30
Nama : Rezky Efryanto Zebua NIM : 1101120088 Jurusan : Ilmu Hubungan Internasional Mata Kuliah : Hukum Perdata Internasional Dosen Pengampu : Yuli Fachri, SH, Msi RESUME PEMBAHASAN KELOMPOK MENGENAI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DAN HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL Kelompok 1 dengan studi kasus Kelompok 2 dengan studi kasus Kelompok 3 dengan studi kasus Sutardjo Jono Menjiplak Merek Dagang Perusahaan Gianni Versace S.P.A Gianni Versace S.p.A. atau lebih dikenal dengan Versace, adalah perusahan pakaian Italia yang didirikan oleh Gianni Versace pada tahun 1978. Perusahaan ini salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk sejenis lainnya. Pemilik perusahaan ini, Gianni Versace telah meninggal pada 1997. Saat ini Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace. Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap sebagai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Perusahaan Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia. Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat diwakili oleh Kuasanya 1. Endra Agung Prabawa, S.H., 2. Agus Tribowo Sakti, S.H. Pengacara dan Penasihat Hukum dari Amroos & Partners Law Office yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan, yang diduga melakukan persaingan curang dalam bidang usaha dengan melakukan peciplakan terhadap barang Gianni Versace S.p.A dan melakukan 1

Resume HPI

Embed Size (px)

DESCRIPTION

untuk mata kuliah Hulum Perdata Internasional

Citation preview

Page 1: Resume HPI

Nama : Rezky Efryanto ZebuaNIM : 1101120088Jurusan : Ilmu Hubungan InternasionalMata Kuliah : Hukum Perdata InternasionalDosen Pengampu : Yuli Fachri, SH, Msi

RESUME PEMBAHASAN KELOMPOK MENGENAI HUKUM PERDATA INTERNASIONAL DAN HUKUM PERDAGANGAN INTERNASIONAL

Kelompok 1 dengan studi kasus Kelompok 2 dengan studi kasusKelompok 3 dengan studi kasus Sutardjo Jono Menjiplak Merek Dagang Perusahaan Gianni Versace S.P.A

Gianni Versace S.p.A. atau lebih dikenal dengan Versace, adalah perusahan pakaian Italia yang didirikan oleh Gianni Versace pada tahun 1978. Perusahaan ini salah satu perusahaan fesyen ternama di dunia. Perusahaan ini mendesain, memproduksi dan mendistribusikan produknya yang berupa busana, perhiasana, kosmetik, parfum dan produk sejenis lainnya.

Pemilik perusahaan ini, Gianni Versace telah meninggal pada 1997. Saat ini Saat ini kepemilikan Versace Group dipegang oleh keluarga Versace. Santo Versace menjabat sebagai Presiden perusahaan dan Donatella Versace merangkap sebagai Wakil presiden dan direksi Kreasi. Perusahaan Giannni Versace S.p.A selaku penggugat ini menjual produksinya ke Indonesia dan merek yang melekat pada produk-produk milik penggugat telah dilindungi oleh hukum Indonesia.

Para pihak yang bersengketa dalam kasus ini adalah Gianni Versace S.p.A, selaku penggugat  diwakili oleh Kuasanya 1. Endra Agung Prabawa, S.H., 2. Agus Tribowo Sakti, S.H. Pengacara dan Penasihat Hukum dari Amroos & Partners Law Office yang merupakan badan hukum yang didirikan menurut Undang-Undang Italia dan berkedudukan di Italia. Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan, yang diduga melakukan persaingan curang dalam bidang usaha dengan melakukan peciplakan terhadap barang Gianni Versace S.p.A dan melakukan pendaftaran merek dagang yang hampir sama dengan nama Versus versace.

Kemudian, pihak tergugat adalah Sutardjo Jono, seorang Warga Negara Indonesia yang berkedudukan di Medan, yang diduga melakukan persaingan curang dalam bidang usaha dengan melakukan peciplakan terhadap barang Gianni Versace S.p.A dan melakukan pendaftaran merek dagang yang hampir sama dengan nama Versus versace.

Tergugat tanpa seizin penggugat telah mendaftar Merek “V2 VERSI VERSUS” yang mempunyai persamaan pada pokoknya dengan Merek-merek penggugat dan Merek milik tergugat tersebut terdaftar pada Direktorat Jendrakl HAKI. Bahwa tindakan tergugat tersebut merupakan itikad buruk yang hendak membonceng keterkenalan Merek-Merek milik penggugat sehingga tergugat dapat menikmati keuntungan ekonomi dengan mudah atas penjualan produksinya yang membonceng Merek milik penggugat, atas hal ini seharusnya permohonan pendaftaran Merek miliktergugat ditolak berdasarkan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek dagang.

1

Page 2: Resume HPI

Penjelasan duduk perkara (posisi kasus) di atas menunjukkan bahwa kasus ini merupakan penjiplakan atas Merek Terkenal yang dilakukan oleh warga negara Indonesia secara pribadi terhadap suatu badan hukum yang berada di Italia.

Adapun unsur-unsur hukum perdata internasional dalam kasus ini adalah sebagai berikut.

a. Titik TautTitik taut terbagi atas:- Titik Taut Primer adalah faktor – faktor atau keadaan yang menciptakan hubungan

dalam hukum perdata internasional  yakni : Kewarganegaraan yang berbeda antara penggugat dan tergugat Tempat kediaman tergugat yang berada di Indonesia Tempat kedudukan badan hukum penggugat yang berada di Italia

b. Titik Taut Sekunder adalah sekumpulan fakta yang menentukan hukum mana yang dipakai dalam suatu hubungan hukum perdata internasional yakni :

Tempat ter terletaknya benda ( lex rei sitae ) yang berada di Indonesia Tempat dilakukanya perbuatan hukum ( lex loci actus ) dimana perbuatan

perdagangan yang  terjadi di Indonesia Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum ( lex loci delicti commisi)

yang terjadi di Indonesia.Dalam penyelesaian kasus ini, Majelis Hakim Pengadilan Niaga Jakarata Pusat

mengambil penafsiran persaingan curang berdasarkan ketentuan Penjelasan Pasal 4 Undang-Undang No.15 Tahun 2001 tentang Merek Dagang, Pernyataan Majelis Hakim Pengadilan Niaga mengenai persaingan curang adalah :

a. Adanya niat untuk menguntungkan usaha pendaftar sekaligus merugikan pihak lain;

b. Melalui cara penyesatan konsumen atau perbuatan persaingan curang, atau menjiplak atau menumpang ketenaran merek orang lain

Selain pernyataan mengenai permasalahan persaingan curang, lebih jauhnya Majelis Hakim memberikan pertimbangan mengenai tindakan penyesatan konsumen sebagai berikut:

a) Penyesatan tentang asal-usul suatu produkb) Penyesatan karena produsenc) Penyesatan melalui penglihatand) Penyesatan melalui pendengaranDan serta memberikan putusan yang memenangkan pihak penggugat bahwa putusan

tersebut menyimpulkan: menyatakan penggugat adalah pemilik satu-satunya yang berhak atas merek-merek terkenal Merek terkenal Versus, Versus Gianni Versace, Versace Classic V2 dan Versus Versace di wilayah Republik Indonesia untuk membedakan hasil produk Penggugat dengan hasil produksi pihak lain. Bahwa Tergugat telah meniru dan mendaftarkan merek V2 Versi Versus pada HAKI sebagai miliknya oleh karena itu Tergugat mendapat hukuman untuk membayar biaya perkara ini sebesar Rp. 5.000.000,- (Lima juta rupiah).

Kelompok 4 dengan studi kasus Perceraian Manohara Odelia Pinot dan Tengku M. Fakhry Petra

2

Page 3: Resume HPI

Manohara Odelia Pinot, adalah model blasteran Indonesia Perancis, di usia yang masih sangat muda, 16 tahun, ia menikah dengan seorang pangeran asal Malaysia Barat, Tengku Muhammad Fakhry Petra. Tengku Fakhry akhirnya menikahi Manohara yang saat itu masih berusia 16 tahun. Pernikahan yang diadakan di Malaysia ini sempat terganjal akibat usia Manohara yang masih di bawah umur dan tidak ada wali serta surat dari KBRI setempat. Namun, pada akhirnya pernikahan ini pun tetap terlaksana Akhir 2008 Manohara kabur lewat Singapura ke Jakarta dari tempat kediamannya di Malaysia. Menurut penuturan Manohara kepada ibunya, Daisy, ia mengalami perlakukan tak menyenangkan dari suaminya serta tidak tahan dengan sikap kasar Tengku Fakhry kepadanya, akhirnya Manohara memilih kabur. Selama kabur, Manohara tinggal di rumah kontrakan keluarganya di daerah Jakarta Selatan. 17-18 Maret 2009. Nenek Manohara dan Dewi pergi ke kedutaan Indonesia guna meminta bantuan untuk penegakan hukum atas tindakan kekerasan yang dialami Manohara dan sekaligus menggugat cerai. 30 Mei 2009  Sultan Kelantan mengalami serangan jantung, dan langsung dirujuk ke Singapura. Berhubung Manohara masih berstatus istri dari Tengku Muhammad Fakhry, Manohara dan keluarga kerajaan berangkat ke Singapura. 

Sidang gugatan Tengku Muhammad Fakhry terhadap Manohara Odelia Pinot akan berlangsung pada Minggu 2 Agustus 2009. Pengadilan Tinggi Malaysia, Minggu (13/12/2009) memenangkan gugatan pangeran Kelantan, Mohammad Fakhry, suami Manohara. Pengadilan memerintahkan Manohara kembali ke suaminya dan membayar hutang 1,1 juta ringgit Malaysia atau Rp.3 milyar lebih. Pengacara Fakhry, Zainul Rijal Abu Bakar, mengatakan Pengadilan Tinggi Islam negara bagian Kelantan utara memerintahkan Manohara agar “setia” dengan kembali pada suami dan mengembalikan uangnya, guna memecahkan segala permasalahan, kurang dari 14 hari, di mana pangeran akan disumpah sebagai raja Kelantan, pada 3 Januari 2010. Pangeran sangat senang dengan hasil keputusan itu.

Pengadilan memerintahkan Manohara mengembalikan uang dalam 30 hari. Jika tidak, ia dapat dinyatakan tidak “setia” dan pangeran takkan diwajibkan membayar setiap biaya perawatannya. Artinya, perkawinan harus berakhir dengan perceraian pada masa depan, dan Manohara takkan memperoleh kompensasi perceraian disebabkan ketidak setiaan. 1. Ada beberapa bentuk kualifikasi hukum dalam menentukan pihak yang berwenang untuk

melakukan proses perceraian ini, yaitu: a) The basis principal : Manohara masih berumur 16 tahun saat menikah dengan

kewarganegaraan Indonesia b) Tempat pernikahan atau terjadinya perbuatan adalah di Malaysia, namun apabila

pernikahan ini sudah didaftarkan maka di Indonesia pun sudah diakui.c) Berdasarkan Forum actoris, pihak penggugat disini adalah Manohara. Dimana

manohara sebelum menikah tinggal bersama ibunya di Indonesia.d) Berdasarkan The principal of effectiveness, karena yang saat ini lebih diperhatikan

adalah gugatan untuk perceraian, sehingga apabila Manohara tinggal di Indonesia, akan lebih efektif mengurus perceraian di Indonesia.

2. Termasuk dalam perkara HPI atau bukan, Yang menentukan suatu perkara HPI atau bukan adalah hakim dan Menurut Hakim pengadilan Indonesia perkara ini merupakan

3

Page 4: Resume HPI

kasus yang masuk ranah Hukum Perdata Internasional karena terdapat unsur asing, dimana terjadi pernikahan antara dua orang yang memiliki kewarganegaraan yang berbeda. Pihak istri berkewarganegaraan Indonesia dan pihak suami berkewarganegaraan Malaysia. Dengan subjek yang berbeda kewarganegaraan ini menunjukkan perkara masuk ranah HPI. Selain itu pernikahan yang diadakan di Malaysia.

3. Termasuk dalam bidang hukum apa peristiwa tersebut, Menurut hakim pengadilan Indonesia kasus tersebut termasuk ke dalam kualifikasi hukum personal. Dalam penulisan ini, lebih melihat kepada proses perceraian antara kedua belah pihak. Dan sangat jelas bahwa pernikahan merupakan perkara yang masuk ke dalam kualifikasi hukum personal.

4. Hukum yang berlaku adalah hukum Malaysia. Hal ini berdasarkan prinsip dalam status personal, yaitu dimana pernikahan tersebut berlangsung. Dalam fakta hukum yang didapat pernikahan diadakan di Malaysia, sehingga hukum yang diberlakukan dalam proses perceraian adalah hukum Malaysia. Kenapa bukan menerapkan hukum Indonesia? Berdasarkan fakta hukum, tidak diketahui apakan pernikahan ini telah didaftarkan dalam pencatatan sipil di Indonesia, bahwa kedua belah pihak telah menikah. Sehingga untuk kepastian hukum, maka hukum Malaysia lah yang diterapkan.

Pada akhirnya kasus diselesaikan di Singapura. Jika diselesaikan di Malaysia atau Kelantan, hal itu akan dianggap sebagai pengakuan keluarga Kerajaan Kelantan bahwa telah terjadi masalah serius dalam keluarga putra mahkota mereka (Tengku Fahry). Sementara kasus Manohara sendiri bagaimanapun adalah masalah privacy, bukan masalah publik yang menyangkut kebijakan Kerajaan. Selain itu juga dikhawatirkan opini-opini yang berkembang di media-media massa setempat, jika masalahnya dibuka Malaysia. Jika dibuka di Indonesia, Kerajaan Kelantan menganggap Indonesia bukan negara yang netral. Secara emosional, rakyat Indonesia tentu akan berpihak ke Manohara. Maka pilihan terbaik pun akhirnya jatuh ke Singapura.

Bebasnya Manohara tidak melalui upaya-upaya negosiasi yang bersifat formal, antara keluarga Manohara dengan keluarga Sultan Kelantan; atau misalnya melalui upaya diplomatik KBRI di Malaysia ke Pemerintah Malaysia. Bebasnya Manohara karena usaha independen keluarga Bu Dessy, orang-orang yang bersimpati kepada Manohara di Singapura, serta LSM tertentu yang concern dengan masalah ini.

Kelompok 5 dengan studi kasus Permasalahan Penanaman Modal Asing pada Kasus Hotel Kartika Plaza

Hotel kartika plaza adalah hotel yang berkedudukan dijalan M.H Thamrin No 10 Jakarta. Hotel ini dibangun sejak 1964 oleh PT. Wisma Kartika (PT.Wisma). PT. Wisma dibentuk pada bulan Oktober 1964 dengan nama PT. Pembangunan dan mengurus Fikat Bluntas, kemudian lebih dikenal dengan nama PT.Beluntas, oleh Bank Indonesia bersama dengan investor (privat) Indonesia yang memberikan lokasi di jalan Thamrin, tempat gedung hotel itu kemudian di bangun.

Pembangunan hotel itu berkembang dengan pesat, untuk kemudian berhenti (1965) sampai lantai dua karena kekurangan dana. Pada tahun 1967, bank Indonesia bersama

4

Page 5: Resume HPI

partnernya (Indonesia privat investor), yang memegang seluruh saham PT Beluntas, menjual seluruh sahamnya kepada induk koperasi angkatan darat (inkopad). Berdasarkan pengalihan (pemilikan) Saham ini, oleh inkopad, kartika atau PT Wisma Kartika, yang kemudian mengusahakan jalan keluar bagi kelanjuatan pembangunan hotel ini.

Pada tanggal 22 april 1968, PT Wisma Kartika, selanjutnya disebut PT Wisma, telah menandtangani lase And Manejement Agrement dengan AMCO ASIA Coorporation (AMCO), suatu perusahaan yang terdaftar di Delaware, dan berbadan hukum amerika serikat. AMCO, berdasarkan agreement itu, diminta melanjutkan pembangunan, dengan menambah 6 lantai lagi, dengan biaya AMCO sendiri. Untuk itu AMCO berjanji akan invest sebesar 4 juta dolar US. Hotel itu kemudian terselesaikan dlam jangka waktu 24 bulan sejak lase itu dibentuk.

PT Wisma kemudian menyetujui pembaguian keuntungan untuk AMCO selama jangka waktu 19 tahun, dengan komposisi tertentu... for the first five years of the lase term; AMCO =90%, PT Wisma=10 %, for the next five years; AMCO=85%, PT Wisma 15%, for the five year thereafter; AMCO=75%, PT Wisma=25%; and for the remainder; AMCO=50%; PT Wisma = 50%.

Diperjanjian juga bahwa setiap kasus yang munul dari lase itu akan diselesaikan melalui Internasional Chamber Of Commerce. Akibat diberlakukannya UU No. 1 Th. 1967 (tentang penanaman modal asing), kendatipun telah beroperasi sejak 6 Mei 1967, pada 6 Mei 1968 AMCO mengaukan permohonan pendirian PT AMCO indonesia. Pada tanggal 13 mei 1968, presiden RI, berdasarkan surat dari BKPM, tanggal 11 Mei 1968, menyatakan persetujuannya, mengirimkan pernyataanya itu kepada Menteri Pekerjaan Umum.

Pada tanggal 29 Juli 1968 Menteri Pekerjaan Umum memberi persetujuan kepada AMCO untuk mendirikan PT AMCO di indonesia, yang pendiriannya kemudian diumumkan pada 14 April 1969, dalam berita negara No. 41. Berdasarkan perkembangan itu, pada 22 juli 1969 telah di buat lase And Manajement agreement antara PT AMCO dengan PT Wisma, yang isinya memperpanjang 1968 lase And Manajement Agreement hingga jangka 30 tahun. Gambaran dasar kedudukan Hotel Kartika Plaza ini kiranya cukup menggambarkan kedudukan sesungguhnya Hotel Kartika Plaza di antara kedua pemiliknya, yaitu PT Wisma dan PT AMCO Indonesia. Secara Kasus Posisinya, kasus ini dapat dijabarkan sebagai berikut.Para pihak yang bersengketa:

Penggugat: AMCO yang membentuk konsorsium yang terdiri atas:

1. Amco Asia Corporation;

2. Pan American Development;

3. PT. Amco Indonesia.

Tergugat: Pemerintah Republik Indonesia yang diwakili oleh Badan Koordinasi Penanaman

Modal (BKPM).

Kasus Sengketa:

5

Page 6: Resume HPI

Pencabutan izin investasi yang diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal

(BKPM) terhadap AMCO untuk pengelolaan hotel Kartika Plaza, yang semula diberikan

untuk jangka 30 tahun namun dicabut izin investasinya ketika baru memasuki tahun ke-9.

Kasus Posisi:

Kasus posisi semula, Kartika Plaza, hotel berbintang empat dan berkamar 370 buah itu

milik PT Wisma Kartika, anak perusahaan Induk Koperasi Angkatan Darat (Inkopad). Pada

1968, Wisma Kartika menandatangani kerja sama dengan Amco Asia, dan melahirkan Amco

Indonesia. Waktu itu, Amco Asia setuju membangun Kartika Plaza  dengan modal US$ 4

juta. Kemudian kedua pihak membuat perjanjian pembagian  keuntungan dan kontrak

manajemen Kartika Plaza. Amco Indonesia akan mengelola hotel itu, dan menyetorkan

separuh keuntungan kepadaWisma Kartika.

Tapi kerja sama itu, yang mestinya berakhir pada 1999, retak di tengah jalan. Kedua

pihak bertikai soal keuntungan dan modal (Profit Sharing Agreement) yang harus disetor

keuntungan dan modal yang harus disetor. Puncaknya, pada Maret 1980, Wisma Kartika

mengambil alih pengelolaan Amco Indonesia, hal tersebut dinilai pimpinan Wisma Kartika

telah "salah urus" dan melakukan kecurangan keuangan. Amco Indonesia tidak bisa

menerima "kudeta" itu. Perusahaan tersebut mengaku sudah menanam dana untuk Kartika

Plaza hampir  US$ 5 juta. Selain itu, Amco Indonesia juga menyatakan bahwa mereka, sejak

1969, telah menyetorkan keuntungan kepada Wisma Kartika sebanyak Rp 400 juta. Begitu

pula pembagian keuntungan untuk Wisma Kartika pada 1979, sebesar Rp 35 juta, sudah

dibayarkan.

Pada Juli 1980 Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin usaha

Amco Indonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban permodalan, yang

seharusnya menanam modal US$ 4 juta, kenyataannya cuma menyetor sekitar US$1,4 juta.

Secara singkat:

Tahun 1968 wisma kartika menandatangani kerjasama dengan Amco Asia, dan

melahirkan Amco Indonesia;

Amco Indonesia setuju untuk membangun Kartika Plaza dengan modal US$4 juta;

Kedua belah pihak membuat perjanjian pembagian keuntungan dan kontrak

managemen berdasarkan lease and management (profit-sharing) atas hotel kartika

plaza;

Salah satu klausul dalam perjanjian itu adalah menyerahkan kepada ICSID bila

muncul sengketa dikemudian hari;

6

Page 7: Resume HPI

Pada Maret 1980, wisma kartika mengambil alih pengelolaan kartika plaza karena

menganggap Amco Indonesia telah salah manajemen dan melakukan kecurangan

sehingga Indonesia tidak mendapat bagian saham;

Pada Juli 1980, Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mencabut izin usaha

Amco Indonesia karena mereka dinilai tidak memenuhi kewajiban permodalan.

Sementara itu, Aspek HPI dalam kasus Hotel Kartika Plaza ini adalah sebagai berikut.

A. Titik Taut

Titik taut terbagi atas:

a) Titik Taut Primer adalah faktor-faktor atau kedaan yang menciptakan hubungan

dalam hukum perdata internasional, yakni:

Tempat kediaman tergugat yang berada di Indonesia;

Tempat kedudukan badan hukum penggugat yang berbeda negara dengan

tergugat;

Pilihan hukum dalam hubungan internal.

b) Titik Taut Sekunder adalah sekumpulan fakta yang menentukan hukum mana

yang dipakai dalam suatu hubungan hukum perdata internasional, yakni:

Tempat dilakukanya perbuatan hukum (lex loci actus) dimana perbuatan

perdagangan yang  terjadi di Indonesia;

Tempat terjadinya perbuatan melawan hukum (lex loci delicti commisi)

yang terjadi di Indonesia.

B. Pilihan Hukum

Pilihan hukum adalah salah satu masalah pokok dalam hukum perdata

internasional. Pilihan hukum dalam kasus ini sangat jelas kareana terdapat dalam

perjanjian kerjasama dengan  klausula dalam perjanjian itu adalah menyerahkan kepada

ICSID bila muncul sengketa dikemudian hari ini menunjukan bahwa pilihan hukumnya

sesuai dengan keputusan dari ICSID.

C. Kualifikasi Dalam HPI

Kualifikasi dalam hukum perdata internasional ada dua macam, yaitu:

a) Kualifikasi Fakta

Ialah kualifikasi yang dilakukaun terhadap sekumpulan fakta dalam suatu

peristiwa hukum untuk ditetapkan menjadi satu atau lebih perstiwa hukum

berdasarkan kategori hukum dan kaidah kiada hukum dari sistem hukum  yang di

anggap seharusnya berlaku (lex causae).

7

Page 8: Resume HPI

Pada kasus ini kualifikasi faktanya  Pencabutan izin investasi yang telah

diberikan oleh Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) terhadap AMCO

untuk pengelolaan Hotel Kartika Plaza, yang semula diberikan untuk jangka

waktu 30 tahun. Namun BKPM mencabut izin investasi tersebut ketika baru

memasuki tahun ke 9.

b) Kualifikasi Hukum

Ialah penggolongan atau pembagian hukum kedalam kategori hukum yang

telah ditetapkan sebelumnya. Pada kasus ini kualifikasi hukumnya pada

perjanjian sebelumnya telah menetapkan bahwa hukum yang digunakan ialah

hukum acara tersendiri yang terdapat pada lembaga arbiter ICSID.

Penyelesaian kasus Kartika Plaza, untuk pertama kalinya secara kolektif diajukan oleh

AMCO ASIA CORPORATION, PAN AMERICAN DEVELOPMENT, PT. AMCO

INDONESIA kepada Secretary General ICSID (Melalui Arbitrase) dengan mengajukan

negara RI sebagai tergugat. Pada prosesnya, penyelesaian kasus ni melewati 4 tahapan, yaitu:

1. Tahapan 1 (Pertama)

a. Pokok Perkara

Tiga pokok perkara yang diajukan oleh Penggugat adalah; pertama, bahwa pihak

Tergugat, pada 1 April 1980, dengan menggunakan kekuatan militer telah melakukan

pencabutan hak milik atau nasionasisasi terhadap hak penggugat atas Hotel Kartika;

kedua, RI telah melakukan pelanggaran perjanjian karena pencabutan lisensi itu

dilakukan sebelum waktunya, ketika baru dikelola 9 tahun, yang menurut perjanjian

seharusnya 30 tahun; ketiga, pengadilan-pengadilan Indonesia telah melakukan denial

of justice ketika menangani sengketa antara AMCO dengan PT Wisma Kartika.

b. Pemeriksaan

Pemeriksaan Team Arbitrase yang pada Ronde I ini dipimpin oleh Goldman,

menyatakan bahwa; pertama, tindakan pengambil alihan sepihak bukanlah

expropriation yang dilakukan oleh pihak RI, melainkan oleh pihak PT Wisma Kartika,

yang dikualifikasikan sebagi illegal self-help karena BKPM telah melakukan

pencabutan lisensi secara bertentangan dengan prosedur formal yang berlaku; kedua, RI

telah melakukan breach of contrac; ketiga, tidak terdapat denial of juctice.

c. Keputusan

Dari hasil pemeriksaan ini, Indonesia kemudian dinyatakan bersalah melakukan

pencabutan izin secara bertentangan dengan hukum, dan tidak memberikan

perlindungan yang layak kepada pihak investor, yang karenanya Indonesia harus

8

Page 9: Resume HPI

bertanggung jawab secara internasional atas kerugian yang diderita oleh pihak

penggugat. Diputuskan Indonesia harus membayar gantirugi sebesar 4,2 juta US$.

2. Tahap II (annulment)

a. Dalil Indonesia

Pihak Indonesia mendalilkan bahwa Dewan Arbitrase secara tidak seimbang

mengutamakan ketentuan-ketentuan hukum internasional dalam pengambilan

keputusannya, dan secara demikian pula, telah mengabaikan kedudukan hukum

Indonesia, yang mengatur Konvensi ICSID seharusnya digunakan sebagai hukum

utama dalam memutuskan perkara itu.

b. Pemeriksaan

Panitia Ad Hoc memandang bahwa menurut Konvensi ICSID, pengambilan

keputusan terhadap Kasus Kartika Plaza itu seharusnya didasarkan pada Law of the

Host State. Dengan demikian, Dewan Arbitrase dalam Ronde I pemeriksaan

kekosongan itu seharusnya menggunakan hukum Indonesia.

c. Keputusan

Panitia Ad Hoc, berdasarkan pemeriksaan itu, memutuskan membatalkan bagian

keputusan Dewan Arbitrase tentang tidak dapat dibenarkannya tindakan BKPM

melakukan pencabutan lilsensi PT AMCO; membatalkan keputusan kewajiban

pembayaran ganti rugi oleh pihak RI.

3. Tahap III

Ronde III membahas counter claim yang diajukan oleh Amco Corporations. Terhadap

putusan Ronde II, 12 Mei 1987. Team Arbitrase Ronde III ini dipimpin oleh Prof. Rosalyn

Higgins (London).

a. Pemeriksaan

Proses pemeriksaan pada ronde ini dengan demikian terpusat pada penentuan apa

yang merupakan res judicata, dan apa yang dapat diajukan sebagai tuntutan atau

diperiksa kembali oleh Arbitrase.

b. Keputusan

Team Arbitrase III ini akhirnya memutuskan 2 hal: pertama, tentang yurisdiksi,

menetapkan hal-hal yang masih, atau tidak lagi dapat dipersoalkan (res judicata);

9

Page 10: Resume HPI

kedua, putusan tentang pokok perkara, antara lain tentang pengurangan ganti rugi bagi

AMCO. Ditambah bunga 6% sejak putusan dijatuhkan. Jumlah kerugian pihak AMCO

dikurangi menjadi 2,5 juta US$.

c. Koreksi Sepihak

Atas putusan tentang pokok perkara itu, pihak AMCO, tanpa memberi kesempatan

menyanggah kepada pihak Indonesia, telah mengajukan tuntutan pembatalan putusan,

disertai tuntutan untuk menghidupkan kembali jumlah yang telah ditentukan oleh

Goldman.

Tanpa memberi kesempatan kepada Indonesia untuk mengajukan pembelaan, Tim

Higgins telah memberikan putusan koreksi, tambahan pada 17 Oktober 1990. Kepada

AMCO, diberikan tambahan sebesar 109 ribu dollar US. Atas tindakan sepihak, dan

pemberlakuan tidak sama oleh Arbitrase ini, Indonesia merasa keberatan. Tindakan itu

merupakan pelanggaran terhadapa asas keharusan untuk memberikan perlakuan sama

terhadap pihak-pihak (audialeram partem-audiatur).

4. Tahap IV

a. Pokok Perkara

Tim Higgins sampai pada kesimpulan bahwa yurisprudensi Indonesia yang

diajukan pihak-pihak itu kurang jelas, dan dengan demikian Higgins telah menunjukan

bahwa hukum indonesias tidak cukup untuk menyelesaikan perkara, karenanya hukum

internasional-lah yang harus dipergunakan. Oleh Tim Higgins dinyatakan bahwa

pencabutan izin itu merupakan administrative denial of justice. Terhadap hal ini,

Indonesia mengajukan pembatalan.

b. Pemeriksaan

Pemeriksaan terhadap perkara dalam ronde ini, telah berlangsung, dilakukan oleh

Tim Arbitrase, yang dipimpin oleh Profesor Sompong Sucharithkhul. Pemeriksaannya

telah berlangsung sejak Desember 1991, di Washington.

Kelompok 6 dengan studi kasusKelompok 7 dengan studi kasus Sengketa Merk Lotto

Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd, yang berkantor pusat di 60 B Martin Road 05-05/06 Singapore, Warehouse Singapore 0923 adalah pemakai pertama merek “LOTTO” untuk barang-barang pakaian jadi, kemeja, baju kaos, jaket, celana panjang, roks pan, tas, koper, dompet, ikat pinggang, sepatu, sepatu olah raga, baju olah raga, kaos kaki olah raga, raket, bola jaring (net), sandal, selop, dan topi. Merek dagang “LOTTO” ini terdaftar di

10

Page 11: Resume HPI

Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman tanggal 29/6/1979, dengan No. 137430 dan No. 191962 tanggal 4/3/1985.

Pada 1984 Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman telah menerima pendaftaran merek “LOTTO” yang diajukan oleh Hadi Darsono untuk jenis barang handuk dan sapu tangan dengan No. 187.824 pada tanggal 6/11/1984, pendaftaran merek LOTTO untuk kedua barang tersebut tercantum dalam tambahan Berita Negara RI No. 8/1984 tanggal 25/5/1987. Penggunaan merek “LOTTO” oleh Hadi Darsono hampir sama dengan merek yang digunakan pada barang-barang produksi PTE Ltd. Walaupun Hadi menggunakan merek LOTTO untuk barang-barang yang tidak termasuk dalam produk-produk Newk Plus Four Far East (PTE) Ltd., namun kesamaan merek LOTTO tersebut dinilai amat merugikannya.

Akhirnya, pihak Newk Plus Four Far East Ltd Singapore, mengajukan gugatan perdata di pengadilan terhadap Hadi Darsono sebagai Tergugat I dan Direktorat Paten dan Hak Cipta Departemen Kehakiman (Bagian Merek-merek) sebagai Tergugat II. Pihak Penggugat mengajukan tuntutan (petitum) yang isi pokoknya sebagai berikut:

1. Mengabulkan gugatan Penggugat untuk seluruhnya.2. Menyatakan sebagai hukum bahwa Penggugat sebagai pemakai pertama di

Indonesia atas merek dagang LOTTO dan karena itu mempunyai hak tunggal/khusus untuk memakai merek tersebut di Indonesia.

3. Menyatakan bahwa merek LOTTO milik Tergugat I yaitu yang didaftarkan pada Tergugat II dengan nomor register 187824, adalah sama dengan merek Penggugat baik dalam tulisan, ucapan kata maupun suara, dan oleh karena itu dapat membingungkan, meragukan serta memperdaya khalayak ramai tentang asal-usul dan kwalitas barang-barang.

4. Menyatakan batal, atau setidak-tidaknya membatalkan pendaftaran merek dengan register nomor 187824 dalam daftar umum atas nama Tergugat I, dengan segala akibat hukumnya.

5. Memerintahkan Tergugat II untuk mentaati keputusan ini dengan membatalkan pendaftaran merek dengan nomor reg. 187824 dalam daftar umum.

6. Menghukum para Tergugat untuk membayar biaya perkara.7. Atau menurut kebijaksanaan Hakim.

Hasil Putusan Perkara:A. Pengadilan Negeri Dari bukti P1 dan P2 terbukti bahwa “Merek LOTTO” milik Penggugat, terdaftar No.

137.430 dan W 191.962 untuk melindungi jenis barang-barang: pakaian jadi, kemeja, dll.

Dari bukti P3 diketahui bahwa merek Tergugat I dengan kata “LOTTO” telah terdaftar pada Direktorat Paten dan Hak Cipta dengan No. 187.824 untuk melindungi jenis barang handuk dan sapu tangan.

Pasal 2(1) UU Merek tahun 1961 menentukan, hak atas suatu merek berlaku hanya untuk barang-barang sejenis dengan barang-barang yang dibubuhi merek itu.

Menurut pasal 10(1) UU Merek tahun 1961 tuntutan pembatalan merek hanya dibenarkan untuk barang-barang sejenis.

11

Page 12: Resume HPI

Tujuan UU merek tahun 1961 khususnya pasal 10(1) adalah untuk melindungi masyarakat konsumen agar konsumen tidak terperosok pada asal-usul barang sejenis yang memakai merek yang mengandung persamaan.

Menurut pendapat Majelis, walaupun bunyi dari kedua merek Penggugat dan Tergugat I tersebut sama yaitu LOTTO, tetapi pihak konsumen tidak akan dikaburkan dengan asal-usul barang tersebut, karena jenis barang yang dilindungi adalah merek Penggugat sangat berbeda dengan jenis barang yang dilindungi oleh merek Tergugat I.

Jurisprudensi yang tetap antara lain Putusan MA-RI No. 2932 K/Sip/1982 tanggal 31/8/1983, serta No. 3156 K/Pdt/1986 tanggal 28/4/1988, berisi: menolak pembatalan pendaftaran merek dari barang yang tidak sejenis.

Pasal 1 SK Menteri Kehakiman No. M-02-HC-01-01 tahun 1987 tanggal 15/6/1987 menyatakan merek terkenal adalah merek dagang yang telah lama dikenal dan dipakai di wilayah Indonesia oleh seseorang atau badan untuk jenis barang tertentu.

Majelis berkesimpulan bahwa gugatan Penggugat tidak cukup berlasan, karenanya gugatan Penggugat harus ditolak.

B. Mahkamah Agung RI Penggugat menolak putusan Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan mengajukan

permohonan kasasi dengan alasan Pengadilan Negeri salah menerapkan hukum, karena menolak gugatan Penggugat. Pengadilan Negeri mengesampingkan kenyataan bahwa Penggugat adalah pemakai pertama dari merek LOTTO di Indonesia. Ini merupakan syarat mutlak untuk mendapatkan perlindungan hukum menurut UU Merek No. 21 tahun 1961. Sementara itu, Tergugat I tidak dapat mengajukan bukti-bukti yang sah dengan tidak dapat membuktikan keaslian bukti-bukti yang diajukannya.

Mohon Mahkamah Agung konsisten pada putusannya dalam perkara merek terkenal Seven Up - LANVIN – DUNHILL: MA-RI No. 689 K/SIP/1983 dan MA-RI No. 370 K/SIP/1983, yang isinya sebagai berikut: Suatu pendaftaran merek dapat dibatalkan karena mempunyai persamaan dalam keseluruhan dengan suatu merek yang terdahulu dipakai atau didaftarkan, walaupun untuk barang yang tidak sejenis, terutama jika menyangkut merek dagang terkenal. Pengadilan tidak seharusnya melindungi itikad buruk Tergugat I. Tindakan Tergugat I, tidak saja melanggar hak Penggugat tetapi juga melanggar ketertiban umum di bidang perdagangan serta kepentingan khalayak ramai.

Mahkamah Agung setelah memeriksa perkara ini dalam putusannya berpendirian bahwa judex facti salah menerapkan hukum sehingga putusannya harus dibatalkan selanjutnya Mahkamah Agung akan mengadili sendiri perkara ini.

Pendirian Mahkamah Agung tersebut di dasari oleh alasan juridis yang intinya sebagai berikut:

1. Newk Plus Four Far East Ltd, Singapore telah mendaftarkan merek LOTTO di Direktorat Paten & Merek Departemen Kehakiman RI tanggal 29/6/1976 dan 4-3-1985.

12

Page 13: Resume HPI

2. Merek LOTTO secara umum telah terkenal di kalangan masyarakat sebagai merek dagang dari luar negeri. Merek tersebut mempunyai ciri umum untuk melengkapi seseorang yang berpakaian biasa atau berkaitan olah raga beserta perlengkapannya.

3. Merek LOTTO, yang didaftarkan Tergugat I adalah jenis barang handuk dan saputangan, pada 6 Oktober 1984.

4. Mahkamah Agung berpendapat, walaupun barang yang didaftarkan Tergugat I berbeda dengan yang didaftarkan Penggugat, tetapi jenis barang yang didaftarkan Tergugat I tergolong perlengkapan berpakaian seseorang. Dengan mendaftarkan dua barang yang termasuk dalam kelompok barang sejenis i.c kelengkapan berpakaian seseorang dengan merek yang sama, dengan kelompok barang yang telah didaftarkan lebih dahulu, Mahkamah Agung menyimpulkan Tergugat I ingin dengan mudah mendapatkan keuntungan dengan cara menumpang keterkenalan satu merek yang telah ada dan beredar di masyarakat

Kelompok 8 dengan studi kasus Sengketa Mobil Nasional TimorPT Timor Putra Nusantara yang berperan memproduksi mobil masional akan tetapi

PT Timor Putra Nusantara belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka PT Timor Putra

Nusantara mengimpor mobil nasional dari Korea Selatan dalam bentuk jadi. Timbulnya

sengketa mobil nasional ”Timor” dimulai dengan adanya pengaduan Jepang ke WTO yang

bermula dari keluarnya Inpres Nomor 2  Tahun 1996 tentang program Mobnas yang

menunjuk PT Timor Putra Nusantra (TPN) sebagai pionir yang memproduksi Mobnas.

Karena belum dapat memproduksi di dalam negeri, maka keluarlah Keppres No. 42/1996

yang membolehkan PT TPN mengimpor mobnas yang kemudian diberi merek “Timor”,

dalam bentuk jadi atau completely build-up (CBU) dari Korea Selatan.

Selain itu, PT TPN diberikan hak istimewa, yaitu bebas pajak barang mewah dan

bebas bea masuk barang impor. Hak itu diberikan kepada PT TPN dengan syarat

menggunakan kandungan lokal hingga 60 persen dalam tiga tahun sejak mobnas pertama

dibuat. Namun bila penggunaan kandungan lokal yang ditentukan secara bertahap yakni 20

persen pada tahun pertama dan 60 persen pada tahun ketiga tidak terpenuhi, maka PT TPN

harus menanggung beban pajak barang mewah dan bea masuk barang impor. Namun, soal

kandungan lokal ini agaknya diabaikan selama ini, karena Timor masuk ke Indonesia dalam

bentuk jadi dari Korea. Dan tanpa bea masuk apapun, termasuk biaya pelabuhan dan lainnya.

Masalah Mobil Nasional dibawa ke World Trade Organization oleh Jepang untuk

mengajukan keluhan mengenai mobil nasional ke WTO. Jepang menilai bahwa kebijakan

pemerintah tersebut sebagai wujud diskriminasi dan oleh karena itu melanggar prinsip-prinsip

perdagangan bebas. Tuduhan Jepang tersebut terdiri atas tiga poin yaitu :

13

Page 14: Resume HPI

1. Adanya perlakuan khusus impor mobil dari KIA Motor Korea yang hanya memberi

keuntungan pada satu negara. Misalnya perlakuan bebas tarif masuk barang impor,

yang melanggar pasal 10 peraturan GATT.

2. Perlakuan bebas pajak atas barang mewah yang diberikan kepada produsen mobnas

selama dua tahun. Ini melanggar pasal 3 ayat 2 peraturan GATT.

3. Menghendaki perimbangan muatan lokal seperti insentif, mengizinkan pembebasan

tarif impor, dan membebaskan pajak barang mewah di bawah program mobnas

sesuai dengan pelanggaran dalam pasal 3 ayat 1 GATT, dan pasal 3 kesepakatan

perdagangan multilateral.

Dari beberapa kali pertemuan bilateral tingkat menteri, kesepakatan yang ingin

dicapai bertolak belakang dengan keinginan dan cita-cita masing-masing negara. Maka pada

4 Oktober 1996, Pemerintah Jepang melalui Kementrian Industri dan Perdagangan

Internasional (MITI)  resmi mengadukan Indonesia ke WTO yang didasarkan pasal 22 ayat 1

peraturan GATT. Inti dari pengaduan itu, Pemerintah Jepang ingin masalah sengketa

dagangnya dengan Indonesia diselesaikan sesuai dengan kesepakatan perdagangan

multilateral sesuai dengan aturan yang tercantum dalam WTO. Ketika itu, jika dalam tempo

lima-enam bulan setelah pengaduan ke WTO belum dapat diselesaikan, maka Jepang akan

membawanya ke tingkat yang lebih tinggi.

Setelah enam bulan tidak ada penyelesaian sejak Jepang secara resmi mengadukan

Indonesia ke WTO, tampaknya, ancaman Jepang bukan isapan jempol belaka. Jepang

membawa masalah Mobnas ke panel WTO melalui pembentukan dispute settlement body

(DSB) atau sidang bulanan badan penyelesaian sengketa. Dengan terbentuknya DSB, maka

Jepang berharap masalah Mobnas dapat dipecahkan dengan jalan terbaik dan adil.

Prosedur penyelesaian sengketa melalui DSB apabila terjadi sengketa dibidang

perdagangan antara sesama anggota WTO, maka ditempuh prosedur sebagai berikut :

1. Tahap pertama dilakukan konsultasi (Consultation) oleh para pihak yang

bersengketa untuk saling bertemu dan bertukar pikiran.

2. Apabila konsultasi tersebut tidak mencapai kesepakatan, maka sengketa mereka

diajukan oleh Panel (aparat yang ada dalam DSB), dan Panel akan memeriksa

sengketa yang terjadi.

3. Dilakukannya Hearing oleh Panel, dimana para pihak di dengar keterangannya

( argumentasinya ) mengenai masalah tersebut.

4. Adanya “Rebutals“, yakni para pihak dapat melakukan sanggahan-sanggahan

dengan argumentasinya itu.

14

Page 15: Resume HPI

5. Apabila perlu, maka DSB bisa untuk meminta pendapat para ahli dibidang yang

disengketakan, pendapat para ahli disebut Experts.

6. Setelah dilakukannya itu semua, maka dibuatlah laporan sementara yang disebut

Interim Report.

7. Laporan sementara tersebut disampaikan kepada para pihak yang bersengketa untuk

memberikan pandangan-pandangannya, hal ini dinamakan dengan tahap Review.

8. Tahap laporan akhir (Final Report).

9. Panel menyampaikan rekomendasi atau saran keputusan kepada DSB, dinamakan

The Rullings.

10. Setelah menerima rekomendasi tersebut, maka ditetapkanlah keputusan akhir yang

disebut Final Decission oleh DSB.

11. Kepada pihak yang telah dikalahkan ( tergugat ), maka diberi kesempatan untuk

melakukan banding ke lembaga banding yang ada dalam DSB, yang dinamakan

dengan Appeal   →  Appelate Body.

12. Setelah diberi kesempatan banding, maka tibalah pada saat pelaksanaan putusan itu,

yang disebut Enforcement.

Pelaksanaan putusan dilakukan melalui tahap sebagai berikut :

a. Putusan harus segera dilaksanakan.

b. Apabila tidak dilaksanakan dengan segera kepada Tergugat, maka diberikan jangka

waktu tertentu oleh DSB untuk menyampaikan alasan-alasan mengapa tidak

melaksanakan putusan dengan segera.

c. Setelah diberi jangka waktu tertentu, ternyata tidak dilaksanakan juga, maka

penggugat dapat menuntut ganti rugi ( kompensasi ).

d. Apabila tuntutan ganti rugi tidak dilaksanakan juga, maka penggugat dapat meminta

kepada DSB untuk memberikan izin untuk melakukan atau menjatuhkan sanksi

perdagangan dalam sektor perdagangan yang sama. Menjatuhkan sanksi itu

dilakukan oleh penggugat apabila putusan DSB tidak dilaksanakan, sanksi di sector

perdagangan dinamakan dengan dengan LIMITED TRADE SANCTION.

e. Apabila sanksi dibidang perdagangan yang sama tidak efektif, maka penggugat

dapat menjatuhkan sanksi di sektor-sektor perdagangan lainnya, seperti pertanian,

industri, perminyakan, dll.

Berdasarkan langkah langkah diatas, ketika Jepang tidak mendapatkan tanggapan

selama enam bulan, Jepang melaporkan kasus ini langsung kepada panel WTO melalui

DSB. Panel yang beranggotakan 3-5 orang inilah yang akan memeriksa pengaduan dan

15

Page 16: Resume HPI

saksi-saksi. Dan dalam tempo enam bulan, panel akan mengeluarkan rekomendasi yang

akan diserahkan kepada DSB. Di tangan DSB nanti, keputusan hasil panel akan disahkan

satu tahun kemudian.

Setelah waktu yang ditentukan, WTO memutuskan bahwa Indonesia telah

melanggar Prinsip-Prinsip GATT yaitu National Treatment dan menilai kebijakan mobil

nasional tersebut dinilai tidak sesuai dengan spirit perdagangan bebas yang diusung

WTO, oleh karena itu WTO menjatuhkan putusan kepada Indonesia untuk

menghilangkan subsidi serta segala kemudahan yang diberikan kepada PT. Timor Putra

Nasional selaku produsen Mobil Timor (final decission) dengan menimbang bahwa :

a. Penghapusan bea masuk dan penghapusan pajak barang mewah yang oleh

pemerintah hanya diberlakukan pada PT. Mobil Timor nasional merupakan suatu

perlakuan yang diskriminatif dan tentu saja akan sangat merugikan para investor

yang telah terlebih dahulu menanamkan modalnya dan menjalankan usahanya di

Indonesia. Dengan diberlakukannya penghapusan bea masuk dan pajak barang

mewah terhadap mobil timor, hal ini dapat menekan biaya produksi sehingga

membuat harga mobil timor di pasaran menjadi lebih murah, hal tersebut akan

mengancam posisi investor asing yang tidak dapat menrunkan harga jual produknya,

dalam persaingan pasar yang tidak sehat seperti itu, investor asing pasti akan sangat

dirugikan.

b. Untuk menciptakan suatu perdagangan bebas yang efektif dan efisien, GATT dalam

aturan aturannya telah berusaha menghapuskan segala hambatan dalam perdagangan

internasional, antara lain adalah hambatan-hambatan perdagangan Non Tarif, oleh

karena itu kebijakan Pemerintah Indonesia yang menetapkan keharusan aturan

persyaratan kandungan local terhadap investor asing dinilai sebagai upaya

pemerintah dalam menciptakan suatu hambatan peragangan non tarif guna

memproteksi pasar dalam negeri dari tekanan pasar asing. Kebijakan tersebut

merupakan salah satu strategi pemerintah untuk memproteksi pasar Mobil Timor

agar tidak kalah bersaing dengan produsen mobil dari luar negeri. Instrumen

kebijakan tersebut tentunya sangat merugikan pihak produsen mobil dari luar negeri,

dan dapat menciptakan suatu iklim persaingan yang tidak sehat.

Kelompok 9 dengan studi kasus Sengketa Rokok Kretek Indonesia dengan Amerika Serikat

16

Page 17: Resume HPI

Pada tanggal 22 Juni 2009, pemerintah Amerika Serikat (AS) secara resmi

mengeluarkan peraturan publik Family Smoking Prevention Tobacco Control Act of 2009,

Public Law 111-31. Sebelumnya Pemerintah Amerika mengatakan bahwa rokok berasa

(termasuk rokok kretek) memiliki dampak yang besar terhadap ketertarikan pemuda Amerika

untuk merokok. Dalam kasus ini, Indonesia sebagai pengekspor rokok kretek ke Amerika

Serikat merasa dirugikan. Akibatnya, Pemerintah Indonesia mengajukan gugatan kepada

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) terkait larangan peredaran rokok kretek asal Indonesia

di negeri itu. Indonesia menilai bahwa AS telah melakukan diskriminasi terhadap rokok

kretek, sehingga tidak sesuai dengan ketentuan WTO, termasuk, antara lain, Perjanjian

GATT 1994 dan Perjanjian Technical Barriers to Trade (TBT).

Dalam pembahasan di WTO, Indonesia sesungguhnya sudah menyampaikan sikap

atas kebijakan pemerintah Amerika Serikat tersebut. Pada 17 Agustus 2009, delegasi

Indonesia menyampaikan protes atas kebijakan tersebut.

Berikut ini, nota protes pemerintah Indonesia atas boikot produk rokok kretek oleh

Amerika Serikat :

1. Indonesia prihatin dengan langkah-langkah Pemerintah Amerika Serikat tentang UU

Pengendalian Tembakau dan Pencegahan Keluarga dari Rokok. Indonesia

mempertanyakan apakah kebijakan ini sesuai dengan prinsip-prinsip perdagangan

Organisasi Perdagangan Dunia (WTO). Kami memahami Pemerintah AS telah meneken

UU pada 22 Juni 2009. Pada Pasal 907 UU itu menyebutkan Amerika melarang peredaran

semua jenis rokok, kecuali rasa mentol yang akan berlaku 90 hari setelah UU diteken.

2. Pemerintah Indonesia telah berulang kali menyampaikan bahwa Pasal 907 UU tersebut

tidak konsisten dengan prinsip-prinsip umum WTO soal kebijakan nondiskriminasi serta

soal hambatan perdagangan.

3. UU itu melarang produksi atau penjualan rokok yang mengandung zat aditif tertentu,

termasuk cengkeh, di Amerika Serikat. Tetapi, UU itu mengizinkan produksi dan

penjualan rokok lain, khususnya rokok mentol. Semua rokok kretek yang dijual di

Amerika Serikat, sebagian besar diimpor dari Indonesia. Sedangkan, hampir semua rokok

mentol yang dijual di Amerika Serikat diproduksi di dalam negeri.

4. Tidak ada informasi ilmiah atau teknis yang menunjukkan bahwa rokok kretek

menimbulkan risiko kesehatan lebih besar dibandingkan rokok mentol. Apalagi, rokok

mentol dikonsumsi dalam jumlah jauh lebih besar. Pemerintah Indonesia menyatakan

kebijakan tersebut sangat diskriminasi terhadap rokok cengkeh yang diimpor. Karena itu,

17

Page 18: Resume HPI

UU itu tidak sesuai dan melanggar kewajiban Amerika Serikat atas kesepakatan WTO.

Berikut ini jenis pelanggaran AS:

A. Pasal 2, 3, 5, dan 7 dari Persetujuan tentang Penerapan Tindakan Sanitasi dan Fitosanitasi;

B. Pasal 2 dan 12 dari Persetujuan tentang Hambatan Teknis terhadap Perdagangan, dan

C. Perjanjian Umum mengenai Tarif dan Perdagangan 1994.

5. Kami berpendapat bahwa Perjanjian Batasan Teknis Perdagangan (TBT) mewajibkan

Amerika memastikan bahwa produk yang diimpor dari anggota WTO harus mendapatkan

perlakuan tak kurang menguntungkan ketimbang produk domestik. Perjanjian ini

mewajibkan AS menjamin peraturan teknis yang tak membuat batasan dan hambatan tak

perlu dalam perdagangan internasional. Perjanjian TBT mengharuskan AS

mempertimbangkan informasi ilmiah dan teknis, serta kebutuhan perdagangan negara

berkembang seperti Indonesia.

6. Pemerintah Indonesia meminta Amerika menghapus tindakan membatasi perdagangan

bebas yang terkandung dalam UU Pengendalian Tembakau 2009 sehingga mengikuti asas

"keadilan" sesuai prinsip-prinsip WTO.

7. Mengacu pada Pasal 907 UU Pengendalian Tembakau, Pemerintah Indonesia meminta

Amerika Serikat menjawab pertanyaan-pertanyaan berikut:

Mengapa mentol dipilih sebagai satu-satunya rasa, ramuan atau rempah-rempah

dikecualikan dari ketentuan ini?

Rokok kretek adalah industri penting di Indonesia. Apakah rokok kretek juga

diproduksi di Amerika Serikat?

Bagaimana FDA menafsirkan konsep "karakteristik aroma" rokok?

Rokok banyak mengandung bahan selain tembakau. Apa mungkin membedakan

bahan-bahan tersebut dari "karakteristik aroma" rokok?

Mentol berasal dari bahan buatan rasa mint, yang juga dari herbal atau rempah-

rempah. Apakah Amerika percaya bahwa rokok mentol tidak masuk dalam ketentuan

Pasal 907?

Secara fisik, rokok yang mengandung cengkeh dan mentol dengan zat aditif rasa

herbal mempunyai sifat menenangkan. Tujuan akhir dari rokok cengkeh dan mentol

adalah sama

Dalam upaya penyelesaiannya, Indonesia mengajukan pembentukan Panel ke Badan Penyelesaian Sengketa WTO Dispute Settlement Body ((DSB), atas dasar AS melanggar ketentuan WTO mengenai National Treatment Obligation. Hal itu tercantum dalam Pasal 2.1 Technical Barrier to Trade (TBT) Agreement. Selanjutnya, Panel WTO menemukan bahwa

18

Page 19: Resume HPI

kebijakan AS tersebut tidak sesuai dengan ketentuan WTO. Menurut WTO, kebijakan yang membedakan perlakuan terhadap dua produk sejenis, merupakan tindakan yang tidak adil (less favourable). Dengan asumsi WTO ini, AS mengalami keberatan. Akibatnya, Pemerintah AS yang tidak puas terhadap keputusan panel yang dikeluarkan pada 2 September 2011 tersebut, melakukan banding ke WTO pada 5 Januari 2012. Namun, dalam banding tersebut, WTO kembali memenangkan posisi Indonesia, dalam kasus rokok kretek dengan Amerika Serikat (AS). Keputusan tersebut dikeluarkan melalui laporan Appellate Body (AB) pada 4 April 2012, yang menyatakan bahwa AS melanggar ketentuan WTO dan kebijakan AS dianggap sebagai bentuk diskriminasi dagang. Berdasarkan ketentuan Dispute Settlement Understanding (DSU) Pasal 17.14, keputusan AB akan diadopsi oleh DSB setelah 30 hari dikeluarkannya laporan AB, yaitu pada awal Mei 2012.

19