9
Judul buku : Bangsa yang Belum Selesai Penulis : Max Lane Penerbit : Reform Institute Tahun terbit : Cetakan pertama, Mei 2007 Kota terbit : Jakarta Jumlah halaman : 307 halaman Secara keseluruhan, buku ini mengisahkan tentang kejatuhan rezim otoritarian. Pada awal dari buku ini mengisahkan tentang bagaimana Indonesia. Mengenai keragamannya, budayanya, dan kisah pada masa penjajahan. Keragaman nusantara pada awal abad ke-20 merupakan keragaman berbagai kebudayaan yang dikalahkan, yang diubah menjadi sebuah tradisi. Budaya nusantara berubah menjadi “tradisi” yang dipelihara langsung oleh kebijakan kolonial atau dijaga dengan isolasi yang dipaksakan agar tak bertransformasi menjadi sesuatu yang baru. Situasi kemandekan kebudayaan dan pemisah wilayag tersebut berlangsung hingga kebangkitan nasional Indonesia, yang dimulai pada awal abad ke-20. Kebangkitan tersebut membuat munculnya gerakan-gerakan yang disebut revolusi, sebuah revolusi nasional. Proses revolusioner dalam ajang budaya politik dan kesadaran nasional disejejerkan dengan perjuangan dalam bidang ekonomi. Pengerukan kemakmuran menjadi

Review Bangsa Yang Belum Selesai

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Review Bangsa Yang Belum Selesai

Judul buku : Bangsa yang Belum Selesai

Penulis : Max Lane

Penerbit : Reform Institute

Tahun terbit : Cetakan pertama, Mei 2007

Kota terbit : Jakarta

Jumlah halaman : 307 halaman

Secara keseluruhan, buku ini mengisahkan tentang kejatuhan rezim otoritarian. Pada

awal dari buku ini mengisahkan tentang bagaimana Indonesia. Mengenai keragamannya,

budayanya, dan kisah pada masa penjajahan. Keragaman nusantara pada awal abad ke-20

merupakan keragaman berbagai kebudayaan yang dikalahkan, yang diubah menjadi sebuah

tradisi. Budaya nusantara berubah menjadi “tradisi” yang dipelihara langsung oleh kebijakan

kolonial atau dijaga dengan isolasi yang dipaksakan agar tak bertransformasi menjadi sesuatu

yang baru.

Situasi kemandekan kebudayaan dan pemisah wilayag tersebut berlangsung hingga

kebangkitan nasional Indonesia, yang dimulai pada awal abad ke-20. Kebangkitan tersebut

membuat munculnya gerakan-gerakan yang disebut revolusi, sebuah revolusi nasional. Proses

revolusioner dalam ajang budaya politik dan kesadaran nasional disejejerkan dengan

perjuangan dalam bidang ekonomi. Pengerukan kemakmuran menjadi prinsip yang terus

dipacu selama empat abad lalu, termasuk sesudah dimodernisasi selama 100 tahun sebelum

kemerdekaan.

Selain itu, pada bab-bab awal, buku ini membahas dinamika sejarah sejak pergerakan

anti kolonial hingga perebutan kekuasaan oleh Jenderal Soeharto pada tahun 1965 gerakan

kontra-revolusi yang ia jalankan. Sejarah membuktikan, bahwa revolusi membentuk bangsa.

Bentuk revolusi itu adalah aksi, mogok, sosialisme dan demokrasi, syarikat dan rapat akbar

(vergadering). Kosa kata ini memainkan peran yang sangat penting dalam gerakan anti-

kolonial, bukan dongeng rakyat atau wacana yang disaring dari apa yang disebut tradisi

kesukuan. Di atas segalanya: revolusi dan merdeka.

Page 2: Review Bangsa Yang Belum Selesai

Bab-bab tersebut juga menggambarkan bagaimana mobilisasi politik memegang peranan

penting dalam perjuangan anti kolonial hingga tahun 1945. Sejarah gerakan mobilisasi massa

adalah sejarah gerakan pembebasan rakyat dari penindasan ekonomi dan politik sebuah

rezim. Tetapi berbeda dengan Soeharto. Dalam pandangan Max Lane, ada tiga hal yang

berusaha dihindari oleh orde baru, diantaranya; aksi massa atau politik mobilisasi massa

organisasi nasional yang popular dan kehidupan ideologi yang lahir dari revolusi nasional.

Tujuan dari kontra revolusi pada akhirnya adalah mengakhiri secara permanen segala bentuk

politik mobilisasi terbuka. Tidak boleh lagi ada pergerakan.

Perjuangan anti kolonial-lah, yakni perjuangan pembebasan nasional yang

menggerakkan proses yang mulai menciptakan salah satu komponen kunci (pembentukan)

suatu bangsa, apapun pandangan psikologis bersama yang diwujudkan dalam budaya

nasional. Sebagaimana yang digambarkan dalam garis besar sejarah Indonesia, perjuangan

anti kolonial, dan kemudian perjuangan pasca kemerdekaan melawan neo-kolonialisme lah

yang menghasilkan bacaan dan seni, termasuk sejumlah besar tulisan serta pemikiran politik

berbobot, dan selain iutu juga model kehiduopan politilkk, mobilisasai massa, yang

membentuk landasan baru. Unsur-unsur budaya tradisional pra-nasional dimasukkan

kedalamnya untuk mendukung kebudayaan baru. Pada tahun 1960-an, kedaulatan budaya,

yang didukung oleh sebagian masyarakat yang termobilisir, merupakan tujuan yang disadari

dalam proses perjuangan tersebut.

Di awal pemerintahan, Soeharto memakai taktik “massa mengambang atau floating

mass”, sebuah gagasan dari Ali Murtopo. Taktik ini mencegah partisipasi aktif masyarakat

dalam partai politik terkecuali saat mencoblos pada pemilihan umum, dan membuat kepasifan

politik khususnya wilayah desa. Strategi ini dilakukan lewat propaganda dan iklan yang

menggambarkan aktivitas petani mengolah sawah maupun kesibukan masyarakat

membangun desanya.

Max Lane menafsirkan ada dua strategi utama dari proyek kontra-revolusi. Pertama,

dilakukan melalui pembunuhan dan penangkapan besar-besaran. Sasaran ini adalah untuk

mematikan gerakan politik mobilisasi massa sampai ke akar rumput. Strategi kekerasan ini

bukan sekadar “terapi kejut” agar menjauh dari area politik, melainkan ditujukan untuk

mematikan gerakan berbasis kelas itu sendiri. Kedua adalah menyingkirkan lawan-lawan

politik. Soeharto sengaja memisahkan elit politik yang menjadi seterunya supaya gerakan

politiknya terpisah dari massa. Hal ini bisa dilihat dari dua kasus riil, yakni terpisahnya elit

Page 3: Review Bangsa Yang Belum Selesai

politik PKI yang dibantai dan terpisahnya Presiden Soekarno dari massa PNI setelah Soeharto

berhasil melakukan kudeta.

Pada awal masa orde baru, di kampus-kampus, semua politik mobilisasi yang

dilakukan secara terbuka oleh partai-partai kiri (yang meneriakkan pembebasan rakyat) dan

mahasiswanya ditindas dengan kejam. Banyak mahiswa pendukungnya ditahan dan dibunuh.

Pada saat yang sama, sebagian kecil mahasiswa anti-kiri yang mendukung kontra revolusi

Soeharto, didoring untuk melanjtkan protes, demonstrasi, pawai, pertemuan terbuka, dan

menerbitkan korannya sendiri.

Kampanye anti-korupsi (Januari, 1970) merupakan perwujudan dari kritik tetap

bertahan atau oposisi dari kalangan kekuatan moral mahasiswa. Lalu muncul lagi lebih

banyak organisasi atau kelompok mahasiswa dengan aksi-aksinya yang mengecam

pemerintah orde baru. Pada awal Januari 1974, pemerintah baru mulai menanggapi

peningkatan gejolak kritis mahasiswa. Dalam beberapa bulan, banyak mahasiswa dan

pemuda yang ditangkap dan diinterogasi.

Perlu waktu sepanjang 60 tahun dalam perjuangan membentuk dan

mengkonsolidasikan Bangsa Indonesia, atau dinamika revolusi nasional Indonesia selama ini.

Karena sentralitas metode perjuangan dalam revolusi nasional Indonesia, yakni dalam proses

pembangunan Bangsa Indonesia, yang justru menghancurkan dirinya sendiri, maka semua

gagasan maupun ingatan yang terkait dengan pengalaman tersebut juga menjadi sentral dalam

kontra revolusi yang diterapkan oleh Jenderal Soeharto setelah tahun 1965. 

Jika setelah kemerdekaan, Soekarno memberikan kebebasan kepada bermacam-

macam aliran ideologi untuk membangun organisasi massa dan partai politik disamping

mengisi kekosongan sosial dan budaya. Dengan tujuan menyebarkan gagasan anti-kolonial

dan menumbuhkan rasa nasionalisme kepada rakyat Indonesia. Di masa Soekarno, mobilisasi

massa menjadi satu hal umum yang biasa dilakukan oleh parpol dalam meningkatkan

partisipasi politik. Zaman ini merupakan representasi kebebasan berideologi bagi setiap

warganegara dimana semuanya berjuang membentuk Indonesia sesuai bayangan mereka.

Max Lane juga menyoroti peranan Partai Rakyat Demokratik (PRD) dalam peta

sejarah gerakan mahasiswa menjelang kejatuhan Soeharto. Proses kejatuhan Soeharto dimulai

sejak sebuah kelompok kecil aktivis meyakini pentingnya menghidupkan kembali politik aksi

Page 4: Review Bangsa Yang Belum Selesai

massa sebagai jalan satu-satunya untuk mengakhiri kediktatoran Soeharto. Sejak akhir tahun

1980, mereka memelopori kembali gerakan turun ke jalan, pemogokan buruh pabrik dan

penguasaan lahan. Sebelumnya, segala bentuk aktivitas semacam itu telah ditindas dengan

kejam dan dilarang pada tahun 1965. Max Lane memandang bahwa kehadiran PRD

merupakan jawaban atas kegagalan aktivis mahasiswa 66, 78, kelompok petisi 50 dan Forum

Demokrasi sebagai pressure group selama pemerintahan orde baru. Hal ini akibat

eksklusifitas kelompok tersebut ditambah kebijakan floating massyang berdampak

pada kegagalan merubah struktur dan sistem perpolitikan orba. Walaupun kekuatan Partai

Rakyat Demokrat (PRD) dengan organisasi bentukannya seprti SMID, FNPBI, STN terbilang

kecil namun tetap mewakili tahap baru perkembangan politik Indonesia. PRD pada akhirnya

merupakan kekuatan yang menghentikan kediktatoran Soeharto.

PRD turut serta dalam upaya menstabilkan kekuatan politik, dengan membangun

aliansi bersama PDI-Megawati untuk mengkritik kebijakan pemerintah ke instansi dan

lembaga pemerintah lain. Situasi perpolitikan antara 1995 hingga 1996 selalu diwarnai

dengan tindakan represif negara kepada peserta aksi karena peningkatan demonstrasi massa

secara kuantitas. Berdasarkan data Yayasan Insan Politika (YIP) yang meneliti jumlah aksi

massa mulai tahun 1989 dan 1998 dengan terfokus di pulau Jawa. Dari penelitian ditemukan

30 dan 40 aksi protes mahasiswa terutama di Jakarta dan Jawa setiap tahunnya antara 1989

hingga 1992. Dengan mengangkat isu berbeda seperti demokrasi kampus, solidaritas petani

dan buruh, protes sekitar penangkapan aktivis yang mendistribusikan buku-buku Pramoedya

Ananta Toer, kebebasan pers.

Dari analisa diatas, yang dipaparkan dalam buku ini menyimpulkan bahwa Soeharto

tidak sekedar jatuh dari kekuasaan, dia dijatuhkan. Dan bahwa gerakan yang mendongkelnya

dari kekuasaan adalah hasil dari upaya berliku dan didorong oleh kesadaran untuk

membangun gerakan politik berbasis massa yang bertujuan menjatuhkan sang diktator.

Dalam konteks ini, analisa ini berbeda dari mayoritas analisa barat yang menengarai kekuatan

asing atau elit sebagai penyebab utama kejatuhan Soeharto.

Soeharto memang tumbang, tapi partai Golkar dan militer masih tetap memainkan

peranan yang penting dalam menghambat revolusi. Kedua infrastruktur itu pula yang

menyebabkan proses transformasi sosial untuk menghentikan krisis ekonomi dan

membangun kesadaran nasional yang baru terus terhambat. Bahkan, saking kuatnya pengaruh

Page 5: Review Bangsa Yang Belum Selesai

kontra-revolusi, kekuatan revolusi angkatan 1990-an ini juga tidak mampu melahirkan

kepemimpinan nasional yang kokoh.

Pada bab 9 merangkum kondisi-kondisi sosio-ekonomi sejak didesakkannya resep-

resep ekonomi neo-liberal, yang memperkuat proses politik menggulingkan Soeharto

sepanjang tahun 1990 hingga periode pasca Soeharto. Pada bab terakhir, dipaparkan

penjelasan tentang kesadaran yang terpecah dalam protes-protes sosial yang terus ada setelah

kejatuhan Soeharto. Analisanya menyimpulkan bahwa, walaupun gerakan massa menentang

kediktatoran telah berhasil merebut kembali budaya politik Indonesia yang dibutuhkan bagi

revolusi nasional (mobilisasi aksi), namun proses untuk merebut kembali ideologi dan budaya

yang dibutuhkan juga bagi revolusi nasional, baru saja mulai berjalan. Hal yang sangat jelas

memang tidak hadirnya ideologi dalam era reformasi saat ini. Ideologi Demokrasi Terpimpin

gagasan Soekarno sudah dilupakan, Demokrasi Pancasila buatan Orde Baru tercoreng karena

menjadi dasar sistim otoriter yang ditumbangkan massa selama reformasi.

Max Lane berkesimpulan bahwa perubahan politik yang terjadi di Indonesia adalah

karena aksi massa. Ia menyoroti periode gerakan mahasiswa pada tahun 1965 yang

menurutnya dilakukan secara politis, dan paska 1966 aksi-aksi yang terjadi justru anti-politik.

Saat itu juga menguat peranan institusi, yakni militer. Dan pada tahap berikutnya, tahun

1970an dimunculkan isu korupsi sebagai gerakan moral dengan tokoh seperti Arief Budiman

yang akhirnya meluas menjadi aksi anti modal Jepang dan anti militerisma. 

Kediktatoran Soeharto yang dijatuhkan oleh aksi massa dan mahasiswa ternyata

membuktikan bahwa pemerintah tidak sepenuhnya dapat mengelola kebijakan “massa

mengambang” untuk terus hidup dalam kepasifan. Meskipun beberapa kalangan menilai

bahwa kejatuhan Soeharto juga tidak terlepas dari campur tangan luar negeri. Tampaknya

peningkatan jumlah aksi dan radikalisasinya mampu memunculkan “keberanian” massa

terhadap kebijakan negara beserta aparatnya.

Menurutnya, Indonesia yang sekarang secara faktual telah menjadi nation belumlah

siap menjadi bangsa yang utuh karena masih banyak pekerjaan-pekerjaan rumah yang

sebenarnya belum selesai, bahkan pekerjaan tersebut telah menumpuk dan semakin

menumpuk. Max Lane tetap menyandarkan kesadaran kelas dalam memperbaiki sistem

sosial, politik dan ekonomi secara keseluruhan.

Page 6: Review Bangsa Yang Belum Selesai

Memang reformasi membuka kebebasan hak politik dan hak sipil tetapi belum

mampu mensejahterakan masyarakat secara ekonomi. Akibatnya muncullah “demam

Soeharto” ditengah-tengah masyarakat kita yang mengidam-idamkan stabilitas politik dan

ekonomi seperti 32 tahun lalu. Saat ini masyarakat mesti menyadari bentuk kolonialisme

tidak lagi berwujud fisik melainkan ekonomi oleh karena itu dibutuhkan perjuangan

pembebasan nasional dan melawan neoliberalisme untuk membawa Indonesia ke arah

perubahan lebih baik.