Upload
others
View
7
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
REPRESENTASI IDENTITAS KELOMPOK DIFABEL PADA
MEDIA ONLINE NEWSDIFABEL.COM
Skripsi
Diajukan kepada Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk
Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Sosial (S.Sos)
Oleh :
Chairiyani
11150510000115
JURUSAN JURNALISTIK
FAKULTAS DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI
SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2020/ 1441
i
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING
ii
LEMBAR PERNYATAAN
Yang bertanda tangan dibawah ini:
Nama : Chairiyani
NIM : 11150510000115
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi yang berjudul Representasi
Identitas Kelompok Difabel pada Media Online Newsdifabel.com adalah
benar hasil karya saya sendiri dan tidak melakukan tindakan plagiat dalam
penyusunannya. Adapun kutipan yang ada dalam penyusunan karya ini
merupakan sumber yang akurat dan telah saya cantumkan dalam skripsi ini.
Saya bersedia melakukan proses yang semestinya sesuai peraturan
perundangan yang berlaku jika ternyata skripsi ini sebagian atau keseluruhan
merupakan plagiat dan karya orang lain.
Demikian pernyataan ini dibuat untuk dipergunakan sepertinya.
Jakarta, 1 Juni 2020
Chairiyani
NIM 11150510000115
iii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN
Skripsi berjudul Representasi Identitas Kelompok Difabel pada Media
Online Newsdifabel.com telah diajukan dalam siding munaqasyah Fakultas
Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada 8 Juni 2020. Skripsi ini telah diterima sebagai salah
satu syarat memperoleh gelar sarjana sosial (S.Sos) pada Jurusan Jurnalistik.
Jakarta, 8 Juni 2020
Sidang Munaqasyah
Ketua Merangkap Anggota Sekertaris Merangkap Anggota
Kholis Ridho, M.Si Dra, Hj. Musfirah Nurlaily, MA
NIP. 1978011142009121002 NIP. 197104122000032001
Anggota
Penguji I Penguji II
Bintan Humeira, M.Si Ali Irfani, M.HI
NIP. 197711052001122002
Pembimbing
Ahmad Zaky, M.Si
NIP. 197711272007101001
iv
ABSTRAK
Chairiyani. Representasi Identitas Kelompok Difabel pada Media Online
Newsdifabel.com
Media massa memberikan pengaruh besar terhadap perspektif
masyarakat terhadap suatu pemberitaan, misalnya isu difabel. Penggambaran
kelompok difabel di media sering kali menghasilkan stereotip dan representasi
negatif terhadap difabel, sehingga mengakibatkan terjadinya diskriminasi.
Newsdifabel.com menjadi salah satu media komunitas difabel, yang
memanfaatkan media untuk memperjuangkan hak-hak dan menginformasikan
isu-isu difabel.
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab pertanyaan mengenai
bagaimana identitas kelompok difabel direpresentasikan oleh media online
Newsdifabel.com.
Penelitian ini menggunakan teori representasi dengan analisis framing
Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki untuk menganalisis data. Terdapat
empat struktur dalam framing Zhondang Pan Kosicki, yaitu struktur sintaksis,
struktur skrip, struktur tematik, dan struktur retoris.
Peneliti menggunakan paradigama konstruktivis dan pendekatan
penelitian kualitatif. Pendekatan kualitatif dilakukan oleh peneliti dengan
menganalisis data temuan yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata
tertulis. Penelitian ini menggunakan teknik pengumpulan data dengan
wawancara dan dokumentasi.
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa Newsdifabel.com
merepresentasikan identitas difabel dengan tiga frame. Pertama, Newsdifab
el.com merepresentasikan kaum difabel sebagai kaum yang masih
terdiskriminasi. Kedua, menempatkan identitas kelompok difabel sebagai
‘subjek’ pada setiap pemberitaan yang ditulis. Ketiga, Newsdifabel.com ingin
menekankan berfikir inklusi.
Kata Kunci: Representasi, Identitas, Difabel, Framing, Media
Komunitas, Media Online, Newsdifabel.com, kesetaraan, diskriminasi.
v
KATA PENGANTAR
Alhamdulillah hirobbil alamin, puji dan syukur penulis panjatkan kepada
Allah SWT yang telah melimpahkan nikmat dan karunia yang luar biasa
kepada penulis sehingga penulis dapat menyelesaikan penelitian skripsi.
Shalawat serta salam tak lupa penulis curahkan kepada Baginda Nabi
Muhammad SAW beserta keluarga dan para sahabatnya, yang telah menjadi
suri tauladan bagi seluruh umat manusia hingga akhir zaman.
Skripsi ini merupakan tugas akhir yang penulis susun untuk memperoleh
gelar Sarjana Sosial (S.Sos). Dalam menyelesaikan skripsi ini tentunya tidak
lepas dari usaha, doa, bimbingan serta dukungan dari berbagai pihak. Oleh
karena itu penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, Suparto, M.Ed, Ph.D., Wakil Dekan Bidang
Akademi, Dr. Siti Napsiyah, MSW., Wakil Dekan Bidang
Administrasi Umum, Dr. Sihabudin Noor, M.Ag., Wakil Dekan
Kemahasiswaan, Dr. Cecep Sastrawijaya, MA.
2. Ketua Jurusan Jurnalistik, Kholis Ridho, M.Si dan Sekretaris Jurusan
Jurnalistik Dra. Hj. Musfirah Nurlaili, M.A.
3. Ahmad Zaky, M.Si selaku Dosen Pembimbing yang telah memberikan
ilmu kepada peneliti. Peneliti ucapkan terima kasih kepada beliau atas
arahan, bimbingan, tenaga, dan kesabaran sehingga peneliti dapat
menyeselaikan skripsi ini. Semoga Allah memberikan keberkahan dan
kemudahan dalam segala urusan beliau.
4. Segenap Dosen dan Staf Akdemik Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi atas ilmu yang diberikan kepada peneliti.
5. Staff Redaksi Newsdifabel.com khususnya Barra Annasir, Popon Siti
Latipah, Ravindra Abdi Prahaswara terimakasih atas kebaikan dan
vi
kesediaan waktunya untuk diwawancarai. Semoga apa yang di cita-
citakan oleh kaum difabel dapat terwujudkan. Salam inklusi.
6. Terima kasih kepada kedua orang tua peneliti, Ayah Muhammad
Yakub HR dan Mamah Nursyimah yang telah berjuang dan
memberikan kasih sayang yang tulus kepada penulis sehingga dapat
menyelesaikan pendidikan S1 dengan baik. Serta saudara-saudara
penulis, Fauziah dan Nurul Husna yang telah membantu dan
memberikan semangat dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Sahabat peneliti yang ada saat suka dan duka, di dalam maupun di luar
kelas. Salsabila Azhar tempat penulis meluapkan keluh kesah,
pendengar yang baik dan pemberi saran yang sangat berguna. Hilma
Nur Alifah tempat sandaran penulis yang selalu ada untuk memotivasi
dan mengingatkan dalam kebaikan. Citra Ayu Lestari tempat bertukar
pikiran dan saling memberikan kekuatan dalam setiap situasi.
Terima kasih sudah menjadi sahabat yang baik selama perkuliahan,
kalian yang selalu memberikan saran, motivasi, bantuan, semangat,
dan omelan untuk penulis agar segera menyelesaikan skripsi, sehingga
penulis menjadi lebih baik setiap harinya. Kalian the best.
8. Sahabat-sahabat peneliti dari MA Al-Awwabin Aniisa Fitra, Afiah Nur
Cholidah, Neng Aris Nur Aprianti, Zahra Amelia, dan Jeani Wira
Wardhanika yang selalu memberikan energi positif dengan cadaan,
cerita, dan saling menyemangati satu sama lain. Semoga kita dapat
berkumpul selalu, dan menjadi insan yang berguna di masyarakat.
9. Rizka Amelia lebih dikenal dengan sebutan Riris, adik tingkat serasa
adik kandung. Terima kasih telah menjadi pendengar baik untuk
penulis. Semoga selalu dimudahkan segala urusan perkuliahannya.
vii
10. Teman-teman seperjuangan Jurnalistik A dan B angkatan 2015, yang
mengisi hari-hari perkuliahan selama empat tahun. Semoga kita semua
sukses di masa depan, Kalian terbaik.
11. Teman-teman KKN 191 Masa Juang yang telah memberikan banyak
cerita pada saat KKN. Terima kasih telah menemani, mendukung, dan
memberikan semangat kepada penulis.
12. Kepada teman-teman yang tidak dapat peneliti sebutkan satu persatu
namun turut membantu dalam penyusunan skripsi ini, Penulis ucapkan
terima kasih semoga Allah membalas kebaikan kalian.
Semoga Allah memberikan kerahmatan disetiap langkah kepada orang-
orang yang telah membantu pengerjaan skripsi ini. Semoga karya tulis
sederhana ini dapat bermanfaat bagi semua pihak, khususnya mahasiswa
program studi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Aamiin yaa Robbal
‘Alamin.
Jakarta, 1 Juni 2020
Chairiyani
viii
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN PEMBIMBING…………………………...… i
LEMBAR PERNYATAAN .......................................................................... ii
PENGESAHAN PANITIA UJIAN .............................................................. ii
ABSTRAK .................................................................................................... iv
KATA PENGANTAR ................................................................................... v
DAFTAR ISI............................................................................................... viii
DAFTAR TABEL ......................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR .................................................................................... xi
BAB I .............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................................................ 1
B. Batasan Masalah ........................................................................................... 5
C. Rumusan Masalah ......................................................................................... 5
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian ..................................................................... 5
E. Tinjauan Pustaka ........................................................................................... 6
F. Metode Penelitian ........................................................................................ 7
G. Pedoman Penulisan..................................................................................... 11
BAB II .......................................................................................................... 13
A. Media dan konstruksi Realitas .................................................................... 13
1. Pengertian Media .................................................................................... 13
2. Konstruksi Media Terhadap Realitas ....................................................... 15
B. Analisis Framing .......................................................................................... 19
1. Pengertian Umum Framing ..................................................................... 19
2. Analisis Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki ........................... 21
C. Teori Representasi ...................................................................................... 25
D. Kelompok Disabilitas ................................................................................... 27
1. Identitas Kelompok ................................................................................. 27
2. Difabel ..................................................................................................... 31
E. Media Komunitas ........................................................................................ 35
ix
BAB III ......................................................................................................... 39
A. Sejarah Media Newsdifabel.com................................................................. 39
B. Struktur Redaksi Newsdifabel.com ............................................................. 41
C. Proses Produksi Berita ................................................................................ 43
BAB IV ......................................................................................................... 45
1. Sintaksis ...................................................................................................... 45
2. Skrip ............................................................................................................ 55
3. Tematik ....................................................................................................... 58
4. Retoris ......................................................................................................... 63
BAB V .......................................................................................................... 67
Interpretasi ......................................................................................................... 67
BAB VI ......................................................................................................... 74
A. Kesimpulan ................................................................................................. 74
B. Saran ........................................................................................................... 75
DAFTAR PUSTAKA .................................................................................. 76
LAMPIRAN.……………..………………………………………………. 79
x
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Skema Framing Modal Pan dan Kosicki ……….………. 22
Tabel 3.1 Struktur Redaksi Newsdifabel.com …………….……….. 41
Tabel 4.1 Headline Newsdifabel.com ………………………………. 45
Tabel 4.2 Lead Newsdifabel.com …………………………………… 46
Tabel 4.3 Latar Newsdifabel.com …………………………………... 47
Tabel 4.4 Kutipan Newsdifabel.com ………………………………... 49
Tabel 4.5 Pernyataan Newsdifabel.com …………………………….. 51
Tabel 4.6 Penutup Newsdifabel.com ………………………………... 53
Tabel 4.7 Skrip Newsdifabel.com …………………………………… 55
Tabel 4.8 Detail Newsdifabel.com …………………………………... 58
Tabel 4.9 Koherensi Newsdifabel.com …………………………….... 61
Tabel 4.10 Leksikon Newsdifabel.com ……………………………… 63
Tabel 4.11 Grafis Newsdifabel.com …………………………………. 65
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 3.1 Logo Newsdifabel.com ……………………………………. 39
Gambar 4.1 Foto Berita I ……………………………………………...... 66
Gambar 4.4 Foto Berita II ………….…………………………………... 66
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Media massa memiliki tanggung jawab untuk mengakomodasi rujukan
dan melindungi kelompok minoritas di tengah-tengah dominasi suatu
kelompok dalam masyarakat pluralis (McQual 2005). Salah satu kelompok
minoritas yang seringkali termarginalisasi dalam wacana media massa di
Indonesia ialah kelompok disabilitas. Media massa seringkali menempatkan
difabel sebagai kelompok minoritas yang dianggap menyimpang dari
normal, sehingga minim isu-isu tentang kelompok difabel dari segi hak dan
kesetaraan sosial.
Dalam studinya mengenai relasi antara media massa dan kelompok
difabel di Inggris, Woods (2006) menyampaikan bahwa kelompok difabel
memang sangat kurang berpartisipasi dalam kehidupan sosial sebagai
dampak langsung dari kondisi fisiknya yang seringkali menghalangi
aktivitas mereka dan membuat difabel cenderung tersingkirkan dalam
masyarakat, secara garis besar kondisi tersebut juga terjadi di Indonesia.
Berdasarkan penelitian Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat
atau LPEM (2016) FEB Universitas Indonesia, pada akhir 2016 estimasi
Jumlah difabel mencapai 12,15% dari populasi atau hampir 30 juta jiwa.
Namun tingkat pendidikan yang diraih difabel lebih minim dibandingan
non-difabel dan rendahnya serapan tenaga kerja dari kelompok difabel, serta
akses fasilitas publik bagi penyandang difabel masih sangat terbatas.
Kelompok difabel dengan segala keterbatasannya masih
dikelompokkan sebagai kelompok minoritas yang sulit mendapatkan hak,
keadilan, dan kesetaraan sosial. Sering kali kelompok difabel menjadi
korban tindak pidana dan tidak mendapat keadilan dikarenakan mengalami
2
kesulitan untuk mengungkapkan kebenaran dari peristiwa yang terjadi,
kesulitan dalam berkomunikasi membuat beberapa kasus yang dialami kaum
difabel tidak diproses secara adil. Selain ketidakadilan hak dan hukum,
kaum difabel kurang diperhatikan oleh media cetak maupun media
elektronik. Sehingga berita-berita yang muncul hanya mengeksploitasi isu
difabel untuk mencari empati dan simpati semata.
Ketidakadilan penggambaran difabel di media massa juga sering
terjadi yang menghasilkan stereotip dan representasi negatif terhadap
kelompok difabel, Meskipun belum ada hasil studi yang khusus memetakan
representasi terhadap kaum disabilitas dalam berbagai konten media di
Indonesia. Namun, terdapat beberapa hasil studi mengenai tayangan reality
show di televisi yang menunjukkan bahwa media massa menempatkan
kelompok difabel sebagai komoditas yang lemah dan patut dikasihani salah
satu programnya adalah ‘Tali Kasih’ di Indosiar. Selain itu, menghasilkan
stereotip terhadap kelompok difabel yang hanya dijadikan sebagai objek
lelucon dan kekonyolan seperti karakter Aziz Gagap di Opera Van Java.
Selain tayangan pada televisi, marjinalisasi melalui media massa
terhadap kelompok difabel dalam pemberitaan yang menggunakan struktur
bahasa yang memojokkan cenderung memberikan persepsi buruk tentang
disabilitas (Thohari 2012 dan Masduqi 2010). Adapun penelitian dahulu
melakukan pengamatan terhadap beberapa surat kabar dan media online
yang menunjukkan bahwa struktur bahasa yang digunakan dalam teks berita
cenderung memberikan persepsi buruk dengan menyebut mereka dengan
sebutan ‘orang cacat’ ‘kelompok yang perlu dibantu dan dikasihani’ dan
lainnya.
Penggambaran tersebut tentu bertolak belakang dengan kondisi ideal
yang seharusnya diwujudkan oleh institusi media di Indonesia yang
3
seharusnya melindungi kelompok difabel, sebagai kelompok minoritas di
Indonesia. Perlindungan terhadap kelompok minoritas dalam media di
Indonesia dijamin dalam Pedoman Perilaku Penyiaran Standar Program
Siaran (P3-SPS). Penggambaran media massa yang tidak sesuai dengan
keadaan yang sesungguhnya membuat penyandang disabilitas malu dan
kekosongan saluran aspirasi. Keresahan yang selalu dirasakan oleh kaum
disabilitas terhadap pemberitaan dan informasi yang tidak sesuai harapan
dalam kepentingan diseminasi pengetahuan tentang difabel.
Dalam representasi oleh media, ada seperangkat kriteria yang
menentukan menonjol tidaknya sebuah acara di kanal media. Beberapa
kanal memiliki kriteria tersendiri, tetapi secara garis besar tetap sama, yaitu
bahwa sebuah acara harus memiliki sejumlah aspek yang bisa membuatnya
“menarik”. Hal ini termasuk yang bersifat dramatis dan mengundang air
mata, kesedihan, dan kesenangan serta sekaligus menyajikan infomasi atau
edukasi dengan menghadirkan fakta-fakta yang unik untuk menarik
perhatian. Lebih disayangkan ketika isu-isu terkait kelompok ini menjadi
lebih menarik ketika dibuat menjadi “lelucon atau lawakan”, pendekatan
yang diambil dalam konten media ini lebih terarah pada sensasionalisme
dibanding nilai berita. jika menggali isu ini lebih dalam, maka ada empat
kelompok yang rentan di diskriminasi yaitu perempuan dan anak, isu agama,
difabel, dan komunitas LGBT (Nugroho dan Yanuar dkk 2012).
Kecenderungan media massa yang korporatis, memunculkan
kebutuhan yang memungkinkan bagi tiap individu memiliki kesempatan
yang sama untuk berpartisipasi dan mempresentasikan dirinya dalam media
yang disebut media komunitas. Adanya media komunitas untuk memenuhi
kebutuhan komunikasi dan informasi yang tidak terpenuhi oleh media
mainstream (Holey 2010). Media komunitas menjadi sarana untuk
4
mengekspresikan suara dan harapan, aspirasi, dan frutasi, serta menjadi
medium eksistensi diri mereka. Seperti halnya media online komunitas
difabel newsdifabel.com yang memanfaatkan media online sebagai
pembentukkan identitas dan membangun kohesivitas yang akan
memperkuat identitas difabel dalam masyarakat.
Newsdifabel.com merupakan media online komunitas difabel yang
memiliki persamaan gagasan dan cita-cita yaitu, memberikan pemahaman
dan informasi kepada masyarakat luas mengenai isu difabel. Media online
newsdifabel.com dibentuk pada 11 Agustus 2018 oleh kawan-kawan difabel,
bersama praktisi hukum, dan pegiat jurnalis. Bersama sepakat untuk
membentuk media yang memiliki kekhasan, perspektif, dan menjadi
penyalur keresahan penyandang difabel. Mengangkat isu-isu yang
menyangkut kelompok difabel seperti hak-hak, pemberdayaan, integrasi
sosial, indepedensi, dan partisipasi difabel dalam bermasyarakat.
Media online Newsdifabel.com menjadi salah satu media alternatif
yang aktif dalam menyuarakan isu-isu difabel, untuk menyosialisasikan
berbagai kegiatan dan kemampuan kelompok difabel. Berdirinya portal
media difabel ini melibatkan kaum difabel dalam penyajian berita dengan
kemampuan yang berbeda-beda, mulai dari kemampuan untuk
berkomunikasi, bersosialisasi, fotografi, komputer, dan kemampuan
menggunakan teknologi informasi. Kegiatan jurnalistik ini dilakukan oleh
kelompok difabel dan non-difabel, agar mendapatkan kesetaraan sosial di
tengah-tengah masyarakat.
Dengan latar belakang tersebut, penulis berasumsi bahwa media ini
digunakan sebagai alat perjuangan bagi kaum difabel dalam mengatasi
stigma-stigma negatif dimasyarakat tentang kaum difabel dengan
merangkul, mengajak berdaya, menyosialisasikan berbagai aktivitas dan
5
kemampuan difabel. Dalam hal ini penulis ingin mengetahui bagaimanakah
media Newsdifabel.com mempresentasikan identitas difabel, dengan
menelaah isu atau teks berita secara mendalam dalam media online
Newsdifabel.com dan menempatkan kelompok disabilitas sebagai apa.
Karena masyarakat hanya menganggap kelompok difabel sebagai orang-
orang yang memiliki keterbatasan dan minim partisipasinya dalam
kehidupan bermasyarakat.
Untuk itu peneliti meneliti bagaimana identitas difabel
direpresentasikan oleh Newsdifabel.com, karena Newdifabel.com
merupakan media komunitas yang tentunya memberitakan tentang isu-isu
disabilitas kepada khalayak. Maka peneliti akan melakukan penelitian
mengenai: “Representasi Identitas Kelompok Difabel pada Media
Online Newsdifabel.com”.
B. Batasan Masalah
Agar penelitian ini fokus terhadap satu pembahasan, penelitian ini
dibatasi dengan mengambil dua pemberitaan berjudul, “Kita Semua
Berpotensi Menjadi Disabilitas” edisi 09 September 2018 dan “Perlukah
Disabilitas Mengenyam Pendidikan Tinggi?” edisi 12 September 2018.
Kedua berita tersebut dipilih karena telah mewakilkan identitas yang
dibentuk oleh Newsdifabel.com.
C. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dari penelitian ini adalah bagaimana
representasi identitas kelompok difabel di media online?
D. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
6
Dengan mengacu kepada permasalahan sebagaimana penulis
rumuskan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk
menunjukkan pembingkaian media online terhadap identitas
kelompok difabel.
2. Manfaat Penelitian
a. Manfaat Akademis
Secara akademis, penelitian ini memiliki signifikan pada
pengembangan kajian ilmiah mengenai dua isu sosial yaitu, isu difabel
dan kajian media komunitas pada media online.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini diharapkan mampu memberikan pemaparan
tentang isu difabel yang jarang dimunculkan pada media mainstream.
Bagi pihak internal komunitas, penelitian ini untuk bahan evaluasi dari
praktik dan keberlangsungan kegiatan media komunitas. Sedangkan di
ranah eksternal komunitas, penelitian ini dapat berkontribusi bagi
kelompok minoritas atau organisasi non-pemerintah yang peduli
terhadap kelompok minoritas.
E. Tinjauan Pustaka
Setelah melakukan penelusuran koleksi skripsi pada perpustakaan
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta dan pencarian di internet. Penulis
menemukan penelitian yang sama namun topik dan objek berbeda yang
menginspirasi dalam pengambilan penelitian ini diantaranya:
1. Konstruksi Realitas Sosial Pemberitaan Lesbian, Gay,
Biseksual dan Transgender (LGBT) Muslim di Media online,
(Studi Wacana Berita Komunitas suarakita.org). Skripsi karya
Meylisa Agustina, mahasiswi Jurnalistik, UIN Jakarta, lulusan
7
tahun 2015. Skripsi ini meneliti tentang kolompok minoritas
LGBT menyuarakan identitasnya melalui portal media online, dan
ingin menggiring opini tertentu kepada pembaca.
2. Representasi Identitas diri Transgender pada Film Bulu Mata.
Skripsi karya Yuandita Lestari, mahasiswi Jurnalistik, UIN
Jakarta, lulusan tahun 2018. Skripsi ini meneliti tentang identitas
transgender yang direpresentasikan bahwa waria tetap memiliki
hak yang sama, disamping pro dan kontra masyarakat.
3. Framing Pemberitaan Dugaan Penistaan Agama oleh
Sukmawati Soekarnoputri (Analisis Komparasi pada Media
Online Republika.co.id dan Kompas.com). Skripsi karya
Hazhiyah Rif’at Fathaniyah, mahasiswi Jurnalistik UIN Jakarta,
lulusan tahun 2018. Skripsi ini meneliti tentang framing yang
ditunjukkan oleh kedua media mainstream dengan analisis framing
Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki.
4. Transgender dalam Bingkai Pemberitaan Waria Setara
Warga di Majalah National Geographic Indonesia. Skripsi
karya Sururoh Tullah Adedoin Uthman, mahasiswi Jurnalistik UIN
Jakarta, lulusan tahun 2019. Skripsi ini meneliti tentang bingkai
pemberitaan transgender di Majalah National Geographic dengan
menggunakan teori konstruksi sosial atas realitas dengan analisis
framing Zhondang Pan dan Gerald M Kosicki.
F. Metode Penelitian
1. Paradigma Penelitian
Paradigma pada penelitian ini adalah paradigma konstruktivis.
Penulis ingin memahami pembingkaian yang dilakukan pada media
online Newsdifabel.com, terkait isu difabel. Paradigma konstruktivis
memandang bahwa realitas bukanlah suatu hal yang natural, melainkan
8
hasil dari sebuah konstruksi (Eriyanto 2008, 43). Dalam penelitian
konstruktivis tidak ada realitas, karena peneliti hanya melihat
bagaimana suatu peristiwa dipahami dan dimaknai oleh media.
Menurut Eriyanto penulisan paradigma konstruktivis memiliki
beberapa karakteristik, diantaranya; memiliki tujuan untuk menentukan
realitas yang terjadi sebagai hasil interaksi antara penulis dengan objek
penelitian, penulis melibatkan dirinya dengan realitas yang diteliti,
makna yang dihasilkan dari suatu teks merupakan hasil dari negoisasi
antara teks dengan penulis, hasil penulisan merupakan hasil interaksi
antara penulis dan objek penulisan, subjektivitas penulis menjadi dasar
dari proses analisis, dan kualitas dilihat dari sejauh mana penulis
mampu menyerap dan mengerti bagaimana individu mengkonstruksi
realitas.
2. Pendekatan Penelitian
Penelitian ini, menggunakan pendekatan kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan salah satu pendekatan yang digunakan peneliti
dalam ilmu sosial, dengan penekanan objek penelitiannya terhadap
keunikan manusia atau gejala sosial yang tidak dapat di analisa dengan
metode statistik.
Tujuan dari penelitian kualitatif ini adalah untuk mencari
makna terhadap sesuatu dengan menghimpun data, mengolah data, dan
menganalisa suatu data. Penelitian dengan metode ini dilakukan lebih
mendalam dalam penangkapan suatu makna dan masalah (Moleong
2005, 13). Penelitian kualitatif menggambarkan proses kegiatan yang
ada dilapangan dapat dilihat dari lingkungannya seperti bahasa tubuh,
9
bahasa tutur, perilaku atau ungkapan-ungkapan yang berkembang
dalam dunia dan lingkungan responden.
3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan analisis framing Zhondang Pan
dan Gerald M. kosicki. Dalam pandangan Pan dan Kosicki perangkat
framing dibagi menjadi empat struktur besar, yakni struktur sintaksis
yang berhubungan dengan bagaimana wartawan menyusun peristiwa.
Kemudian struktur skrip yang berhubungan dengan bagaimana
wartawan mengisahkan atau menceritakan peristiwa kedalam bentuk
berita. struktur tematik, berhubungan dengan bagaimana wartawan
mengungkapkan pandangannya atas peristiwa kedalam proporsi. Dan
yang terakhir ialah struktur retoris, yaitu bagaimana wartawan
menekankan arti tertentu kedalam berita (Eriyanto 2008, 294).
Keempat struktur tersebut merupakan suatu rangkaian yang dapat
menunjukkan framing dari suatu media. Kecenderungan dan
kecondongan wartawan dalam memahami suatu peristiwa dapat
diamati dari tata cara penulisan berita mulai dari kalimat yang dipakai,
cara mengisahkan peristiwa, dan menekankan makna atas peristiwa.
Strategi wacana tersebut dilakukan untuk meyakinkan khalayak
pembaca bahwa berita yang ditulis adalah benar.
4. Teknik Pengumpulan Data
Adapun teknik pengambilan data yang digunakan adalah sebagai
berikut:
a. Teknik Wawancara
Proses pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan
instrument wawancara. Wawancara dalam penelitian kualitatif
10
dilakukan untuk memperoleh data secara mendalam terkait
masalah penelitian. Oleh karena itu peneliti telah melakukan
wawancara melalui telepon dengan Pemimpin Redaksi
Newsdifabel.com Popon Siti Latipah, Barra Annasir selaku editor,
dan Reporter Newdifabel.com Ravindra Abdi Prahaswara. Untuk
mendapatkan data yang lengkap dan akurat.
b. Dokumentasi
Dokumentasi merupakan pengumpulan data-data yang
bersangkutan dengan penelitian, atau sumber-sumber dari bahan-
bahan kepustakaan yang berkaitan dengan objek penelitian yang
dimaksud. Dokumen yang dilakukan peneliti adalah
mengumpulkan data-data melalui rekaman, telaah, membedah
buku-buku, website, dan literature-literatur pustaka yang berkaitan
dengan skripsi ini.
5. Subjek dan Objek Penelitian
Untuk melakukan penelitian yang akurat, serta mendapat data
yang valid maka subjek dari penelitian ini adalah staf redaksi
Newsdifabel.com, sedangkan objek penelitiannya adalah teks
media.
6. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunkan dalam penelitian ini adalah
analisis kualitatif yang dikemukakan oleh Miles dan Hubberman
(Sugiyono 2007, 204) terdapat empat tahap yaitu: Pertama,
pengumpulan data dapat dilakukan dengan wawancara, observasi, dan
mengumpulan teks media. Kedua, reduksi data melakukan
penyederhanaan dengan menyusun sekumpulan informasi secara
sistematis dan mudah dipahami. Ketiga, penyajian data dilakukan
11
untuk menemukan pola-pola yang bermakna serta memberikan
kemumngkinan adanya penarikan kesimpulan dan tindakan. Keempat,
penarikan kesimpulan dengan membandingkan data yang telah disusun
dengan menarik kesimpulan sebagai jawaban dari permasalah yang
ada.
G. Pedoman Penulisan
Penulisan penelitian ini mengacu pada buku “Pedoman Penulisan
Karya Ilmiyah (Skripsi,Tesis, dan Disertasi)”. Buku tersebut ditulis oleh
Hamid Nasuhi, dkk yang diterbitkan oleh CeQDA (Center for Quality
Denvelopment And Assurance).
Skripsi ini dibuat sistematis dengan dibagi menjadi Enam bab.
Hal ini berdasarkan acuan penulis pada Pedoman Akademik Program
Strata 1 yang diliris oleh Universitas Islam Negri (UIN) Syarif
Hidayatullah Jakarta pada tahun 2017. Adapun sistematika
penulisannya sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab I terdiri dari enam sub bab yang terdiri dari
Latar belakang Masalah, Batasan dan Rumusan
masalah, Tujuan dan Manfaat penelitian, Tinjauan
Kajian Terdahulu, Metodologi penelitian, dan
Sistematika penulisan.
BAB II KAJIAN PUSTAKA
Pada bab II peneliti menguraikan landasan teori yang
digunakan Framing Zhondang Pan dan Gerald Kosicki.
Dalam bab ini peneliti menjabarkan teori serta konsep
penelitian dan penjelasan mengenai difabel.
BAB III GAMBARAN UMUM
12
Pada bab ini terdiri dari tiga sub bab yaitu, Sejarah
mengenai Newsdifabel.com, Struktur media, serta
Proses Produksi.
BAB IV TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Dalam bab ini akan diuraikan hasil analisa temuan di
lapangan berupa pembetukan pesan tentang isu difabel
pada media komunitas Newsdifabel.com.
BAB V PEMBAHASAN
Berisi interpretasi atau uraian dari penulis yang
mengaitkan latar belakang dan rumusan masalah
dengan data yang dimiliki.
BAB VI PENUTUP
Dalam bab ini peneliti akan memberikan saran dan
kesimpulan berdasarkan hasil penelitian.
DAFTAR PUSTAKA
Menguraikan sumber-sumber bacaan selama penelitian
ini baik melalui buku, majalah, jurnal, maupun internet.
13
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
A. Media dan Konstruksi Realitas
1. Pengertian Media Massa
Pengertian media massa sangat luas. Media massa dapat diartikan
sebagai segala bentuk media atau sarana komunikasi untuk menyalurkan
dan mempublikasi berita kepada publik atau masyarakat. Bentuk media
atau sarana jurnalistik yang kini dikenal terdiri atas media cetak, media
elektronik, dan media online. Media massa dalam konteks jurnalistik pada
dasarnya harus dibatasi pada ketiga jenis media tersebut sehingga dapat
dibedakan dengan bentuk media komunikasi yang bersifat massal, tetapi
tidak memiliki kaitian dengan aktivitas jurnalistik.
Media massa bertambah anggota dengan kelahiran situs-situs berita
ruang cyber dalam katagori com, yaitu media online. Sejarah media massa
memperlihatkan bahwa sebuah teknologi baru tidak menghilangkan
teknologi lama. Media online mungkin tidak akan bisa menggantikan
sepenuhnya bentuk-bentuk media lama. Melainkan, tampaknya
menciptakan suatu cara yang unik untuk memproduksi berita dan
mendapat konsumen berita (Santana 2005, 133-134)
Media online merupakan media massa yang penggunaan dan
pemanfaatannya menggunakan internet. Oleh sebab itu media online
menjadi sebuah media massa yang popular dan sangat khas. Ciri khas
media massa online terletak pada keharusan pengguna untuk memiliki atau
tersambung pada jaringan teknologi informasi menggunakan perangkat
seperti komputer maupun ponsel pintar (Indah Suryawati 2011, 40).
14
Media online termasuk ke dalam media massa yang pertumbuhan dan
perkembangannya sangat spektakuler. Dilihat dengan bagaimana internet
yang meskipun tidak digunakan sepenuhnya untuk keperluan media
massa, namun media online sudah menjadi suatu alternatif banyak orang
untuk memperoleh informasi. Menurut Indah Suryawati (2011, 46)
terdapat keunggulan dari media online yaitu:
1) Up to Date, informasi pada media online senantiasa terbaru. Hal
ini karena media online dapat melakukan update suatu informasi
atau berita dari waktu ke waktu dengan cepat karena bentuk
penyajiannya yang lebih mudah dan sederhana dibandingkan jenis
media massa lainnya.
2) Real Time, media online dapat menyajikan informasi dan berita
saar peristiwa sedang berlangsung atau live. Sebagian besar
wartawan juga dapat langsung mengirimkan beritanya dari lokasi
kejadian.
3) Informasinya bersifat praktis, keunggulan yang lain dari media
online juga diungguli dalam hal ini. Media online dapat diakses
dimana saja dan kapan saja asalkan terhubung dalam jaringan
internet.
Media online secara khusus yaitu media dalam konteks komunikasi
massa yang mempunyai karakteristik tertentu, seperti publisitas dan
periodisitas. Artinya setiap informasi yang disajikan dari media online
mempunyai waktu dalam hal pemberitaan, berbeda dengan media cetak
yang berita sekarang dapat disajikan untuk besok, sedangkan untuk online
hal seperti ini akan menjadi basi, jadi secepat mungkin sebuah kejadian
ditulis dan disampaikan kepada masyarakat (Romli dan Syamsul 2012,
34).
15
Salah satu medium yang paling banyak digunakan sebagai saluran
untuk menyuarakan berbagai pesan mengenai diri ialah internet, audiance
dapat bertindak aktif sebagai produsen pesan. Internet menyediakan fitur
bagi suatu subjek untuk memproduksi dan mendistribusikan pesannya
sendiri (Kaplan 2010). Kemampuan internet memediasi pembentukkan
identitas. Hal ini dapat dibuktikan melalui studi yang dilakukan Stern
(1999) mengenai berbagai isi personal homepage, menunjukkan adanya
hubungan antara isi, etestika, dan representasi diri yang sifatnya berupa
ekspresi identitas diri dalam berbagai situs personal homepage tersebut.
2. Konstruksi Media Terhadap Realitas
Istilah konstruksi realitas menjadi terkenal sejak diperkenalkan oleh
Peter L Berger dan Thomas Luckman dalam buku the social of
construction reality. Realitas menurut Berger tidak dibentuk secara ilmiah,
tidak juga sesuatu yang diturunkan oleh Tuhan. Tetapi dibentuk dan di
konstruksi. Dengan pemahaman ini realitas berwujud ganda atau plural.
Setiap orang mempunyai konstruksi yang berbeda-beda atas suatu realitas,
berdasarkan pengalaman, preferensi, pendidikan, dan lingkungan sosial,
yang dimiliki masing-masing individu. (Eryanto 2000, 15).
Konstruksi realitas terbentuk bukan hanya dari cara media memandang
realitas kehidupan politik tempat media itu berada. Sistem politik yang
diterapkan sebuah negara ikut menentukan mekanisme kerja media massa
negara itu mempengaruhi cara media massa tersebut mengkonstruksi
realitas. Menurut Hammad, karena sifat dan faktanya bahwa tugas
redaksional media massa adalah menceritakan peristiwa-peristiwa, maka
tidak berlebihan bahwa seluruh isi media adalah relitas yang telah
dikonstruksikan (Hammad 2001, 55).
16
Ada dua karakteristik penting dari pendekatan konstruksi:
1) Pendekatan konstruksi menekankan pada politik pemaknaan dan
proses bagaimana seseorang membuat gambaran tentang realitas.
Makna bukanlah suatu yang absolut, konsep statik yang ditemukan
dalam suatu pesan. Makna adalah suatu proses aktif yang
ditafsirkan seseorang dalam suatu pesan.
2) Pendekatan konstruksi memandang kegiatan komunikasi sebagai
proses yang dinamis. Pendekatan konstruksionis memeriksa
bagaimana pembentukan pesan dan isi komunikator dan dalam isi
penerima ia memeriksa bagaimana konstruksi makna individu
ketika menerima pesan. (Eriyanto 2002, 40-41)
Pada dasarnya media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan
sumber berita, melainkan juga berperan dalam menyusun dan
mendefinisikan realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga
menjadi sebuah informasi yang bermanfaat kepada masyarakat. dan
melalui pemberitaan, media dapat membingkai peristiwa dengan
bingkaian tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaiamana khalayak
harus melihat dan memahami peristiwa dari perspektif tertentu dengan
bahasa sebagai perangkat atau alat dasar yang digunakan.
Media massa secara umum melakukan tiga hal dalam pembentukkan
opini publik. Pertama, menggunakan simbol-simbol untuk memunculkan
pengenalan. Kedua, melakukan strategi pengemasan pesan (framing).
Ketiga, melakukan fungsi agenda media untuk menentukan prioritas pesan
mana yang disampaikan kepada audiens media. Pelaksanaan tiga hal
tersebut bisa saja terpengaruhi oleh faktor internal, kebijakan redaksional
yang didasari keterpihakan pengelola media dalam menaik-turunkan tokoh
atau bahkan kelompok. Kemudian pengaruh dari faktor eksternal seperti
17
pasa audiens, sistem hukum negara, maupun kekuatan publik lainnya
(Ibnu Hammad 2004, 2-3).
Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama. Ia
merupakan instrument pokok untuk menceritakan realitas. Bahasa adalah
alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam konteks media massa,
keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk
menggambarkan sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran
(makna citra) mengenai suatu realitas-realitas media yang akan muncul
dibenak khalayak. Pilihan kata dan cara penyajian suatu relaitas ikut
menentukan struktur konstruksi realitas dan makna yang muncul darinya.
Pemberitaan di dalam media massa tidak selalu bersifat objektif, karena
setiap media memiliki kebijakan tertentu dalam penyampaian isi
beritanya.
Pesan-pesan yang disampaikan oleh media produk medianya dibangun
dan dibentuk untuk suatu tujuan tertentu. Terdapat motif dibalik setiap
pesan yang ditampilkan dalam produk medianya, baik berupa berita,
headline, liputan khusus, dan sebagainya. Motif ini berupa milai-nilai yang
ingin ditanamkan media dalam benak permisa dan pembacanya.
Tamburuka (2012, 85) mengemukakan bahwa pada dasarnya manusia
memiliki pengharapan dan kemampuan menyerap pesan secara kognisi.
Perubahan kognitif dalam pikiran individu dapat memengaruhi pula
perubahan sikap dan perilaku kita dalam memandang dan memahami
dunia. Selain itu, media tidak hanya berperan sebagai sarana informasi
yang menyampaikan berita secara aktual (baru) dan faktual (apa adanya)
tetapi lebih dari itu, mereka mencoba membangun suatu nilai dalam
pikiran dan benak kita sebagai permisa dan pembacanya.
18
Bungin (2011) menjelaskan bahwa konten konstruksi sosial media
massa dapat melalui tahap-tahap sebagai berikut:
1. Tahap Menyiapkan Materi Konstruksi
Menyiapkan materi konstruksi sosial media massa adalah tugas
redaksi media massa, tugas itu di distribusikan pada desk editor
yang ada disetiap media massa. Ada tiga hal penting dalam
mempersiapkan materi konstuksi sosial yaitu keberpihakan media
massa terhadap kapitalisme, keberpihakan semu kepada
masyarakat, dan keberpihakan kepada kepentingan umum.
2. Tahan Sebaran Konstruksi
Prinsip dasarnya dari sebaran konstruksi sosial media massa adalah
semua informasi harus sampai pada pembaca secapatnya
berdasarkan agenda media. Apa yang menjadi penting oleh media,
menjadi penting pula bagi pembaca
3. Tahap Pembentukkan Konstruksi Realitas
Setelah pemberitaan sampai kepada pembacanya, terjadi
konstruksi di masyarakat melalui tiga tahap yang berlangsung
secara generic. Pertama, konstruksi realitas pembenaran. Kedua,
kesediaan dikonstruksi oleh media massa. Ketiga, sebagai pilihan
konsumtif
4. Tahap konfirmasi
Konfirmasi adalah tahap ketika media massa maupun permisa
memberi argumentasi dan akuntabilitas terhadap pilihannya untuk
terlibat dalam tahap pembentukan konstruksi. Bagi media tahapan
ini perlu untuk memberi argumentasi terhadap alasan-alasannya
konstruksi sosial. Sedangkan bagi pembaca, tahapan ini untuk
menjelaskan mengapa ia terlibat dan bersedia hadir dalam proses
konstruksi sosial.
19
B. Analisis Framing
1. Pengertian Umum Framing
Konsep framing sering digunakan untuk menggambarkan proses
seleksi dan menonjolkan aspek tertentu dari realitas media. Framing dapat
dipandang sebagai penempatan informasi-informasi dalam konteks yang
khas sehingga isu tertentu mendapatkan alokasi lebih besar dari isu yang
lain (Nugroho 1999, 20).
Gagasan tetang framing pertama kali dilontarkan oleh Baterson tahun
1995 (Sobur 2002, 161) mulanya frame dimaknai sebagai sumber struktur
konseptual atau perangkat kepercayaan yang mengorganisir pandangan
politik, kebijakan, dan wacana serta yang menyediakan katagori-katagori
standar untuk mengapresiasi realitas. Konsep ini kemudian dikembangkan
oleh Goffman pada 1974, yang mengandaikan frame sebagai kepingan-
kepingan perilaku (strips of behavior) dengan membimbing individu
dalam membaca realitas.
Ada beberapa definisi framing menurut para ahli, salah satunya Pan
dan Kosicki mendefinisikan framing sebagai strategi konstruksi dan
memproses berita. perangkat kognisi yang digunakan dalam mengkode
infomasi, menafsirkan peristiwa, dan dihubungkan dengan rutinitas dan
konversi pembentukan berita (Eriyanto 2002, 68).
Framing adalah pendekatan untuk melihat bagaimana realitas itu
dibentuk dan dikonstruksi oleh media. Proses pembentukan dan konstruksi
realitas itu, hasil akhirnya adalah adanya bagian tertentu dari realitas yang
lebih menonjol dan lebih mudah dikenal. Akibatnya, khalayak lebih
mudah mengingat aspek-aspek tertentu yang disajikan secara menonjol
oleh media. Seperti yang dikatakan Frank D. Durham (1998, 101) framing
20
membuat dunia lebih diketahui dan lebih dimengerti. Realitas yang
kompleks dipahami dan disederhanakan dalam katagori tertentu. Bagi
khalayak, penyajian realitas yang demikian, membuat realitas menjadi
lebih bermakna dan dimengerti.
Menurut Eriyanto (2008, 69-70), ada dua aspek dalam framing.
Pertama, memilih fakta atau realitas. Proses memilih fakta ini didasarkan
pada asumsi, wartawan tidak mungkin melihat peristiwa tanpa perspektif.
Dalam memilih fakta ini selalu terkandung dua kemungkinan: apa yang
dipilih (included) dan apa yang dibuang (exluded). Hal ini menjadi penting
untuk penekanan aspek tertentu dilakukan dengan memilih angel berita,
atau memilih fakta tertentu, dan melupakan fakta yang lain. Akibatnya,
pemahaman dan konstruksi atas suatu peristiwa bisa jadi berbeda antara
satu dengan media lain.
Kedua, menuliskan fakta. Proses ini berhubungan dengan bagaimana
fakta yang dipilih itu disajikan kepada khalayak. Gagasan itu diungkapkan
dengan kata, kalimat dan proposisi apa, dengan bantuan aksentuasi foto
dan gambar apa, dan sebagainya. Fakta yang terpilih akan ditekankan
mencolok dengan menempatkannya di headline depan, atau bagian
belakang, pengulangan, pemakaian grafis untuk mendukung dan
memperkuat penonjolan. Akibatnya, aspek tertentu yang ditonjolkan lebih
mendapatkan alokasi dan perhatian yang besar dibanding dengan aspek
lain.
Framing bukan hanya berkaitan dengan skema individu (wartawan),
melainkan juga berhubungan dengan proses produksi berita, kerangka
kerja, dan rutinitas organisasi media. Semua ideologi framing bukan
semata-mata disebabkan oleh struktur skema watawan saja, secara
langsung atau tidak lansung institusi media juga mempengaruhi
21
pemaknaan peristiwa. Wartawan hidup dalam institusi media dengan
seperangkat aturan, pola kerja, dan aktivitas masing-masing.
2. Analisis Framing Zhondang Pan dan Gerald M. Kosicki
Pan dan Kosicki menyatakan bahwa terdapat dua konsepsi dari
framing yang saling berkaitan (Eriyanto 2002, 252). Pertama, dalam
konsepsi psikologi yaitu bagaimana seseorang memproses informasi
dalam dirinya serta bagaimana seseorang mengolah sejumlah informasi
dan ditunjukkan dalam skema tertentu. Kedua, konsepsi sosiologis yaitu
bagaimana seseorang mengklarifikasikan, mengorganisasikan, dan
menafsirkan pengalaman sosialnya untuk mengerti dirinya dan realitas
diluar dirinya.
Dalam pendekatan ini, perangkat framing dapat dibagi menjadi empat
struktur besar. Pertama, struktur sintaksis. Sintaksis berhubungan dengan
bagaimana wartawan menyusun peristiwa dalam bentuk susunan umum
berita. hal tersebut dapat diamati dari bagian berita seperti lead, latar,
headline, kutipan yang diambil, dan sebagainya. Kedua, struktur skrip.
Skrip berhubungan dengan bagaimana wartawan mengisahkan atau
menceritakan peristiwa ke dalam bentuk berita.
Ketiga, struktur tematik. Tematik berhubungan dengan bagaimana
wartawan mengungkapkan pandangan atas peristiwa ke dalam proposisi,
kalimat atau hubungan antar kalimat yang membentuk teks secara
keseluruhan. Keempat, struktur retoris. Retoris berhubungan dengan
bagaimana wartawan menekankan arti tertentu ke dalam berita. Struktur
ini melihat bagaimana wartawan memakai pilihan kata, idiom, grafik, dan
gambar yang dipakai. Bukan hanya mendukung tulisan, melainkan juga
menekankan arti tertentu kepada pembaca (Eriyanto 2002, 255-256).
22
Keempat struktur tersebut dapat digambarkan dalam bentuk skema
sebagai berikut :
Tabel 2.1 Skema Framing Modal Pan dan Kosicki
STRUKTUR PERANGKAT
FRAMING
UNIT YANG DIAMATI
SINTAKSIS
Cara wartawan
menyusun fakta
1. Skema Berita Headline, lead, latar
informasi, kutipan sumber,
pernyataan, dan penutup
SKRIP
Cara wartawan
mengisahkan fakta
2. Kelengkapan
Berita
5W+1H
TEMATIK
Cara wartawan
menulis fakta
3. Detail
4. Koheresi
5. Bentuk Kalimat
6. Kata Ganti
Paragraf, proposisi, kalimat,
hubungan antar kalimat
RETORIS
Cara wartawan
menekankan fakta
7. Leksikon
8. Grafis
9. Metafora
Kata, idiom, gambar/foto, dan
grafik.
a. Sintaksis
Pengertian sintaksis secara umum adalah susunan kata atau frase
dalam kalimat. Sistaksis berhubungan dengan bagaiamana wartawan
menyusun peristiwa, pernyataan, opini, kutipan, pengamatan atas
peristiwa ke dalam bentuk susunan umum baru (Eriyanto 2011, 294). Unit
yang menjadi perhatian utama struktur ini terdapat pada headline, lead,
latar informasi, kutipan, sumber, pernyataan, dan penutup.
23
1. Headline merupakan judul pada berita. Headline biasanya menjadi
salah satu penunjang yang kuat dalam berita jika kita ingin meneliti
apakah ada unsur yang kuat pada sebuah berita. Headline memiliki
tingkat kemenonjolan tinggi yang menunjukkan kecenderungan
berita, sehingga pembaca akan lebih mengingat headline
dibandingkan bagian berita. Headline memiliki fungsi untuk
mempengaruhi pembaca dalam memandang isu dan peristiwa yang
telah dirancang sedemikian rupa oleh media.
2. Lead dalam dunia jurnalistik disebut dengan teras berita. Lead
merupakan paragraph pertama yang memuat fakta atau informasi
dari keseluruhan uraian berita. Bagian ini menampilkan peristiwa
dari sudut pandang dan prespektif tertentu dalam bentuk berita.
3. Latar dapat mempengaruhi makna yang ingin disampaikan oleh
wartawan. Latar yang dipilih oleh wartawan akan menentukan
kemana padangan khalayak akan dibawa.
4. Kutipan menjadi sumber berita, bagian ini difungsikan untuk
membangun objektivitas dan prinsip keseimbangan agar tidak
memihak. Bagian ini dijadikan bukti bahwa apa yang ditulis bukan
hanya pendapat wartawan, melainkan pendapat yang disampaikan
dari orang yang memiliki otoritas tertentu.
5. Penutup merupakan bagian akhir dari penulisan struktur berita.
Penutup menjadi penguat berita yang disusun dengan cermat dan
berhubungan dengan keseluruhan laporan. Bagian penutup
menjadi satu kesatuan antara lead dan body dalam teks berita.
b. Skrip
Skrip merupakan salah satu strategi wartawan dalam mengemas berita.
Bagaimana sebuah peristiwa dipahami dengan cara menyusun bagian
24
tertentu. Dalam struktur framing skrip, laporan berita sering disusun dalam
bentuk cerita. Hal ini Karena dua hal. Pertama, banyak laporan berita yang
berusaha menunjukkan hubungan dan peristiwa yang ditulis merupakan
kelanjutan dari peristiwa sebelumnya. Kedua, berita umumnya
berorientasi menghubungkan teks yang ditulis dengan lingkungan
pembaca. Bentuk umum dari skrip adalah pola 5W+1H, who, what, when,
where, why, dan how (Eriyanto 2002, 299).
c. Tematik
Struktur tematik erat kaitannya dengan cara wartawan
mengungkapkan perspektifnya atau cara wartawan menulis pandangan
atas peristiwa kedalam proporsi, kalimat, atau hubungan antar kalimat
yang membentuk teks secara keseluruhan. Perangkat framing yang
digunakan untuk meneliti adalah detail dan koherensi.
Detail berhubungan dengan cara penyampaikan wartawan dalam
menulis berita dengan informasi secara lengkap, tentu saja dengan
informasi yang dapat menguntungkan mereka. Kemudian koherensi
adalah gabungan dari dua kalimat untuk menghubungkan suatu fakta yang
berbeda. Dalam pembentukkan struktur ini akan melihat bagaimana
pemahaman itu diwujudkan kedalam bentuk yang lebih mengerucut.
d. Retoris
Retoris menggambarkan pilihan kata untuk menekankan arti yang
ingin ditonjolkan oleh wartawan. Wartawan menggunakan perangkat
retoris untuk membuat citra dan meningkatkan kemenonjolan pada sisi
tertentu untuk menunjukkan bahwa apa yang disampaikan merupakan
suatu kebenaran (Ariyanto 2002, 304).
25
Terdapat beberapa elemen dari struktur retoris yang digunakan oleh
wartawan, yaitu leksikon, grafis, dan metafora. Leksikon merupakan
pemilihan dan pemakaian kata untuk menggambarkan peristiwa.
Pemilihan kata yang dipakai tidak semata-mata karena kebetulan, tetapi
juga dipilih secara ideologis dalam menunjukkan bagaimana pemaknaan
seseorang terhadap fakta dan realitas. Selain dengan kata, penekanan
pesan dalam berita dapat dilakukan dengan menggunakan unsur grafis.
Grafis biasannya muncul lewat bagian tulisan yang dibuat berbeda dari
yang lainnya.
C. Teori Representasi
Representasi didefinisikan Marcel sebagai penggunaan sebuah tanda
(gambar, bunyi, dan lain-lain) untuk menghubungkan atau mereproduksi
sesuatu melalui panca indra, perasaan sehingga memunculkan makna
dalam bentuk fisik tertentu. Stuart Hall berpendapat representasi
merupakan hubungan suatu makna berasal dari bahasa dan budaya. Makna
yang diproduksi akan berhasil jika dipertukarkan antar anggota
masyarakat dengan budaya yang sama (Hall 2003, 17).
Representasi berbeda dengan refleksi. Perbedaannya terletak pada
perbedaan pandangan dala melihat realitas yang ditampilkan media
(realitas kedua) dengan realitas yang sebenarnya (realitas pertama).
Representasi merupakan sebuah proses menyeleksi, menyajikan,
menstrukturkan, dan menajamkan. Bukan hanya menyampaikan makna
yang sudah ada, namun sarana dalam membuat sesuatu yang bermakna.
Media sendiri memiliki potensi untuk menandakan sesuatu dengan
berbagai cara, bergantung pada pola-pola apa yang kemudian
direpresentasikan. Media juga digunkan sebagai tempat dimana ide-ide
26
berputar sebagai kebenaran, kemudian sebagai alat yang efektif untuk
memarginalkan dan menghapuskan kebenaran yang sesungguhnya.
Dengan kata lain media dapat dianggap sebagai alat kamuflase. Sedangkan
isi media akan menghasilkan ketidaksetaraan sosial yang sudah ada dalam
masyarakat seperti ras, kelas sosial, gender, dan orientasi sosial.
Representasi juga merupakan konsep yang menghubungkan antara
makna, bahasa, dan budaya. Representasi juga dapat berarti menggunakan
bahasa untuk mengatakan sesuatu yang penuh arti atau menggambarkan
dunia yang penuh arti kepada orang lain. Bahasa merupakan sebuah sistem
dari representasi yang diperlukan dalam proses pengkonstruksian makna.
Penyebaran makna melalui bahasa dapat membuat kita menghubungkan
konsep dan ide dalam bentuk kata dan tulisan tertentu, citra, serta bentuk
visual.
Struart Hall juga berpendapat bahwa ada beberapa prinsip representasi
sebagai sebuah proses produksi makna melalui bahasa, yaitu:
1. Representasi untuk mengartikan sesuatu, maksudnya adalah
representasi menjelaskan dan menggambarkan dalam pikiran
dengan sebuah gambaran imajinasi untuk menempatkan
persamaan sebelumnya dalam pikiran atau perasaan kita.
2. Representasi digunakan sebagai alat untuk menjelaskan atau
mengkonstruksi makna dari sebuah simbol.
Hall memetakan penjelasan produksi makna menjadi tiga teori
representasi (Gita 2011). Pertama pendekatan reflektif yang
mengfungsikan bahasa sebagai cermin, artinya sebuah makna tergantung
pada sebuah objek, manusia, ide, atau peristiwa di dalam dunia nyata.
Bahasa yang diibaratkan sebagai cermin memiliki makna pantulan arti
sebenarnya yang ada di dunia. Namun tanda yang ditampilkan memiliki
27
hubungan bentuk dari objek yang direpresentasikan. Kedua, pendekatan
intensional yang menggunakan bahasa sebagai komunikasi sesuai dengan
cara pandang terhadap sesuatu. Artinya, cara pendekatan ini berlawanan
dengan sebelumnya. Pendekatan ini siapapun yang mengungkapkan
pengertiannya ke dalam dunia melalui bahasa.
Ketiga, pendekatan konstruksi. Jika pendekatan reflektif
mengfungsikan bahasa sebagai cermin, maka dalam pendekatan ini makna
dikontruksi lewat bahasa yang digunakan. Pendekatan ketiga ini bertujuan
untuk megenali publik, karakter sosial, dan bahasa. Konsep dalam pikiran
dan tanda (bahasa) menjadi bagian penting yang digunakan dalam proses
kontruksi atau produksi makna. Dari ketiga pendekatan tersebut dapat
diartikan bahwa bahasa yang digunakan merupakan cerminan dari sebuah
makna atas apa yang ingin dibangun.
Penelitian ini menggunakan pendekatan konstruksi untuk mengetahui
konsep yang ada pada setiap berita yang ditulis oleh wartawan dan
hubungannya dengan isu difabel dan direpresentasikan melalui media
online. Representasi yang merajuk kepada bagaimana seseorang,
sekelompok, gagasan atau pendapat tertentu ditampilkan dalam sebuah
pemberitaan. Penelitian ini fokus terhadap bagaimana kelompok difabel
yang juga sebuah kelompok sosial itu ditampilkan. Bagi peneliti media
massa merupakan salah satu sarana representasi dan komunikasi di dalam
masyarakat, sehingga media massa tidak hanya sebagai alat penyampaian
pesan dari sumber kepada khalayak dengan menggunakan alat-alat
komunikasi (Cangara 2014).
D. Kelompok Disabilitas
1. Identitas Kelompok
28
Identitas merupakan sebuah cara seseorang untuk mendeskripsikan
tentang dirinya pertama kali ia akan menjabarkan suatu karakter mengenai
siapa dirinya. Hal ini sebuah keyakinan dan perasaan yang dimiliki setiap
orang mengenai siapa dirinya yang dinamakan dengan konsep diri. Konsep
diri digambarkan seseorang yang mengenal dirinya sendiri dari gabungan
antara fisik, psikologis, sosial, emosional, aspirasi, dan prestasi yang
mereka capai.
Sedangkan kelompok adalah dua atau lebih individu dalam interaksi
tatap muka, masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok,
masing-masing menyadari orang lain merupakan anggota group tersebut,
dan masing-masing meyadari saling ketergantungan positif mereka karena
berusaha untuk mencapai tujuan bersama (Johnson and Jhonson 1987, 8).
Menurut Tajfel (Hogg and Abram 1998), social identity (identitas
sosial) adalah bagian dari konsep diri seseorang yang berasal dari
pengetahuan mereka tentang keanggotaan dalam suatu kelompok sosial
bersamaan dengan signifikasi nilai dan emosional dari keanggotaan
tersebut. Social identity berkaitan dengan keterlibatan, rasa peduli, dan
juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok tertentu.
Teori identitas sosial dimaksudkan untuk melihat psikologi hubungan
sosial antar kelompok, proses kelompok, dan sosial diri (Hogg 2000).
Teori ini menangani seluruh respon yang dicoba dilakukan oleh anggota
kelompok untuk menaikkan posisi mereka dan posisi kelompoknya.
Dalam teori identitas sosial, secara umum membahas tentang perilaku
individu yang merefleksikan unit-unit sosial secara lebih besar seperti
kelompok sosial, organisasi, kebudayaan, dan kelompok sosial yang
menjadi rujukan bagi setiap perilaku individu tersebut.
29
Tajfel (Ellemers 1999) mengembangkan identitas sosial menjadi tiga
komponen yaitu:
1. Komponen kognitif
Komponen kognitif merupakan kesadaran kognitif akan
keanggotaannya dalam kelompok, yaitu individu mengkategorikan
dirinya dengan kelompok tertentu yang akan menentukan
kecenderungan mereka untuk berperilaku sesuai dengan
keanggotaan kelompoknya. Sebelum seorang individu memperoleh
identitas sosialnya ia melakukan apa yang disebut kategorisasi diri
terlebih dahulu. Kategorisasi diri terjadi ketika seseorang
menempatkan dirinya sebagai objek yang bisa dikategorisasikan,
diklasifikasikan, dan diberi nama dengan cara tertentu dengan
katagori yang ada dalam lingkungan sosialnya (Stets dan Burke
2000, 225).
Dengan kata lain, katagorisasi diri terjadi ketika seorang
individu mengklasifikasikan dan membedakan kelompok yang ia
miliki dengan kelompok lainnya. Pada tahap ini, individu telah
menyadari peranannya sebagai anggota kelompok tertentu dan
bagaiamana kelompok tersebut berperan dalam pembentukan
identitas sosialnya dalam masyarakat.
2. Komponen Evaluatif
Komponen Evaluatif merupakan nilai positif atau negatif yang
dimiliki individu terhadap anggotanya dalam kelompok. Selain itu,
Ashmore (2004) menambahkan bahwa komponen evaluative ini
juga terbentuk dari penilaian anggota terhadap pandangan orang
luar komunitas tentang keberadaan komunitasnya tersebut atau
disebut evaluative from other.
30
3. Komponen Emosional
Komponen emosional merupakan perasaan terlibat secara
emosional terhadap kelompok, komponen ini menekankan pada
seberapa besar perasaan emosional individu terhadap
kelompoknya. Komitmen afektif cenderung lebih kuat dalam
kelompok yang dievaluasi secara positif karena kelompok lebih
berkontribusi terhadap identitas sosial yang positif. Hal ini
menunjukkan bahwa identitas individu sebagai anggota kelompok
sangat penting dalam menunjukkan keterlibatan emosionalnya yang
kuat terhadap kelompoknya, walaupun kelompoknya diberikan
karakteristik negatif.
Identitas sosial diasumsikan oleh Tajfel (1978 dalam Gudykunst 1997,
88) sebagai keseluruhan bagian dari konsep diri masing-masing individu
yang berasal dari pengetahuan mereka tentang keanggotaan mereka
terhadap suatu kelompok sosial bersamaan dengan nilai dan signifikansi
emosional terhadap keanggotaan tersebut. Sedangkan menurut Barker
(2004, 220) identitas sosial adalah ekspektasi dan opini orang lain terhadap
diri kita. Identitas sosial yang dimiliki seseorang akan selalu dipengaruhi
oleh identitas diri seseorang dan pengaruh lingkungan sosial tempat ia
mengaitkan diri sebagai kelompok.
Di dalam kelompok sosial juga dikenal dengan adanya kelompok
mayoritas dan minoritas. Schaefer (1979) mengidentifikasi lima
karakteristik keanggotaan kelompok minoritas:
1. Anggotanya diperlakukan berbeda oleh kelompok mayoritas karena
dianggap sebagai ancaman
31
2. Anggotanya memiliki bentuk fisik dan budaya yang berbeda dari
mayoritas
3. Keanggotaannya cenderung terbentuk secara paksa karena adanya
tekanan
4. Anggota kelompok minoritas cenderung berinteraksi dan menikah
dengan sesama anggota
5. Anggota kelompok minoritas sadar dengan status subkordinat dan
ini menyebabkan solidaritas kelompoknya menjadi kuat.
2. Difabel
Di Dikutip dari www.newsdifabel.com bahwa dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia yang terakhir, yaitu KBBI V 0.2.1 Beta (21) yang dibuat
oleh Badan Pengembangan dan Pembinaan Bahasa, Kementerian
Pendidikan dan Kebudayaan RI tahun 2016, kata di.fa.bel/difabêl/
memiliki arti penyandang cacat. Sebenarnya kata difabel adalah serapan
dari different ability yang berarti perbedaan pengunaan, memiliki makna
perbedaan cara penggunaan anggota tubuh. Different ability kemudian
dipendekkan menjadi difable dan dalam perkembangannya menjadi
difabel.
Biasanya seseorang yang menyandang atau memiliki keterbatasan
disebut dengan disabilitas atau difabel, dua kata ini memiliki arti dan
makna yang berbeda. Disabilitas merupakan kata dari bahasa Inggris
disability yang artinya cacat atau ketidakmampuan. Disabilitas adalah
istilah yang meliputi gangguan keterbatasan aktivitas, dan pembatasan
partisipasi. Maksud dari kata ganguan adalah adanya sebuah masalah pada
fungsi tubuh atau strukturnya, sehingga adanya kesulitan individu dalam
menjalankan kegiatan sehari-hari.
32
Sedangkan difabel merupakan kependekan dari different ability
(perbedaan kemampuan) kata baru yang digagas untuk memperhalus kata-
kata atau sebutan bagi seluruh penyandang cacat yang kemudian mulai
ditetapkan pada masyarakat luas pada tahun 1999 untuk menggunakan
kata ini sebagai pengganti dari kata cacat.
Menurut WHO (1980) ada tiga definisi berkaitan dengan kecacatan,
yaitu impairment, disabitiliy, dan handcap. Impairment adalah kehilangan
atau abnormalitas struktur atau fungsi psikologis, fisiologis atau anatomis.
Disability adalah suatu keterbatasan atau kehilangan kemampuan (sebagai
akibat impairment) untuk melakukan suatu kegiatan dengan cara atau
dalam batas-batas yang dipandang normal bagi seorang manusia. Handcap
adalah suatu kerugian bagi individu tertentu, sebagai akibat dari suatu
impairment atau disability, yang membatasi atau menghambat
terlaksananya suatu peran yang normal (Sholeh 2014).
Menurut Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2011 Tentang Pengesahan
Hak-Hak Penyandang Disabilitas, yaitu orang-orang yang memiliki
keterbatasan fisik, mental, intelektual, atau sensorik dalam jangka waktu
lama. Berinteraksi dengan lingkungan dan sikap masyarakat dapat
menemui hambatan yang menyulitkan untuk berpartisipasi penuh dan
efektif berdasarkan kebersamaan hak.
Kebijakan terbaru berkaitan dengan difabel khususnya di provinsi
Daerah Istimewa Yogyakarta adalah Peraturan Daerah Nomor 4 Tahun
2012 tentang Perlindungan dan Pemenuhan Hak-Hak Penyandang
Disabilitas. Perda ini mencakup tentang penerapan pendidikan inklusi,
pekerjaan kepada difabel (adanya penghargaan kepada perusahaan yang
memberikan pekerjaan kepada difabel), kebijakan jaminan pembiayaan
33
kesehatan daerah kepada difabel serta beberapa kebijakan layanan yang
sudah berpihak pada difabel.
Pasal 9 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2016 Tentang Disabilitas
telah dijelaskan bahwa “hak keadilan dan perlindungan hukum untuk
disabilitas meliputi hak: atas perlakuan yang sama dihadapan hukum,
diakui sebagai subjek hukum, memiliki dan mewarisi harta bergerak atau
tidak bergerak, mengendalikan masalah keuangan atau menunjuk orang
untuk mewakili kepentingannya dalam urusan keuangan, memperoleh
akses terhadap pelayanan jasa perbankan dan non perbankan, memperoleh
aksesbilitas dalam pelayanan peradilan atas segala perlindungan dari
tekanan, kekerasan, penganiayaan, diskriminasi, dan atau perampasan hak
milik, memilih dan menunjuk orang mewakili segala kepentingan dalam
hal keperdataan di dalam dan luar pengadilan, dilindungi hak kekayaan
intelektualnya”.
Setidaknya ada empat azas yang dapat menjamin kemudahan atau
aksebilitas tersebut yang mutlak mestinya harus dipenuhi oleh pemerintah
(Rahayu dkk 2013, 111) yakni:
1. Azas kemudahan, artinya setiap orang dapat mencapai semua
tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
2. Azas kegunaan, artinya semua orang dapat mempergunakan semua
tempat atau bangunan yang bersifat umum dalam suatu lingkungan.
3. Azas keselamatan, artinya setiap bangunan dalam suatu lingkungan
terbangun harus memperhatikan keselamatan bagi semua orang
termasuk disabilitas.
34
4. Azas kemandirian, artinya setiap orang harus bisa mencapai dan
masuk untuk mempergunakan semua tempat atau bangunan dalam
suatu lingkungan dengan tanpa membutuhkan bantuan orang lain.
Terdapat beberapa jenis orang dengan kebutuhan khusus atau
disabilitas. Hal ini menunjukkan bahwa penyandang difabel memiliki
definisi masing-masing yang mana semuanya memerlukan bantuan untuk
tumbuh dan berkembang secara baik.
Berikut jenis-jenis penyandang disabilitas menurut undang-undang
nomor 4 tahun 1997:
1. Disabilitas Mental. Kelainan mental ini terdiri dari:
a. Mental Tinggi. Seiring dikenal dengan memiliki bakat
intelektual diatas rata-rata, dan ia juga memiliki kreativitas dan
tanggungjawab terhadap tugasnya.
b. Mental Rendah. Kemampuan mental rendah atau kapasitas
intelektual atau IQ (Intelligence Quotient) dibawah rata-rata
yang dibagi menjadi dua kelompok. Petama, anak lamban
belajar yang memiliki IQ antara 70-90. Kedua, yang memiliki
IQ dibawah 70 dikenal dengan anak yang berkebutuhan
khusus.
c. Berkesulitan Belajar Spesifik. Berkesulitan belajar berkaitan
dengan prestasi belajar yang diperoleh.
2. Disabilitas Fisik. Kelainan ini meliputi beberapa macam, yaitu:
a. Kelainan Tubuh (Tuna Daksa). Tunadaksa adalah individu
yang memiliki gangguan gerak yang disebabkan oleh kelainan
neuro-muskular dan struktur tulang yang bersifat bawaan,
sakit, atau akibat kecelakaan (kehilangan organ tubuh), polio
dan lumpuh.
35
b. Kelainan Indera Penglihatan (Tuna Netra). Tunanetra adalah
individu yang memiliki hambatan dalam penglihatan.
Tunanetra dapat diklasifikasikan kedalam dua golongan yaitu:
buta total (blind) dan low vision.
c. Kelainan Pendengaran (Tunarungu). Tunarungu adalah
individu yang memiliki hambatan dalam pendengaran baik
permanen maupun tidak permanen. Karena memiliki hambatan
dalam pendengaran, tunarungu juga memiliki hambatan
berbicara sehingga mereka biasa disebut tunawicara.
d. Kelainan Bicara (Tunawicara), adalah seorang yang
mengalami kesulitan dalam mengungkapkan pikiran melalui
bahasa verbal, sehingga sulit bahkan tidak dapat dimengerti
oleh orang lain. Kelainan ini dapat bersifat fungsional dimana
kemungkinan disebabkan karena ketunarunguan, dan organik
yang memang disebabkan adanya ketidaksempurnaa organ
bicara maupun adanya gangguan pada organ motorik yang
berkaitan dengan bicara.
3. Tunaganda (disabilitas ganda). Penderita cacat lebih dari satu
kecacatan (yaitu cacat fisik dan mental) merupakan mereka yang
menyandang lebih dari satu jenis keluarbiasaan, misalnya
penyandang tunanetra dan tuna rungu, penyandang tuna daksa yang
disertai dengan tuna grahita.
E. Media Komunitas
Berbagai kajian mengenai media komunitas selama ini lebih banyak
merujuk tentang suatu kelompok masyarakat dalam suatu wilayah yang
sama dan komunitas tersebut menjadi suatu kelompok marjinal atau
minorritas karena terpencil dan secara geografis atau jauh dari akses media
36
(Howley 2010). Akan tetapi kelompok minoritas yang dapat diakomodasi
oleh gagasan media komunitas sebenarnya merajuk pada pemahaman akan
konsep komunitas dalam konteks yang lebih subtansial dan tidak hanya
berlandaskan geografis.
Konsep komunitas pada awalnya menekankan pada kelompok
masyarakat di suatu wilayah yang sama (George Hillary 1955 dalam
Kahne et.al, 1996). Namun, sejalan dengan perkembangan yang ada
elemen wilayah atau geografis menjadi bukan hal yang penting lagi. Hal
ini dinyatakan pada konsep komunitas yang diajukan Wellman dan Gulia
(1999, 93) bahwa komunitas sebagai jejaring sosial dapat eksis diantara
individu yang tidak tinggal dalam satu lingkungan.
Menurut Cohen (1985), keberadaan sebuah komunitas dapat
diidentifikasi dari adanya: (1) sekumpulan individu; (2) sistem nilai yang
diakui dan dianut bersama; (3) simbol bdaya yang memiliki dan dipahami
bersama dan membentuk sanse of identity; (4) batasan yang membuat
anggotanya merasa bahwa dia adalah anggota kelompok.
Berkembangnya teknologi media telah membentuk term baru dalam
komunitas yang disebut sebagai online community atau komunitas online.
Preece (Al-Saggaf 2004, 3) merumuskan bahwa online community ialah
sekelompok orang yang berinteraksi secara sosial karena adanya
kebutuhan untuk memainkan peran sosial tertentu dan memiliki kesamaan
tujuan atau kepentingan berdasarkan aturan yang disepakati sebagai
pedoman interaksi, dan memakai internet sebagai media interaksi yang
memfasilitasi rasa kebersamaan.
Merajuk pada Enda Nasution (2012), hal ini dapat memanfaatkan
platform atau bagaimana struktur sebuah media place akan mempengaruhi
dan bagaimana sebuah komunitas terbentuk dan melakukan kolektifnya.
37
Medium tradisiomal seperti televisi, radio, dan surat kabar cenderung
membatasi jangkauan special-geografis bagi komunitas non-komersial.
Pada akhirmya komunitas membuat media komunitas yang berbasis online
tanpa terhalang batasan ruang dan waktu.
Media komunitas juga disebut sebagai alternative media karena
orientasi pembentukkannya ialah menyediakan ruang dan kesempatan
bagi kelompok-kelompok marginal untuk membentuk pesan mereka
sendiri, mengekspresikan pesan tersebut dalam suara mereka sendiri,
dengan menggunakan bahasa dan simbol budaya mereka sendiri
(Rodriguez 2001).
Jack Snyder (2003) melihat peran positif yang dapat dimainkan media
komunitas, seperti medidik, pengindentifikasi, penyedia dorum, dan
penguat sosiokultural bagi komunitas. Peran utama ini bersinergi dengan
prinsip-prinsip good governance seperti partisipasi, transparansi, dan
akuntabilitas di tingkat komunitas.
Media komunitas tercipta dari kesadaran insan media akan gentingnya
kondisi media mainstream, yanag hanya dijadikan sebagai salah satu alat
pelegalan penindasan terhadap masyarakat. banyak definisi mengenai
media komunitas. Ada yang mengatakan bahwa media komunitas
merupakan saluran untuk menyuarakan hal-hal dan fakta, yang tidak
tertampung pada media mainstream. Namun ada juga yang berpendapat
bahwa media komunitas, wadah untuk masyarakat menginformasikan
fakta-fakta yang kemudian disebarkan kepada khalayak. Agar tercipta
sebuah kesadaran pentingnya bangkit dari penindasan penguasa.
Kajian media komunitas merupakan kesadaran untuk mengeksplorasi
bagaimana sekelompok orang berorganisasi dirinya untuk mengkreasikan
suatu teks, praktik, atau institusi media dalam rangka memenuhi
38
kebutuhan dan kepentingan kelompok itu sendiri yang tidak tepenuhi oleh
media besar. Barrigan menjelaskan bahwa media komuitas dapat
didefinisikan sebagai media yang diadaptasikan bagi kepentingan suatu
komunitas untuk tujuan tertentu yang telah ditetapkan oleh komunitas
tersebut. Media komunitas memungkinkan anggota komunitas memiliki
akses informasi, edukasi, hiburan, tanpa harus menemui keterbatasan
konten yang dikuasi oleh pemiliki seperti media komersial.
Peran media komunitas dpat mendukung partisipasi kelompok
minoritas, karena salah satu ciri khas media komunitas adalah strukturnya
yang demokratis. Struktur demokratis media terwujud karena tatanan
organisasional dalam media komunitas tudak bersifat hirarkis. Karena
karakteristiknya ini, media komunitas disebut juga citizen media. Media
komunitas disebut juga dengan alternative media karena orientasi
pembentukkannya menyediakan ruang dan kesempatan bagi kelompok-
kelompok marjinal untuk membentuk pesan mereka sendiri, dengan
menggunakan simbol budaya milik mereka sendiri, untuk
mempertahankan identitas budaya sebuah komunitas dan merubah
stereotip yang seringkali dikenakan pada kelompok ini.
39
BAB III
GAMBARAN UMUM
A. Sejarah Media Newsdifabel.com
Gambar 3.1
Logo Newsdifabel.com
Maraknya pemberitaan berbagai kejadian di era keterbukaan sudah
bukan lagi hal yang luar biasa, semua peristiwa akan mudah dan cepat
disaksikan secara online. Namun ada beberapa hal yang menjadi keresahan
bagi sebagian kelompok minoritas, khususnya kaum difabel. Pemberitaan
yang diberitakan oleh media-media mainstream, tidak sesuai harapan dalam
kepentingan diseminasi pengetahuan tentang difabel. Maka pada 11 agustus
2018, kawan-kawan difabel bersama praktisi hukum dan pegiat jurnalis
membentuk media online yaitu Newsdifabel.com.
Newsdifabel.com terlahir atas upaya kawan-kawan difabel yang
memiliki persamaan gagasan dan cita yaitu, memberikan pemahaman dan
informasi kepada masyakarat luas mengenai isu difabel. Meskipun tiap
individu difabel memiliki kemampuan yang berbeda-beda mulai dari
kemampuan untuk berkomunikasi, bersosialisasi, fotografi, komputer, dan
kemampuan menggunakan teknologi informasi. Maka atas dasar kesamaan
visi, tergegaslah suatu media dengan melibatkan disabilitas netra, rungu,
wicara, daksa, serta kawan-kawan non difabel yang memiliki kemampuan
jurnalistik bahu-membahu membangun Newsdifabel.com.
40
Seperti yang tertulis pada situs web Newsdifabel.com, bahwa media ini
berkomitmen membentuk kekhasan, perspektif, dan menjadi saluran
keresahan bagi kaum difabel. Persoalan yang sering kali terjadi kaum difabel
adalah rasa malu, dan kekosongan saluran inspirasi. Dibentuknya
Newsdifabel.com tentu dapat mengatasi persoalan tersebut dengan merangkul,
mengajak berdaya, mensosialisasikan berbagai aktivitas, dan kemampuan
kawan-kawan difabel. Hal ini bertujuan agar keberadaan kaum difabel dapat
diakui sebagai manusia yang memiliki kesamaan hak dan kewajiban di tengah-
tengah masyarakat, sebagai makhluk sosial tanpa adanya diskriminasi.
Konsep Newsdifabel.com adalah kerja bersama, setara, egaliter, semua
gagasan dibahas bersama, sehingga tak ada yang merasa paling unggul.
Setidaknya di lingkungan kaum difabel media ini akan terus berjalan dari
difabel untuk difabel dengan memberikan impresi positif dan dukungan yang
besar. Cita-cita kaum difabel dengan adanya media online ini dapat
memberikan informasi yang edukatif, terutama tentang cara pandang negara
dan masyarakat terhadap kaum difabel. Merubah pandangan yang awalnya
hanya dijadikan sebagai objek pembangunan semoga dapat menjadi subjek
pembangunan. Media ini membangun sebuah wacana bahwa negara akan
berkembang dan maju apabila kaum difabel sudah sejahtera, dapat
melaksanakan tugas-tugas sebagai warganegara tanpa adanya hambatan dan
diskriminasi.
Penulis melihat bahwa media Newsdifabel.com merupakan salah satu
media difabel yang masih aktif dan cepat dalam memberitakan suatu berita.
Newsdifabel.com mempunyai beberapa rubrik yakni, analisis dan opini, karya
difabel, kisah, olah raga, hukum, pendidikan, reportase, seni dan budaya,
tokoh, dan video. Semua rubrik yang disuguhkan memberitakan kisah-kisah
inspiratif dan prestasi kaum difabel.
41
B. Struktur Redaksi Newsdifabel.com
Tabel 3.1 Struktur Redaksi Newsdifabel.com
Media ini dibuat oleh difabel dan untuk difabel. Selain persamaan
gagasan dan cita, Newsdifabel.com ingin menunjukkan kepada masyarakat
Pemimpin Perusahaan
Suhendar, S.H.
Pemimpin Redaksi
Popon Siti Latipah
Staf Redaksi
Barra Annasir
Agus Maja
Sri Hartanti
Legal Officer
Asri Vidya Dewi, S.Si. S.H
Administrator
Irvan Arimansyah
Litbang
Agus Bebeng
Kontributor
Suhendra, S.H
Agus Maja
Lulu R. Wibawa
Popon S.L
Vanza Putra
Yayat Ruhiyat
Tri Nugroho
Muslim
42
bahwa kelompok difabel bisa melakukan apa yang biasa dilakukan oleh
masyarakat lainnya. Hal ini yang membuat kelompok difabel bersatu untuk
membuat media massa dengan kemampuan yang berbeda-beda. Terlihat dari
struktur di atas bahwa pemimpin perusahaan, pemimpin redaksi, hingga
kontributor lapangan atau wartawan adalah penyandang disabilitas yang
diantaranya difabel netra, rungu, wicara, dan difabel daksa,
Terdapat empat orang tim redaksi yang non-difabel untuk membantu
mendirikan dan menjalakan proses jurnalistik, yaitu Barra Annasir sebagai staf
redaksi dan editor, Agus Pepeng selaku staf redaksi dan Asri Vidya Dewi
sebagai tim hukum. Namun secara keseluruhan teman difabel yang melakukan
kegiatan jurnalistik misal, meliput berita, proses wawancara, foto, dan
sebagainya.
Newsdifabel.com dibentuk pada tahun 2018, yang artinya masih dalam
masa proses untuk mengembangkan media ini. Struktur organisasi
Newsdifabel.com secara keseluruhan belum berjalan berdiri sempurna
termasuk ada tim hukum dan litbang yang memang belum berjalan
sebagaimana mestinya, karena pada awalnya media ini dibentuk untuk
menginformasikan berita tentang diafabel. Kelompok difabel yang turun
lapangan tidak ada basic pendidikan jurnalistik, sehingga tim redaksi
Newsdifabel.com masih dalam tahap pemberalajaran untuk bagaimana
menulis berita, bagaimana mewawancarai narasumber, dan bagaimana tata
cara penulisan berita. Beberapa diantara teman difabel ada yang berprofesi
sebagai Ibu Rumah Tangga, guru SLB, dan tukang pijat tuna netra.
Selain memproduksi berita, teman-teman difabel juga memiliki
beberapa kegiatan untuk menunjang berdirinya media seperti, melakukan
rapat tim redaksi dalam waktu sebulan sekali. Pertemuan tersebut
membicarakan progres Newsdifabel.com dan respon masyarakat terhadap
43
media itu sendiri. Tiap pertemuan akan membuat jadwal peliputan dalam satu
bulan kedepan, apakah ada event disabilitas yang bisa diliput atau ide-ide yang
bisa dijadikan tulisan. Tidak hanya itu, Newsdifabel.com juga rutin
mengadakan pendidikan jurnalistik untuk melatih SDM (Sumber Daya
Manusia) difabel agar mendapatkan llmu jurnalistik.
Selain itu, banyak masyarakat dan mahasiswa yang tertarik dengan
media ini. Hal tersebut membuktikan bahwa adanya respon positif dari
masyarakat dan membuat kelompok difabel akan terus menyuarakan
informasi tentang difabel. Peran utama dari Newsdifabel.com ialah
menyuarakan apa yang ingin teman-teman disabilitas suarakan, meskipun
belum menyentuh angka 50% dari teman-teman difabel yang ada di Indonesia.
Tapi dengan adanya pemberitaan-pemberitaan disabilitas yang tidak
diberitakan media mainstream, newsdifabel merasa sudah turut andil dalam
menyuarakan dan memperjuangkan hak disabilitas.
C. Proses Produksi Berita
Tahapan-tahapan produksi berita pada Newsdifabel.com sama seperti
media lainnya dalam memproduksi berita. J.B Wahyudi (1992: 75)
mengemukakan tahapan-tahapan di mulai dari ide peliputan, peliputan,
pembuatan rundown, pembuatan naskah, penyuntingan gambar, dan
penayangan. Pada saat ada event yang berhubungan dengan disabilitas,
Newsdifabel.com harus sudah mengetahui infonya jauh sebelum acara
tersebut. Hal ini dilakukan agar dapat mengkonfirmasi pihak panitia acara
bahwa tim newsdifabel akan meliput dan dapat mewawancarai pihak-pihak
terkait. Karena terbatas oleh kedisabilitas, tidak memungkinkan meliput tanpa
konfirmasi terlebih dahulu dengan pihak acara. Biasanya pada saat ingin
mewawancarai, wartawan yang bertugas akan menghubungi narasumber dan
bertemu di titik yang telah disepakati.
44
Meliput satu berita membutuhkan teman untuk saling membatu dalam
peliputan acara. Misalnya Teh Popon, difabel netra mengajak teman difabel
daksa untuk mengambil gambar dan menuntun jalan. Setiap peliputan
setidaknya 2 orang yang akan ditugaskan turun ke lapangan dan dipasangkan
agar dapat saling membantu dalam proses peliputan. Hal ini tentu perlu adanya
kerjasama antar tim agar setiap peliputan dapat berjalan dengan lancar. Setelah
mendapatkan informasi, diolah menjadi tulisan, lalu di edit oleh editor, dan
berita siap tanyang.
Kesulitan tentu dialami oleh difabel pada saat meliput berita contoh,
ketika yang bertugas tidak melakukan konfirmasi kepada pihak acara mereka
akan menganggap teman difabel sebagai peserta acara bukan jurnalis yang
ingin meliput. Selain itu aksesibilitas yang kurang di tempat umum menjadi
kesulitan besar yang dihadapi oleh difabel daksa saat meliput. Namun di sisi
lain, kemajuan teknologi sudah sangat membantu kaum difabel seperti
komputer, laptop, dan handphone sudah ada software screen reader. Screen
reader merupakan perangkat lunak yang biasa digunakan difabel netra untuk
membaca apa yang ada dilayar. Hal ini sangat membantu dalam proses
menulis berita. Teh Popon, difabel netra dapat menulis dan mengedit artikel
dengan bantuan software tersebut. Software screen reader juga dapat
membantu difabel netra untuk membaca berita-berita yang ada pada
Newsdifabel.com.
45
BAB IV
TEMUAN DAN ANALISIS DATA
Penelitian ini ingin menjawab pertanyaan bagaimana representasi
identitas kelompok difabel dikonstruksi oleh media online. Temuan penelitian
ini menunjukkan hal-hal sebagai berikut:
1. Sintaksis
a. Headline
Tabel 4.1
Headline Newsdifabel.com
Berita Unit Keterangan
I Headline Kita Semua Berpotensi menjadi Disabilitas
II Headline Perlukah Disabilitas megenyam
Pendidikan Tinggi?
Pada tabel 4.1 menunjukkan bahwa penelitian ini mengambil dua
berita berbeda, yaitu berita pertama edisi 09 September 2018, dan berita
kedua edisi 12 September 2018. Berita pertama berjudul “Kita Semua
Berpotensi menjadi Disabilitas”, Arti dari kata ‘berpotensi’ adalah
mempunyai kemungkinan untuk dikembangkan. Judul tersebut
menyampaikan informasi kepada pembaca bahwasanya setiap manusia
dapat menjadi disabilitas, dan mengajak masyarakat untuk tidak
membeda-bedakan atau diskriminasi terhadap kaum disabilitas.
Berita kedua berjudul “Perlukah Disabilitas Mengenyam Pendidikan
Tinggi?” Penggunaan kalimat Tanya pada judul tersebut menjadikan
kalimat yang sering di pertanyakan oleh masyarakat tentang pendidikan
46
disabilitas. Secara tersirat Newsdifabel.com ingin menyampaikan jawaban
dari pertanyaan tersebut.
b. Lead
Tabel 4.2
Lead Newsdifabel.com
Berita Unit Keterangan
I Lead Andika Arisman, penyandang disabilitas
berusia 27 tahun berjibaku dalam
kehidupan dengan bekerja sebagai
pengemudi ojek online. Di kompas.com
diceritakan, dalam sehari, Andika hanya
mendapat 2-3 order bernilai sekitar
Rp.30.000-an. Lalu apa gerangan
sebabnya?
II Lead Setiap manusia lahir ke dunia dalam kondisi
sama. Sama-sama diciptakan oleh Tuhan,
sama-sama lahir dari perut seorang ibu, dan
sama-sama memiliki hak untuk hidup.
Tuhan menciptakan manusia dengan
kondisi yang sempurna. Yakni memiliki
akal yang digunakan berfikir. Kemampuan
berfikir inilah yang menjadi dasar manusia
untuk dapat menjalankan perintah Tuhan
dalam hal menuntut ilmu lewat suatu proses
pendidikan.
47
Tabel 4.2 menunjukkan Lead yang ditampilkan Newsdifabel.com
pada berita pertama mencakup Who lead dan What lead. Who lead dan
What lead tersebut menjelaskan Andika Arisman penyandang disabilitas
berjibaku sebagai pengemudi ojek online hanya mendapatkan 2-3 order
bernilai Rp.30.000-an. Terdapat kata “penyandang disabilitas berjibaku
dalam kehidupan”, pemilihan kata ‘berjibaku’ dalam kalimat tersebut
mengartikan bahwa Arisman bertindak nekad dengan tetap bekerja meski
penyandang disabilitas. Kemudian akhir kalimat menggunakan kalimat
Tanya “lalu, apa gerangan sebabnya?”, ini dapat diartikan penulis berita
ingin menyampaikan informasi lebih dalam tentang pendapatan Andika
Arisman hanya Rp30.000-an.
Lead yang ditampilkan pada berita kedua hanya berisi What lead,
yang menjelaskan bahwa setiap manusia diciptakan dengan kondisi
sempurna dan memiliki akal untuk berfikir sehingga dapat menuntut ilmu
dalam proses pendidikan. Kata “sama-sama” pada lead diatas terulang
sebanyak tiga kali menandakan Newsdifabel.com secara tegas ingin
menyampaikan setiap manusia yang dilahirkan mempunyai hak yang sama
tanpa ada perbedaan termasuk dalam hal menuntut ilmu.
c. Latar
Tabel 4.3
Latar Newsdifabel.com
Berita Unit Keterangan
I Latar Karena Andika penyandang disabilitas,
oleh karenanya, konsumen urung
menggunakan jasanya. Jika situasi itu terus
dialami Andika, maka sudah dipastikan bisa
48
mengecilkan pendapatan karena di sistem
transportasi online didesain untuk
mengutamakan orderan ke pengemudi yang
memiliki ratting bagus (sering
mendapatkan penumpang/orderan)
II Latar Seiring pesatnya kemajuan zaman beserta
ilmu pengetahuan, pendidikan tidak cukup
berhenti sampai jenjang menengah saja.
Perlu dilanjutkan ke jenjang pendidikan
tinggi agar pengetahuan manusia
berkembang optimal. Para penyandang
disabilitas memiliki kesempatan yang sama
untuk mengenyam pendidikan tinggi.
Pemerintah juga sudah menetapkan
peraturan yang mengatur bahwa para
penyandang disabilitas berhak
menlanjutkan pendidikan setinggi
mungkin. Sebagaimana tertuanag dalam
UU No. 8 tahun 2016 dan Permenristekdikti
No. 46 tahun 2017. Hal ini perlu disambut
baik khususnya oleh penyandang disabilitas
sendiri dan tidak menyia-nyiakan
kesempatan emas yang sudah
diperjuangkan oleh berbagai pihak ini.
Tabel 4.3 menunjukkan bahwa latar informasi yang ditampilkan
Newsdifabel.com pada berita pertama merupakan fakta dari cerita yang
dikutip dari Kompas.com bahwa, karena Andika penyandang disabilitas
49
konsumen urung menggunakan jasanya sehingga mengecilkan
pendapatan. Dari latar informasi, terlihat wartawan menyimpulkan bahwa
penyebab dari kecilnya pendapatan karena Andika penyandang disabilitas,
yang berimbas pada rating sistem ojek online. Kemudian kalimat “jika
situasi itu terus dialami Andika, maka sudah dipastikan bisa mengecilkan
pendapatan”, merupakan pernyataan fakta yang ditulis wartawan jika
banyak penumpang yang urung menggunakan jasa Andika.
Latar informasi yang ditampilkan pada berita kedua membahas
tentang penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk
mengenyam pendidikan tinggi. Wartawan menambahkan dikalimat awal
“pendidikan tidak cukup berhenti sampai jenjang menengah saja. Perlu
dilanjutkan ke jenjang pendidikan tinggi agar pengetahuan manusia
berkembang optimal” kalimat tersebut terlihat bahwa wartawan ingin
menyampaikan pentingnya pedidikan tinggi. Kemudian diakhir kalimat
wartawan menyampaikan “tidak menyia-nyiakan kesempatan emas yang
sudah diperjuangkan oleh berbagai pihak ini”. Menunjukkan bahwa
Newsdifabel.com mendukung aturan pemerintah dan menghimbau kepada
difabel agar mengeyam pendidikan tinggi.
d. Kutipan
Tabel 4.4
Kutipan Newsdifabel.com
Berita Unit Keterangan
I Kutipan Rolland Barthes, dalam ilmu semiologi
menjelaskan pentingnya deskripsi bahasa
agar tidak menimbulkan masalah.
50
II Kutipan Sebagaimana tertuang dalam UU No. 8
tahun 2016 dan Permenristekdikti No. 46
tahun 2017.
Saat ini memang sudah diatur dalam UU
No. 8 2016 bahwa perusahaan swasta
berhak menyediakan 1% dari total
karyawannya untuk penyandang disabilitas,
sedangkan perusahaan milik Negara wajib
mempekerjakan 2% pegawainya.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa kutipan yang ditampilkan
Newsdifabel.com pada berita pertama mengambil kutipan dari Rolland
Barthes, seorang semiologi (ilmu ilmu umum tentang tanda) terkemuka di
ranah akademisi bidang humaniora. Kutipan tersebut berisi tentang
pentingnya deskripsi bahasa agar tidak menimbulkan kesalahpahaman.
Dalam hal ini wartawan ingin menginfomasikan pemakaian kata ‘tidak
normal’ pada berita dianggap sebagai diskriminasi terhadap kaum difabel.
Kutipan yang ditampilkan oleh Newsdifabel.com pada berita kedua
berisi peraturan UU, dalam hal ini terlihat bahwa wartawan ingin
menginformasikan bahwa persoalan tentang tenagakerja difabel sudah
diatur dalam Undang-Undang. Kutipan fakta ini sebagai acuan yang harus
dilakukan oleh negara dan masyarakat tentang isu difabel, agar tidak ada
lagi diskriminasi dan marginalitas dalam kehidupan bermasyarakat.
e. Pernyataan
Tabel 4.5
Pernyataan Newsdifabel.com
51
Berita Unit Keterangan
I Pernyataan Andika Arisman adalah simbol konkret,
sebuah tanda bagaimana masyarakat (meski
tidak semua) mendiskriminasi kaum
disabilitas. Watak masyarakat adalah
cermin bagaimana negara memperlakukan
kaum disabilitas.
Dimasyarakat awam, kata ‘tidak normal’ ini
merujuk pada manusia yang memiliki
‘keterbatasan’ panca indera dan tubuh.
Persepsi dan istilah itu jelas keliru.
Sehingga istilah yang tepat adalah different
ablilities people kemudian diakronimkan
(disingkat) menjadi difable (dalam bahasa
Indonesia: difabel). Pentingnya memahami
makna bahasa agar perbedaan kegunaan
fisik tiap manusia jangan dijadikan dalih
untuk mendiskriminasi.
II Pertanyaan Setelah menyelesaikan pendidikan
menengah banyak orang tua dari
penyandang disabilitas yang bingung akan
nasib anaknya. Tidak seperti orang tua lain
yang memiliki anak non-disabilitas, mereka
semangat mendorong anaknya untuk
melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan
tinggi. Meski begitu, ada juga orang tua
yang memilih meminta anaknya untuk
langsung mendaftar kerja. Yang membuat
52
orang tua dari anak penyandang disabilitas
bingung adalah kekurangan keterampilan
yang dimiliki anaknya, lapangan kerja yang
menolak adanya disabilitas, rasa takut
menyekolah anaknya di perguruan tinggi,
dan masalah ekonomi. Akhirnya banyak
dari mereka yang membiarkan anaknya
putus sekolah dan kehilangan masa depan.
Tabel 4.5 menunjukkan bahwa dalam kolom pernyataan pada berita
pertama, Newsdifabel.com menyampaikan bahwa “watak masyarakat
adalah cermin bagaimana negara memperlakukan kaum disabilitas”,
dalam konteks tersebut wartawan dengan tegas menulis kaum difabel
masih belum mendapatkan perlindungan dari masyarakat maupun negara.
Dituliskan pada awal kalimat “Andika Arisman adalah simbol konkret,
sebuah tanda bagaimana masyarakat mendiskriminasi kaum disabilitas”,
kalimat ini merupakan kesimpulan dari wartawan dalam menanggapi
kasus Andika Arisman. Pada kolom kedua, wartawan juga menyampaikan
infomasi bahwa tidak hanya perlakukan diskriminasi saja, namun banyak
masyarakat masih menyebut penyandang disabilitas dengan diksi yang
tidak sopan dan condong mendiskriminasi. Newsdifabel.com membuat
pernyataan bahwa kata difabel lebih bertanggungjawab dari pada kata
‘tidak normal’.
Sedangkan pada berita kedua, Newsdifabel.com menyampaikan
bahwa orang tua dari kaum difabel bingung dengan jenjang pendidikan
yang harus di tempuh, kaum difabel merasa kurangnya keterampilan dan
lapangan pekerjaan belum memadai adanya kaum difabel. Dalam hal ini,
Newsdifabel.com sedang memaparkan persoalan-persoalan yang sering
53
dialami oleh kaum difabel ditengah-tengah masyarakat. Kalimat “akhirnya
banyak dari mereka yang membiarkan anaknya putus sekolah dan
kehilangan masa depan”, dalam kalimat tersebut wartawan menyimpulkan
masalah yang ada.
f. Penutup
Tabel 4.6
Penutup Newsdifabel.com
Berita Unit Keterangan
I Penutup Karena tidak bisa memesan takdir maka,
kita semua memiliki potensi menjadi
disabilitas. Selain terberi sejak dalam
kandungan, proses menjadi disabilitas juga
dikarenakan faktor kejadian tertentu missal,
kecelakaan, malapraktik, bencana alam, dan
lainnya.
Potensi menjadi penyandang disabilitas
bisa menyasar siapapun, termasuk Presiden,
Mentri Sosial, Gurbenur, Wali Kota, dan
para pemegang kebijakan. Termasuk
penulis sendiri.
Jadi, masihkah kebijakan dan arah
pembangunanmu abaikan dan tak ramah
disabilitas?
II Penutup Namun faktanya banyak perusahaan yang
masih melakukan penolakan dengan alasan
ijazah dan lain-lain. Oleh karena itu
disabilitas perlu mengenyam pendidikan
54
tinggi agar memiliki kesetaraan dengan
mereka yang bukan disabilitas. Dan Negara
wajib menyediakan, dan mengelola
infrastruktur yang ramah bagi disabilitas.
Tabel 4.6 menunjukkan bahwa pada bagian akhir berita pertama
Newsdifabel.com menyatakan bahwa “kita semua memiliki potensi
menjadi penyandang disabilitas.” Dalam kalimat tersebut dapat diartikan
bahwa wartawan ingin menyampaikan bahwa manusia pada hakikatnya
sama, dan memiliki hak dan kewajiban yang sama. Pada kalimat
berikutnya berisi proses disabilitas dapat berupa kecelakaan, malapraktik,
dan bencana alam. Kemudian di kalimat akhir, berisikan kalimat
pertanyaan “jadi, masihkah kebijakan dan arah pembangunanmu abai dan
tak ramah disabilitas?”. Dalam kalimat tersebut secara tidak langsung
Newsdifabel.com mempertanyakan jika semua orang berpotensi difabel
seharusnya negara dan masyarakat peduli dan dapat menerima kaum
difabel dengan menimbangkan hak-hak difabel.
Penutup pada berita kedua yang ditampilkan Newsdifabel.com
merupakan kesimpulan dari fakta yang ditemukan wartawan, terdapat
pada kalimat “namun faktanya banyak perusahaan yang masih melakukan
penolakan dengan alasan ijazah dan lain-lain”, fakta tersebut
menginformasikan kepada khalayak bahwa kaum difabel masih menerima
diskriminasi dan belum mendapatkan haknya. Newsdifabel.com
menyuarakan kepada kaum difabel agar mengenyam pendidikan tinggi
agar memiliki kesetaraan dengan masyarakat lainnya. Pada kalimat akhir
wartawan mengkritik negara dengan kalimat “dan Negara wajib
menyediakan, dan mengelola infrastruktur yang ramah bagi disabilitas”,
55
penyediaan fasilitas yang aksesibilitas dapat memberikan ruang bagi kaum
difabel untuk menuntut ilmu.
2. Skrip
Tabel 4.7
Skrip Newsdifabel.com
Unit Berita I Berita II
5W+1H What (apa yang terjadi)
Setiap manusia berpotensi
menjadi disabilitas, namun
tetap saja diskriminasi
terhadap kaum disabilitas
masih terjadi di masyarakat.
What (apa yang terjadi)
Kaum disabilitas bingung
dengan persoalan
mengenyam pendidikan
tinggi dan kurangnya fasilitas
yang aksesibilitas terhadap
kaum difabel.
Who (siapa yang
diberitakan)
Andika Arisman, salah satu
penyandang disabilitas yang
mendapat perlakuan
diskriminasi.
Who (siapa yang
diberitakan)
Kaum disabilitas
When (kapan berita ditulis)
9 September 2018
When (kapan berita ditulis)
12 September 2018
Where (dimana berita
tersebut ditulis)
Bandung
Where (dimana berita
tersebut ditulis)
Jakarta
56
Why (mengapa diskriminasi
masih terjadi)
Watak masyarakat adalah
cermin bagaimana negara
memperlakukan
diskriminasi. Letak
diskriminasi bisa dua hal:
istilah atau label dan
regulasi. Dalam hal regulasi,
ketersediaan huruf braille
dalam surat suara atau ujian
nasional, akses ditempat
publik, dan 2% pekerja
dalam suatu perusahaan.
Dalam hal istilah atau label,
adanya diskursus atau
ideologi normalitas.
Why (mengapa kaum
disabilitas harus mengenyam
pendidikan tinggi)
Kaum disabilitas perlu
mengenyam pendidikan
tinggi agar memiliki
kesetaraan dengan mereka
yang bukan disabilitas.
Dengan disabilitas
menempuh pendidikan
setinggi mungkin, nantinya
lapangan pekerjaan juga akan
semakin terbuka dengan
sendirinya. Negara wajib
menyediakan, dan mengelola
infrastruktur yang ramah
bagi disabilitas.
How (bagaimana Negara dan
masyarakat ramah dengan
disabilitas)
Penguasa atau pemerintah
memiliki sumber daya untuk
menemukan dan membuat
fasilitas agar memudahkan
kaum difabel menikmamti
hidup, menyerap semua ilmu
dan mengembangkan
potensinya secara maksimal,
How (bagaimana anak-anak
disabilitas memperoleh
pendidikan formal?
Untuk anak-anak dengan
disabilitas, sejak dulu sudah
berdiri sebuah sekolah
khusus yang memang
diperuntukkan untuk
memberikan pendidikan bagi
mereka. Sekolah itu diberi
nama Sekolah Luar Biasa
57
tanpa adanya diskriminasi
sosial, ekonomi, politik,
budaya. Termasuk agama.
Serta mengubah penyebutan
‘orang cacat’ menjadi
‘difabel’.
yang di dalamnya meliputi
SDLB, SMPLB, SMALB
dengan kekhususan yang
berbeda-beda. Namun jika
anak disabilitas sudah
memiiliki kemampuan yang
memadai untuk belajar
bersama teman-teman yang
non-disabilitas, maka
sebaiknya anak disabilitas
disekolahkan di sekolah
regular melalui program
inklusi.
Tabel 4.7 menunjukkan bahwa tinjauan unsur skrip what, who, when,
where, why, dan how yang terdapat pada berita pertama dan kedua yang
ditampilkan Newsdifabel.com mencakup unsur yang lengkap. Pada bagian
when dan where, penulis tidak mencantumkan kapan peristiwa itu terjadi
dan dimana peristiwa itu terjadi, melainkan kapan berita itu ditulis dan
dimana berita tersebut ditulis. Karena jenis kedua berita tersebut ialah
comprehensive news, jenis berita ini berisi laporan mengenai fakta dari
suatu peristiwa yang ditinjau secara menyeluruh. Sehingga unsur yang
ditekankan pada kedua berita tersebut adalah unsur why dan how.
Pada unsur skrip berita pertama memberikan gambaran bahwa kaum
difabel masih mendapat diskriminasi secara langsung dan tidak langsung.
Newsdifabel.com memberikan penekanan pada judul agar tidak ada lagi
diskriminasi, baik pemerintah maupun masyarakat. Unsur skrip pada
berita kedua Newsdifabel.com menekankan kepada kaum difabel, bahwa
58
difabel harus mengenyam pendidikan tinggi agar memiliki kesetaraan
dengan non-difabel. Kesamaan pada dua berita tersebut adalah keresahan
yang dialami oleh difabel dalam menjalankan kehidupan sehari-hari,
difabel merasa belum diperhatikan secara penuh oleh pemerintah dan
masyarakat.
3. Tematik
a. Detail
Tabel 4.8
Detail Newsdifabel.com
Unit Berita I Berita II
Detail I Karena Andika Arisman
penyandang disabilitas, oleh
karenanya konsumen urung
menggunakan jasanya. Jika
situasi seperti ini terus
dialami Andika, maka sudah
dipastikan bisa mengecilkan
pendapatan.
Untuk anak-anak dengan
disabilitas, sejak dulu sudah
berdiri sebuah sekolah
khusus yang memang
diperuntukkan untuk
memberikan pendidikan bagi
mereka. Sekolah itu diberi
nama Sekolah Luar Biasa
yang di dalamnya meliputi
SDLB, SMPLB, dan
SMALB dengan kekhususan
yang berbeda-beda.
Detail II Letak diskriminasinya bisa
dua hal: istilah/label dan
regulasi. Dalam hal regulasi,
missal ketersediaan huruf
Yang membuat orang tua dari
anak disabilitas bingung
adalah kurangnya
keterampilan yang dimiliki
59
braille dalam surat
suara/ujian nasional, akses di
tempat publik, 2% pekerja
difabel dalam satu
perusahaan, dan banyak lagi.
Dalam istilah/label,
bermakna adanya
diskursus/ideologi
normalitas. Nah,
diskursus/ideologi
normalitas di dalamnya akan
terus terkandung
diskriminasi jika tidak segera
diluruskan.
anaknya, lapangan kerja yang
menolak adanya disabilitas,
rasa takut menyekolahkan
anaknya diperguruan tinggi,
dan masalah ekonomi.
Akhirnya banyak dari
mereka yang membiarkan
anaknya putus sekolah dan
kehilangan masa depan.
Detail III Disini penulis sedang ingin
mengatakan bahwa
penguasa/pemerintah
memiliki sumber daya untuk
menemukan dan membuat
fasilitas agar memudahkan
kaum difabel menikmati
hidup, menyerap semua ilmu
dan mengembangkan
potensinya secara maksimal,
tanpa adanya diskriminasi
sosial, ekonomi, politik,
budaya.
Saat ini memang sudah diatur
dalam UU No. 8 tahun 2016
bahwa perusahaan swasta
berhak menyediakan 1% dari
total karyawannya untuk
penyandang disabilitas,
sedangkan perusahaan milik
Negara wajib
mempekerjakan 2%
pegawainya. Namun
faktanya banyak perusahaan
yang masih melakukan
penolakan dengan alasan
ijazah dan lain-lain. Oleh
60
karena itu disabilitas perlu
mengenyam pendidikan
tinggi agar memiliki
kesetaraan dengan mereka
yang bukan disabilitas. Dan
negara wajib menyediakan,
dan mengelola infrastruktur
yang ramah bagi disabilitas.
Detail IV Karena tidak bisa memesan
takdir maka, kita semua
memiliki potensi menjadi
penyandang disabilitas.
Selain terberi sejak dalam
kandungan, proses menjadi
disabilitas juga bisa
dikarenakan faktor kejadian
tertentu missal, kecelakaan,
malapraktik, bencana alam,
dan lainnya.
Tabel 4.8 menunjukkan bahwa pada unsur tematik ada dua kesamaan
katagori yang menjadi perhatian dalam berita pertama dan kedua, menurut
Pan Kosicki. Kedua berita tersebut mengedepankan dua inti permasalahan,
yakni hak difabel dan penerimaan masyarakat terhadap kaum difabel.
Pada berita pertama, hak difabel masih belum diperhatikan oleh
pemerintah maupun masyarakat sehingga terjadi diskriminasi. Letak
diskriminasi disini mencakup dua hal yaitu dalam istilah atau label dan
61
regulasi. Istilah atau label yang dimaksud adalah ketika adanya ideologi
normalitas, sehingga dalam penyebutan ‘istilah’ kaum difabel sering
terjadi diskriminasi. Kemudian terdapat regulasi yang belum sepenuhnya
berpihak kepada difabel seperti akses publik, ketenagakerjaan, dan
ketersediaan huruf braille. Ketika hak dan regulasi berjalan sebagaimana
mestinya, dapat memudahkan kaum difabel untuk mengembangkan
potensinya tanpa ada diskriminasi.
Inti permasalahan yang kedua adalah penerimaan masyarakat. Pada
berita pertama Andika Arisman menjadi salah satu contoh bagaimana
kaum difabel diperlakukan, ketimpangan sosial ini terus terjadi jika tidak
diluruskan. Dikutip oleh pemimpin redaksi Newsdifabel.com dalam
wawancara bahwa diskriminasi yang terjadi di masyarakat disebabkan
kurangnya pengetahuan yang dimiliki oleh masyarakat tentang difabel,
oleh sebab itu dengan adanya Newsdifabel.com difabel mendapat
kesetaraan diantara masyarakat sosial.
Sedangkan pada berita kedua, hak asasi manusia dinyatakan ketika
penulis berita menulis UU No. 8 tahun 2016 tentang regulasi
ketenagakerjaan. Faktanya masih banyak perusahaan yang menolak
adanya difabel, Kesenjagan sosial ini membuat difabel kurangnya
keterampilan dan kehilangan masa depan.
b. Koherasi
Tabel 4.9
Koherasi Newsdifabel.com
Unit Berita I Berita II
Koherensi penguasa/pemerintahan
memiliki sumber daya untuk
faktanya banyak
perusahaan yang masih
62
menemukan dan membuat
fasilitas agar memudahkan
kaum difabel menikmati
hidup, menyerap semua
ilmu dan mengembangkan
potensinya secara maksimal,
tanpa ada diskriminasi
sosial, ekonomi, politik,
budaya. Termasuk agama.
melakukan penolakan
dengan alasan ijazah dan
lain-lain. Oleh karena
itu, disabilitas perlu
mengeyam pendidikan
tinggi agar memiliki
kesetaraan dengan mereka
yang bukan disabilitas.
Dan Negara wajib
menyediakan, dan
mengelola infrastruktur
yang ramah bagi
disabilitas
Tabel 4.9 menunjukkan bahwa berita pertama menyatakan koherensi
dalam paragraf enam merupakan koherensi penjelas. Kata “agar” dalam
kalimat ini menghubungkan penyelesaian dari dua proposisi yang
mendukung proposisi kalimat sebelum kalimat hubung. Kalimat pertama
mengungkapkan bahwa penguasa atau pemerintah memiliki sumber daya
untuk membuat fasilitas yang artinya pemerintah mempunyai kuasa penuh
untuk mensejahterakan kelompok difabel. Kata penghubung agar pada
kalimat tersebut sebagai pengantar keterangan tujuan dari suatu tindakan,
bahwa jika pemerintah membuat fasilitas yang aksesibilitas maka difabel
dapat mengembangkan potensi secara maksimal dan terdapat kemudahan
di ruang publik.
Sedangkan berita kedua koherensi yang digunakan adalah “oleh
karena itu” terdapat pada paragraf tujuh menggunakan koherensi sebab
63
akibat. Kata penghubung oleh karena iitu merupakan kata penghubung
antarkalimat yang digunakan untuk menghubungkan dua kalimat yang
diakhiri dengan tanda baca titik pada kalimat pertama dan ditandai dengan
tanda baca koma pada kalimat kedua. Dalam berita tersebut kata
penghubung menunjukkan bahwa adanya penolakan terhadap
ketenagakerjaan difabel karena tidak mengenyam pendidikan tinggi. Pada
kalimat kedua adalah bentuk penyelesaikan dan kesimpulan bahwa difabel
harus mengenyam pendidikan tinggi guna kesetaraan antarmasyarakat.
Kata penghubung yang digunakan pada kedua berita memiliki
konteks sebagai penjelas dan penyelesaian masalah dari kalimat pertama.
Untuk itu koherensi seperti itu menunjukkan penyelesaikan masalah atau
saran kepada pemerintah dan kelompok difabel.
4. Retoris
a. Leksikon
Tabel 4.10
Leksikon Newsdifabel.com
Unit Berita I Berita II
Leksikon Urung, mendiskriminasi,
abai,
Mengenyam, inklusi,
pesimis, kesetaraan
Tabel 4.10 menunjukkan bahwa penggunaan leksikon pada teks
berita pertama yang ditampilkan adalah urung, mendiskriminasi, abai, dan
normalitas. Urung artinya membatalkan. Penggunaan kata ‘urung’
merupakan sikap yang dilakukan oleh para konsumen ketika mengetahui
bahwa Andika Arisan penyandang disabilitas. Keterbatasan fisik Andika
64
membuat konsumen urung menggunakan jasanya sebagai ojek online.
Popon Siti Latipah selaku Pimpinan Redaksi memberikan pertanyaan:
“kita juga sama dengan mereka. Mengiginkan hak kesetaraan
disabilitas yang sama dengan masyarakat pada umumnya. Karena
apa pun yang masyarakat lakukan buktinya kita juga bisa
melakukan, dengan adanya teknik-teknik alternatif. Meskipun
caranya beda”
Mendiskriminasi berasal dari kata diskriminasi yang artinya
perlakukan yang tidak adil terhadap perorangan atau kelompok.
Penggunaan kata ‘mendiskriminasi’ merupakan sikap masyarakat yang
secara tidak langsung mebuat perlakuan tidak adil. Diskriminasi bisa
karena dua hal, istilah atau penyebutan dan dalam hal regulasi. Abai
artinya tidak diperdulikan. Kata ‘abai’ dalam berita pertama ditujukan
kepada sikap masyakarat dan negara atau pemerintah yang masih
menunjukkan sikap acuh terhadap kaum difabel. Dalam hal ini
Newsdifabel.com menulisnya pada kalimat terakhir dengan menggunakan
kalimat pertanyaan.
Penggunaan leksikon pada berita kedua yang ditampilkan adalah
mengenyam, inklusi, pesimis, dan kesetaraan. Mengenyam berasal dari
kata kenyam yang artinya merasai. Penggunakaan kata tersebut sebagai
arti bahwa penyandang disabilitas pun mempunyai hak untuk merasai
pendidikan tinggi, dan hak tersebut dicantumkan pada UU. Inklusi artinya
sistem layanan pendidikan yang mengatur agar difabel dapat sekolah
dengan teman-teman non-difabel. Kata ‘inklusi’ ditampilkan untuk anak
difabel yang memiliki kemampuan memadai belajar dengan teman non-
difabel, dan diharapkan dapat bersaing secara akademis dengan anak
lainnya.
65
Pesimis aritinya orang yang bersikap atau berpandangan tidak
mempunyai harapan yang baik. Kata ‘pesimis’ merupakan kata yang
menggambarkan sikap orang tua dari anak difabel tentang masa depan.
Mereka merasa pesimis dengan kurangnya keterampilan yang dimilki
anaknya dan lapangan pekerjaan yang menolak adanya disabilitas.
Ravindra Abdi Prahaswara memberikan pernyataan:
“memberikan informasi kepada orang tua dari penyandang
disabilitas supaya, orang tua ini tidak terlalu merasa pesimis
terhadap anaknya dan juga mampu mendorong anaknya bisa setara
seperti orang pada umumnya”
Kesetaraan adalah persamaan kedudukan, persamaan tingkatan,
tidak ada yang lebih tinggi atau lebih rendah. Kata ‘kesetaraan’
memberikan pesan kepada kaum disabilitas agar mengenyam pendidikan
tinggi, dan mendapatkan kesetaraan dengan yang lainnya. Persamaan
kedudukan tersebut dalam kehidupan sosial berarti persamaan hak,
kewajiban, dan tanggungjawab.
b. Grafis
Tabel 4.11
Grafis Newsdifabel.com
Unit Berita I Berita II
Gambar
atau foto
Foto pendemo dengan poster
yang bertulis accessibility for
all
Foto bangku sekolah
Metafora - -
66
Gambar 4.1 Foto Berita 1 Gambar 4.1 Foto Berita II
foto berita pertama menampilkan sebuah foto pendemo dengan
memegang poster yang bertulisan accessibility for all, yang memiliki arti
aksesibilitas untuk kita semua. Terlihat dari tulisan poster tersebut, ingin
menyampaikan pesan bahwa kaum difabel menginginkan Kota, bahkan
negara yang aksesibilitas. Kaum difabel ingin merasakan kemudahan untuk
mengakses fasilitas publik, dan hal ini merupakan hak yang harus didapatkan
kaum difabel.
Foto berita kedua menampilkan sebuah foto yang menggambarkan
suasana kelas dengan kursi-kursi di ruang sepi. Foto dengan kursi-kursi di
dalam ruangan dapat diartikan suasana sekolah, sekolah tempat untuk
menimba ilmu dan pengetahuan. Mendapatkan pendidikan merupakan hak
bagi sebeluruh masyarakat, termasuk kaum difabel setidaknya wajib belajar
12 tahun. Gambaran tersebut mengartikan bahwa kaum difabel ingin
mendapatkan pendidikan yang layak, agar dapat berkontribusi lebih untuk
negara.
67
BAB V
PEMBAHASAN
Interpretasi
Riset ini menemukan tiga pokok pikiran yang menjadi pusat perhatian
dalam kedua berita tersebut. Pertama adalah Newsdifabel.com
merepresentasikan kaum difabel sebagai kelompok yang masih
terdiskriminasi. Kedua, Newsdifabel.com menempatkan identitas kelompok
difabel sebagai subjek pada setiap pemberitaannya. Ketiga, Newsdifabel.com
ingin menekankan berfikir inklusi.
Newsdifabel.com sebagai media komunitas difabel melihat ini sebagai
masalah yang dianggap penting untuk diberitakan, kaum difabel sebagai
masyarakat minoritas berskala besar yang masih termarginalkan dalam
masyarakat. Kesadaran masyarakat terhadap kaum difabel masih dianggap
kurang sehingga diskriminasi sering terjadi. Seperti yang disampaikan oleh
Barra Annasir selaku Staff Redaksi Newsdifabel.com:
“Difabel minoritas besar, karena minoritas besar, temarjinalkan, dan
terdiskriminasi itu yang paling mewakili terhadap kelompok
disabilitas. Maka dari itu kita memilih diksi difabel itu different ability
perbedaan penggunaan tubuh, bukan cacat. Kita juga melarang atau
memberikan ajaran ini bukan cacat, ini adalah perbedaan
penggunaan tubuh”.
Penggunaan diksi pada Newsdifabel.com dalam tiap pemberitaanya
menggunakan kata ‘disabilitas’ dan ‘difabel’ sehingga memberikan pehaman
kepada khalayak bahwa kedua kata tersebut menjadi layak untuk digunakan
tanpa diskursus. Dalam proses konstruksi realitas, bahasa adalah unsur utama.
Ia merupakan instrumen pokok untuk menceritakan sebuah realitas. Bahasa
adalah alat konseptualisasi dan alat narasi. Dalam konteks media massa,
keberadaan bahasa ini tidak lagi sebagai alat semata untuk menggambarkan
68
sebuah realitas melainkan bisa menentukan gambaran (makna citra) mengenai
suatu realitas-realitas media yang akan muncul dibenak khalayak.
Disabilitas merupakan kata dari bahasa Inggris disability yang artinya
cacat atau ketidakmampuan. Disabilitas adalah istilah yang meliputi gangguan
keterbatasan aktivitas, dan pembatasan partisipasi. Maksud dari kata ganguan
adalah adanya sebuah masalah pada fungsi tubuh atau strukturnya, sehingga
adanya kesulitan individu dalam menjalankan kegiatan sehari-hari. Sedangkan
difabel merupakan kependekan dari different ability (perbedaan kemampuan)
kata baru yang digagas untuk memperhalus kata-kata atau sebutan bagi
seluruh penyandang cacat.
Diksi disabilitas dan difabel menjadi titik fokus Newsdifabel.com dalam
berita pertama, terlihat dari penjelasan tentang ideologi normalitas. Isi pada
pesan tersebut wartawan ingin menyampaikan bahwa saat ini masyarakat
sudah terkonstruk oleh defisini normal dan tidak normal pada kegunaan fisik
sehingga hadir terminologi normalitas. Penjelasan tersebut seperti yang
dikatakan oleh Jack Snyder (2003) bahwa media komunitas memiliki peran
positif seperti medidik, pengidentifikasi, penyedia forum dan penguat
sosiokultural bagi komunitas.
Newsdifabel.com menekankan realitas yang terjadi di masyarakat pada
headline berita pertama dengan contoh kasus yang dialami oleh Andika
Arisman, bahwa sampai saat ini diskriminasi pada kelompok difabel masih
terjadi. Kaum difabel mempunyai hak dan kewajiban yang sama sebagai
warga masyarakat, dengan keterbatasannya sering kali difabel dianggap
sebagai kaum yang lemah dan perlu dikasihani. Hal inil ini menunjukkan
bahwa media Newsdifabel.com memilih fakta yang terjadi dimasyarakat,
untuk membentuk suatu konstruk tentang difabel. Sebagaimana Eriyanto
69
(2008: 69-70) mengatakan bahwa bagaiamana fakta itu dipilih dan disajikan
untuk membentuk suatu gagasan tertentu. Didukung oleh pernyataan
pemimpin redaksi Newsdifabel.com
“Stigma masyarakat terhadap difabel selama ini memang cenderung
negatif. Artinya negatif itu, memandang kita selalu butuh bantuan
orang lain, atau kita tidak bisa melakukan hal apapun”.
Diskriminasi yang sering terjadi dimasyarakat, disebabkan oleh
kurangnya pengetahuan masyarakat tentang difabel. maka dari itu sekelompok
difabel yang ada di Bandung mendirikan media Newsdifabel, guna
memberikan informasi tentang difabel agar dapat hidup berdampingan tanpa
diskriminasi. Sebagai media komunitas, newsdifabel memberikan semua hal
yag terkait dengan difabel dan memanfaatkan media sebagai alat perjuangan
untuk menyampaikan aspirasi serta menginformasi isu-isu difabel yang jarang
dipublikasikan oleh media mainstream.
Selain menyuarakan hak-hak dan menginformasikan tentang pencapaian
difabel, media komunitas ini dapat memberikan kesempatan bagi difabel
untuk berkarya, mengapresiasi kelebihan masing-masing, saling memberikan
penguatan, dan saling menyemangati. Seperti yang dikemukakan oleh Tajfel
(1998) bahwa identitas sosial adalah mereka yang memiliki pengetahuan
tentang keanggotaan dalam suatu kelompok bersamaan dengan keterlibatan,
rasa peduli, dan juga rasa bangga dari keanggotaan dalam suatu kelompok
tertentu.
Seperti yang tertulis pada situs web Newsdifabel.com, bahwa media ini
berkomitmen untuk membentuk kekhasan, perspektif, dan menjadi saluran
keresahan bagi kaum difabel. persoalan yang terjadi pada kaum difabel adalah
rasa malu dan kekosongan inspirasi, dengan adanya Newsdifabel mereka
70
percaya dapat mengatasi persoalan tersebut dengan merangkul, mengajak
berdaya, menyosialisasikan berbagai aktivitas dan kemampuan kawan-kawan
difabel. Setidaknya dilingkungan kaum difabel, media ini akan terus berjalan
dari difabel untuk difabel dengan memberikan impresi positif dan dukungan
yang besar bagi cita-cita difabel.
Pada berita kedua, Newsdifabel merepresentasikan eksistensi difabel
dalam pendidikan masih termarjinalkan, pada hakikatnya hak pendidikan bagi
difabel sudah dicantumkan Undang-Undang. Namun masih jauh dengan
realitas yang ada. Berita kedua dengan judul “Perlukah Disabilitas
Mengenyam Pendidikan Tinggi?” menonjolkan aspek edukasi, hukum, dan
sosial. Ketiga aspek tersebut memberikan gambaran bahwa tidak hanya
kelompok difabel yang berjuang untuk mengenyam pendidikan tinggi, namun
pemerintah turut andil dalam penyediaan fasilitas dan regulasi yang baik untuk
masyarakat difabel. Staff redaksi Newsdifabel.com memberikan pernyataan
“harapan kita mengabarkan fakta sebenarnya yang penting
memberitakan bahwa ini eksistensi disabilitas seperti ini,
terdiskriminasi dalam pendidikan. yang seharusnya tidak
memarjinalkan, turut serta memperjuangkan hak-hak disabilitas
dengan kebijakan-kebijakan pemerintah. Terkait pendidikan fasilitas-
fasilitas SDLB, SMPLB, SMALB, dan kualitas pengajar. Seperti yang
sudah dicantumkan pada UU Permenristekdiksi No. 46, harus
dipenulis karena implementasinya kurang maksimal”.
Pada berita kedua, menunjukkan bahwa Newsdifabel.com mendukung
adanya pendidikan inklusi bagi siswa difabel. Baihaqi dan M. Sugiarmin
(2006, 75-76) menyatakan bahwa hakikat inklusi adalah mengenai hak setiap
siswa atas perkembangan individu, sosial, intelektual. Artinya para siswa
harus dapat kesempatan untuk mencapai potensi mereka. Untuk mendapat
potensi tersebut, sistem pendidikan harus dirancang dengan memperhitungkan
perbedaan-perbedaan yang ada pada diri siswa.
71
Pada dasarnya media bukan hanya memilih peristiwa dan menentukan
sumber berita, melainkan juga berperan dalam menyusun dan mendefinisikan
realitas dari berbagai peristiwa yang terjadi hingga menjadi sebuah informasi
yang bermanfaat kepada masyarakat. Pemberitaan tentang pendidikan difabel
jarang sekali dibahas pada media mainstream, seringkali pemerintah dan
masyarakat mengabaikan hak difabel. Pendidikan yang tinggi akan
mendorong kebaikan bagi difabel dan dapat berguna bagi masyarakat umum.
Melalui pemberitaan, media dapat membingkai peristiwa dengan
bingkaian tertentu yang pada akhirnya menentukan bagaiamana khalayak
harus melihat dan memahami peristiwa dari perspektif tertentu dengan bahasa
sebagai perangkat atau alat dasar yang digunakan. Pada berita kedua aspek
hukum yang digambarkan adalah kebijakan pemerintah yang belum
terealisasikan sebagaimana mestinya. Terlihat dari wartawan yang menuliskan
beberapa Undang-Undang tentang hak pendidikan difabel, masyarakat difabel
mencita-citakan bahwa apa yang tertulis pada Undang-Undang dapat
terealisasikan dengan baik agar difabel mampu bersaing dan dapat
berkontribusi bagi bangsa dan negara.
Identitas difabel pada media Newsdifabel.com menempatkan kelompok
difabel sebagai subjek pada setiap pemberitaannya bukan sebagai objek.
Artinya, newsdifabel memberikan ruang bagi kelompok difabel untuk
bersuara atas dirinya lansung, tidak diwakili oleh orang lain. Padahal seperti
dikatakan oleh McQuail (2009) bahwa media selama ini cenderung
menempatkan kelompok minoritas dalam posisi yang kurang menguntungkan,
cenderung melihat kelompok marginal sebagai objek daripada subjek. Dapat
disimpulkan Newsdifabel.com tampaknya menempatkan dirinya sebagai
sarana bagi kelompok difabel menyuarakan kepentingan mereka yang selama
ini tidak mendapat ruang di media massa.
72
Kecenderungan media mainstream dalam memberitakan isu difabel
dapat menimbulkan stereotip dan representasi negatif terhadap difabel seperti
bersifat dramatis, kesedihan, kaum yang tak berdaya, bahkan kekurangannya
diangap sebagai lawakan. Seperti yang dikemukakan oleh Frank D. Durhaim
(1988) bahwa framing membuat lebih dimengerti, realitas yang kompleks
disederhanakan dalam katagori tertentu. Karena bagi khalayak penyajian
realitas yang demikian, membuat realitas menjadi lebih dimengerti.
Menurut Holey (2010), kecenderungan media massa yang korporatis,
memunculkan kebutuhan yang memungkinkan tiap individu memiliki
kesempatan yang sama untuk berpartisipasi dan mempresentasikan dirinya
dalam media yang disebut media komunitas. Artinya adanya media komunitas
untuk memenuhi kebutuhan komunikasi dan informasi yang tidak terpenuhi
oleh media mainstream. Seperti halnya media Newsdifabel.com yang
memanfaatkan media sebagai pembentukkan identitas dan membangun
kohesivitas yang akan memperkuat identitas difabel dalam masyarakat.
Cita-cita kaum difabel dengan adanya media Newsdifabel.com dapat
memberikan informasi yang edukatif, terutama tentang cara pandang negara
dan masyarakat terhadap kaum difabel. Merubah pandangan yang awalnya
hanya dijadikan sebagai objek pembangunan, menjadi subjek pembangunan.
Penulis melihat hal ini bertujuan agar keberadaan kaum difabel dapat diakui
sebagai manusia lainnya yang memiliki kesamaan hak dan kewajiban.
Newsdifabel.com memiliki wacana bahwa negara akan berkembang dan
maju apabila kaum difabel sudah sejahtera, dan dapat menjalankan tugas-tugas
sebagai warganegara tanpa adanya hambatan. Penulis melihat media ini tidak
hanya ditujukan untuk sesama kaum difabel, tetapi untuk seluruh lapisan
masyarakat dan pemerintah. Artinya Newsdifabel sebagai media komunitas
difabel ingin mengajak berpikir inklusif dengan menerima kelompok difabel,
73
menuntut kesetaraan bahwa difabel mampu dan dapat bersaing dengan yang
non-difabel, kelompok difabel harus mendapatkan perhatian lebih dari
pemerintah mulai dari kebijakan sampai fasilitas-fasilitas yang aksesibilitas
dan menjadikan difabel sebagai subjek pembangunan.
Penulis mengerucutkan interpretasi ini menjadi satu titik temu bahwa
Newsdifabel.com pada intinya ingin menyatakan bahwa kesadaran terhadap
kelompok minoritas perlu dimiliki oleh tiap individu, sehingga kesetaraan dan
kepahaman berpikir dapat dijalani dan dijunjung tinggi. Newsdifabel.com
menjadi media alternative untuk memberikan pemahaman dan informasi
kepada masyarakat luas mengenai isu disabilitas, tentunya guna mengubah
paradigma atau stigma negatif terhadap disabilitas.
Berita-berita yang ditulis oleh difabel pada Newsdifabel.com tentu ingin
memberikan gambaran bahwa difabel sama seperti masyarakat pada
umumnya. Apa pun yang masyarakat lakukan terbukti bahwa kaum difabel
dapat melakukannya, hanya saja dengan teknik-teknik yang berbeda dibantu
oleh kemajuan teknologi. Difabel daksa pun dapat membaca dan menulis
berbagai macam informasi melalui huruf braille dan menggunakan bantuan
software screen reader.
74
BAB VI
PENUTUP
A. Kesimpulan
Riset ini menunjukkan bahwa media online Newsdifabel membingkai
identitas kelompok difabel dalam tiga representasi. Pertama,
Newsdifabel.com merepresentasikan kaum difabel sebagai kaum yang
masih terdiskriminasi. Terdiskriminasi, baik dalam kehidupan sosial,
pendidikan, dan kebijakan-kebijakan pemerintah yang belum
terealisasikan secara menyeluruh. Diskriminasi yang sering terjadi
dimasyarakat disebabkan oleh kurangnya pengetahuan masyarakat tentang
difabel. Penggunaan diksi yang salah dapat memunculkan diskriminasi,
dimana kata ‘difabel’ sudah sangat relevan untuk digunakan. Namun,
masih banyak masyarakat bahkan media massa menggunakan kata yang
cenderung memojokkan kaum difabel.
Kedua, Newsdifabel.com menempatkan identitas kelompok difabel
sebagai ‘subjek’ pada setiap pemberitaan yang ditulis. Subjek yang
ditampilkan merupakan bentuk bahwa adanya ruang bagi kaum difabel
untuk menyuarakan isu-isu yang tidak diberitakan oleh media mainstream.
Ketiga, Newsdifabel.com ingin menekankan berfikir inklusi. inklusi
adalah sebuah pendekatan untuk membangun dan mengembangkan
sebuah lingkungan yang terbuka dengan mengikutsertakan semua tanpa
perbedaan latar belakang, karakteristik, kemampuan, status, kondisi, etnik,
budaya dan lainnya. Newsdifabel.com memiliki wacana bahwa, negara
akan berkembang dan maju apabila kaum difabel sudah sejahtera dan
dapat melaksanakan tugas-tugas sebagai warganegara tanpa adanya
hambatan dan diskriminasi. Pada intinya penulis ingin mengatakan bahwa
75
kesadaran terhadap kelompok minoritas perlu dimiliki oleh setiap
individu, sehingga kesetaraan dan kepahaman berpikir inklusi dapat
dijalani dan dijunjung tinggi.
B. Saran
Berdasarkan kesimpulan diatas, penulis memberikan beberapa saran
kepada segenap Akademisi Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi,
khususnya program studi Jurnalistik UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, dan
masyarakat penikmat media massa.
1. Sebagai media komunitas yang memberikan informasi tentang isu
disabilitas, Newsdifabel.com perlu memberikan gambaran tentang
bagaimana seharusnya masyarakat bersikap terhadap kelompok
difabel. Tujuannya agar masyarakat dan kaum difabel dapat
bersosialisasi di lingkungan masyarakat tanpa ada diskriminasi.
2. Penulis juga menyarankan agar penelitian mengenai media komunitas
Newsdifabel.com dapat dilakukan dengan mencoba menggunakan
metode penelitian lain. Karena media yang secara khusus mengangkat
isu difabel masih sangat jarang dan banyak hal menarik untuk diteliti.
3. Sebagai penelitian mengenai isu difabel, penulis menyarankan agar
masyarakat dapat membaca informasi-informasi tentang difabel pada
Newsdifabel.com agar mengetahui tentang identitas difabel yang
sebenarnya.
4. Penulis menyarankan kepada pihak-pihak yang telah membaca skripsi
ini untuk lebih terbuka terhadap kaum difabel. Jangan memandang
sebelah mata kaum difabel, jangan diskriminasi, ikut merangkul, dan
berjuang bersama untuk memenuhi hak-hak disabilitas.
76
DAFTAR PUSTAKA
Aprinta, Gita. (2011) The Massenger Kajian Media Massa: Representasi Girl
Power Wanita Dalam Media Online,Vol. II. Jakarta: Universitas
Pendidikan Indonesia.
Birowo, M. Antonius. (2004). Metode Penulisan Komunikasi Teori dan
Aplikasi Yogyakarta: Gintayali.
Bungin, B. (2007) Penelitian Kualitatif: Komunikasi, Ekonomi, Kebijakan
Publik, dan Ilmu Sosial Lainnya. Jakarta: Kencana Prenada Media
Group.
Durham, Frank D. (1998) News Frames as Social Narrative: TWA Flight 800,
Journal of Communication , vol. 48
Eriyanto. (2012) Analis Framing, Konstruksi, Ideologi dan Politik Media.
Yogyakarta: PT LkiS Printing Cermelang.
Farihah, Ipah. (2006) Buku Panduan Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta. Ciputat: UIN Jakarta Press
Hall, Stuart. (2003) Cultural Representation and Signifying Practices.
London: Saga Publication.
Hammad, Ibnu. (2004) Konstruksi Realitas Politik dalam Media Massa.
Jakarta: Granit
Suryawiti, Indah. (2011) Jurnalistik Suatu Pengantar: Teori dan Praktik.
Bogor: Ghalia Indonesia
Jumroni, Suhaimi. (2006) Metode-Metode Penelitian Komunikasi. Jakarta:
Lembaga penelitian UIN Jakarta dengan UIN Press.
Junal Perempuan. (2010 Vol. 65) Mencari Ruang untuk Difabel. Jakarta:
Yayasan Jurnal Perempuan
77
Kriyantoro, R. (2006) Teknik Praktis Riset Komunikasi. Jakarta: Kencana.
Prenada Media Group.
Moleong, Lexy J. (2005) Metode Penulisan Kualitatif. Bandung: PT Rosda
Karya.
Mondry, M.Sos. (2008) Pemahaman Teori dan Praktik Jurnalistik. Bogor:
Ghalia Indonesia.
M. Romli, Asep Syamsul. (2012) Jurnalistik Online : Panduan Praktis
Mengelola Media Online. Bandung: Nuansa Cendekia.
Nugroho, Yanuar, dkk. (2012) Media dan Kelompok Rentan di Indonesia:
Empat Kisah. Jakarta: Centre for Innovation Policy and Governance.
Nurkhoiron, M, dkk. (2007) Hak Minoritas: Multikultural dan Dilema Negara
Bangsa. Jakarta: Interaksi Fondation.
Rahayu, Sugi dkk. (2013) Pelayanan Publik Bidang Transportasi Bagi
Difabel di Daerah Istimewa Yogyakarta. Yogyakarta.
Sobur, Alex. (2006) Analisis Teks Media: Suatu Pengantar Untuk Analisis
Wacana, Analisis Semiotik, dan Analisis Framing. Bandung: PT
Remaja Rosdakarya.
Soehartono, Irawan. (2011) Metode Penelitian Sosial. Bandung: Rosdakarya
Strauss, Aneslm & Corbin Juliet. (2003) Dasar-Dasar Penelitian Kualitatif.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Wahyudi, J.B. (1992) Teknologi dan Produksi Citra Bergerak. Jakarta: PT.
Gramedia Pustaka Utama.
78
Internet
https://www.bphn.go.id
https://www.dpr.go.id/dokjdih/document/uu/1667.pdf
https://www.google/newsdifabel.com
https://www.kbbionline.co.id
https://www.kompasiana.com
https://www.lpem.org
repository.uin.ac.id
Wawancara
Wawancara pribadi dengan Pemimpin Redaksi dan Reporter, Popon Siti
Latipah.
Wawancara pribadi dengan Staf Redaksi dan Editor, Barra Annasir.
Wawanacara pribadi dengan penulis berita ke II, Ravindra Abdi Prahaswara.
79
LAMPIRAN
80
Lampiran 1
Lembar Persetujuan Judul Skripsi
81
Lampiran 2
Surat Bimbingan Skripsi
82
83
Lampiran 3
Surat Izin Penelitian
84
Permohonan izin wawancara via Telepon
85
LAMPIRAN
TRANSKRIP WAWANCARA NEWSDIFABEL.COM
Wawancara I
Narasumber : Barra Annasir
Jabatan : Staf Redaksi dan Editor
Waktu : 19 April 2020
Keterangan : wawancara via telepon
1. Isu apa yang diunggulkan dalam media Newsdifabel.com?
Isu tentang disabilitas, semua isu. Jadi kami punya platform,
platform pemberitaan semua tentang isu disabilitas dan saya
menerapkan dengan keras flatform anti diskriminasi, kesetaraan, anti
ras, anti-sentiment antar agama, dan termasuk pendapat situasi politik
tertentu kita netral. ‘Netral’ dalam artian tidak mau berpihak pada
salah satu kubu yang sedang bertarung secara politik.
2. Bagaimana Newsdifabel.com melihat identitas difabel?
Difabel minoritas besar, karena minoritas besar, temarjinalkan,
dan terdiskriminasi itu yang paling mewakili terhadap kelompok
disabilitas. Maka dari itu kita memilih diksi difabel itu different ability
perbedaan penggunaan tubuh, bukan cacat. Kita juga melarang atau
memberikan ajaran ini bukan cacat, ini adalah perbedaan penggunaan
tubuh.
3. Menurut Bapak bagaimana masyarakat memandang difabel?
Sebenarnya terpolarisasi ada yang sudah sadar awareness. Tapi
kebanyakan memandang difabel cacat dan penyakit dan berbelaskasih.
Karena beberapa teman-teman disabilitas bilang ‘saya tidak perlu
86
dikasihani, jangan iba pada saya dengan konsisi saya’ itu teman
disabilitas yang bicara. Ada masyarakat yang memandang seperti itu.
Ada juga yang sudah sadar kadang ikut menjadi volunteer, tidak
mengeksploitasi. Ada yang memandang penyakit, cacat, dan mungkin
yang mistis lagi azab dari masa lalunya seperti itu. Dan tentang
masyarakat difabel saya menyoroti tentang kebijakan negara yang
masih diskriminatif terkait fasilitas publik yang belum aksesibilitas.
4. Menurut bapak apakah pemerintah sudah memenuhi hak
difabel?
Secara garis besar belum, misalnya fasilitas yang belum
aksesibilitas, pendidikan yang masih minim untuk difabel, dan
kebijakan-kebijakan yang belum terealisasikan.
5. Apakah Newsdifabel dibuat untuk memperjuangkan hak difabel
atau hanya untuk menyampaikan berita-berita saja?
Menyampaikan berita dan memperjuangkan sebenarnya,
caranya sementara ini hanya audiensi. Kalau dibandung pernah ada
demonstrasi perubahan Wyata Guna menjadi BRSPDSN (Balai
Rehabilitasi Sosial Penyandang Disabilitas Sensorik Nentra), karena
dinilai perubuhan itu berdampak pengusiran pada beberapa teman-
teman yang ada diasrama. Metode yang digunakan pada saat itu demo,
sampai membuka posko. Sebenarnya itu ingin meminta perhatian, dan
akhirnya audiensi dengan menegoisasikan tuntutannya ke pihak
pemerintah. Biasanya memang audiensi dan demo yang bisa kita
lakukan.
6. Bagaimana Newsdifabel.com menggambarkan identitas difabel?
Masyarakat yang belum terpenuhi hak-hak dasar HAM.
Perlakuan diskriminasi itu melanggar HAM, semua ada di Undang-
Undang Disabilitas tetapi yang terlihat dimasyarakat masih ada
87
perlakuan diskriminasi, lalu tidak terpenuhnya hak, dan masih banyak
lagi. Melihat pemerintah semangatnya sudah ada, misalnya semangat
akomodatif, trobosan akomodatif dengan mengambil staff khusus
yang disabilitas. Tetapi itu hanya di staff khusus, bagi teman-teman
lainnya belum terasa, belum menyeluruh kebawah.
7. Pesan apa yang ingin disampaikan Newsdifabel.com kepada
masyarakat?
Pesannya jangan diskriminatif, berlaku adil terhadap
disabilitas, turut serta berjuang bersama disabilitas, menegakkan hak
asasi. PR umumnya seperti itu.
8. Pesan apa yang ingin disampaikan Newsdifabel.com kepada
pemerintah?
Pesan untuk pemerintah penuhi tuntutan disabilitas terkait
HAM secara menyeluruh turunannya seperti pendidikan, kesehatan,
akses publik, secara budaya bagaimana mematangkan pemikiran
masyarakat tentang disabilitas.
9. Menurut bapak apakah media mainstream sudah cukup andil
dalam mempresentasikan difabel?
Kalau masalah media mainstream, kita ada kredo bahwa
disabilitas dalam pemberitaan jangan dijadikan objek, tetapi jadikan
sebagai subjek. Kalau di media mainstream setau saya masih
menjadikan disabilitas sebagai objek, Misalnya ‘disabilitas ini
berprestasi’, ‘disabilitas ini tidak terurus’ seperti itu.
10. Bagaimana menentukan sebuah berita yang layak atau tidak
layak dipublikasikan?
Newsdifabel.com Mekankan prinsip tidak SARA, dan isunya
tentang disabilitas. Memuat refrensi-refrensi yang terpercaya. Di
Newsdifabel.com dalam penulisannya asalkan membicarakan tentang
88
difabel, tidak mengandung unsur SARA, tidak seksis, tidak
diskriminatif, tidak berkata-kata kasar, dan berberbasiskan pada data,
berbasiskan pada fakta.
11. Bagaimana cara newsdifabel.com mengemas sebuah berita agar
menarik untuk dibaca?
Sebenarnya tujuan dari Newsdifabel.com sendiri fokusnya
yang terpenting teman-teman difabel bisa menulis terlebih dahulu, bisa
melakukan wawancara, bisa reportase. Kita belum masuk ke wilayah
yang harus ideal. Memang belum maksimal, Karena tujuan kita
menulis saja dulu karena tidak ada yang mempunyai basic jurnalistik.
12. Bagaimana tahapan produksi berita, mulai dari melihat suatu
peristiwa hingga sampai dijadikan berita?
Sebenarnya kita membebaskan meliput segala sesuatu yang
berkaitan dengan disabilitas. Kalau ada event-event tertentu kita akan
merapatkan untuk pembagian kerja tim, misalnya waktu itu pernah ada
Paralympic kita meliput perlombaan catur nasional, kalau ada
perelatan-perelatan besar yang berkaitan dengan disabilitas. Dan yang
lainnya dibebaskan apapun itu.
13. Bagaimana pandangan Newsdifabel.com melihat isu difabel
dipublikasikan pada media mainstream?
Beberapa media mainstream pernah malakukan dalam konteks
saya menolak diksi cacat, kami tidak setuju ada diksi cacat.
Sebenarnya pemberitaannya lebih ke belaskasih.
14. Dari berita KITA SEMUA BERPOTENSI MENJADI
DISABILITAS pesan dan aspek apa yang ingin ditampilkan pada
berita tersebut?
Saya ingin menekankan berfikir inklusi, bahwa orang yang
non-difabel itu sebenarnya punya potensi besar menjadi difabel, maka
89
kalian jangan diskriminatif pada difabel. Karena pada situasi tertentu
kita semua bisa jadi difabel entah itu bencana alam, kecelakaan lalu
lintas, atau korban terorisme, atau malpraktik. Aspek yang ditonjolkan
tentang kesadaran masyarakat tentang disabilitas. Karena semua bisa
menjadi disabilitas dalam keadaan tertentu, maka berwelas asihlah
dalam konteks jangan memandang remeh, jangan mendiskriminasi,
dan berjuang bersama untuk memenuhi hak-hak disabilitas.
15. Apa yang Newsdifabel.com harapkan setelah membuat portal
media komunitas online ini, tentang identitas dari difabel?
Harapan kita mengabarkan fakta sebenarnya yang penting
memberitakan bahwa ini eksistensi disabilitas seperti ini,
terdiskriminasi dalam pendidikan. Tidak memarjinalkan, turut serta
memperjuangkan hak-hak disabilitas dengan kebijakan-kebijakan
pemerintah. Terkait pendidikan fasilitas-fasilitas SDLB, SMPLB,
SMALB dan kualitas pengajar. Seperti yang sudah dicantumkan pada
UU permenristekdiksi No. 46, harus dipenuhi karena implementasinya
kurang maksimal.
90
Wawancara II
Narasumber : Popon Siti Latipah
Jabatan : Pemimpin Redaksi dan Reporter
Waktu : 24 April 2020
Keterangan : Wawancara via telepon
1. Apa yang membuat Teh Popon ingin bergabung dengan
Newsdifabel.com?
Alasannya mungkin sama dengan teman-teman yang gabung di
Newsdifabel.com, kita ingin melalui media newsdifabel ini kita bisa
mengubah paradigma atau biasa yang disebut stigma masyarakat
terhadap disabilitas yang selama ini memang kecenderungan lebih ke
negatif. Artinya negatif itu, memandang kita selalu butuh bantuan
orang lain, atau kita tidak bisa melakukan hal apapun. Kenapa
masyarakat bisa lahir stigma seperti itu di masyarakat, mungkin
mereka tidak tau yang sebenarnya seperti apa. Dengan adanya
Newsdifabel kita menyajikan berita-berita hal-hal yang receh sampai
hal-hal yang memang layak dijadikan berita, mereka jadi tau bahwa
disabilitas itu sebenarnya sama dengan masyarakat pada umumnya.
2. Bagaimana teman difabel dapat melakukan kegiatan jurnalistik,
karena saya dapat informasi bahwa teman difabel tidak ada latar
belakang reporter dan jurnalis?
Kita belajar menulis sesudah ada portal ini. Awalnya setelah
kita punya gagasan ide untuk membuat media online tentang
disabilitas ini, karena kita tau kita tidak punya basic itu kita
mengadakan pelatihan. Dari pelatihan-pelatihan itu kita dapat sedikit
ilmu tentang jurnalis.
91
3. Kalau untuk pelatihan itu sampai sekarang masih adakah?
Sebenarnya pelatihan itu kita berencana untuk melakukan
pelatihan itu di tahun 2020 awal ini, tapi karena terkendala dengan satu
dan lain hal, jadi saat ini belum terlaksana. Apalagi sekarang
terkendala covid-19.
4. Selain membuat berita, apakah Newsdifabel.com ada kegiatan
lainnya, karena media ini dapat dikatakan media komunitas?
Biasanya kita ada pertemuan antara kontributor, editor, dan
sebagainya dalam waktu sebulan sekali. Dan kita terakhir kumpul
Desember atau Januari, setelah itu kita sampai sekarang belum ketemu
lagi. Karena covid ini. Sebelum covid ada juga kita terkendala dengan
kesibukan masing-masing, ditambah sekarang mobilitas kita juga
terbatas jadi ya sudah kita belum bertemu lagi sampai sekarang selain
online.
5. Pada setiap pertemuan itu apa yang dibahas Teh?
Kalau setiap pertemuan yang dibicarakan pasti progres
Newsdifabel.com dan respon masyarakat terhadap Newsdifabel, terus
rencana-rencana peliputan misalkan dalam satu bulan kedepan apakah
ada event disabilitas yang bisa kita liput, atau ada ide-ide apa yang bisa
kita jadikan tulisan. Selebihnya ngobrol-ngobrol biasa aja, saling
memberikan penguatan, saling menyemangati. Karena kita sifatnya
masih free tidak provit oriented, jadi kita benar-benar butuh penguatan
pada saat kita lesuh kita bertemu kita semangat lagi.
6. Bagaimana respon masyarakat dengan adanya Newsdifabel?
Sebenarnya dengan adanya ketertarikan Chani untuk penelitian
di Newsdifabel juga salah satu bentuk respon masyarakat terhadap
kita, terus ada juga teman-teman mahasiswa lainnya yang sama.
Bahkan ada yang sudah beres skripsinya, kan Alhamdulillah berartikan
92
masyarakat responnya positif. Selain teman-teman mahasiswa ada
juga beberapa media mainstream yang meliput kita, berartikan itu
ketertarikan tehadap Newsdifabelnya sudah mulai muncul. Kita juga
ga nyangka akan seperti ini.
7. Menurut Teteh Popon apakah Newsdifabel.com sudah turut andil
dalam memperjuangkan hak-hak disabilitas?
Sedikit banyaknya sudah, karena kita menyuarakan apa yang
ingin teman-teman disabilitas suarakan. Meskipun mungkin belum
menyentuh sampai wilayah 50% dari teman-teman disabilitas yang ada
di Indonesia, mungkin hanya beberapa persen saja. Tapi dengan
adanya pemberitaan-pemberitaan tentang disabilitas yang tidak
diberitakan media mainstream, kita merasan ada andil untuk teman-
teman bisa menyuarakan itu.
8. Dalam struktur redaksi semua reporter penyandang disabilitas,
bagaimana Teteh dan teman difabel meliput berita?
Kalau misalnya ada event yang berhubungan dengan
disabilitas, kita pasti sudah tau infonya jauh-jauh hari. Misalkan ada
Musyawarah Nasional Pemilihan Ketua Persatuan Tuna Netra
Indonesia, kita meminta izin kepada panitia untuk liputan setelah itu
kita baru turun ke lapangan meliput. Sebelumnya kita juga akan
konfirmasi kira-kira siapa yang bisa diwawanacara, karena kita
terbatas oleh kedisabilitasan kita. Seperti Teteh kan disabilitas netra,
jadi tidak bisa melihat dan kalau sudah janjian sebelumnya pasti kita
langsung menghubungi narsumnya. Misalnya janjian di titik mana,
setelah itu kita wawancara. Kita olah jadi tulisan, setelah di edit dengan
editor kalau menurut editor sudah siap tayang langsung naik jadi
berita. Kalau untuk Teteh sendiri karena total tidak bisa melihat, jadi
Teteh bawa temen dari Newsdifabel juga yang bisa mengambil gambar
93
karena Teteh sendiri tidak bisa foto. Jadi biasanya Teteh ditemani oleh
teman daksa.
9. Apakah ada kesulitan saat meliput berita?
Yang paling tampak, kebanyakan kalau konfirmasi hanya ke
ketuanya saja, dan panita lainnya tidak tau kalau kita datang ingin
meliput. Mungkin ketua pelaksannya lupa memberitahu panitia
lainnya, kalau begitu mereka tidak menganggap kalau kita jurnalis
yang ingin meliput. Jadi nyangkanya kita peserta. Setelah kita jelaskan
kalau kita dari Newsdifabel, terus ada idcard jadi mereka percaya
kalau kita jurnalis. Setelah itu kita mengadakan liputan itu.
Kalau untuk Teteh sendiri Teteh kan tidak bisa melihat sama
sekali, jadi harus memastikan dengan benar narasumber itu dimana.
Soalnya dulu pernah narasumbernya ada di sebelah mana,
wawancaranya di sebelah mana. Jadi lucu juga sih. Kata teman, ini
narsumnya sebelah sini. Jadi hal-hal yang seperti itu yang dijadikan
pelajaran.
10. Menurut Teteh masyarakat melihat difabel sebagai apa Teh?
Selama ini mungkin mereka menganggap kita sebagai
perlakuan khusus yang mereka lakukan terhadap kita atau yang mereka
terapkan kepada kita. Karena mungkin ketidaktahuan meraka, dengan
memperlakukan kita special, memperlakukan kita lain dari pada yang
lain. Mungkin dengan pengetahuan dan pengalaman mereka sudah
cukup, mungkin hal itu tidak akan terjadi. Intinya informasi tentang
disabilitas belum sampai kepada masyarakat secara utuh.
11. Dengan adanya Newsdifabel.com apa yang ingin disampaikan
kepada masyarakat?
Sudah pasti ingin menyampaikan bahwa, kita juga sama
dengan mereka. Mengiginkan hak kesetaraan disabilitas sama dengan
94
masyarakat pada umumnya. Karena apa pun yang masyarakat lakukan
buktinya kita juga bisa melakukan, dengan adanya teknik-teknik
alternatif. Meskipun caranya beda, misalnya Chani bisa baca Teteh
pun bisa baca hanya saja hurufnya berbeda. Apalagi dengan kemajuan
teknologi sekarang, kita bisa baca buku dengan leluasa, kita bisa akses
internet dengan sama, teman-teman daksa, tulisan sebagainya juga
sekarang sudah mulai terbuka dan mau menerima mungkin karena
informasi yang sudah makin banyak.
12. Apa pesan untuk pemerintah dari Newsdifabel.com?
Kalau pesan untuk pemerintah sudah pasti jelas, pemerintah
punya Undang-Undang dan regulasi. Jika Undang-Undang itu sudah
dilaksanakan, itu sangat memberikan kenyamanan terhadap teman-
teman disabilitas. Tetapi nyatanya yang namanya Undang-Undang,
sampai saat ini hanya sebagai seolah-olah hanya wacana saja belum
terlaksana menyeluruh. Inginnya Undang-Undang yang sudah ada
dijalankan dengan semestinya. Sosialisasi terhadap masyarakat juga,
bahwa ada Undang-Undang Disabilitas itu juga penting. Jadi tidak
semata-mata Undang-Undang Disabilitas yang tau hanya orang-orang
disabilitas itu sendiri kan percuma, sementara yang harus melakukan
aplikasi Undang-Undang itu bukan disabilitas sebenarnya, tapi pihak-
pihak terkait yang ada hubungannya dengan UU tersebut.
95
Wawancara III
Narasumber : Ravindra Abdi Prahaswara
Sebagai : Penulis Berita “Perlukah Disabilitas
Mengenyam Pendidikan Tinggi?’’
Waktu : 25 April 2020
Keterangan : Wawancara via telepon
1. Apa alasan Bapak mengangkat berita “Perlukah Disabilitas
Mengenyam Pendidikan Tinggi?
Secara historis saya tulis berita itu tahun 2018 moment-nya
kala itu penerimaan PNS, kemudian saya riset teryata lowongan CPNS
yang dibuka itu formasinya itu ada untuk kelompok disabilitas. Baru
di tahun 2018 karena sebelumnya masuk ke formasi umum, sejak
tahun 2018 itu lah formasi khusus untuk disabilitas. Masalahnya
muncul ketika saya lihat satu persatu saya amati tentang formasi yang
ada memang benar ada untuk disabilitas, tapi persyaratannya masih
banyak ditemukan yang diskriminatif. Ada syarat-syarat tertentu yang
dimana belum banyak disabilitas yang bisa mendaftar ke formasi itu,
terutama salah satunya adalah kualisifikasi pendidikan yang
disyaratkan. Misal ada formasi disabilitas tapi harus dari lulusan S1
Pertambangan, S1 Kedokteran, dan masih banyak yang lain. Itu suatu
hal yang sebenarnya pemerintah itu sudah mulai terbuka ingin
menampung disabilitas supaya ikut mengabdi untuk negara, tapi disisi
lain pemerintah kurang memahami betul kondisi di lapangan yang
terjadi. Tidak melihat data, apakah ada disabilitas dari jurusan tersebut.
Kalau pemerintah mempunyai data dan meliat secara lengkap, maka
pemerintah tahu bagaimana disabilitas dan kuliahnya di jurusan apa
96
saja. Misal yang dibuka formasi kedokteran, sampai dengan saat ini
belum ada disabilitas yang lulus atau jangankan lulus masuk kuliah
kedokteran saja belum ada. Karena jurusan kedokteran itu syaratnya
harus sehat secara fisik, kemudian tidak buta warna, dan lain
sebagainya. Ambil contoh lain jurusan Teknologi Informasi Komputer
itu sebenarnya disabilitas mampu masuk jurusan itu, dari pihak
lembaga pendidikan Universitasnya belum awware terhadap
disabilitas. Untuk masuk pun susah, apalagi mencari lulusan agar
mendaftar ke CPNS dengan syarat tersebut. Kemudian tulisan itu
berangkat dari banyaknya disabilitas yang ingin menempuh
pendidikan tinggi, tapi dari pihak keluarga kurang mendukung lalu
Anggapan masyarakat masih banyak yang melihat dari sisi
kekurangannya. Ambil contoh ketika ada disabilitas kuliah, maka
banyak masyarakat yang beranggapan ‘wah ngapain sih orang kaya
gitu kuliah’ itu poin keduanya. Yang ketiga, kurangnya dukungan dari
orang tua. Kurangnya dukungan dari orang tua ini disebabkan karena,
kurang informasi yang dimiliki orang tua dan memiliki rasa takut dan
pesimis bahwa anaknya bagaimana cara berkuliah di perguruan tinggi.
Dari tiga poin itu, maka saya membuat sebuah berita di Newsdifabel
untuk menjawab semua kekhawatiran, kegelisahan, serta keadaan yang
sebenarnya terjadi.
2. Pesan apa yang ingin disampaikan dari berita tersebut?
Pesannya untuk memberikan gambaran yang jelas pada
pertama, disabilitasnya itu sendiri bahwasanya ia bisa untuk berkuliah
dan menempuh pendidikan yang tinggi itu bisa dan jalannya ada. Yang
kedua, juga memberikan informasi kepada orang tua dari penyandang
disabilitas supaya, orang tua ini tidak terlalu merasa pesimis terhadap
anaknya dan juga mampu mendorong anaknya bisa setara seperti orang
97
pada umumnya. Yang ketiga, juga memberikan informasi kepada
masyarakat secara luas bahwasanya disabilitas itu bisa menempuh
perguruan tinggi dan dampak dari pendidikan itu akan mendorong
kebaikan bagi disabilitas dan bisa berguna bagi masyarakat. Jadi
dengan adanya pendidikan yang tinggi, disabilitas itu bisa lebih
berguna di masyarakat umum.
3. Aspek apa yang ditojolkan dari berita tersebut?
Aspek yang pertama, tentunya edukasi atau pendidikan. Yang
kedua, aspek hukum karena di dalam berita itu saya muat ada dasar
hukumnya juga. Kemudian aspek sosial, dan ini yang terpenting.
4. Bagaimana seharusnya pemerintah mengelola kebijakan hak
pendidikan difabel?
Dari pemerintah yang hendaknya lebih mensosialisasikan
aturan yang ada ke bawah, karena pemerintah itu sekarang mempunyai
aturan dan Undang-Undang pun sudah ada No.8 2016 tentang
disabilitas, UU No. 20 2003 tentang pendidikan nasional, dan
permenristekdiksi 47 2017. Sebenarnya aturan di pusat sudah jelas,
cuma kebawahnya itu yang kurang sampai di tiap-tiap institusi
pendidikan. Jadi sosialisasi itu harus terus dijalankan, kemudian
mendukung tiap kebijakan yang sudah diambil perguruan tinggi yang
sudah lebih baik menerima anak disabilitas. Kemudian juga tiap
mengambil kebijakan harus bedasarkan data dengan melibatkan
organisasi penyandang disabilitas, itu penting.
98
Minggu, 09 September 2018
Rep: Barra Annasir
Kita Semua Berpotensi menjadi Disabilitas
[Bandung, 9-09-2018] Andika Arisman, penyandang disabilitas berusia 27
tahun berjibaku dalam kehidupan dengan bekerja sebagai pengemudi online.
Di Kompas.com diceritakan, dalam sehari, Andika hanya mendapat 2-3 order
bernilai sekitar Rp.30.000-an. Lalu, apa gerangan sebabnya?
Karena Andika penyandang disabilitas, oleh karenanya, konsumen urung
menggunakan jasanya. Jika situasi itu terus dialami Andika, maka sudah
dipastikan bisa mengecilkan pendapatan karena di sistem transportasi online
dikenal dengan namanya rating. Sistem pemesanan online didesain untuk
mengutamakan orderan ke pengemudi yang memiliki rating bagus (sering
mendapatkan penumpang/orderan).
Andika Arisman adalah simbol konkret, sebuah tanda bagaimana masyarakat
(meski tidak semua) mendiskriminasi kaum disabilitas. Watak masyarakat
adalah cermin bagaimana Negara memperlakukan kaum disabilitas.
Diskriminatif. Letak diskriminasinya bisa dua hal: istilah/label dan regulasi.
Dalam hal regulasi, misal, ketersediaan huruf braille dalam surat suara/ujian
nasional, akses di tempat public, 2% pekerja difabel dalam satu perusahaan,
dan banyak lagi. Dalam hal istilah/label, bermakna adanya diskursus/ideologi
normalitas. Nah, diskursus/ideologi normalitas di dalamnya akan terus
terkandung diskriminasi jika tidak segera diluruskan. Ketika pertama kali kita
memisahkan diri antara normal dan tidak-normal, sejak itulah pertama kali
kita makin mengokohkan definisi normal, yang terkandung diskriminasi.
Dalam ilmu filsafat disebut sebagai kuasa-bahasa sehingga hadir terminologi
(pengistilahan) normalistas. Kuasa-normalitas bisa beroperasi secara sadar
ataupun tak sadar di kepala kita. Karena kuasa-normalitas (yang dipengaruhi
gagasan manusia) akan menjadi dorongan kesadaran sejauh mana kebijakan
pemerintah (secara kolektif) atau individu pembuat kebijakan (secara
perorangan) berani memutuskan dan punya keberpihakan kepada penyandang
disabilitas misal, memutuskan untuk membangun fasilitas secara menyeluruh
bagi penyandang disabilitas atau membuat kebijakan yang mendorong
peningkatan kapasitas penyandang disabilitas. Ketiadaan dorongan tersebut
adalah akibat dari hadirnya gagasan kuasa-normalitas di kepala pemegang
99
kebijakan. Selain itu ideologi normalitas hadir untuk secara sengaja duduk
berseberangan dengan yang-tidak-normal. Yang paling berbahaya dari kuasa-
normalitas adalah ketika ia (kuasa-normalitas) sudah menjadi konstruksi
sosial yang kemudian dianggap biasa, diyakini benar dan tak perlu dibahas
lagi.
Roland Barthes, dalam ilmu semiologi menjelaskan pentingnya deskripsi
bahasa agar tidak menimbulkan masalah. Dalam diskursus ini, terminologi
tidak-normal disematkan kepada orang yang memiliki kegunaan fisik yang
berbeda dengan yang lain. Di masyarakat awam, kata ‘tidak normal’ ini
merujuk pada manusia yang memiliki keterbatasan panca indera dan tubuh.
Persepsi dan istilah itu jelas keliru. Sehingga istilah yang tepat adalah different
abilities people atau orang dengan kemampuan berbeda. Different abilities
people kemudian diakronimkan (disingkat) menjadi difable (dalam bahasa
Indonesia: difabel). Pentingnya memahami makna bahasa agar perbedaan
kegunaan fisik manusia jangan dijadikan dalih untuk mendiskriminasi.
Sebernarnya, ada lagi salah sangka yang terlanjur menjadi konstruksi sosial
dalam pemaknaan. Karena menjadi konstruksi sosial maka dalam kesadaran
(kognitif) kita jangan sampai terjebak oleh konstruksi bahasa yang umum.
Sebagai contoh, dalam masyarakat kita kebanyakan (jika tidak bisa dikatakan
‘semua’) menujukkan bahwa perspektif disabilitas dipenuhi oleh terminologi
kesehatan. Itu keliru karena, disabilitas bukan bermakna sebagai orang sakit.
Dalam kajian teologis (ketuhanan), kita perlu berhati-hati tentang pemaknaan,
karena tidak bisa juga dinyatakan sebagai ‘penyandang cacat’ atau ‘orang
cacat’. Jika menilai itu sebagai cacat, pernyataannya adalah: apakah ciptaan
tuhan tidak sempurna? Tentu Tuhan menciptakan dengan penuh
kesempurnaan. Toh kita tidak bisa mendahului dan memesan takdir, bukan?
Manusia diberi akal untuk menemukan teknologi. Lewat Louis Braille, Tuhan
mengkondisikan adanya huruf braille. Disini penulis sedang ingin mengatakan
bahwa penguasa/pemerintahan memiliki sumber daya untuk menemukan dan
membuat fasilitas agar memudahkan kaum difabel menikmati hidup,
menyerap semua ilmu dan mengembangkan potensinya secara maksimal,
tanpa ada diskriminasi sosial, ekonomi, politik, budaya. Termasuk agama.
Khusus tentang ini, penulis memberikan pertanyaan kontemplatif, sudahkah
tempat-tempat ibadah juga ramah disabilitas (?)
100
Meski penulis menggunakan istilah ‘disabilitas’ secara umum dalam tulisan
ini, akan tetapi penulis merasa perlu untuk menjelaskan tentang istilah
‘difabel’ dan ‘cacat’, semata-mata demi menghadirkan pemahaman yang
komprehensif tentang istilah disabilitas itu sendiri, sehingga pembaca
menyadari secara penuh betapa bahasa bisa berpengaruh besar pada pola
pemikiran yang terbentuk di tengah masyarakat.
Kembali ke medan pembahasan, karena tidak bisa memesan takdir maka, kita
semua memiliki potensi menjadi penyandang disabilitas. Selain terberi sejak
dalam kandungan, proses menjadi disabilitas juga bisa dikarenakan faktor
kejadian tertentu misal, kecelakaan, malapraktik, bencana alam, dan lainnya.
Potensi menjadi penyandang disabilitas bisa menyasar siapapun, termasuk
Presiden, Mentri Sosial, Gurbenur, Wali Kota, dan para pemegang kebijakan.
Termasuk penulis sendiri.
Jadi, masihkah kebijakan dan arah pembangunanmu abai dan tak ramah
disabilitas?
101
Rabu, 12 September 2018
Rep: Ravindra Abdi Prahaswara
Perlukah Disabilitas Mengenyam Pendidikan Tinggi?
[Jakarta, 12-09-2018] setiap manusia lahir ke dunia dalam kondisi sama.
Sama-sama diciptakan oleh Tuhan, sama-sama lahir dari perut seorang ibu,
dan sama-sama memiliki hak untuk hidup. Tuhan mencipkan manusia dengan
kondisi yang sempurna. Yakni memiliki akal yang digunakan berfikir.
Kemampuan berfikir inilah yang menjadi dasar bagi manusia untuk
mendapatkan perintah tuhan dalam hal menuntut ilmu lewat suatu proses
pendidikan.
Proses pendidikan sebenarnya sudah dimulai ketika seorang manusia
dilahirkan. Berawal dari lingkungan keluarga, seorang anak dididik oleh ibu
dan bapaknya. Menginjak usia sekolah, anak mulai dimasukkan ke jenjang
pendidikan formal agar memperoleh cukup ilmu pengetahuan yang dapat
menyongsong masa depannya. Lalu bagaimana anak penyandang disabilitas
itu bisa memperoleh pendidikan formal?
Untuk anak-anak dengan disabilitas, sejak dulu sudah berdiri sebuah sekolah
khusus yang memang diperuntukkan untuk memberikan pendidikan bagi
mereka. Sekolah itu diberi nama Sekolah Luar Biasa yang di dalamnya
meliputi SDLB, SMPLB, dan SMALB dengan kekhususan yang berbeda-
beda. Namun, jika anak penyandang disabilitas sudah memiliki kemampuan
yang memadai untuk belajar bersama dengan teman-temannya yang non-
disabilitas, maka sebaiknya anak penyandang disabilitas disekolahkan di
sekolah regular melalui program inklusi. Dengan disekolahkan di sekolah
regular, anak penyandang disabilitas diharapkan mampu menyesuaikan diri
dengan lingkungan masyarakat sesungguhnya dan mampu bersaing secara
akademis dengan anak lain yang non-disabilitas.
Perlukah penyandang disabilitas mengenyam pendidikan tinggi?
Setelah menyelesaikan pendidikan menengah, banyak orang tua dari
penyandang disabilitas yang bingung akan nasib anaknya. Tidak seperti orang
tua lain yang memiliki anak non-disabilitas, mereka semangat mendorong
anaknya untuk melanjutkan sekolah ke jenjang pendidikan tinggi. Meski
begitu, ada juga orang tua yang memilih meminta anaknya untuk langsung
102
mendaftar kerja. Yang membuat orang tua dari anak penyandang disabilitas
bingung adalah kurangnya keterampilan yang dimiliki anaknya, lapangan
kerja yang menolak adanya disabilitas, rasa takut menyekolahkan anaknya di
perguruan tinggi, dan masalah ekonomi. Akhirnya banyak dari mereka yang
membiarkan anaknya putus sekolah dan kehilangan masa depan.
Kasus semacam ini banyak, dan sering kita jumpai di desan maupun kota.
Kurangnya informasi yang dimiliki orang tua, menimbulkan cara pandang
mereka lebih ke arah pesimis dan negatif terhadap nasib anaknya sendiri.
Mereka lupa bahwa Allah sudah menjamin rizki untuk setiap manusia dengan
adil tanpa ada yang dilupakan. Sesungguhnya rizki, jodoh, maut itu sudah
diatur oleh Allah. Jadi, sebagai orang tua, hendaknya yakin dan menyerahkan
semuanya kepada janji yang pasti datangnya dari Allah. Biarkan anak
menentukan nasib dan pilihannya sendiri. Dukung anak dengan sepenuh jiwa,
raga, dan doa tentunya.
Seiring pesatnya kemajuan zaman beserta ilmu pengetahuan, pendidikan tidak
cukup berhenti sampai jenjang menengah saja. Perlu dilanjutkan ke jenjang
pendidikan tinggi agar pengetahuan manusia berkembang optimal. Para
penyandang disabilitas memiliki kesempatan yang sama untuk mengenyam
pendidikan tinggi. Pemerintah juga sudah menertapkan peraturan yang
mengatur bahwa para penyandang disabilitas berhak melanjutkan
pendidikannya setinggi mungkin, sebagaimana tertuang dalam UU No. 8
tahun 2016 dan permenristekdikti No.46 tahun 2017. Hal ini perlu disambut
baik khususnya oleh penyandang disabilitas sendiri dan tidak menyia-nyiakan
kesempatan emas yang sudah diperjuangkan oleh berbagai pihak ini.
Dengan disabilitas menempuh pendidikan setinggi mungkin, nantinya
lapangan pekerjaan juga akan semakin terbuka dengan sendirinya. Saat ini
memang sudah diatur dalam UU No. 8 2016 bahwa perusahaan swasta berhak
menyediakan 1% dari total karyawannya untuk penyandang disabilitas,
sedangkan perusahaan miliki Negara wajib mempekerjakan 2% pegawainya.
Namun faktanya banyak perusahaan yang masih melakukan penolakan dengan
alasan ijazah dan lain-lain. Oleh karena itu disabilitas perlu mengeyam
pendidikan tinggi agar memiliki kesetaraan dengan mereka yang bukan
disabilitas. Dan Negara wajib menyediakan, dan mengelola infrastruktur yang
ramah bagi disabilitas.
103
Berita I Newsdifabel.com, 09 September 2018
Berita II Newsdifabel.com, 12 September 2018