, Perkebunan, Perikanan, Migas dan Pertambangan
Nasional, 5) Bali-Nusa Tenggara dengan tema Pintu Gerbang Pariwisata dan
Pendukung Pangan Nasional, dan 6) Papua-Kepulauan Maluku dengan tema
Pusat Pengembangan Pangan, Perikanan, Energi, dan Pertambangan Nasional.
Masterplan Percepatan Dan Perluasan Pengurangan Kemiskinan Di
Indonesia (MP3KI), merupakan kebijakan pembangunan nasional yang pro job
(membuka kesempatan kerja), pro-poor (berdampak pada kesejahteraan), pro-
growth (berpihak pada pertumbuhan ekonomi). Kebijakan pembangunan pro-growth
tengah digalakkan melalui MP3EI yang lebih berorientasi pada market driven
dan heavy investment. Oleh karena itu, perlu dilakukan pemerataan dengan
program MP3KI yang lebih berorientasi pada kebijakan pembangunan pro-job dan
pro-poor. MP3KI memberi perlindungan dan penguatan pada kelompok yang
fokus pada terciptanya pendapatan dengan pembukaan lapangan kerja serta
bermuara pada pengentasan kemiskinan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
47 | P a g e
Pengarustamaan Gender (PUG) mengarah kepada aspek kesetaraan dan
keadilan petani (laki-laki dan perempuan) dengan memperhatikan kebutuhan,
permasalahan, aspirasi, pengalaman, peran dan tanggung jawab serta
dampaknya pada seluruh pelaku pembangunan. menjadi komitmen
Kementerian/Lembaga sejak diterbitkannya Inpres Nomor 9 Tahun 2000 dan
RPJMN 2010-2014. Kemenenterian/Lembaga diwajibkan menerapkan PUG
sebagai salah satu strategi dalam pencapaian program kerjanya. Strategi
tersebut juga harus dilaksanakan pada kebijakan pembangunan tingkat provinsi
maupun kabupaten/kota serta mendorong setiap penyusunan perencanaan
kebijakan/program diawali dengan proses analisis gender melalui empat aspek,
yaitu: partisipasi, akses, kontrol dan manfaat yang diperoleh dari pelaku itu sendiri.
Kerjasama Selatan-Selatan (KSS), adalah Program yang merupakan kerja sama
antarnegara berkembang yang didasarkan pada prinsip-prinsip antara lain,
solidaritas, nonkondisionalitas, mutual benefit dan non-interference. Kerjasama
Selatan-Selatan terdiri dari dua, yaitu Kerjasama Ekonomi yang lebih luas antara
negara berkembang, dan kerjasama Teknis yang lebih fokus di antara negara
berkembang.
Ketenaga Kerjaan disektor pertanian diharapkan mengalami penurunan, dan
dengan menurunnya pangsa pasar tenaga kerja yang bekerja di sektor
pertanian primer diharapkan akan meningkatkan produktivitas sektor pertanian
dan menurunkan jumlah petani yang hidup dalam kemiskinan, sehingga akan
terjadi peningkatan kesejahteraan petani dan masyarakat perdesaan, yang
akhirnya akan memiliki tingkat kesejahteraan yang relatif sama dengan sektor
industri dan jasa lainnya. Angkatan kerja pertanian primer diharapkan 7 persen
pada 2045 dan PDB 3 persen pada 2045. Percepatan daerah tertinggal, menjadi
arah kebijakan nasional dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengembangkan dan
memeratakan pembangunan daerah dengan percepatan pembangunan daerah
tertinggal.Pemerintah memiliki target untuk mengupayakan pada tahun 2015 dapat
mengentaskan daerah ketertinggalan turun dari 114 tahun 2014 menjadi 39
kabupaten pada 2019 termasuk daerah perbatasan dan terpencil. Pembangunan
di daerah tertinggal lebih dominan ada pada upaya memaksimalkan pelayanan
dasar sektor petanian.
Kawasan khusus dan daerah perbatasan. Pembangunan di daerah perbatasan
menjadi arah kebijakan nasional dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengembangkan
dan memeratakan pembangunan daerah dengan percepatan pembangunan
daerah perbatasan. Indonesia merupakan negara kepulauan dengan garis pantai
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
48 | P a g e
sekitar 81.900 kilometer, memiliki wilayah perbatasan dengan banyak negara baik
perbatasan darat (kontinen) maupun laut (maritim). Batas darat wilayah Republik
Indonesia berbatasan langsung dengan negara-negara Malaysia, Papua New
Guinea dan Timor Leste. Perbatasan laut Indonesia berbatasan dengan 10
negara, yaitu India, Malaysia, Singapura, Thailand, Vietnam, Filipina, Republik
Palau, Australia, Timor Leste dan Papua Nugini. Sektor pertanian menjadi dominan
dalam pembangunan daerah perbatasan darat. Hal ini dikarekan Sektor
pertanian lebih banyak dilaksankan di daratan. Untuk dapat bersaing dengan
produk di Negara tetangganya meningkatkan pelayanan dasar di sektor
pertanian, melalui pembanguan jalan usaha tani, pembangunan jaringan irigasi,
subsidi benih dan pupuk, pendampingan, meningkatkan produksi dan produktivitas
menjadi hal yang harus diperhatikan.
Pengembangan Papua dan Papua Barat. Pembangunan di Papua dan Papua
Barat menjadi arah kebijakan dalam RPJMN 2015-2019 yaitu mengembangkan
dan memeratakan pembangunan daerah dengan menjaga momentum pertumbuhan
wilayah Jawa, Bali, Sumatera serta meningkatkan kinerja pusat-pusat pertumbuhan
wilayah di Kalimantan, Sulawesi, Nusa Tenggara, Maluku dan Papau.
Pembangunan infrastruktur dan kelembagaan menjadi hal yang sangat penting
untuk diutamakan terkait dengan lokasi geografisnya yang sangat berbeda
dengan porvinsi lainnya yang ada di Indonesia dan kuatnya adat yang masih
melekat di masyarakat setempat.
b) Kebijakan Tatakelola Kepemerintahan yang Baik dan Reformasi Birokrasi
Penerapan tatakelola pemerintahan yang baik diharapkan terwujud dalam
pemerintahan yang bersih dan bebas KKN, pelayanan publik yang berkualitas, dan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja bikrokrasi yang tinggi.Tanpa pemerintahan
yang bersih akan sulit dicapai pengelolaan sumber daya pembangunan secara
akuntabel, yang akan berakibat langsung pada menurunnya kualitas pelayanan
publik, serta menghilangnya kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah. Salah
satu faktor utama dalam mewujudkan pemerintah yang bersih (Clean Goverment)
dan kepemerintahan yang baik (Good Governance) adalah birokrasi. Birokrasi
mempunyai peran yang penting dalam pengelolaan kebijakan dan pelayanan
publik, birokrasi sangat menentukan efesien kualitas pelayanan kepada
masyarakat serta efisiensi dan efektivitas penyelenggaraan pemerintahan. Oleh
karena itu diperlukan reformasi birokrasi yang merupakan upaya untuk melakukan
pembaharuan dan perubahan yang mendasar terhadap sistem penyelenggaraan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
49 | P a g e
pemerintahan terutama menyangkut aspek-aspek kelembagaan (organisasi),
ketatalaksanaan, dan sumberdaya manusia aparatur.
Dalam upaya untuk mencapai sasaran pembangunan penyelenggaraan
tatakelola pemerintahan dan pelaksanaan reformasi birokrasi, maka arah
kebijakan yang akan dilakukan adalah pemantapan pelaksanaan yang telah
dilakukan peride sebelumnya. Pemantapan tata kelola pemerintahan yang lebih
baik dilakukan melalui terobosan kinerja secara terpadu, penuh integritas,
akuntabel, taat kepada hukum yang berwibawa, dan transparan.
Untuk itu diperlukan upaya-upaya antara lain: (1) Peningkatan Penyelenggaraan
Pemerintahan yang Bersih dan Bebas KKN: (2) Peningkatan Kualitas
Pelayanan Publik, melalui kebijakan keterbukaan informasi publik dimana
pemerintah harus memberikan akses informasi seluas-luasnya kepada
masyarakat yang ditopang oleh efisiensi struktur pemerintah di pusat dan di
daerah, kapasitas pegawai pemerintah yang memadai; (3) Peningkatan
kapasitas dan akuntabilitas kinerja birokrasi (organisasi yang tepat, tatalaksana,
prosedur yang jelas, regulasi yang tertib); (4) Mendorong penerapan Sistem
Akuntabilitas Kinerja melalui perwujudan kewajiban suatu instansi pemerintah
untuk mempertanggungjawabkan keberhasilan dan kegagalan pelaksanaan misi
organisasi dalam mencapai sasaran dan tujuan yang telah ditetapkan melalui
sistem pertanggungjawaban secara periodik (mengukur kinerja Renstra, Renja
dll); (5) Mengoptimalkan tingkat efisiensi, efektifitas dan produktivitas kerja
pegawai; (6) Penataan manajemen sumber daya manusia aparatur yang
profesional yang mempunyai kompetensi; (7) Penataan pengawasan dan
akuntabilitas kinerja; (8) Pembenahan sistem kelembagaan, ketatalaksanaan dan
manajemen pemerintah di pusat dan daerah agar semakin efektif, efisien dan
responsif serta berorientasi pada peningkatan kinerja SDM Aparatur; (9) Penyajian
data yang lengkap, akurat dan terpercaya sebagai landasan pengambilan
keputusan di semua level birokrasi, serta (10) Pemanfaatan teknologi informasi
dan komunikasi dalam rangka efisiensi kerja dan optimalisasi pelayanan publik.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
50 | P a g e
3.3. Langkah dan Strategi Operasional Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
3.3.1. Langkah Operasional
Berkaitan dengan peningkatan produksi tanaman pangan, Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan menetapkan strategi pencapaian produksi tanaman pangan melalui: 1)
Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam, dan 2) Peningkatan Produktivitas.
Langkah operasional untuk peningkatan produksi dan produktivitas padi, jagung, kedelai,
ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, dan ubi jalar terbagi dua yaitu; (1) Peningkatan
Luas Tanam, dan (2) Peningkatan Produktivitas.
Upaya peningkatan luas tanam yaitu melalui: (1) memanfaatkan lahan baku yang ada
(pemanfaatan lahan peremajaan Perhutani dan Inhutani), (2) pencetakan lahan
baru/cetak sawah, (3) optimalisasi atau peningkatan indeks pertanaman, (4)
pemanfaatan lahan terlantar, (5) serta melalui pola tumpangsari.
Dalam meningkatkan produktivitas lahan, diupayakan perbaikan dan pembangunan
irigasi untuk 3 juta hektar sawah serta pembangunan 25 bendungan yang salah satunya
ditujukan untuk pengarian sawah. Sedangkan dalam hal peningkatan luas tanam,
diupayakan melalui pencetakan sawah baru sekitar 1 juta hektar. Selan itu dilakukan
langkah mengembalikan atau menjaga kesuburan lahan agar produktivitas tetap terjaga
secara berkelanjutan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
51 | P a g e
Gambar 6. Langkah Operasional Peningkatan Produksi dan Produktivitas
Tanaman Pangan
3.3.2. Strategi Operasional
Untuk mencapai tujuan dan sasaran yang telah ditetapkan, ditempuh strategi operasional
melalui Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam dan Peningkatan Produktivitas.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
52 | P a g e
3.3.2.1. Perluasan Areal Tanam/Peningkatan Luas Tanam
Perluasan Areal Tanam dilakukan melalui upaya: (1) memanfaatkan lahan baku yang
ada, (2) pencetakan lahan baru/cetak sawah, (3) optimalisasi lahan (peningkatan indeks
pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air
Mikro, pompanisasi; (4) pemanfaatan lahan terlantar; dan (5) konservasi lahan yang
berkelanjutan serta penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan.
- Memanfaatkan Lahan Baku Yang Ada
Dilakukan dengan memanfaatkan lahan peremajaan Perhutani, dan lahan eks
peremajaan perkebunan.
Boks 4. Strategi Operasional Penguatan Pengembangan Pembangunan
Sub Sektor Tanaman Pangan
1. Perluasan Areal Tanam / Peningkatan Luas Tanam
- Memanfaatkan Lahan Baku Yang Ada - Pencetakan lahan baru/cetak sawah
- Optimalisasi lahan (peningkatan indeks pertanaman) melalui upaya perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro, pompanisasi
- Pemanfaatan lahan terlantar
- Konservasi lahan yang berkelanjutan
- Pola penanaman tumpang sari di lahan perkebunan, kehutanan.
2. Peningkatan Produktivitas
- Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT)
- Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT)
- Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI)
- Penerapan Alat Pascapanen (PASPA)
- Pemberdayaan Penangkar Benih.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
53 | P a g e
- Pencetakan Lahan Baru / Cetak Sawah
Cetak sawah baru, dilakukan melalui pembukaan lahan pada berbagai tipologi lahan,
khususnya lahan basah. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam cetak sawah baru
adalah: (1) ada inisiatif dari petani/pemuka masyarakat, (2) melakukan survai,
investigasi dan desain, (3) status kepemilikan lahan jelas, (4) menghindari vegetasi
hutan berat/hutan lindung, (5) pengairan/ketersediaan air terjamin, dan (6) mendapat
dukungan penuh dari pemerintah setempat.
- Optimalisasi Lahan (peningkatan Indeks Pertanaman) melalui upaya, pengaturan pola
tanam, perbaikan jaringan irigasi seperti JITUT, JIDES, dan Tata Air Mikro,
pompanisasi yang akan dimungkinkan ketersediaan air di musim kemarau.
Peningkatan indeks pertanaman (IP) baik IP 100 menjadi IP 200 atau IP 200 menjadi
IP 300, maupun IP 0 menjadi IP 100 atau IP 200 pada sawah irigasi, tadah hujan,
lahan kering maupun lahan lebak serta pasang surut. Penanaman tanaman
sela/intercropping di lahan perkebunan, kehutanan maupun hortikultura. Tanaman sela
dapat diusahakan 3-5 tahun atau lebih, sepanjang tajuk tanaman pokok belum
menaungi. Sedangkan pada tanaman pokok sejenis kelapa rakyat, tanaman sela
dapat dilakukan sepanjang tahun. Untuk lahan transmigrasi, tanaman pangan dapat
diusahakan pada lahan pekarangan, lahan usaha utama maupun lahan usaha ke dua
baik secara monokultur maupun tumpang sari.
- Pemanfaatan Lahan Terlantar
Rehabilitasi dan konservasi lahan pertanian dilakukan pada lahan sawah terlantar atau
yang selama ini tidak dimanfaatkan/ditanami tanaman pangan dan telah membelukar.
Kegiatan yang dapat dilakukan dalam rangka rehabilitasi dan konservasi lahan antara
lain: (1) teknologi penyiapan/pembersihan lahan dari semak belukar, (2) perbaikan
saluran irigasi, (3) pemanfaatan pompa air, traktor, dan (4) pengembangan usaha
pelayanan jasa alsintan (UPJA) dan lain-lain.
- Pola Tumpang Sari
Tumpang sari adalah suatu bentuk pertanaman campuran (polyculture) berupa
penanaman dua jenis atau lebih tanaman pada satu areal lahan tanam dalam waktu
yang bersamaan atau agak bersamaan. Tumpang sari yang umum dilakukan adalah
penanaman dalam waktu yang hampir bersamaan untuk dua jenis tanaman budidaya
yang sama, seperti jagung dan kedelai, atau jagung dan kacang tanah. Penanaman
cara ini dikenal sebagai double-cropping. Penanaman yang dilakukan segera setelah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
54 | P a g e
tanaman pertama dipanen (seperti jagung dan kedelai atau jagung dan kacang
panjang) dikenal sebagai tumpang gilir.
Tumpang sari dapat pula dilakukan pada pertanaman tunggal (monokultur) suatu
tanaman perkebunan besar atau tanaman kehutanan sewaktu tanaman pokok masih
kecil atau belum produktif. Hal ini dikenal sebagai tumpang sela (intercropping).
Jagung atau kedelai biasanya adalah tanaman sela yang dipilih.
3.3.2.2. Peningkatan Produktivitas
Peningkatan produktivitas dilakukan melalui upaya penerapan pengelolaan tanaman
terpadu (PTT) dengan komponen utama meliputi pemakaian benih varietas unggul
bermutu, peningkatan jumlah populasi tanaman dengan sistem tanam, pemupukan
sesuai rekomendasi spesifik lokasi serta berimbang dengan pemakaian pupuk organik
serta pupuk bio-hayati, pengelolaan pengairan dan perbaikan budidaya lainnya disertai
dengan peningkatan pengawalan, pendampingan, pemantauan dan koordinasi. Strategi
ini terutama dilaksanakan di wilayah dimana perluasan areal sudah sulit dilakukan,
sehingga dengan penerapan teknologi spesifik lokasi diharapkan masih dapat
ditingkatkan produktivitasnya.
Upaya peningkatan produktivitas juga dilakukan dengan upaya pengamanan produksi
yaitu dengan mengurangi dampak perubahan iklim seperti kebanjiran dan kekeringan
serta pengendalian organisme pengganggu tumbuhan (OPT).
Petani didorong untuk meningkatkan produktivitas yang dilaksanakan secara terencana
dan berkelanjutan melalui peningkatan mutu intensifikasi dengan menerapkan rekayasa
ekonomi, rekayasa sosial dan teknologi maju yang efisien dan spesifik lokasi, serta
didukung oleh penerapan alat dan mesin pertanian dengan tetap memperhatikan
kelestarian lingkungan. Dalam mengembangkan penerapan teknologi dilakukan
pewilayahan berdasarkan tingkat produktivitas dan penerapan teknologi yang ada.
Akselerasi penerapan teknologi diarahkan pada daerah-daerah yang tingkat
produktivitasnya relatif rendah. Bagi daerah-daerah yang produktivitasnya telah relatif
tinggi dimantapkan dengan fokus pengembangan diarahkan kepada aspek rekayasa
sosial, ekonomi dan kelembagaan.
Pengawalan, pendampingan, penyuluhan, dan koordinasi untuk peningkatan
produktivitas dilakukan melalui: Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu
(GP-PTT), Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) dan Penerapan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
55 | P a g e
Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI), Penerapan Alat Pascapanen (PASPA),
serta Pemberdayaan Penangkar Benih.
- Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT)
Gerakan Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT) adalah suatu
pendekatan inovatif dalam upaya meningkatkan produktivitas dan efisiensi usahatani
melalui perbaikan sistem/pendekatan dalam perakitan paket teknologi yang sinergis
antar komponen teknologi, dilakukan secara partisipatif oleh petani serta bersifat
spesifik lokasi.
Perbaikan budidaya dilakukan dalam upaya penanggulangan fluktuasi produksi yang
terjadi selama ini yang bersifat musiman, dan ditempuh dengan pembinaan terhadap
pengaturan pola, waktu dan cara tanam yang sesuai untuk mengatur distribusi panen
yang lebih merata sepanjang tahun. Ini akan menjamin penyediaan produksi secara
merata sepanjang tahun dan peningkatan produktivitas, sehingga mengurangi fluktuasi
harga dan menyediakan lapangan kerja yang merata. Upaya-upaya yang perlu
dilakukan dalam perbaikan budidaya antara lain: (a) perencanaan pola, tata, waktu
dan cara tanam yang tepat sesuai dengan rekomendasi BPTP setempat, (b)
pengaturan distribusi panen yang lebih merata, (c) penerapan cara tanam yang sesuai
anjuran teknologi baru, (d) peningkatan populasi tanaman dengan pengaturan jarak
tanam, (e) penerapan pemupukan berimbang, (f) perluasan penggunaan benih
padi/jagung hibrida bermutu, dan (g) penyiapan lahan dengan teknologi tanpa olah
tanah (TOT).
Sedangkan dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas dilaksanakan melalui
penerapan teknik budidaya yang baik, serta penerapan panen yang baik. Kegiatan ini
diatur melalui Permentan Nomor 48 Tahun 2006 tentang Budidaya Tanaman Pangan
yang Baik dan Benar atau Good Agriculture Practices (GAP) yang bertujuan: (1)
Meningkatkan produksi dan produktifitas tanaman pangan; (2) Meningkatkan mutu
hasil tanaman pangan termasuk keamanan konsumsi tanaman pangan; (3)
Meningkatkan efisiensi produksi dan daya saing tanaman pangan; (4) Memperbaiki
efisiensi penggunaan sumber daya alam; (5) Mempertahankan kesuburan lahan,
kelestarian lingkungan dan sistem produksi yang berkelanjutan; (6) Mendorong
petani dan kelompok tani untuk memiliki sikap mental yang bertanggung jawab
terhadap produk yang dihasilkan, kesehatan dan keamanan diri dan lingkungan; (7)
Meningkatkan peluang dan daya saing penerimaan oleh pasar internasional maupun
domestik; dan (8) Memberi jaminan keamanan terhadap konsumen.
- Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT)
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
56 | P a g e
Gangguan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) diatasi dengan menerapkan
sistem Pengendalian Hama Terpadu (PHT) yaitu menerapkan berbagai cara
pengendalian menjadi satu kesatuan pengendalian yang kompatibel sehingga OPT
tidak menimbulkan kerugian. Pengendalian OPT dengan menggunakan pestisida
diharapkan menjadi alternatif terakhir, yaitu jika sistem pengendalian dengan metoda
PHT tidak memungkinkan lagi atau serangan OPT telah terjadi secara eksplosif
dengan tingkat serangan berat.
- Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PP-DPI)
Pengamanan hasil dari dampak perubahan iklim dilakukan dengan memperkuat
antisipasi agar kerusakan tanaman dapat dihindari. Pengamanan produksi dari
dampak kekeringan dilakukan, melalui : efisiensi penggunaan air; penyiapan embung,
cek dam, bak penyimpanan air, sumur, dan lain-lain; penerapan pola tanam yang
tepat; pemilihan komoditas dan atau varietas umur pendek dan toleran kekeringan;
percepatan tanam; penanaman gogo rancah untuk padi; dan penyiapan taxi pump.
Sedangkan pengamanan produksi dari dampak banjir dilakukan melalui: perbaikan
saluran air; pembangunan/perbaikan cek dam; dan penguatan tanggul-tanggul.
Mengamankan potensi kehilangan hasil akibat serangan OPT dan terkena DPI ini
targetnya rata-rata 0,5 persen per tahun.
- Penerapan Alat Pascapanen (PASPA)
Pengembangan alat mesin pertanian (termasuk didalamnya peningkatan SDM
pengguna alsintan dalam menerapkan teknologi alsintan) dan pengembangan usaha
pelayanan jasa alsintan dilakukan untuk mendorong peningkatan kualitas dan
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian tanaman pangan yang
dihasilkan. Penanganan pascapanen tanaman pangan merupakan upaya strategis
dalam mendukung ketahanan pangan nasional, karena mempunyai peranan yang
cukup besar, baik secara langsung maupun tidak langsung. Secara langsung,
penanganan proses pascapanen memiliki peranan dalam menurunkan susut hasil,
mempertahankan mutu hasil panen dan meningkatkan nilai tambah, daya saing serta
pendapatan petani. Dengan demikian, secara tidak langsung proses penanganan
pascapanen mendukung program ketahanan pangan nasional.
Persentase kehilangan hasil akibat penanganan pascapanen tanaman pangan yang
kurang baik, relatif tinggi yaitu berkisar antara 5-18 persen. Untuk menurunkan susut
hasil (losses) maka diperlukan penanganan pascapanen melalui penerapan Good
Handling Practices (GHP) yang berdasarkan Permentan Nomor 44 Tahun 2009,
bertujuan: (1) menekan kehilangan/kerusakan hasil, (2) memperpanjang daya simpan,
(3) mempertahankan kesegaran, (4) meningkatkan daya guna, (4) meningkatkan nilai
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
57 | P a g e
tambah, (5) Meningkatkan efisiensi penggunaan sumberdaya dan sarana, (6)
meningkatkan daya saing, (7) memberikan keuntungan yang optimum dan/atau
mengembangkan, serta (8) usaha pascapanen hasil pertanian asal tanaman yang
berkelanjutan.
Selain melaksanakan penanganan pascapanen yang baik maka fasilitasi dan
optimalisasi pemanfaatan sarana panen dan pascapanen Tanaman Pangan perlu
dilaksanakan seperti penggunaan sabit bergerigi, mesin panen utuk tahap
pemanenan; mesin perontok/pemipilan (thresher/corn sheller) untuk tahap
perontokan/pemipilan; mesin pengering (dryer) untuk tahap pengeringan dan silo
sebagai sarana penyimpan.
Dari upaya pengamanan produksi tersebut diharapkan dapat dihindari kehilangan hasil
maksimal sekitar 5 (lima) persen atau rata-rata 0,5 persen per tahun, yaitu 2 (dua)
persen akibat gangguan OPT dan 3 (tiga) persen dari pengamanan hasil dari dampak
fenomena iklim, serta tercapainya penambahan produksi dari penurunan losses.
- Pemberdayaan Penangkar Benih
Peranan penangkar benih dalam penyediaan benih varietas unggul bersertifikat sangat
penting tetapi disisi lain masih memiliki keterbatasan seperti luas areal produksi,
sumber daya manusia, prasarana dan sarana serta modal. Untuk mendukung dan
meningkatkan kinerja para penangkar benih tersebut maka lembaga/institusi yang ada
di daerah antara lain seperti Dinas Pertanian Provinsi dan Dinas Pertanian
Kabupaten/Kota, Balai Pengawasan dan Sertifikasi Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BPSBTPH), UPTD Balai Benih harus selalu melakukan pembinaan dan
memberikan dukungan kepada penangkar benih dalam aspek teknis maupun
manajemen.
Tujuan dari kegiatan pemberdayaan penangkar benih ini adalah: (1)
Menumbuhkembangkan penangkar benih di daerah yang selama ini belum
berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) Meningkatkan kemampuan
penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih varietas unggul
bersertifikat. Sedangkan sasaran dari kegiatan pemberdayaan penangkar benih ini
adalah: (1) Tumbuh dan berkembangnya penangkar benih di daerah yang selama ini
belum berkembang kelembagaan penangkar benih; dan (2) Meningkatnya
kemampuan penangkar benih dalam pengelolaan produksi dan pemasaran benih
varietas unggul bersertifikat.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
58 | P a g e
3.4. Kerangka Regulasi
Kerangka regulasi dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan tugas, fungsi serta
kewenangan dan penjabaran peran Kementerian Pertanian dalam mencapai sasaran
strategis. Selain itu regulasi tersebut dibutuhkan dalam menyelesaikan permasalahan
yang dihadapi dalam pembangunan pertanian baik di tingkat pusat hingga di tingkat
daerah.
Regulasi yang terkait dengan sektor pertanian, baik dalam bentuk undang-undang,
peraturan presiden, maupun dalam bentuk peraturan Menteri Pertanian serta produk
peraturan operasional lainnya di level pusat, propinsi dan kabupaten/kota. Kerangka
regulasi yang telah ada atau yang dibutuhkan, dikelompokkan mulai dari kebutuhan
regulasi terkait input pertanian seperti pemanfaatan sumberdaya genetik, jaminan
ketersediaan pupuk dan benih, dukungan infrastruktur, serta regulasi yang terkait lahan
dan alsintan. Sedangkan regulasi yang terkait dengan kegiatan budidaya tentunya yang
terkait dengan jaminan usahatani tanaman pangan, hortikultura, peternakan, perkebunan,
perlindungan dan pemberdayaan petani. Untuk yang terkait dengan pascapanen,
pengolahan dan pemasaran, dibutuhkan regulasi yang mengatur tatacara pascapanen
yang baik untuk berbagai produk pertanian, regulasi yang mendorong berkembangnya
bioindustri dan pengolahan hasil. Selain itu diperlukan peraturan yang terkait dengan
harga, baik itu harga pembelian pemerintah, bea masuk dan bea keluar, serta regulasi
lainnya yang mengatur sistem pemasaran yang sehat.
Sedangkan regulasi yang terkait dengan mutu dan keamanan pangan diperlukan dalam
rangka melindungi konsumen serta mendorong produsen menghasilkan produk bermutu.
Selain itu juga diperlukan regulasi yang mampu mendorong pertanian memperoleh nilai
tambah dari jasa lingkungan seperti agrowisata.
Dalam rangka mengoptimalkan sistem dan kelembagaan penyuluh, pendidikan dan
pelatihan, penelitian dan pengembangan serta perkarantinaan, maka perlu dilakukan
review terhadap regulasi yang adaserta menyusun peraturan operasional. Terhadap
beberapa regulasi yang ada, diperlukan usulan revisi regulasi guna memberikan manfaat
dan fungsi sistem dan kelembagaan penyuluh yang lebih baik. Beberapa regulasi yang
dibutuhkan dalam pembangunan tanaman pangan ke depan diantaranya sebagai berikut:
1. Regulasi di bidang lahan: mempercepat penerbitan Perda Provinsi/ Kab/Kota dan
penyempurnakan Perda sesuai UU 41/2009.
2. Regulasi sarana pertanian: perbaikan subsidi pupuk dan subsidi benih;
pengembangan sistem perbenihan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
59 | P a g e
3. Regulasi pembiayaan pertanian: mempercepat dan mempermudah persyaratan
akses petani pada skim kredit.
4. Regulasi perlindungan petani: implementasi UU 19/2013 asuransi usahatani
5. Regulasi terkait penganekaragaman pangan dan gizi
6. Regulasi di bidang ekspor pertanian dan impor produk pertanian:
7. Regulasi kemudahan investasi di sektor pertanian
3.5. Kerangka Kelembagaan
Salah satu upaya untuk mewujudkan kepemerintahan yang baik (good governance)
diawali dengan melakukan pembaruan dan perubahan mendasar terhadap sistem
penyelenggaraan pemerintahan. Langkah strategis perubahan tersebut melalui agenda
reformasi birokrasi dengan 8 (delapan) area perubahan meliputi:
1. Aspek kelembagaan, guna melahirkan organisasi yang proporsional, efektif, dan
efisien (organisasi yang tepat fungsi dan tepat ukuran);
2. Aspek tata laksana, guna melahirkan sistem, proses dan prosedur kerja yang jelas,
efektif, efisien, terukur dan sesuai prinsip-prinsip good governance;
3. Peraturan perundang-undangan, guna melahirkan regulasi yang lebih tertib, tidak
tumpang tindih dan kondusif;
4. Sumber daya manusia aparatur, guna melahirkan sumber daya manusia aparatur
yang berintegritas, netral, kompeten, capable, profesional, berkinerja tinggi dan
sejahtera;
5. Pengawasan, bertujuan meningkatnya penyelenggaraan pemerintahan yang bebas
korupsi, kolusi, dan nepotisme;
6. Akuntabilitas, bertujuan meningkatnya kapasitas dan kapabilitas kinerja birokrasi;
7. Pelayanan publik, untuk mewujudkan pelayanan prima sesuai kebutuhan dan
harapan masyarakat; dan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
60 | P a g e
8. Mindset dan Cultural Set Aparatur, guna melahirkan birokrasi dengan integritas dan
kinerja yang tinggi.
Aspek kelembagaan dilakukan dengan menata kelembagaan di pusat, UPT sampai
dengan satuan kerja perangkat daerah dengan didasari semangat untuk mendorong
terwujudnya struktur pemerintahan yang efesien dan efektif. Pembangunan pertanian ke
depan dihadapkan pada perubahan lingkungan strategis, baik domestik maupun
internasional yang dinamis, sehingga menuntut produk pertanian yang mampu berdaya
saing di pasar global dengan meningkatkan daya saing dan nilai tambah produk
pertanian Indonesia.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
61 | P a g e
BAB IV
TARGET KINERJA DAN
KERANGKA PENDANAAN
4.1. Target Kinerja
Target kinerja adalah tingkat sasaran kinerja spesifik yang akan dicapai oleh
Direktorat Jenderal Tanaman Pangan dalam periode 2015-2019. Target kinerja
berdasarkan sasaran yang telah ditetapkan, seperti pada tabel berikut.
Tabel 13. Target Kinerja Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
2015 2016 2017 2018 2019
1
14.36 14.56 14.77 14.97 15.18
230.95 234.87 238.75 241.65 244.76
52.74 53.43 54.38 55.35 56.33
51.67 52.45 53.30 54.20 55.15
50 50 50 50 50
50 50 50 50 50
35 35 35 35 35
95 95 95 95 95
0.02 0.02 0.02 0.02 0.02
0.12 0.12 0.12 0.12 0.12
0.30 0.30 0.30 0.30 0.30
0.07 0.07 0.07 0.07 0.07
0.08 0.08 0.08 0.08 0.08
0.24 0.24 0.24 0.24 0.24
Terlaksanany a Luas Areal tanaman pangan aman dari gangguan OPT
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil tanaman pangan
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil Padi (%/thn)
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil jagung (%/thn)
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil kedelai (%/thn)
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil kacang tanah (%/thn)
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil ubi kay u (%/thn)
Terlaksanany a penurunan kontribusi susut hasil ubi jalar (%)
No. Program/ Kegiatan/Sasaran Program / Sasaran Kegiatan Target
Terlaksanany a luas areal tanaman pangan aman dari gangguan OPT dan
Program Peningkatan Produksi, Produktivitas dan Mutu Hasil Produksi
Tanaman Pangan
Tercapainy a produktiv itas tanaman pangan
Tercapainy a Produktiv itas Kedelai (Ku/Ha)
Tercapainy a Produktiv itas Ubi Kay u (Ku/Ha)
Tercapainy a Produktiv itas Padi (Ku/Ha)
Tercapainy a Produktiv itas Jagung (Ku/Ha)
Terlaksanany a penggunaan benih unggul bersertifikat
Terlaksanany a Penggunaan Benih Unggul Bersetifikat Untuk Padi (%)
Terlaksanany a Penggunaan Benih Unggul Bersetifikat Untuk Jagung
Terlaksanany a Penggunaan Benih Unggul Bersetifikat Untuk Kedelai
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
62 | P a g e
4.1.1. Program
Pada tahun 2015 – 2019, sesuai dengan pedoman dalam reformasi perencanaan dan
penganggaran (RPP), setiap eselon I mempunyai satu program, dan mengacu kepada
Rencana Strategis Kementerian Pertanian Tahun 2015 – 2019, maka dari 12 (dua belas)
program di lingkup Kementerian Pertanian, program yang menjadi tugas dan tanggung
jawab Direktorat Jenderal Tanaman Pangan adalah “Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas dan Mutu Hasil Produksi Tanaman Pangan”.
Tujuan program ini adalah Meningkatkan kapasitas produksi dan mutu produksi tanaman
pangan yang beragam dan sehat.
Program tersebut dimaksudkan untuk mencapai sasaran strategis :
1) Tercapainya produktivitas tanaman pangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Penerapan budidaya yang baik dan benar
sesuai dengan spesifik lokasi;
2) Terlaksananya penggunaan benih unggul bersertifikat.
Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Ketersediaan benih unggul bersertifikat secara
6 (enam) tepat, yaitu tepat jenis/varietas, tempat, mutu, jumlah, waktu dan harga.
3) Terlaksananya luas areal tanaman pangan yang aman dari gangguan OPT dan DPI.
Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Penanganan atas gangguan OPT dan DPI.
4) Terlaksananya penurunan kontribusi susut hasil tanaman pangan.
Indikator Kinerja Utama (IKU) adalah Pemanfaatan alat mesin pertanian (alsintan)
pascapanen secara efesien dan efektif.
Program Direktorat Jenderal Tanaman Pangan didukung oleh pencapaian kinerja
kegiatan dari unit Eselon-II lingkup Direktorat Jenderal Tanaman Pangan yaitu:
1. Direktorat Budidaya Serealia.
Kegiatan: Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
2. Direktorat Budidaya Aneka Kacang dan Umbi
Kegiatan: Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
63 | P a g e
3. Direktorat Perbenihan Tanaman Pangan
Kegiatan: Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan
4. Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan
Kegiatan: Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
5. Direktorat Perlindungan Tanaman Pangan
Kegiatan: Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) dan Dampak Perubahan Iklim (DPI)
6. Sekretariat Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal Tanaman
Pangan
7. Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura (BBPPMBTPH)
Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem Mutu
Laboratorium Pengujian Benih
8. Balai Besar Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (BBPOPT)
Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu Tumbuhan.
Sesuai Peraturan Menteri Pertanian Nomor 50 Tahun 2012, tentang Pedoman
Pengembangan Kawasan Pertanian, kawasan pertanian terdiri dari 1). Kawasan tanaman
pangan, 2). Kawasan hortikultura, 3). Kawasan perkebunan dan 4). Kawasan peternakan.
Kawasan Tanaman Pangan adalah kawasan usaha tanaman pangan yang disatukan
oleh faktor alamiah, sosial budaya, infrastruktur fisik buatan, serta dibatasi oleh
agroekosistem yang sama sedemikian rupa sehingga mencapai skala ekonomi dan
efektifitas manajemen usaha tanaman pangan. Kawasan tanaman pangan dapat berupa
kawasan yang telah eksis atau calon lokasi baru, dan lokasinya dapat berupa hamparan
atau spot partial namun terhubung dengan aksesbilitas yang memadai.
Pengembangan kawasan pertanian tanaman pangan, dilakukan melalui Gerakan
Penerapan Pengelolaan Tanaman Terpadu (GP-PTT), yaitu kegiatan peningkatan
produktivitas akan difokuskan melalui pola kawasan yang terintegrasi dari hulu sampai
hilir, peningkatan jumlah paket bantuan sebagai instrumen stimulan, serta dukungan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
64 | P a g e
pendampingan dan pengawalan. Melalui GP-PTT petani diharapkan dalam menerapkan
ilmu yang mereka peroleh saat mendapat kegiatan SL-PTT, mampu menganalisis,
menyimpulkan dan menerapkan (melakukan/mengalami kembali), menghadapi dan
memecahkan masalah-masalah terutama dalam hal teknik budidaya dengan mengkaji
berdasarkan spesifik lokasi.
Lokasi GP-PTT diusahakan berada pada satu hamparan atau kawasan, mempunyai
potensi untuk ditingkatkan produktivitas dan/atau IP-nya, serta anggota kelompoktaninya
respon terhadap penerapan teknologi.
GP-PTT dilaksanakan oleh kelompoktani yang sudah terbentuk dan masih aktif.
Kelompoktani yang dimaksud diupayakan kelompoktani yang dibentuk berdasarkan
hamparan, atau lokasi lahan usahataninya diupayakan masih dalam satu hamparan
setiap kelompok. Hal ini perlu untuk mempermudah interaksi antar anggota karena
mereka saling mengenal satu sama lainnya dan diharapkan tinggal saling berdekatan
sehingga bila teknologi GP-PTT sudah diadopsi secara individu akan mudah ditiru petani
lainnya.
Peserta GP-PTT wajib mengikuti setiap tahap pertanaman dan mengaplikasikan
kombinasi komponen teknologi yang sesuai spesifik lokasi mulai dari pengolahan tanah,
budidaya, penanganan panen dan pasca panen. Pada setiap tahapan pelaksanaan,
petani peserta diharapkan melakukan serangkaian kegiatan yang sudah direncanakan
dan dijadwalkan.
Pengelolaan Tanaman Terpadu adalah suatu pendekatan dalam budidaya tanaman yang
menekankan pada pengelolaan tanaman, lahan, air dan organisme pengganggu
tumbuhan secara terpadu yang bertujuan untuk mempertahankan dan meningkatkan
produktivitas tanaman secara berkelanjutan dan efisiensi produksi dengan
memperhatikan sumber daya, dan kemampuan yang ada. PTT menekankan pada prinsip
partisipatori yang menempatkan pengalaman, keinginan, dan kemampuan petani dalam
menerapkan suatu teknologi.
Adapun komponen teknologi dalam PTT tersebut adalah terkait dengan :
1) Benih varietas unggul bermutu dan bersertifikat.
2) Pengelolaan tanah secara sempurna sesuai dengan kondisi tanah.
3) Penanaman tepat waktu serta cara tanam dengan tepat.
4) Pengaturan tata air dengan baik.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
65 | P a g e
5) Penggunaan pupuk secara berimbang.
6) Pengendalian OPT dengan Pengendalian Hama
Terpadu (PHT).
7) Penanganan panen dan pascapanen dengan
baik.
Dengan PTT diharapkan terbina kawasan-kawasan andalan untuk empat komoditas
tersebut, yang berfungsi sebagai pusat belajar pengambilan keputusan para
petani/kelompok tani, sekaligus sebagai tempat tukar menukar informasi dan
pengalaman lapangan, pembinaan manajemen kelompok, serta sebagai percontohan
bagi kawasan lainnya. Untuk menjamin keberhasilan penerapan di lapangan perlu
dilakukan pengawalan dan pendampingan secara intensif oleh Pemandu Lapangan (PL)
khususnya Petugas Lapangan/ Penyuluh, POPT, PBT, Peneliti dan Mantri Tani.
Pembangunan sub sektor tanaman pangan, untuk prioritas pertama padi, jagung, kedelai,
ubi kayu; dan prioritas kedua kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan komoditas
alternatif/unggulan daerah, seperti talas, garut, gembili, sorgum, gandum dan lain-lain.
4.1.2. Kegiatan
Secara struktur dan pembiayaan program melalui APBN, maka kegiatan di Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan dirancang sebagai berikut:
4.1.2.1. Pengelolaan Produksi Tanaman Serealia
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas padi dan jagung melalui
peningkatan luas areal dan penerapan teknologi budidaya tanaman pangan yang tepat
dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi padi dan jagung
dalam rangka mencapai ketahanan pangan.
Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Meningkatnya Perluasan
Penerapan Budidaya Tanaman Serealia yang Tepat untuk
Peningkatan Produksi Melalui Peningkatan Produktivitas Per Satuan Luas”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Penyaluran Bantuan
Pengembangan Budidaya Padi (GAP) (Ha); (2) Penyaluran Bantuan Pengembangan
Budidaya Jagung (GAP) (Ha); dan (3) Terlaksananya pembinaan dan pengawalan.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
66 | P a g e
Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi dan produktivitas:
a. Koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi padi
dan jagung,
b. Pembinaan dan pengawalan,
c. perencanaan teknis,
d. monitoring dan evaluasi,
e. pendidikan dan pelatihan teknis,
f. temu usaha dan teknologi.
4.1.2.2. Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi
Tujuan kegiatan ini adalah untuk meningkatkan produktivitas kedelai dan ubi kayu melalui
peningkatan luas areal dan penerapan teknologi budidaya tanaman pangan yang tepat
dan berkelanjutan untuk peningkatan produksi
kedelai dalam rangka mencapai ketahanan pangan
dan peningkatan produksi ubi kayu untuk
memenuhi kebutuhan bahan baku bio industri.
Sasaran strategis kegiatan ini adalah
“Meningkatnya Perluasan Penerapan Budidaya
Tanaman Aneka Kacang dan Umbi Yang Tepat dan Berkelanjutan untuk Peningkatan
Produksi Melalui Peningkatan Produktivitas per Satuan Luas”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Penerapan PTT Kedelai
(Ha); (2) Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya Ubi Kayu (GAP) (Ha); dan (3)
Terlaksananya pembinaan dan pengawalan. Kegiatan tersebut dilakukan melalui
penyaluran bantuan pengembangan budidaya kedelai dan ubi kayu dengan menerapkan
sistem GAP.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
67 | P a g e
Kegiatan pendukung upaya peningkatan produksi, yaitu:
a. koordinasi/sosialisasi/workshop/penyuluhan/desiminasi peningkatan produksi
kedelai, ubi kayu, kacang tanah, kacang hijau, ubi jalar, dan komoditas alternatif
lainnya,
b. pembinaan dan pengawalan,
c. perencanaan teknis,
d. monitoring dan evaluasi,
e. pendidikan dan pelatihan teknis,
f. temu usaha dan teknologi, dan
g. pengembangan pangan alternatif.
4.1.2.3. Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih
Tanaman Pangan
Tujuan dari kegiatan ini adalah: (1) menyiapkan benih varietas unggul bersertifikat padi,
jagung, dan kedelai, (2) mempermudah akses petani terhadap benih varietas unggul
bersertifikat; dan (3) memperluas penyebaran benih varietas unggul bersertifikat pada
daerah-daerah kantong kemiskinan, daerah rawan pangan, dan daerah terisolir.
Sasaran strategis yang hendak dicapai adalah “Terselenggaranya Sistem Pembinaan
Lembaga Perbenihan Tanaman
Pangan Yang Efisien di Lokasi
Penerapan Budidaya Tanaman Pangan
Yang Tepat”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang
hendak dicapai adalah “terlaksananya penggunaan benih unggul bersetifikat”. Kegiatan
tersebut dilakukan melalui: (1) Pengawasan dan Sertifikasi Benih (UPTD BPSBTPH), (2)
Pembinaan dan Pengawalan, (3) Pengembangan Model Kawasan Mandiri Benih Padi,
Jagung, dan Kedelai/Pemberdayaan Penangkar, (4) Pengadaan dan penyaluran benih
bersubsidi (padi, jagung, kedelai); (5) Pemberdayaan Penangkar; dan (6) Penyaluran
Bantuan Pengembangan Budidaya Padi, Jagung dan Kedelai (GAP).
Penguatan kelembagaan perbenihan baik tingkat pusat, provinsi maupun kabupaten/kota
untuk memperlancar penyediaan benih bermutu dari varietas unggul komoditas tanaman
pangan dilakukan antara lain berupa:
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
68 | P a g e
a. inventarisasi stok dan penangkaran benih yang terdapat dimasing-masing daerah
dalam setiap skala waktu tertentu,
b. pemanfaatan stok benih yang ada secara optimal,
c. pemberdayaan penangkar benih agar dapat berperan secara optimal,
d. pembinaan kepada produsen/penangkar agar proses produksi benih terlaksana
secara berkelanjutan,
e. optimalisasi peranan Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih, Balai Benih Induk, dan
Balai Besar Pengembangan Pengujian Mutu Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura,
f. pengembangan perbenihan pusat, dan
g. pengawalan dan monitoring evaluasi perbenihan.
4.1.2.4. Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan dari Gangguan OPT dan DPI
Tujuan kegiatan ini adalah menyediakan acuan pelaksanaan kegiatan perlindungan
tanaman pangan dalam rangka pengamanan produksi dari gangguan OPT dan DPI.
Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Mengamankan Produksi Tanaman Pangan dari
Serangan OPT dan Terkena DPI”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Penerapan PHT dan
DPI serta Pengamatan, Peramalan dan Pengendalian OPT (ha); dan (2) Terlaksananya
pembinaan dan pengawalan.
Dalam pelaksanaan Penerapan Pengendalian Hama Terpadu (PPHT) perlu
memperhatikan Pengarusutamaan Gender (PUG) sesuai dengan Inpres Nomor 9 Tahun
2000 tentang Pengarusutamaan Gender (PUG).
Dalam rangka pelaksanaan Penerapan Penanganan Dampak Perubahan Iklim (PPDPI)
untuk pengamanan produksi tanaman pangan dan upaya meminimalisasi dampak negatif
perubahan iklim, maka perlu dilakukan upaya untuk meningkatkan pengetahuan dan
kemampuan petugas dalam mengelola dan menganalisis faktor-faktor iklim/cuaca seperti
curah hujan, suhu, kelembaban, dan selanjutnya memanfaatkannya dalam kegiatan
budidaya tanaman sesuai dengan agroklimat daerah setempat. Demikian juga untuk
terlaksananya pengamanan produksi tanaman pangan terhadap serangan OPT,
peningkatan kemampuan petugas lapangan dan petani terhadap pemahaman kaidah
pengendalian hama terpadu (PHT) perlu ditingkatkan.
Salah satu model peningkatan pengetahuan dan kemampuan petugas lapangan dan
petani dalam mengelola dan menganalisis faktor iklim/cuaca dan serangan OPT adalah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
69 | P a g e
melalui kegiatan magang sekolah lapangan (magang Sekolah Lapangan Iklim dan
magang Sekolah Lapangan Pengendalian Hama Terpadu) dapat dilakukan di LPHP
(Laboratorium Pengamatan Hama Penyakit)/Perguruan Tinggi/Lembaga Penelitian.
Selain itu juga dapat memanfaatkan petani alumni SLPHT sebagai petani pengamat
hama dan penyakit.
4.1.2.5. Penanganan Pascapanen Tanaman Pangan
Tujuan kegiatan ini adalah (1) Menurunkan tingkat susut hasil (losses) tanaman pangan;
(2) Mempertahankan mutu hasil panen tanaman pangan; (3) Mempertahankan dan
memperpanjang masa simpan tanaman pangan; dan (4) Mengembangkan sistem
pengelolaan pascapanen tanaman pangan.
Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Penurunan
Susut Hasil Tanaman Pangan”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai
adalah: (1) Jumlah Bantuan Sarana Pasca Panen
Tanaman Pangan (unit); dan (2) Terlaksananya
Pembinaan dan Pengawalan.
Upaya Penyebarluasan informasi, pengembangan
dan penerapan teknologi pascapanen serta
pengelolaan sarana pascapanen untuk pengamanan
produksi tanaman pangan dengan melakukan
pembinaan, bimbingan teknis, monitoring, dan evaluasi serta fasilitasi bantuan sarana
pascapanen.
Strategi pengembangan penanganan pascapanen tanaman pangan dilaksanakan
melalui:
1). Pendekatan Wilayah
a. Setiap wilayah menghasilkan komoditas tanaman pangan yang berbeda pada
daerah yang berbeda. Hal ini memungkinkan pembangunan kawasan-kawasan
ekonomi berbasis agribisnis dan agroindustri yang terintegrasi antara daerah
pedesaan, perkotaan, sentra-sentra industri pangan, pelabuhan dan pasar.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
70 | P a g e
b. Pengembangan sistem dan kelembagaan pascapanen antara lain manajemen
sarana pascapanen, brigade pascapanen.
c. Kemitraan usaha antara pemangku kepentingan (stakeholders).
2). Pendekatan Sumber Daya Manusia
Pendekatan sumber daya manusia dilaksanakan melalui pembinaan, bimbingan
teknis, pelatihan/apresiasi dan pendampingan/penyuluhan dalam rangka
meningkatkan pengetahuan, sikap dan ketrampilan petugas lapang dan petani.
3). Pendekatan Sarana dan Teknologi
Untuk mempercepat upaya terobosan penanganan pascapanen dari kebiasaan petani
(sustainable-based) menjadi penggunaan rekayasa teknologi (engineering-based)
dilakukan melalui :
a. Penyuluhan dan penyebarluasan informasi
teknologi pascapanen kepada pemangku
kepentingan.
b. Penyebaran sarana dan teknologi
pascapanen secara tepat sasaran dan sesuai
kebutuhan.
4). Pendekatan Daya Saing
a. Penanganan budidaya tanaman (Good Agriculture Practices) dan pascapanen
yang baik dan benar (Good Handling Practices) agar diperoleh mutu hasil (Good
Manufacturing Practices) sesuai permintaan pasar.
b. Pengembangan manajemen pascapanen akan menghasilkan kegiatan pascapanen
yang efektif dan efisien.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
71 | P a g e
Tabel 14. Target Susut Hasil Pascapanen Tanaman Pangan Tahun 2015 – 2019
Indikator Target Rata-rata
2015 2016 2017 2018 2019
Penurunan susut hasil
a. Padi 0,50 0,75 1,00 1,20 1,30 0,95
b. Jagung 0,20 0,25 0,25 0,30 0,30 0,26
c. Kedelai 0,20 0,20 0,20 0,40 0,40 0,28
d. Kacang Tanah 0,10 0,10 0,10 0,15 0,15 0,12
e. Ubi Kayu 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
f. Ubi Jalar 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50 0,50
Sumber: Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan
Tabel 15. Target Kebutuhan Pembiayaan Direktorat Pascapanen Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
2015 2016 2017 2018 2019 2,015 2016 2017 2018 2019
Penanganan Pascapanen TP 891,567 1,273,508 1,658,212 2,045,581 2,254,330
Jumlah Bantuan Sarana
Pascapanen19,660 22,743 25,701 30,020 31,514 810,156 1,153,497 1,497,929 1,854,565 2,042,791
- Padi 5,034 7,537 10,028 12,005 12,969 579,084 888,442 1,212,107 1,486,859 1,646,839
- Jagung 465 610 633 805 840 52,835 75,401 83,349 123,737 140,467
- Kedelai 870 940 1,020 1,915 2,030 47,625 52,193 58,992 85,375 91,152
- Kacang Tanah 1,315 1,360 1,400 2,355 2,415 23,887 27,682 30,662 42,722 45,408
- Ubi Kayu 9,438 9,614 9,812 9,988 10,164 78,807 80,277 81,930 83,400 84,869
- Ubi Jalar 2,538 2,682 2,808 2,952 3,096 27,918 29,502 30,888 32,472 34,056 Bimtek,Pembinaan , Monev
, Database 1 1 1 1 1 81,411 120,011 160,283 191,016 211,539
Unit Alokasi (Juta Rupiah)
Target Alokasi AnggaranIndikator
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
72 | P a g e
4.1.2.6. Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan
Tujuan dari kegiatan ini adalah (1) tersedianya dokumen perencanaan, keuangan, umum
serta evaluasi dan pelaporan; (2) terlaksananya dukungan sarana produksi untuk
Kawasan Perbatasan, Daerah Tertinggal, MP3KI, dan SIPP.
Sasaran strategis kegiatan ini adalah “Terselenggaranya Pelayanan Administrasi dan
Pelayanan Teknis Lainnya Secara Profesional dan Berintegrasi di Lingkungan Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Terlaksananya
Dukungan manajemen perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi dan pelaporan
(Paket); dan (2) Terlaksananya Dukungan Sarana Produksi untuk Kawasan
Perbatasan/Daerah Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit).
Penerapan dan pemantapan prinsip good governance dicirikan antara lain dari
keterbukaan, demokrasi, akuntabel, partisipatif dan bebas korupsi, kolusi dan nepotisme
(KKN). Penerapan dan pemantapan prinsip tersebut dituangkan dalam kegiatan-kegiatan
yang sangat menunjang dalam upaya peningkatan produksi dan produktivitas sub sektor
tanaman pangan sesuai dengan program pengelolaan produksi tanaman pangan antara
lain: operasional untuk pelaksanaan tugas satuan kerja (satker); keuangan,
perlengkapan; kepegawaian; hubungan masyarakat yang dimaksudkan untuk
penyebarluasan informasi, promosi, dan pemasyarakatan tentang keberhasilan program
serta kegiatan pembangunan tanaman pangan kepada publik melalui eksibisi terbuka
untuk umum, lomba dan pemberian penghargaan untuk petani/pelaku agribisnis yang
berprestasi; pengusulan, peninjauan kembali dan sosialisasi peraturan perundang-
undangan; pengembangan data statistik; koordinasi perencanaan program dan
anggaran melalui musyawarah perencanaan pembangunan pertanian tingkat
kabupaten/kota, tingkat provinsi, pusat; umum, monitoring evaluasi dan pelaporan
program dan kegiatan; dan pengawasan pupuk dan pestisida; serta kegiatan khusus
yang dibiayai dari (Pinjaman Hibah Luar Negeri (PHLN).
Dalam rangka melaksanakan kegiatan pembangunan sub sektor tanaman pangan maka
diperlukan petugas/pegawai yang merencanakan, melaksanakan, mengawasi/memonitor,
mengevaluasi jalannya kegiatan pembangunan. Kepada para pegawai/petugas tersebut
akan diberikan gaji/penghasilan sesuai jabatan, pangkat/golongan dan bidang kerjanya
masing-masing. Ruang penggajian disesuaikan dengan Peraturan Pemerintah.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
73 | P a g e
Biaya operasional lainnya seperti, eksploitasi kendaraan roda 4 dan roda 2, pemeliharaan
gedung kantor, pengadaan alat-alat tulis kantor disesuaikan dengan kebutuhan.
4.1.2.7. Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan Penerapan Sistem
Mutu Laboratorium Pengujian Benih
Tujuan kegiatan ini adalah mengembangkan pengujian mutu benih dan penerapan sistem
sertifikasi untuk mendukung sistem perbenihan tanaman pangan dan hortikultura.
Sasaran strategis yang hendak dicapai adalah “Berkembangnya Metode Pengujian Mutu
Benih dan Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih Tanaman Pangan dan
Hortikultura”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKK) yang hendak dicapai adalah: (1) Terlaksananya
Pengembangan metode pengujian mutu benih dan penerapan sistem mutu laboratorium
pengujian benih (Metode); (2) Terlaksananya Laboratorium Yang Menerapkan Sistem
Mutu (Lab); dan (3) Terlaksannya Laboratorium Peserta Uji Profisiensi (Lab).
Kegiatan ini dilakukan untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan, khususnya dibidang perbenihan tanaman pangan, melalui
peningkatan kualitas pelayanan publik, pengembangan metoda pengujian mutu benih
yang aplikatif dan penerapan mutu laboratorium pengujian benih.
4.1.2.8. Pengembangan Peramalan Serangan Organisme Pengganggu
Tumbuhan
Sasaran kegiatan adalah untuk tersedianya informasi dan model peramalan Organisme
Pengganggu Tumbuhan (OPT) sebagai rujukan dalam pengamanan produksi tanaman
pangan dan hortikultura.
Sasaran strategis yang hendak dicapai adalah “Tersedianya Informasi dan Model
Peramalan Organisme Pengganggu Tumbuhan (OPT) Sebagai Rujukan dalam
Pengamanan Produksi Tanaman Pangan dan Hortikultura”.
Indikator Kinerja Kegiatan (IKU) yang hendak dicapai adalah (1) Terlaksannya
Penerapan dan pengembangan peramalan OPT (Provinsi), (2) Terlaksannya Informasi
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
74 | P a g e
Peramalan Serangan OPT (Informasi), dan (3) Terlaksannya Teknologi Pengamatan,
Peramalan dan pengendalian OPT (Model).
Kegiatan ini untuk mendukung secara teknis pelaksanaan program Direktorat Jenderal
Tanaman Pangan yang berhubungan dengan pengembangan perlindungan tanaman,
khususnya tanaman pangan antara lain :
a. Peningkatan kualitas pelayanan publik,
b. pengembangan perlindungan tanaman,
c. pengamatan, peramalan OPT dan perubahan iklim,
d. penguatan kelembagaan jaringan PHP/LAH,
e. penguatan teknologi pengamatan, peramalan dan pengendalian OPT,
f. peningkatan kemampuan SDM.
4.2. Kerangka Pendanaan
Dalam menjalankan pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan
dibutuhkan pendanaan yang sangat besar. Sumber pendanaan selain berasal dari APBN,
juga dari sumber pendanaan lain diantaranya Pemerintah Daerah melalui APBD
provinsi/kabupaten, keterlibatan swasta/BUMN/BUMD, investasi dalam negeri dan
investasi asing, perbankan (skim kredit dan Kredit komersial), pinjaman/hibah luar negeri,
serta dari swadaya masyarakat. Dukungan dana dari berbagai sumber tersebut,
diperlukan guna memperluas cakupan kegiatan-kegiatan dalam program tersebut.
Sumber anggaran yang tersedia dari APBN tidak hanya mengandalkan dari dana yang
disediakan oleh Eselon I lingkup Kementerian Pertanian saja, tetapi harus menggali dan
disinkronkan dengan sumber pendanaan APBN dari Kementerian dan lembaga lain
seperti Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi,
Kementerian Kehutanan, Kementerian Koperasi Usaha Kecil dan Menengah,
Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan dan Lembaga terkait lainnya.
Pemanfaatan anggaran yang berasal dari APBD provinsi maupun kabupaten/kota juga
tidak hanya mengandalkan anggaran yang dialokasikan untuk sektor pertanian (sub
sektor tanaman pangan) saja, tetapi harus menggali dan disinergikan dengan sumber
pembiayaan dari instansi dan lembaga terkait lain yang ada di daerah. Terlebih lagi pada
era otonomi daerah saat ini. Sumber-sumber pembiayaan pembangunan sebagian besar
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
75 | P a g e
telah dialokasikan ke daerah baik melalui Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Alokasi
Khusus (DAK), Dana Perimbangan maupun Pendapatan Asli Daerah (PAD).
Sumber pendanaan lain yang perlu digali dan disinergikan dalam mendukung program
pembangunan adalah dana yang berasal dari swasta dan lembaga keuangan/perkreditan
termasuk swadaya petani. Sumber pendanaan ini memiliki potensi yang sangat besar
untuk mendukung pelaksanaan pembangunan. Oleh sebab itu Pemerintah Daerah harus
mampu menggali dan memanfaakan sumber dana tersebut untuk mendukung
pelaksanaan pembangunan seoptimal mungkin. Sumber pendanaan yang tersedia pada
lembaga keuangan/perkreditan seperti KKP, KUK, KIK, kredit koperasi, micro finance,
dan skim kredit lainnya dapat memfasilitasi agar para petani/kelompok tani dapat dengan
mudah mengakses dan memanfaatkan sumber pendanaan tersebut. Disamping itu,
sumber pendanaan pembangunan lainnya yang cukup potensial adalah yang berasal dari
swasta dalam bentuk kerjasama kemitraan atau sistem avalis.
APBN tahun 2015 bersifat baseline budget karena disusun pada masa pemerintahan
lama (Kabinet Indonesia Bersatu II) untuk dilaksanakan oleh pemerintahan baru (Kabinet
Kerja). Baseline budget berarti bahwa pengalokasian anggaran hanya memperhitungkan
kebutuhan pokok penyelenggaraan pemerintahan dan pelayanan kepada masyarakat
sehingga menyediakan ruang gerak bagi pemerintahan baru untuk melaksanakan
program/kegiatan sesuai platform, visi, dan misi yang direncanakan.
Tahun 2015 merupakan tahun pertama bagi pelaksanaan visi, misi, dan agenda prioritas
Presiden Joko Widodo. Pemerintahan baru telah menyusun Kabinet Kerja dan menyusun
sasaran serta prioritas pembangunan yang tertuang dalam konsep Nawacita dan Trisakti.
Trisakti merupakan visi Presiden yang meliputi: (1) berdaulat secara politik; (2) mandiri
dalam ekonomi; dan (3) berkepribadian dalam budaya. Sementara itu, Nawacita
merupakan agenda prioritas dalam mewujudkan visi Presiden. Sembilan agenda prioritas
dalam Nawacita adalah: (1) Melindungi segenap bangsa dan memberikan rasa aman
pada seluruh warga negara; (2) Membangun tata kelola Pemerintahan yang bersih,
efektif, demokratis, dan terpercaya; (3) Membangun Indonesia dari pinggiran dengan
memperkuat daerah-daerah dan desa dalam kerangka Negara Kesatuan; (4) Melakukan
reformasi sistem dan penegakan hukum yang bebas korupsi, bermartabat, dan
terpercaya; (5) Meningkatkan kualitas hidup manusia Indonesia; (6) Meningkatkan
produktivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional; (7) Mewujudkan kemandirian
ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor strategis ekonomi domestik; (8) Melakukan
revolusi karakter bangsa; dan (9) Memperteguh Ke-Bhinneka-an dan memperkuat
restorasi sosial Indonesia.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
76 | P a g e
Agenda prioritas dalam Nawacita ini yang terkait dengan sektor pertanian adalah agenda
7 (tujuh) yaitu Mewujudkan kemandirian ekonomi dengan menggerakkan sektor-sektor
strategis ekonomi domestik. Tahun 2015, Pemerintah melakukan penghematan subsidi
BBM, penghematan belanja perjalanan dinas dan paket meeting/konsinyering untuk
kemudian dilakukan refocusing untuk kegiatan prioritas nasional yang produktif pada
masing-masing Kementerian Negara/Lembaga (K/L).
Target pembangunan dan kebutuhan pendanaan pembangunan sub sektor tanaman
pangan yang akan dilaksanakan Direktorat Jenderal Tanaman Pangan Tahun 2015 –
2019 sebesar Rp 36,437 triliun. Besaran anggaran ini hanya yang berasal dari
pendanaan APBN khusus Bagian Anggaran 018 (tidak termasuk subsidi, DAK atau
sumber pendanaan lainnya di luar BA 018).
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
77 | P a g e
Tabel 16. Target Pembangunan Tanaman Pangan dan Kebutuhan Pembiayaan APBN Tahun 2015-2019
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
018 06 Program Peningkatan Produksi, Produktivitas Dan
Mutu Hasil Tanaman Pangan
1. Tercapainya Produktivitas Padi, Jagung, dan
Kedelai 6.654.416,1 6.543.153,0 7.696.964,3 7.826.941,8 7.715.739,2 36.437.214,3
2. Terlaksananya Penggunaan Benih Unggul
Bersertifikat Padi, Jagung dan Kedelai
3. Terlaksananya Luas Areal Tanaman Pangan
Aman dari Gangguan OPT dan DPI
018 06 1761 Pengelolaan Produksi Tanaman Aneka Kacang dan Umbi 765.570,6 799.925,3 828.764,0 868.925,5 906.467,0 4.169.652,4
001 Penerapan PTT Kedelai (Ha) 500.000 500.000 500.000 500.000 500.000 695.421,0 726.785,9 752.987,8 789.477,2 823.586,2 3.788.258,1
002 Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya
Ubi Kayu (GAP) (Ha) 9.950 9.950 9.950 9.950 9.950 29.850,0 31.196,3 32.321,0 33.887,3 35.351,4 162.606,0
003 Terlaksananya pembinaan dan pengawalan
(Paket) 1 1 1 1 1 40.133,0 41.943,1 43.455,2 45.561,0 47.529,4 218.621,7
018 06 1761 Tambahan bantuan budidaya kedelai
84,000 Ha
84.000 166,60 - - - - 166,60
018 06 1761 Pengadaan saprodi kedelai 500 ribu Ha - - - - - -
018 06 1762 Pengelolaan Produksi Tanaman Serelia 1.236.305,8 1.299.009,3 1.345.840,6 1.411.060,6 1.472.024,8 6.764.241,1
001 Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya
Padi (GAP) (Ha) 350.000 350.000 350.000 350.000 350.000 1.058.500,0 1.113.184,1 1.153.316,2 1.209.206,3 1.261.449,5 5.795.656,1
002 Penyaluran Bantuan Pengembangan Budidaya
Jagung (GAP) (Ha) 35.000 35.000 35.000 35.000 35.000 72.975,0 76.266,3 79.015,8 82.845,0 86.424,3 397.526,4
003 Terlaksananya pembinaan dan pengawalan
(Paket) 1 1 1 1 1 104.830,8 109.558,9 113.508,6 119.009,3 124.151,0 571.058,6
018 06 1763 Pengelolaan Sistem Penyediaan Benih Tanaman Pangan 3.697.000,2 3.821.819,0 4.871.049,1 4.857.582,7 4.618.090,3 21.865.541,1
001 Pengawasan dan Sertifikasi Benih (Balai) 32 32 32 32 32 95.800,0 93.176,7 90.063,4 87.926,3 91.725,1 458.691,5
002 Terlaksananya pembinaan dan pengawalan
(Paket) 1 1 1 1 1 39.155,0 37.263,1 38.606,5 40.477,4 42.226,2 197.728,2
018 06 1763 Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas Dan Mutu Hasil Tanaman
Pangan
Nirbudget - - - - -
018 06 1763 Pengembangan Model Kawasan Mandiri
Benih Padi, Jagung, dan
Kedelai/Pemberdayaan Penangkar
31.879 63.758 63.758 79.699 79.699 148.550,00 237.500,00 237.500,00 296.880,00 296.880,00 1.217.310,00
018 06 1763 Pengadaan dan penyaluran benih
bersubsidi (padi, jagung, kedelai)
431.312,50 - - - - 431.312,50
018 06 1763 Pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi (padi, jagung)
509.765,00 - - - - 509.765,00
018 06 1763 Pengadaan dan penyaluran pupuk
bersubsidi (padi, jagung)
184.134,00 - - - - 184.134,00
018 06 1763 Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas Dan Mutu Hasil Tanaman
Pangan/Pemberdayaan Penangkar
49.516,67 79,17 79,17 98,96 98,96 405,77
018 06 1763 Penyaluran Bantuan Pengembangan
Budidaya Padi, Jagung dan Kedelai (GAP)
Include di C.1.2
2.238.767,00 3.453.800,00 4.504.800,00 4.432.200,00 4.187.160,00 10.177,82
Meningkatnya Perluasan
Penerapan Budidaya
Tanaman Aneka Kacang
dan Umbi Yang Tepat dan
Berkelanjutan untuk
Peningkatan Produksi
Melalui Peningkatan
Produktivitas per Satuan
Luas
Meningkatnya Perluasan
Penerapan Budidaya
Tanaman Serealia yang
Tepat untuk Peningkatan
Produksi Melalui
Peningkatan Produktivitas
Terselenggaranya Sistem
Pembinaan Lembaga
Perbenihan Tanaman
Pangan Yang Efisien di
Lokasi Penerapan
Budidaya Tanaman
Pangan Yang Tepat
TARGET ALOKASI (Juta Rupiah)
Total 2015-2019PRAKIRAAN MAJU PRAKIRAAN MAJUUraian IKU / IKK
Meningkatkan produksi
tanaman pangan: Padi,
Jagung, Kedelai
KL Prog Keg Program/Kegiatan Sasaran
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
78 | P a g e
2015 2016 2017 2018 2019 2015 2016 2017 2018 2019
018 06 1764 Penguatan Perlindungan Tanaman Pangan Dari
Gangguan OPT dan DPI 192.288,1 200.960,6 208.205,6 218.295,3 227.726,7 1.047.476,3
001 Penerapan PHT dan DPI serta Pengamatan,
Peramalan dan Pengendalian OPT (ha) 23.596 23.596 23.596 23.596 23.596 65.147,0 68.085,2 70.539,8 73.958,2 77.153,5 354.883,7
002 Terlaksananya pembinaan dan pengawalan
(Paket) 1 1 1 1 1 127.141,1 132.875,4 137.665,8 144.337,1 150.573,1 692.592,5
018 06 1765 Penanganan Pasca Panen Tanaman Pangan 216.383,4 226.142,7 240.768,0 252.435,4 263.341,8 1.199.071,3
001 Jumlah Bantuan Sarana Pasca Panen tanaman
pangan (unit) 2.156 2.156 2.156 2.156 2.156 187.235,2 195.679,8 209.206,9 219.345,2 228.821,9 1.040.289,0
002 Terlaksananya pembinaan dan pengawalan
(Paket) 1 1 1 1 1 29.148,2 30.462,9 31.561,1 33.090,2 34.519,8 158.782,2
018 06 1766 Dukungan Manajemen dan Teknis Lainnya pada Ditjen
Tanaman Pangan 525.629,1 173.099,3 179.339,8 194.531,5 202.936,1 1.275.535,8
001 Terlaksananya Dukungan manajemen
perencanaan, keuangan, umum serta evaluasi
dan pelaporan (Paket) 1 1 1 1 1 160.629,1 167.873,8 173.925,9 188.855,2 197.014,6 888.298,6
018 06 Roadmap peningkatan produksi pertanian 360.000,00 - - - - 360.000,00
018 06 Program Peningkatan Produksi,
Produktivitas Dan Mutu Hasil Tanaman
Pangan
Nirbudget - - - - -
002 Terlaksananya Dukungan Sarana Produksi untuk
Kawasan Perbatasan/Daerah
Tertinggal/MP3KI/SIPP (Unit) 20 20 20 20 20 5.000,0 5.225,5 5.413,9 5.676,3 5.921,5 27.237,2
018 06 1767 Pengembangan Metode Pengujian Mutu Benih dan
Penerapan Sistem Mutu Laboratorium Pengujian Benih 7.879,9 8.235,3 8.532,3 8.945,2 9.331,7 42.924,4
001 Terlaksannya Pengembangan metode pengujian
mutu benih dan penerapan sistem mutu
laboratorium pengujian benih (Metode) 10 10 10 10 10 6.846,6 7.155,4 7.413,4 3.228,5 3.368,0 28.011,9
002 Terlaksannya Laboratorium Yang Menerapkan
Sistem Mutu (Lab) 8 8 8 8 8 416,2 435,0 450,7 472,5 492,9 2.267,3
003 Terlaksannya Laboratorium Peserta Uji
Profisiensi (Lab) 35 35 35 35 35 617,1 644,9 668,2 5.244,2 5.470,8 12.645,2
018 06 1768 Pengembangan Peramalan Serangan Organisme
Pengganggu Tumbuhan 13.359,0 13.961,5 14.464,9 15.165,6 15.820,8 72.771,8
001 Terlaksannya Penerapan dan pengembangan
peramalan OPT (Provinsi) 24 24 24 24 24 615,5 643,3 666,5 690,2 720,0 3.335,5
002 Terlaksannya Informasi Peramalan Serangan
OPT (Informasi) 48 48 48 48 48 11.614,0 12.137,8 12.575,4 13.208,3 13.779,0 63.314,5
003 Terlaksannya Teknologi Pengamatan, Peramalan
dan pengendalian OPT (Model) 12 12 12 12 12 1.129,5 1.180,4 1.223,0 1.267,1 1.321,8 6.121,8
Uraian IKKKL Prog Keg Program/Kegiatan Sasaran
TARGET ALOKASI (Juta Rupiah)
Total 2015-2019PRAKIRAAN MAJU PRAKIRAAN MAJU
Mengamankan Produksi
Tanaman Pangan dari
Serangan OPT dan Terkena
DPI
Penurunan Susut Hasil
Tanaman Pangan
Terselenggaranya
Pelayanan Administrasi
dan Pelayanan Teknis
Lainnya Secara
Profesional dan
Berintegrasi di
Lingkungan Direktorat
Jenderal Tanaman Pangan
Berkembangnya Metode
Pengujian Mutu Benih dan
Penerapan Sistem Mutu
Laboratorium Pengujian
Benih Tanaman Pangan
dan Hortikultura
Tersedianya Informasi
dan Model Peramalan
Organisme Pengganggu
Tumbuhan (OPT) Sebagai
Rujukan dalam
Pengamanan Produksi
Tanaman Pangan dan
Hortikultura
Sumber: Matriks Pembangunan Jangka Menengah Kementerian Pertanian + Quick Wins tanggal 10 Desember 2014
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
79 | P a g e
BAB V
DUKUNGAN KEMENTERIAN/LEMBAGA DALAM
PEMBANGUNAN SUB SEKTOR TANAMAN PANGAN
Dalam rangka mendukung implementasi strategi pembangunan sub sektor
tanaman pangan, Pemerintah Pusat dan Pemda Provinsi/Kabupaten/Kota perlu
memberikan dukungan kebijakan yang mampu mendorong serta melindungi pelaku
usaha di dalam kawasan untuk mengembangkan usahanya. Secara garis besar
kebijakan pendukung tersebut meliputi kemudahan izin usaha, kemudahan akses
permodalan dengan bunga rendah, pembinaan penerapan standar mutu, insentif
pajak, prioritas pengembangan infrastruktur, pembatasan impor komoditas sejenis,
insentif ekspor, insentif harga dan jaminan pasar, fasilitasi bagi pelaku usaha kecil,
asuransi risiko usaha, pengawasan peredaran sarana produksi yang dibutuhkan
(benih, pupuk) dan sebagainya.
5.1. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian
Dalam pelaksanaanya banyak permasalahan dan tantangan yang dihadapi, yang tidak
semuanya dapat diselesaikan dibawah kewenangan Kementerian Pertanian,
khususnya Direktorat Jenderal Tanaman Pangan. Untuk itulah diperlukan dukungan
dari Instansi terkait lingkup Kementerian Pertanian seperti pada Tabel 35 di bawah ini.
Tabel 17. Dukungan Instansi Terkait Lingkup Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pengembangan Kawasan Sub Sektor Tanaman Pangan
NO. INSTANSI TERKAIT DUKUNGAN
1
Direktorat
Jenderal
Prasarana dan
Sarana Pertanian
Perbaikan dan penyediaan infrastruktur pertanian (pengembangan
jaringan irigasi pertanian dan jalan usaha tani).
Pemberian bantuan prasarana olah tanah (traktor)
Penyediaan sarana irigasi (pompa/pipanisasi, embung/reservoar air)
Penyediaan Pupuk Organik atau Alat Pengolah Pupuk Organik (APPO)
dan fasilitasi RPPO
2
Sekretariat
Jenderal
Kementerian
Pertanian
Subsidi bunga modal investasi
Penjaminan kredit pertanian
Melakukan koordinasi dan penyiapan kebijakan, rencana dan
program pembangunan pertanian
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
80 | P a g e
Koordinasi dan penyusunan anggaran pembangunan pertanian
Pelaksanaan reformasi birokrasi
Pelaksanaan penyusunan regulasi, bantuan hukum, informasi publik
Pelaksanaan koordinasi hubungan masyarakat dan antar lembaga
dan protokuler.
3.
Direktorat
Jenderal
Perkebunan
Penyediaan lahan pertanian di areal perkebunan untuk
dimanfaatkan bagi pertanaman tanaman pangan, baik sebagai
tanaman tumpang sari atau tanaman monokultur sementara
memanfaatkan areal kebun yang kosong.
4.
Direktorat
Jenderal
Peternakan dan
Kesehatan Hewan
Penyediaan ternak pada areal tanaman pangan, sehingga limbah
dari komoditi tanaman pangan bisa dimanfaatkan untuk pakan
ternak
5.
Direktorat
Jenderal
Pengolahan dan
Pemasaran Hasil
Pertanian
Pemberian bantuan RMU dan peralatan pengolahan hasil komoditas
tanaman pangan
Pengolahan hasil produksi, upaya pengembangan usaha agribisnis di
lokasi tanaman pangan
Pemasaran hasil pertanian, yaitu dengan menyediakan informasi
pasar atau penyediaan terminal agribisnis
6.
Badan Penelitian
dan
Pengembangan
Pertanian
Sosialisasi Varietas tanaman pangan yang baru
Rekomendasi spesifik lokasi
Perbanyakan dan penyediaan Benih Sumber
Pendampingan Pengelolaan Teknologi Terpadu termasuk
penyediaan teknologi spesifik lokasi dan kalender tanam
Model Pengelolaan Kawasan.
7.
Badan Penyuluhan
dan
Pengembangan
Sumber Daya
Manusia Pertanian
Pengembangan sumberdaya manusia melalui pelatihan bagi petugas
pendamping dan kelompok tani (GAP, GHP dsbnya)
Penyuluhan
Pengawalan.
8. Badan Ketahanan
Pangan
Pengembangan ketersedian pangan
Penanggulangan kerawanan pangan, distribusi pangan dan cadangan
pangan nasional
Pemantapan pola konsumsi dan penganekaragaman pangan
Pengawasan keamanan pangan.
9. Badan karantina
Pertanian
Kebijakan perkarantinaan, terutama untuk produk atau benih
tanaman pangan impor.
Melakukan pengawasan keamanan pangan.
10. Pusat Kerjasama
Luar Negeri
Pelaksanaan kerjasama bilateral, regional, multilateral di bidang sub
sektor tanaman pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
81 | P a g e
Pelaksanaan urusan atase pertanian.
11.
Pusat Data dan
Informasi
Pertanian
Penyediaan sistem informasi pertanian, dan penyediaan data
informasi pertanian serta data dukung lainnya yang diperlukan.
12.
Pusat Sosial
Ekonomi dan
Kebijakan
Pertanian
Pelaksanaan analisis sosial ekonomi dan kebijakan pertanian,
khususnya untuk komoditas tanaman pangan
13. Inspektorat
Jenderal
Pembinaan dan pengendalian pelaksanaan kegiayan pembangunan
sub sektor tanaman pangan
5.2. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian
Selain dukungan yang berasal dari instansi lingkup Kementerian Pertanian, sub sektor
tanaman pangan juga memerlukan dukungan dari Kementerian/Lembaga lainnya sperti
pada Tabel 36 berikut ini.
Tabel 18. Dukungan Instansi di Luar Kementerian Pertanian Yang Diperlukan Untuk Pembangunan Sub Sektor Tanaman Pangan
NO. K/L TERKAIT DUKUNGAN
1 Pemerintah
Daerah
Penerbitan Peraturan Daerah, termasuk diantaranya peraturan
terkait RTRW.
Jaminan ketersediaan dan status lahan untuk investasi pangan,
pengembangan padang penggembalaan dan hijauan makanan
ternak
Peningkatan kualitas penyelenggaraan penyuluh pertanian oleh
Pemprov; Kabupaten/Kota
Pembinaan pengembangan kawasan pertanian
Penerapan Standar Pelayanan Minimal (SPM) Bidang Ketahanan
Pangan
2 Kementerian
Dalam Negeri
Kebijakan pengawasan penetapan Peraturan Daerah terutama
terhadap retribusi daerah yang menekan harga dan daya saing
produk pertanian,
Mendorong penerbitan Perda menindak lanjuti UU No. 41/2009
tentang Perlindungan Lahan Pertanian Pangan Berkelanjutan dan 4
PP turunannya
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
82 | P a g e
Kebijakan yang mendorong pemanfaatan dana desa ke arah
pengembangan potensi desa di sektor pertanian dan industri di
pedesaan berbahan baku hasil pertanian
Mengkoordinasikan program yang didanai dari Dana Dekonsentrasi
dan Tugas Pembantuan (APBN) dengan program yang didanai APBD.
3
Kementerian
Pekerjaan Umum
dan Perumahan
Rakyat
Revitalisasi infrastruktur jaringan jalan produksi , irigasi primer dan
sekunder di wilayah sentra produksi
Revitalisasi kelembagaan pengelola air/mantri air, waduk dan
embung besar di daerah rawan air
Pengawasan penetapan Rencana Tata Ruang dan Wilayah dan tata
guna lahan pertanian.
4 Kementerian
Kehutanan dan
Lingkungan Hidup
Dukungan kebijakan konservasi hutan lindung dan DAS untuk
menjamin ketersediaan air irigasi serta menekan degradasi lahan
dan air pertanian
Peningkatan produksi komoditas pertanian melalui tumpangsari
(terutama kedelai dan tebu) di Hutan Produksi Konversi dan hutan
kemasyarakatan
Pemeliharaan plasma nutfah pertanian in-situ
Rehabilitasi lahan pertanian terlantar yang belum digunakan serta
kemudahan pelepasan kawasan budidaya yang diperuntukan untuk
perluasan areal pertanian
Jaminan ketersediaan dan status lahan utk pemanfaatan
pengembangan padang penggembalaan dan hijauan ternak
Menetapkan lahan yang siap untuk dikonversi menjadi lahan
pertanian.
5
Kementerian
Agraria dan Tata
Ruang
Kebijakan mencegah dan menekan laju konversi lahan pertanian ke
non pertanian
Penetapan status penguasaan lahan serta perwujudan dan
perlindungan lahan pertanian yang berkelanjutan, diantaranya
melalui penataan administrasi pertanahan untuk mempermudah
sertifikasi lahan bagi petani.
Dukungan perluasan lahan bagi pengembangan kawasan pertanian
dan redistribusi lahan terlantar
Jaminan ketersediaan dan status lahan utk pengembangan padang
penggembalaan dan hijauan ternak
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
83 | P a g e
6 Kementerian
Keuangan
Penyediaan dana untuk tenaga lapangan; penyuluh pertanian;
pengawas benih; petugas karantina pertanian dan tenaga fungsional
lainnya.
Pengembangan Lembaga Pembiayaan Pertanian (Skim Khusus
Pembiayaan Pertanian)
Keterpaduan pemeriksaan produk pertanian di Bandara dan Pelabuhan (Bea Cukai dan Karantina Pertanian)
Mendorong dan menjaga stabilitas harga melalui kebijakan fiskal
yang tepat.
7 Kementerian Negara BUMN
Dukungan bagi pengembangan sentra produksi oleh BUMN
Pembinaan terhadap BUMN produsen pupuk dan benih menjadi
lebih profesional dan efisien
Revitalisasi Pabrik Gula
8 Kementerian
Perdagangan
Kebijakan penataan kerjasama pemasaran internasional di negara
tujuan ekspor
Pengaturan pajak dan prosedur ekspor dan impor untuk mendukung
peningkatan harga produk segar dan olahan yang berorientasi
ekspor
Perlindungan harga bagi produk substitusi impor yang telah mampu
dihasilkan masyarakat petani
Fasilitasi pergudangan di tingkat desa dan resi gudang sebagai
sarana stok manajemen
Penataan struktur pasar dalam negeri yang masih menekan nilai jual
produk di tingkat usahatani.
Kebijakan penetapan aturan non tariff komoditas pertanian impor.
Pengawasan terhadap penerapan izin distribusi dan peredaran/
penggunaan pupuk an-organik, pestisida dan alat mesin pertanian.
Menjamin efisiensi distribusi pangan dan sarana produksi.
Mengantisipasi gejolak harga pangan menjelang panen raya, musim
kemarau dan hari-hari besar.
Pengawasan terhadap perdagangan illegal.
Penyebaran informasi perkembangan harga harian komoditas sub-
sektor tanaman pangan di tingkat usaha tani dan pusat-pusat
pemasaran serta pengawasan distribusi pupuk dan pestisida.
9 Kemeterian
Perindustrian
Kebijakan pengembangan kompetensi inti industri nasional dan
daerah yang memproduksi barang modal dan sarana produksi yang
mendukung produksi primer dan olahan komoditas pertanian, serta
yang memproduksi sarana produksi pascapanen.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
84 | P a g e
Revitalisasi Infrastruktur Pabrik Gula
10 Kementerian
Perhubungan
Adanya ketersediaan kapasitas, tarif dan kelancaran arus
transportasi perdagangan sarana produksi dan komoditas pertanian baik di tingkat lokal, antar pulau maupun internasional
Penyebaran informasi perkembangan harga harian komoditas
pertanian di tingkat usahatani dan pusat-pusat pemasaran
Perbaikan moda transportasi dan distribusi ternak berupa kereta,
kapal dan prasarana pelabuhan.
Meningkatkan kapasitas dan kualitas pelayanan sarana perhubungan
untuk kelancaran arus transportasi perdagangan sarana produksi
dan komoditas sub-sektor tanaman pangan dari dan ke sentra
produksi.
Pengaturan rasionalisasi tarif angkutan komoditas pertanian
khususnya sub-sektor tanaman pangan di tingkat lokal, antar pulau
maupun internasional.
11 Kementerian Kelautan dan Perikanan
Kebijakan untuk pelestarian sumberdaya air darat (danau dan situ)
untuk menjamin ketersediaan air pertanian melalui pengembangan
usaha budidaya perikanan
Pengembangan integrasi budidaya perikanan tumpang sari/mina
padi untuk meningkatkan pendapatan petani dan perlindungan
tanaman melalui pengendalian musuh alami oleh ikan
12 Kementerian Ketenagakerjaan
Kebijakan pengembangan wilayah transmigrasi menjadi kawasan
agropolitan
Peningkatan kapasitas dan perlindungan tenaga kerja pertanian
yang akan menjadi buruh migran
Kebijakan peningkatan keterampilan transmigran dan calon
transmigran di bidang pertanian.
Peningkatan kompotensi tenaga kerja yang berpotensi di bidang
pertanian, seperti tenaga penyuluh, pengamat hama, mantri tani,
pengawas benih, penangkar benih.
13
Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral
Kebijakan makro arah pengembangan energi terbarukan
Pengembangan energi terbarukan (mikro hidro, surya, angin dan
panas bumi) yang tersedia di daerah terpencil dan di sentra produksi
untuk mendukung efisiensi proses produksi pertanian
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
85 | P a g e
14
Kementerian Koperasi dan UMKM
Kebijakan penataan dan pengembangan kelembagaan usahatani
menjadi kelembagaan koperasi yang berbasis pada usaha
pengolahan, perdagangan maupun penyediaan aneka jasa, terutama
permodalan usaha yang dibutuhkan untuk produksi pertanian
Fasilitasi dan peningkatan aksesibilitas pembiayaan yang dibutuhkan
usaha kecil dan menengah yang berbasis usaha produksi dan
pengolahan hasil pertanian.
15 Kementerian
Agama
Kebijakan untuk memasyarakatkan program percontohan
pembangunan pertanian melalui pengabdian masyarakat oleh
pemuka agama
16
Kementerian Kebudayaan dan
Pendidikan Dasar
dan Menengah
Kebijakan untuk mendidik anak usia sekolah dini untuk mengenal
dan mencintai lingkungan hidup dan kebanggaan terhadap profesi
petani dan produk pertanian dalam negeri
Pembinan SMK pertanian menjadi sekolah unggulan pencetak
tenaga kerja terampil di bidang teknologi dan budidaya pertanian
Pendidikan diversifikasi pangan dengan mengkonsumsi bahan
pangan lokal
17 Kementerian
Kesehatan
Kebijakan membina dan melindungi petani/peternak dan
masyarakat melalui proses produksi bersih dan pemeliharaan
keamanan lingkungan dari penyakit zoonosis
Sosialisasi Pola Pangan Harapan yang mendukung diversifikasi
konsumsi pangan serta pengawasan produk pertanian yang tidak
halal
18 Badan Koordinasi
Penanaman Modal
Kebijakan untuk penyediaan informasi investasi komoditas dan
daerah sentra dan pengembangan produksi pertanian bagi
penanaman modal langsung industri primer dan olahan produk
pertanian
19 Kementerian Luar
Negeri
Kebijakan untuk mengoptimalkan peran KBRI sebagai ujung tombak
market intelligence pemasaran produk pertanian di pasar
internasional serta promosi, diplomasi dan kerja sama perdagangan
produk pertanian dengan negara tujuan ekspor.
20 Perum Bulog
Kebijakan yang mendorong stabilisasi harga komoditas pangan
strategis
Pemberdayaan usaha kelompok tani yang mampu bekerja sama
langsung dalam pemasaran produk pertanian yang dihasilkannya.
Optimalisasi sistem pergudangan untuk komoditi strategis lainnya
selain beras dalam rangka menjaga stablitas harga
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
86 | P a g e
Pembinaan sistem logistik ketahanan pangan di tingkat desa
Kebijakan penyerapan hasil panen petani (terutama gabah di saat
panen raya) secara maksimal.
Menyiapkan cadangan pangan yang cukup
Stabilisasi harga pangan pada tingkatan harga yang wajar bagi petani
produsen dan masyarakat konsumen.
Memberdayakan usaha kelompok tani yang mampu bekerja sama
langsung dalam pemasaran produk pertanian yang dihasilkannya.
21 LIPI dan BPPT
Kebijakan untuk pembinaan peningkatan kapasitas lembaga dan
sumberdaya peneliti untuk menghasilkan penelitian rintisan maupun
terapan yang mendorong daya saing komoditas
Melindungi dan memasyarakatkan hasil penelitian unggulan tepat
guna yang dibutuhkan masyarakat dan petani
Kebijakan untuk mengembangkan kerja sama dan pemanfaatan hasil
penelitian dengan lembaga penelitian, perguruan tinggi maupun
industri
22 Perbankan
Pengembangan yang lebih ekspansif dalam pembiayaan pertanian
Merumuskan skim pmbiayaan alternatif yang sesuai dengan
karakteristik pertanian
Kebijakan perbankan yang lebih propertanian
23 Perguruan Tinggi
Pengembangan jurusan dan strata pendidikan yang menyiapkan
mahasiswa untuk menjadi pelopor pembangunan pertanian
perdesaan
Peningkatan pembinaan dan pendampingan daerah melalui
pengabdian masyarakat serta meningkatkan peran Perguruan Tinggi
dalam penelitian, pengembangan dan penerapan teknologi
pertanian.
Meningkatkan penelitian untuk pengembangan pertanian dan
mendiseminasikan hasil penelitian.
24
Kementerian
Pemberdayaan
Aparatur Negara
dan Reformasi
Birokrasi
Penambahan tenaga lapangan POPT-PHP, Penyuluh Pertanian,
medis dan paramedis kesehatan hewan, Pengawas Benih dan
petugas Karantina Pertanian
25
Kementerian
Pariwisata dan
Ekonomi Kreatif Mendorong dan membina agrowisata dan industri kreatif berbahan
baku pertanian
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
87 | P a g e
26
Kementerian
Pembangunan
Desa Tertinggal
dan Transmigrasi
Mengkoordinasikan dan menyediakan informasi terkait kebijakan, program dan kegiatan yang dilaksanakan sektor di wilayah daerah tertinggal.
27 Kemenko
Perekonomian
Kebijakan makro untuk sektor pertanian seperti subsidi benih, bunga kredit, penjaminan, perpajakan, investasi serta kebijakan lain yang berpihak kepada petani.
Koordinator lintas kementerian/lembaga mendukung ketahanan
pangan nasional
28
Kementerian Riset
dan Teknologi dan
Pendidikan Tinggi
Mengkoordinasikan teknologi untuk mempertajam prioritas penelitian, memperkuat kapasitas kelembagaan, menciptakan iklim inovasi, dan membentuk sumberdaya manusia yang handal dan pengembangan pertanian.
29
Badan
Meteorologi,
Klimatologi dan
Geofisika (BMKG)
Kebijakan untuk menata jaringan dan melayani penyediaan informasi prakiraan perubahan dan anomali iklim serta bencana alam yang berpotensi mengancam produksi dan keselamatan masyarakat petani.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
88 | P a g e
BAB VI
PENUTUP
Sebagai bagian dari perencanaan pembangunan pertanian, tujuan dan sasaran
pembangunan pertanian sub sektor tanaman pangan tahun 2015-2019 akan
diwujudkan melalui pencapaian sasaran strategis pembangunan pertanian 2015-2019
yaitu (1) Meningkatnya ketahanan pangan dengan penyediaan bahan pangan pokok
diantaranya padi, jagung dan kedelai; (2) meningkatnya ekspor dan subsitusi impor
produk pertanian; (3) meningkatnya ketersediaan bahan baku bio-industri dan bio-
energi; serta (4) meningkatnya kesejahteraan petani. Sasaran yang menjadi acuan
bagi pemerintah pusat, daerah di provinsi/kabupaten/kota serta semua stakeholder
untuk menetapkan sasaran produksi dan produktivitas komoditas tanaman pangan
sesuai dengan potensi dan kondisi di lapangan.
Keberhasilan pencapaian sasaran yang telah ditetapkan ini tentu saja sangat
tergantung pada kerjasama semua pelaku pembangunan pertanian, baik di tingkat
pusat maupun daerah.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan ini merupakan acuan semua
pihak terkait dalam melaksanakan program dan kegiatan pembangunan tanaman
pangan untuk terwujudnya ketahanan pangan nasional, meningkatnya kesejahteraan
petani dan juga masyarakat.
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
89 | P a g e
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
90 | P a g e
Lampiran 1.1.
1 Aceh 421.327 407.236 49,84 2.029.503
2 Sumatera Utara 759.485 734.085 51,70 3.794.985
3 Sumatera Barat 533.800 515.948 50,16 2.588.013
4 R i a u 115.571 111.706 38,70 432.320
5 Kepulauan Riau 400 387 36,49 1.411
6 J a m b i 171.065 165.344 46,07 761.666
7 Sumatera Selatan 871.843 842.686 45,65 3.846.479
8 Kep. Babel 11.348 10.968 31,99 35.090
9 Bengkulu 168.502 162.867 42,25 688.140
10 Lampung 678.017 655.342 51,22 3.356.775
11 DKI Jakarta 1.705 1.648 56,21 9.262
12 Jawa Barat 2.087.492 2.017.680 59,02 11.908.316
13 Banten 406.843 393.237 53,07 2.086.911
14 Jawa Tengah 2.011.537 1.944.265 52,21 10.150.952
15 DI Yogyakarta 165.635 160.096 57,12 914.484
16 Jawa Timur 2.158.511 2.086.324 59,76 12.467.264
17 B a l i 151.177 146.121 60,36 882.000
18 NTB 473.016 457.197 50,23 2.296.703
19 NTT 256.895 248.303 33,52 832.228
20 Kalimantan Barat 509.516 492.476 31,78 1.564.967
21 Kalimantan Tengah 258.636 249.986 34,70 867.541
22 Kalimantan Selatan 528.539 510.863 42,77 2.184.969
23 Kalimantan Timur 114.399 110.573 43,18 477.406
24 Kalimantan Utara 36.284 35.070 36,81 129.100
25 Sulawesi Utara 137.419 132.823 49,03 651.204
26 Gorontalo 66.989 64.749 49,21 318.614
27 Sulawesi Tengah 253.405 244.931 47,23 1.156.704
28 Sulawesi Selatan 1.081.990 1.045.805 52,04 5.442.327
29 Sulawesi Barat 99.179 95.862 50,49 484.000
30 Sulawesi Tenggara 146.163 141.275 46,63 658.780
31 Maluku 28.237 27.293 43,36 118.345
32 Maluku Utara 23.005 22.236 34,72 77.199
33 Papua 47.113 45.538 44,30 201.728
34 Papua Barat 7.257 7.014 42,27 29.648
I n d o n e s i a 14.782.297 14.287.934 51,40 73.445.034
T ahun 2015
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)L uas P anen (Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
91 | P a g e
Lampiran 1.2.
1 Aceh 433.805 419.297 50,27 2.107.642 2 S umatera Utara 781.978 755.826 52,14 3.941.097 3 S umatera B arat 551.594 533.147 50,41 2.687.655 4 R i a u 118.994 115.014 39,04 448.965 5 K epulauan R iau 425 411 35,70 1.466 6 J a m b i 176.131 170.241 46,46 790.991 7 S umatera S elatan 897.664 867.644 46,04 3.994.574 8 K ep. B abel 11.684 11.293 32,27 36.441 9 B engkulu 173.493 167.691 42,62 714.634
10 L ampung 700.618 677.188 51,48 3.486.015 11 DK I J akarta 1.489 1.439 66,84 9.619 12 J awa B arat 2.157.839 2.085.674 59,54 12.418.727 13 B anten 418.892 404.883 53,53 2.167.260 14 J awa T engah 1.967.940 1.902.126 56,33 10.714.169 15 DI Y ogyakarta 167.345 161.749 58,23 941.904 16 J awa T imur 2.181.474 2.108.519 60,20 12.692.802 17 B a l i 156.216 150.992 60,66 915.958 18 NT B 487.025 470.738 50,67 2.385.129 19 NT T 264.503 255.657 33,81 864.270 20 K alimantan B arat 524.606 507.061 32,05 1.625.220 21 K alimantan T engah 267.257 258.319 34,88 900.943 22 K alimantan S elatan 544.192 525.993 43,14 2.269.093 23 K alimantan T imur 112.461 108.700 45,61 495.787 24 K alimantan Utara 37.358 36.109 37,13 134.071 25 S ulawes i Utara 141.999 137.251 49,27 676.276 26 G orontalo 69.490 67.166 49,26 330.881 27 S ulawes i T engah 254.787 246.266 48,78 1.201.239 28 S ulawes i S elatan 1.109.505 1.072.400 52,70 5.651.864 29 S ulawes i B arat 102.116 98.701 50,93 502.635 30 S ulawes i T enggara 145.166 140.311 48,13 675.317 31 Maluku 29.179 28.203 43,58 122.901 32 Maluku Utara 21.556 20.835 38,48 80.171 33 P apua 48.509 46.887 44,68 209.495 34 P apua B arat 7.471 7.222 42,64 30.789
15.064.761 14.560.952 52,35 76.226.000
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi
T ahun 2016
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)L uas P anen (Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
I n d o n e s i a
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
92 | P a g e
Lampiran 1.3.
1 Aceh 442.440 427.643 50,52 2.160.342 2 S umatera Utara 797.543 770.871 52,40 4.039.643 3 S umatera B arat 562.573 543.759 50,66 2.754.859 4 R i a u 121.362 117.304 39,23 460.191 5 K epulauan R iau 433 419 35,88 1.502 6 J a m b i 179.637 173.630 46,70 810.770 7 S umatera S elatan 915.532 884.914 46,27 4.094.456 8 K ep. B abel 11.917 11.518 32,43 37.352 9 B engkulu 176.946 171.028 42,83 732.503
10 L ampung 714.564 690.667 51,74 3.573.182 11 DK I J akarta 1.518 1.468 67,17 9.859 12 J awa B arat 2.200.791 2.127.190 59,84 12.729.253 13 B anten 427.230 412.943 53,80 2.221.451 14 J awa T engah 2.007.112 1.939.988 56,61 10.982.072 15 DI Y ogyakarta 170.676 164.968 58,52 965.456 16 J awa T imur 2.224.897 2.150.490 60,50 13.010.181 17 B a l i 159.326 153.997 60,97 938.861 18 NT B 496.719 480.108 50,92 2.444.768 19 NT T 269.768 260.746 33,97 885.881 20 K alimantan B arat 535.048 517.155 32,21 1.665.858 21 K alimantan T engah 272.577 263.461 35,05 923.471 22 K alimantan S elatan 555.025 536.463 43,35 2.325.831 23 K alimantan T imur 114.699 110.863 45,84 508.184 24 K alimantan Utara 38.102 36.828 37,32 137.423 25 S ulawes i Utara 144.826 139.983 49,52 693.186 26 G orontalo 70.873 68.503 49,51 339.155 27 S ulawes i T engah 259.859 251.168 49,02 1.231.275 28 S ulawes i S elatan 1.131.590 1.093.746 52,97 5.793.187 29 S ulawes i B arat 104.149 100.666 51,18 515.203 30 S ulawes i T enggara 148.056 143.104 48,37 692.203 31 Maluku 29.759 28.764 43,80 125.975 32 Maluku Utara 21.985 21.250 38,67 82.176 33 P apua 49.474 47.820 44,90 214.733 34 P apua B arat 7.620 7.365 42,85 31.559
15.364.627 14.850.790 52,61 78.132.000
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi
T ahun 2017
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)L uas P anen (Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
I n d o n e s i a Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
93 | P a g e
Lampiran 1.4.
1 Aceh 451.243 436.152 50,77 2.214.343 2 S umatera Utara 813.412 786.209 52,67 4.140.618 3 S umatera B arat 573.767 554.578 50,92 2.823.720 4 R i a u 123.777 119.638 39,43 471.694 5 K epulauan R iau 442 427 36,06 1.540 6 J a m b i 183.211 177.084 46,93 831.036 7 S umatera S elatan 933.748 902.521 46,50 4.196.802 8 K ep. B abel 12.154 11.747 32,59 38.286 9 B engkulu 180.467 174.431 43,04 750.813
10 L ampung 728.782 704.409 51,99 3.662.498 11 DK I J akarta 1.549 1.497 67,51 10.106 12 J awa B arat 2.244.579 2.169.514 60,14 13.047.435 13 B anten 435.731 421.159 54,06 2.276.979 14 J awa T engah 2.047.047 1.978.588 56,89 11.256.582 15 DI Y ogyakarta 174.072 168.251 58,82 989.589 16 J awa T imur 2.269.165 2.193.277 60,80 13.335.385 17 B a l i 162.496 157.061 61,27 962.329 18 NT B 506.603 489.660 51,18 2.505.878 19 NT T 275.136 265.934 34,14 908.024 20 K alimantan B arat 545.694 527.444 32,37 1.707.498 21 K alimantan T engah 278.000 268.703 35,23 946.554 22 K alimantan S elatan 566.068 547.137 43,57 2.383.968 23 K alimantan T imur 116.981 113.069 46,07 520.886 24 K alimantan Utara 38.860 37.560 37,50 140.858 25 S ulawes i Utara 147.708 142.768 49,77 710.513 26 G orontalo 72.283 69.866 49,76 347.632 27 S ulawes i T engah 265.029 256.166 49,27 1.262.052 28 S ulawes i S elatan 1.154.105 1.115.508 53,23 5.937.994 29 S ulawes i B arat 106.221 102.668 51,44 528.081 30 S ulawes i T enggara 151.001 145.952 48,61 709.505 31 Maluku 30.352 29.336 44,01 129.123 32 Maluku Utara 22.423 21.673 38,86 84.230 33 P apua 50.459 48.771 45,13 220.101 34 P apua B arat 7.772 7.512 43,06 32.348
15.670.332 15.146.271 52,87 80.085.000
P roduks i
(Ton)
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi
T ahun 2018
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)L uas P anen (Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
I n d o n e s i a
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
94 | P a g e
Lampiran 1.5.
1 Aceh 460.172 444.782 51,02 2.269.449 2 S umatera Utara 829.507 801.766 52,93 4.243.662 3 S umatera B arat 585.120 565.552 51,17 2.893.991 4 R i a u 126.226 122.005 39,62 483.433 5 K epulauan R iau 451 436 36,24 1.578 6 J a m b i 186.837 180.588 47,16 851.717 7 S umatera S elatan 952.224 920.379 46,73 4.301.244 8 K ep. B abel 12.394 11.980 32,75 39.239 9 B engkulu 184.038 177.883 43,26 769.498
10 L ampung 743.202 718.347 52,25 3.753.643 11 DK I J akarta 1.579 1.527 67,85 10.357 12 J awa B arat 2.288.993 2.212.442 60,44 13.372.134 13 B anten 444.353 429.492 54,33 2.333.644 14 J awa T engah 2.087.552 2.017.738 57,18 11.536.714 15 DI Y ogyakarta 177.516 171.580 59,11 1.014.216 16 J awa T imur 2.314.065 2.236.676 61,11 13.667.250 17 B a l i 165.711 160.169 61,58 986.278 18 NT B 516.627 499.349 51,43 2.568.240 19 NT T 280.580 271.196 34,32 930.621 20 K alimantan B arat 556.492 537.881 32,53 1.749.991 21 K alimantan T engah 283.501 274.020 35,40 970.110 22 K alimantan S elatan 577.269 557.963 43,79 2.443.295 23 K alimantan T imur 119.296 115.306 46,30 533.849 24 K alimantan Utara 39.629 38.304 37,69 144.363 25 S ulawes i Utara 150.630 145.593 50,02 728.195 26 G orontalo 73.713 71.248 50,01 356.283 27 S ulawes i T engah 270.273 261.235 49,51 1.293.460 28 S ulawes i S elatan 1.176.941 1.137.581 53,50 6.085.767 29 S ulawes i B arat 108.323 104.700 51,69 541.223 30 S ulawes i T enggara 153.989 148.840 48,86 727.162 31 Maluku 30.952 29.917 44,23 132.337 32 Maluku Utara 22.866 22.102 39,06 86.326 33 P apua 51.457 49.736 45,35 225.578 34 P apua B arat 7.926 7.661 43,28 33.153
15.980.403 15.445.973 53,14 82.078.000
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i P adi
T ahun 2019
I n d o n e s i a
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)L uas P anen (Ha)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
95 | P a g e
Lampiran 2.1.
1 Aceh 47.501 44.977 42,23 189.921 2 Sumatera Utara 219.481 207.816 57,83 1.201.700 3 Sumatera Barat 105.602 99.989 65,24 652.310 4 Riau 14.774 13.989 24,85 34.761 5 Jambi 9.024 8.544 53,00 45.287 6 Sumatera Selatan 38.687 36.631 55,45 203.130 7 Bengkulu 19.923 18.864 51,52 97.184 8 Lampung 388.955 368.282 52,68 1.940.033 9 Kep. Bangka Belitung 326 309 32,24 995 10 Kepulauan Riau 360 341 24,57 838 11 D K I Jakarta - - - 12 Jawa Barat 165.703 156.896 73,73 1.156.781 13 Jawa Tengah 581.057 550.174 57,55 3.166.504 14 D I Yogyakarta 73.472 69.567 46,43 323.031 15 Jawa Timur 1.292.831 1.224.119 49,45 6.052.830 16 Banten 3.896 3.689 35,16 12.972 17 B a l i 24.906 23.582 25,42 59.946 18 Nusa Tenggara Barat 137.732 130.412 62,32 812.726 19 Nusa Tenggara Timur 273.694 259.148 28,08 727.790 20 Kalimantan Barat 44.352 41.995 40,30 169.222 21 Kalimantan Tengah 2.581 2.444 30,58 7.473 22 Kalimantan Selatan 22.654 21.450 57,96 124.332 23 Kalimantan Timur 3.403 3.222 25,30 8.150 24 Kalimantan Utara 606 574 17,71 1.016 25 Sulawesi Utara 134.507 127.358 41,35 526.664 26 Sulawesi Tengah 47.388 44.869 40,60 182.165 27 Sulawesi Selatan 347.408 328.944 47,69 1.568.679 28 Sulawesi Tenggara 26.130 24.741 28,10 69.511 29 Gorontalo 170.993 161.905 48,67 787.941 30 Sulawesi Barat 28.239 26.738 49,47 132.267 31 Maluku 4.136 3.916 38,13 14.930 32 Maluku Utara 9.791 9.271 35,27 32.701 33 Papua Barat 1.630 1.543 16,18 2.497 34 Papua 3.236 3.064 24,30 7.444
4.244.976 4.019.360 50,54 20.313.731
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung
T ahun 2015
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)
L uas P anen
(Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
Indonesia
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
96 | P a g e
Lampiran 2.2.
1 Aceh 48.926 46.480 43,35 199.645 2 Sumatera Utara 226.066 214.762 59,36 1.263.227 3 Sumatera Barat 108.810 103.369 67,59 692.058 4 Riau 15.217 14.457 25,51 36.541 5 Jambi 9.294 8.830 54,95 50.809 6 Sumatera Selatan 39.847 37.855 56,92 213.530 7 Bengkulu 20.521 19.495 48,57 94.686 8 Lampung 400.624 380.592 53,61 2.040.430 9 Kep. Bangka Belitung 336 319 34,90 1.114 10 Kepulauan Riau 371 352 24,99 881 11 D K I Jakarta - - - - 12 Jawa Barat 170.674 162.140 71,05 1.151.947 13 Jawa Tengah 598.488 568.564 58,54 3.328.629 14 D I Yogyakarta 75.676 71.893 47,68 342.773 15 Jawa Timur 1.331.616 1.265.035 50,30 6.362.735 16 Banten 4.013 3.812 35,77 13.636 17 B a l i 25.653 24.370 25,86 63.015 18 Nusa Tenggara Barat 141.864 134.771 63,87 860.743 19 Nusa Tenggara Timur 281.905 267.810 28,57 765.053 20 Kalimantan Barat 45.682 43.398 40,99 177.886 21 Kalimantan Tengah 2.658 2.525 35,34 8.924 22 Kalimantan Selatan 23.334 22.167 58,96 130.698 23 Kalimantan Timur 3.505 3.329 25,73 8.568 24 Kalimantan Utara 624 593 18,01 1.068 25 Sulawesi Utara 138.542 131.615 42,06 553.630 26 Sulawesi Tengah 48.809 46.369 44,29 205.372 27 Sulawesi Selatan 357.830 339.939 49,92 1.697.041 28 Sulawesi Tenggara 26.913 25.568 26,49 67.731 29 Gorontalo 176.122 167.316 49,50 828.284 30 Sulawesi Barat 29.086 27.632 50,32 139.040 31 Maluku 4.260 4.047 40,10 16.228 32 Maluku Utara 10.085 9.581 28,08 26.902 33 Papua Barat 1.678 1.595 19,74 3.148 34 Papua 3.333 3.166 24,71 7.825
4.372.365 4.153.747 51,41 21.353.794
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung
T ahun 2016
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)
L uas P anen
(Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
Indonesia
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
97 | P a g e
Lampiran 2.3.
1 Aceh 50.024 47.523 43,99 209.053 2 Sumatera Utara 231.136 219.579 60,24 1.322.752 3 Sumatera Barat 111.252 105.689 68,57 724.668 4 Riau 15.559 14.781 25,89 38.262 5 Jambi 9.503 9.028 58,93 53.203 6 Sumatera Selatan 40.741 38.704 57,77 223.592 7 Bengkulu 20.981 19.932 49,74 99.148 8 Lampung 409.609 389.129 54,91 2.136.577 9 Kep. Bangka Belitung 343 326 35,74 1.166 10 Kepulauan Riau 379 360 25,60 922 11 D K I Jakarta - - - - 12 Jawa Barat 174.502 165.777 72,76 1.206.228 13 Jawa Tengah 611.912 581.317 59,96 3.485.476 14 D I Yogyakarta 77.374 73.505 48,83 358.925 15 Jawa Timur 1.361.483 1.293.409 51,51 6.662.552 16 Banten 4.103 3.898 36,63 14.278 17 B a l i 26.229 24.917 26,48 65.984 18 Nusa Tenggara Barat 145.046 137.793 65,41 901.302 19 Nusa Tenggara Timur 288.228 273.816 29,26 801.103 20 Kalimantan Barat 46.707 44.372 41,98 186.268 21 Kalimantan Tengah 2.718 2.582 36,19 9.344 22 Kalimantan Selatan 23.857 22.664 60,38 136.856 23 Kalimantan Timur 3.583 3.404 26,35 8.971 24 Kalimantan Utara 638 606 18,45 1.118 25 Sulawesi Utara 141.649 134.567 43,08 579.717 26 Sulawesi Tengah 49.904 47.409 45,36 215.050 27 Sulawesi Selatan 365.856 347.563 51,13 1.777.007 28 Sulawesi Tenggara 27.517 26.141 27,13 70.923 29 Gorontalo 180.073 171.069 50,70 867.313 30 Sulawesi Barat 29.739 28.252 51,53 145.591 31 Maluku 4.355 4.138 41,07 16.992 32 Maluku Utara 10.311 9.796 28,76 28.169 33 Papua Barat 1.716 1.630 20,22 3.296 34 Papua 3.408 3.237 25,31 8.194
4.470.435 4.246.914 52,65 22.360.000 Indonesia
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung
T ahun 2017
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)
L uas P anen
(Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
98 | P a g e
Lampiran 2.4.
1 Aceh 51.465 48.892 44,91 219.568 2 Sumatera Utara 237.794 225.904 61,50 1.389.286 3 Sumatera Barat 114.456 108.733 70,00 761.119 4 Riau 16.007 15.207 26,43 40.187 5 Jambi 9.777 9.288 60,16 55.880 6 Sumatera Selatan 41.915 39.819 58,98 234.839 7 Bengkulu 21.586 20.506 50,78 104.135 8 Lampung 421.408 400.338 56,05 2.244.046 9 Kep. Bangka Belitung 353 336 36,49 1.225 10 Kepulauan Riau 390 371 26,13 969 11 D K I Jakarta - - - - 12 Jawa Barat 179.528 170.552 74,28 1.266.901 13 Jawa Tengah 629.539 598.062 61,21 3.660.795 14 D I Yogyakarta 79.603 75.622 49,85 376.979 15 Jawa Timur 1.400.702 1.330.666 52,59 6.997.678 16 Banten 4.221 4.010 37,40 14.996 17 B a l i 26.984 25.635 27,03 69.303 18 Nusa Tenggara Barat 149.224 141.763 66,78 946.638 19 Nusa Tenggara Timur 296.530 281.704 29,87 841.398 20 Kalimantan Barat 48.052 45.650 42,86 195.637 21 Kalimantan Tengah 2.796 2.656 36,94 9.814 22 Kalimantan Selatan 24.544 23.317 61,65 143.740 23 Kalimantan Timur 3.687 3.502 26,90 9.423 24 Kalimantan Utara 656 624 18,83 1.174 25 Sulawesi Utara 145.730 138.443 43,98 608.877 26 Sulawesi Tengah 51.342 48.774 46,31 225.867 27 Sulawesi Selatan 376.395 357.575 52,20 1.866.390 28 Sulawesi Tenggara 28.310 26.894 27,70 74.490 29 Gorontalo 185.260 175.997 51,76 910.939 30 Sulawesi Barat 30.595 29.066 52,61 152.914 31 Maluku 4.481 4.257 41,93 17.847 32 Maluku Utara 10.608 10.078 29,36 29.586 33 Papua Barat 1.766 1.677 20,64 3.462 34 Papua 3.506 3.331 25,84 8.606
4.599.208 4.369.248 53,75 23.484.708 Indonesia
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung
T ahun 2018
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)
L uas P anen
(Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
99 | P a g e
Lampiran 2.5.
1 Aceh 53.091 50.436 45,79 230.930 2 Sumatera Utara 245.307 233.042 62,70 1.461.179 3 Sumatera Barat 118.073 112.169 71,37 800.506 4 Riau 16.513 15.687 26,94 42.267 5 Jambi 10.085 9.581 61,34 58.771 6 Sumatera Selatan 43.239 41.077 60,13 246.991 7 Bengkulu 22.268 21.154 51,77 109.524 8 Lampung 434.723 412.987 57,15 2.360.172 9 Kep. Bangka Belitung 364 346 37,20 1.288 10 Kepulauan Riau 403 382 26,64 1.019 11 D K I Jakarta - - - - 12 Jawa Barat 185.201 175.941 75,73 1.332.461 13 Jawa Tengah 649.430 616.958 62,41 3.850.235 14 D I Yogyakarta 82.118 78.012 50,82 396.486 15 Jawa Timur 1.444.958 1.372.710 53,62 7.359.795 16 Banten 4.354 4.137 38,13 15.772 17 B a l i 27.837 26.445 27,56 72.890 18 Nusa Tenggara Barat 153.939 146.242 68,08 995.624 19 Nusa Tenggara Timur 305.900 290.605 30,45 884.939 20 Kalimantan Barat 49.571 47.092 43,69 205.761 21 Kalimantan Tengah 2.885 2.740 37,67 10.322 22 Kalimantan Selatan 25.320 24.054 62,85 151.178 23 Kalimantan Timur 3.803 3.613 27,43 9.910 24 Kalimantan Utara 677 643 19,20 1.235 25 Sulawesi Utara 150.334 142.818 44,84 640.385 26 Sulawesi Tengah 52.964 50.316 47,21 237.555 27 Sulawesi Selatan 388.287 368.873 53,22 1.962.973 28 Sulawesi Tenggara 29.204 27.744 28,24 78.345 29 Gorontalo 191.113 181.558 52,77 958.079 30 Sulawesi Barat 31.562 29.984 53,64 160.827 31 Maluku 4.622 4.391 42,75 18.771 32 Maluku Utara 10.943 10.396 29,93 31.117 33 Papua Barat 1.821 1.730 21,04 3.641 34 Papua 3.617 3.436 26,34 9.051
4.744.526 4.507.299 54,80 24.700.000 Indonesia
S as aran Indikatif L uas T anam, L uas P anen, P roduktivitas dan P roduks i J ag ung
T ahun 2019
No. P rovins iL uas Tanam
(Ha)
L uas P anen
(Ha)
P rovitas
(K u/Ha)
P roduks i
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
100 | P a g e
Lampiran 3.1.
1 Aceh 74.421 70.700 15,50 109.585
2 Sumatera Utara 7.289 6.924,55 11,15 7.721
3 Sumatera Barat 680 646,00 12,65 817
4 R i a u 3.480 3.306,00 11,50 3.802
5 J a m b i 8.853 8.410,35 13,00 10.933
6 Sumatera Selatan 15.388 14.618,60 16,00 23.390
7 Bengkulu 8.068 7.664,60 10,75 8.239
8 Lampung 14.464 13.740,80 12,50 17.176
9 Kep. Bangka Belitung - - - -
10 Kep. Riau 18 17,10 10,59 18
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 103.016 97.865,20 16,15 158.052
13 Jawa Tengah 99.200 94.240,00 17,23 162.376
14 DI Yogyakarta 20.826 19.784,70 13,60 26.904
15 Jawa Timur 213.858 203.165,10 17,30 351.418
16 Banten 8.173 7.764,35 14,00 10.870
17 B a l i 6.050 5.747,50 15,12 8.690
18 Nusa Tenggara Barat 77.783 73.893,85 13,25 97.917
19 Nusa Tenggara Timur 4.295 4.080,25 9,95 4.060
20 Kalimantan Barat 2.666 2.532,70 15,68 3.971
21 Kalimantan Tengah 2.933 2.786,35 11,98 3.338
22 Kalimantan Selatan 16.302 15.486,90 13,40 20.752
23 Kalimantan Timur 1.235 1.173,25 14,56 1.708
24 Kalimantan Utara 63 59,85 10,00 60
25 Sulawesi Utara 8.170 7.761,50 13,66 10.602
26 Sulawesi Tengah 11.195 10.635,25 16,77 17.835
27 Sulawesi Selatan 72.068 68.464,60 14,77 101.122
28 Sulawesi Tenggara 12.294 11.679,06 10,50 12.263
29 Gorontalo 3.520 3.344,00 15,10 5.049
30 Sulawesi Barat 8.841 8.398,95 12,56 10.549
31 Maluku 3.143 2.985,85 12,51 3.735
32 Maluku Utara 1.060 1.007,00 12,21 1.230
33 Papua Barat 1.500 1.425,00 10,84 1.545
34 Papua 4.148 3.940,60 12,29 4.272
815.000 774.250 15,50 1.200.000
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai
Tahun 2015
No. Provinsi
Indonesia
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
101 | P a g e
Lampiran 3.2.
1 Aceh 110.947 105.399 15,74 165.930
2 Sumatera Utara 10.866 10.323 11,32 11.691
3 Sumatera Barat 1.014 963 12,85 1.237
4 R i a u 5.188 4.929 11,68 5.757
5 J a m b i 13.198 12.538 13,20 16.555
6 Sumatera Selatan 22.940 21.793 16,25 35.416
7 Bengkulu 12.028 11.426 10,92 12.476
8 Lampung 21.563 20.485 12,70 26.007
9 Kep. Bangka Belitung - - - -
10 Kep. Riau 27 25 10,75 27
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 153.576 145.897 16,40 239.317
13 Jawa Tengah 147.887 140.493 17,50 245.864
14 DI Yogyakarta 31.047 29.495 13,81 40.737
15 Jawa Timur 318.819 302.878 17,54 531.240
16 Banten 12.184 11.575 14,22 16.459
17 B a l i 9.019 8.568 15,36 13.158
18 Nusa Tenggara Barat 115.959 110.161 13,46 148.262
19 Nusa Tenggara Timur 6.403 6.083 10,11 6.147
20 Kalimantan Barat 3.974 3.776 15,93 6.013
21 Kalimantan Tengah 4.373 4.154 12,17 5.054
22 Kalimantan Selatan 24.303 23.088 13,61 31.423
23 Kalimantan Timur 1.841 1.749 14,79 2.587
24 Kalimantan Utara 94 89 10,16 91
25 Sulawesi Utara 12.180 11.571 13,87 16.054
26 Sulawesi Tengah 16.689 15.855 17,03 27.006
27 Sulawesi Selatan 107.439 102.067 15,00 153.116
28 Sulawesi Tenggara 18.327 17.411 10,66 18.568
29 Gorontalo 5.248 4.985 15,34 7.646
30 Sulawesi Barat 13.180 12.521 12,76 15.973
31 Maluku 4.686 4.451 12,71 5.656
32 Maluku Utara 1.580 1.501 12,40 1.862
33 Papua Barat 2.236 2.124 11,01 2.339
34 Papua 6.184 5.875 12,48 7.333
1.215.000 1.154.250 15,74 1.817.000
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai
Tahun 2016
No. Provinsi
Indonesia
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
102 | P a g e
Lampiran 3.3.
1 Aceh 165.735 157.448 16,00 251.863
2 Sumatera Utara 16.233 15.421 11,51 17.745
3 Sumatera Barat 1.514 1.439 13,06 1.878
4 R i a u 7.750 7.362 11,87 8.738
5 J a m b i 19.716 18.730 13,42 25.129
6 Sumatera Selatan 34.269 32.556 16,51 53.757
7 Bengkulu 17.967 17.069 11,09 18.937
8 Lampung 32.211 30.601 12,90 39.476
9 Kep. Bangka Belitung - - - -
10 Kep. Riau 40 38 10,93 42
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 229.416 217.945 16,67 363.257
13 Jawa Tengah 220.918 209.872 17,78 373.193
14 DI Yogyakarta 46.379 44.060 14,03 61.834
15 Jawa Timur 476.261 452.448 17,82 806.361
16 Banten 18.201 17.291 14,45 24.983
17 B a l i 13.473 12.800 15,60 19.973
18 Nusa Tenggara Barat 173.222 164.561 13,68 225.045
19 Nusa Tenggara Timur 9.565 9.087 10,27 9.331
20 Kalimantan Barat 5.937 5.640 16,18 9.127
21 Kalimantan Tengah 6.532 6.205 12,36 7.672
22 Kalimantan Selatan 36.304 34.489 13,83 47.696
23 Kalimantan Timur 2.750 2.613 15,03 3.926
24 Kalimantan Utara 140 133 10,32 138
25 Sulawesi Utara 18.195 17.285 14,10 24.367
26 Sulawesi Tengah 24.931 23.685 17,31 40.991
27 Sulawesi Selatan 160.495 152.470 15,24 232.410
28 Sulawesi Tenggara 27.378 26.009 10,84 28.184
29 Gorontalo 7.839 7.447 15,58 11.605
30 Sulawesi Barat 19.689 18.704 12,96 24.245
31 Maluku 6.999 6.649 12,91 8.584
32 Maluku Utara 2.361 2.243 12,60 2.826
33 Papua Barat 3.340 3.173 11,19 3.550
34 Papua 9.238 8.776 12,68 11.131
1.815.000 1.724.250 16,00 2.757.996
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai
Tahun 2017
No. Provinsi
Indonesia
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
103 | P a g e
Lampiran 3.4.
1 Aceh 170.301 161.786 16,60 268.575
2 Sumatera Utara 16.680 15.846 11,94 18.923
3 Sumatera Barat 1.556 1.478 13,55 2.003
4 R i a u 7.963 7.565 12,32 9.318
5 J a m b i 20.259 19.246 13,92 26.796
6 Sumatera Selatan 35.213 33.452 17,14 57.324
7 Bengkulu 18.462 17.539 11,51 20.194
8 Lampung 33.099 31.444 13,39 42.096
9 Kep. Bangka Belitung - - - -
10 Kep. Riau 41 39 11,34 44
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 235.736 223.949 17,30 387.360
13 Jawa Tengah 227.004 215.654 18,45 397.956
14 DI Yogyakarta 47.657 45.274 14,56 65.937
15 Jawa Timur 489.381 464.912 18,50 859.864
16 Banten 18.703 17.768 14,99 26.641
17 B a l i 13.844 13.152 16,19 21.298
18 Nusa Tenggara Barat 177.994 169.095 14,19 239.978
19 Nusa Tenggara Timur 9.828 9.337 10,66 9.950
20 Kalimantan Barat 6.101 5.796 16,79 9.733
21 Kalimantan Tengah 6.712 6.376 12,83 8.181
22 Kalimantan Selatan 37.305 35.439 14,35 50.861
23 Kalimantan Timur 2.826 2.685 15,59 4.187
24 Kalimantan Utara 144 137 10,71 147
25 Sulawesi Utara 18.696 17.761 14,63 25.984
26 Sulawesi Tengah 25.618 24.337 17,96 43.711
27 Sulawesi Selatan 164.916 156.671 15,82 247.835
28 Sulawesi Tenggara 28.132 26.726 11,25 30.055
29 Gorontalo 8.055 7.652 16,17 12.375
30 Sulawesi Barat 20.231 19.220 13,45 25.854
31 Maluku 7.192 6.833 13,40 9.154
32 Maluku Utara 2.426 2.304 13,08 3.013
33 Papua Barat 3.433 3.261 11,61 3.786
34 Papua 9.492 9.017 13,16 11.869
1.865.000 1.771.750 16,60 2.941.000
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai
Tahun 2018
No. Provinsi
Indonesia
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
104 | P a g e
Lampiran 3.5.
1 Aceh 170.301 161.786 16,93 273.962
2 Sumatera Utara 16.680 15.846 12,18 19.302
3 Sumatera Barat 1.556 1.478 13,82 2.043
4 R i a u 7.963 7.565 12,56 9.505
5 J a m b i 20.259 19.246 14,20 27.334
6 Sumatera Selatan 35.213 33.452 17,48 58.474
7 Bengkulu 18.462 17.539 11,74 20.599
8 Lampung 33.099 31.444 13,66 42.940
9 Kep. Bangka Belitung - - - -
10 Kep. Riau 41 39 11,57 45
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 235.736 223.949 17,64 395.131
13 Jawa Tengah 227.004 215.654 18,82 405.939
14 DI Yogyakarta 47.657 45.274 14,86 67.259
15 Jawa Timur 489.381 464.912 18,87 877.113
16 Banten 18.703 17.768 15,29 27.175
17 B a l i 13.844 13.152 16,52 21.726
18 Nusa Tenggara Barat 177.994 169.095 14,48 244.792
19 Nusa Tenggara Timur 9.828 9.337 10,87 10.150
20 Kalimantan Barat 6.101 5.796 17,13 9.928
21 Kalimantan Tengah 6.712 6.376 13,09 8.345
22 Kalimantan Selatan 37.305 35.439 14,64 51.881
23 Kalimantan Timur 2.826 2.685 15,91 4.271
24 Kalimantan Utara 144 137 10,92 150
25 Sulawesi Utara 18.696 17.761 14,92 26.506
26 Sulawesi Tengah 25.618 24.337 18,32 44.588
27 Sulawesi Selatan 164.916 156.671 16,14 252.807
28 Sulawesi Tenggara 28.132 26.726 11,47 30.658
29 Gorontalo 8.055 7.652 16,50 12.624
30 Sulawesi Barat 20.231 19.220 13,72 26.373
31 Maluku 7.192 6.833 13,67 9.338
32 Maluku Utara 2.426 2.304 13,34 3.074
33 Papua Barat 3.433 3.261 11,84 3.862
34 Papua 9.492 9.017 13,43 12.108
1.865.000 1.771.750 16,93 3.000.000
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produktivitas dan Produksi Kedelai
Tahun 2019
No. Provinsi
Indonesia
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
105 | P a g e
Lampiran 4.1
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 3.472 3.306 13,64 4.511
2 Sumatera Utara 9.901 9.429 13,46 12.689
3 Sumatera Barat 6.613 6.298 15,69 9.883
4 Riau 1.399 1.332 11,86 1.580
5 Kepulauan Riau 178 170 12,40 211
6 Jambi 1.347 1.283 13,46 1.727
7 Sumatera Selatan 3.049 2.904 14,93 4.335
8 Kep. Bangka Belitung 345 329 11,75 387
9 Bengkulu 3.954 3.765 11,36 4.277
10 Lampung 8.769 8.351 14,11 11.783
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 57.380 54.648 16,97 92.715
13 Banten 10.465 9.966 14,18 14.128
14 Jawa Tengah 103.047 98.141 14,74 144.648
15 D.I. Yogyakarta 63.011 60.011 11,19 67.170
16 Jawa Timur 165.505 157.625 14,14 222.887
17 Bali 9.691 9.230 13,57 12.526
18 Nusa Tenggara Barat 27.054 25.766 14,50 37.354
19 Nusa Tenggara Timur 15.419 14.685 12,88 18.909
20 Kalimantan Barat 1.318 1.256 12,93 1.623
21 Kalimantan Tengah 700 667 12,30 820
22 Kalimantan Selatan 10.341 9.849 13,06 12.858
23 Kalimantan Timur 1.560 1.486 13,09 1.945
24 Sulawesi Utara 7.171 6.829 14,05 9.596
25 Gorontalo 1.026 977 12,75 1.245
26 Sulawesi Tengah 4.507 4.293 18,77 8.056
27 Sulawesi Selatan 19.742 18.802 15,76 29.635
28 Sulawesi Barat 474 452 13,66 617
29 Sulawesi Tenggara 6.936 6.606 8,46 5.592
30 Maluku 1.549 1.475 12,59 1.857
31 Maluku Utara 3.795 3.614 12,22 4.418
32 Papua 2.084 1.984 11,00 2.183
33 Papua Barat 547 521 11,25 586
Indonesia 552.350 526.050 14,12 742.750
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Tahun 2015
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
106 | P a g e
Lampiran 4.2
Sumber: Direktrat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 3.471 3.306 13,88 4.590
2 Sumatera Utara 9.899 9.427 13,70 12.911
3 Sumatera Barat 6.612 6.297 15,97 10.056
4 Riau 1.399 1.332 12,07 1.607
5 Kepulauan Riau 178 170 12,62 214
6 Jambi 1.347 1.283 13,70 1.757
7 Sumatera Selatan 3.049 2.904 15,19 4.411
8 Kep. Bangka Belitung 345 329 11,96 393
9 Bengkulu 3.953 3.765 11,56 4.352
10 Lampung 8.767 8.350 14,36 11.990
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 57.370 54.638 17,27 94.338
13 Banten 10.463 9.964 14,43 14.375
14 Jawa Tengah 103.029 98.122 15,00 147.180
15 D.I. Yogyakarta 63.000 59.999 11,39 68.346
16 Jawa Timur 165.476 157.595 14,39 226.788
17 Bali 9.689 9.228 13,81 12.745
18 Nusa Tenggara Barat 27.049 25.761 14,75 38.008
19 Nusa Tenggara Timur 15.417 14.682 13,10 19.240
20 Kalimantan Barat 1.318 1.255 13,16 1.652
21 Kalimantan Tengah 700 667 12,52 835
22 Kalimantan Selatan 10.339 9.847 13,29 13.083
23 Kalimantan Timur 1.560 1.486 13,32 1.979
24 Sulawesi Utara 7.169 6.828 14,30 9.764
25 Gorontalo 1.025 977 12,97 1.267
26 Sulawesi Tengah 4.506 4.292 19,10 8.197
27 Sulawesi Selatan 19.738 18.798 16,04 30.153
28 Sulawesi Barat 474 452 13,91 628
29 Sulawesi Tenggara 6.935 6.605 8,61 5.690
30 Maluku 1.549 1.475 12,81 1.889
31 Maluku Utara 3.794 3.613 12,44 4.495
32 Papua 2.083 1.984 11,20 2.222
33 Papua Barat 547 521 11,45 596
Indonesia 552.250 525.950 14,37 755.750
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Tahun 2016
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
107 | P a g e
Lampiran 4.3
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 3.459 3.295 14,18 4.670
2 Sumatera Utara 9.866 9.396 13,98 13.137
3 Sumatera Barat 6.590 6.276 16,30 10.232
4 Riau 1.394 1.328 12,32 1.636
5 Kepulauan Riau 178 169 12,88 218
6 Jambi 1.342 1.278 13,98 1.788
7 Sumatera Selatan 3.038 2.894 15,51 4.488
8 Kep. Bangka Belitung 344 328 12,21 400
9 Bengkulu 3.940 3.752 11,80 4.428
10 Lampung 8.738 8.322 14,66 12.199
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 57.178 54.456 17,63 95.988
13 Banten 10.428 9.931 14,73 14.626
14 Jawa Tengah 102.683 97.796 15,31 149.754
15 D.I. Yogyakarta 62.789 59.800 11,63 69.541
16 Jawa Timur 164.921 157.071 14,69 230.755
17 Bali 9.657 9.197 14,10 12.968
18 Nusa Tenggara Barat 26.959 25.675 15,06 38.673
19 Nusa Tenggara Timur 15.365 14.633 13,38 19.576
20 Kalimantan Barat 1.314 1.251 13,43 1.681
21 Kalimantan Tengah 698 664 12,78 849
22 Kalimantan Selatan 10.305 9.814 13,56 13.312
23 Kalimantan Timur 1.555 1.481 13,60 2.014
24 Sulawesi Utara 7.145 6.805 14,60 9.935
25 Gorontalo 1.022 973 13,24 1.289
26 Sulawesi Tengah 4.491 4.278 19,50 8.341
27 Sulawesi Selatan 19.672 18.736 16,38 30.681
28 Sulawesi Barat 473 450 14,20 639
29 Sulawesi Tenggara 6.912 6.583 8,79 5.789
30 Maluku 1.543 1.470 13,08 1.922
31 Maluku Utara 3.781 3.601 12,70 4.574
32 Papua 2.076 1.977 11,43 2.261
33 Papua Barat 545 519 11,69 607
Indonesia 550.400 524.200 14,67 768.970
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Tahun 2017
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
108 | P a g e
Lampiran 4.4
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 3.438 3.274 14,51 4.752
2 Sumatera Utara 9.805 9.338 14,31 13.366
3 Sumatera Barat 6.549 6.237 16,69 10.410
4 Riau 1.385 1.319 12,61 1.664
5 Kepulauan Riau 177 168 13,19 222
6 Jambi 1.334 1.270 14,32 1.819
7 Sumatera Selatan 3.020 2.876 15,88 4.566
8 Kep. Bangka Belitung 342 326 12,50 407
9 Bengkulu 3.915 3.729 12,08 4.506
10 Lampung 8.684 8.270 15,01 12.412
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 56.824 54.118 18,05 97.664
13 Banten 10.363 9.870 15,08 14.882
14 Jawa Tengah 102.049 97.189 15,68 152.370
15 D.I. Yogyakarta 62.401 59.429 11,91 70.756
16 Jawa Timur 163.902 156.097 15,04 234.785
17 Bali 9.597 9.140 14,44 13.195
18 Nusa Tenggara Barat 26.792 25.516 15,42 39.349
19 Nusa Tenggara Timur 15.270 14.543 13,70 19.918
20 Kalimantan Barat 1.306 1.243 13,75 1.710
21 Kalimantan Tengah 693 660 13,09 864
22 Kalimantan Selatan 10.241 9.753 13,89 13.544
23 Kalimantan Timur 1.545 1.472 13,92 2.049
24 Sulawesi Utara 7.101 6.763 14,95 10.109
25 Gorontalo 1.016 967 13,56 1.312
26 Sulawesi Tengah 4.464 4.251 19,96 8.486
27 Sulawesi Selatan 19.551 18.620 16,77 31.217
28 Sulawesi Barat 470 447 14,53 650
29 Sulawesi Tenggara 6.869 6.542 9,00 5.890
30 Maluku 1.534 1.461 13,39 1.956
31 Maluku Utara 3.758 3.579 13,00 4.654
32 Papua 2.063 1.965 11,70 2.300
33 Papua Barat 542 516 11,97 617
Indonesia 547.000 520.950 15,02 782.400
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Tahun 2018
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
109 | P a g e
Lampiran 4.5
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 3.407 3.245 14,90 4.834
2 Sumatera Utara 9.716 9.253 14,70 13.598
3 Sumatera Barat 6.490 6.181 17,14 10.591
4 Riau 1.373 1.308 12,95 1.693
5 Kepulauan Riau 175 167 13,54 226
6 Jambi 1.322 1.259 14,70 1.850
7 Sumatera Selatan 2.992 2.850 16,30 4.646
8 Kep. Bangka Belitung 339 323 12,83 414
9 Bengkulu 3.880 3.695 12,40 4.584
10 Lampung 8.605 8.196 15,41 12.628
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 56.310 53.630 18,53 99.362
13 Banten 10.269 9.781 15,48 15.140
14 Jawa Tengah 101.126 96.312 16,10 155.018
15 D.I. Yogyakarta 61.836 58.893 12,22 71.986
16 Jawa Timur 162.419 154.689 15,44 238.866
17 Bali 9.510 9.058 14,82 13.424
18 Nusa Tenggara Barat 26.550 25.286 15,83 40.032
19 Nusa Tenggara Timur 15.132 14.412 14,06 20.264
20 Kalimantan Barat 1.294 1.232 14,12 1.740
21 Kalimantan Tengah 687 654 13,44 879
22 Kalimantan Selatan 10.148 9.665 14,26 13.780
23 Kalimantan Timur 1.531 1.458 14,29 2.084
24 Sulawesi Utara 7.037 6.702 15,34 10.284
25 Gorontalo 1.006 959 13,92 1.334
26 Sulawesi Tengah 4.423 4.213 20,49 8.634
27 Sulawesi Selatan 19.374 18.452 17,21 31.759
28 Sulawesi Barat 466 443 14,92 662
29 Sulawesi Tenggara 6.807 6.483 9,24 5.993
30 Maluku 1.520 1.448 13,74 1.990
31 Maluku Utara 3.724 3.547 13,35 4.735
32 Papua 2.045 1.947 12,02 2.340
33 Papua Barat 537 511 12,29 628
Indonesia 542.050 516.250 15,42 796.000
ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)No.
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Tahun 2019
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Tanah
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
110 | P a g e
Lampiran 5.1
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 2.257 2.150 12,37 2.659
2 Sumatera Utara 4.658 4.436 11,85 5.255
3 Sumatera Barat 1.049 999 12,95 1.294
4 Riau 1.588 1.512 11,81 1.787
5 Jambi 470 448 11,83 530
6 Kepulauan Riau 1 1 8,62 1
7 Sumatera Selatan 2.379 2.265 15,00 3.398
8 Kep. Bangka Belitung - - - -
9 Bengkulu 1.373 1.307 10,63 1.390
10 Lampung 4.261 4.058 9,92 4.025
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 10.307 9.815 11,88 11.665
13 Banten 2.047 1.949 9,90 1.930
14 Jawa Tengah 76.016 72.407 12,07 87.370
15 D.I. Yogyakarta 871 830 7,05 585
16 Jawa Timur 59.400 56.568 12,33 69.735
17 Bali 951 906 10,40 942
18 Nusa Tenggara Barat 38.565 36.726 10,94 40.186
19 Nusa Tenggara Timur 22.968 21.873 9,04 19.780
20 Kalimantan Barat 1.584 1.508 7,83 1.182
21 Kalimantan Tengah 305 290 9,08 264
22 Kalimantan Selatan 1.212 1.154 11,45 1.321
23 Kalimantan Timur 853 812 11,74 953
24 Sulawesi Utara 1.438 1.370 15,03 2.058
25 Gorontalo 383 364 13,21 481
26 Sulawesi Tengah 1.224 1.165 8,73 1.017
27 Sulawesi Selatan 20.592 19.610 13,56 26.596
28 Sulawesi Barat 733 698 14,59 1.019
29 Sulawesi Tenggara 1.812 1.726 8,90 1.536
30 Maluku 505 482 11,64 561
31 Maluku Utara 319 304 12,02 365
32 Papua 915 871 11,39 992
33 Papua Barat 626 596 11,27 671
Indonesia 261.660 249.200 11,70 291.550
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Tahun 2015
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
111 | P a g e
Lampiran 5.2
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 2.252 2.145 12,58 2.699
2 Sumatera Utara 4.648 4.426 12,05 5.333
3 Sumatera Barat 1.047 997 13,17 1.314
4 Riau 1.585 1.509 12,02 1.813
5 Jambi 469 447 12,03 537
6 Kepulauan Riau 1 1 8,76 1
7 Sumatera Selatan 2.374 2.260 15,26 3.449
8 Kep. Bangka Belitung - - - -
9 Bengkulu 1.370 1.304 10,82 1.411
10 Lampung 4.252 4.049 10,09 4.085
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 10.285 9.794 12,09 11.839
13 Banten 2.042 1.945 10,07 1.958
14 Jawa Tengah 75.854 72.247 12,27 88.674
15 D.I. Yogyakarta 869 828 7,17 594
16 Jawa Timur 59.273 56.443 12,54 70.776
17 Bali 949 904 10,58 957
18 Nusa Tenggara Barat 38.482 36.645 11,13 40.786
19 Nusa Tenggara Timur 22.919 21.825 9,20 20.075
20 Kalimantan Barat 1.581 1.505 7,97 1.199
21 Kalimantan Tengah 304 290 9,24 268
22 Kalimantan Selatan 1.209 1.151 11,64 1.340
23 Kalimantan Timur 851 811 11,94 968
24 Sulawesi Utara 1.435 1.367 15,29 2.089
25 Gorontalo 382 363 13,44 489
26 Sulawesi Tengah 1.221 1.163 8,88 1.032
27 Sulawesi Selatan 20.548 19.567 13,80 26.993
28 Sulawesi Barat 732 697 14,84 1.034
29 Sulawesi Tenggara 1.808 1.722 9,06 1.559
30 Maluku 503 480 11,84 569
31 Maluku Utara 318 303 12,23 371
32 Papua 913 869 11,58 1.007
33 Papua Barat 624 595 11,46 681
Indonesia 261.100 248.650 11,90 295.900
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Tahun 2016
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
112 | P a g e
Lampiran 5.3
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 2.248 2.141 12,79 2.739
2 Sumatera Utara 4.639 4.418 12,25 5.413
3 Sumatera Barat 1.045 995 13,40 1.333
4 Riau 1.582 1.506 12,22 1.841
5 Jambi 469 446 12,23 546
6 Kepulauan Riau 1 1 8,91 1
7 Sumatera Selatan 2.370 2.256 15,52 3.501
8 Kep. Bangka Belitung - - - -
9 Bengkulu 1.367 1.302 11,00 1.432
10 Lampung 4.244 4.042 10,26 4.147
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 10.265 9.776 12,29 12.017
13 Banten 2.038 1.941 10,24 1.988
14 Jawa Tengah 75.708 72.116 12,48 90.007
15 D.I. Yogyakarta 868 826 7,29 603
16 Jawa Timur 59.159 56.341 12,75 71.840
17 Bali 947 902 10,76 971
18 Nusa Tenggara Barat 38.408 36.579 11,32 41.399
19 Nusa Tenggara Timur 22.875 21.785 9,35 20.377
20 Kalimantan Barat 1.578 1.502 8,10 1.217
21 Kalimantan Tengah 304 289 9,39 272
22 Kalimantan Selatan 1.207 1.149 11,84 1.361
23 Kalimantan Timur 850 809 12,14 982
24 Sulawesi Utara 1.432 1.364 15,54 2.121
25 Gorontalo 381 363 13,67 496
26 Sulawesi Tengah 1.219 1.161 9,03 1.048
27 Sulawesi Selatan 20.508 19.531 14,03 27.399
28 Sulawesi Barat 730 696 15,09 1.050
29 Sulawesi Tenggara 1.805 1.719 9,21 1.583
30 Maluku 502 480 12,04 578
31 Maluku Utara 318 303 12,44 376
32 Papua 911 868 11,78 1.022
33 Papua Barat 623 593 11,65 692
Indonesia 260.600 248.200 12,10 300.350
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Tahun 2017
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
113 | P a g e
Lampiran 5.4
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 2.245 2.138 13,00 2.781
2 Sumatera Utara 4.633 4.412 12,45 5.494
3 Sumatera Barat 1.044 994 13,62 1.353
4 Riau 1.579 1.504 12,42 1.868
5 Jambi 468 445 12,43 554
6 Kepulauan Riau 1 1 9,06 1
7 Sumatera Selatan 2.366 2.253 15,77 3.553
8 Kep. Bangka Belitung - - - -
9 Bengkulu 1.365 1.300 11,18 1.453
10 Lampung 4.238 4.036 10,43 4.209
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 10.251 9.762 12,49 12.197
13 Banten 2.035 1.938 10,41 2.018
14 Jawa Tengah 75.607 72.015 12,69 91.356
15 D.I. Yogyakarta 866 825 7,41 612
16 Jawa Timur 59.080 56.261 12,96 72.917
17 Bali 946 901 10,94 985
18 Nusa Tenggara Barat 38.357 36.527 11,50 42.020
19 Nusa Tenggara Timur 22.844 21.754 9,51 20.682
20 Kalimantan Barat 1.575 1.500 8,24 1.236
21 Kalimantan Tengah 303 289 9,55 276
22 Kalimantan Selatan 1.205 1.148 12,03 1.381
23 Kalimantan Timur 848 808 12,34 997
24 Sulawesi Utara 1.431 1.362 15,80 2.152
25 Gorontalo 380 362 13,89 503
26 Sulawesi Tengah 1.217 1.159 9,18 1.063
27 Sulawesi Selatan 20.481 19.504 14,26 27.809
28 Sulawesi Barat 729 695 15,34 1.066
29 Sulawesi Tenggara 1.802 1.716 9,36 1.606
30 Maluku 502 479 12,24 586
31 Maluku Utara 317 302 12,64 382
32 Papua 910 866 11,97 1.037
33 Papua Barat 622 593 11,84 702
Indonesia 260.250 247.850 12,30 304.850
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Tahun 2018
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
114 | P a g e
Lampiran 5.5
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 2.242 2.135 13,21 2.822
2 Sumatera Utara 4.627 4.406 12,66 5.576
3 Sumatera Barat 1.043 993 13,84 1.374
4 Riau 1.578 1.502 12,62 1.896
5 Jambi 467 445 12,64 562
6 Kepulauan Riau 1 1 9,21 1
7 Sumatera Selatan 2.364 2.250 16,03 3.606
8 Kep. Bangka Belitung - - - -
9 Bengkulu 1.364 1.298 11,36 1.475
10 Lampung 4.233 4.031 10,60 4.272
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 10.240 9.750 12,70 12.379
13 Banten 2.033 1.936 10,58 2.048
14 Jawa Tengah 75.520 71.927 12,89 92.719
15 D.I. Yogyakarta 866 824 7,53 621
16 Jawa Timur 59.011 56.193 13,17 74.005
17 Bali 945 900 11,11 1.000
18 Nusa Tenggara Barat 38.313 36.483 11,69 42.647
19 Nusa Tenggara Timur 22.818 21.728 9,66 20.991
20 Kalimantan Barat 1.574 1.498 8,37 1.254
21 Kalimantan Tengah 303 288 9,70 280
22 Kalimantan Selatan 1.204 1.146 12,23 1.402
23 Kalimantan Timur 847 807 12,54 1.012
24 Sulawesi Utara 1.429 1.361 16,06 2.185
25 Gorontalo 380 362 14,12 511
26 Sulawesi Tengah 1.216 1.158 9,32 1.079
27 Sulawesi Selatan 20.457 19.480 14,49 28.225
28 Sulawesi Barat 729 694 15,59 1.081
29 Sulawesi Tenggara 1.800 1.714 9,51 1.630
30 Maluku 501 478 12,44 595
31 Maluku Utara 317 302 12,84 388
32 Papua 909 865 12,16 1.053
33 Papua Barat 622 592 12,03 712
Indonesia 259.950 247.550 12,50 309.400
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Tahun 2019
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Kacang Hijau
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
115 | P a g e
Lampiran 6.1
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1. Aceh 3.590 3.420 159,99 54.710
2. Sumatera Utara 39.987 38.086 251,58 958.147
3. Sumatera Barat 5.338 5.083 251,59 127.892
4. Riau 5.822 5.545 141,92 78.703
5. Kepulauan Riau 1.164 1.109 136,76 15.168
6. Jambi 2.717 2.588 175,47 45.409
7. Sumatera Selatan 12.858 12.247 194,82 238.588
8. Kep. Bangka Belitung 1.746 1.664 181,92 30.265
9. Bengkulu 6.793 6.471 150,93 97.663
10. Lampung 307.631 293.004 309,06 9.055.592
11. DKI Jakarta 48 47 148,32 692
12. Jawa Barat 108.690 103.522 239,39 2.478.185
13. Banten 11.645 11.092 180,62 200.334
14. Jawa Tengah 186.326 177.466 225,37 3.999.533
15. DI Yogyakarta 62.109 59.156 193,52 1.144.768
16. Jawa Timur 221.262 210.741 206,08 4.342.964
17. Bali 11.451 10.907 188,36 205.438
18. Nusa Tenggara Barat 8.248 7.857 154,81 121.632
19. Nusa Tenggara Timur 82.488 78.566 136,75 1.074.413
20. Kalimantan Barat 15.818 15.066 185,78 279.896
21. Kalimantan Tengah 8.443 8.042 150,94 121.381
22. Kalimantan Selatan 8.346 7.949 188,35 149.726
23. Kalimantan Timur 7.764 7.395 198,67 146.912
24. Sulawesi Utara 6.017 5.730 167,73 96.113
25. Gorontalo 1.455 1.386 154,83 21.465
26. Sulawesi Tengah 4.367 4.159 207,72 86.394
27. Sulawesi Selatan 29.307 27.827 218,71 608.611
28. Sulawesi Barat 4.076 3.882 180,63 70.117
29. Sulawesi Tenggara 13.004 12.386 212,87 263.654
30. Maluku 10.675 10.167 165,13 167.899
31. Maluku Utara 10.675 10.167 156,10 158.718
32. Papua 3.882 3.697 149,66 55.330
33. Papua Barat 2.426 2.311 145,79 33.687
Indonesia 1.206.170 1.148.733 230,95 26.530.000
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu
Tahun 2015
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
116 | P a g e
Lampiran 6.2
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1. Aceh 3.501 3.335 167,41 55.827
2. Sumatera Utara 38.994 37.139 263,25 977.707
3. Sumatera Barat 5.205 4.957 263,27 130.503
4. Riau 5.678 5.408 148,51 80.310
5. Kepulauan Riau 1.135 1.082 143,11 15.478
6. Jambi 2.650 2.524 183,61 46.336
7. Sumatera Selatan 12.539 11.942 203,86 243.459
8. Kep. Bangka Belitung 1.703 1.622 190,36 30.882
9. Bengkulu 6.624 6.310 157,94 99.657
10. Lampung 299.987 285.723 323,41 9.240.459
11. DKI Jakarta 47 45 155,20 706
12. Jawa Barat 105.989 100.949 250,50 2.528.776
13. Banten 11.356 10.816 189,00 204.424
14. Jawa Tengah 181.696 173.056 235,83 4.081.182
15. DI Yogyakarta 60.565 57.686 202,50 1.168.138
16. Jawa Timur 215.764 205.505 215,65 4.431.624
17. Bali 11.167 10.636 197,10 209.632
18. Nusa Tenggara Barat 8.043 7.662 161,99 124.115
19. Nusa Tenggara Timur 80.438 76.613 143,10 1.096.347
20. Kalimantan Barat 15.425 14.692 194,40 285.610
21. Kalimantan Tengah 8.233 7.842 157,94 123.859
22. Kalimantan Selatan 8.139 7.752 197,09 152.783
23. Kalimantan Timur 7.571 7.211 207,89 149.911
24. Sulawesi Utara 5.867 5.588 175,51 98.075
25. Gorontalo 1.419 1.352 162,02 21.903
26. Sulawesi Tengah 4.258 4.056 217,37 88.158
27. Sulawesi Selatan 28.579 27.136 228,86 621.036
28. Sulawesi Barat 3.975 3.785 189,01 71.548
29. Sulawesi Tenggara 12.681 12.078 222,75 269.037
30. Maluku 10.409 9.915 172,80 171.327
31. Maluku Utara 10.409 9.915 163,35 161.958
32. Papua 3.785 3.605 156,61 56.460
33. Papua Barat 2.366 2.253 152,56 34.375
Indonesia 1.176.198 1.120.189 241,67 27.071.600
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu
Tahun 2016
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
117 | P a g e
Lampiran 6.3
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1. Aceh 3.414 3.252 175,18 56.966
2. Sumatera Utara 38.025 36.217 275,47 997.651
3. Sumatera Barat 5.076 4.834 275,48 133.165
4. Riau 5.537 5.273 155,40 81.948
5. Kepulauan Riau 1.107 1.055 149,75 15.793
6. Jambi 2.584 2.461 192,13 47.281
7. Sumatera Selatan 12.227 11.646 213,32 248.425
8. Kep. Bangka Belitung 1.661 1.582 199,19 31.512
9. Bengkulu 6.460 6.153 165,27 101.690
10. Lampung 292.537 278.627 338,41 9.428.943
11. DKI Jakarta 46 44 162,40 720
12. Jawa Barat 103.357 98.442 262,12 2.580.357
13. Banten 11.074 10.547 197,77 208.594
14. Jawa Tengah 177.183 168.758 246,77 4.164.429
15. DI Yogyakarta 59.061 56.253 211,89 1.191.966
16. Jawa Timur 210.405 200.401 225,65 4.522.019
17. Bali 10.889 10.372 206,24 213.908
18. Nusa Tenggara Barat 7.844 7.471 169,51 126.647
19. Nusa Tenggara Timur 78.440 74.711 149,74 1.118.710
20. Kalimantan Barat 15.042 14.327 203,42 291.435
21. Kalimantan Tengah 8.029 7.647 165,27 126.385
22. Kalimantan Selatan 7.937 7.559 206,24 155.899
23. Kalimantan Timur 7.383 7.032 217,53 152.969
24. Sulawesi Utara 5.721 5.449 183,65 100.076
25. Gorontalo 1.384 1.318 169,53 22.350
26. Sulawesi Tengah 4.153 3.955 227,45 89.956
27. Sulawesi Selatan 27.869 26.462 239,48 633.704
28. Sulawesi Barat 3.876 3.691 197,78 73.008
29. Sulawesi Tenggara 12.366 11.778 233,08 274.524
30. Maluku 10.151 9.669 180,81 174.821
31. Maluku Utara 10.151 9.669 170,93 165.262
32. Papua 3.691 3.516 163,88 57.612
33. Papua Barat 2.307 2.197 159,64 35.076
Indonesia 1.146.986 1.092.368 252,88 27.623.800
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu
Tahun 2017
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
118 | P a g e
Lampiran 6.4
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1. Aceh 3.329 3.171 183,30 58.128
2. Sumatera Utara 37.081 35.318 288,24 1.018.005
3. Sumatera Barat 4.950 4.714 288,26 135.882
4. Riau 5.399 5.142 162,61 83.620
5. Kepulauan Riau 1.080 1.028 156,69 16.116
6. Jambi 2.520 2.400 201,04 48.246
7. Sumatera Selatan 11.924 11.357 223,21 253.494
8. Kep. Bangka Belitung 1.619 1.543 208,43 32.155
9. Bengkulu 6.299 6.000 172,93 103.764
10. Lampung 285.273 271.708 354,10 9.621.319
11. DKI Jakarta 45 43 169,94 735
12. Jawa Barat 100.791 95.998 274,28 2.633.003
13. Banten 10.799 10.286 206,94 212.850
14. Jawa Tengah 172.784 164.568 258,22 4.249.395
15. DI Yogyakarta 57.595 54.856 221,72 1.216.285
16. Jawa Timur 205.181 195.425 236,12 4.614.281
17. Bali 10.619 10.114 215,81 218.272
18. Nusa Tenggara Barat 7.649 7.286 177,37 129.231
19. Nusa Tenggara Timur 76.493 72.855 156,68 1.141.534
20. Kalimantan Barat 14.668 13.971 212,86 297.381
21. Kalimantan Tengah 7.829 7.457 172,94 128.964
22. Kalimantan Selatan 7.739 7.372 215,80 159.080
23. Kalimantan Timur 7.200 6.857 227,62 156.090
24. Sulawesi Utara 5.579 5.314 192,17 102.118
25. Gorontalo 1.350 1.286 177,39 22.806
26. Sulawesi Tengah 4.050 3.857 238,00 91.791
27. Sulawesi Selatan 27.177 25.805 250,59 646.633
28. Sulawesi Barat 3.780 3.600 206,96 74.497
29. Sulawesi Tenggara 12.059 11.485 243,90 280.125
30. Maluku 9.899 9.429 189,20 178.388
31. Maluku Utara 9.899 9.429 178,85 168.633
32. Papua 3.599 3.428 171,48 58.787
33. Papua Barat 2.250 2.143 167,04 35.791
Indonesia 1.118.505 1.065.243 264,61 28.187.400
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu
Tahun 2018
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
119 | P a g e
Lampiran 6.5
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1. Aceh 3.247 3.092 191,81 59.314
2. Sumatera Utara 36.159 34.440 301,62 1.038.772
3. Sumatera Barat 4.827 4.597 301,64 138.654
4. Riau 5.265 5.015 170,16 85.326
5. Kepulauan Riau 1.053 1.003 163,97 16.444
6. Jambi 2.457 2.340 210,37 49.230
7. Sumatera Selatan 11.627 11.074 233,57 258.665
8. Kep. Bangka Belitung 1.579 1.504 218,11 32.811
9. Bengkulu 6.143 5.851 180,96 105.881
10. Lampung 278.182 264.955 370,54 9.817.586
11. DKI Jakarta 44 42 177,82 750
12. Jawa Barat 98.286 93.612 287,01 2.686.715
13. Banten 10.531 10.030 216,54 217.192
14. Jawa Tengah 168.489 160.477 270,20 4.336.079
15. DI Yogyakarta 56.163 53.493 232,01 1.241.096
16. Jawa Timur 200.081 190.567 247,07 4.708.408
17. Bali 10.355 9.863 225,82 222.725
18. Nusa Tenggara Barat 7.459 7.105 185,60 131.867
19. Nusa Tenggara Timur 74.591 71.045 163,96 1.164.821
20. Kalimantan Barat 14.304 13.624 222,73 303.448
21. Kalimantan Tengah 7.635 7.272 180,96 131.595
22. Kalimantan Selatan 7.547 7.188 225,82 162.325
23. Kalimantan Timur 7.021 6.687 238,19 159.274
24. Sulawesi Utara 5.441 5.182 201,09 104.201
25. Gorontalo 1.316 1.254 185,63 23.271
26. Sulawesi Tengah 3.949 3.761 249,04 93.664
27. Sulawesi Selatan 26.502 25.163 262,21 659.824
28. Sulawesi Barat 3.686 3.510 216,56 76.017
29. Sulawesi Tenggara 11.759 11.200 255,21 285.840
30. Maluku 9.653 9.194 197,98 182.027
31. Maluku Utara 9.653 9.194 187,15 172.073
32. Papua 3.510 3.343 179,44 59.986
33. Papua Barat 2.194 2.089 174,79 36.522
Indonesia 1.090.705 1.038.766 276,89 28.762.400
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Provitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Kayu
Tahun 2019
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
120 | P a g e
Lampiran 7.1
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 1.322 1.258 131,79 16.577
2 Sumatera Utara 12.882 12.251 150,22 184.036
3 Sumatera Barat 4.175 3.971 213,51 84.780
4 Riau 1.322 1.258 104,05 13.087
5 Kepulauan Riau 192 183 88,19 1.614
6 Jambi 2.067 1.966 127,96 25.152
7 Sumatera Selatan 3.738 3.555 92,97 33.049
8 Kepulauan Bangka Belitung 714 679 103,59 7.035
9 Bengkulu 2.207 2.099 126,11 26.468
10 Lampung 4.843 4.606 129,59 59.691
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 35.000 33.356 186,49 622.036
13 Banten 3.145 2.991 156,14 46.695
14 Jawa Tengah 9.185 8.791 216,75 190.548
15 D.I.Yogyakarta 554 527 155,82 8.215
16 Jawa Timur 16.516 15.736 132,62 208.692
17 Bali 6.589 6.266 167,95 105.241
18 Nusa Tenggara Barat 1.056 1.004 152,91 15.351
19 Nusa Tenggara Timur 12.808 12.190 107,42 130.941
20 Kalimantan Barat 1.585 1.507 102,48 15.449
21 Kalimantan Tengah 1.588 1.510 91,83 13.867
22 Kalimantan Selatan 2.747 2.615 152,33 39.837
23 Kalimantan Timur 3.497 3.332 123,83 41.264
24 Sulawesi Utara 5.267 5.015 130,39 65.394
25 Gorontalo 397 377 121,79 4.593
26 Sulawesi Tengah 3.168 3.015 141,22 42.577
27 Sulawesi Selatan 5.604 5.331 145,86 77.767
28 Sulawesi Barat 1.384 1.317 142,83 18.808
29 Sulawesi Tenggara 3.244 3.092 101,44 31.364
30 Maluku 2.663 2.535 113,19 28.693
31 Maluku Utara 3.371 3.217 115,48 37.145
32 Papua 34.953 33.292 133,02 442.856
33 Papua Barat 887 844 132,53 11.180
Indonesia 188.670 179.685 147,48 2.650.000
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produkvitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar
Tahun 2015
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
121 | P a g e
Lampiran 7.2
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 1.296 1.233 136,99 16.890
2 Sumatera Utara 12.627 12.009 156,14 187.509
3 Sumatera Barat 4.093 3.892 221,93 86.379
4 Riau 1.296 1.233 108,15 13.334
5 Kepulauan Riau 188 179 91,67 1.645
6 Jambi 2.026 1.927 133,01 25.626
7 Sumatera Selatan 3.664 3.485 96,63 33.672
8 Kepulauan Bangka Belitung 700 666 107,68 7.167
9 Bengkulu 2.163 2.057 131,08 26.968
10 Lampung 4.747 4.515 134,71 60.817
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 34.308 32.695 193,84 633.773
13 Banten 3.083 2.931 162,30 47.576
14 Jawa Tengah 9.003 8.617 225,30 194.143
15 D.I.Yogyakarta 543 517 161,96 8.370
16 Jawa Timur 16.189 15.424 137,86 212.629
17 Bali 6.458 6.142 174,57 107.226
18 Nusa Tenggara Barat 1.035 984 158,94 15.640
19 Nusa Tenggara Timur 12.555 11.949 111,65 133.411
20 Kalimantan Barat 1.554 1.478 106,53 15.741
21 Kalimantan Tengah 1.556 1.480 95,45 14.128
22 Kalimantan Selatan 2.693 2.563 158,34 40.588
23 Kalimantan Timur 3.428 3.266 128,72 42.042
24 Sulawesi Utara 5.162 4.916 135,54 66.628
25 Gorontalo 389 370 126,60 4.679
26 Sulawesi Tengah 3.106 2.955 146,79 43.381
27 Sulawesi Selatan 5.493 5.226 151,62 79.235
28 Sulawesi Barat 1.357 1.291 148,46 19.163
29 Sulawesi Tenggara 3.180 3.031 105,44 31.956
30 Maluku 2.610 2.485 117,65 29.235
31 Maluku Utara 3.304 3.153 120,03 37.846
32 Papua 34.261 32.633 138,27 451.211
33 Papua Barat 870 827 137,75 11.391
Indonesia 184.936 176.129 153,30 2.700.000
Luas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produkvitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)No. Provinsi
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar
Tahun 2016
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
122 | P a g e
Lampiran 7.3
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 1.270 1.208 142,39 17.202
2 Sumatera Utara 12.373 11.767 162,30 190.981
3 Sumatera Barat 4.010 3.814 230,68 87.979
4 Riau 1.270 1.208 112,42 13.581
5 Kepulauan Riau 185 176 95,29 1.675
6 Jambi 1.985 1.888 138,25 26.101
7 Sumatera Selatan 3.590 3.414 100,44 34.296
8 Kepulauan Bangka Belitung 686 652 111,92 7.300
9 Bengkulu 2.120 2.016 136,25 27.467
10 Lampung 4.651 4.424 140,02 61.944
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 33.617 32.037 201,49 645.510
13 Banten 3.020 2.872 168,70 48.457
14 Jawa Tengah 8.822 8.444 234,19 197.739
15 D.I.Yogyakarta 533 506 168,35 8.525
16 Jawa Timur 15.863 15.114 143,29 216.567
17 Bali 6.328 6.019 181,46 109.212
18 Nusa Tenggara Barat 1.014 964 165,21 15.930
19 Nusa Tenggara Timur 12.302 11.708 116,06 135.882
20 Kalimantan Barat 1.522 1.448 110,73 16.032
21 Kalimantan Tengah 1.525 1.450 99,22 14.390
22 Kalimantan Selatan 2.638 2.512 164,58 41.340
23 Kalimantan Timur 3.359 3.201 133,79 42.821
24 Sulawesi Utara 5.058 4.817 140,88 67.862
25 Gorontalo 381 362 131,59 4.766
26 Sulawesi Tengah 3.043 2.896 152,58 44.184
27 Sulawesi Selatan 5.382 5.121 157,60 80.702
28 Sulawesi Barat 1.330 1.265 154,31 19.518
29 Sulawesi Tenggara 3.116 2.970 109,60 32.547
30 Maluku 2.558 2.435 122,29 29.776
31 Maluku Utara 3.237 3.089 124,77 38.547
32 Papua 33.572 31.977 143,72 459.567
33 Papua Barat 852 810 143,19 11.602
Indonesia 181.213 172.584 159,34 2.750.000
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produkvitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar
Tahun 2017
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
123 | P a g e
Lampiran 7.4
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 1.244 1.183 148,01 17.515
2 Sumatera Utara 12.119 11.527 168,70 194.454
3 Sumatera Barat 3.928 3.736 239,78 89.578
4 Riau 1.244 1.183 116,85 13.828
5 Kepulauan Riau 181 172 99,05 1.706
6 Jambi 1.945 1.849 143,71 26.575
7 Sumatera Selatan 3.517 3.345 104,41 34.919
8 Kepulauan Bangka Belitung 671 639 116,34 7.433
9 Bengkulu 2.076 1.975 141,63 27.967
10 Lampung 4.556 4.333 145,54 63.070
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 32.930 31.382 209,43 657.246
13 Banten 2.959 2.814 175,36 49.338
14 Jawa Tengah 8.641 8.271 243,42 201.334
15 D.I.Yogyakarta 522 496 174,99 8.680
16 Jawa Timur 15.539 14.805 148,94 220.504
17 Bali 6.199 5.895 188,62 111.198
18 Nusa Tenggara Barat 993 944 171,73 16.220
19 Nusa Tenggara Timur 12.050 11.469 120,63 138.352
20 Kalimantan Barat 1.491 1.418 115,09 16.324
21 Kalimantan Tengah 1.494 1.421 103,13 14.652
22 Kalimantan Selatan 2.585 2.460 171,08 42.092
23 Kalimantan Timur 3.290 3.135 139,07 43.599
24 Sulawesi Utara 4.955 4.718 146,44 69.095
25 Gorontalo 373 355 136,78 4.853
26 Sulawesi Tengah 2.981 2.837 158,60 44.987
27 Sulawesi Selatan 5.272 5.016 163,81 82.169
28 Sulawesi Barat 1.303 1.239 160,40 19.872
29 Sulawesi Tenggara 3.052 2.909 113,93 33.139
30 Maluku 2.505 2.385 127,12 30.318
31 Maluku Utara 3.171 3.026 129,69 39.247
32 Papua 32.885 31.323 149,39 467.923
33 Papua Barat 835 794 148,84 11.813
Indonesia 177.507 169.054 165,63 2.800.000
Produkvitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar
Tahun 2018
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
124 | P a g e
Lampiran 7.5
Sumber: Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
1 Aceh 1.218 1.159 153,85 17.828
2 Sumatera Utara 11.868 11.287 175,35 197.926
3 Sumatera Barat 3.847 3.658 249,24 91.178
4 Riau 1.218 1.159 121,46 14.075
5 Kepulauan Riau 177 169 102,95 1.736
6 Jambi 1.904 1.811 149,37 27.050
7 Sumatera Selatan 3.444 3.275 108,52 35.543
8 Kepulauan Bangka Belitung 658 626 120,93 7.566
9 Bengkulu 2.033 1.934 147,21 28.466
10 Lampung 4.462 4.244 151,28 64.196
11 DKI Jakarta - - - -
12 Jawa Barat 32.246 30.731 217,69 668.983
13 Banten 2.897 2.755 182,27 50.219
14 Jawa Tengah 8.462 8.099 253,02 204.929
15 D.I.Yogyakarta 511 486 181,89 8.835
16 Jawa Timur 15.216 14.497 154,82 224.442
17 Bali 6.070 5.773 196,05 113.183
18 Nusa Tenggara Barat 973 925 178,50 16.509
19 Nusa Tenggara Timur 11.800 11.231 125,39 140.823
20 Kalimantan Barat 1.460 1.389 119,63 16.615
21 Kalimantan Tengah 1.463 1.391 107,20 14.913
22 Kalimantan Selatan 2.531 2.409 177,82 42.843
23 Kalimantan Timur 3.222 3.070 144,56 44.378
24 Sulawesi Utara 4.852 4.620 152,21 70.329
25 Gorontalo 366 347 142,17 4.939
26 Sulawesi Tengah 2.919 2.778 164,85 45.791
27 Sulawesi Selatan 5.163 4.912 170,27 83.637
28 Sulawesi Barat 1.276 1.213 166,73 20.227
29 Sulawesi Tenggara 2.989 2.848 118,42 33.731
30 Maluku 2.453 2.335 132,13 30.859
31 Maluku Utara 3.105 2.963 134,80 39.948
32 Papua 32.202 30.672 155,28 476.279
33 Papua Barat 817 777 154,71 12.024
Indonesia 173.821 165.544 172,16 2.850.000
No. ProvinsiLuas Tanam
(Ha)
Luas Panen
(Ha)
Produkvitas
(Ku/Ha)
Produksi
(Ton)
Sasaran Indikatif Luas Tanam, Luas Panen, Produksi dan Produktivitas Ubi Jalar
Tahun 2019
Rencana Strategis Direktorat Jenderal Tanaman Pangan
Tahun 2015-2019
125 | P a g e