Upload
phamdieu
View
220
Download
0
Embed Size (px)
Citation preview
i
RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN
KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI
PROGRAM LARASITA
TESIS
Disusun untuk Memenuhi sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Program Studi Magister Administrasi Publik
Disusun oleh :
SRI KUSRINI MARUTI
S. 241208005
PROGRAM PASCASARJANA
PROGRAM STUDI MAGISTER ADMINISTRASI PUBLIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2013
ii
PERSETUJUAN
RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN
KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI
PROGRAM LARASITA
TESIS
Oleh:
SRI KUSRINI MARUTI
S241208005
Komisi Nama/NIP Tanda Tangan Tanggal
Pembimbing
Pembimbing I Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D ........................ 30-8-2013
NIP. 19631101 199003 1 002
Pembimbing II Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si……… 28-9-2013
NIP.197911202006042001
Telah dinyatakan memenuhi syarat
pada tanggal 4 Oktober 2013
Ketua Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP)
Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta
Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D
NIP. 19631101 199003 1 002
iii
RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN
KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI
PROGRAM LARASITA
TESIS
Oleh:
SRI KUSRINI MARUTI
S241208005 Tim Penguji :
Jabatan Nama Tanda Tangan Tanggal
Ketua Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si .............. 22-10- 2013
NIP. 19741107 200312 1 001
Sekretaris Drs. Y. Slamet, M.Sc. Ph.D ................ 22-10- 2013
NIP. 194803161976121001
Anggota 1. Drs. Sudarmo, MA, Ph.D ............... 22-10-2013
Penguji NIP. 19631101 199003 1 002
2. Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si .................. 22-10-2013
NIP.197911202006042001
Telah dipertahankan di depan penguji
Dinyatakan telah memenuhi syarat
pada tanggal 22 Oktober 2013
Direktur Program Pascasarjana UNS Ketua Program Studi Administrasi Publik
Prof. Dr. Ir. Ahmad Yunus, M.S. Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D
NIP. 19610717 198601 1 001 NIP. 19631101 199003 1 002
iv
PERSEMBAHAN
Karya sederhana ini kupersembahkan kepada:
Alloh SWT, Dzat Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang
Yang selalu Melindungiku dan Menuntunku.
Suamiku tercinta, Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo (mas Nunu)
Anak-Anakku tersayang :
1. Putri Pramitha Wisnu Wardhani (mbak Put/yayang)
2. Paksi Pramudya Wisnu Wardhana (mas Aci)
3. Prabu Rabindra Wisnu Wardhana (mas Abin)
Almamaterku, Universitas Sebelas Maret Surakarta
Terima kasih untuk segenap cinta dan doa yang tak pernah padam
mengiringi setiap langkahku.
v
PERNYATAAN ORISINALITAS DAN PUBLIKASI ISI TESIS
Saya menyatakan dengan sebenarnya bahwa:
1. Tesis yang berjudul : “RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR
PERTANAHAN KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI
PROGRAM LARASITA “ ini adalah karya penelitian sendiri dan bebas
plagiat, serta tidak terdapat karya atau pendapat yang ditulis atau
diterbitkan oleh orang lain kecuali secara tertulis digunakan sebagai acuan
dalam naskah ini dan disebutkan dalam sumber acuan serta dalam daftar
pustaka. Apabila di kemudian hari terbukti terdapat plagiat dalam karya
ilmiah ini, maka saya bersedia menerima sanksi sesuai ketentuan peraturan
perundang- undangan (Permendiknas No 17, tahun 2010).
2. Publikasi sebagian atau keseluruhan isi Tesis pada jurnal atau forum
ilmiah lain harus seijin dan menyertakan tim pembimbing sebagai author
dan PPs-UNS sebagai institusinya. Apabila dalam waktu sekurang-
kurangnya satu semester (enam bulan sejak pengesahan tesis) saya tidak
melakukan publikasi dari sebagian atau keseluruhan Tesis ini, maka
Program Studi Magister Administrasi Publik (MAP) UNS berhak
mempublikasikannya pada jurnal ilmiah yang diterbitkan oleh Program
Studi Administrasi Publik (MAP) PPs-UNS. Apabila saya melakukan
pelanggaran dari ketentuan publikasi ini, maka saya bersedia mendapatkan
sanksi akademik yang berlaku.
Surakarta, 25 Agustus 2013
Mahasiswa,
Sri Kusrini Maruti
S241208005
vi
MOTTO
If You Can Dream it, You Can Do it
(Walt Disney)
“Berikan Yang Terbaik Sebelum Meminta Yang Terbaik”
(Rasta Al Banjari)
Genius is One per cent Inspiration and Ninety-nine per cent Perspiration
(Thomas Alva Edison)
vii
KATA PENGANTAR
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan rahmat, berkah, taufik
dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan penyusunan Tesis ini
sebagai karya akhir dalam Program Pascasarjana, Program Studi Magister
Administrasi Publik Universitas Sebelas Maret Surakarta.
Penulis sebagai manusia biasa menyadari bahwa persembahan karya
sederhana ini sekedar merupakan penuangan pengetahuan dan ilmu yang sangat
sedikit yang diberikan Sang Maha Pencipta kepada penulis, dibandingkan dengan
ilmu yang dimilikiNya sebagai Sang Maha Sempurna. Pengetahuan dan ilmu yang
sangat sedikit itu, kemudian dituangkan dalam tesis dengan judul
“RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR PERTANAHAN KOTA
SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA “.
Dalam keterbatasan penulis, bantuan moral dan material kepada penulis
selama menyelesaikan tesis ini. Sehubungan hal tersebut, dengan segala
kerendahan hati penulis menghaturkan terima kasih pada semua pihak yang
membantu penulis sejak mempersiapkan proposal penelitian sampai penulisan
tesis ini berakhir. Ucapan terima kasih tak terhingga kepada;
1. Bapak Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D. selaku Ketua Program Studi Magister
Administrasi Publik (MAP) sekaligus Dosen Pembimbing I yang dengan
penuh kesabaran mengarahkan serta membimbing penulis hingga
terselesaikannya tesis ini.
2. Ibu Dr.Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si. selaku Dosen Pembimbing II yang
penuh kebaikan memberikan berbagai masukan, saran dan petunjuk yang
sangat bermanfaat untuk perkembangan penulisan tesis ini.
3. Bapak Dr. Didik G. Suharto, S.Sos., M.Si. dan Bapak Drs. Y. Slamet,M.Sc.,
Ph.D atas kesabarannya memberikan saran, masukan dan koreksi yang sangat
berarti bagi sempurnanya tesis ini.
viii
4. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, yang
telah memberikan kesempatan kepada penulis untuk menuntut ilmu.
5. Bapak dan Ibu Dosen beserta mas Arya Staff Sekretariat Program Studi
Magister Administrasi Publik (MAP), yang telah memberikan ilmu dengan
penuh kesabaran dan ketulusan, serta banyak membantu kelancaran proses
pembuatan tesis ini.
6. Kepala Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang telah memberikan berbagai
dukungan, semangat dan perhatian yang begitu besar, kepada penulis selama
proses penelitian ini.
7. Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga, yang telah memberikan berbagai dukungan, semangat dan perhatian
yang begitu besar, serta menyediakan waktu dengan sangat terbuka,sebagai
informan pada proses penelitian ini.
8. Seluruh Jajaran Pimpinan beserta Staf Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan
Tim LARASITA serta seluruh Informan dari stakeholder internal dan
stakeholder eksternal yang dengan segala kebaikan hati memberikan informasi
kepada penulis selama proses penelitian.
9. Drh. Wisnu Dwi Endro Utomo beserta anak-anak penulis, atas dukungan
sepenuhnya dan setulusnya, baik material maupun spiritual pada setiap detail
perjuangan dari seluruh proses studi ini.
10. Kakak-Kakak Kandung penulis, serta Ibu Mertua Penulis, yang telah
memberikan dukungan doa dan semangat tiada henti.
11. Seluruh teman-teman Angkatan XII Tahun 2012 Program Studi Magister
Administrasi Publik (MAP); Mbak Umi, Mas Joko, Andy, Hendra, Lewi,
Mas Gaguk, Mbak Anis, Mas Kabul, Mas Agung, Lohmi, Agapito, Sisi , Mas
Tunggul, Tyas, Catur, Aulia serta Mas Nanok, Mbak Fey, Mas Mudji, Mas
Jalu yang telah membantu, mendukung serta memberikan warna dan keceriaan
selama proses perkuliahan dari awal sampai akhir.
12. Berbagai pihak yang telah membantu kelancaran penyusunan tesis ini, yang
tidak bisa penulis sebutkan satu persatu.
ix
Penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam
penulisan tesis ini, namun penulis meyakini bahwa isi tesis ini sekiranya dapat
berguna bagi berbagai pihak. Berkaitan dengan hal tersebut, segala saran dan
kritik yang bersifat membangun sangat penulis harapkan dan semoga tesis ini
dapat memberi manfaat bagi semua yang membacanya, AMIN.
Surakarta, 27 Agustus 2013
Penulis,
Sri Kusrini Maruti
S241208005
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ........................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN PENGUJI ........................................... iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ........................................................... iv
PERNYATAAN ORISINALITAS ISI TESIS .................................... v
HALAMAN MOTTO ........................................................................... vi
KATA PENGANTAR ........................................................................... vii
DAFTAR ISI ......................................................................................... x
DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii
ABSTRAK ............................................................................................. xiv
ABSTRACT ........................................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN .................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ......................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................... 8
C. Tujuan Penelitian .................................................................... 9
D. Manfaat Penelitian .................................................................. 9
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ....................................................... 11
A. Kajian Teori.......................................................................... 11
1. Responsivitas ................................................................... 11
2. Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan................... 14
3. Indikator Pengukuran Responsivitas .............................. 15
4. Implementasi Kebijakan Program LARASITA .............. 18
5. Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk
Sertpikat Tanah ............................................................. 27
B. Penelitian-Penelitian Terdahulu ........................................... 32
C. Kerangka Pikir...................................................................... 35
xi
BAB III METODE PENELITIAN .................................................. 38
A. Jenis Penelitian ..................................................................... 38
B. Lokasi Penelitian .................................................................. 39
C. Data dan Sumber Data.......................................................... 40
D. Teknik Penentuan Informan ................................................. 42
E. Teknik Pengumpulan Data ................................................... 43
F. Validitas Data ....................................................................... 46
G. Teknik Analisis Data ............................................................ 47
BAB IV. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN .................... 49
A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Salatiga ............ 49
1. Lokasi .............................................................................. 50
2. Organisasi ........................................................................ 53
3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan Kota Salatiga 55
4. Sumber Daya Manusia .................................................... 59
5. Sarana dan Prasarana ....................................................... 62
6. Sumber Dana ................................................................... 65
7. Jenis Pelayanan ............................................................... 65
B. Hasil Penelitian .................................................................... 68
1. Implementasi Program LARASITA Pada Kantor
Pertanahan Kota Salatiga ................................................. 68
2. Implementasi Program LARASITA pada Variabel
Komunikasi, Sumber Daya, Sikap dan Struktur Birokrasi 72
a. Komunikasi dalam Program LARASITA .................. 72
b. Sumber daya dalam Program LARASITA ................. 74
c. Sikap dalam Program LARASITA ............................. 77
d. Struktur Birokrasi DALAM Program LARASITA .... 79
3. Responsivitas Pelayanan Publik dalam Implementasi
Program LARASITA....................................................... 82
a. Keluhan Dari Pengguna Jasa ...................................... 83
b. Sikap Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga ...... 87
xii
c. Referensi Perbaikan … .............................................. 89
d. Tindakan Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga. 90
e. Penempatan Pengguna Jasa Dalam Sistem Pelayanan 94
C. Pembahasan .......................................................................... 96
BAB V. PENUTUP ............................................................................... 108
A. Kesimpulan........................................................................... 108
B. Implikasi ............................................................................... 109
C. Saran ..................................................................................... 111
DAFTAR PUSTAKA
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Indikator Tingkat Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan
Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA….. .. 17
Tabel 4.1. Luas Wilayah Salatiga Berdasarkan Kecamatan dan
Kelurahan .............................................................................. 52
Tabel 4.2. Tingkat Kepadatan Penduduk Kelurahan di Kota Salatiga ... 58
Tabel 4.3. Data Pejabat Struktural Kantor Pertanahan Kota Salatiga ..... 59
Tabel 4.4. Jumlah PNS Menurut Tingkat Pendidikan Formal ................ 61
Tabel 4.5. Pemanfaatan Gedung Kantor….. ........................................... 62
Tabel 4.6. Sarana Kendaraan Dinas Roda 4 dan Kendaraan Roda 2
Kantor Pertanahan Kota Salatiga ........................................ 64
Tabel 4.7. Rekapitulasi Tanah Terdaftar Kantor Pertanahan Kota
Salatiga Dari Tahun 1960 s.d. Tahun 2012 ........................... 70
Tabel 4.8. Jumlah Sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA
Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2010 – 2013 .......... 71
Tabel 4.9. Matrik Tingkat Efektifitas Implementasi Program LARASITA
Kantor Pertanahan Kota Salatiga ......................................... 81
Tabel 4.10. Penduduk Kota Salatiga, menurut Tingkat Pendidikan ...... 97
Tabel 4.11 Matrik Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Sala-
Tiga dalam Implementasi Program LARASITA .................. 107
xiv
Sri Kusrini Maruti. 2013. RESPONSIVITAS PELAYANAN KANTOR
PERTANAHAN KOTA SALATIGA DALAM IMPLEMENTASI
PROGRAM LARASITA. Tesis. Pembimbing I: Drs. Sudarmo, M.A., Ph.D,
Pembimbing II: Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos, M.Si. Program Studi Magister
Administrasi Publik, Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta.
ABSTRAK
Berdasarkan Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun 2009, tanggal 11
Mei 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia,
maka Kantor Pertanahan Kota Salatiga mengimplementasikan Program
LARASITA. Program LARASITA dimaksudkan untuk menyediakan jasa layanan
sertipikasi tanah kepada masyarakat Kota Salatiga melalui sistem mobil keliling
dengan cara jemput bola ke kelurahan-kelurahan. Program ini bertujuan untuk :
meningkatkan kualitas pelayanan pertanahan bagi masyarakat, mempercepat
legalisasi aset tanah masyarakat, mengurangi praktik percaloan, megurangi
sengketa konflik pertanahan dan menyambungkan program BPN-RI dengan
aspirasi yang berkembang di masyarakat.
Dalam implementasi Program LARASITA dibutuhkan Responsivitas
pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga bagi masyarakat pengguna layanan.
Hal ini akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja , sehingga
mendukung peningkatan akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan.
Penelitian ini bertujuan menganalisis responsivitas pelayanan Kantor
Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA. Sedangkan
indikator responsivitas pelayanan publik yang dipakai adalah : (1) terdapat
tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; (2) sikap aparat
birokrat dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; (3) penggunaan keluhan
dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di
masa mendatang; (4) berbagai tindakan aparat birokrat untuk memberikan
kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta (5 ) penempatan pengguna
jasa oleh aparat birokrasi dalam system pelayanan yang berlaku.
Hasil akhir penelitian ini dapat diketahui bahwa Kantor Pertanahan Kota
Salatiga cukup responsif kepada masyarakat dalam memberikan pelayanan
melalui implementasi Program LARASITA. Ditunjukan dengan dua indikator
responsivitas yaitu bahwa masih adanya keluhan dalam pelayanan yang
diberikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan pengguna jasa belum
ditempatkan dalam sistem pelayanan Program LARASITA. Sedangkan tiga
indikator lainnya sudah menunjukan bahwa pelayanan Kantor Pertanahan
responsif.
Kata kunci : Responsivitas, Implementasi, LARASITA, Kota Salatiga
xv
Sri Kusrini Maruti. 2013. THE LAND AFFAIRS OFFICE OF SALATIGA
CITY‟S SERVICE RESPONSIVENESS IN THE IMPLEMENTATION OF
LARASITA PROGRAM. Thesis. First Counselor: Drs. Sudarno, M.A., Ph.D,
Second Counselor: Dr. Rina Herlina Haryanti, S.Sos., M.Si. Public
Administration Magister Study Program, Postgraduate Program of Surakarta
Sebelas Maret University.
ABSTRACT
Considering the Chairman of BPN-RI‟s Regulation Number 18 of 2009,
on May 11, 2009 about LARASITA of the Republic of Indonesia‟s National Land
Affairs Agency, the Salatiga City‟s Land Affairs Office implements LARASITA
Program. LARASITA program was intended to provide land certification service
to the people of Salatiga City through mobile system and “picking–the-ball-up”
method to the kelurahans. This program aims: to improve the service quality of
land affairs for the society, to facilitate the legalization of public land asset, to
mitigate the scalping practice, to mitigate the land affairs conflict and to attribute
the BPN-RI program to the aspiration developing within the society.
In the implementation of LARASITA Program, the responsiveness was
needed in the service of Salatiga City‟s Land Affairs Office for the service user
society. It would contribute positively to the performance assessment, thereby
supporting the improvement of public service accountability in land affairs sector.
This study aimed to analyze the responsiveness of Salatiga City Land
Affairs Office‟s service in the implementation of LARASITA Program.
Meanwhile, the indicators of public service responsiveness employed were: (1)
whether or not there is grievance among the service users in one last year; (2) the
attitude of bureaucrat apparatus in responding to the grievance of service users;
(3) the utilization of service users‟ grievance as a reference for the improvement
of service organization in the future; (4) the bureaucrat apparatus‟s varying
actions to give the service user the service satisfaction; as well as (5) the
placement of service user into the enacted service system by the bureaucracy
apparatus.
The final result of research showed that the Land Affairs Office of Salatiga
City was sufficiently responsive to the society in providing service through the
implementation of LARASITA program. It could be seen from two indicators of
responsiveness: that there were still some grievances with the service given by
Salatiga City‟s Land Affairs Office and the service user had not been placed yet
into LARASITA Program service system. Meanwhile other three indicators had
indicated that the service of Land Affairs Office had been responsive.
Keywords: Responsiveness, Implementation, LARASITA, Salatiga City
.
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Esensi tanah dalam bidang ekonomi, pertanian, dan sebagai obyek hukum
adalah lahan, yang mencakup semua sumber daya alam yang dapat dimanfaatkan
di bawah, pada, maupun di atas permukaan suatu bidang geografis. Dalam bahasa
sehari-hari, orang menyamakan lahan dengan "tanah". Dalam kenyataannya, lahan
tidak selalu berupa tanah, karena dapat mencakup pula kolam, rawa, danau, atau
bahkan lautan. Sesuai dengan batasannya, kandungan mineral di bawah
permukaan lahan atau lokasi orbit geostasioner di atas suatu permukaan lahan juga
menjadi bagian dari lahan dan ini menentukan nilai ekonominya.
Aktifitas kegiatan di perkotaan seperti perdagangan, pemerintahan, dan
permukiman terus membutuhkan lahan yang semakin luas. Pertambahan
penduduk di pusat kota dan tuntutan kehidupan baik aspek sosial, politik, budaya
pada akhirnya akan membutuhkan fasilitas dan utilitas seperti permukiman,
pendidikan, kesehatan dan sarana umum lainnya membutuhkan lahan untuk
keberlangsungannya. Kepastian hukum atas status lahan-lahan tersebut, menjadi
hal yang sangat penting. Untuk itu legalisasi aset publik berupa tanah (lahan) yang
sudah dikuasai publik harus dilakukan, yaitu dengan pensertipikatan tanah.
Esensi dari Sertipikat tanah adalah bukti kepemilikan tanah, sebagai
produk akhir dari kegiatan pendaftaran tanah oleh instansi yang berwenang yaitu
Badan Pertanahan Republik Indonesia. Definisi dari pendaftaran tanah
2
berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 tentang
Pendaftaran Tanah, bahwa yang di maksud dengan pendaftaran tanah adalah
rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh Pemerintah secara terus menerus,
berkesinambungan dan teratur, meliputi pengumpulan, pengolahan, pembukuan
dan penyajian serta pemeliharaan data fisik dan data yuridis dalam bentuk peta
dan daftar mengenai bidang-bidang tanah dan satuan rumah susun termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya dan hak milik atas satuan rumah susun serta hak-hak tertentu yang
membebaninya. Adapaun tujuan dari pendaftaran tanah tersebut, yaitu;
1. Untuk memberikan kepastian hukum kepada pemegang hak atas tanah, suatu
bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain yang terdaftar agar dengan
mudah dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak yang bersangkutan.
2. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
3. Untuk terselenggaranya tertib administrasi pertanahan dan untuk memberikan
kepastian dan perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang
bersangkutan dan diberikan sertipikat hak atas tanah.
Sehingga dengan sertipikat tanah, akan mengurangi adanya konflik-
konflik pertanahan. Di Kota Salatiga, pernah terjadi konflik segitiga atau yang
melibatkan pihak ketiga, yaitu konflik tanah HGU Komplek Salib Putih di
3
Kelurahan Kumpulrejo Kecamatan Argomulyo. Pihak yang berkonflik adalah
Pemerintah Kota Salatiga sebagai yang memiliki wewenang untuk membuat
kebijakan bagi publik, PT. Rumeksa Mekaring Sabda sebagai pemegang hak guna
usaha dan Yayasan Universitas Islam Salatiga yang menuntut keadilan untuk
diberikan hak pakai dari sebagian luas tanah yang telah bersertifikat hak guna
usaha tersebut dari Pemerintah Kota. Konflik yang sempat membuat Kota Salatiga
menghangat ini telah selesai karena pihak pengugat mencabut gugatannya karena
alasan-alasan tertentu. Konflik pertanahan tersebut bisa jadi disebabkan karena
kinerja organisasi publik Kantor Pertanahan yang rendah, sehingga terjadi
kesalahan administrasi dalam proses pensertipikatan tanah.
Secara umum kinerja organisasi publik Kantor Pertanahan masih rendah,
kualitas pelayanan yang rendah dan masih adanya SDM yang belum memahami
tugas pokok dan fungsinya, hal ini dibuktikan dengan masih banyaknya masalah,
sengketa, konflik dan perkara pertanahan di seluruh Indonesia seperti yang bisa
dilihat pada media media cetak dan elektronik. Menurut Agus Dwiyanto (1995 :
1-2) bahwa para pejabat birokrasi atasan seringkali menempatkan pencapaian
target sebagai ukuran kinerja dari organisasi publik, sementara masyarakat
pengguna jasa lebih suka menggunakan kualitas pelayanan sebagai ukuran kinerja
organisasi publik. Ada 5 (lima) hal indikator yang dapat digunakan untuk menilai
kinerja organisasi publik yaitu produktivitas, kualitas pelayanan, responsivitas,
responsibilitas dan akuntabilitas.
4
Rendahnya kinerja organisasi publik akan menghambat pelaksanaan
program. Sebagaimana hasil penelitian yang dilakukan oleh Titien Indarwati
Subroto (2008) mahasiswa Pascasarjana Program Studi Magister Ilmu
Administrasi dari Universitas Diponegoro Semarang, dapat diketahui bahwa pada
Kantor Pertanahan Kota Semarang dengan indikasi, kemampuan kerja dan
motivasi rendah. Dari hasil analisis yang dilakukannya diketahui bahwa dari uji
korelasi dengan rumus Kendall Tau diperoleh angka 0,217 kemampuan pegawai
berkorelasi positif terhadap kinerja organisasi dan sangat significant terhadap
kinerja. Jika kemampuan pegawai ditingkatkan maka akan meningkatkan kinerja.
Seiring dengan perkembangan zaman yang semakin pesat mengakibatkan
tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat menjadi semakin meningkat,
terutama kepada institusi birokrasi. Keluhan masyarakat terhadap kurangnya
kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang menunjukkan belum
memadainya kinerja organisasi publik. Tuntutan dan kebutuhan masyarakat
tersebut merupakan tantangan bagi organisasi publik dalam hal ini Kantor
Pertanahan untuk dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik. Untuk itu organisasi publik perlu
menerapkan strategi peningkatan pelayanan yang tanggap terhadap kebutuhan-
kebutuhan masyarakat yang menghendaki kualitas pelayanan.
Dalam rangka meningkatkan kualitas pelayanan dan untuk mendekatkan
pelaksanaan tugas pokok dan fungsi Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia kepada masyarakat dikembangkan pola pengelolaan pertanahan yang
5
disebut LARASITA, tertuang dalam Peraturan Kepala BPN-RI Nomor 18 Tahun
2009 tanggal 11 Mei 2009 tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional
Republik Indonesia. Pelaksanaan Program LARASITA dilakukan oleh Kantor
Pertanahan Kabupaten/ Kota di seluruh Indonesia sebagai Kantor Pertanahan yang
bergerak (mobile service), yang mendekatkan layanan pertanahan terhadap
masyarakat, sehingga masyarakat dapat melakukan pengurusan sertipikat
tanahnya dengan lebih mudah, lebih cepat dan tanpa perantara.
Kegiatan operasional Program LARASITA adalah menggunakan
kendaraan mobil dan motor dengan dilengkapi seperangkat Tehnologi Informasi
(IT), yang dapat menghubungkan secara "On Line" pelayanan pertanahan dari
mobil LARASITA dengan server KKP (Komputerisasi Kantor Pertanahan),
dengan demikian warga masyarakat pengguna layanan tidak perlu datang ke
Kantor Pertanahan (statis), cukup dilayani di lokasi masing-masing yang
dikunjungi oleh mobil LARASITA, sesuai jadwal kunjungan yang telah
ditetapkan.
Dengan pelaksanaan Program LARASITA yang baik di seluruh
Indonesia, sudah barang tentu, hal itu sangat didambakan oleh masyarakat,
terutama yang memiliki masalah-masalah pertanahan dari berbagai aspek,
Program LARASITA adalah solusi dari masalah-masalah itu. Selain itu, dengan
pelaksanaan Program LARASITA secara menyeluruh di Indonesia, dengan
berbagai inovasinya, yang disesuaikan pada keadaan dan kebutuhan daerah
masing-masing, tentu akan memberikan kontribusi positif bagi penilaian kinerja
6
Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, sehingga mendukung
akuntabilitas pelayanan publik di bidang pertanahan.
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan oleh Ayu Megawati
(2013:90) dapat diketahui bahwa Program LARASITA yang diimplementasikan
oleh Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoarjo tidak efektif. Program LARASITA
di Kebupaten Sidoharjo Provinsi Jawa Timur, mencakup 21 Kelurahan/Desa,
salah satunya Kelurahan Kalitengah. Implementasi Program LARASITA di
Kelurahan Kalitengah telah melayani sebanyak 301 sertipikat warga. Pada proses
implementasi, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi terkait faktor
komunikasi, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya peralatan, dan
faktor disposisi. Ditinjau dari segi responsivitas pada faktor komunikasi,
informasi yang diberikan oleh tim LARASITA kurang efektif dan hanya
dilakukan sekali sehingga baik warga maupun petugas LARASITA kurang
memahami pelengkapan berkas persyaratan LARASITA. faktor komunikasi
kurang memenuhi kriteria responsivitas.
Melihat kasus yang terjadi, penting untuk melihat bagaimana
Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi
Program LARASITA. Ada beberapa alasan mengapa peneliti mengangkat
responsivitas sebagai objek kajian: Pertama: Perkembangan terbaru paradigma
administrasi publik, mengarah kepada masyarakat dan berorientasi kepada
masyarakat serta berupaya bagaimana strategi melakukan atau melayani
masyarakat (publik). kondisi ini merupakan tantangan besar yang harus
dihadapi mengingat kebutuhan masyarakat yang semakin kompleks sementara
7
sumber daya dan peningkatan kinerja organisasi publik yang ada tidak
sebanding dengan perkembangan kebutuhan tersebut. Penyelenggaraan
pemerintahan, pembangunan dan pelayanan publik menurut paradigma good
governance, bisa terwujud jika pemerintahan diselenggarakan secara transparan,
responsif, partisipatif, taat hukum (rule of law), sesuai konsensus, non
diskriminasi, akuntabel, serta memiliki visi yang strategis.
Kedua, kajian ini menarik untuk diangkat karena adanya “Kelompok
Kontra LARASITA” terhadap Program LARASITA. Sikap dari kelompok
masyarakat ini adalah sinis dan mempunyai keragu-raguan terhadap Program
LARASITA. Di kalangan " Kelompok Kontra LARASITA" beranggapan bahwa
pengadaan mobil dan motor LARASITA bagi daerah-daerah di perkotaan atau
kota-kota besar, adalah suatu "pemborosan" atau "tidak tepat sasaran" atau
setidak-tidaknya "kurang efektif " dalam memberikan pelayanan pertanahan bagi
masyarakat.
Dapat dikatakan bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi
terhadap harapan, keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.
Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal tersebut
merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat,
menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan program-
program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Oleh karena itu penelitian ini berjudul : Responsivitas Pelayanan Kantor
Pertanahan Kota Salatiga Dalam Implementasi Program LARASITA.
8
B. Rumusan Masalah
Meningkatnya tuntutan pemenuhan berbagai kebutuhan masyarakat,
terutama kepada institusi atau organisasi pelayanan publik. Keluhan masyarakat
terhadap kurangnya kualitas pelayanan merupakan salah satu indikator yang
menunjukkan rendahnya kinerja organisasi pelayanan publik. Hal itu merupakan
tantangan bagi organisasi pelayanan publik untuk mewujudkan responsivitas
sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta untuk dapat
melaksanakan fungsinya dengan baik. Kantor Pertanahan Kota Salatiga sebagai,
organisasi pelayanan publik menerapkan strategi peningkatan kualitas pelayanan
pertanahan, melalui Program LARASITA, untuk memberikan keadilan bagi
masyarakat dalam pengurusan sertipikat tanah secara cepat, mudah, transparan
dan tanpa perantara di lingkungan Badan Pertanahan Nasional Republik
Indonesia.
Dari rumusan masalah di atas maka dapat diajukan research question
sebagai berikut, “Bagaimana responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.” Sedangkan sub research
question yang akan dijawab adalah merupakan indikator-indikator dari
responsivitas sebagai berikut :
1) “Bagaimanakah pendapat dari pengguna jasa terhadap Program
LARASITA apakah ada keluhan, selama satu tahun terakhir ? “
2) “Bagaimanakah sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari
pengguna jasa layanan dari Program LARASITA?”
9
3) “Bagaimanakah penggunaan keluhan dari pengguna jasa sebagai referensi
bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa mendatang?”
4) “Bagaimanakah tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan
pelayanan kepada pengguna jasa ?”
5) “Bagaimanakah penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam
sistem pelayanan yang berlaku ?“
C. Tujuan Penelitian.
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk
mengetahui responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam
implementasi Program LARASITA , dengan indikator-indikator : 1) Terdapat
tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2) Sikap aparat
birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa; 3) Penggunaan keluhan
dari pengguna jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan
di masa mendatang; 4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan
kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa; serta 5) Penempatan pengguna jasa
oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.
D. Manfaat Penelitian.
1. Manfaat Teoritis
Menambah khazanah kajian mengenai responsivitas organisasi pelayanan
publik, serta dapat digunakan sebagai rujukan bagi penelitian selanjutnya yang
berhubungan dengan pelayanan publik.
10
2. Manfaat praktis
Bagi Universitas Sebelas Maret Surakarta, menjadi bahan referensi bagi
penelitian selanjutnya serta melengkapi kajian tentang responsivitas
organisasi pelayanan publik.
Bagi Kantor Pertanahan Kota Salatiga, memberikan sumbangan pemikiran
berupa masukan-masukan yang berguna untuk perbaikan dalam
mengimplemetasikan Program LARASITA selanjutnya.
Bagi warga masyarakat Kota Salatiga memberikan informasi mengenai
responsivitas pelayanan yang diberikan oleh Kantor Pertanahan Kota
Salatiga dalam Program LARASITA yang telah dilaksanakan di Kota
Salatiga.
11
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Kajian Teori
1. Responsivitas
Agus Dwiyanto (1995 : 1-2) mengemukakan ada lima konsep yang dapat
digunakan untuk mengukur kinerja organisasi publik, yaitu produktivitas
(pruductivity),kualitas pelayanan (service quality), responsivitas (responsiveness),
responsibilitas (responsibility), dan akuntabilitas (accountability). Responsivitas
menggambarkan kemampuan organisasi publik dalam menjalankan misi dan
tujuannya terutama untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Penilaian
responsivitas bersumber pada data organisasi dan masyarakat, data organisasi
dipakai untuk mengidentifikasi jenis-jenis kegiatan dan program organisasi,
Sedangkan data masyarakat pengguna jasa diperlukan untuk mengidentifikasi
demand dan kebutuhan masyarakat.
Menurut Zeitmal Parasuraman & Berry, dalam buku Delivering Quality
Service (1990) yang dikutip oleh James, A.F & Mona (1994 :190) mengemukaan
bahwa responsivitas merupakan salah satu instrument yang cukup penting dalam
mengukur kinerja suatu organisasi, termasuk di dalamnya adalah organisasi
publik. Dari pengukuran kinerja tersebut akan diketahui juga kualitas layanan
yang diberikan, sebagaimana disampaikan “service quality is a complecs topic, as
seen by the need for a definition containing five deminsions :tengibel, reability,
responsiveness, assurance and empaty.” (Kualitas pelayanan adalah hal yang
12
kompleks, hal itu dilihat dari keinginan untuk mendefinisikan lima demensi yaitu
ketampakan fisik (tengibel), rebilitas (reability), daya tanggap/responsivitas
(responsiveness), kepercayaan (assurance) and ikut merasakan (empaty)”
Selanjutnya dikemukakan pengertian responsivitas menurut Zeitmal Parasuraman
& Berry, dalam buku Delivering Quality Service (1990) yang dikutip oleh
James,A.F & Mona, (1994 : 190) adalah sebagai berikut :
Responsiveness, the willingness to help costumers and to provide prompt
service. Keeping costumers waiting, particularly for no apparent reason, creates
unnecessary negative perception of quality. In the event of a service failure, the
ability recover quickly with professionalism can create very positive perception of
quality.
Responsivitas / daya tanggap adalah kerelaan atau kemauan karyawan
untuk membantu konsumen dan menyelenggarakan pelayanan secara cepat dan
tepat. Membuat konsumen menunggu, khususnya untuk alasan yang tidak jelas
akan menimbulkan persepsi negative yang tidak perlu, terhadap kualitas.
Kegagalan dan mengembalikan persepsi positif terhadap pelayanan.
Menurut Agus Dwiyanto, dkk (2006 : 62) Responsivitas adalah
kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan masyarakat, menyusun agenda
dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan program-program pelayanan
sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Secara singkat dapat dikatakan
bahwa responsivitas ini mengukur daya tanggap birokrasi terhadap harapan,
keinginan dan aspirasi serta tuntutan pengguna jasa.
Menurut Hassel Nogi S. Tangkilisan (2005 : 177) Responsivitas menunjuk
pada keselarasan antara program dan kegiatan pelayanan dengan kebutuhan
13
masyarakat. Responsivitas dimasukkan dalam salah satu indikator kinerja, karena
responsivitas secara langsung menggambarkan kemampuan organisasi publik
dalam menjalankan misi dan tujuannya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
masyarakat. Responsivitas yang rendah ditunjukkan dengan ketidakselarasan
antara pelayanan dan kebutuhan masyarakat.
Responsivitas sangat diperlukan dalam pelayanan publik karena hal
tersebut merupakan bukti kemampuan organisasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan serta mengembangkan
program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi
masyarakat (Dilulio, 1994 yang dikutip oleh Agus Dwiyanto, dkk , 2006 : 62)
“ Organisasi yang memiliki responsivitas rendah dengan sendirinya
memiliki kinerja yang jelek juga “ (Osborne & Plastrik, 1997 yang dikutip oleh
Agus Dwiyanto, 2006 : 62)
Dari pengertian definisi di atas sangat jelas bahwa birokrasi dalam
mendekatkan layanan kepada masyarakat seperti hal nya Program LARASITA
perlu upaya mengenali kebutuhan apa yang ada di masyarakat. Dengan kata lain
adalah apa sebenarnya maunya masyarakat, terhadap layanan yang diberikan oleh
institusi publik. Selanjutnya pengenalan kebutuhan masyarakat terhadap layanan
tersebut menjadi agenda penting untuk dikembangkan model dalam pemberian
layanan. Sehingga masyarakat menjadi terpuaskan. Oleh karena itu
pengembangan program layanan harus senantiasa ditingkatkan, mengingat kondisi
masyarakat juga berkembang.
14
2. Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan
Konsep responsivitas merupakan pertanggung jawaban dari sisi yang
menerima pelayanan atau masyarakat. Seberapa jauh mereka melihat
administrator negara atau birokrasi publik dalam hal ini Kantor Pertanahan
bersikap sangat tanggap terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan,
keluhan dan aspirasi mereka. Responsivitas pelayanan menggambarkan kualitas
interaksi antara administrasi publik dengan klien. Hal ini berarti responsivitas
dapat dilihat dari sejauh mana kebutuhan, masalah, tuntutan dan aspirasi klien
dapat dipuaskan dalam bingkai kebijakan, komprehensivitas, assesibilitas
administrasi. Terbukanya administrasi terhadap keterlibatan klien dalam
pengambilan keputusan.
Pemerintah pada hakekatnya adalah pelayan kepada masyarakat dan
menciptakan kondisi yang memungkinkan setiap anggota masyarakat
mengembangkan kemampuan dan kreativitasnya demi mencapai tujuan
bersama. ( Rasyid, dikutip oleh Widodo, 2007 : 269)
Responsivitas pelayanan publik sangat diperlukan karena merupakan
bukti kemampuan organisasi publik untuk menyediakan apa yang menjadi
tuntutan seluruh rakyat di suatu negara. Dalam hal ini responsivitas merupakan
cara yang efisien dalam mengatur urusan baik di tingkat pusat maupun tingkat
daerah atau lokal dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat, karenanya
baik pemerintah pusat maupun daerah dikatakan responsif terhadap kebutuhan
masyarakat apabila kebutuhan masyarakat tadi diidentifikasi oleh para pembuat
15
kebijakan dengan menggunakan pengetahuan yang dimiliki, secara tepat dan
dapat menjawab apa yang menjadi kepentingan publik. (Widodo, 2007 : 272)
Dengan demikian Kantor Pertanahan sebagai birokrasi publik, dapat
dikatakan bertanggungjawab jika mereka dinilai mempunyai responsivitas atau
daya tanggap yang tinggi terhadap apa yang menjadi permasalahan, kebutuhan,
keluhan dan aspirasi masyarakat yang diwakilinya. Kantor Pertanahan cepat
memahami apa yang menjadi tuntutan publik dan berusaha semaksimal mungkin
memenuhinya. Dapat menangkap masalah yang dihadapi oleh publik dan
berusaha untuk mencari jalan keluar atau solusi yang baik. Disamping itu, Kantor
Pertanahan juga tidak suka menunda-nunda waktu dan memperpanjang jalur
pelayanan. Dengan kata lain mengutamakan prosedur tetapi tidak mengabaikan
substansi yang ada. Parameter dalam indikator responsivitas organisasi, yang
meliputi: kemampuan mengenali kebutuhan dan aspirasi masyarakat, khususnya
pengguna layanan; dan daya tanggap serta kemampuan organisasi
mengembangkan program-program pelayanan sesuai kebutuhan dan aspirasi
masyarakat yang dilayaninya.
3. Indikator Pengukuran Responsivitas
Penilaian kinerja birokrasi publik tidak hanya dilakukan dengan
menggunakan indikator-indikator yang melekat pada birokrasi itu, seperti efisiensi
dan efektivitas, tetapi harus dilihat juga dari indikator-indikator yang melekat
pada pengguna jasa, seperti kepuasan pengguna jasa, akuntabilitas dan
responsivitas. (Dwiyanto, 2006 : 49)
16
Penilaian kinerja dari sisi pengguna jasa menjadi sangat penting karena
birokrasi publik sering kali memiliki kewenangan monopolis sehingga para
pengguna jasa tidak memiliki alternatif sumber pelayanan. Dalam pelayanan yang
diselenggarakan oleh pasar, dengan pengguna jasa yang memiliki pilihan sumber
pelayanan, penggunaan pelayanan bisa mencerminkan kepuasan terhadap pemberi
layanan. Dalam pelayanan oleh birokrasi publik, penggunaan pelayanan oleh
publik sering tidak ada hubungannya sama sekali dengan kepuasannya terhadap
pelayanan. (Dwiyanto, 2006 : 49)
Pengembangan program dan kegiatan yang dilakukan oleh Kantor
Pertanahan sebagai lembaga penyedia layanan juga didasarkan dari kebutuhan
dan umpan balik dari masyarakat selaku pengguna jasa layanan publik tersebut.
Hal ini mengacu pada paradigma The New Public Service maupun pemahaman
Good Governance, sebagaimana pengertian responsivitas yang diungkapkan oleh
Agus Dwiyanto (2006) di bawah ini :
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda, memprioritaskan pelayanan, dan
mengembangkan program-program pelayanan publik sesuai dengan kebutuhan
dan aspirasi masyarakat. Selanjutnya, ( Dwiyanto, 2006 : 62)
Dalam pengukuran responsivitas diperlukan dimensi-dimensi
operasional. Agus Dwiyanto (2006 : 63) mengemukakan bahwa indikator dari
responsivitas adalah sebagai berikut : 1) Terdapat tidaknya keluhan dari
pengguna jasa selama satu tahun terakhir; 2) Sikap aparat birokrasi dalam
merespon keluhan dari pengguna jasa; 3) Penggunaan keluhan dari pengguna
jasa sebagai referensi bagi perbaikan penyelenggaraan pelayanan di masa
17
mendatang; 4) Berbagai tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan
pelayanan kepada pengguna jasa; serta 5) Penempatan pengguna jasa oleh
aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku.
Dalam penelitian ini, indikator-indikator dari Responsivitas menurut
Agus Dwiyanto tersebut di atas, digunakan untuk mengukur responsivitas
pelayanan dalam implementasi Program LARASITA pada Kantor Pertanahan
Kota Salatiga. Hal itu dikarenakan indikator responsivitas dari Agus Dwiyanto,
lengkap dan relevan dengan materi pembahasan dari objek atau masalah yang
diteliti, sehingga mengarahkan peneliti agar lebih fokus terhadap variabel-
variabel yang dikaji melalui penelitian ini, sebagaimana pada Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Indikator Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.
No.
Indikator
Responsivitas Pelayanan
Cenderung
Tinggi
Cenderung
Sedang
Cenderung
Rendah
(1) (2) (3) (4) (5)
1. Terdapat tidaknya keluhan
dari pengguna jasa selama
satu tahun terakhir.
Tidak pernah ada
keluhan dari pe-
ngguna jasa.
Kadang-kadang ada
keluhan dari
pengguna jasa.
Sering terdapat
keluhan dari pengguna
jasa.
2. Sikap aparat birokrasi dalam
merespon keluhan dari
pengguna jasa.
Aparat birokrat
berusaha menye-
lesaikan.
Aparat Birokrat
Menampung ke-
luhan tersebut.
Aparat birokrat
Jengkel & mem-
biarkan adanya
keluhan tersebut.
3. Penggunaan keluhan dari
pengguna jasa dijadikan
referensi bagi perbaikan
penyelenggaraan pelayanan
pada masa mendatang.
Aparat birokrat
menggunakan
keluhan tersebut
untuk referensi
bagi pelayanan
mendatang.
Aparat birokrat
jarang meng-
gunakan keluhan
tersebut untuk
referensi bagi pe-
layanan mendatang.
Aparat birokrat tidak
pernah me-nggunakan
ke-luhan tersebut
untuk referensi bagi
pelayanan mendatang.
18
(1) (2) (3) (4) (5)
4. 4 Berbagai Tindakan aparat
birokrasi untuk memberikan
kepuasan pelayanan kepada
pengguna jasa.
Aparat birokrat
bersikap ramah,
melayani dengan
baik cepat dan
tepat.
Aparat birokrat
kurang bersikap
ramah, melayani
dengan baik na-mun
belum se- cara cepat
dan tepat.
Aparat birokrat
bersikap tidak ramah,
tidak memberikan
pelayanan yang baik.
5. Penempatan pengguna jasa
oleh aparat birokrasi dalam
sistem pelayanan yang
berlaku.
Pengguna jasa
selalu ditempat-
kan dalam sistem
pelayanan.
Pengguna jasa
kadang-kadang
ditempatkan da-lam
sistem pe-layanan.
Pengguna jasa tidak
ditempat-kan dalam
sistem pelayanan.
Sumber : analisa penulis, 2013
4. Implementasi Kebijakan Program LARASITA
Dalam setiap perumusan suatu kebijakan apakah menyangkut program
maupun kegiatan-kegiatan selalu diiringi dengan suatu tindakan pelaksanaan atau
implementasi. Karena betapapun baiknya suatu kebijakan tanpa implementasi,
maka tidak akan banyak berarti. Berikut ini disampaikan beberapa pengertian
implementasi menurut para ahli.
Pengertian pelaksanaan kebijakan, dikemukakan oleh Syukur Abdullah
(1987: 10), adalah :
“Suatu rangkaian tindak lanjut, setelah sebuah rencana dan
kebijaksanaan ditetapkan yang terdiri atas pengambilan
keputusan, langkah-langkah strategi maupun operasional yang
ditempuh guna mewujudkan suatu program ataupun
kebijaksanaan menjadi kenyataan guna mencapai sasaran dari
program yang ditetapkan semula”.
19
Adapun definisi Pelaksanaan (Implementasi) menurut Daniel
Mazmanian dan Paul Sabatier (1983; 61) sebagaimana yang dikutip dalam buku
Leo Agustino (2006;139), yaitu :
“Pelaksanaan (implementasi) kebijakan adalah pelaksanaan
keputusan kebijaksanaan dasar, biasanya dalam bentuk Undang-
undang, namun dapat pula berbentuk perintah-perintah atau
keputusan eksekutif yang penting atau keputusan badan
peradilan. Lazimnya, keputusan tersebut mengidentifikasikan
masalah yangingin dibatasi, menyebutkan secara tegas tujuan dan
sasaran yang ingin dicapai, dan berbagai cara untuk
menstrukturkan atau mengatur proses implementasinya”.
Van Meter dan Van Horn (Budi Winarno, 2002; 102) membatasi
pelaksanaan (Implementasi) sebagai :
“Tindakan-tindakan yang dilakukan individu-individu (kelompok-
kelompok) pemerintah maupun swasta yang diarhakan untuk
mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan dalam keputusan-
keputusan sebelumnya”.
Elmore (1978) juga mengidentifikasikan komposisi utama dalam
implementasi yang efektif sebagai berikut.
“Elmore identified four main igredients for effective
implementation 1. clearly specified tasks and objectives that
accurately reflect the intent of policy; 2. A management plan that
allocates tasks and performances standarts to sub unit , 3.an
objective means of measuring sub unit performance; and 4. A
system of management controls and social sanctions sufficient to
hold subordinates accountable for their performance. Failures of
implementation are, by definition, lapses of planning,
specification and control.” (Paudel, 2009:45-46, vol XXV)
(Elmore mengidentifikasi empat komposisi utama implementasi
yang efektif: 1.Penentuan kejelasan tugas dan tujuan yang secara
akurat mencerminkan maksud dari kebijakan; 2. Sebuah rencana
manajemen yang mengalokasikan tugas dan pertunjukan
standarts ke sub bagian 3. tujuan berarti mengukur sub unit
kinerja, dan 4. Sebuah sistem pengendalian manajemen dan
20
sanksi sosial yang cukup untuk menahan bawahan bertanggung
jawab atas kinerja mereka. Kegagalan implementasi, menurut
definisi, penyimpangan perencanaan, spesifikasi dan kontrol).
Secara lebih rinci, Scott Fritzen mengidentifikasikan masalah dalam
implementasi dalam 6 hal diantaranya policy design, inter-organizational
communication and enforcement activities, characteristics of the implementing
agencies/disposition of implementers, implementation outputs and
outcomes/impacts, policy learning, dan action environment (Fritzen, 2003:6-7).
Lebih lanjut Fritzen menjelaskan mengenai kerangka konseptual untuk
mengidentifikasi kendala implementasi sebagai berikut.
The conceptual framework presented here is a way of structuring
inquiry into observed implementation patterns of a particular
policy. It incoporates some elements of both classically “top-
down” and “bottom up” approaches. The framework can be used
to identify specific implementation constraints (as the top- down
model stresses), but focuses much attention onto the institutional
environment at the local level and the dynamic impacts (often
unpredicted) of implementation.
(Kerangka konseptual yang disajikan di sini adalah cara penataan
penyelidikan pola pelaksanaan diamati kebijakan tertentu. Ini
terdiri dari beberapa kedua unsur pendekatan klasik yaitu "top-
down" dan “bottom up”. Kerangka ini dapat digunakan untuk
mengidentifikasi kendala implementasi spesifik (sebagai model
top-down tekanan), tetapi berfokus banyak perhatian ke
lingkungan kelembagaan di tingkat lokal dan dampak dinamis
(sering terjadi ketidakpastian implementasi).
Fritzen memberikan penjelasan bahwa implementasi memiliki dampak
yang dinamis dan sering tidak terduga, dalam penekanan implementasi
kebijakan top-down dalam perhatian khusus terhadap lingkungan institusi.
21
Dalam bukunya yang berjudul Implementing Public Policy yang
diterbitkan tahun 1980, Edwards III menyatakan bahwa proses implementasi
sebagai :
“…the state of policy making between the establishment of a
policy (such as the passage of a legislative act, the issuing of an
executive order, the handing down of a judicial decision, or the
promulgation of a regulatory rule) and the consequences of the
policy for the peple whom it effect.” (Edwards, 1980 : 1)
(....pembuatan kebijakan adalah antara pendirian kebijakan
(seperti tindakan legislasi, eksekusi, dan keputusan yudisial) dan
konsekuensi kebijakan bagi masyarakat terdampak)
Implementasi menurut Edwards, diartikan sebagai tahapan dalam proses
kebijaksanaan yang berada diantara tahapan penyusunan kebijaksanaan dan hasil
atau konsekuensi-konsekuensi yang ditimbulkan oleh kebijaksanaan itu (output,
outcome). Yang termasuk aktivitas implementasi menurutnya adalah perencanaan,
pendanaan, pengorganisasian, pengangkatan dan pemecatan karyawan, negosiasi
dan lain-lain.
George Edwards III (1980), menjelaskan tentang implementasi sebagai :
“......... the key issue of policy is the lack of attention toward public
policy’s implementation,it is stated strongly that without an
effective implementation, the decision of policymakers will not be
successfully carried out. Hence, Edward suggested to put attention
toward four key issues: communication, resource, disposition of
attitudes, and bureaucratic structures.” (Nugroho, 2012:191)
(...isu utama kebijakan adalah kurangnya perhatian terhadap
implementasi kebijakan publik. Ditegaskan dengan kuat bahwa
tanpa implementasi efektif, keputusan pembuat kebijakan tidak
akan berhasil diwujudkan. Oleh karena itu Edwards menekankan
untuk memperhatikan empat isu utama, yaitu komunikasi, sumber
daya, sikap, dan struktur birokrasi)
22
Keempat variabel tersebut adalah komunikasi, sumberdaya, disposisi atau
sikap pelaksana, dan struktur birokrasi, yang keseluruhannya saling berhubungan
dan saling mempengaruhi satu sama lain dalam menentukan keberhasilan atau
kegagalan implementasi.
a. Komunikasi. Ada tiga hal dalam komunikasi ini yang perlu mendapatkan
perhatian, yaitu transmisi, kejelasan, dan konsistensi.
1) Transmisi. Sebuah kebijakan yang akan diimplementasikan harus
disalurkan pada pejabat yang akan melaksanakannya. Seringkali masalah
transmisi terjadi manakala pelaksana tidak menyetujui kebijakan
(disposisi) tersebut dengan mendistorsikan perintah kebijakan atau bahkan
menutup komunikasi yang diperlukan. Masalah transmisi juga terjadi
manakala kebijakan yang akan diimplementasikan harus melalui struktur
birokrasi yang berlapis atau karena tidak tersedianya saluran komunikasi
yang memadai (sumberdaya).
2) Kejelasan (Clarity). Kejelasan tujuan dan cara yang akan digunakan dalam
sebuah kebijakan merupakan hal yang mutlak agar dapat
diimplementasikan sebagaimana yang telah diputuskan. Namun hal
tersebut tidak selalu terjadi. Ada berbagai alasan yang menyebabkan
sebuah kebijakan tidak dirumuskan secara jelas, diantaranya adalah
sebagai berikut :
a) kerumitan dalam pembuatan kebijakan yang terjadi antara eksekutif
dan legislatif, sehingga mereka cenderung menyerahkan detil
pelaksanaannya pada bawahan;
23
b) adanya opisisi dari masyarakat atas kebijakan tersebut;
c) kebutuhan mencapai konsensus antara tujuan yang saling bersaing saat
merumuskan kebijakan tersebut;
d) kebijakan baru yang para perumusnya belum terlalu menguasai
masalah (tentang ini sering dikatakan sebagai upaya untuk menghindar
dari tanggung jawab);
e) biasanya terjadi pada kebijakan yang menyangkut aturan hukum.
3) Konsistensi. Implementasi yang efektif selain membutuhkan komunikasi
yang jelas, juga yang konsisten. Proses transmisi yang baik namun dengan
perintah yang tidak konsisten akan menyebabkan membingungkan
pelaksana. Banyak hal yang bisa menyebabkan arah kebijakan menjadi
tidak konsisten seperti beberapa hal berikut.
a) kompleksitas kebijakan yang harus dilaksanakan;
b) kesulitan yang biasa muncul saat memulai implementasi sebuah
kebijakan baru;
c) kebijakan memiliki beragam tujuan dan sasaran, aau kadang karena
bertentangan dengan kebijakan yang lain;
d) banyaknya pengaruh berbagai kelompok kepentingan atas isu yang
dibawa oleh kebijakan tersebut.
b. Sumberdaya. Sumberdaya yang diperlukan dalam implementasi menurut
Edwards III adalah :
1) Staff, yang jumlah dan skills (kemampuannya) sesuai dengan yang
dibutuhkan;
24
2) Informasi.Informasi berbeda dengan komunikasi. Yang diperlukan di sini
adalah informasi yang terkait dengan bagaimana melaksanakan kebijakan
tersebut (Juklak-Juknis) serta, dan data yang terkait dengan kebijakan yang
akan dilaksanakan;
3) Kewenangan. Kewenangan yang dibutuhkan dan harus tersedia bagi
implementor sangat bervariasi tergantung pada kebijakan apa yang harus
dilaksanakan. Kewenangan tersebut dapat berwujud: membawa kasus ke
meja hijau; menyediakan barang dan jasa; kewenangan untuk memperoleh
dan menggunakan dana, staf, kewenangan untuk meminta kerjasama
dengan badan pemerintah yang lain.
4) Fasilitas. Kendati implementor telah memiliki jumlah staf yang memadai,
telah memahami apa yang diharapkan darinya dan apa yang harus
dilaksanakan, juga telah memperoleh kewenangan yang diperlukan untuk
mengimplementasikan kebijakan, namun tanpa fasilitas fisik yang
memadai, implementasi juga tidak akan efektif. Fasilitas fisik ini beragam
tergantung pada kebutuhan kebijakan : ruang kantor, komputer.
c. Disposisi. Disposisi adalah sikap dan komitmen dari pelaksana terhadap
kebijakan atau program yang harus mereka laksanakan karena setiap kebijakan
membutuhkan pelaksana-pelaksana yang memiliki hasrat kuat dan komitmen
yang tinggi agar mampu mencapai tujuan kebijakan yang diharapkan.
Terdapat tiga unsur utama yang mempengaruhi kemampuan dan kemauan
aparat pelaksana untuk melaksanakan kebijakan yaitu:
25
1) Kognisi yaitu seberapa jauh pemahaman pelaksanaan terhadap kebijakan.
Pemahaman terhadap tujuan kebijakan sangatlah penting bagi aparat
pelaksana lebih-lebih apabila sistem nilai yang mempengaruhi sikapnya
berbeda dengan sistem nilai pembuat kebijakan, maka implementasi
kebijakan tidak akan berjalan dengan efektif. Ketidakmampuan
administratif dari pelaksana kebijakan yaitu ketidakmampuan dalam
menanggapi kebutuhan-kebutuhan dan harapan-harapan yang disampaikan
oleh masyarakat dapat menyebabkan pelaksanaan suatu program tidak
efektif.
2) Arahan dan tanggapan pelaksanaan, hal ini meliputi bagaimana
penerimaan, ketidakberpihakan maupun penolakan pelaksana dalam
menyikapi kebijaksanaan.
3) Intensitas respon atau tanggapan pelaksana. Karakter dari pelaksana akan
mempengaruhi tindakan-tindakan pelaksana dalam mengimplementasikan
kebijakan karena pelaksana adalah individu yang tidak mungkin bebas dari
kepercayaan, aspirasi dan kepentingan pribadi yang ingin mereka capai.
Dalam mengimplementasikan suatu kebijakan terdapat suatu kemungkinan
dari pelaksana untuk membelokkan apa yang sudah ditentukan demi
kepentingan pribadinya, sehingga dengan sikap pelaksana tersebut dapat
menjauhkan tujuan dari kebijakan sebenarnya.
d. Struktur birokrasi. Struktur Birokrasi adalah mekanisme kerja yang dibentuk
untuk mengelola pelaksanaan sebuah kebijakan. Ia menekankan perlu adanya
Standard Operating Procedure (SOP) yang mengatur tata aliran pekerjaan
26
diantara para pelaksana, terlebih jika pelaksanaan program melibatkan lebih dari
satu institusi. Ia juga mengingatkan bahwa adakalanya fragmentasi diperlukan
manakala implementasi kebijakan memerlukan banyak program dan melibatkan
banyak institusi untuk mencapai tujuannya.
Kajian dalam penelitian ini mengaplikasikan teori implementasi kebijakan
yang dikembangkan oleh Edwards III. Teori ini dipakai karena konstruksi teoritik
Edwards III didorong oleh 2 pertanyaan terkait faktor yang mendukung
keberhasilan kebijakan dan yang menghambat keberhasilan kebijakan. Entry point
yang dipakai oleh Edwards III memiliki relevansi langsung dengan rumusan
masalah yang diajukan dalam penelitian ini.
Berdasarkan teori implementasi Edwards III, implementasi Program
LARASITA dapat dianalisis dalam konstruksi sebagai berikut :
Variabel komunikasi mencakup ; 1) keterbukaan informasi tentang kebijakan. 2)
akurasi penyedia layanan Program LARASITA dalam memberi kemudahan
publik untuk melakukan interaksi baik internal maupun eksternal. 3) Pelaksanaan
komunikasi berdasarkan TUPOKSI. 4) Kejelasan informasi sehingga dapat
meminimalisir terjadinya perbedaan persepsi. 5) keakuratan penyampaian
kebijakan sehingga bisa dijalankan secara bertanggung jawab.
Variabel sumber daya mencakup : kepegawaian, keuangan, kewenangan,
dan sarana prasarana. Berkaitan dengan akurasi sumber daya Pelayanan dalam
Program LARASITA, sehingga publik dapat langsung beraspirasi kepada pihak
yang berkompeten. Kemudahan akses publik terhadap dalam layanan Program
27
LARASITA sesuai kemanfaatannya. Pengelolaan sumber daya dalam Program
LARASITA secara tepat guna serta renstra sumber daya dan laporannya.
Variabel disposisi/sikap mencakup; 1) kesiapan untuk melakukan evaluasi
baik internal maupun eksternal. 2) akurasi kewenangan sehingga tidak
menciptakan overlapping yang dapat membingungkan publik. 3) perilaku
menjunjung tinggi kewenangan. 4) pemahaman terhadap TUPOKSI sehingga bisa
melaksanakan program dan kegiatan secara bertanggung jawab.
Variabel struktur brokrasi mencakup : 1) Tersampaikannya informasi
tentang SOP kepada publik seluas-luasnya sebagai acuan bagi terjadinya interaksi
antara birokrasi dengan publik. 2) Akurasi pelaksanaan SOP sehingga program
dan kegiatan dapat berjalan sesuai dengan alur yang ada dan dapat memperlancar
pelaksanaan program dan kegiatan. 3) Penempatan TUPOKSI sebagai baseline
penyusunan SOP sebagai acuan pelaksanaan program dan kegiatan. 4) Kejelasan
SOP sehingga dapat meminimalisir kerancuan-kerancuan dalam pelaksanaan
program dan kegiatan. Dan 5) Renstra, laporan evaluasi diri, dan laporan
akuntabilitas.
5. Program LARASITA (Layanan Rakyat Untuk Sertipikat Tanah)
LARASITA adalah Kantor Pertanahan Bergerak. Menurut Peraturan
Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia No. 18 Tahun 2009
tentang LARASITA Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia maka secara
resmi LARASITA diterapkan di seluruh Kantor Pertanahan di seluruh Indonesia.
LARASITA (Layanan Rakyat Sertipikat Tanah) merupakan sebuah program baru
28
dari Badan Pertanahan Nasional. Adapun yang menjadi fokus dari program ini
adalah memberikan kepastian hukum dalam proses sertipikasi tanah serta
memberi kemudahan layanan bagi masyarakat, sekaligus memotong mata rantai
pengurusan sertipikat tanah dan meminimalisir biaya pengurusan.
LARASITA dibangun dan dikembangkan untuk mewujudnyatakan amanat
pasal 33 ayat (3) UUD 1945, Undang-Undang Pokok Agraria serta seluruh
peraturan perundang-undangan di bidang pertanahan. Pengembangan LARASITA
berangkat dari kehendak dan motivasi untuk mendekatkan Badan Pertanahan
Nasional dengan masyarakat, sekaligus mengubah paradigma pelaksanaan tugas
pokok dan fungsi BPN dari menunggu atau pasif menjadi aktif atau proaktif
(Pendahuluan Undang-Undang No.18 Tahun 2009 Tentang LARASITA BPN-RI).
LARASITA adalah kebijakan inovatif yang beranjak dari pemenuhan
rasa keadilan yang diperlukan, diharapkan dan dipikirkan oleh masyarakat.
Merupakan program yang memadukan teknologi informasi dengan pelayanan
petugas BPN dalam bentuk pelayanan bergerak. Diharapkan mampu menghapus
praktik percaloan sertipikat tanah dan memberikan kemudahan serta akses yang
murah dan cepat dalam mewujudkan kepastian hukum. Selain itu tujuan dari
LARASITA, adalah untuk menembus daerah-daerah yang sulit dijangkau,
sehingga masyarakat yang tinggal di daerah terpencilpun bisa dengan mudah
mendapatkan pelayanan pertanahan tanpa harus menempuh jarak yang jauh dan
biaya transportasi yang besar untuk menuju Kantor Pertanahan di Kota atau
Kabupaten.
29
LARASITA juga merupakan layanan sistem front office mobile secara
online dengan kantor pertanahan setempat, sehingga seluruh proses pelayanan dari
mobil/sepeda motor LARASITA saat itu juga langsung terdata di Kantor
Pertanahan. Penerbitan Sertipikat tanah yang dilaksanakan oleh Kantor
Pertanahan, berdasarkan atas Undang-Undang No. 5 Tahun 60 tentang Peraturan
Dasar Pokok-Pokok Agraria mengenai pendaftaran tanah. Pendaftaran tanah
merupakan rangkaian kegiatan yang dilakukan oleh pemerintah secara terus
menerus, berkesinambungan dan teratur meliputi pengumpulan, pengolahan,
pembukuan, penyajian, pemeliharaan data fisik, data yuridis dalam bentuk peta,
daftar mengenai bidang –bidang tanah dan satuan-satuan rumah susun. Termasuk
pemberian surat tanda bukti haknya bagi bidang-bidang tanah yang sudah ada
haknya, hak millik atas satuan rumah susun dan hak-hak tertentu yang
membebaninya (Pasal 1 Ayat 1 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997).
Dalam Pasal 3 PP No.24 Tahun 1997 tentang pendaftaran tanah, adapun yang
menjadi tujuan pendaftaran tanah adalah sebagai berikut :
a. Untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum kepada
pemegang hak atas suatu bidang tanah, satuan rumah susun dan hak-hak lain
yang terdaftar agar dengan mudah dapat membuktikan dirinya sebagai
pemegang hak yan bersangkutan.
b. Untuk menyediakan informasi kepada pihak-pihak yang berkepentingan
termasuk pemerintah agar dengan mudah dapat memperoleh data yang
diperlukan dalam mengadakan perbuatan hukum mengenai bidang-bidang
tanah dan satuan-satuan rumah susun yang sudah terdaftar.
30
c. Untuk terselenggarakannya tertib administrasi pertanahan. Dalam rangka
pembangunan di bidang pertanahan maka pemerintah telah menetapkan suatu
kebijaksanaan khusus yang dikenal dengan istilah Sapta Tertib Pertanahan
yang meliputi :
1) Tertib Administrasi
2) Tertib Anggaran
3) Tertib Perlengkapan
4) Tertib Perkantoran
5) Tertib Kepegawaian
6) Tertib disiplin diri
7) Tertib moral
Berdasarkan Sapta Tertib Pertanahan di atas, berarti BPN di sini
memiliki fungsi melaksanakan pengurusan hak-hak atas tanah dalam rangka
memelihara tertib administrasi pertanahan. Dimana Tertib Administrasi
Pertanahan juga merupakan salah satu dari tujuan pendaftaran tanah. Dalam
hubungan LARASITA dengan pelaksanaan Sapta Tertib Pertanahan tersebut
maka segala sesuatu yang menyangkut bidang pertanahan harus diselesaikan
melalui prosedur hukum yang berlaku bukan diselesaikan dengan
mempergunakan kekerasan ataupun mempergunakan kekuasaan.
LARASITA menjalankan tugas pokok dan fungsi yang ada pada
Kantor Pertanahan. Namun sesuai dengan sifatnya yang bergerak, pelaksanaan
tugas pokok dan fungsi tersebut diperlukan pemberian atau pendelegasian
31
kewenangan yang diperlukan guna kelancaran pelaksanaan di lapangan.
Dengan demikian LARASITA menjadi mekanisme untuk:
1) Menyiapkan masyarakat dalam pelaksanaan pembaruan agraria nasional
(reforma agraria);
2) Melaksanakan pendampingan dan pemberdayaan masyarakat di bidang
pertanahan;
3) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah terlantar;
4) Melakukan pendeteksian awal atas tanah-tanah yang diindikasi
bermasalah;
5) Memfasilitasi penyelesaian tanah yang bermasalah yang mungkin
diselesaikan di lapangan;
6) Menyambungkan program BPN RI dengan aspirasi yang berkembang di
masyarakat;
7) Meningkatkan dan mempercepat legalisasi aset tanah.
Manfaat LARASITA
a. Memberikan pelayanan sertipikasi tanah kepada masyarakat lebih dekat.
Mengurangi beban biaya masyarakat atau biaya menjadi lebih ringan.
b. Masyarakat bisa dilayani langsung petugas BPN tanpa harus datang ke
Kantor Pertanahan setempat.
c. Kepastian pelayanan yang bertanggung jawab.
d. Proses lebih cepat .
32
Jenis Pelayanan LARASITA
a. Pendaftaran Tanah Untuk Pertama Kali .
b. Pengakuan dan Penegasan Hak Sporadik .
c. Pemecahan Sertipikat .
d. Pemisahan Sertipikat .
e. Penggabungan Sertipikat .
f. Pengembalian Batas.
g. Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah.
h. Pengukuran Ulang dan Pemetaan Bidang Tanah.
i. Peralihan Hak – Hibah.
j. Peraliahn Hak – Jual Beli.
k. Peralihan Hak – Pembagian Hak Bersama.
l. Peralihan Hak – Pewarisan.
m. Peralihan Hak – Tukar Menukar.
n. Peralihan Hak Dari Hak Guna Bangunan Menjadi Hak Milik.
o. Salinah Warkah / Peta / Surat Ukur.
p. Sertipikat Wakaf Untuk Tanah Terdaftar.
B. Penelitian-Penelitian Terdahulu
Beberapa peneliti yang telah melakukan berbagai kajian terkait dengan
Program LARASITA. Gusnadi (2012), membuat kajian tentang Implementasi
Program LARASITA di Kantor Pertanahan Kota Makasar, pendekatan yang
dilakukan yaitu dengan membandingkan sasaran kebijakan yang dikeluarkan oleh
33
pemerintah dengan penerima manfaat kebijakan. Artinya apabila isi kebijakan
yang dikeluarkan dapat memberikan manfaat yang baik bagi masyarakat penerima
kebijakan maka kebijakan itu dianggap berhasil. Gusnadi menemukan bahwa
Program LARASITA cocok, untuk diimplementasikan di daerah-daerah pelosok
di Makasar, masyarakat penerima manfaat secara antusias ikut berpartisipasi
dalam kepengurusan sertipikat melalui Program LARASITA . Artinya secara
umum Program LARASITA bisa dikatakan berhasil, namun masyarakat penerima
manfaat yang masih terkendala dengan ketidakjelasan syarat dan prosedur
pengurusan sertipikat tanah.
Putri Endah Annafi (2011) mengkaji tentang kualitas pelayanan sertipikasi
tanah melalui LARASITA, pada Kantor Pertanahan Kabupaten Klaten. Hasil
penelitiannya menunjukkan bahwa kualitas pelayanan sertipikasi tanah melalui
LARASITA adalah ideal. Hal itu dapat disimpulkan dari perhitungan ServQual
yang menunjukan selisih skor perceived dan skor expectation adalah positif, yang
berarti kualitas pelayanan ideal.
Ayu Megawati (2013), mengkaji tentang implementasi LARASITA pada
Kantor Pertanahan Kabupaten Sidoharjo, didapatkan bahwa pelaksanaanya tidak
efektif. Pada proses implementasi, masih terdapat kendala-kedala yang dihadapi
terkait faktor komunikasi, faktor sumber daya manusia, faktor sumber daya
peralatan, dan faktor disposisi. Dari faktor komunikasi, adalah kurang efektif
karena baik warga maupun petugas LARASITA, kurang memahami perlengkapan
berkas persyaratan.
34
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tesis ini berupaya untuk
melakukan kajian khusus tentang responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA. Menggunakan lima
indikator responsivitas yaitu ; ada tidaknya keluhan dari pengguna layanan, sikap
aparat petugas pelayanan Kantor Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna
jasa, referensi perbaikan, tindakan aparat Kantor Pertanahan, penempatan
pengguna jasa dalam sistem pelayanan.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Supadno (2010) mahasiswa
S2 program studi Magister Administrasi Publik Universitas Gajah Mada
Yogyakarta, diperoleh gambaran tentang Implementasi Program Layanan Rakyat
untuk Sertipikasi Tanah (Larasita) di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah
Istimewa Yogyakarta. Bahwa implementasi program Larasita dilaksanakan oleh
Kantor Pertanahan Kabupaten Sleman belum sesuai dengan Peraturan yang
berlaku.
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Dewi Hapsari Sita (2010)
mahasiswa S2 program Studi Kenotariatan Universitas Gadjah Mada Yogyakarta,
dapat diketahui pelaksanaan LARASITA di Kabupaten Bantul mulai dari tahap
persiapan, sumber biaya, pelaksanaan LARASITA, persepsi masyarakat dan
PPAT, hambatan yang dihadapi dan cara menyelesaikan hambatan tersebut. Hasil
penelitian menunjukan bahwa pelaksanaan LARASITA di Kabupaten Bantul
tidak sepenuhnya menerapkan Perkaban No. 18 tahun 2009. Persepsi masyarakat
terhadap pelaksanaan LARASITA di Kabupaten Bantul adalah kurang merespon
dengan LARASITA walaupun umumnya mempunyai persepsi baik (positif).
35
Persepsi PPAT terhadap LARASITA adalah adalah kurang merepon walaupun
mempunyai persepsi baik (positif) terhadap LARASITA.
Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya, tesis ini berupaya untuk
melakukan kajian khusus tentang responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA. Menggunakan lima
indikator responsivitas yaitu ; ada tidaknya keluhan dari pengguna layanan, sikap
aparat petugas pelayanan Kantor Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna
jasa, referensi perbaikan, tindakan aparat Kantor Pertanahan, penempatan
pengguna jasa dalam sistem pelayanan.
C. Kerangka Pikir
Penelitian ini dilatarbelakangi oleh adanya Program LARASITA Kota
Salatiga yang sudah mulai diimplementasikan sejak akhir tahun 2010. Keberadaan
Program LARASITA tersebut merupakan solusi atas peningkatan tuntutan
masyarakat akan pelayananan pertanahan yang semakin berkualitas, yaitu
pelayanan yang transparan, cepat, murah sebagai dampak dari perkembangan
jaman, pertumbuhan penduduk serta tingkat kepeduliaan masyarakat terhadap
program pemerintah. Untuk memenuhi tuntutan tersebut dibutuhkan responsivitas
pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam menjalankan Implementasi
Program LARASITA. Program LARASITA akan mengurangi terjadinya
sengketa, konflik dan perkara tanah pada masyarakat. Dengan dimilikinya asset
tanah secara legal (sertipikat tanah) oleh masyarakat, maka kesejahteraan
masyarakat akan meningkat, karena dengan sertipikat yang dimilikinya bisa
36
digunakan sebagai jaminan dalam membuka akses pada lembaga-lembaga
keuangan sebagai modal usaha.
Sebagai bahan masukan bagi pemerintah dalam hal ini BPN RI dalam
pengembangan Program LARASITA maka penelitian tentang responsivitas
pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program
LARASITA. Pengembangan Program LARASITA sangat penting dilakukan,
karena dengan terpenuhinya tuntutan masyarakat akan kualitas pelayanan
pertanahan maka akan berimplikasi pada peningkatan legalisasi asset yang secara
tidak langsung akan mempengaruhi perkembangan kesejahteraan masyarakat
suatu kota. Dengan mengetahui bagaimana responsivitas pelayanannya maka akan
dapat dilakukan penataan segala aspek, salah satunya aspek teknik internal pada
Kantor Pertanahan Kota Salatiga, guna pengembangan implementasi Program
LARASITA, agar lebih tepat dan terarah. Gambaran skematis atas uraian
kerangka pikir dapat dilihat pada Bagan 2.1 di bawah ini.
37
Bagan Alur Kerangka Pikir
IMPLEMENTASI PROGRAM LARASITA
KANTOR PERTANAHAN
KOTA SALATIGA
Petugas Pelayanan /
APARAT KANTOR
PERTANAHAN
RESPONSIVITAS PELAYANAN PUBLIK
Indikator (Agus Dwiyanto) 1. Keluhan dari pengguna layanan. 2. Sikap aparat petugas pelayanan Kantor
Pertanahan, dalam merespon keluhan pengguna jasa.
3 .Referensi Perbaikan.
4.Tindakan Aparat Kantor Pertanahan.
5.Penempatan pengguna jasa dalam sis-
tem pelayanan
Tujuan program
Untuk memberikan keadilan bagi masyarakat dalam me-mudahkan pengurusan pertanahan, mem-percepat proses pengurusan per-tanahan, meningkatkan cakupan wilayah pengurusan pertanahan, dan untuk menjamin peng urusan pertanahan tanpa perantara di lingkungan BPN RI.
38
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis Penelitian
Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan
deskriptif. Menurut Arikunto (2010 : 117) penelitian deskriptif merupakan
penelitian yang bersifat memaparkan atau menggambarkan suatu hal dengan
tujuan untuk menyelidiki keadaan atau kondisi yang terjadi pada obyek atau
wilayah penelitian tanpa adanya campur tangan dari pihak peneliti misalnya
dengan menambah, mengubah atau mengadakan manipulasi terhadap obyek
penelitian.
Penelitian yang digunakan bersifat deskriptif memberikan gambaran
secara sistematis terhadap obyek yang akan diteliti. Penelitian deskriptif pada
umumnya digunakan untuk mendeskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat
terhadap suatu populasi atau daerah tertentu mengenai karakteristik atau faktor-
faktor tertentu. Menurut Faisal (1993 : 20), pengertian penelitian deskriptif adalah
sebagai berikut :
”Penelitian deskriptif (Deskriptif Research), yang biasa disebut
juga penelitian taksonomik (”Taksonomik Research”),
dimaksudkan untuk eksplorasi dan klarifikasi mengenai suatu
fenomena atau kenyataan soasial, dengan jalan mendeskripsikan
sejumlah variabel yang berkenaan dengan masalah dan unit
yang diteliti. Jenis penelitian ini tidak sampai mempersoalkan
jalinan hubungan antar variabel-variabel antiseden yang
menyebabkan sesuatu gejala atau kenyataan sosial. Karenanya,
pada penelitian deskriptif tidak menggunakan dan tidak
melakukan pengujian hipotesis...”
39
Dari pendapat di atas dapat diketahui bahwa pada intinya penelitian ini
tidak melihat ada tidaknya jalinan hubungan antar variabel secara kuantitatif, juga
tidak melakukan pengujian hipotesis, namun hanya menggambarkan dan
melakukan analisa kualitatif.
B. Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan di Kota Salatiga dengan melihat Program
LARASITA yang dilaksanakan oleh BPN RI (Kantor Pertanahan Kota Salatiga)
Jl. Imam Bonjol 42, Kota Salatiga. Pemilihan lokasi penelitian ini ditentukan
secara sengaja, yang disesuaikan dengan judul dan permasalahan yang diteliti.
Adapun alasan atau pertimbangan mengapa memilih lokasi penelitian tersebut
adalah sebagai berikut :
1. Pengkajian mengenai pelayanan publik merupakan issu yang cukup penting
dan strategis, terutama dalam rangka mendukung terciptanya pelayanan yang
aspiratif dan mempunyai daya tanggap yang tinggi. Kota Salatiga sebagai
tempat penelitian, karena dari data yang ada, didapatkan bahwa jumlah
layanan sertipikasi setiap bulannya relatif kecil dibandingkan dengan kota-
kota lain di Propinsi Jawa Tengah. Sehingga perlu diteliti, apakah hal tersebut
di atas disebabkan karena kurangnya responsivitas pelayanan pada Kantor
Pertanahan Kota Salatiga.
2. Sebagai pihak yang berkepentingan terhadap kemajuan pelayanan publik
Kantor Pertanahan, penulis dapat mengamati secara intensif dan cermat
40
terhadap obyek penelitian, sehingga dapat memperoleh data atau
informasinyang dapat dipertanggungjawabkan.
3. Kota Salatiga merupakan wilayah kerja penulis, sehingga proses penelitian
dapat dilaksanakan secara efektif dan efisien.
C. Data dan Sumber Data
1. Data Primer
Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari informan
melalui wawancara secara langsung ataupun dengan bantuan media-media
komunikasi, seperti telepon. Sumber data primer atau informan dari
penelitian ini adalah pejabat/pimpinan program maupun staf di Kantor
Pertanahan Kota Salatiga Provinsi Jawa Tengah. Adapun pejabat/perencana
yang dimaksud antara lain adalah Kepala Kantor Pertanahan Kota Salatiga,
Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan, dan Kepala Sub Seksi
Pemberdayaan Masyarakat .
Pelaksana Program LARASITA yang bertugas mendatangi
masyarakat, untuk memberikan pelayanan pengurusan sertipikat tanah.
Sebagai unsur pelaksana yang melakukan proses layanan kepada masyarakat
secara langsung. Bagaimanakah pelayanan tersebut, mempunyai
responsivitas / daya tanggap dalam memberikan produk layanan publik
kepada masyarakat, itu yang menjadi kajian utama.
41
Selain itu, Selain itu data primer juga diperoleh dari masyarakat
Kota Salatiga yang menjadi lokasi penelitian. Data primer dari masyarakat
bersumber pada Kepala Kelurahan, Perangkat Kelurahan dan masyarakat
pengguna layanan Program LARASITA. Kelompok masyarakat Kota
Salatiga sebagai pengguna layanan publik dari Program LARASITA,
diambil pendapatnya sebagai data pendukung terhadap kegiatan proses
layanan publik. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan data yang akurat dan
dapat dipertanggungjawabkan.
2. Data Sekunder
Adalah data yang diperoleh secara tidak langsung, yaitu dengan mengutip
sumber-sumber sekunder melalui dokumen, buku-buku, arsip, hasil penelitian,
dan peraturan perundangan. Dalam penelitian ini data sekunder yang diambil
adalah sebagai berikut :
a. Data Profil Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2013.
b. Data Profil Kota Salatiga Tahun 2012.
c. Struktur Organisasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
d. Peta Wilayah Kota Salatiga.
e. Data Tanah yang sudah terdaftar (bersertipikat) di Kota Salatiga.
f. Data tentang BMN (Barang Milik Negara) pada Kantor Pertanahan Kota
Salatiga.
g. DIPA (Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran) Kantor Pertanahan Kota
Salatiga Tahun 2013.
42
h. Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 18 Tahun
2009 Tentang LARASITA Badan Pertanahan Republik Indonesia.
i. Lampiran Peraturan Kepala Badan Pertanahan Republik Indonesia No. 18
Tahun 2009.
j. Foto-Foto Kegiatan Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota
Salatiga.
D. Teknik Penentuan Informan
Organisasi / institusi yang akan dilakukan penelitian adalah Kantor
Pertanahan Kota Salatiga. Informan internal (responden aparatur) , adalah seluruh
aparat birokrat yang terlibat dalam Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota
Salatiga. Dalam penelitian ini penulis menggunakan cara pengambilan sampel
dengan Snowball Sampling. Snowball Sampling ialah penarikan sampel bertahap
yang makin lama jumlah respondennya semakin bertambah besar (Slamet,
2011:63).
Penarikan sampel dengan cara snowball melalui beberapa tahap. Tahap
pertama mengidentifikasi seseorang yang kita anggap sebagai responden yang
memenuhi syarat bagi tujuan penelitian (Slamet, 2011:63). Informan pertama
dalam penelitian ini adalah Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan
Kantor Pertanahan Kota Salatiga karena dianggap paling mengetahui dan
memenuhi syarat bagi tujuan penelitian. Langkah kedua mewawancarai informan
lain yang kelasnya di bawah informan pertama, dalam hal ini Kepala Sub Seksi
Pemberdayaan Masyarakat Kantor Pertanahan Kota Salatiga, selanjutnya Kepala
43
Seksi Pengendalian Pertanahan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan Petugas
Tim Program LARASITA.
Informan eksternal (responden masyarakat), yaitu kelompok masyarakat
Kota Salatiga yang telah mendapatkan pelayanan Program LARASITA. Dalam
penelitian ini penentuan informan eksternal, menggunakan teknik purposive
sampling. Teknik purposive sampling, yaitu memilih informan yang dianggap
mengetahui informasi dan masalahnya secara mendalam dan dapat dipercaya
untuk menjadi sumber data yang mantap (HB Sutopo, 2002:56).
E. Teknik Pengumpulan Data
Sumber data dalam penelitian ini adalah kata-kata dan tindakan para
informan sebagai data primer dan tulisan atau dokumen-dokumen yang
mendukung pernyataan informan. Hal ini sebagaimana dinyatakan Lofland
(Moleong, 2000:112) bahwa sumber data utama dalam penelitian kualitatif adalah
kata-kata dan tindakan. Selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan
lain- lain.
Adapun teknik pengumpulan data yang dilakukan dalam penelitian ini
sebagai berikut.
1. Observasi. Observasi adalah teknik pengumpulan data yang bersifat non
verbal. Sekalipun dasar utama daripada metode observasi adalah
penggunaan indera visual, tetapi dapat juga melibatkan indera-indera lain
seperti pendengaran, rabaan dan penciuman (Slamet, 2006 : 85-86).
Berkaitan dengan teknik observasi, peneliti melakukan pengamatan
terhadap berbagai aktivitas, kejadian dan interaksi yang terjadi dalam
44
proses implementasi Program LARASITA. Meliputi variabel
implementasi sebagai berikut :
a. Komunikasi : antar para implementor internal (koordinasi) antar seksi
pelaksana Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota
Salatiga. Antara implementor dengan kelompok sasaran (masyarakat
pengguna jasa layanan).
b. Sumber daya : sumberdaya manusia pada Kantor Pertanahan Kota
Salatiga, pendanaan , peralatan dan tehnologi serta metode yang
digunakan.
c. Sikap aparat birokrat dalam mengimplementasikan Program
LARASITA.
d. Struktur Birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
2. Wawancara Mendalam. Wawancara mendalam merupakan salah satu cara
mendapatkan informasi dengan bertanya langsung kepada informan. Hasil
wawancara ditentukan oleh beberapa faktor yang berinteraksi dan
mempengaruhi arus informasi, yaitu pewawancara, responden, topik penelitian
dan situasi wawancara (Irawati Singarimbun dalam Masri Singarimbun dan
Sofian Effendi, 1989:192).
Dalam penelitian ini, wawancara akan dilakukan dengan pejabat di
lingkungan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, Provinsi Jawa Tengah yang
berhubungan dengan penelitian ini berkaitan dengan kebijakan dan stategi
yang dibuat di tingkat Kantor Pertanahan, yaitu Kepala Kantor Pertanahan
Kota Salatiga, Kepala Seksi Pengendalian & Pemberdayaan, Kepala sub Seksi
45
Pemberdayaan Masyarakat, Kepala Sub Seksi Pengendalian Pertanahan dan
petugas Tim LARASITA. Jumlah informan internal yang diwawancari
sebanyak 6 (enam orang). Wawancara dilakukan pada tanggal 29 Juli 2013
jam 08.00 WIB sampai dengan selesai. Karakteristik dari informan internal
adalah terbuka, komunikatif serta mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi
yaitu sarjana S1.
Wawancara juga dilakukan kepada informan eksternal (masyarakat
penerima layanan Program LARASITA). Dilakukan dengan cara memberi
seperangkat pertanyaan untuk dijawab. Daftar pertanyaan dibuat terlebih
dahulu dan dijadikan pedoman dalam melakukan wawancara. Dibutuhkan
teknik-teknik wawancara yang baik guna mendapatkan jawaban yang sesuai
dengan kenyataan di lapangan. Metode ini cukup efektif dan efisien, apabila
teknik wawancara yang dikembangkan sangat baik.
Jumlah informal yang diwawancari sejumlah 5 (lima) orang
merupakan perwakilan dari masing-masing kecamatan yang berjumlah 4
(empat) di Kota Salatiga. Yaitu Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Sidomukti,
Kecamatan Argomulyo masing-masing 1 (satu) orang dan Kecamatan
Tingkir 2 (dua) orang. Wawancara dilaksanakan pada tanggal 30 s.d 31 Juli
2013. Karakteristik dari informan eksternal adalah sangat komunikatif dan
kooperatif serta mempunyai tingkat pendidikan yang tinggi yaitu sarjana S1.
3. Kajian Dokumentasi. Hal ini merupakan upaya untuk mendapatkan data
sekunder yang berasal dari buku panduan organisasi atau program, laporan
46
kegiatan, evaluasi program, maupun jenis dokumentasi lainnya. Hal-hal yang
didokumentasikan adalah kegiatan selama pelayanan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga melalui Program LARASITA.
F.Validitas data
Teknik pemeriksaan validitas data yang digunakan yaitu dengan
menggunakan teknik triangulasi yaitu teknik pemeriksaan keabsahan data yang
memanfaatkan sesuatu yang lain di luar data itu untuk keperluan pengecekan
atau sebagai pembanding terhadap data itu. Dalam proses trianggulasi data yang
dilakukan adalah dengan trianggulasi sumber. Sumber data terdiri dari informan
internal yaitu aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga akan diperoleh data
perihal layanan publik yang diberikan kepada masyarakat dan bagaimanakah
menyikapi keluhan dari masyarakat. Sedangkan dari kelompok masyarakat
pengguna layanan akan diperoleh data atau informasi tentang aspek pelayanan
publik yang diberikan oleh petugas Kantor Pertanahan Kota Salatiga dan
bagaimanakah penilaian masyarakat tentang penyikapan yang diberikan. Dari dua
sumber data tersebut diharapkan diperoleh data dan informasi yang saling
mendukung dan dapat dipertanggungjawabkan.
Dalam teknik triangulasi sumber berarti membandingkan dan mengecek
balik derajat kepercayaan suatu informasi yang diperoleh melalui waktu dan alat
yang berbeda. Triangulasi dapat diperoleh dengan cara :
1. Membandingkan data hasil pengamatan dengan data hasil wawancara.
47
2. Membandingkan apa yang dikatakan di depan umum dengan apa yang
dikatakan secara pribadi.
3. Membandingkan hasil wawancara dengan dokumen.
4. Membandingkan apa yang dikatakan orang sepanjang waktu dengan situasi
pengamatan/penelitian.
5. Membandingkan keadaan dan perspektif seseorang dengan berbagai pendapat
dan pandangannya (Lexy J. Moleong, 1998:178).
G. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis interaktif dari Miles
and Huberman. Dalam model ini ada tiga komponen yaitu pengumpulan data,
reduksi data, dan penyajian data. Aktifitas penarikan kesimpulan berbentuk
interaksi dengan proses pengumpulan data sebagai suatu proses siklus.
Reduksi data diartikan sebagai proses pemilihan, pemusatan perhatian
pada penyederhanaan, pengabstrakan dan transformasi data “kasar” yang muncul
dari catatan-catatan tertulis di lapangan. Reduksi data berlangsung terus-menerus
selama kegiatan penelitian berlangsung di lapangan. Bahkan sebelum data benar-
benar terkumpul, antisipasi akan adanya reduksi data sudah nampak. Selama
pengumpulan data berlangsung, terjadilah tahapan reduksi berikutnya yaitu
membuat ringkasan, mengkode, menelusur tema, membuat gugus-gugus,
membuat pemilihan data, menulis memo. Reduksi data ini berlanjut terus sesudah
penelitian data di lapangan, sampai laporan akhir lengkap tersusun.
Penyajian data, sama halnya dengan reduksi data, penciptaan dan
48
penggunaan penyajian data tidaklah terpisah dari analisisnya. Ia merupakan
bagian dari analisis. Selanjutnya adalah penarikan kesimpulan, penarikan
kesimpulan adalah hanya sebagian dari konfigurasi yang utuh. Kesimpulan-
kesimpulan juga diverifikasi selama penelitian berlangsung, yaitu dengan cara
merefleksikan kembali apa yang telah kembali ditemukan serta bertukar pikiran
dengan teman sejawat untuk memperoleh kebenaran “intersubyektif” (Slamet,
2008:140).
49
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum Kantor Pertanahan Kota Salatiga
Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan instansi vertikal dari Badan
Pertanahan Nasional Republik Indonesia (BPN RI). BPN RI terbentuk sesuai
dengan Keputusan Presiden Republik Indonesia dengan nomor 26 tahun 1988,
pada tahun 2006 diadakan perubahan struktur baik di BPN Pusat, Kanwil, maupun
Kantor Pertanahan Kota/Kabupaten.
Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang merupakan instansi pelayanan
publik di daerah, dalam melakukan tugas pelayanan tidak lepas dari Sebelas
agenda Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia, yaitu :
1. Membangun kepercayaan masyarakat pada badan pertanahan nasional RI.
2. Meningkatkan pelayanan dan pelaksanaan pendaftaran tanah serta sertipikasi
tanah secara menyeluruh di seluruh Indonesia.
3. Memastikan penguatan atas hak-hak tanah.
4.Menyelesaikan persoalan-persoalan pertanahan di daerah-daerah korban
bencana alam dan di daerah-daerah konflik diseluruh tanah air.
5.Menangani dan menyelesaikan perkara, masalah, sengketa dan konflik
pertanahan di seluruh Indonesia secara sistematis.
6. Membangun sistem informasi dan manajemen pertanahan (SIMTANAS) dan
sistem pengamanan dokumen pertanahan di seluruh Indonesia.
50
7. Menangani masalah KKN serta meningkatkan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat.
8. Membangun database penguasaan dan pemilikan tanah
9.Melakasanakan secara konsisten semua peraturan perundang-undangan
pertanahan yang telah ditetapkan.
10.Menata kelembagaan Pertanahan Nasional.
11.Mengembangkan dan memperbaharui politik, hukum dan kebijakan
pertanahan.
1. Lokasi
Wilayah pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, meliputi seluruh
Kota Salatiga. Kota Salatiga merupakan bagian dari wilayah Propinsi Jawa
Tengah yang berada pada jalur lalu-lintas regional Semarang – Solo. Terletak
antara 007°17´00" dan 007°17´23" Lintang Selatan danantara 110°27´56,81" dan
110°32´4,64"Bujur Timur dan keseluruhan wilayahnya berada dibagian dalam
wilayah Kabupaten Semarang, dengan batas-batas antara lain:
- Sebelah Utara: Kabupaten Semarang (Kec. Pabelan dan Kec. Tuntang).
- Sebelah Selatan: Kabupaten Semarang (Kec. Getasan dan Kec. Tengaran)
- Sebelah Timur: Kabupaten Semarang (Kec. Pabelan dan Kec. Tengaran)
- Sebelah Barat: Kabupaten Semarang (Kec. Tuntang dan Kec. Getasan).
Untuk lebih jelasnya Wilayah Kota Salatiga dapat dilihat pada Peta sebagai mana
Gambar 4.1 di bawah ini :
51
Peta Wilayah Kota Salatiga
-
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2010
Dengan luas 5.678,11 Km², secara administratif Kota Salatiga terdiri dari
4 Kecamatan yaitu Kecamatan Sidorejo, Kecamatan Tingkir, Kecamatan
Argomulyo dan Kecamatan Sidomukti dengan jumlah kelurahan sebanyak 22
Kelurahan. Luas wilayah berdasarkan kecamatan dan kelurahan ditunjukkan
seperti pada Tabel 4.1. di bawah ini.
52
Tabel 4.1 Luas Wilayah Salatiga Berdasarkan
Kecamatan dan Kelurahan
NO KECAMATAN LUAS (Ha)
1 KECAMATAN SIDOREJO
1.624,72
1. Kelurahan Blotongan 423,80
2. Kelurahan Sidorejo Lor 271,60
3. Kelurahan Salatiga 202,00
4. Kelurahan Bugel 294, 37
5. Kelurahan Kauman Kidul 195,85
6. Kelurahan Pulutan 237,10
2 KECAMATAN TINGKIR
1.054.85
1. Kelurahan Kuto Winangun 293,75
2. Kelurahan Gendonga 68,90
3. Kelurahan Kalibening 99,60
4. Kelurahan Sidorejo Kidul 277,30
5. Kelurahan Tingkir Lor 177,50
6. Kelurahan Tingkir Tengah 137,80
3 KECAMATAN ARGOMULYO
1.852,69
1. Kelurahan Noborejo 332,20
2. Kelurahan Ledok 187,33
3. Kelurahan Tegalrejo 188,40
4. Kelurahan Kumpulrejo 629,03
5. Kelurahan Randuacir 377,0
6. Kelurahan Cebongan 138,10
4 KECAMATAN SIDOMUKTI
1.145,85
1. Kelurahan Kecandran 399,20
2. Kelurahan Dukuh 377,25
3. Kelurahan Mangunsari 290,77
4. Kelurahan Kalicacing 78,73
JUMLAH 5.678,11
Sumber : Profil Daerah Salatiga 2010
Kondisi geografis serta sosial ekomoni wilayah akan berimplikasi,
terhadap implementasi suatu kebijakan dalam hal ini adalah Program
LARASITA. Sebagaimana penjelasan terdahulu bahwa LARASITA adalah,
program pelayanan sertipikasi tanah yang mendatangi masyarakat pengguna jasa,
di kelurahan-kelurahan. Masing-masing daerah mempunyai karakteristik
penduduk yang berbeda-beda.
53
Menurut Christensen (1995 : 17) karakteristik penduduk yang meliputi
jumlah, kepadatan dan tingkat heterogenitas merupakan elemen mendasar dalam
melihat aspek lokalitas suatu daerah. Perbedaan antara daerah rural dengan urban,
kota besar dan kota kecil, maupun antara kabupaten dengan kota merupakan
determinan penting dalam menjelaskan perbedaan dinamika politik masyarakat.
Masyarakat perkotaan seperti hal nya di Kota Salatiga relatif lebih kritis
terhadap kinerja birokrasi Kantor Pertanahan dalam mengimplementasikan
Program LARASITA dibandingkan dengan masyarakat pedesaan yang masih
serba terbatas akses informasi dan pengetahuannya.
Dalam hal jumlah penduduk, semakin besar jumlah penduduk di suatu
daerah biasanya akan membuat kondisi masyarakat semakin kompleks, semakin
banyak permasalahan publik dan semakin memerlukan pengaturan serta
pengorganisasian oleh birokrasi pemerintah. Berbagai kelompok dengan beragam
kepentingan akan bermunculan di masyarakat. Birokrasi dituntut dapat memenuhi
kebutuhan publik akan penyelenggaraan pelayanan yang diperlukan. (Dwiyanto,
2006 : 131)
2. Organisasi
Berdasarkan Presiden No 10 tahun 2006 tentang Badan Pertanahan
Nasional , Pasal 1 menyebutkan bahwa Badan Pertanahan Nasional adalah
Lembaga Pemerintah Non Departeman yang berada dibawah dan bertanggung
jawab kepada Presiden. Kemudian untuk melaksanakan fungsi Badan Pertanahan
Nasional di daerah dikeluarkanlah Peraturan Peraturan Kepala Badan Pertanahan
54
Nasional Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2006 tentang Organisasi dan Tata
Kerja Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan instansi pelayanan publik di
daerah yang berada di bawah Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia
(BPN RI), merupakan instansi vertikal yang menyelenggarakan pelayanan
pertanahan. Unit layanan vertikal adalah unit layanan yang berada di bawah
kementerian / lembaga pusat tetapi memiliki layanan sampai di tingkat daerah.
Pelayanan yang diberikan antara lain pelayanan pembuatan sertipikat hak atas
tanah dan pelayanan kadastral (survey tanah, pengukuran tanah dan pemetaan
tanah).
Sesuai dengan peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional nomor 4
Tahun 2006, maka dapat diketahui struktur organisasi Kantor Pertanahan. Kantor
Kota Salatiga dipimpin oleh seorang Kepala Kantor yang bertanggung jawab
kepada Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia melalui Kepala
Kantor Wilayah Badan Pertanahan Nasional Provinsi Jawa Tengah. Kepala
Kantor Pertanahan Kota Salatiga, membawahi :
a. Kepala Sub Bagian Tata Usaha, yang membawahi : Kepala Urusan Umum &
Kepegawaian serta Kepala Urusan Perencanaan & Keuangan.
b. Kepala Seksi Survey, Pengukuran & Pemetaan, yang membawahi : Kepala
Sub Seksi Pengukuran & Pemetaan serta Kepala Sub Seksi Tematik &
Potensi Tanah.
c. Kepala Seksi Hak Tanah & Pendaftaran Tanah, yang membawahi : Kepala
Sub Seksi Penetapan Hak Tanah, Kepala Sub Seksi Pengaturan Tanah
55
Pemerintah, Kepala Sub Seksi Pendaftaran Hak, Kepala Sub Seksi Peralihan,
Pembebanan Hak dan PPAT.
d. Kepala Seksi Pengaturan & Penataan Pertanahan, yang membawahi : Kepala
Sub Seksi Penatagunaan Tanah & Kawasan Tertentu serta Kepala Sub Seksi
Landreform & Konsolidasi Tanah.
e. Kepala Seksi Pengendalian & Pemberdayaan, yang membawahi : Kepala Sub
Seksi Pengendalian Pertanahan dan Kepala Sub Seksi Pemberdayaan
Masyarakat.
f. Kepala Seksi Sengketa, Konflik & Perkara, membawahi : Kepala Sub Seksi
Perkara Pertanahan serta Kepala Sub Seksi Sengketa & Konflik Pertanahan
3. Tugas Pokok dan Fungsi Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Kantor Pertanahan Kota Salatiga mempunyai tugas melaksanakan
sebagian tugas dan fungsi Badan Pertanahan Nasional di Kota Salatiga. Dalam
menyelenggarakan tugasnya, Kantor Pertanahan mempunyai fungsi :
a. Penyusunan rencana, program, dan penganggaran dalam rangka pelaksanaan
tugas pertanahan;
b. Pelayanan, perijinan, dan rekomendasi di bidang pertanahan;
c. Pelaksanaan survei, pengukuran, dan pemetaan dasar, pengukuran, dan
pemetaan bidang, pembukuan tanah, pemetaan tematik, dan survei potensi
tanah;
56
d. Pelaksanaan penatagunaan tanah, landreform, konsolidasi tanah, dan penataan
pertanahan wilayah pesisir, pulau-pulau kecil, perbatasan, dan wilayah
tertentu;
e. Pengusulan dan pelaksanaan penetapan hak tanah, pendaftaran hak tanah,
pemeliharaan data pertanahan dan administrasi tanah aset pemerintah;
f. Pelaksanaan pengendalian pertanahan, pengelolaan tanah negara, tanah
terlantar dan tanah kritis, peningkatan partisipasi dan pemberdayaan
masyarakat;
g. Penanganan konflik, sengketa, dan perkara pertanahan;
h. Pengkoordinasian pemangku kepentingan pengguna tanah;
i. Pengelolaan Sistem Informasi Manajemen Pertanahan Nasional
(SIMTANAS);
j. Pemberian penerangan dan informasi pertanahan kepada masyarakat,
pemerintah dan swasta;
k. Pengkoordinasian penelitian dan pengembangan;
l. Pengkoordinasian pengembangan sumberdaya manusia pertanahan;
m. Pelaksanaan urusan tata usaha, kepegawaian, keuangan, sarana dan prasarana,
perundang-undangan serta pelayanan pertanahan.
Walaupun Kantor Pertanahan Kota Salatiga sudah melaksanakan sebagian
tugas pokok dan fungsi dari BPN RI , namun pada tataran unit di daerah ini
belum mempunyai visi dan misi Kantor Pertanahan yang jelas. Hal ini
disebabkan banyaknya kepentingan-kepentingan individu terkait dengan
pelayanan yang diberikan kepada masyarakat. Tidak adanya Visi dan Misi
57
kantor, menyebabkan tujuan dari organisasi menjadi kabur dan multidimensional.
Sejalan dengan pendapat dari Agus Dwiyanto (2006) :
“Kenyataan bahwa birokrasi publik memiliki stakeholder yang banyak
dan memiliki kepentingan yang sering berbenturan satu dengan lainnya
membuat birokrasi publik mengalami kesulitan untuk merumuskan misi
yang jelas. Akibatnya, ukuran kinerja organisasi publik dimata para
stakeholder juga berbeda-beda.”
Kantor Pertanahan Kota Salatiga memberikan pelayanan bidang
pertanahan kepada seluruh penduduk Kota Salatiga, maka kondisi demografis
perlu ditampilkan dalam pembahasan ini karena, sebagai gambaran bahwa dari
jumlah penduduk tersebut dapat diketahui data awal besaran layanan dan jumlah
pengguna layanan di masing-masing kelurahan. Pada daerah-daerah yang lebih
padat penduduknya dimungkinkan akan membutuhkan layanan yang lebih
beragam dan pengguna yang lebih banyak pula. Sebaliknya pada daerah-daerah
yang penduduknya lebih sedikit maka jumlah layanan yang diberikan juga
semakin sedikit.
Dari segi demografi, jumlah penduduk Kota Salatiga menunjukkan trend
meningkat dari tahun ke tahun. Pada tahun 2006 jumlah penduduk Kota Salatiga
sebanyak 176.795 jiwa dan pada tahun 2006 menurun sejumlah 9.751 menjadi
167.044 jiwa namun pada tahun 2010 meningkat menjadi 174.621 jiwa.
Peningkatan jumlah penduduk tersebut berdampak pada kepadatan yang
timbul dan sudah mulai terasa pada pusat kota yang meliputi beberapa kelurahan
seperti Salatiga, Kutowinangun, Gedongan dan Kelurahan Kalicacing sebagai
pusat konsentrasi permukiman dan aktivitas utama dengan tingkat kepadatan rata-
58
LUAS JLH KEPADATAN
(km²) PENDUDUK per km²
I SIDOREJO 16.247 50,647 3,117
1 Blotongan 4.238 11,683 2,757
2 Siderejo Lor 2.716 13,349 4,915
3 Salatiga 2.02 15,690 7,767
4 Bugel 2.944 2,745 932
5 Kauman Kidul 1.958 3,931 2,008
6 Pulutan 2.371 3,249 1,370
II TINGKIR 15.549 40,377 2,597
1 Kutowinangun 2.938 20,301 6,910
2 Gendongan 0.689 5,838 8,473
3 Sidorejo kidul 5.996 4,261 711
4 Kalibening 2.775 1,641 591
5 Tingkir Lor 1.773 3,962 2,235
6 Tingkir Tengah 1.378 4,374 3,174
III ARGOMULYO 18.536 43,666 2,356
1 Noborejo 3.332 5,589 1,677
2 Ledok 1.873 10,051 5,366
3 Tegalrejo 1.884 11,109 5,896
4 Kumpulrejo 6.29 7,322 1,164
5 Randuacir 3.776 5,178 1,371
6 Cebongan 1.381 4,417 3,198
IV SIDOMUKTI 11.46 39,931 3,484
1 Kecandran 3.933 5,323 1,353
2 Dukuh 3.772 11,084 2,938
3 Mangunsari 2.908 16,275 5,597
4 Kalicacing 0.787 7,249 9,211
2010 61.792 174,621 2,826
2009 61.792 170,022 2,752
2008 61.792 167,044 2,703
2007 57.031 167,261 2,933
2006 56.781 176,795 3,114
2005 56.781 176,183 3,103
NoKECAMATAN
KELURAHAN
JUMLAH TOTAL
rata 7,627jiwa/km2. Hal itu akan berpengaruh terhadap peningkatan kebutuhan
layanan di bidang pertanahan. Tingkat kepadatan penduduk untuk masing- masing
kelurahan ditunjukkan dalam Tabel 4.2 . di bawah ini.
Tabel 4.2 Tingkat Kepadatan Penduduk Kelurahan di Kota Salatiga
Sumber : Dinas Kependudukan & Catatan Sipil Kota Salatiga , 2010
Kondisi demografis perlu untuk ditampilkan dalam pembahasan ini
sebagai gambaran bahwa dari jumlah penduduk tersebut dapat diketahui data awal
besaran layanan dan jumlah pengguna layanan di masing-masing kelurahan. Pada
daerah-daerah yang lebih padat penduduknya dimungkinkan akan membutuhkan
59
layanan yang lebih beragam dan pengguna yang lebih banyak pula. Sebaliknya
pada daerah-daerah yang penduduknya lebih sedikit maka jumlah layanan yang
diberikan juga semakin sedikit.
4. Sumber Daya Manusia
Pegawai Kantor Pertanahan Kota Salatiga terdiri dari 46 orang PNS dan
16 orang Pegawai tidak tetap (Non PNS). Dari 46 orang PNS tersebut, yang
menduduki jabatan fungsional sebanyak 4 orang dan jabatan struktural adalah
sebanyak 21 orang, terdiri dari :
- 1 orang pejabat eselon III ( Kepala Kantor Pertanahan)
- 6 orang pejabat eselon IV ( 5 Kepala Seksi dan 1 Kepala Sub Bagian)
- 14 orang pejabat eselon V (Kepala Sub Seksi)
- Sedangkan yang 25 orang adalah staf.
Pada saat dilakukan observasi ke Kantor Pertanahan Kota Salatiga, maka
didapatkan data Pejabat Struktural per Tanggal 1 Juni 2013 sebagai berikut :
Tabel 4.3. Data Pejabat Struktural Kantor Pertanahan Kota Salatiga
No. Nama Jabatan Eselon
1. Ronald F.P.M. Lumban Gaol, S.H.,
M.M.
Kepala Kantor III
2. Ir. Sri Kusrini Maruti Ka. Sub. Bag. Tata Usaha IV
3. Samsul Ma‟rif, BSc. Kasi SPP IV
4. Ana Pujiastuti, SH Kasi HTPT IV
5. - Kasi PPP IV
6. Nurakhmi Suryandari, APtnh Kasi P&P IV
7. Efrizal, SH Kasi SKP IV
8. Drs. Sri Wahyuni Kaur Perencanaan &
Keuangan
V
60
No. Nama Jabatan Eselon
9. Sri Suhasmi, SH Kaur Umum & Kepe-
gawain
V
10. Adi Susilo, APtnh Kasubsi Pengukuran &
Pemetaan
V
11. Bambang Sutopo, SP Kasubsi Tematik &
Potensi Tanah.
V
12. Trining Handayani,SE,MSi Kasubsi Pendaftaran Hak V
13. Bambang Prajuritno, SH Kasubsi Penetapan Hak V
14. Yuwantoro,SH Kasubsi Pengaturan Tanah
Pemerintah
V
15. E. Mia Puji Rahayu, SH Kasubsi Peralihan,
Pembebanan Dan PPAT
V
16. Maryanto, SH Kasubsi Landreform Dan
Konsolidasi Tanah
V
17. M. Taufik Purwanto Kasubsi Penatagunaan
Tanan Dan Kawasan
Tertentu
V
18. Dwi Haryo Seno Kasubsi Pengendalian
Pertanahan
V
19. Nur Solikhin, SP Kasubsi Pemberdayaan
Masyarakat
V
20. Eko widiatmo, SH Kasubsi Perkara
Pertanahan
V
21. Sri Boediarti Wahyuningsih,SH Kasubsi Sengketa Dan
Konflik Pertanahan
V
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2012
d.
JUMLAH PNS MENURUT GOLONGAN
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
Pengatur Muda ( II/a )
Pengatur Muda Tk. I ( II/b )
Pengatur ( III/c )
Pengatur Tk. I ( II/d )
Penata Muda ( III/a )
Penata Muda Tk. I ( III/b )
Penata ( III/c )
: 3 Orang
: 2 Orang
: 3 Orang
: 1 Orang
: 1 Orang
: 12 Orang
: 7 Orang
61
8.
9.
Penata Tk. I ( III/d )
Pembina ( IV/a )
JUMLAH
: 17 Orang
: 1 Orang
: 46 Orang
e. Bila dilihat dari tingkat pendidikan formalnya pegawai Kantor Pertanahan Kota
Salatiga sebagaimana pada Tabel 4.4 di bawah ini :
Tabel 4.4
JUMLAH PNS MENURUT TINGKAT PENDIDIKAN FORMAL
NO BAGIAN/SEKSI
TINGKAT PENDIDIKAN JUMLAH
SD SMP SMA AKD D.IV S.1 S.2
1.
2. 3.
4.
5. 6.
SUB BAGIAN TU
SEKSI SPP SEKSI HTPT
SEKSI PPP
SEKSI PP SEKSI SKP
1
- 1
-
- -
1
2 -
-
- -
3
3 5
3
- -
1
2 -
-
1 -
1
3 1
-
1 -
2
2 5
1
1 3
1
- 2
-
- -
10
12 14
4
3 3
JUMLAH 2 3 14 4 6 14 3 46
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013
Dari Tabel di atas dapat diketahui kondisi tingkat pendidikan aparat
birokrat Kantor Pertanahan Kota Salatiga cukup heterogen. Hal tersebut
mempengaruhi orientasi perubahan dalam pelayanan. Rendahnya tingkat
pendidikan sebagian aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga menyebabkan
orientasi birokrasi pada perubahan cenderung rendah.
Dampak dari banyaknya aparat birokrat yang berpendidikan rendah adalah
aparat tidak berani untuk bicara mengenai kemajuan organisasinya. Bagi aparat
dari kelompok tersebut mereka hanya pelaksana. Keadaan tersebut membuat
mereka pasif dalam berpikir dan bertindak untuk kemajuan organisasi, apalagi
62
menciptakan pelayanan yang memuaskan bagi masyarakat pengguna jasa layanan
Program LARASITA. Tingkat pendidikan juga mempengaruhi kualitas aparat
birokrat dan kinerja organisasi pelayanan publik, dalam hal ini layanan sertipikasi
tanah bagi masyarakat melalui Program LARASITA.
5. Sarana dan Prasarana
Pengamatan fisik dilakukan di lapangan untuk mengamati secara
seksama terhadap kondisi perkantoran sebagai tempat pengimplementasian
Program LARASITA. Serta tempat para aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga
memberikan pelayanan pertanahan kepada masyarakat. Hal ini dilakukan karena,
faktor sarana dan prasarana kantor ini mempunyai hubungan erat dengan
responsivitas pelayanan publik.
Kantor Pertanahan Salatiga terletak di Jl. Imam Bonjol No. 42 Kota
Salatiga, dengan luas tanah 2.640 M2 dan luas bangunan 679 M2. Bangunan
Kantor Pertanahan Kota Salatiga adalah berlantai sati, merupakan peninggalan
jaman colonial yang sudah mengalami rehabilitasi ringan pada tahun 2010.
Sedangkan pemanfaatan gedung kantor secara rinci dapat dilihat pada
Tabel 4.5 di bawah ini.
63
Tabel 4.5. PEMANFAATAN GEDUNG KANTOR
No. Pemanfaatan Luas (M2)
1. Loket Pelayanan 14
2. Ruang Mediasi 8
3. Lobby (ruang tunggu pelayanan) 35
4. Ruang Kepala Kantor 27
No. Pemanfaatan Luas (M2)
5. Ruang Sub Bagian TU 28
6. Ruang Perencanaan dan Keuangan 18
7. Ruang Kepala Seksi HT & PT 12
8. Ruang Sub Seksi Penetapan Hak dan PTP 30
9. Ruang Sub Seksi Pendaftaran Hak 25
10. Ruang Buku Tanah dan Warkah 17
11. Ruang Buku Tanah dan Warkah 53
12. Ruang Sub Seksi PPH dan PPAT 36
13. Ruang Sub Seksi Tematik dan Potensi Tanah 14
14. Ruang Server 10
15. Ruang Komputer Petugas Ukur 10
16. Ruang Kepala Seksi Pengukuran dan Pemetaan 10,5
17. Ruang Sengketa, Konflik dan Perkara 28
18. Ruang Kasubsi Pengukuran dan Pemetaan 10,5
19. Ruang Petugas Ukur dan Peta 60
20. Ruang Warkah SU dan GU 31,5
21. Ruang Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan 23
22. Ruang Seksi Pengaturan dan Penataan Pertanahan 32,5
23. Ruang Kepala Seksi PPP 10
24. Aula 55
25. Kantin 17
26. Penjaga Kantor 24
27. Gudang 15
28. Mushola 12,25
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013
Sarana yang dimiliki Kantor Pertanahan Kota Salatiga adalah : server 2
unit dalam ruang ber- Ac, jaringan Internet, daya listrik 13.000 watt, PC
Komputer sejumlah 30 unit, Laptop 10 unit serta seperangkat alat ukur tanah
64
seperti Total Station, Theodolite dan meteran. Sedangkan prasarana kendaraan
yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat dilihat pada Tabel 4.6.
sebagai berikut.
Tabel. 4.6 Sarana Kendaraan Dinas Roda 4 dan Roda 2
Kantor Pertanahan Kota Salatiga
No. Jenis kendaraan No Polisi Kondisi
A.
1.
2.
3.
4.
5.
B.
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
10.
11.
12.
13.
14.
15.
Kendaraan Roda 4
Toyota Kijang Inova
Toyota Kijang LSX
Toyota Kijang Super
Daihatsu Espass
Mitsubishi L 300 Larasita
Kendaraan Dinas Roda 2
Honda Win
Honda GL 100
Honda GL 100
Honda GL MAX
Suzuki RC 100
Suzuki Smash
Suzuki Shogun 125 R
Honda CG 110 E
Honda Supra X 125
Suzuki Thunder 125 A Larasita
Suzuki Thunder 125 A Larasita
Suzuki A 100
Suzuki A 100
Honda Win
Honda Win
H.88 B
H 9504 KB
H 9504 JB
H 9505 KB
H 9508 AB
H 9979 AB
H 9761 B
H 9673 B
H 9622 AB
H 9968 AB
H 9578 BB
H 9950 B
H 9714 B
H 9884 AB
H 9949 BB
H 9950 BB
B 3838 EQ
B 5148 EQ
B 4707 KQ
B 4767 KQ
Sangat Baik
Baik
Rusak Berat
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Baik
Rusak
Ringan
Rusak
Ringan
Rusak
Ringan
Rusak
Ringan
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013
Dari pengamatan terhadap sarana dan prasarana yang dimiliki oleh Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa sarana dan prasarana tersebut
sudah cukup memadai dalam memberikan responsivitas pelayanan pertanahan
kepada masyarakat Kota Salatiga.
65
6. Sumber Dana
Dana untuk mendukung pelaksanaan program kerja Kantor Pertanahan
Kota Salatiga bersumber dari DIPA (Daftar Isian Penggunaan Anggaran) yang
berasal dari Dana APBN. Sumber dana DIPA terdiri dari Rupiah Murni dan
Penerimaan Bukan Pajak (PNBP). PNBP adalah dana dari masyarakat yang
menggunakan layananan yang disetorkan ke Kas Negara, selanjutnya berdasarkan
prosentasi dapat dipergunakan oleh satuan kerja yang bersangkutan, dalam hal ini
Kantor Pertanahan Kota Salatiga, antara lain untuk biaya pengelolaan pertanahan.
Pada tahun 2013 Kantor Pertanahan Kota Salatiga mendapatkan alokasi dana dari
APBN dalam bentuk rupiah murni sebanyak Rp 3.958.834.000,- (tiga milyard
sembilan ratus lima puluh delapan juta delapan ratus tigapuluh empat ribu rupiah).
7. Jenis Pelayanan
Jenis-Jenis pelayanan pertanahan pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga
adalah sebagai berikut :
a. Pelayanan Pendaftaran Pertama Kali :
1) Pemberian Hak Konversi, Pengakuan dan Penegasan Hak .
2) Wakaf dari Tanah Belum bersertipikat ( Konversi, Pengakuan dan
Penegasan Hak ).
3) Wakaf dari Tanah Negara.
4) P3MB/Prk.
5) Pendaftaran Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun .
6) Pemberian Hak Guna Usaha (Hak Guna Usaha Perorangan/Badan
Hukum)
66
b. Pelayanan Pemeliharaan Data Pendaftaran Tanah :
1) Peralihan Hak Atas Tanah dan Satuan Rumah Susun .
2) Ganti Nama Sertipikat Hak Atas Tanah dan Hak Milik Atas Rumah
Susun.
3) Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Usaha.
4) Perpanjangan Jangka Waktu Hak Guna Bangunan / Hak Pakai.
5) Perpanjangan Hak Milik Atas Satuan Rumah Susun .
6) Pembaruan Hak Guna Bangunan / Hak Pakai dan Pemberian Hak Guna
Bangunan / Hak Pakai diatas Hak Pengelolaan.
7) Pembaruan Hak Guna Usaha Perorangan/Badan Hukum.
8) Wakaf dari Tanah Yang Sudah Bersertipikat.
9) Perubahan Hak Atas Tanah.
10) Sertipikat Pengganti Hak Atas Tanah, Hak Milik Atas Rumah Susun, dan
Hak Tanggungan.
c. Pelayanan Pencatatan dan Informasi Pertanahan :
1) Pencatatan : Blokir, Sita, Pengangkatan Sita.
2) Informasi Pertanahan : Pengecekan Sertipikat, SKPT, Informasi Titik Dasar
Teknik, Informasi Peta, Informasi Nilai Tanah (ZNT).
d. Pelayanan Survey, Pengukuran dan Pemetaan :
1) Pengukuran dan Pemetaan Bidang Tanah: Pengukuran Bidang untuk
keperluan pengembalian batas, Pengukuran dalam rangka kegiatan
inventarisasi / pengadaan tanah, Pengukuran atas permintaan instansi
67
dan/atau masyarakat untuk mengetahui luas, Pengukuran dalam rangka
pembuatan peta situasi lengkap (topografi).
2) Pemetaan Tematik dan Potensi Tanah : Pemetaan Tematik Bidang Tanah
untuk Pemecahan Sertipikat, Pemetaan Tematik Untuk Zona Nilai Tanah
dan Potensi Tanah
e. Pelayanan Pengaturan dan Penataan Pertanahan :
1) Konsolidasi Tanah Swadaya dan ObJek Landreform
2) Pertimbangan Teknis :
a) Pertimbangan Teknis Pertanahan, dalam rangka : Penetapan Lokasi Ijin
Lokasi , Ijin Perubahan Penggunaan Tanah
b) Pertimbangan Teknis Penatagunaan Tanah
f. Pelayanan Pengaduan Pertanahan :
1) Perkara Pertanahan
2) Sengketa dan Konflik Pertanaha.
B. Hasil Penelitian
1. Implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga
Implementasi Program LARASITA, merupakan Kantor Pertanahan
bergerak (Mobile Land Office) yang mempunyai tugas pokok dan fungsi pada
Kantor Pertanahan Kabupaten/Kota. Tujuan dari Program LARASITA adalah
sebagai berikut :
68
a. Mendekatkan Layanan Pertanahan kepada masyarakat, sehingga
masyarakat lebih mudah mendapatkan pelayanan dan informasi
pertanahan.
b. Mengurangi beban biaya transportasi masyarakat saat mendaftar dan
mengambil sertipikat.
c. Menghilangkan campur tangan pihak ke-3 yang berkaitan dengan
pelayanan pertanahan.
d. Memberikan kepastian pelayanan pertanahan yang bertanggungjawab.
e. Untuk kegiatan penyuluhan pertanahan, menerima pengaduan secara
langsung oleh masyarakat yang dilayani oleh Tim LARASITA.
Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga
menggunakan kendaraan mobil dengan dilengkapi seperangkat Tehnologi
Informasi (IT), yang dapat menghubungkan secara "On Line" pelayanan
pertanahan dari mobil LARASITA dengan server KKP (Komputerisasi Kantor
Pertanahan), dengan demikian warga masyarakat pengguna layanan tidak
perlu datang ke Kantor Pertanahan (statis), cukup dilayani di lokasi masing-
masing yang dikunjungi oleh mobil LARASITA, sesuai jadwal kunjungan yaitu
Hari Rabu dan Kamis jam 09.00 WIB sampai dengan selesai jam kerja, ke-22
kelurahan di Kota Salatiga.
Program LARASITA, siap untuk melayani masyarakat yang akan
mendaftarkan bidang-bidang tanahnya untuk diterbitkan sertipikat hak atas
tanahnya di kelurahan-kelurahan, sehingga masyarakat tidak perlu datang ke
Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Di Kota Salatiga belum seratus persen bidang-
69
bidang tanah sudah bersertipikat. Jumlah bidang tanah di Kota Salatiga adalah
sebagai berikut :
- Jumlah Seluruh Bidang Tanah : + 82.000 bidang
- Jumlah Bidang Tanah Terdaftar (bersertipikat) s/d akhir Th. 2012 adalah
sebanyak 70.348 bidang (85,79%)
- Sisanya adalah bidang-bidang tanah yang belum terdaftar (belum
bersertipikat ).
Data Semua bidang tanah yang telah bersertipikat, disimpan baik secara
manual dengan Buku Tanah maupun format digital. Semua data dalam Buku
Tanah di entry kan ke komputer kemudian divalidasi untuk selanjutnya menjadi
data base pertanahan. Apabila data base ini sudah lengkap dalam arti sudah semua
bidang tanah yang bersertipikat di entry kan 100 %, maka Program LARASITA
bisa berjalan dengan efektif. Hal ini dikarenakan data digital dapat diakses
dimanapun, sehingga ketika petugas LARASITA melayani masyarakat di
lapangan maka tidak perlu balik lagi ke Kantor Pertanahan untuk melihat data
buku tanah manual yang tersimpan di Kantor Pertanahan. Jadi masyarakat bisa
dilayani sepenuhnya dilapangan tanpa harus melanjutkan proses ke Kantor
Pertanahan.
Dari pengamatan Implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan
Kota Salatiga, pelaksanaannya belum efektif. Hal ini karena belum komplitnya
data base pertanahan yang dimiliki, sehingga proses pensertipikatan masih harus
dilanjutkan di Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Data tentang rekapitulasi Buku
70
Tanah yang ada di Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat dilihat pada Tabel 4.7
di bawah ini.
Tabel 4.7 Rekapitulasi Tanah Terdaftar Kantor Pertanahan
Kota Salatiga Dari Tahun 1960 s.d. Tahun 2012
DATA FISIK BUKU TANAH
JML AKTIF TIDAK
AKTIF
DATA
ENTRY TELAH
DI
VALIDASI
SISA
BELUM
DIENTRY HM HGB HGU WAKAF SARUSUN HPL
60.365
8.748
4
901
146
36
70.34
8
41.849
7.661
49.510
49.510
20.838
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga , 2013
Jumlah produk sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA di
Kantor Pertanahan dari tahun 2010 sampai dengan bulan September tahun 2013
dapat dilihat pada Tabel 4.8 di bawah ini :
Tabel 4.8 Jumlah Sertipikat melalui pelayanan Program LARASITA
Kantor Pertanahan Kota Salatiga Tahun 2010 – 2013
No. Tahun Jumlah
1. 2010 121
2. 2011 79
3. 2012 121
4. 2013 40
Jumlah Total 361
Sumber : Kantor Pertanahan Kota Salatiga, 2013
71
Dalam Implementasi Program LARASITA pada Kantor Pertanahan Kota
Salatiga, komunikasi didesain melalui rencana operasional yang disepakati
bersama pada naskah buku saku pelayanan LARASITA, yang didukung dengan
serangkaian rapat koordinasi, baik dalam penyusunan program dan kegiatan
maupun perencanaan anggaran. Rapat koordinasi dilakukan secara internal di
dalam Kantor Pertanahan Kota Salatiga maupun eksternal. Diselenggarakan oleh
Kepala Kantor Pertanahan dengan melibatkan pihak kelurahan dan pimpinan unit
kerja Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) terkait.
Pelaksanaan Program LARASITA didukung oleh segenap sumber daya
yang ada baik dari sisi sumber daya manusia, kewenangan, informasi, maupun
fasilitas–fasilitas lain yang dibutuhkan. Sikap dan struktur birokrasi juga memiliki
porsi pengaruhnya tersendiri dalam pelaksanaan Program LARASITA tersebut.
Berdasarkan hasil penelitian dapat diketahui bagaimana variabel
implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang
meliputi : komunikasi, sumber daya, sikap pelaksana dan struktur birokrasi.
2. Implementasi Program LARASITA Variabel Komunikasi, Sumberdaya,
Sikap Pelaksana, dan Struktur Birokrasi
a. Komunikasi dalam Program LARASITA
Komunikasi dalam organisasi merupakan suatu proses yang amat komplek
dan rumit. Sumber informasi yang berbeda dapat melahirkan interpretasi yang
berbeda pula. Implementasi akan berjalan efektif apabila ukuran-ukuran dan
tujuan-tujuan kebijakan dipahami oleh individu-individu yang bertanggungjawab
72
dalam pencapaian tujuan kebijakan. Kejelasan ukuran dan tujuan kebijakan
dengan demikian perlu dikomunikasikan secara tepat dengan para pelaksana.
Konsistensi atau keseragaman dari ukuran dasar dan tujuan perlu
dikomunikasikan sehingga implementors mengetahui secara tepat ukuran
maupun tujuan kebijakan itu.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa dalam implementasi
Program LARASITA, antara pembuat kebijakan dan aktor implementasi
LARASITA tidak ada komunikasi langsung melalui lisan. Namun para
Implementor/ pelaksana di dalam Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yaitu Kepala
Kantor beserta seluruh stafnya memahami Program melalui kebijakan yang telah
dibuat secara tertulis. Kebijakan tersebut adalah Peraturan Kepala BPN RI
Nomor 18 Tahun 2009 serta Buku Saku Pelayanan LARASITA. Sehingga
mereka terlebih dahulu memahami seluk beluk program secara utuh.
Para implementor dapat mengidentifikasi hal-hal atau masalah-
masalah yang telah, sedang dan akan dihadapi terkait dengan pelaksanaan
Program LARASITA di wilayah Kota Salatiga baik masalah itu dari internal
sendiri (antar seksi tehnis) maupun yang ada di luar Kantor Pertanahan
(eksternal).
Komunikasi dengan masyarakat pengguna jasa, dilakukan dengan cara
sosialisasi program dilakukan oleh pejabat eselon 4 di lingkungan Kantor
Pertanahan Kota Salatiga dan staf yang ditunjuk untuk melaksanakan kegiatan
sosialisasi sebelum implementasi Program LARASITA di lapangan. Sosialisasi
dilaksanakan dalam berbagai tingkatan. Tahap pertama, dimulai dengan sosialisasi
73
di tingkat kabupaten/kota dengan sasaran para pejabat Pemerintah Daerah, para
Camat, para Kepala Desa/Lurah dan organisasi masyarakat. Tahap berikutnya,
sosialisasi dilaksanakan di tingkat kecamatan dan kelurahan/desa dengan
melibatkan masyarakat secara langsung.
Dalam Implementasi Program LARASITA, konsistensi dan keseragaman
dari standards dan objectives telah dikomunikasikan dengan berbagai sumber
informasi. Walaupun komunikasi di dalam dan antara organisasi-organisasi
merupakan suatu proses yang kompleks dan sulit, namun dalam pelaksanaan
Program LARASITA telah dilakukan berbagai koordinasi dan sosialisasi baik di
dalam organisasi Kantor Pertanahan maupun Organisasi di luar Kantor
Pertanahan.
Berdasarkan pengamatan terhadap berbagai agenda sosialisasi kebijakan,
kegiatan sosialisasi dilakukan untuk tingkat pimpinan unit kerja. Pimpinan unit
kerja kemudian menindaklanjuti dengan melakukan sosialisasi di tingkat unit
kerja. Alur ini yang banyak tidak berjalan sebagaimana mestinya sehingga
pengetahuan staff lebih ditentukan oleh inisiatif untuk mengakses informasi.
Dari hasil pengamatan disimpulkan bahwa tingkat efektifitas variabel
komunikasi pada implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota
Salatiga adalah “tinggi”. Hal ini dikarenakan, pembuat kebijakan telah
mengkomunikasikan Program secara tertulis dengan jelas dan konsisten, sehingga
pelaksana mengetahui apa yang harus dilakukan mengetahui tujuan , memberi
manfaat &memenuhi keinginan kelompok sasaran (pengguna layanan).
74
b. Sumber Daya dalam Program LARASITA
Komponen sumberdaya ini meliputi jumlah staff, keahlian dari para
pelaksana, informasi yang relevan dan cukup untuk mengimplementasikan
kebijakan dan pemenuhan sumber-sumber terkait dalam pelaksanaan program,
adanya kewenangan yang menjamin bahwa program dapat diarahkan sebagaimana
yang diharapkan, serta adanya fasilitas-fasilitas pendukung yang dapat dipakai
untuk melakukan kegiatan program seperti dana dan sarana prasarana.
Dengan kata lain, dalam hal sumber daya berkaitan erat dengan siapa
melakukan apa (SDM), berdasarkan baseline apa (informasi), dengan cara
bagaimana (kewenangan), dan dengan dukungan apa (fasilitas). Artinya, dalam
sumber daya berkaitan erat dengan pengelolaan SDM, informasi, kewenangan,
dan fasilitas secara sistematis dan menyeluruh.
Penggunaan Sumber Daya dalam Program LARASITA pada Kantor
Pertanahan Kota Salatiga adalah sebagai berikut :
1) Sumber Daya Manusia
Tim LARASITA yang ditetapkan oleh Kepala Kantor Pertanahan Kota
Salatiga, keanggotaannya terdiri paling sedikit 5 (lima) orang :
a) Koordinator, dengan persyaratan paling rendah pejabat eselon IV yaitu
Kepala Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga;
b) Petugas Pelaksana, paling sedikit 4 (empat) orang, dengan persyaratan
paling tinggi pejabat eselon IV atau staf yang menurut penilaian dianggap
75
cakap dan mampu untuk melaksanakan LARASITA. (Surat Keputusan Tim
sebagaimana terlampir).
c) Kondisi SDM Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga bisa
diuraikan sebagai berikut :
Aspek Kuantitas : Tim Larasita yang terdiri dari 5 orang, sudah cukup
memadai, dalam memberikan pelayanan publik melalui mobil Larasita.
Aspek Kualitas : jenjang pendidikan S1 dan mempunyai kecakapan dan
pengetahuan dalam hal pelayanan pertanahan, sebagai mana yang
dipersyaratkan dalam peraturan perundangan.
2) Sumber Daya Pembiayaan.
Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga dibiayai oleh
ABPN yang memadai, yang setiap tahunnya dituangkan dalam DIPA ( Daftar
Isian Pelaksanaan Anggaran). Dalam satu tahun Anggaran Kantor Pertanahan
Kota salatiga mendapatkan Alokasi Dana sebesar Rp 54.000.000,- (Lima Puluh
Empat Juta Rupiah).
3) Sumber Daya Peralatan
Sumber daya peralatan yang digunakan dalam kegiatan operasional
Program LARASITA adalah menggunakan kendaraan mobil dengan dilengkapi
seperangkat Laptop dan modem, yang dapat menghubungkan secara "On Line"
pelayanan pertanahan dari mobil LARASITA dengan server KKP
(Komputerisasi Kantor Pertanahan), dengan demikian warga masyarakat
pengguna layanan tidak perlu datang ke Kantor Pertanahan (statis), cukup
76
dilayani di lokasi masing-masing yang di kunjungi oleh mobil LARASITA,
sesuai jadwal kunjungan yang telah ditetapkan.
4) Sumber Daya Metoda.
Implementasi Program LARASITA dilaksanakan dengan metoda sebagai
berikut :
Kegiatan dengan teknologi informasi dan komunikasi, Apabila telah
tersedia infrastruktur teknologi informasi dan komunikasi, LARASITA
dilakukan dengan memanfaatkan infrastruktur tersebut yang menyambungkan
LARASITA secara langsung dengan server di kantor pertanahan. Apabila tidak
tersambung karena sesuatu hal, maka kegiatan tetap dapat dilaksanakan karena
aplikasi untuk keperluan ini sudah ada dalam perangkat komputer LARASITA
yang tersedia. Aplikasi LARASITA menyiapkan laporan harian kegiatan
LARASITA yang harus dicetak oleh petugas. Hasil cetakan laporan menjadi
laporan serah terima berkas dan keuangan kepada petugas di kantor pertanahan.
Kegiatan LARASITA secara manual, Apabila infrastruktur teknologi
informasi dan komunikasi belum tersedia, maka kegiatan LARASITA dapat
dilakukan secara manual. Setiap kegiatan dicatat dan dibukukan dengan Daftar-
daftar Isian atau buku-buku lainnya yang berlaku. Khusus untuk kegiatan
legalisasi aset, nomor berkas permohonan, misalnya, diberikan nomor sementara.
Apabila petugas LARASITA telah kembali ke kantor pertanahan, maka nomor
berkas sementara tersebut disinkronisasikan dengan nomor berkas di kantor
pertanahan.
77
Dari hasil pengamatan dapat disimpulkan bahwa variabel sumber daya
pada implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga,
mempunyai tingkat efektifitas yang tinggi karena didukung dengan sumber daya
berupa : SDM, pendanaan, peralatan dan metode teknologi informasi, serta
fasilitas yang sangat memadai.
c. Sikap Pelaksana dalam Program LARASITA
Salah satu faktor yang mempengaruhi efektifitas implementasi kebijakan
adalah sikap implementor. Jika implementor setuju dengan bagian-bagian isi dari
kebijakan maka mereka akan melaksanakan dengan senang hati tetapi jika
pandangan mereka berbeda dengan pembuat kebijakan maka proses implementasi
akan mengalami banyak masalah. Disamping itu, dukungan dari pejabat pelaksana
sangat dibutuhkan dalam mencapai sasaran program. Wujud dari dukungan
pimpinan ini diantaranya adalah menempatkan kebijakan menjadi prioritas
program dan penyediaan dana yang cukup guna memberikan insentif bagi para
pelaksana program agar mereka mendukung dan bekerja secara total dalam
melaksanakan kebijakan/program.
Pengalaman-pengalaman subyektivitas individu memegang peranan yang
sangat besar, disaring melalui persepsi-persepsi pelaksana Program LARASITA,
dalam yurisdiksi dimana kebijakan tersebut dihasilkan. Tiga unsur dari pelaksana
yang mungkin mempengaruhi kemampuan dan keinginan mereka untuk
melaksanakan kebijakan Program LARASITA, yakni:
1) Kognisi (komprehensi, pemahaman) tentang kebijakan Program LARASITA.
2) Macam tanggapan terhadapnya (penerimaan, netralitas, penolakan), dan
78
3) Intensitas tanggapan terhadap Program LARASITA.
Berdasarkan penelitian dapat diketahui bahwa tingkat efektifitas variabel
sikap pelaksana pada implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan
Kota Salatiga, adalah sedang. Hal ini dikarenakan bahwa petugas LARASITA
sikap dan komitmen yang cukup baik. Mereka mempunyai pemahaman yang baik
terhadap Program, menerima dengan baik dan menanggapi Program dengan
kontinyu serta sungguh-sungguh.
d. Struktur Birokrasi Program LARASITA
Struktur birokrasi adalah karakteristik, norma-norma dan pola-pola
hubungan yang terjadi berulang-ulang dalam badan-badan eksekutif yang
mempunyai hubungan baik potensial maupun nyata dengan apa yang mereka
miliki dalam menjalankan kebijakan. Kebijakan yang komplek membutuhkan
kerjasama banyak orang. Unsur yang mungkin berpengaruh terhadap suatu
organisasi dalam implementasi kebijakan diantaranya tingkat pengawasan
hierarkis terhadap keputusan-keputusan sub unit dan proses-proses dalam badan
pelaksana.
Karakteristik badan pelaksana Implementasi Program LARASITA
dalam ini jajaran Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia mempunyai
struktur birokrasi, karakteristik-karakteristik, norma-norma dan koordinasi yang
baik, potensial serta nyata dalam menjalankan kebijakan Program LARASITA,
khususnya di Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
79
Pendekatan dalam implementasi kebijakan Program LARASITA adalah
pendekatan secara top-down, yaitu pendekatan secara satu pihak dari atas ke
bawah. Dalam proses implementasi peranan pemerintah sangat besar, pada
pendekatan ini asumsi yang terjadi adalah para pembuat keputusan merupakan
aktor kunci dalam keberhasilan implementasi, sedangkan pihak-pihak lain yang
terlibat dalam proses implementasi dianggap menghambat, sehingga para pembuat
keputusan meremehkan inisiatif strategi yang berasal dari level birokrasi rendah
maupun subsistem-subsistem kebijaksanaan yang lain.
Dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa tingkat efektifitas variabel
struktur birokrasi dalam implementasi Program LARASITA di Kota Salatiga ini
adalah rendah atau kurang efektif, karena susunan komponen (unit kerja) dalam
organisasi sudah menunjukan fungsi dan pembagian kerja yang kurang jelas.
Tidak menunjukkan spesialisasi pekerjaan, saluran perintah dan penyampaian
laporan serta pengawasan secara kurang jelas. Jenis-jenis kegiatan yang berbeda
tidak dikoordinasikan & diintegrasikan secara jelas. Standart Operasional
Prosedur (SOP) yang ada, masih dirasa kurang jelas belum transparan dan
berbelit-belit. Adanya fragmentasi (penyebaran tanggung jawab) dalam struktur
organisasi, yang menyulitkan koordinasi.
Hasil pengamatan lainnya adalah bahwa di wilayah perkotaan yang
seperti Kota Salatiga yang luasnya relatif lebih kecil dibandingkan wilayah
kabupaten, maka letak Kantor Pertanahan di wilayah kota mudah dijangkau
sehingga masyarakat pengguna layanan cenderung memilih datang langsung ke
Kantor Pertanahan. Kendatipun demikian, kebijakan Program LARASITA tetap
80
diberlakukan juga kota-kota di seluruh Indonesia. Padahal program ini lebih
cocok dimplementasikan di wilayah pedesaan. Untuk lebih jelasnya, pada Tabel
4.9 ditampilkan matrik tingkat efektifitas implementasi Program LARASITA,
untuk masing-masing variabel implementasi yaitu komunikasi, sumber daya,
sikap pelaksana / desposisi dan struktur birokrasi.
Tabel 4.9 Matrik Tingkat Efektifitas Implementasi Program LARASITA
pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga
Variabel
Implementasi
Tingkat Efektifitas Implementasi
Tinggi Sedang Rendah
1. Komunikasi Sudah m Pembuat kebijakan telah mengkomunikasikan Program secara jelas dan konsisten,
sehingga pelaksana mengetahui apa yang
harus dilakukan mengetahui tujuan , memberi manfaat &memenuhi keinginan
kelompok sasaran (pengguna layanan)
- -
2. Sumber Daya - SDM sangat memadai baik dari segi
kualitas maupun kuantitas.
- Ada informasi yang jelas sehingga pelaksana Program dapat meng-ambil
keputusan.
- Pelaksana punya kewenangan tugas dan tanggung jawab secara penuh.
- didukung dengan sumber daya berupa :
SDM, pen- danaan, peralatan dan metode teknologi informasi, serta
fasilitas yang sangat memadai
- -
3. Sikap Aparat
pelaksana
- - sikap dan komitmen
pelaksana dalam menjalankan Program
cukup baik.
- kinerja pelaksana Program cukup baik
sehingga kelompok
sasaran cukup puas.
-
4. Strukur
Birokrasi
-
-
- susunan komponen (unit kerja) dalam
organisasi sudah menunjukan fungsi
dan pembagian kerja yang kurang
jelas. - menunjukkan spesialisasi pekerjaan,
saluran perintah dan penyampaian laporan serta pengawasan secara
kurang jelas.
- jenis-jenis kegiatan yang berbeda dikoordinasikan & diintegrasikan
secara kurang jelas.
- Adanya Standart Opera-sional Prosedur (SOP) yang kurang jelas
dan berbelit-belit.
-fragmentasi (penye-baran tanggung jawab) dalam struktur organisasi,
yang menyulitkan koordinasi, banyak
terjadi.
Sumber : analisa penulis, 2013
81
3. Responsivitas Pelayanan dalam Implementasi Program LARASITA
Berdasarkan hasil wawancara dengan para informan akan didapat hasil
terhadap indikator responsivitas pelayanan publik untuk masing-masing informan
(responden), baik informan internal (aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga)
maupun informan eksternal (masyarakat pengguna layanan). Diambilnya
responden dari masyarakat pengguna layananan, dimaksudkan untuk
mendapatkan data yang lebih akurat, untuk mengetahui pandangan masyarakat
terhadap responsivitas pelayanan yang telah dilakukan oleh Kantor Pertanahan
Kota Salatiga dalam mengimplementasikan Program LARASITA.
Pertanyaan dalam wawancara kepada masing-masing sampel telah
disiapkan sebelumnya dan berfungsi sebagai panduan. Pertanyaan perihal
responsivitas pelayanan publik telah isesuaikan dengan indikator yang ada.
Sebagai penjelas tentang penyebutan informan (responden) dalam penulisan
ilmiah ini dibedakan dengan responden aparatur, yaitu informan internal yang
berasal dari Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dan responden masyarakat, yaitu
informan eksternal yang berasal dari masyarakat pengguna layanan Program
LARASITA.
a. Keluhan dari Pengguna Jasa
Indikator pertama yang muncul dari reponsivitas ini adalah keluhan dari
masyarakat selaku pengguna layanan publik, dalam hal ini pengguna dari
layanan Program LARASITA. Pada indikator ini disampaikan tanggapan dari
masing-masing responden aparatur yang dilanjutkan dengan responden
82
masyarakat. Pertanyaannya adalah apakah dalam melayani masyarakat pernah
mendengar keluhan?
Uraian dari reponden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga Bp. Dwi
Haryo Seno, Kepala Sub Seksi Pengendalian Pertanahan yang dalam Tim
LARASITA sebagai staf pelaksana, perihal keluhan dari pengguna jasa layanan
Program LARASITA, dapat diuraikan sebagai berikut :
“Terima kasih, masalah keluhan dari masyarakat itu ada, yaitu
terkait dengan layanan dalam Program LARASITA yang tidak
bisa diselesaikan dalam waktu sekali pertemuan di lapangan.
Masyarakat menganggap bahwa seketika itu juga semua
urusan/masalah pertanahan bisa selesai, walaupun mungkin
berkas-berkas kurang lengkap, Ini mungkin terkait dengan
kekurang pengertian masyarakat mengenai LARASITA.
Padahal dalam melaksanakan tugasnya, LARASITA juga
melakukan penyuluhan pertanahan disamping pendaftaran
pertanahan. Sebenarnya, tujuannya adalah memberikan
pelayanan dengan mendekati masyarakat, jadi seperti Kantor
Pertanahan yang berjalan yang proaktif gitu, tetap diperlukan
berkas-berkas yang lengkap, saksi-saksi yang lengkap seperti
halnya kantor yang ada di masing-masing kota atau kabupaten.
Jadi mengenai prosedur dan persyaratan adalah tetap. Jadi di
situlah masyarakat kadang-kadang mengeluh karena tidak
sesuai dengan harapan mereka”
Dari pendapat yang diuraikan oleh responden aparatur Kantor Pertanahan Kota
Salatiga Bp. Dwi Haryo Seno mengandung arti bahwa pelaksanaan pelayanan
publik khususnya untuk pensertipikatan tanah, Program LARASITA belum
dapat memenuhi semua harapan masyarakat pengguna layanan. Masyarakat
berharap dengan adanya Program LARASITA yang melayani di lapangan,
sudah dapat menyelesaikan proses sertipikasi hingga selesai. Masyarakat juga
berharap ada kemudahan prosedur dan persyaratan yang harus dilengkapi.
83
Namun kenyataannya Program LARASITA, dalam hal pendaftaran tanah masih
harus kembali ke Kantor Pertanahan untuk menyelesaiakan prosesnya. Karena
masih diperlukan pengecekan pada buku tanah yang ada pada Kantor
Pertanahan. Hal itu dikarenakan belum adanya data base yang lengkap tentang
kepemilikan tanah (buku tanah) yang bisa dikses secara on line di lapangan.
Secara rinci terkait dengan salah satu pelayanan Program LARASITA
yaitu pendaftaran tanah, juga masih terdapat keluhan seperti yang dijelaskan
oleh responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga Bp. Eko Widiatmo
Kepala Sub Seksi Perkara, yang dalam Tim LARASITA sebagi staf pelaksana,
sebagai berikut :
“Untuk keluhannya Bu banyak, salah satunya adalah masalah
biaya pendaftaran tanah. Bahwa ada perbedaan biaya antara
yang ditentukan oleh petugas LARASITA saat datang di
lapangan dengan biaya yang ditentukan oleh aparat lain yang di
Kantor Pertanahan. Kita petugas LARASITA mengemukakan
biaya sesuai dengan peraturan yang berlaku. Karena proses
tidak dapat diselesaikan langsung di lapangan, masyarakat
pengguna layanan datang sendiri ke Kantor Pertanahan, dan
ketemu dengan aparat Kantor Pertanahan lainnya, masyarakat
ditarik biaya yang lebih banyak bahkan kadang dua kali lipat,
lha itu yang menjadi kendala yang dikeluhkan masyarakat.”
Dari uraian di atas dapat diketahui, bahwa Program LARASITA belum bisa
menyelesaian keluhan masyarakat tentang adanya pungutan biaya tambahan
yang dilakukan oleh oknum aparat Kantor Pertanahan. Karena layanan
sertipikasi belum bisa seratus persen dilakukan di lapangan saat Program
84
LARASITA dijalankan, pengguna layanan masih harus datang sendiri ke
Kantor Pertanahan untuk melanjutkan proses pengurusan sertipikat.
Sedangkan jawaban responden masyarakat pengguna layanan Bp. Asroi,
terkait dengan keluhan adalah sebagai berikut :
“ Selama ini yang kami amati petugas itu baik, tidak ada
permasalahan hanya saja ada hal-hal teknis, masalah prosedur
cukup merepotkan kami, dan itu memang karena sudah menjadi
regulasi yang baku sehingga apa yang diharapkan masyarakat
pengurusan sertipikat tanah secara mudah itu belum bisa
dijalani oleh masyarakat.”
Dari pernyataan responden masyarakat pengguna layanan tersebut bisa diketahui
bahwa masyarakat masih merasa direpotkan oleh prosedur pengurusan sertipikat
yang masih belum sederhana, sehingga pengurusan sertipikat tanah belum bisa
dilakukan dengan mudah.
Keluhan responden masyarakat pengguna layanan lainnya, Ibu Siti Sulami
terkait dengan waktu penyelesaian sertipikat tanah sebagai berikut :
“ Terima kasih, Selamat pagi juga, jadi bagi saya pelayanan
LARASITA itu yang pertama sangat membantu masyarakat
kelas bawah lalu yang kedua LARASITA selama ini di
Kelurahan Mangunsari saya rasa baik, petugasnya juga baik
lalu memberikan penjelasan juga baik dan jelas kepada warga
kami, lalu setelah sertipikat jadi, penyerahan sertipikat juga
bagus yaitu diantar ke sini, Cuma kadang-kadang tidak tepat
waktu, agak molor sedikit biasa……ya itulah satu keluhan dari
masyarakat, karena prosesnya terlalu agak panjang 8 bulan
baru selesai, tapi ada yang 6 bulan sudah selesai , nah mungkin
hal-hal itu yang menjadi keluhan dari masyarakat itu saja dari
kami selaku aparat pemerintah di kelurahan semoga Program
LARASITA ini bisa berjalan terus sehingga masyarakat juga
senang. “
85
Jawaban dari responden aparatur Kantor Pertanahan Bp. Nur Sholihin,
Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat, yang dalam Tim LARASITA
sebagai skretaris, terkait dengan adanya keluhan masyarakat mengguna layanan
mengenai prosedur pengurusan sertipikat tanah adalah sebagai berikut :
“ Kaitannya dengan keluhan, mungkin dalam penyelesaian
sertipikat mereka tidak paham dengan prosedur. Keluhan
mereka, rata-rata terkait dengan waktu penyelesaian sertipikat,
kok lama begitu. Memang kalau kita lihat Program Pertanahan
kaitannya dengan pensertipikatan, tidak seperti produk-produk
lain yang bisa langsung jadi. Sertipikasi tanah memerlukan
tahapan-tahapan, yang kadang tidak diketahui oleh masyarakat.
Seperti untuk pendaftaran sertipikat pertama kali ada tahapan
pengumuman data fisik dan yuridis yang perlu waktu dua bulan
sendiri, sehingga waktu penyelesaian terasa lama. Sebetulnya
Cuma itu, yang menjadi keluhan masyarakat. Secara umum,
kelihatannya tidak ada atau jarang ditemui keluhan-keluhan
lainnya dari masyarakat, mengenai pelayanan LARASITA yang
ada, terima kasih. “
Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga tersebut
diketahui memang ada keluhan dari masyarakat terhadap produk layanan Pogram
LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, khususnya terkait prosedur yang
harus ditempuh dalam proses sertipikasi tanah sehingga menyebabkan lamanya
waktu penyelesaian sertipikat tanah. Sementara masyarakat terkadang tidak tahu
Standart Operasional Prosedur yang dimiliki oleh Kantor Pertanahan, sehingga
terjadi keluhan-keluhan. Salah satu alternatif pemecahan dalam menghadapi
keluhan masyarakat adalah dilakukan lagi sosialisasi kepada masyarakat baik
tentang Program LARASITA, ataupun semua tentang pelayanan yang ada pada
Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
86
Dari Semua jawaban responden tersebut, berdasarkan analisis penulis
diketahui bahwa jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga
dan responden masyarakat pengguna layanan, mengatakatan : “Ada Keluhan” dari
pelayanan publik Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
b. Sikap Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Dalam indikator kedua yaitu masalah sikap aparatur Kantor Pertanahan
Kota Salatiga (petugas Program LARASITA), dalam menghadapi keluhan
masyarakat pengguna layanan, dapat dijelaskan oleh masing-masing responden
sebagaimana sampel yang telah diwawancari.
Responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga (petugas Program
LARASITA) Bp. Nur Sholihin Kepala Sub Seksi Pemberdayaan Masyarakat,
yang dalam Tim LARASITA sebagai sekretaris, menyampaikan bahwa sikap
aparatur dalam menghadapi keluhan cukup baik, hal itu diungkapkan sebagai
berikut :
“ Kaitannya kalau memang ada keluhan dari masyarakat kita
terima dengan baik kita catat karena hal itu sebagai bagian dari
koreksi masyarakat. Kalau memang memerlukan penjelasan kita
jelaskan dengan baik kalau perlu soaialisasi ya kita sosialisasi
dengan baik, kalau perlu penyelesaian yang lain kita catat.
Waktu penyelesaian sesuai SOP atau memang sudah melebihi
SOP. Jika melebihi, kita cari solusinya dengan koordinasi
kedalam (internal), apa yang menjadi kendala dari
penyelesaian. Tapi kalau masih dalam jangka waktu SOP
karena ketidaktahuan dari masyarakat, kita sampaikan bahwa
memang prosedur penerbitan sertipikat merupakan prosedur
yang sudah tetap yang memerlukan waktu yang tidak singkat.”
87
Dari jawaban yang diungkapkan responden aparatur Kantor Pertanahan
Kota Salatiga bisa diketahui bahwa sikapnya dalam menanggapi keluhan
masyarakat, adalah sudah cukup baik, sehingga masyarakat merasa senang.
Jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan dikuatkan oleh jawaban
responden masyarakat pengguna layanan Bp. Sudwijo sebagai berikut : “Ya cukup
bagus dalam pelayanan, baik menurut saya seperti itu.”
Pada jawaban pertanyaan indikator kedua dari responden aparatur kantor
Pertanahan Kota Salatiga Bp. Sugeng Widodo Staf Seksi Hak Tanah dan
Pendaftaran Tanah, yang dalam Tim LARASITA sebagai staf pelaksana, adalah
sebagai berikut :
“Dalam Program LARASITA, saya menghadapi masyarakat ,
dengan fleksibel. Setiap orang itu, kita layani dengan cara yang
tidak mesti sama. Kalau pemohon itu nggak dhong (tidak
paham) setiap kita kasih penjelasan karena mungkin usia, kita
dengan sabar memberi penjelasan bahkan saya datangi
rumahnya gitu. Kalau yang dikasih penjelasan itu bisa nangkep
ya kita kasih penjelasan di situ dengan cara yang nyantai aja,
toh kita sudah tidak dikejar-kejar pekerjaan yang lain.
Sehingga, pemohon tidak merasa takut. ”
Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga,
tersebut diketahui bahwa sikapnya dalam menghadapi keluhan masyarakat adalah
fleksibel, yang mengandung arti setiap masyarakat dilayani dengan perlakuan
yang berbeda-beda sesuai dengan karakter dan kebutuhannya masing-masing.
Penekanan terhadap sikap sabar dalam melayani merupakan salah satu alternatif
untuk menampung aspirasi keluhan masyarakat terhadap pelayanan publik yang
cukup baik.
88
c. Referensi Perbaikan
Dalam indikator ini pertanyaan adalah munculnya keluhan sebagai bahan
referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik. Dalam indikator ketiga ini
responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, menjawab bahwa semua
keluhan masyarakat pengguna layanan dijadikan acuan dalam upaya perbaikan
pelayanan, sebagaimana diungkapkan oleh Ibu Nurachmi Suryandari, Kepala
Seksi Pengendalian dan Pemberdayaan Kantor Pertanahan Kota Salatiga, yang
dalam struktur organisasi Tim LARASITA, adalah koordinator, sebagai berikut :
“ Berkaitan dengan keluhan kalau memang ada keluhan, kalau
keluhan itu mungkin bisa kita atasi atau mungkin bisa kita
jawab di situ ya itu akan kita berikan apa namanya mungkin
akan kita jawab langsung atau kalau memang itu berupa
masukan-masukan mungkin itu akan kita jadikan referensi nanti
untuk perbaikan-perbaikan pelaksanaan LARASITA di
lapangan”
Hal tersebut juga dipertegas lagi oleh jawaban responden aparat Kantor
Pertanahan Kota Salatiga yang lain yaitu Bp. Nur Sholihin, Kepala Sub Seksi
Pemberdayaan Masyarakat, yang dalam Tim LARASITA menjabat sebagai
sekretaris, sebagai berikut :
“ Kaitannya dengan, keluhan masyarakat tetep kita catat kita
jadikan referensi untuk pelayanan yang lebih baik. Penjelasan
kepada masyarakat kita sampaikan, masyarakat sering kita
undang dalam pelayanan-pelayanan atau sosialisasi-sosialisasi
yang ada. Waktu pelayanan, masyarakat banyak yang datang, di
situ kita sampaikan bahwa, kita minta masukannya apa yang
kita berikan selama ini apa memang sudah pas atau ada yang
kurang pas di dalam pelayanan. Sehingga layanan ini, nanti ke
depannnya menjadi lebih baik dan tepat sasaran dan bisa
89
memberi kemudahan kepada masyarakat baik itu dalam rangka
mendapatkan pelayanan atau cuman untuk mendapatkan
informasi terkait dengan pelayanan pertanahan, terima kasih. “
Jawaban-jawaban dari responden aparatur Kantor Pertanahan tersebut
menandakan secara tepat bahwa keluhan maupun masukan dijadikan referensi
untuk introspeksi diri dalam memberikan layanan. Sedangkan jawaban responden
masyarakat pengguna layanan ibu Siti Sulami, adalah sebagai berikut :
“ Keluhan yang saya sampaikan, sudah ditindak-lanjuti, jadi
setiap ada jadwal LARASITA di Mangunsari permasalahan
kami sampaikan kepada Tim, dan Alhamdulillah ada tindak
lanjut makanya dulu awal-awalnya proses penyelesaian
sertipikat tanah agak lama akhir-akhir ini sudah lebih cepat
yaitu 5 bulan. berartikan ada kemajuan dengan laporan yang
saya sampaikan sebelumnya.”
Berdasarkan jawaban semua responden dapat diketahui bahwa, keluhan-
keluhan yang muncul dari masyarakat pengguna layanan Program LARASITA
telah dijadikan referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik.
d. Tindakan Aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Indikator keempat adalah tindakan-tindakan yang dilakukan oleh aparatur
Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk memberi kepuasan kepada pengguna jasa
layanan, sebagaimana yang diungkapkan oleh responden aparatur Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, Bp. Dwi Haryo Seno, Kepala Sub Seksi Pengendalian
Pertanahan, yang dalam Tim LARASITA bertugas sebagai staf pelaksana, sebagai
berikut :
90
“ Selama ini LARASITA berjalan seolah-olah sudah mapan
begitu, namun sebenarnya walau sudah terjadwal di kantor
kelurahan tapi masyarakat kadang-kadang tidak bisa datang ke
kantor kelurahan. Masyarakat kadang-kadang tidak mendapat
pemberitahuan dari kelurahan kalau Tim LARASITA datang.
Sehingga perlu ada tindakan refreshing atau disegarkan
kembali guna memberikan kepuasan kepada masyarakat,
dengan penyuluhan lagi, bagaimana maunya masyarakat
apakah waktunya, tempatnya bisa disesuaikan dengan
kebutuhan masyarakat, sehingga hasil dari LARASITA bisa
menjadi lebih baik dan menemukan solusi-solusi bagaimana
kebutuhan masyarakat tentang sertipikat bisa tercapai serta
tujuan LARASITA juga lebih tercapai.”
Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dapat
diketahui bahwa tindakan yang dilakukan cukup solutif dan bijak dalam
memberikan kepuasan masyarakat pengguna layanan. Dengan tindakan yang
dilakukan yaitu mengadakan sosialisasi kepada masyarakat, dapat menjelaskan
prosedur sertipikasi tanah dan semua tentang pelayanan pertanahan yang ada.
Lebih lanjut, tindakan lain yang dilakukan oleh aparat Kantor Pertanahan
Kota Salatiga untuk memberikan kepuasan kepada pengguna layanan Program
LARASITA seperti yang diungkapkan Bp. Nur Sholihin, sekretaris Tim
LARASITA sebagai berikut :
“ Kaitannya dengan tindakan untuk memberi kepuasan
masyarakat, sudah di mulai dengan perbaikan peralatan
pelayanan yaitu mobil LARASITA yang dulu standart
sebagaimana yang kita terima dari BPN Pusat, sekarang sudah
dimodifikasi. Sebelumnya mobil tidak ada peneduhnya
sekarang ada, sehingga masyarakat bisa tenang dan teduh jika
berdiri di dekat mobil, tidak panas lagi. Kemudian dengan SDM
nya selalu melayani dengan baik. Karena kita satu Tim, itu
untuk setiap saat kita melayani masyarakat harus dengan baik
dan ramah meskipun memang banyak masyarakat yang
91
dihadapai dengan macam-macam aneka warna sikap dan
watak. Memang itu sudah menjadi tugas dari teman-teman Tim
LARASITA, harus bisa melayani dengan baik. Kemudian biar
pelayanan lancar kita tekanakan pada timing atau waktu
pelayanan dalam satu hari, mulai jam 9 dan berakhir jam 12 di
satu tempatnya.”
Demikian juga jawaban dari Ibu Nurachmi Suryandari, terkait dengan
tindakan yang dilakukan oleh petugas LARASITA untuk memberikan kepuasan
kepada masyarakat pengguna layanan adalah sebagai berikut :
“Untuk memberikan kepuasan kepada pelanggan atau pemohon
atau masyarakat dalam hal ini para petugas LARASITA
memberikan pelayanan yang sebaik-baiknya dalam arti dengan
sikap yang ramah kemudian juga memberikan keterangan-
keterangan yang mudah diterima oleh masyarakat memberikan
informasi yang lebih terbuka, sehingga masyarakat akan lebih
mudah memahaminya dan untuk mereka mungkin mengajukan
sertipikat dengan persyaratan-persyaratan yang sudah kita
berikan akan lebih mudah melengkapi , saya rasa itu.”
Dari jawaban responden aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga, dapat
diketahui bahwa, sudah banyak tindakan-tindakan yang diambil guna
memperbaiki pelayanan dalam rangka untuk memberikan kepuasan kepada
masyarakat pengguna layanan.
Sedangkan jawaban dari responden masyarakat pengguna layanan
memberi jawaban terkait dengan tindakan aparatur Kantor Pertanahan Kota
Salatiga, sebagaimana yang disampaikan oleh ibu Tri Endah sebagai berikut :
“ Tindakan yang dilakukan oleh petugas LARASITA adalah
dengan memberi informasi yang tepat, saya kira itu menjadi
sesuatu kepuasan bagi masyarakat yang mengikuti LARASITA,
92
karena ini kan sifatnya informatif , karena LARASITA bukan
hanya melayani masyarakat yang datang dengan membawa
berkas yang sudah lengkap saja. Tapi juga melayani masyarakat
yang menginginkan informasi pertanahan “
Dari jawaban tersebut dapat diketahui bahwa tindakan petugas
LARASITA yang dapat memberi kepuasan kepada masyarakat pengguna layanan
adalah adanya memberikan kejelasan tentang informasi pertanahan. Jawaban lain
disampaikan oleh responden masyarakat pengguna layanan yaitu Ari Mulyana
sebagai berikut :
“Tindakan petugas LARASITA yang dapat memberi
kepuasan kepada kami selama ini adalah timing atau waktu
pelayanan yang lebih tepat dan penyelesaian sertpikat tanah
yang lebih cepat dari pada yang dulu, kerjasama seperti itu
menjadikan masyarakat sangat diuntngkan. Karena masyarakat
sering bertanya kepada petugas tentang masalah pertanahan”
Jadi dapat diketahui bahwa pada dasarnya masyarakat pengguna layanan
Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, sangat mengharapkan
adanya informasi tentang pertanahan secara jelas dan transparan. Hal itu bisa
terjadi apabila petugas LARASITA menjalankan tugasnya dengan baik dan
bertanggung-jawab sesuai dengan peraturan perundangan yang berlaku.
e. Penempatan Pengguna Jasa Dalam Sistem Pelayanan
Indikator terakhir adalah penempatan pengguna jasa dalam system
pelayanan. Hal ini mengandung maksud bahwa dalam upaya perbaikan dan
penyempurnaan bidang pelayanan, pengguna jasa atau masyarakat pengguna
93
layanan ditempatkan dalam posisi sebagai narasumber dalam upaya perbaikan
system pelayanan.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden aparatur Kantor
Pertanahan diperoleh keterangan bahwa penempatan posisi pengguna jasa sangat
penting dalam upaya perbaikan system layanan, sebagaimana diungkapkan oleh
Bp. Eko Widiatmo Kepala Sub Seksi Perkara Kantor Pertanahan Kota Salatiga,
yang dalam Tim LARASITA sebagai staf pelaksana, sebagai berikut :
“ Kita mengajak sharing (berbagi ilmu), mengajak masyarakat
pengguna layanan yang datang, untuk memberikan masukan
kepada kita, sehingga kedepannya, kita dapat memperbaiki diri
dalam hal melayani masyarakat, mungkin itu Bu. “
Jawaban senanda juga disampaikan oleh Bp. Nur Shoikin, terkait dengan
penempatan posisi pengguna layanan Program LARASITA dalam system
pelayanan adalah, sebagai berikut:
“Kaitannya dengan menempatkan masyarakat pengguna
layanan atau konsumen pada system layanan, kalau sepanjang
masukan yang disampaikan masyarakat itu sesuai dengan
tahapan atau prosedur aturan-aturan pelayan yang ada, kita
terima masukan tersebut sebagai referensi. Apabila ternyata
tidak sesuai dengan aturan yang ada, cukup kita dengar dan
dicatat saja, jadi tidak serta merta bahwa masukan menjadi
dasar perbaikan layanan.”
Dari jawaban-jawaban yang disampaikan oleh responden aparatur Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa pada Program LARASITA,
pengguna layanan dijadikan narasumber untuk perbaikan layanan, jadi
ditempatkan dalam system pelayanan.
94
Sedangkan jawaban responden masyarakat pengguna layanan untuk
pertanyaan, yang sama yaitu Apakah pengguna layanan ditempatkan dalam
system layanan, diungkapkan oleh ibu Tri Endah Lestari, sebagai berikut :
“Ya terkadang mungkin secara tidak langsung Petugas
LARASITA menempatkan kami seperti itu, tapi cuma cara
penyampaiannya saja yang sifatnya komunikatif, jadi kami juga
tidak merasakan itu suatu inputan bagi mereka, hanya
terkadang ya sharing (berbagi ilmu) saja dengan petugas
LARASITA, berbincang-bincang gitu. Mungkin hal itu sebagai
masukan bagi mereka “
Jawaban yang berbeda disampaikan oleh responden masyarakat pengguna
layanan lainnya. Menurutnya dia belum pernah dijadikan narasumber dalam
Program LARASITA. Sebagaimana kalimat Bp. Sudwijo sebagai berikut :
“Sampai saat ini belum pernah diajak”
Demikian juga jawaban Bp. Asroi sebagai berikut :
“Jujur saja belum ada komitment dari petugas untuk
menempatkan kami dalam system layanan sebagai nara sumber,
petugas LARASITA belum menindak lanjuti apa yang menjadi
harapan dari masyarakat, hanya petugas itu mempunyai satu
target agenda kegiatan seperti ini yang itu secara rutin sudah
terjadwalkan. Itu mungkin ada di buku agenda atau di buku
catatan namun lebih dari itu kami tidak melihat ada kemauan
atau keseriusan untuk merubah pola-pola dalam pelayanan
LARASITA ini.”
Dari jawaban yang berbeda antara responden aparatur Kantor Pertanahan
Kota Salatiga dan masyarakat pengguna layanan Program LARASITA, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa belum sepenuhnya pengguna layanan
95
ditempatkan dalam system layanan. Dengan kata lain sudah dijadikan narasumber
namun belum bisa memperbaiki pelayanan Program LARASITA yang
dimplementasikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
C. Pembahasan
Responsivitas adalah kemampuan birokrasi untuk mengenali kebutuhan
masyarakat, menyusun agenda dan prioritas pelayanan, serta mengembangkan
program-program pelayanan sesuai dengan kebutuhan dan aspirasi masyarakat.
Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi
Program LARASITA, dijabarkan menjadi 5 indikator beserta pembahasannya
sebagai berikut :
1) Terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun
terakhir.
Masyarakat Kota Salatiga selaku pengguna layanan Program
LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga, mempunyai andil terhadap
tingkat responsivitas layananan publik Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Berdasarkan tingkat kelulusan sekolah (pendidikan), penduduk Kota
Salatiga paling banyak adalah lulusan SMA atau yang sederajat. Tingkat
kelulusan (pendidikan) merupakan gambaran singkat tentang kualitas penduduk.
Gambaran lebih jelas ditunjukkan pada Tabel 4.10 di bawah ini :
96
Tabel 4.10. Penduduk Kota Salatiga, menurut Tingkat Pendidikan
No. Pendidikan Jumlah
(orang)
(1) (2) (3)
1.
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Tidak/ belum pernah sekolah
Tidak/belum tamat SD
Tamat SD
Tamat SMP
Tamat SMA
Akademi/Diploma
S1
S2
S3
9.231
6.154
14.078
14.947
16.097
5.557
13.648
677
75
Jumlah 80.464
Sumber : Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil, 2010
Dengan tingkat pendidikan serta kualitas hidup yang kian baik, maka akan
semakin besar tuntunan dan kebutuhan masyarakat terhadap layanan yang
diberikan oleh instansi pelayanan publik.
Berdasarkan hasil pengamatan yang dilakukan oleh peneliti dapat
diketahui bahwa pada kondisi masyarakat yang dinamis seperti pada kelurahan :
Salatiga, Kutowinangun, Gedongan dan Kelurahan Kalicacing, lebih berani
menyampaikan keluhan, kritikan atau masukan kepada para aparatur Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, terkait dengan pelayanan pertanahan yang diberikan.
Hal demikian, menuntut aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk
meningkatkan responsivitas pelayanannya.
Sebaliknya pada kondisi masyarakat yang kurang dinamis terhadap
pelayanan pertanahan, seperti di pinggiran kota misal Kelurahan Kumpul Rejo,
Noborejo dan Cebongan cenderung kurang berani dalam menyampaikan keluhan,
97
kritikan maupun masukan kepada aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Hal ini menyebabkan perkembangan proses layanan publik terhambat.
Hal lain yang mempengaruhi responsivitas Kantor Pertanahan yaitu
adanya koordinasi eksternal yang efektif yang secara nyata dilakukan oleh aparat
birokrat dengan stakeholder lain, misalnya PPAT (Pejabat Pembuat Akta Tanah).
PPAT sebenarnya adalah pejabat yang berwenang membuat Akta Tanah misalkan
Akta Jual beli, Akta Hibah, Akta Pembagian dan Pemecahan, dan lain-lain.
Namun bukan rahasia lagi jika PPAT juga berlaku sebagai penjual jasa, yang
melayani masyarakat untuk pengurusan proses sertpikat tanah. Masih adanya
perbedaan antara pelayanan yang diberikan oleh PPAT dengan yang diberikan
oleh Kantor Pertanahan. Hal itu menandakan bahwa belum ditemukan kesamaan
persepsi dalam memberikan kualitas pelayanan yang diberikan.
Komunikasi yang transparan dengan masyarakat pengguna jasa
menyangkut pemberian pelayanan jarang dilakukan oleh aparat Kantor
Pertanahan Kota Salatiga. Hal ini menyebabkan pihak masyarakat pengguna jasa
selalu berada pada posisi yang dirugikan, karena harus bolak-balik dalam
melengkapi dokumen pelayanan. Dengan demikian menandakan adanya
perbedaan persepsi anatara masyarakat pengguna jasa dengan aparat Kantor
Pertanahan Kota Salatiga terhadap kualitas yang diberikan.
Belum semua aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga, menguasai tugas
pokok dan fungsinya. Apabila ada masyarakat pengguna jasa yang datang dan
terlihat mengalami kebingungan berkaitan dengan informasi pelayanan
98
pertanahan, jarang sekali ditemukan aparat yang berinisiatif untuk membantu atau
sekedar menanyakan kesulitan yang dialami oleh masyarakat pengguna jasa.
Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan peneliti terhadap responden,
dapat diketahui bahwa, untuk indikator “Terdapat tidaknya keluhan dari
pengguna jasa selama satu tahun terakhir”, jawaban responden mengatakatan : “
kadang-kadang masih ada Keluhan” dari pelayanan publik Program LARASITA
Kantor Pertanahan Kota Salatiga. Keluhan yang disampaikan oleh masyarakat
pengguna jasa merupakan indikator pelayanan yang memperlihatkan bahwa
produk pelayanan sertipikat yang selama ini dihasilkan oleh Kantor Pertanahan
Kota Salatiga khususnya melalui Program LARASITA, belum sepenuhnya dapat
memenuhi harapan pengguna layanan.
Adanya keluhan dari masyarakat pengguna layanan dalam satu tahun
terakhir, menunjukkan bahwa kemampuan responsivitas pelayanan Kantor
Pertanahan untuk mengantisipasi kemunculan berbagai keluhan dari masyarakat
pengguna jasa ternyata masih lemah. Demikian juga dari hasil wawancara yang
dilakukan kepada aparat birokrat, dapat diketahui bahwa kadang-kadang masih
terdapat keluhan masyarakat pengguna layanan , terkait dengan lama waktu
penyelesaian sertipikat, prosedur yang masih belum sederhana dan juga masih
adanya pungutan yang dilakukan oleh oknum aparat Kantor Pertanahan Kota
Salatiga.
Berdasarkan hasil pengamatan dan wawancara, dapat disimpulkan bahwa
responsivitas pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator,
99
“terdapat tidaknya keluhan dari pengguna jasa selama satu tahun terakhir” adalah
cenderung sedang. Hal ini dikarenakan kadang-kadang masih adanya keluhan
dari pengguna jasa tentang pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga melalui
Program LARASITA.
2) Sikap aparat birokrasi dalam merespon keluhan dari pengguna jasa.
Aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga merupakan sumber
daya manusia yaitu pegawai negeri sipil (PNS) sebanyak 46 orang dan pegawai
tidak tetap (non PNS) sebanyak 16 orang pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Sedangkan dilihat dari tingkat pendidikan formalnya dari 46 orang PNS Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, ada 2 orang lulusan SD, 3 orang SMP, 14 orang SMA,
4 orang Akademi, 6 orang DIV, 14 orang S1 dan 3 orang S2.
Dari data di atas diketahui bahwa PNS Kantor Pertanahan Kota Salatiga
rata-rata berpendidikan SMA dan S1. Dengan kondisi tingkat pendidikan yang
relatif tinggi seperti itu Kantor Pertanahan seharusnya dapat memberikan
responsivitas pelayanan kepada masyarakat Kota Salatiga.
Berdasarkan pada pengamatan yang dilakukan, terlihat aparat Kantor
Pertanahan Kota Salatiga dalam implementasi Program LARASITA sudah
maksimal melaksanakan tugas-tugas bagian informasi dalam menjalankan misi
penyebaran informasi pelayanan secara akurat kepada pengguna jasa.
Namun berdasarkan wawancara kepada salah satu responden pengguna
jasa, didapatkan jawaban agak sedikit berbeda, yaitu bahwa keluhan yang
disampaikan kepada petugas LARASITA, sifatnya hanya ditampung dijanjikan
100
untuk diselesaikan. Masih ada aparat yang masih bersikap arogan dan kurang
ramah dalam melayani terhadap pengguna jasa. Hal tersebut konsekuensinya
adanya kekecewaan pengguna jasa terhadap aparat Kantor Pertanahan Kota
Salatiga.
Kurang baiknya sikap aparat dalam melayani pengguna jasa
memperlihatkan bahwa system pelayanan birokrasi masih menggunakan desain
pelayanan yang tidak berdasar pada kepentingan pengguna jasa, tetapi masih
menetapkan dasar aturan formal secara kaku. Pelayanan birokrasi masih
menerapkan manajemen pelayanan yang semata-mata hanya berdasar pada
pendekatan formalistik, bukannya mencoba untuk menerapkan pelayanan secara
kontekstual berdasarkan perkembangan aspirasi pengguna jasa. Pengaruh kultur
dan struktur birokrasi yang masih paternalistik-sentralistik turut memberikan andil
yang besar terhadap lemahnya responsivitas aparat birokrasi dalam memberikan
pelayanan publik.(Dwiyanto, 2006)
Berdasarkan hasil wawancara kepada responden aparatur Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, dapat diketahui bahwa sikapnya dalam menghadapi
keluhan masyarakat adalah fleksibel, yang mengandung arti setiap masyarakat
dilayani dengan perlakuan yang berbeda-beda sesuai dengan karakter dan
kebutuhannya masing-masing. Penekanan terhadap sikap sabar dalam melayani
merupakan salah satu alternatif untuk menampung aspirasi keluhan masyarakat
terhadap pelayanan publik yang cukup baik. Sikap petugas LARASITA dalam
menghadapi keluhan pengguna jasa sudah cenderung responsif. Petugas berusaha
menyelesaian keluhan pengguna jasa. Apabila petugas tidak dapat menyelesaikan
101
sendiri di lapangan, maka akan menyampaikan keluhan pengguna jasa tersebut
kepada, atasan atau pejabat yang lebih tinggi di Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Dari semua hasil wawancara dan berdasarkan hasil pengamatan yang
dilakukan oleh peneliti, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan Kantor
Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator, “Sikap aparat birokrasi dalam
merespon keluhan dari pengguna jasa” adalah cenderung tinggi. Hal ini
dikarenakan Aparat birokrasi Kantor Pertanahan selalu berusaha menyelesaikan
semua permasalahan pelayanan yang dikeluhkan oleh pengguna jasa.
3) Penggunaan keluhan dari pengguna jasa dijadikan referensi bagi
perbaikan penyelenggaraan pelayanan pada masa mendatang.
Berdasarkan hasil wawancara dengan responden aparatur Kantor
Pertanahan Kota Salatiga, maka dapat diketahui bahwa, keluhan-keluhan yang
muncul dari masyarakat pengguna layanan Program LARASITA telah dijadikan
referensi terhadap perbaikan system pelayanan publik. Salah satu contoh keluhan
pengguna jasa yang dijadikan referensi perbaikan adalah lamanya waktu
penyelesaian pensertpikatan tanah. Dengan adanya keluhan masyarakat tentang
waktu penyelesaian yang terlalu lama melebihi SOP, maka petugas LARASITA
akan berkoordinasi dengan aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga yang
berwenang menangani langsung proses pensertipikatan tanah tersebut, agar
lamanya waktu penyelesaian sesuai dengan SOP.
Untuk dapat memperbaiki penyelenggaraan Program LARASITA, ke
depan dibutuhkan transparansi SOP, baik menyangkut waktu penyelesaian,
102
prosedur peryaratan dan biaya yang harus dibayarkan oleh pengguna jasa dalam
proses sertipikasi tanah.
Tidak dapat dipungkiri bahwa transparansi tidak selamanya bersifat
absolut. Pemberian informasi yang berlebihan juga dapat kontraproduktif bagi
organisasi. Perlu dibuat kejelasan pembatasan perihal siapa saja yang dapat
mengakses informasi dan informasi apa saja yang bisa diakses oleh sosial.
Menurut James Madison dalam Pope,J., transparasi sangat penting karena
kerahasiaan yang berlebih dapat menghambat pendidikan politik suatu
masyarakat, peluang bagi individu untuk bersikap terhadap inisiatif politik
menjadi tumpul, dan memicu pendekatan sangkaan buruk dan ketidakpercayaan
dalam melihat kebijakan (Pope, 2007).
Untuk itu sebagai instansi pelayanan publik Kantor Pertanahan Kota
Salatiga mempunyai kewenangan untuk memilah mana informasi yang dapat
diakses oleh masyarakat pengguna jasa, dan informasi yang memang perlu dijaga
kerahasiaannya.
Berdasarkan hasil pengamatan, dapat disimpulkan bahwa responsivitas
pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “Penggunaan
keluhan dari pengguna jasa dijadikan referensi bagi perbaikan penyelenggaraan
pelayanan pada masa mendatang” adalah cenderung sedang. Hal ini karena
Aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga jarang menggunakan keluhan
tersebut untuk referensi bagi pelayanan Program LARASITA mendatang.
103
4) Berbagai Tindakan aparat birokrasi untuk memberikan kepuasan
pelayanan kepada pengguna jasa.
Dari jawaban responden melalui wawancara, dapat diketahui bahwa para
petugas LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga telah melakukan tindakan
untuk member kepuasan kepada masyarakat pengguna jasa. Tindakan petugas
LARASITA yang dapat memberi kepuasan kepada masyarakat pengguna layanan
tersebut adalah dengan memberikan kejelasan tentang informasi pertanahan.
Berdasarkan hasil observasi pada Kantor Pertanahan Kota Salatiga,
petugas LARASITA tidak berani melakukan diskresi dalam melakukan pelayanan
kepada masyarakat pengguna jasa. Rendahnya kemampuan birokrasi dalam
melakukan diskresi, disamping dapat menjadi indikator rendahnya tingkat
responsivitas birokrasi dalam memahami aspirasi dan kebutuhan publik, juga
merupakan indikator untuk menunjukkan bahwa birokrasi masih bertindak pada
peraturan yang diterapkan secara kaku. (Dwiyanto,2006)
Aparat Kantor Pertanahan Kota Salatiga masih dibatasi oleh berbagai
orientasi teknis prosedural (juklak) dalam memberikan pelayanan kepada
masyarakat pengguna jasa. Tindakan aparat dalam melayani masih belum
berdasarkan pada inisiatif, kreativitas dan improvisasi, sehingga petugas menjadi
lamban dalam merespon setiap perubahan dan aspirasi yang berkembang dalam
masyarakat, termasuk rendahnya daya inovasi pelayanan kepada masyarakat.
Dari hasil pengamatan bisa disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan
Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “tindakan aparat birokrasi
104
untuk memberikan kepuasan pelayanan kepada pengguna jasa” adalah cenderung
tinggi. Hal ini dikarenakan aparat birokrasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga
bersikap ramah, melayani dengan baik cepat dan tepat.
5) Penempatan pengguna jasa oleh aparat birokrasi dalam system
pelayanan yang berlaku.
Dari jawaban yang berbeda antara responden aparatur Kantor Pertanahan
Kota Salatiga dan masyarakat pengguna layanan Program LARASITA, maka
dapat diambil kesimpulan bahwa belum sepenuhnya pengguna layanan
ditempatkan dalam system layanan. Adakalanya pengguna jasa sudah dijadikan
narasumber namun belum bisa memperbaiki pelayanan Program LARASITA
yang dimplementasikan oleh Kantor Pertanahan Kota Salatiga.
Kultur paternalistik telah menyebabkan orientasi birokrasi terhadap
masyarakat Lebih cenderung menunjukkan fungsi dan peran sebagai pengatur
dibandingkan sebagai pelayan masyarakat. Fungsi pelayanan yang seharusnya
lebih menempatkan masyarakat pengguna jasa dalam system layanan untuk
didahulukan kepentingannya, menjadi tidak terpenuhi. Hal demikian
menyebabkan posisi birokrat sangat kuat dan dominan dalam mempergunakan
wewenang dan kekuasaan terhadap masyarakat pengguna jasa.
Masyarakat pengguna jasa sangat tergantung pada aparat birokrasi sebagai
petugas pelayanan untuk mendapatkan pelayanan yang cepat dan tepat.
Ketergantungan ini menyebabkan sebagian besar masyarakat harus menuruti
perintah petugas.
105
Sebenarnya Program LARASITA adalah program responsif yang
diimplementasikan secara nasional di semua kota dan kabupaten di seluruh
Indonesia. Namun pelaksanaannya di daerah, khususnya di Kota Salatiga belum
berhasil seperti apa yang diamanatkan oleh pembuat kebijakan.
Idealnya dengan adanya layanan keliling dengan mobil LARASITA,
pengguna jasa tidak perlu mendatangi Kantor Pertanahan Kota Salatiga untuk
meneruskan pengurusan sertipikat tanah. Namun yang terjadi selama ini,
masyarakat pengguna jasa belum bisa sepenuhnya dilayani di lapangan pada saat
mobil LARASITA berkunjung. Ini menunjukkan belum siapnya jajaran BPN RI
untuk pengimplementasian program LARASITA, salah satu penyebabnya adalah
belum siapnya data base pertanahan yang bisa di akses secara on line di lapangan.
Petugas LARASITA masih perlu melihat data buku tanah manual untuk preoses
sertipikasi.
Di samping itu, Program LARASITA lebih cocok diimplementasikan di
daerah-daerah pelosok pedesaan, dimana masyarakat pengguna jasa sulit
menjangkau Kantor Pertanahan yang ada.
Dari uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa responsivitas pelayanan
Kantor Pertanahan Kota Salatiga berdasarkan indikator “penempatan pengguna
jasa oleh aparat birokrasi dalam sistem pelayanan yang berlaku”, termasuk dalam
kategori cenderung sedang. Hal ini dikarenakan pengguna jasa tidak selalu
ditempatkan dalam sistem layanan.
106
Berdasarkan analisa penulis maka tingkat responsivitas pelayanan Kantor
Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program LARASITA, dapat dibuat
matrik seperti sebagaimana Tabel 4.11 dibawah ini.
Tabel 4.11. Matrik Responsivitas Pelayanan Kantor Pertanahan Kota
Salatiga dalam implementasi Program LARASITA.
No.
Indikator
Responsivitas Pelayanan
Tinggi Sedang Rendah
1. Terdapat tidaknya
keluhan dari pengguna
jasa selama satu tahun
terakhir.
- - Kadang-kadang ada keluhan
dari pengguna jasa. - -
2. Sikap aparat birokrasi
dalam merespon
keluhan dari pengguna
jasa.
Aparat birokrat
berusaha
menyelesaikan.
- - - -
3. Penggunaan keluhan
dari pengguna jasa
dijadikan referensi bagi
perbaikan
penyelenggaraan
pelayanan pada masa
mendatang.
- - Aparat birokrat jarang
meng-gunakan keluhan
tersebut untuk referensi bagi
pelayanan mendatang.
- -
4. 4 Berbagai Tindakan
aparat birokrasi untuk
memberikan kepuasan
pelayanan kepada
pengguna jasa.
Aparat birokrat
bersikap ramah,
melayani dengan
baik cepat dan
tepat.
- - - -
5. Penempatan pengguna
jasa oleh aparat
birokrasi dalam sistem
pelayanan yang berlaku.
- - Pengguna jasa kadang-
kadang ditempatkan da-lam
sistem pelayanan.
- -
Sumber : analisa penulis, 2013
107
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan tahapan-tahapan penelitian yang telah dilakukan, pada bagian
akhir dapat diambil beberapa kesimpulan sebagai berikut :
Bahwa Pelayanan Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam Implementasi Program
LARASITA sudah bisa dikatakan cukup responsif, namun belum semua dari lima
indikator tingkat responsivitasnya tinggi, secara rinci diuraikan sebagai berikut :
1. Keluhan dari pengguna jasa, pada pelayanan Program LARASITA masih
ditemukan banyak keluhan, terkait dengan : lama waktu penyelesaian yang
masih melebihi SOP, prosedur sertipikasi tanah yang masih belum sederhana
dan masih belum mengatasi adanya pungutan yang dilakukan oknum aparatur
Kantor Pertanahan yang melayani di Kantor mengingat belum sepenuhnya
Program LARASITA mampu menyelesaikan proses sertpikasi di lapangan
harus tetap dilanjutkan di Kantor Pertanahan. Dari hal-hal yang disampaikan
tersebut bisa dikatakan bahwa pada indikator pertaman tingkat
responsivitasnya cenderung sedang.
2. Sikap aparatur Kantor Pertanahan, dalam implementasi Program LARASITA
sudah cukup baik dan sabar dalam menanggapi keluhan dari masyarakat
pengguna jasa, sehingga indikator kedua ini tingkat responsivitasnya
cenderung tinggi. Aparatur Kantor Pertanahan dengan tingkat pendidikan
formal yang relatif tinggi, disamping punya kemampuan untuk pengembangan
108
diri atau peningkatan kapasitas diri, juga merupakan hal yang sangat penting
dalam peningkatan responsivitas pelayanan.
3. Referensi Perbaikan, dalam menanggapi keluhan masyarakat pengguna
layanan Program LARASITA, aparat Kantor Pertanahan sudah
menjadikannya sebagai referensi perbaikan untuk implementasi program ke
depan. Jadi bisa dikatakan bahwa indikator ketiga ini tingkat responsivitasnya
cenderung sedang.
4. Tindakan aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam menanggapi
keluhan sangat responsif dan bisa memeuhi kepuasan masyarakat pengguna
layanan. Jadi bisa dikatakan bahwa indikator keempat ini tingkat
responsivitasnya cenderung tinggi.
5. Penempatan pengguna jasa dalam system layanan LARASITA belum
sepenuhnya dilakukan, walaupun pengguna layanan sudah memberikan
masukan guna perbaikan program, namun kenyataannya belum ada perubahan
yang berarti kearah perbaikan tersebut (tingkat responsivitasnya cenderung
sedang) .
B. I m p l i k a s i
1. Implikasi Teori
Pengukuran responsivitas pelayanan publik sesuai dengan indikator sebagaimana
dikemukakan dalam pembahasan penelitian ini, ternyata masih ada salah satu
faktor yang perlu dikaji lebih jauh, yakni pengertian dan pemahaman tentang
layanan publik kepada masyarakat dan aparatur birokrasi. Pemahaman bahwa
109
lembaga pemerintah dibentuk tidak lain adalah untuk memberikan pelayanan
publik, ternyata masih ada sebagian birokrasi dan masyarakat yang belum
memahaminya. Responsivitas pelayanan publik yang tinggi secara langsung
maupun tidak langsung akan mendukung proses pelayanan yang berkualitas.
2. Implikasi Praktis
Implikasi praktis sebagai hasil dari penelitian ini adalah bahwa Kantor
Pertanahan Kota Salatiga dalam memberikan responsivitas pelayanan publik
melalui implementasi Program LARASITA, mempunyai ketergantungan juga
terhadap sarana prasarana, kompetensi aparatur dan kondisi masyarakat. Apakah
secara organisasi Kantor Pertanahan Kota Salatiga sekarang ini sudah mampu
memeberikan pelayanan yang baik, masih perlu pengkajian lebih mendalam.
Berdasarkan pengamatan di lapanagan, diketahui bahwa sumberdaya manusia,
sangat potensial menjadi hambatan dalam melakukan responsivitas pelayanan
publik, apabila tidak didukung kompetensi yang memadai.
Perkembangan masyarakat sangat dinamis, menyebabkan aparatur instansi
pelayanan publik seperti halnya Kantor Pertanahan Kota Salatiga tertantang untuk
lebih berbenah diri dalam meningkatkan pelayanan sehingga mampu untuk
memenuhi tuntutan-tuntunan masyarakat pengguna layanan.
Implementasi Program LARASITA Kantor Pertanahan Kota Salatiga,
yang sudah dimulai pada tahun 2010 perlu melibatkan seluruh stakeholder guna
penyempurnaannya, agar lebih responsif terhadap masyarakat pengguna jasa
110
layanan sehingga bisa memenuhi semua beutuhan masyarakat Kota Salatiga
khususnya di bidang pelayanan pertanahan.
C. S a r a n
1. Perlunya diadakan workshop, pelatihan-pelatihan ataupun bimbingan teknis
bagi pegawai guna peningkatan terhadap kemampuan aparatur Kantor
Pertanahan Kota Salatiga dalam memberikan pelayanan pertanahan
khususnya melalui implementasi Program LARASITA. Materi pelatihan
antara lain menyangkut : Etika Pelayanan. Pelatihan juga harus ditekankan
guna peningkatan pemahaman responsivitas pelayanan publik sehingga
bermanfaat langsung bagi aparatur Kantor Pertanahan Kota Salatiga dalam
peningkatan pelayanan. Dengan layanan yang semakin baik diharapkan
keluhan yang ada sebagai tuntutan akibat perubahan soaial segera dapat
teratasi.
2. Perlunya peningkatan sarana prasarana penunjang pelayanan publik.
Walaupun responsivitas pelayananan publik baik tetapi tidak akan efektif
memberikan layanan yang memuaskan apabila di dalam proses pemberian
layanan tersebut tidak tersedia sarana prasarana penunjang yang memadai.
3. Perlunya menerapkan sistem insentif bagi pegawai Kantor Pertanahan Kota
Salatiga guna meningkatkan kinerja dalam memberikan pelayanan kepada
publik. Sistem insentif merupakan elemen penting dalam suatu organisasi
untuk memotivasi karyawan mencapai prestasi kerja yang diinginkan.
Insentif yang diberikan kepada karyawan yang berprestasi berupa
111
penghargaan materi maupun nonmateri, sedangkan karyawan yang tidak
berprestasi mendapatkan disinsentif berbentuk teguran, peringatan,
penundaan / penurunan pangkat atau bahkan pemecatan.
DAFTAR PUSTAKA
Agustino, Leo, 2006, Dasar-Dasar Kebijakan Publik, Bandung : CV. Alfa Beta
Arikunto, Suharsimi, 2010, Prosedur Penelitian, Suatu Pendekatan Praktik,
Jakarta.Rineka Cipta.
Christensen, Terry, 1995, Local Politics : Governing at the Grassroots, Belmont,
California : Wadsworth Publishing Company.
Dewi, Hapsari Sita, 2010, Pelaksanaan layanan rakyat untuk sertifikasi tanah
(Larasita) di Kabupaten Bantul, Yogyakarta : Universitas Gadjah
Mada Press.
Dunn, N Wiliam, 1999, Pengantar Analisa Kebijakan Publik Yoyakarta : Gadjah
Mada University Press.
Dwiyanto, Agus, 1995,”Penilaian kinerja Organisasi Pelayanan Publik”. Seminar
Kinerja Organisasi Sektor Publik, Kebijakan dan Penerapannya,
Jurusan Ilmu Administrasi Negara, Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, 20 Mei.
Dwiyanto,Agus, dkk., 2006, Reformasi Birokrasi Publik di Indonesia, Gajah
Mada University Press : Yogyakarta.
Dwiyanto,Agus, dkk., 2006, Mewujudkan Good Governance Melalui Pelayanan
Publik, Gajah Mada University Press : Yogyakarta, Cetakan Ketiga,
Mei 2008.
Gusnadi, Ardiyansyah, 2012, Implementasi Layanan Sertipikasi Tanah Untuk
Rakyat (LARASITA) di Kantor Pertanahan Kota Makasar, Fakultas
Ilmu Sosial dan Politik, Universitas Hasanudin, Makasar.
Indarwati Subroto, Titien, 2008, Analisis Kinerja Pegawai Kantor Pertanahan
Kota Semarang, Universitas Diponegora, Program Pascasarjana,
program Studi Magister Ilmu Administrasi, Semarang.
James, A.F. & Mona, 1994. Service Management for Competitive Advantage.
Singapore : Mc Graw Hill inc.
Mangara , EPM, 6 Oktober 2011, LARASITA Menjangkau yang Tidak
Terjangkau, (online) http ://bpn.go.id, diakses 16 Januari 2013
Manullang, M., 1997, Dasar-Dasar Manajemen, Jakarta : Ghalia Indonesia.
Megawati, Ayu, 2013, Evaluasi Implementasi Program Layanan rakyat Untuk
Sertipikasi Tanah (LARASITA) di Kantor Pertanahan Kabupaten
Sidoharjo. Studi Pada Pelaksanaan Program LARASITA di Kelurahan
Kalitengah, Kecamatan Tanggulangin, Kabupaten Sidoharjo .
Universitas Negeri Surabaya.
Miles, MatthewB and Huberman, Michael A, 1992. Analisis Data Kualitatif ;
Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru. Terjemahan oleh Tjejep
Rohendi Rosidi, 1992. Jakarta : Universitas Indonesia Press.
Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya.
Nugroho, Riant, Dr., 2008. Public Policy.Jakarta:PT. Elex Media.
Nugroho, Riant, 2012. Public Policy for The Developing Countries. Yogyakarta:
Pustaka Pelajar.
Sangaji, Irfan, 2010, Birokrasi dan Analisis, Fisip Universitas Indonesia, Jakarta.
Sanipah, Faisal,litian Sosial. Jakarta : Rajawali Press
Singarimbun, Masri, 1997, Metode Penelitian Kualitatif, Jakarta: Rajawali Press.
Siagian, Sondang P, 2006, Administrasi Pembangunan, Jakarta : PT. Toko
Gunung Agung.
Slamet, Yulius, 2006, Metodologi Penelitian Sosial, Surakarta : Sebelas Maret
University Press.
Subarsono,AG,2005. Analisis Kebijakan Publik : Konsep Teori dan Aplikasi,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Sugiyono, 2011, Metode Penelitian Administrasi, Bandung : Alfabeta
Supadno, 2010, Implementasi program layanan rakyat untuk sertifikasi tanah
(LARASITA) di Kabupaten Sleman Provinsi Daerah Istimewa
Yogyakarta : Studi kasus di Desa Argomulyo dan Desa Umbulmartani,
Yogyakarta : Universitas Gadjah Mada Press.
Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif. Surakarta: Sebelas Maret
University Press.
Syukur, Abdullah, 1987, Kumpulan Makalah “Study Implementasi Latar
Belakang Konsep Pendekatan dan relevansinya Dalam Pembangunan” ,
Persadi, Ujung Pandang.
Tangkilisan, Hassel Nogi. S, 2005, Manajemen Publik , Jakarta : PT. Grasindo,
anggota IKAPI, Jakarta.
Tjokro, Bintoro., 1994, Perencanaan Pembangunan, Jakarta : CV.Haji
Masagung.
Van Meter, Donald S. & Carl E. VanHorn, “The Policy Implementation Process
: A Conseptual Framework in Administration & Society”, Vol. 6 No.4,
February 1975, Sage Publications, Inc. Hal 463
Wahab, Solichin Abdul. 1990. Pengantar Analisis Kebijaksanaan Negara.
Jakarta: Rineka Cipta
Widodo, Joko, 2007, Analisis Kebijakan Publik, Malang :Bayumedia Publishing.
Winarno, Budi, 2002, Kebijakan Publik : Teori dan Proses, Yogyakarta :
Penerbit Media Pressindo.
Jurnal Internasional
Elmore, Richard E. 1978. Organizational Models of Social Program
Implementation, Public Policy,vol 26, no.2. page 185-228
Fritzen, Scott. 2003. The „misery‟ of Implementation : Governance, Institutions
and Anti-corruption in Vietnam. 5 arts link. Singapore.
Paudel, Narendra, Raj. 2009. A critical Account of Policy Implementation
Theories: Status and Reconsideration. Napalese Journal of Public Policy
and Governance, Vol XXV, No 2, Page 37, 45-46.
Dokumen Kebijakan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 Pasal 33.
Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Pendaftaran Tanah, Pasal 1
dan Pasal 3.
Peraturan Presiden Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2006 tentang Badan
Pertanahan Nasional.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 18
Tahun 2009 tentang LARASITA Republik Indonesia.
Peraturan Kepala Badan Pertanahan Nasional Republik Indonesia Nomor 4
Tahun 2010 tentang Organisasi dan Tata Kerja Kantor Wilayah Badan
Pertanahan Nasional dan Kantor Pertanahan.
Diunduh dari Internet :
www.bpn.go.id, ”LARASITA Untuk Rakyat”
www.google.com, ”Konsep Implementasi Kebijakan Van Horn dan
Lampiran 1
Foto-Foto Kegiatan Program LARASITA
KANTOR PERTANAHAN KOTA SALATIGA
Tahun 2010 s.d. Tahun 2013