30
BAB II TINJAUAN PUSTAKA A. Daun Sukun (arthocarpus atilis) 1. Nama Tumbuhan Gambar 1. Daun sukun 2. Klasifikasi Tumbuhan Berikut adalah klasifikasi tanaman sukun: Divisi : Spermatophyta Sub divisi : Magnolyophyta Kelas : Magnolyopsida Bangsa :Urticales Suku : Moraceae Marga : Artocarpus Jenis : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg. Nama daerah tanaman sukun adalah:

Rere Bab 2 Dan 3

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Rere Bab 2 Dan 3

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Daun Sukun (arthocarpus atilis)

1. Nama Tumbuhan

Gambar 1. Daun sukun

2. Klasifikasi Tumbuhan

Berikut adalah klasifikasi tanaman sukun:

Divisi : Spermatophyta

Sub divisi : Magnolyophyta

Kelas : Magnolyopsida

Bangsa :Urticales

Suku : Moraceae

Marga : Artocarpus

Jenis : Artocarpus altilis (Parkinson) Fosberg.

Nama daerah tanaman sukun adalah:

Sumatera : Gomu (Melayu) Kulu (Aceh) Kulur (Batak) Kalawi

(Minangkabau) Kaluwih (Lampung)

Jawa : Kelewih (Sunda) Kluwih (Jawa) Kolor (Madura)

Bali : Kalewih (Bali)

Page 2: Rere Bab 2 Dan 3

Nusa tenggara : Kolo (Bima) Lakuf (Timor)

Sulawesi : Gamasi (Makassar) Kuloro (Selayar) Ulo (Bugis)

Maluku : Limes, Unas (Seram) Dolai (Halmahera) (Ahmad

Nur R., 2009)

3. Morfologi tumbuhan

Habitus : Pohon tinggi mencapai 30 m, dengan stek

umumnya pendek dan bercabang rendah. Buah yang tidak

bermusim, namun mengalami puncak pengeluaran buah dan

bunganya dua tahun sekali.

Batang : Batangnya besar, agak lunak dan bergetah

banyak. Bercabang banyak, pertumbuhan cenderung ke atas.

Permukaan kasar, coklat, tingginya mencapai 20 meter. Kayunya

lunak dan kulit kayu sedikit kasar.

Daun : Daunnya lebar sekali, bercanggap menjari

dan berbulu kasar. Tunggal, berseling, lonjong, ujung runcing,

pangkal meruncing, tepi bertoreh, panjang 50-70 cm, lebar 25-50

cm, pertulangan menyirip tebal, permukaan kasar hijau.

Bunga : Bunga-bunga sukun berkelamin tunggal

(bunga betina dan bunga jantan terpisah), tetapi berumah satu.

Bungany keluar dari ketiak daun pada ujung cabang dan ranting.

Bunga jantan berbentuk tongkat panjang disebut ontel, panjang 10-

20 cm berwarna kuning. Bunga wanita berbentuk bulat bertangkai

pendek (babal) seperti pada nangka. Kulit buah menonjol rata

sehingga tampak tidak jelas yang merupakan bekas putik dari bunga

sinkarpik.

Buah : Buah sukun terbentuk dari keseluruhan

jambak bunganya. Buahnya terbentuk bulat atau sedikit bujur.

Ukuran garis pusatnya ialah diantara 10 hingga 30 cm. Berat normal

buah sukun ialah diantara 1 hingga 3 kg. ia mempunyai kulit yang

berwarna hijau kekuningan dan terdapat segmen-segmen petak

berbentuk polygonal pada kulitnya. Segmen polygonal ini dapat

Page 3: Rere Bab 2 Dan 3

menentukan tahap kematangan buah sukun. Polygonal yang lebih

besar menandakan buahnya telah matang manakala buah yang belum

matang mempunyai segmen-segmen polygonal yang lebih kecil dan

lebih padat. Buah-buah sukun mirip dangan buah keluwih (timbul).

Perbedaannya adalah duri buah sukun tumpul, bahkan tidak tampak

pada permukaan buahnya.

Biji : Berbentuk ginjal, panjang 3-5 cm, berwarna

hitam.

Akar : Akar tanaman sukun mempunyai akar

tunggang yang dalam dan akar samping yang dangkal. Akar samping

dapat tumbuh tunas yang sering digunakan untuk bibit (Ahmad Nur

R., 2009).

4. Kandungan kimia

Daun sukun memiliki kandungan kimia antara lain saponin,

polifenol, tanin, asam hidrosianat, asetilkolin, riboflavin sedangkan

kulimbatangnya mengandung flavonoida. Daun sukun yang telah kuning

mengandung fenol, kuersetin dan kamfero (Ahmad Nur R., 2009).

5. Khasiat

Daun sukunefektif mengobati penyaki seperti liver, hepatitis,

pembesaran limpa, jantung, ginjal, tekanan darah tinggi, kencing manis dan

juga bisa untuk penyembuh kulit yang bengkak atau gatal-gatal. Ada juga

yang memanfaakan batangnya untuk obat mencairkan darah bagi wanita

yang baru 8-10 hari melahirkan. Zat-zat yang terkandung di daunnya pun

juga bisa mampu untuk mengatasi peradangan (Ahmad Nur R., 2009).

B. Bakteri

1. Pengertian bakteri

Bakteri adalah suatu organisme yang jumlahnya paling banyak dan

tersebar luas, dibandingkan dengan organisme lainnya. Umumya merupakan

Page 4: Rere Bab 2 Dan 3

organisme uniseluler (bersel tunggal), prokariota, tidak mengandung

klorofil, serta berukuran mikroskopik (sangat kecil) (Dwidjoseputro, 1989).

2. Shigella dysentriae

a. Definisi shigella dysentriae

Shigella species adalah kuman patogen usus yang telah lama dikenal

sebagai agen penyebab penyakit disentri basiler. Berada dalam tribe

Escherichiae karena sifat genetik yang saling berhubungan,

tetapidimasukkan dalam genus tersenderi yaitu genus Shigella karena gejala

klinik yang disebabkannya bersifat khas. Sampai saat ini terdapat 4 spesies

Shigella yaitu:

1. Shigella dysenteriae

2. Shigella flexneri

3. Shigella boydii

4. Shigella sonnei

Gambar 2. Shigella dysentria

b. Taksonomi Shigella dysentriae

Divisio : Monomychota

Subdivisio : Schizomycetea

Clasiss : Schizomycetes

Ordo : Eubacteriales

Familia : Enterobacteriaceae

Tribe : Eschericeae

Page 5: Rere Bab 2 Dan 3

Genus : Shigella

Species : Shigella dysenteriae (Anonim. 2011 ).

c. Morfologi dan Fisiologi Shigella dysentriae

Shigella dysentriae merupakan spesies bakteri Shigella yang paling

umum ditemukan di Asia Timur dan Amerika Tengah. Bakteri ini

merupakan bakteri patogen usus yang umumnya dikenal sebagai bakteri

penyebab disentri (disentri basiler)

Shigella dysentriae termasuk dalam famili Enterobacteriaceae dadan

tribus Escherichiae. Genus Shigella dinamakan sesuai dengan nama ahli

bakteriologi kebangsaan Jepang, Kiyoshi Shiga, yang menemukan basilus

disentri pada tahun 1897. Genus Shigella dibedakan dari genus-genus lain

karena menyebabkan gejala klinikyang khas. Hingga saatb ini telah

ditemukan 4 spesies Shigella, yaitu Shigella dysentriae, Shigella flexneri,

Shigella boydii, dan Shigell sonnei. Keempat spesies tersebut dibedaakan

berdasarkan komponen utama yang dimiliki oleh antigen O yang terdapat

pada setiap genus Shigella. Setiap spesies dari genus Shigella dibedakan

menjadi beberapa serotipe berdasarkan komponen minor antigen O. Shigella

dysentriae mempunyai 10 serotipe.

Shigella dysentriae merupakan bakteri Gram-negatif berukuran 0,5-

0,7 μm x 2-3 μm. Bentuk morfologi shigella dysentriae adalah batang

pendek atau basil tunggal, tidak berspora, tidak berflagel sehingga tidak

bergerak, dan dapat memiliki kapsul. Bentuk morfologi shigella dysentriae

sangat mirip dengan bakteri Salmonella, tetapi Shigella dysentriae dapat

dibedakan berdasarkan reaksi farmentasi dan uji serologi. Shigella

dysentriae tidak membentuk gas pada reaksi fermentasi dan lebih rentan

terhadap berbagai bahan kimia jika dibandingkan dengan salmonella. Dalam

media perbenihan, shigella dysentriae membentuk koloni yang halus dan

mengilap.

Shigella dysentriae merupoakan bakteri hidup dalam suasana aerob

atau fakultatif anaerob. Suhu optimum perrtumbuhan bakteri ini adalah 37 oC dan pH optimum 6,4-7,8. Shigella dapat memfermentasi berbagai macam

karbohidrat, kecuali laktosa, menghasilkan asam tanpa gas. Berdasarkan

Page 6: Rere Bab 2 Dan 3

reaksi fermentasi, Shigella dysentriae dapat dibedakan dari spesies Shigella

lain karena memberikan hasilnegatif pada fermentasi manitol.

Shigella dysentriae memiliki daya tahan yang rendah terhadap

berbagai zat kimia, mati pada suhu 55 oC, dan bertahan hidup dalam fenol

0,5% selama 5 jam dan dalam fenol 1% selama 1 jam. Akan tetapi, bakteri

ini tahan terhadap suhu dan kelembapan rendah, yakni dapat bertahan hidup

dalam es selama 2 bulan. Di alam bebas, bakteri ini dapat bertahan di air

laut selama 2-5 bulan (DR. Maksum Radji, 2011).

d. Patogenesis dan Gejala Klinik

Disentri basiler atau shigellosis adalah infeksi usus akut yang dapat

sembuh sendiri yang disebabkan oleh Shigella. Shigellosis dapat

menyebabkan 3 bentuk diare yaitu:

Disentri klasik dengan tinja yang konsisten lembek disertai darah,

mukus dan pus

Watery diarrhea

Kombinasi keduanya

Masa inkubasi adalah 2-4 hari, atau lebih lama sampai 1 minggu.

Oleh seorang yang sehat diperlukan 200 kuman untuk menyebabkan sakit.

Kuman masuk dan berada diusus halus, menuju terminal ileum dan kolon

melekat pada permukaan mukosa dan menembus lapisan epitel kemudian

berkembang biak d lapisan mukosa. Berikutnya adalah terjadinya reaksi

peradangan yang dapat menyebabkan terlepasnya sel-sel dan timbulnya

tukak pada permukaan mukosa usus. Yang terjadi organisme menembus

dinding usus dan menyebar kebagian tubuh yang lain. Reaksi peradangan

yang hebat tersebut mungkin merupakan faktor penting yang membatasi

penyakit ini hanya pada usus, selain itu juga menyebabkan timbulnya gejala

klinik berupa demam, nyeri abdomen dan tenesmus ani. Penyembuhan

spontan dapat terjadi dalam waktu 2-7 hari terutama pada penderita dewasa

yang sehat sebelumnya, sedangkan pada penderita yang sangat muda atau

tua dan juga pada penderita dengan gizi buruk penyakit ini akan

berlangsung lama. Pernah ditemukan terjadainya siptikemia pada penderita

dengan gizi buruk dan berakhir dengan kematian. (Anonim, 1994)

Page 7: Rere Bab 2 Dan 3

C. Ekstraksi Pelarut

1. Pengertian

Ekstrak adalah sediaan pekat didapat dengan cara mengekstraksi zat

aktif dari simplisia nabati atau hewani, memakai pelarut yang sesuai,

kemudian hampir semua pelarut dan ekstrak yang tersisa diuapkan

sedemikian rupa sehingga memenuhi ketentuan baku yang ditetapkan

(Anonim, 1995).

Ekstraksi merupakan penarikan senyawa kimia dari jaringan

tumbuhan ataupun hewan dengan mengggunakan penyari tertentu. Terdapat

beberapa macam metode ekstraksi, diantaranya adalah maserasi, perkolasi,

dan soxhletasi. Untuk mengekstraksi senyawa kimia yang ada dalam

tumbuhan terlebih dahulu bahan dikeringkan kemudian dihaluskan dengan

derajat halus tertentu lalu diekstraksi dengan pelarut yang sesuai. Untuk

mendapatkan sari yang kental dapat dilakukan dengan menguapkan hasil

ekstraksi dengan bantuan rotary evaporator (Harborne, 1987).

2. Maserasi

Istilah maceration berasal dari bahasa latin macerace, yang artinya

“merendam”, merupakan proses paling tepat dimana obat yang sudah halus

memungkinkan untuk direndam dalam menstruum sampai meresap dan

melunakkan susunan sel, sehingga zat-zat yang mudah larut akan melarut

(Ansel, 2008).

Maserasi merupakan cara penyarian yang paling sederhana. Maserasi

dilakukan dengan cara merendam serbuk simplisia dalam cairan penyari.

Cairan penyari akan menembus dinding sel dan masuk ke dalam rongga sel

yang mengandung zat aktif yang akan larut akibat adanya perbedaan

konsentrasi larutan zat aktif di dalam dan di luar sel. Larutan yang pekat

akan didesak ke luar. Peristiwa tersebut berulang sehingga terjadi

keseimbangan konsentrasi larutan di luar dan di dalam sel (Anonim, 1986).

Page 8: Rere Bab 2 Dan 3

Dalam proses maserasi, obat yang akan diekstraksi biasanya

ditempatkan pada wadah atau bejana yang bermulut lebar, bersama

menstruum yang telah ditetapkan, bejana ditutup rapat, dan isinya dikocok

berulang-ulang lamanya biasanya berkisar dari 2-14 hari (Ansel, 2008).

Keuntungan cara penyarian dengan maserasi adalah cara pengerjaan

dan peralatannya sederhana dan mudah digunakan. Penyarian dengan

maserasi dipakai untuk simplisia yang mengandung zat aktif yang mudah

larut dalam cairan penyari, tidak mengandung zat yang mudah mengembang

dalam larutan penyari, tidak mengandung benzoin, sitrak, dan lain-lain.

Penyarian dengan maserasi perlu dilakukan pengadukan untuk meratakan

konsentrasi larutan di luar butir serbuk simplisia sehingga derajat perbedaan

konsentrasi yang sekecil-kecilnya antara larutan di dalam dan di luar sel

tetap terjaga (Anonim, 1986).

3. Larutan penyari

Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang

baik (optimal) untuk kandungan senyawa berkhasiat atau yang aktif,

sehingga senyawa tersebut dapat dipisahkan dari bahan dan dari kandungan

senyawa lainnya. Ekstrak total hanya mengandung sebagian besar

kandungan senyawa yang diinginkan, maka cairan pelarut dipilih yang

melarutkan hampir semua metabolit sekunder yang terkandung.

Pemilihan penyari harus mempertimbangkan banyak faktor. Cairan

penyari yang baik harus memenuhi beberapa kriteria yaitu murah, mudah

diperoleh, stabil secara fisika dan kimia, bereaksi netral, tidak menguap dan

tidak mudah terbakar, selektif hanya menarik zat yang berkhasiat yang

dikehendaki, tidak mempengaruhi zat berkhasiat, diperbolehkan dalam

peraturan. Farmakope Indonesia menetapkan bahwa sebagai cairan penyari

adalah air, etanol, etanol-air, atau eter (Anonim, 1986).

Air sebagai penyari memiliki gaya ekstraksi yang menonjol untuk

banyak bahan kandungan simplisia yang aktif secara terapeutik, tetapi

sekaligus mampu mengekstraksi sejumlah besar bahan pengotor.

Keburukannya adalah dapat menyebabkan reaksi pemutusan secara

Page 9: Rere Bab 2 Dan 3

hidrolitik dan fermentative yang menyebabkan cepat rusaknya bahan aktif,

serta mudah dikontaminasi (Voight, 1995).

Etanol dipertimbangkan sebagai penyari karena lebih selektif,

kapang dan kuman sulit tumbuh dalam etanol 20% ke atas, tidak beracun,

netral, absorpsinya baik, etanol dapat bercampur dengan air pada segala

perbandingan, panas yang diperlukan untuk pemekatan lebih sedikit

(Anonim, 1986). Etanol tidak menyebabkan pembengkakan membran sel

dan memperbaiki stabilitas bahan obat terlarut.

Etanol dapat melarutkan senyawa aktif tannin, polifenol,

poliasetilen, flavonol, terpenoid, sterol, alkaloid, dan propolis, sedangkan air

melarutkan pati, tannin, saponin, terpenoid, polipeptida, dan lektin (Cowan,

1999). Etanol (70%) sangat efektif dalam menghasilkan jumlah bahan aktif

yang optimal, dimana bahan penggangu hanya skala kecil yang turut ke

dalam cairan penyari (Voight, 1995).

D. Antibiotik

1. Definisi Antibiotik

Antibiotika adalah suatu substansi kimia yang diperoleh dari, atau

dibentuk oelh berbagai spesies mikroorganisme, yang dalam konsentrasi

rendah mampu menghambat pertumbuhan mikroorganisme lainnya.

Antibiotik tersebar di dalam alam, dan memegang peranan penting dalam

mengantur populasi mikroba dalam tanah, air, limbah, dan kompos.

Antibiotik yang kini banyak dipergunakan, kebanyakan diperoleh dari genus

Bacillus, Penicillium dan Streptomyces (Anonim,1994)

Sifat-sifat antibiotik adalah sebagai berikut:

a. Menghambat atau membunuh pathogen tanpa merusak host

b. Bersifat bakterisid dan bukan bakteriostatik

c. Tidak menyebabkan resistensi pada kuman

d. Berspektrum luas

e. Tidak bersifat alergik atau menimbulkan efek samping bila

dipergunkana dalam jangka waktu lama

f. Tetap aktif dalam plasma, ccairan badan, atau eksudat

Page 10: Rere Bab 2 Dan 3

g. Larut di dalam air serta stabil

h. Bactericidal level di dalam tubuh cepat dicapai dan bertahan

untuk waktu lama (Anonim,1994).

2. Mekanisme kerja antibiotik

Antibiotik mengganggu (interfere) bagian-bagian yang didalam sel,

yaitu:

a. Sintesis dinding sel

b. Fungsi membran

c. Sintesis protein

d. Metabolisme asam nukleat

e. Metabolisme intermedier (Anonim,1994).

3. Penggolongan Antibiotik berdasarkan mekanisme kerjanya

Antibiotik mengganggu (interface) bagian-bangian yang peka di

dalam sel, yaitu sintesis dinding sel, fungsi membrane, sintesis protein,

metabolism asam nukleat, metabolism intermedier.

a. Antibiotik yang mempengaruhi dinding sel bakteri

Antibiotik yang mempengaruhi dinding sel adalah penisilin,

fosfomisin, sikloserin, ristosetin, vankomisin, dan basitrasin. Sel bakteri

dikelilingi oleh suatu struktur kaku yang disebut dengna dinding sel,

melindungi membrane protoplasma di bawahnya terhadap trauma, baik

osmotik, maupun mekanik. Mekanisme kerja penisilin mengganggu

pembentukan dinding sel terutama pada tahap terakhir. Penggunaan

penisilin ini dapat menyebabkan sferoplas atau kuman tanda dinding sel

(kuman bentuk L)

b. Antibiotik yang merusak membrane sel

Antibiotik yang dapat merusak dinding sel adalah polimiksin.

Membran sel memegang peranan vital dalam sel yang merupakan pembatas

osmotic bagi bebasnya difusi antara lingkungan luar dan dalam sel.

c. Antibiotik yang mengganggu fungsi DNA

Sejumlah obat antimikroba berfungsi terutama menggangu/ merusak

struktur dan fungsi DNA, akan tetapi karena toksik, maka hanya beberapa

Page 11: Rere Bab 2 Dan 3

saja yang dapat dipakai di klinik. Meskipun demikian obat-obat ini sangat

bermanfaat sebagai alat biokimia, dan memberikan sumbangan yang penting

pada biologi molekuler. Mekanisme kerja antibiotic ini adalah dengan

mengganggu struktur double helix DNA bakteri tersebut. Antibiotik yang

menggangu fungsi DNA adalah mitomisin dan asam nalidiksat. Pemberian

mitomisin ke dalam biakan bakteri yang sedang tumbuh, akan

mengakibatkan hambtan pada pembelahan sel. Asam nalidiksat

dipergunakan dalam pengobatan infeksi saluran kemih yang disebabkan

oleh bakteri gram negatif.

d. Antibiotik yang menghambat sintesis protein

Sintesis protein merupakan hasil akhir dari dua proses utama, yaitu

transkripsi atau sintesis asam ribonukleat yang DNA-dependent dan

translasi atau sintesis protein yang RNA-de-pendent. Antibiotik yang

mampu menghambat sintesis proses ini, akan menghambat sintesis protein.

Antibiotik yang menghambat sintesis protein adalah aktinomisisn,

rifampisin, streptomisin, tetrasiklin, kloramfenikol, eritromisin, klindamisin.

(Anonim,1994).

4. Siprofloksasin (Ciprofloksacin)

Derivat siklopropil dari kelompok fluorkinolon (1987) berkhasiat

lebih luas dan kuat daripada nalidiksinat dan pipemidinat, juga

menghasilkan kadar darah/jaringan dan plasma-t½ yang lebih tinggi.

Penggunaan sistemisnya lebih luas dan meliputi ISK berkomplikasi, infeksi

saluran pernapasan bila disebabkan oleh Pseudomonas aurogenosa, infeksi

saluran cerna, jaringan lunak, kulit, dan gonore.

Resorpsinya baik dengan BA ca 70% dan kadar plasma maksimal

tercapai 0,5-1,5 jam setelah penggunaan oral. PP-nya ca 30%.

Dimetabolisasikan menjadi 4 metabolis aktif yang diekskresikan melalui

urin (55%) dan feces (39%). Plasma- t½ nya 3-5 jam dan mencapai kira-kira

8 jam pada ganguan fungsi ginjal yang serius.(Tan dan Raharja, 2007)

E. Uji Aktivitas Antimikroba

1. Metode difusi

a. Metode disc diffusion (tes Kirby & Bouwer)

Page 12: Rere Bab 2 Dan 3

Untuk menentukan aktivitas agen antimikroba. Piringan yang berisi

antimikroba diletakkan pada media agar yang telah ditanami

mikroorganisme yang akan berdifusi pada media agar tersebut. Area jernih

mengindikasikan adanya hambatan pertumbuhan mikroorganisme oleh agen

antimikroba pada permukaan media agar. (Pratiwi, 2008).

b. E-test

Metode E-test digunakan untuk mengestimasi MIC (minimum

inhibitory concentration) atau KHM (kadar hambat minimum). Pada metode

ini digunakan strip plastik yang mengandung agen antimikroba dari kadar

terendah hingga tertinggi dan diletakkan pada permukaan media agar yang

telah ditanami mikroorganisme. Pengamatan dilakukan pada area jernih

yang ditimbulkannya yang menunjuk kadar agen antimikroba yang

menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada media agar (Pratiwi,

2008).

c. Ditch-plate technique

Pada metode ini sampel uji berupa agen antimikroba yang

diletakkan pada parit yang dibuat dengan cara memotong media agar dalam

cawan petri pada bagian tengah secara membujur dan mikroba uji

(maksimum 6 macam) digoreskan ke arah parit yang berisi agen

antimikroba (Pratiwi, 2008).

d. Cup-plate technique / sumuran

Metode ini serupa dengan metode disc diffusion, dimana dibuat

sumur pada media agar yang telah ditanami dengan mikroorganisme dan

pada sumur tersebut diberi agen antimikroba yang akan diuji. (Pratiwi,

2008).

e. Gradient-plate tecnique

Pada metode ini konsentrasi agen antimikoba pada media agar

secara teoritis bervariasi dari 0 hingga maksimal. Media agar dicairkan dan

larutan uji ditambahkan. Campuran kemudian dituang ke dalam cawan petri

dan diletakkan dalam posisi miring. Nutrisi kedua dilanjutkan diatasnya.

Plate diinkubasi selama 24 jam untuk memungkinkan agen antimikroba

berdifusi dan permukaan media mengering. Mikroba uji (maksimal 6

Page 13: Rere Bab 2 Dan 3

macam) digoreskan pada arah mulai dari konsentrasi tinggi ke rendah. Hasil

diperhitungkan sebagai panjang total pertumbuhan mikroorganisme

maksimum yang mungkin dibandingkan dengan panjang pertumbuhan hasil

goresan (Pratiwi, 2008).

2. Metode dilusi

Metode dilusi dibedakan menjadi dua yaitu dilusi cair (broth

dilution) dan dilusi padat (solid dilution).

a. Metode dilusi cair/ broth dilution test (serial dilution)

Metode ini mengukur MIC (minimum inhibitory concentration atau

kadar hambat minimum, KHM) dan MBC (minimum bactericidal

concentration atau kadar bunuh minimum, KBM). Cara yang dilakukan

adalah dengan membuat seri pengenceran agen antimikroba pada medium

cair yang ditambahkan dengan mikroba uji. Larutan uji agen antimikroba

pada kadar terkecil yang terlihat jernih tanpa adanya pertumbuhan mikroba

uji ditetapkan sebagai KHM. Larutan yang ditetapkan sebagai KHM

tersebut selanjutnya dikultur ulang pada media cair tanpa penambahan

mikroba uji ataupun agen antimikroba, dan diinkubasi selama 18-24 jam.

Media cair yang tetap terlihat jernih setelah inkubasi ditetapkan sebagai

KBM (Pratiwi, 2008).

b. Metode dilusi padat / solidilution test

Prinsip dari metode ini sama dengan metode pengenceran berderet.

Pada metode ini masing-masing konsentrasi zat antibakteri ditambahkan

pada media agar terlebih dahulu, kemudian dituang ke cawan petri hingga

memadat. Selanjutnya, bakteri diinokulasi pada agar tersebut. Konsentrasi

terendah dari zat antibakteri yang menghambat pertumbuhan bakteri

dinyatakan sebagai konsentrasi hambatan minimal (Pratiwi, 2008).

F. Hipotesis

Ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) mampu menghambat

pertumbuhan Shiggella dysentriae. Pada konsentrasi 60% ekstak etanol

daun sukun (arthocarpus atilis) yang paling berpotensi dalam menghambat

pertumbuhan Shiggella dysentriae.

Page 14: Rere Bab 2 Dan 3

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Desain Penelitian

Penelitian ini dilakukan dengan metode eksperimental dengan melihat

zona hambat ekstrak etanol daun sukun terhadap bakteri pada seri

konsentrasi 10%b/v, 20%b/v, 40%b/v, dan 60%b/v

B. Tempat dan Waktu

1. Tempat

Penelitian dilakukan di Laboratorium Obat Tradisional Akademi

Farmasi Nasional dan Laboratorium Mikrobiologi Akademi Farmasi

Nasional pada bulan Januari – Februari 2012.

2. Waktu

Waktu penelitian dilakukan pada bulan Januari – Februari 2012.

C. Populasi dan Sampel

1. Populasi

Populasi adalah daun sukun (arthocarpus atilis) yang diperoleh dari

daerah Pengkol Kecamatan Bulu Kabupaten Sukoharjo

2. Sampel

Sampel adalah ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis)

konsentrasi 10% b⁄v, 20% b⁄v, 40% b/v, dan 60% b/v

D. Obyek Penelitian

Obyek penelitian adalah daya hambat ekstrak etanol daun sukun

(arthocarpus atilis) konsentrasi 10% b⁄v, 20% b/v, 40% b⁄v, dan 60%

b/v.terhadap pertumbuhan Shigella dysentriae

E. Variabel Penelitian

Page 15: Rere Bab 2 Dan 3

a. Variabel bebas

Variabel bebas dalam penelitian ini adalah ekstrak etanol daun

sukun (arthocarpus atilis) dengan konsenterasi 10% b⁄v, 20% b/v, 40% b⁄v,

dan 60% b/v

b. Variabel terikat

Variabel terikat dalam penelitian ini adalah diameter zona hambat

ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus atilis) terhadap bakteri Shigella

dysentriae

c. Variabel Terkendali

Variabel terkendali dalam penelitian ini adalah kondisi penelitian di

laboratorium dikerjakan secara aseptis dan steril

Page 16: Rere Bab 2 Dan 3

F. Kerangka pikir

Pembuatan serbuk daun sukun (arthocarpus atilis)

Pembuatan ekstrak daun sukun (arthocarpus atilis) dengan metode maserasi menggunakan pelarut etanol 70%

Uji bobot konstan atau uji susut pengeringan

Uji kandungan kimia ekstrak daun sukun (arthocarpus atilis)

Uji penetapan kadar etanol ekstrak daun

sukun

Regenerasi bakteri Shigella

dysentriae kedalam media NA miring

Penanaman bakteri ke dalam media NA plate

Uji aktivitaas antibakteri ekstrak etanol daun sukun (arthocarpus

atilis) terhadap Shigella dysentriae dengan konsenterasi 10% b⁄v, 20% b/v, 40% b⁄v, dan

60% b/v

Kontrol (-) etanol

Kontrol (+) ciprofloxac

in

Analisi data

Page 17: Rere Bab 2 Dan 3

G. Instrumen Penelitian

1. Alat

Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah timbangan analitik,

lampu spiritus, autoclav, ohse bulat, ohse lurus, petridisk steril, kapas, labu

ukur, erlenmeyer,cawan porselin, beker glass,tabung reaksi, pipet steril,

oven, inkubator, object glass, mikroskop, dan blender.

2. Bahan

Bahan yang digunakan adalah ekstrak daun sukun, biakan murni

Shigella dysentriae, spiritus, media Nutrien Agar (NA) plate, NA miring,

etanol 70%, akuadest, reagen Dragendroff, reagen Mayer, Fecl3, KOH, eter,

etil asetat, NaOH, CaCl2, HCl, ammonia, klorofrom

H. Cara kerja

1. Persiapan Alat

Alat-alat gelas disterilkan dalam oven pada suhu 175 oC selama 90

menit. Ohse disterilkan dengan cara dipanaskan di atas api langsung sampai

berwarna merah. Media disterilkan dalam autoklaf pada suhu 21oC selama

15 menit.

2. Prosedur Kerja

a. Pembuatan serbuk daun sukun

Daun sukun yang masih segar, dicuci hingga bersih. Diiris-iris kecil.

Daun sukun dikeringkan dalam oven sampai kering, pada suhu 50oC.

Haluskan sampai menjadi serbuk dengan menggunakan blender dan

kemudian diayak.

b. Pembuatan ekstrak daun sukun

Hasil

Kesimpulan

Page 18: Rere Bab 2 Dan 3

Timbang serbuk kering daun sukun. Masukan dalam bejana,

tambahkan etanol 70% sebanyak 7,5 kali bobot serbuk dan diaduk. Maserasi

selama 5 hari dalam bejana tertutup dengan pengadukan tiap hari. Pisahkan

maserat dari enapan, bilas enapan dengan penyarian secukupnya. Enapkan

maserat selama 2 hari ditempat sejuk (jangan diaduk). Pisahkan maserat dari

enapan dengan hati-hati. Uapkan maserat hingga diperoleh ekstrak. Ambil 1

gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan volume 10

ml untuk 10%. Ambil 2 gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70%

sampai dengan volume 10 jml untuk 20%. Ambil 4 gram ekstrak yang

diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan volume 10 ml untuk 40%.

Ambil 6 gram ekstrak yang diencerkan dengan etanol 70% sampai dengan

volume 10 ml untuk 60%. (Anonim, 1997)

c. Uji bobot konstan

Dengan pernyataan bobot tetap yang tertera pada uji susut

pengeringan dan penetapan sisa pemijaran dimaksudkan bahwa dua kali

penimbangan berturut-turut berbeda tidak lebih dari 0,5 mg tiap gram sisa

yang ditimbang. Penimbangan dilakukan setelah zat dikeringkan atau

dipijarkan lagi selama 1 jam. Dengan pernyataan bobot yang dapat

diabaikan, dimaksudkan bobot yang tidak lebih dari 0,5 mg tiap g sisa yang

ditimbang (Anonim, 1997).

d. Uji penetapan kadar etanol

Masukkan 5 gram ekstrak kedalam labu destilasi, tambahkan air

dengan volume 75 ml. Destilasi hingga diperoleh destilasi kurang lebih 48

ml, destilat ditampung dalam labu takar 50 ml. Dalam labu takar tersebut

ditambah dengan aquades sampai tanda batas. Piknometer kosong,

piknometer berisi destilat, dan bpiknometer berisi aquades ditimbang

bobotnya, dan dihitung bobot jenis. Kadar etanol dapat diketahui dengan

menggunakan daftar tabel bobot jenis dan kadar etanol (Anonim, 1997).

Page 19: Rere Bab 2 Dan 3

e. Uji kandungan kimia daun sukun

Uji flavonoid

0,5 gram ekstrak ditambah 10 ml methanol dipanaskan

kemudian disaring panas-panas diperoleh filtrat diuapkan ditambah 5

ml klorofrom sampai larut ditambah 10 ml aquades diambil fase air.

1. 1 ml filtrat ditambah 2 tetes FeCl3 1% sampai terbentuk warna hitam

2. 1 ml filtrat ditambah 2 tetes NaOH 10% sampai terbentuk warna

hijau kebiruan

3. 1 ml filtrat ditambah 2 tetes CaCl2 sampai terbentuk warna orange

Uji Saponin

0,5 gram ekstrak ditambah 5 ml aquades kemudian dikocok kuat

dalam tabung reaksi sampai terbentuk busa

Uji Tanin

0,5 gram ekstrak ditambah 10 ml aquades kemudian disaring

sampai diperoleh filtrat. Filtrat ditambah FeCl3 sampai terbentuk

warna hijau kehitaman/biru

f. Regenerasi Bakteri

Membuat biakan agar miring

Menggoreskan biakan dari stok bakteri ke media nutrient agar (NA)

miring yang masih baru

Inkubasikan pada suhu 370C selama 24 jam

g. Uji daya antibakteri ekstrak daun sukun dengan metode difusi

Inokulasikan koloni sampel kuman Shigella dysentriae dari biakan

Na miring ke dalam NaCl 0,9% steril, bandingkan kekeruhan yang terjadi

dengan standar Neflometer Mc Farland seri tabung 5 hingga diperoleh

kekeruhan yang sama. Inokulasikan suspensi tersebut secara perataan

menggunakan kapas lidi steril pada NA plate. Biarkan mengering, inkubasi

pada suhu 370C selama 15 menit. Paperdisk kosong yang telah dicelupkan

ke dalam ekstrak etanol daun sukun dengan kosentrasi 10%b/v, 20%b/v,

40%b/v, dan 60%b/v, diletakkan pada permukaan NA plate yang telah

diinokulasikan suspensi bakteri. Sebagai control positif menggunakan paper

disk antibiotik??, control negatif menggunakan paper disk yang dicelupkan

Page 20: Rere Bab 2 Dan 3

kedalam pelarut etanol steril. Inkubasi pada suhu 37oC selama 24 jam.

Daerah bening di sekitar paper disk menunjukkan hasil uji positif mampu

menghambat pertumbuhan bakteri. Diameter daerah bening yang diperoleh

kemudian diukur menggunakan jangka sorong.

I. Analisi data

Hasil yang positif atau dapat menghambat pertumbuhan Shigella

dysentriae ditandai dengan terbentuknya zona hambat atau zona jernih pada

area di sekitar disk, sedangkan hasil negatif atau tidak dapat menghambat

pertumbuhan Shigella dysentriae ditandai dengan tidak terbentuknya zona

hambat atau zona jernih pada area disekitar disk. Diameter zona hambat atau

zona jernih yang diperoleh kemudian dianalisis statistika dengan

menggunakan software program SPSS 17 dengan metode one way anova.