Resensi Buku NIkah Beda Agama

Embed Size (px)

Citation preview

SIAPA BERANI NIKAH BEDA AAGAM (NBA)Meski sejak tahun 80an Majelis Ulama Indonesia (MUI) telah menfatwa haram nikah beda agama (NBA), dalam realitanya kebutuhan muda-mudi untuk menyatu dalam biduk rumah tangga tetap tidak terbendung. Fenomenanya, bahkan menyerupai gunung es. Masyarakat hanya tahu segelintir pasangan. Itupun kalau pelakunya artis atau public figure seperti Deddy Corbuzier dan Karina. Fenomena gunung es ini ditangkap secara intelektual oleh Yayayasan Wakaf Paramadina. Mereka membentuk tim beranggotakan Nurcholish Madjid, Kautsar Azhari Azhari Noer, Komaruddin Hidayat, Masdar F.Masudi, Zainun Kamal, Zuhairi Misrawi, Budhy Munawar-Rachman, Ahmad Gaus AF dan Munim A.Sirry. Hasilnya berupa buku Fiqh Lintas Agama (FLA) yang menghebohkan umat Islam. Dalam buku itu solusi dan alternatif bagi pasangan lintas

iman dan agama. Intinya pernikahan yang ditentang oleh mayoritas umat ini, secara teologis diperbolehkan. Akad-nikah NBA boleh dan sah secara Islam. Nah, Kado Cinta bagi Pasangan Nikah Beda Agama, terbitan Gramedia Pustaka Utama ini lebih heboh lagi. Penulisnya, Mohammad Monib, alumni Pesantren Gontor Ponorogo dan Achmad Nurcholish, pelaku nikah beda agama yang mantan aktifis YISC Jakarta. Buku setelah 300 halaman ini diberi pengantar oleh Dr. Siti Musdah Mulia, aktifis perempuan dan Dr. Yudi Latif. Dalam pengantarnya, Musdah menilai buku tersebut sebagai karya kemanusiaan yang luar biasa. Sementara Yudi mengapresiasi penulisnya yang berani berkontraversi di wilayah paling sensitif bagi umat Islam. Monib dan Nurcholish sepertinya terinspirasi oleh buku Fiqh Lintas Agama (FLA). Dalam penilaian keduanya, seperti diungkapkan dalam Kado Cinta, FLA merupakan puncak kreatifitas dan ijtihad intelektual abad ke-20. Bahkan penulisnya diapresiasi sebagai mujtahid mutlak abad globalisasi. Alasannya, mereka benar-benar mendedikasikan dirinya sebagai cendekiawan muslim yang berani, mandiri, bagi pasangan-pasangan beda agama (hal.12). Apa yang menarik dari Kado Cinta ini ?Kedua penulisnya alumni pesantren dan konsultan nikah beda agama. Berbagai argumentasi :teologis, psikologis, kaidah ushul alfiqh dan fiqhiyah disajikan dalam buku. Umumnya masyarakat paham, al-Quran hanya membolehkan akad-nikah laki-laki muslim dengan perempuan ahl al-kitab (Yahudi dan Kristen). Bagaimana kalau perempuannya yang muslim ?Monib dan Nurcholish, dengan merujuk pada ayat al-Rum (30 ;21) membolehkan akad-nikah seorang muslimah tidak saja dengan laki-laki ahl al-kitab, tetapi dengan pasangan beragama Budha, Hindu dan Kong Huchu. Akadnya pun menarik : dengan dua cara :Akad Islam dan Pemberkatan. Argumentasinya, syahadat bukan rukun nikah. Bagi keduanya, surat al-Rum (30 :21) menandaskan bahwa menikah merupakan takdir dan fitrah suci laki-laki dan prempuan. Aspek psikologisnya, karena kasih-sayang dan cinta yang mengikat mereka merupakan makhluk Tuhan yang tidak bisa disalahkan. Menyalahkan cinta sama saja kita menyalahkan penciptanya. Akad-nikah Rasul Muhammad pun tanpa syahadatain (ikrar suci masuk Islam). Sebab, beliau menikah dalam usia 25 tahun dan menjadi Rasul umur 40 tahun. Tegasnya syahadat belum muncul. Begitupun sahabat-sahabat Rasulullah. dan memiliki integritas keilmuan. Mereka dinilai sukses mencarikan syariat yang benar, baik dan ber-maslahat

Kajian keduanya sampai pada kesimpulan, Rasul dan sahabat tidak pernah melakukan pembaruan nikah (tajdid al-nikah). Secara keseluruhan, argumentasi teologis yang melandasi keduanya menikahkan seorang muslimah dengan laki-laki non-muslim ditegakkan atas maqashid al-syariyah, sandaran ushul al-fiqh dan kaidah fiqhiyah yang diulas secara detail dalam buku.(hal. 43-45). Buku ini benar-benar menerjang cara pandang mainstream umat Islam. Dalam buku keduanya mempertanyakan:Adakah solusi yang baik dan benar selain pernikahan bagi pasangan nikah beda agama?Adakah cara lain yang lebih terhormat dan benar dalam menyalurkan fitrah, kebutuhan biologis dan memperoleh generasi diluar akad-nikah atau perkawinan? Untuk diketahui, Mohamad Monib adalah mantan Direktur Pusat Studi Islam (PSI) Paramadina. Dalam Kado Cinta ia menguak langkah mundur dan melencengnya Paramadina dari visi awalnya. Dengan merujuk ke wawasan dasar yayasan, ia berpendapat, yayasan itu semula merupakan minor creative, kelompok kecil yang produktif dalam berwacana. Bahkan untuk isu-isu keislaman yang paling kontraversi pun. Elan vital yayasan yang didirikan oleh Nurcholish Madjid ada pada motto mengembangkan dan mentradisikan kebebasan-kebebasan intelektual dan berpendapat. Karenanya, Yayasan ini berupaya membebaskan umat dari pakem dan kerangkeng yang dikira mutlak, sakral dan syariat harga mati. Padahal tidak lebih sekadar pandangan dan hasil ijtihad para ulama. Jadi bisa relatif. Menurut Monib, yang tidak bisa ditawar dalam Islam hanya dua doktrin : Tuhan Esa (ahad) dan Ia pasti ada. Selain itu bisa diperdebatakan. Dalam Kado Cinta, Monib dan Nurcholish prihatin dengan nasib lembaga masing-masing. Paramadina berganti haluan, stagnan, tidak lagi kreatif dan jarang terdengar suara nya dalam wacana keislaman, apalagi kemanusiaan seperti nasib minoritas seperti Ahmadiyah dll. Padahal Nurcholish Madjid begitu vokal dan menjadi patron nasib dan hak konstitusional kaum minoritas. Paramadina sejak wafatnya Sang Guru Bangsa terlihat nyata oleng dan konservatif. Tidak lagi menjadi motor neomodernisme dan progresifitas Islam di Indonesia. Parmadina telah berganti rel dan keluar dari khittah. Dalam rapat Dewan Pembina dan Pengurus muncul keputusan aneh dan tidak umum. Sebetulnya, pembelokan sudah tercium semasa hidup Nurcholish Madjid. Karena itu ia marah besar dan berucap : hal itu aneh dan seharusnya tidak akan terjadi di Paramadina. Dokumen lain yang diungkap dalam Kado Cinta, Paramadina

tidak akan lagi berwacana dalam wacana-wacana keislaman yang bertentangan dan melawan pandangan mainstream keagamaan umat Islam. Monib prihatin sekali dan mengatakan: inilah prahara dan kiamat intelektual dalam sejarah Paramadina. (hal. 14) Akhirnya, seperti Siti Musdah dan Yudi Latif tulis, secara teologis dan psikologis muatan buku kontraversi. Namun, siapapun pembacanya akan lebih bijak dan arif memahami masalah NBA. Alih-alih menganjurkan NBA, buku ini justru memaparkan panjang lebar berbagai problem sejak sebelum sampai pasca nikah. Siapa berani berNBA ? Wallahu alam bi al-shawab. Fery Mulyana Peminat Kajian Islam Yayasan Citra Insani Foundation Sukabumi