35
KINERJA JANGKA PANJANG PENAWARAN UMUM PERDANA SAHAM DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA: STUDI DI BURSA EFEK INDONESIA Gatot Nazir Ahmad* Suherman^ *^Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

KINERJA JANGKA PANJANG PENAWARAN UMUM PERDANA SAHAM DAN FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHINYA: STUDI DI BURSA EFEK

INDONESIA

Gatot Nazir Ahmad*Suherman^

*^Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Jakarta

Page 2: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

RINGKASANTujuan penelitian ini adalah 1)menginvestigasi kinerja (return) jangka

panjang penawaran umum perdana (IPO) saham, dan 2)mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap kinerja jangka panjang IPO. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia, penelitian kami menggunakan 90 sampel perusahaan yang melakukan IPO tahun 2010 – 2014. Hasil statistik desktiptif menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang yang diukur dengan buy-and-hold abnormal returns (BHARs) menunjukkan outperformance sebesar 23,53% (rata-ratanya). Rata-rata umur perusahaan yang melakukan IPO adalah 20,4 tahun. Rata-rata return awal IPO sebesar 14,29% (return satu hari pasca IPO). Rata-rata kepemilikan institusi adalah 69,78%. Rata-rata gross proceeds IPO adalah 825, 85 milyar rupiah. Rata-rata total asset perusahaan IPO adalah 2,58 trilyun. Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang IPO selama 1 tahun mengalami outperformed sebesar 23,53%. Return awal dan dana yang diperoleh dari IPO berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Namun, variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO

1.1. Latar Belakang Penelitian

Page 3: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Banyak penelitian menunjukkan terjadinya underperformance setelah

perusahaan menjual saham perdananya ke masyarakat (diantaranya Boissin dan

Sentis, 2014; Brau, et al., 2012; Ahmad-Zaluki, et al., 2007). Underperformance

adalah return perusahaan lebih rendah dibanding return pasar. Fenomena kinerja

(return) yang lebih rendah dibanding return pasar menarik dan penting diteliti

karena investor menderita kerugian sangat besar ketika menginvestasikan dananya

ke pasar modal dalam jangka panjang di mana return yang didapatkannya lebih

rendah dibandingkan dengan return pasar. Ritter (1991) mengemukakan bahwa

kinerja (return) jangka panjang IPO yang underperformed disebabkan oleh para

investor yang sangat optimis dan ini menyebabkan harga saham naik. Dalam

jangka panjang harga saham tersebut akan mengkoreksi kesalahannya sehingga

return menjadi lebih rendah.

Penelitian kinerja jangka panjang pasca IPO di Bursa Efek Indonesia

(BEI) menjadi lebih menarik karena pasar modal berkembang khususnya BEI

mempunyai karakteristik yang berbeda dengan pasar modal lainnya seperti

misalnya dalam hal persyaratan listing, sistem legal, dan institutional settings.

Diharapkan bahwa kondisi di atas mempunyai dampak pada tingkat kinerja jangka

panjang di BEI. Berbeda dengan penelitian-penelitian sebelumnya di Indonesia,

penelitian kami menggunakan periode penelitian tahun 2009 – 2013 (pasca krisis

keuangan), dan menggunakan bootstrapped-skewness-adjusted t-statistics di mana

t-statistik ini meng-adjust skewness dalam menghitung BHARs.

Pada model kedua (diharapkan dapat dikerjakan pada tahun kedua

penelitian), kami mengembangkan model penelitian pertama diatas dengan

mencari faktor-faktor apa saja yang dapat mempengaruhi tinggi rendahnya tingkat

kinerja (return) jangka panjang IPO. Ahmad-Zaluki, et al, (2007) mengatakan

bahwa return jangka panjang dipengaruhi oleh return awal saat IPO. Semakin

besar return awal, semakin buruk return jangka panjang. Lebih jauh, mereka

menemukan bahwa dana yang didapatkan (proceeds) saat IPO berpengaruh pada

kinerja jangka panjang. Semakin besar pendapatan, semakin kecil ketidakpastian

perusahaan. Jadi, semakin besar pendapatan saat IPO, semakin bagus kinerja

jangka panjang.

Page 4: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Ritter (1984), Loughran dan Ritter (1995), dan Brav dan Gompers (1997)

mengemukakan bahwa kinerja jangka panjang pasca IPO dipengaruhi oleh ukuran

perusahaan. Perusahaan yang kecil mempunyai kinerja jangka panjang yang

underperformed dibandingkan dengan perusahaan yang besar. Ritter (1991),

Field (1997), dan Manurung dan Soepriyono (2006) mengungkapkan bahwa

return jangka panjang perusahaan semakin baik seiring semakin tinggi usia

perusahaan. Umur perusahaan merupakan proksi bagi ketidakpastian mengenai

masa depan perusahaan. Semakin tua umur perusahaan, semakin rendah

ketidakpastian, semakin bagus kinerja jangka panjangnya. Field (1997)

menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan institusi yang lebih

besar pasca IPO memperlihatkan return jangka panjang yang lebih tinggi

dibandingkan dengan perusahaan yang memiliki kepemilikan institusi yang

rendah.

1.2. Rumusan Masalah

Berdasarkan uraian latar belakang penelitian, maka masalah dirumuskan

sebagai berikut:

1. Apakah kinerja jangka panjang penawaran umum perdana (Initial Public

Offerings – IPOs) saham mengalami underperformance?

2. Apakah return awal IPO, gross proceeds, ukuran perusahaan, usia

perusahaan, dan kepemilikan institusi pasca IPO berpengaruh terhadap

kinerja jangka panjang IPO?

1.3. Tujuan Penelitian

Adapun tujuan penelitian ini ialah sebagai berikut:

1. Mengetahui kinerja jangka panjang penawaran umum perdana (Initial

Public Offerings – IPOs) saham

2. Mengetahui apakah return awal IPO, gross proceeds, ukuran perusahaan,

usia perusahaan, dan kepemilikan institusi pasca IPO berpengaruh

terhadap kinerja jangka panjang IPO

Page 5: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

1.4. Manfaat Penelitian

1.4.1. Urgensi untuk Pengembangan Ilmu

1. Hasil riset ini memperkaya hasil penelitian-penelitian terdahulu tentang

IPO yang pernah dilakukan di dalam maupun di luar negeri. Hasil penelitian

ini dapat memberi konfirmasi, dukungan, dan tanggapan terhadap hasil

penelitian terdahulu.

2. Hasil penelitian ini juga dapat memberi konfirmasi atau tanggapan

terhadap teori kinerja jangka panjang IPO, yaitu: overoptimism theory.

1.4.2. Urgensi untuk Operasional

1. Hasil penelitian ini memberikan informasi kepada calon investor / investor

tentang tinggi/rendahnya return awal dan return jangka panjang IPO.

2. Hasil riset ini menginformasikan kepada calon emiten atau emiten agar

mereka (bersama penjamin emisi) dapat lebih maksimal lagi dalam

menetapkan harga penawaran perdana sehingga emiten akan mendapatkan

dana IPO yang lebih banyak / maksimal.

3. Hasil penelitian ini dapat digunakan sebagai informasi mengenai faktor-

faktor yang berpengaruh secara signifikan terhadap kinerja jangka panjang

pasca IPO sehingga dapat digunakan sebagai bahan pertimbangan dalam

menginvestasikan uangnya di perusahaan yang go public.

2.1. Teori Keagenan

Jensen dan Meckling (1976) mengatakan bahwa hubungan keagenan

(agency relationship) muncul ketika satu atau lebih individu (majikan) menggaji

individu lain (agen atau karyawan) untuk bertindak atas namanya,

mendelegasikan kekuasaan untuk membuat keputusan kepada agennya. Hubungan

ini muncul antara: (1)pemilik saham dan manajer, dan (2)pemegang saham dan

kreditur.

Page 6: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Masalah keagenan potensial muncul ketika manajer perusahaan memiliki

kurang dari 100 persen saham perusahaan. Jika perusahaan dikelola sebagai

perusahaan perorangan oleh pemiliknya, maka manajer/pemilik akan menjalankan

perusahaan untuk memaksimalkan kesejahteraannya. Kesejahteraan ini diukur

dari meningkatnya kesejahteraan pribadi, kesenangan, atau barang-barang mewah.

Namun, jika manajer-pemilik menjual beberapa saham kepada pihak luar, maka

konflik kepentingan yang potensial akan segera muncul.

Manajer dapat dimotivasi untuk bertindak demi kepentingan pemegang

saham melalui pemberian insentif berupa imbalan atas kinerja yang baik dan

hukuman untuk kinerja yang buruk. Beberapa mekanisme khusus dapat digunakan

untuk memotivasi manager agar bertindak sesuai dengan kepentingan pemegang

saham, termasuk (1)kompensasi manajerial, (2)intervensi langsung pemegang

saham, (3)ancaman PHK, dan (4)ancaman pengambilalihan.

2.2. Teori Informasi Asimetri

Informasi asimetri terjadi karena adanya perbedaan dalam penguasaan

informasi dan estimasi risiko antara dua pihak yang bertransaksi. Akerlof (1970)

menjelaskan kasus informasi asimetri dengan contoh transaksi mobil bekas.

Pemilik mobil mengetahui lebih banyak mengenai kondisi mobil yang

sebenarnya, mana yang baik dan mana yang jelek kondisinya dibandingkan

dengan pembeli. Pemilik mobil dalam hal ini bisa mengambil keuntungan dengan

menawarkan harga yang lebih tinggi dari harga yang sebenarnya. Di sisi lain,

pembeli tidak tahu kondisi yang sebenarnya, sehingga untuk menghilangkan

risiko kemungkinan kondisi mobil tidak seperti yang diharapkan ia akan menawar

harga lebih rendah. Dalam hal ini terjadi spread antara harga yang ditawarkan

pemilik mobil dengan pembeli. Semakin tinggi ketidakpercayaan (risiko) maka

spread yang terjadi semakin besar.

2.3. Teori-teori Kinerja Jangka Panjang

2.3.1. Overoptimism

Page 7: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Ritter (1991) berargumentasi bahwa rendahnya kinerja jangka panjang

saham-saham IPO disebabkan oleh investor yang terlalu optimis dan perusahaan

memanfaatkannya sebagai peluang untuk melakukan go public untuk memenuhi

kepentingannya yang terkadang bersifat oportunistik. Dalam jangka panjang pasar

akan mengkoreksi kesalahannya ke arah harga saham yang sebenarnya lebih

rendah.

2.3.2. Perbedaan Opini

Teori yang dikemukakan untuk menjelaskan fenomena underperformance

adalah bahwa perbedaan opini (divergence of opinion) akan turun dalam beberapa

tahun setelah IPO. Ketika perusahaan baru berdiri, ada ketidakpastian yang besar

terhadap masa depan perusahaan tersebut. Sebagian investor akan merasa sangat

optimis dibanding dengan investor lainnya. Investor yang optimis ini akan

menentukan harga. Akibatnya, perbedaan opini akan lebih besar pada saat

penawaran publik perdana dibanding pada saham yang diperjualbelikan di pasar

sekunder. Pengaruh perbedaan opini yang lebih besar ini adalah akan menaikkan

harga saham. Lebih jauh, ketika perusahaan sudah lama berjalan, akan menjadi

lebih mudah untuk memprediksi laba dan dividen perusahaan. Perbedaan opini

turun. Ini akan menekan return (Miller, 1977).

2.3.3. Manajemen Laba

Teoh, et al. (1998) berpendapat bahwa ketika sedikit informasi mengenai

perusahaan diketahui pada saat penawaran perdananya, investor harus

mempercayai informasi yang ada di prospektus perusahaan ketika menilai

perusahaan. Perusahaan-perusahaan dapat saja menyesuaikan accruals,

meninggikan laba mereka. Sebagai konsekuensinya, jika investor menilai

perusahaan berdasarkan apa yang tertulis di prospektus, mereka akan membayar

lebih banyak untuk saham perusahaan tersebut, lebih tinggi daripada nilai

fundamentalnya. Setelah IPO, perusahaan tidak dapat mempertahankan tingkat

laba tersebut dan saham perusahaan akan jatuh. Oleh karena itu, semakin tinggi

sebuah perusahaan membuat laba-nya menjelang IPO, semakin jauh harga saham

akan jatuh dan menyebabkan semakin besar underperformance.

Page 8: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Chaney dan Lewis (1998) menemukan hubungan yang berbeda antara

manajemen laba dan return jangka panjang. Mereka mengatakan bahwa

perusahaan memberikan sinyal tentang kualitas perusahaan dengan memanfaatkan

accruals untuk “memuluskan” laba; yaitu perusahaan menggunakan accruals

untuk meminimalkan variabilitas laba-nya, dengan memberikan tren yang lebih

halus (smooth). Chaney dan Lewis berpendapat bahwa hal tersebut membuat lebih

mudah bagi investor untuk mengetahui nilai sebenarnya perusahaan. Mereka

menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan yang mempunyai kinerja baik

cenderung memuluskan laba lebih banyak, sementara kebalikannya perusahaan-

perusahaan yang melaporkan laba-nya dengan variabilitas yang lebih besar

cenderung mempunyai returns jangka panjang yang rendah.

2.4. Penelitian-penelitian Terdahulu

Beberapa penelitian mengenai kinerja jangka panjang IPO dilakukan di

Indonesia. Manurung dan Soepriyono (2006) meneliti kinerja jangka panjang IPO

di Bursa Efek Jakarta (sekarang berganti nama menjadi Bursa Efek Indonesia)

periode 2000-2002. Dengan menggunakan perhitungan EWBHAR, mereka

mengungkapkan bahwa performa emiten non privatisasi setelah satu tahun IPO

mengalami underperformance sebesar 8,27%. Sedangkan emiten privatisasi

mengalami underperformance 4,67% setelah satu tahun IPO. Return pasar yang

digunakan sebagai benchmark ialah return IHSG.

Suroso (2005) mengungkapkan bahwa kinerja perusahaan satu tahun pasca

IPO di Indonesia yang diukur dengan EWBHAR adalah underperformed sebesar

18,95% untuk seluruh perusahaan yang melakukan IPO tahun 1992-2002 yang

berjumlah 216. Untuk sampel manufaktur, perusahaan yang melakukan IPO tahun

1992-1996 mengalami underperformance sebesar 13,81% setelah satu tahun,

tahun 1997-1999 underperformed 14,95%, dan tahun 2000-2002 underperformed

sebesar 24,28%. Jadi, rata-rata underperformance ketiga periode tersebut adalah

17,68%. Return pasar yang digunakan sebagai benchmark ialah return IHSG.

Hartanto dan Ediningsih (2004) menemukan bahwa setelah satu tahun

melakukan IPO di Indonesia, kinerja perusahaan underperformed sebesar 7,83%

Page 9: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

untuk periode 1992-2001. Selama periode sebelum krisis moneter, 1992-Juni

1996, kinerja perusahaan underperformed sebesar 10,00%. Sedangkan periode

Juli 1997-2001 kinerja perusahaan juga underperformed sebesar 5,79%. Returns

dihitung secara equally-weighted. Return pasar yang digunakan sebagai

benchmark ialah return IHSG.

Penelitian tentang kinerja jangka panjang IPO juga dilakukan diluar negeri

seperti Malaysia, Amerika Serikat dan Eropa. Ahmad-Zaluki, et al. (2007)

menginvestigasi kinerja harga saham jangka panjang pada 454 perusahaan IPO

Malaysia yang tercatat di KLSE selama periode tahun 1990-2000. Hasilnya

adalah IPO Malaysia secara signifikan outperform dibanding return pasar ketika

kinerja diukur dengan menggunakan EWCAR dan EWBHAR. Namun demikian,

overperformance yang signifikan tersebut hilang ketika returns dihitung

berdasarkan pada VWCAR, VWBHAR dan diregresikan kedalam model Fama-

French.

Boissin dan Sentis (2014) meneliti kinerja jangka panjang IPO di Perancis.

Periode penelitiannya tahun 1991 sampai 2005. Hasil penelitian mereka

menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang IPO menunjukkan

underperformance. Mereka mengelompokkan IPO menjadi dua, yaitu 1)IPO yang

direkomendasi oleh para analisis, dan 2)IPO yang tidak direkomendasikan oleh

analisis. Kinerja jangka panjang IPO yang tidak direkomendasikan oleh analisis

mengalami underperformed yang lebih tinggi. Zarafat dan Vejzagic (2014)

melakukan penelitian tentang kinerja jangka panjang IPO di Malaysia. Sampel

penelitian mereka 166 perusahaan yang melakukan IPO periode tahun 2004-2007.

Hasilnya adalah terjadi underperformance sebesar 10,8% satu tahun pasca IPO.

Wen dan Cao (2013) melakukan investigasi kinerja jangka panjang IPO di pasar

modal Taiwan. Hasilnya ialah mereka menemukan kinerja jangka panjang IPO

mengalami underperformed sebesar 48.54%.

Gompers dan Lerner (2003) meneliti 3661 perusahaan IPO dari 1935

sampai 1972 untuk periode pengamatan lima tahun setelah IPO di US. Temuan-

temuan mereka memberitahukan bahwa kinerja IPO tergantung pada metode yang

dipakai untuk mengukur returns. Hasil-nya menunjukkan underperformance

Page 10: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

terjadi ketika return diukur dengan BHAR. Return IPO menjadi sama dengan

pasar ketika menggunakan calendar-time analysis (FFTFM).

Menggunakan sampel sebanyak 1526 perusahaan Amerika Serikat yang

melakukan penawaran umum perdana antara tahun 1975 dan 1984, Ritter (1991)

menemukan bahwa return rata-rata selama tiga tahun setelah IPO secara

signifikan lebih rendah dibanding return rata-rata pasar. Dengan menggunakan

metode pengukuran CAR, ditemukan bahwa kinerja satu, dua dan tiga tahun

berturut-turut setelah IPO underperformed sebesar 10,23%, 16,89%, dan 29,13%.

Ritter (1998) melakukan studi kinerja jangka panjang setelah IPO di tiga belas

negara. Hasilnya menunjukkan bahwa underperformed terjadi di sebelas negara.

Kiss dan Stehle (2002) dalam penelitiannya di Germany’s Neuer Markt dalam

kurun waktu 1997-2001 menemukan bahwa kinerja jangka panjang IPO setelah

satu tahun mengalami underperformed.

Hasil yang berbeda ditemukan di Malaysia. Dawson (1987) menemukan

adanya outperformance secara signifikan setelah satu tahun IPO. Outperformance

sebesar 18,2% di atas return pasar. Sampel penelitiannya adalah sampel yang

melakukan IPO antara tahun 1978-1984. Jelic, et al (2001), Corhay, et al. (2002),

dan Ahmad-Zaluki, et al. (2007) juga menyatakan outperformance terjadi di pasar

modal Malaysia sebesar 24,83%, 41,71%, dan 32,63%.

Kinerja jangka panjang IPO juga dipengaruhi oleh beberapa faktor. Ritter

(1991) mengutarakan adanya hubungan signifikan antara umur perusahaan dan

kinerja jangka panjang dimana perusahaan yang berumur lebih muda

memperlihatkan kinerja jangka panjang yang lebih buruk. Sebaliknya, perusahaan

yang lebih tua mempunyai kinerja yang lebih bagus. Manurung dan Soepriyono

(2006) juga mengungkapkan bahwa umur perusahaan signifikan berpengaruh

kepada kinerja jangka panjang IPO.

Field (1997), dengan sampel 2793 perusahaan IPO selama tahun 1979-

1989, menemukan bahwa perusahaan yang mempunyai kepemilikan institusi

yang lebih tinggi mengalami kinerja jangka panjang yang lebih tinggi dibanding

dengan perusahaan dengan tingkat kepemilikan institusi yang lebih rendah. Dia

menginterpretasikan hal ini sebagai bukti bahwa investor institusi dapat

Page 11: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

mengungkapkan nilai sebenarnya perusahaan yang baru melakukan penawaran

umum perdana, tentunya karena investor institusi mempunyai informasi yang

lebih baik daripada investor non institusi.

Brav dan Gompers (1997) menemukan bahwa ukuran perusahaan

mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka

memberikan bukti bahwa underperfomance terjadi pada perusahaan-perusahaan

kecil. Sebaliknya, perusahaan-perusahaan besar mempunyai kinerja jangka

panjang yang lebih baik. Ahmad-Zaluki, et al. (2007) mengungkapkan kinerja

saham jangka panjang berhubungan signifikan dengan jumlah dana yang

dihasilkan saat IPO dan tingkat return awal IPO. Jumlah dana yang didapatkan

saat IPO berhubungan positif dengan kinerja jangka panjang. Sedangkan

hubungan antara tingkat return awal dan kinerja jangka panjang adalah negatif.

2.5. Hipotesis Penelitian

Berikut hipotesis penelitian ini:

H 1 Kinerja jangka panjang saham IPO mengalami underperformance.

H 2a Return awal IPO berpengaruh negatif terhadap kinerja jangka panjang

saham IPO.

H 2b Gross proceeds berpengaruh positif terhadap kinerja jangka panjang IPO?

H 2c Ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja jangka panjang

IPO.

H 2d Usia perusahaan berpengaruh positif terhadap kinerja jangka panjang IPO.

H 2e Kepemilikan institusi pasca IPO berpengaruh positif terhadap kinerja

jangka panjang IPO.

3.1. Populasi dan Sampel

Populasi penelitian ini adalah perusahaan yang tercatat di Bursa Efek

Indonesia. Sampel diambil berdasarkan purposive sampling yang mempunyai

kriteria bahwa perusahaan melakukan IPO saham biasa (share-only IPOs), dan

periode IPO adalah tahun 2010 – 2014. Jumlah sampel adalah 90 perusahaan yang

melakukan IPO.

Page 12: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

3.2. Definisi dan Pengukuran Variabel

3.2.1. Variabel Kinerja Jangka Panjang

Kinerja jangka panjang adalah return perusahaan jangka panjang pasca

IPO. Periode pengamatan yang digunakan adalah satu tahun setelah perusahaan

melakukan penawaran umum perdana. Kinerja jangka panjang diukur dengan

Buy-and-Hold Abnormal Returns (BHARs)

3.2.2. Variabel Return Awal

Return awal adalah naik atau turunnya harga saham IPO. Return awal

pada penelitian ini menggunakan periode pengamatan selama satu hari pasca IPO.

Return awal tersebut diukur dengan menggunakan logaritma natural dengan

maksud untuk lebih mendekatkan hasil penghitungan ke distribusi normal. Return

awal diukur sebagai berikut:

LnRAi,t= Ln(cpi,t/opi,t) (3.1)

dimana; RAi,t = return awal saham i periode t, cpi,t= closing price (harga

penutupan) saham i periode t, dan opi,t = offering price (harga penawaran) saham i

periode t.

3.2.3. Variabel Kepemilikan Institusi Pasca IPO

Kepemilikan institusi pasca IPO adalah investor institusi yang memiliki

saham biasa pasca penawaran umum perdana. Pengukurannya adalah total

kepemilikan oleh investor institusi (total institutional shareholdings). Mengetahui

struktur kepemilikan dengan segera pasca IPO adalah sangat sulit karena

perusahaan tidak langsung mempublikasikannya kepada masyarakat. Untuk itu,

data kepemilikan institusi diambil dari publikasi ICMD beberapa waktu setelah

perusahaan melakukan IPO.

3.2.4. Variabel Ukuran Perusahaan

Ukuran perusahaan adalah besar kecilnya total aset menjelang perusahaan

melakukan penawaran umum perdana. Nilai total aset yang diambil ialah total aset

tahun terakhir sebelum tahun IPO perusahaan yang bersangkutan. Semakin besar

aset perusahaan mengindikasikan semakin besar ukuran perusahaan. Aset

Page 13: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

perusahaan yang besar memberikan sinyal bahwa perusahaan mempunyai

prospek. Pengukurannya adalah logaritma natural total aset.

3.2.5. Variabel Umur Perusahaan

Variabel ini mencerminkan jumlah tahun operasi perusahaan sebelum IPO.

Variabel ini juga dapat digunakan untuk melihat stabilitas perusahaan. Semakin

lama perusahaan ini beroperasi berarti semakin mapan perusahaan tersebut. Selain

itu, semakin tua usia perusahaan berarti semakin banyak informasi yang dapat

diperoleh investor atas perusahaan tersebut. Variabel ini diperoleh dari salah satu

bagian prospektus perusahaan penerbit, yaitu sejarah perusahaan. Umur

perusahaan diubah kedalam logaritma natural.

3.2.6. Variabel Dana yang Didapatkan dari IPO

Dana yang diterima dari IPO adalah penerimaan kotor dari penjualan

saham saat penawaran umum perdana. Penerimaan tersebut diukur dalam rupiah

dan diubah dalam logaritma natural. Penerimaan dihitung dengan mengalikan

jumlah lembar saham yang diterbitkan dengan harga penawaran perdana saham.

3.3. Jenis dan Sumber Data

Data yang dipergunakan untuk keperluan penelitian ini adalah data

sekunder. Kinerja jangka panjang membutuhkan data return bulanan berdasarkan

tanggal IPO perusahaan, bukan setiap akhir bulan. Harga saham bulanan

didapatkan di sg.yahoo.finance.com. Karena pengukuran kinerja jangka panjang

diatas disesuaikan dengan return pasar, maka dibutuhkan harga pasar. Harga pasar

pada penelitian ini menggunakan proksi nilai IHSG Tanggal data IHSG

disesuaikan dengan tanggal data harga saham perusahaan. Data return awal yang

dibutuhkan adalah harga penawaran saat IPO dan harga penutupan. Karena

periode pengamatan return awal adalah satu hari, maka harga penutupan yang

diambil adalah harga penutupan di hari pertama. Data harga penawaran dan harga

penutupan diambil dari www.e-bursa.com.

Data kepemilikan institusi pasca IPO dilihat di ICMD. Mengetahui

struktur kepemilikan dengan segera pasca IPO adalah sangat sulit karena

perusahaan tidak langsung mempublikasikannya kepada masyarakat. Untuk itu,

Page 14: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

data kepemilikan institusi diambil dari publikasi ICMD beberapa waktu setelah

perusahaan melakukan IPO. Data dana yang diperoleh dari IPO adalah harga

penawaran saat IPO dan saham yang dijual. Harga penawaran dan jumlah saham

yang dijual saat IPO didapatkan dari www.e-bursa.com.

3.4. Metode Analisis Data

3.4.1. Analisis Kinerja Jangka Panjang

3.4.1.1. Buy-and-Hold Abnormal Returns (BHARs)

Penelitian ini juga menggunakan metode BHARs untuk mengukur kinerja

jangka panjang. BHARs dipakai untuk mengurangi bias statistik dalam mengukur

kinerja kumulatif jangka panjang pada metode CARs (Conrad dan Kaul, 1993).

Market adjusted buy-and-hold return perusahaan i pada bulan t dihitung

sebagai berikut:

= (3.2)

dimana ri,t adalah return mentah bulanan perusahaan i pada bulan t; rm,t merupakan

return pasar pada bulan t; dan T adalah bulan ke 12. Metode ini mengukur total

return dari strategi buy-and-hold dimana saham dibeli pada harga penutupan di

hari listing dan ditahan sampai pada tahun 1.

Setelah mendapatkan BHARi,t kemudian menghitung mean buy-and-hold

abnormal return untuk period t sebagai berikut:

= (3.3)

Ketika return dihitung secara tertimbang rata-rata (equally-weighted), ωi = 1/n.

4.4.2. Analisis Regresi

Sedangkan untuk menguji hipotesis kedua yaitu variabel return awal,

umur perusahaan, ukuran perusahaan, dana yang didapatkan saat IPO, dan

kepemilikan institusi pasca IPO mempunyai pengaruh terhadap kinerja jangka

panjang pasca IPO digunakan analisis regresi berganda sebagai berikut:

KIN_JGK_PJGtit = β0 + β1LnRAit + β2KPMLK_INSTIit +

Page 15: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

β3LnUMURit + β4LnUKURANit +

β5LnDANA_IPOit + eit (3.4)

dimana KIN_JGK_PJG ialah raw BHAR satu tahun setelah IPO; LnRA adalah

logaritma natural return awal satu hari perdagangan; KPMLK_INSTI ialah total

kepemilikan institusi pasca IPO; LnUMUR ialah logaritma natural umur

perusahaan; LnUKURAN adalah logaritma natural ukuran perusahaan (total

aset); dan LnDANA_IPO ialah penerimaan (proceeds) dari IPO

3.5. Uji Hipotesis

3.5.1. Hipotesis Pertama

Ketika BHAR dipakai untuk mengukur kinerja, maka t hitung yang

digunakan adalah t hitung konvensional dan t hitung yang disesuaikan dengan

skewness (bootstrapped skewness-adjusted t-statistic) (Lyon, Barber, dan Tsai,

1999) yaitu sebagai berikut:

(3.5)

dimana; , (3.6)

(3.7)

dimana ŷ adalah estimasi koefisien skewness, n0.5S merupakan t hitung

konvensional. Setelah t hitung ditentukan, maka t tabel dicari. Bila t hitung lebih

besar (kecil) daripada t tabel, maka underperformance / outperformance

signifikan (tidak signifikan) terjadi. Tingkat signifikansi adalah 1%, 5%, dan

10%.

3.5.2. Hipotesis Kedua

Pengujian hipotesis kedua dilakukan secara parsial terhadap koefisien

regresi dengan menggunakan uji t yang langkah-langkahnya sebagai berikut:

a. Merumuskan hipotesis

Page 16: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

H0 : βi = 0, artinya tidak ada hubungan yang signifikan antara variabel

independen Xi dan variabel dependen.

Ha : βi ≠ 0, artinya ada hubungan yang signifikan antara variabel

independen Xi dan variabel dependen.

b. Menentukan tingkat signifikansi α = 0,01; 0,05; dan 0,10 dan degree of freedom

df = n – k untuk menentukan nilai t tabel.

c. Menghitung nilai t hitung dengan rumus:

t hitung = βi / Se(βi)

dimana; βi ialah koefisien perubahan nilai setiap variabel independen, dan

Se(βi) adalah standar deviasi koefisien variabel independen ke i.

Hasil t hitung dibandingkan dengan t tabel. Kriteria penerimaan sebagai berikut:

H0 diterima bila t hitung < t tabel,

Ha diterima bila t hitung > t tabel.

Page 17: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan
Page 18: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

4.1. Statistik Deskriptif

Rata-rata raw BHAR pada penelitian ini sebesar 132,19% dengan nilai

maksimum sebesar 649,68%. Nilai minimum raw BHAR sebesar 35,76% dan

standar deviasi dari BHAR sebesar 96,27%. Rata-rata adjusted BHAR 23,53%.

Ini artinya rata-rata saham outperformance (return sampel lebih tinggi dibanding

return pasar). Adjusted BHAR terendah dan tertinggi adalah -78,20% dan

513,36%.

Rata-rata umur perusahaan pada penelitian ini sebesar 20,40 tahun dengan

nillai maksimum sebesar 90 tahun yang dimiliki oleh PT. Jaya Agra Wattie Tbk.

(JAWA), dan standar deviasi dari umur perusahaan sebesar 15,82. Ini

menunjukkan bahwa umur perusahaan pada perusahaan non finansial periode

2010 sampai 2014 setelah melakukan IPO selama 12 bulan memiliki umur

terlama sebesar 90 tahun.

Rata-rata dana yang diperoleh dari IPO (proceeds) pada penelitian ini

sebesar 825,85 miliar rupiah. Nilai maksimum sebesar 6.291,6 miliar rupiah yang

dimiliki oleh PT. Indofood ICB Sukses Makmur Tbk. (ICBP), sedangkan nilai

minimumnya sebesar 30,1 miliar rupiah dimiliki oleh PT. Golden Rentailindo

Tbk. (GOLD) dan standar deviasi sebesar 1.179,12 miliar rupiah. Ini

menunjukkan bahwa dana yang diperoleh dari IPO oleh perusahaan pada

perusahaan non finansial periode 2010 sampai 2014 memiliki nilai tertinggi yaitu

6.291,6 miliar rupiah.

Rata-rata ukuran perusahaan (size) pada penelitian ini sebesar 2.582,47

milliar rupiah. Nilai maksimum sebesar 21.063,71 milliar rupiah yang dimiliki

oleh PT. Salim Ivomas Pratama Tbk. (SIMP), sedangkan nilai minimumnya

sebesar 22,18 milliar rupiah yang dimiliki oleh PT. Skybee Tbk. (SKYB) dan

standar deviasi sebesar 3.700,06 milliar rupiah.

Rata-rata return awal pada penelitian ini sebesar 0,14 dengan nilai

maksimum sebesar 0,7 yang dimiliki oleh PT. Multifiling Mitra Indonesia Tbk.

(MFMI). Nilai minimum sebesar -0,85 yang dimiliki oleh PT. Sarana Menara

Nusantara Tbk. (TOWR) dan standar deviasi dari return awal sebesar 0,23. Ini

Page 19: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

menunjukkan bahwa initial return pada perusahaan non finansial periode 2010

sampai 2014 setelah melakukan IPO selama 12 bulan memiliki nilai tertinggi

initial return sebesar 70%, nilai terendah sebesar -85%.

Rata-rata kepemilikan institusi pada penelitian ini sebesar 69,79 dengan

nilai maksimum sebesar 100 yang dimiliki oleh PT. Perumahan Pembangunan

Tbk. (PTPP). Nilai minimum sebesar 0 dan standar deviasi dari kepemilikan

institusi sebesar 21,58. Ini menunjukkan bahwa kepemilikan institusi pada

perusahaan non finansial periode 2010 sampai 2014 setelah melakukan IPO

selama 12 bulan memiliki nilai tertinggi 100%, nilai terendah sebesar 0%.

Tabel 4.1. Statistik Deskriptif

N Minimum Maximum Mean Std. Deviation

Raw BHAR 90 ,3576 6,4968 1,3219 ,9627

Adjusted BHAR

AGE (tahun)

90

90

-,7820

0

5,1336

90

,2353

20,40

,9488

15,816

Proceeds (milyar rp) 90 30,1 6.291,6 825,85 1.179,12

Size (milyar rp) 90 22,185 21.063,71 2.582,47 3.700,06

Return awal 90 -,8504 ,7000 ,1429 ,2335

KepemiIikan institusi 90 ,0000 100,0000 69,7876 21,5845

4.2. Analisis Buy and Hold Abnormal Return

Gomper dan Lerner (2003) berargumen bahwa metode pengukuran dengan

menggunakan CAR menjadi tidak tepat ketika return sangat volatile. Oleh karena

itu, mereka menyarankan untuk menggunakan metode pengukuran Buy and Hold

Abnormal Return (BHAR).

Tabel 4.2. Kinerja Jangka Panjang Diukur Dengan BHAR

Disesuaikan Dengan IHSGPeriode 1 Tahun

BHAR % 23,53

T 2,97

Page 20: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

N 90

Sumber: data diolah

Pada tabel 4.2, terlihat bahwa nilai BHAR sebesar 23,53% (t-

stat=2,97,signifikansi 5%). Hal ini menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang

IPO mengalami outrperformance terhadap return IHSG selama 12 bulan sebesar

23,53%. Terdapat perbedaan yang cukup besar antara hasil penelitian ini dengan

hasil penelitian Suherman (23,53% vs -18,78%).

4.3. Analisis Regresi

Konstanta sebesar 7,770 menyatakan bahwa jika variable independen

dianggap konstan, maka rata abnormal return saham saham sebesar 7,770.

Koefisien regresi umur perusahaan (AGE) sebesar -0,006 yang berarti umur

perusahaan berpengaruh negatif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR

mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami penurunan

sebesar -0,006 dengan asumsi variable lain konstan. Umur perusahaan memiliki

nilai signifikansi t lebih besar daripada 0,05 yaitu sebesar 0,326. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel independen AGE tidak berpengaruh signifikan

terhadap BHAR. Dita (2013) berpendapat bahwa ukuran perusahaan tidak

berpengaruh terhadap kinerja saham.

Tabel 4.3. Hasil Regresi

Model Unstandardized Coefficients

Standardized Coefficients

T Sig.BStd. Error Beta

1 (Constant) 7,770 2,571   3,023 ,003

AGE -,006 ,006 -,102 -,987 ,326

GP -,246 ,096 -,330 -2,558 ,012

S 3,177E-8 ,000 ,122 ,957 ,341

IR -,923 ,437 -,224 -2,111 ,038

KI ,004 ,005 ,088 ,837 ,405

a. Dependent Variable: Raw BHAR

Page 21: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Koefisien regresi dana yang diterima dari IPO (GP) sebesar -0,246 yang

berarti dana yang diterima dari IPO berpengaruh negatif terhadap BHAR yang

berarti jika BHAR mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan

mengalami penurunan sebesar -0,246 dengan asumsi variable lain konstan. Dana

yang diterima dari IPO memiliki nilai signifikansi t lebih kecil daripada 0,05 yaitu

sebesar 0,012. Hal ini menunjukkan bahwa variabel independen dana yang

diterima dari IPO berpengaruh signifikan terhadap BHAR.

Koefisien regresi ukuran perusahaan (S) sebesar +3,17 yang berarti

ukuran perusahaan berpengaruh positif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR

mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami kenikan

sebesar +3,17 dengan asumsi variable lain konstan. Ukuran perusahaan memiliki

nilai signifikansi t lebih besar daripada 0,05 yaitu sebesar 0,341. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel independen ukuran perusahaan tidak berpengaruh

signifikan terhadap BHAR. Dita (2013) berpendapat bahwa ukuran perusahaan

tidak berpengaruh terhadap kinerja saham. Di sisi lain, Beatty (1989) berpengaruh

negatif terhadap kinerja saham.Koefisien regresi return awal (IR) sebesar -9,23 yang berarti return awal

berpengaruh negatif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR mengalami

kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami penurunan sebesar -9,23

dengan asumsi variable lain konstan. Ukuran perusahaan memiliki nilai

signifikansi t lebih kecil daripada 0,05 yaitu sebesar 0,038. Hal ini menunjukkan

bahwa variabel independen return awal berpengaruh signifikan terhadap BHAR.

Koefisien regresi kepemilikan institusi (KI) sebesar +0,004 yang berarti

kepemilikan institusi berpengaruh positif terhadap BHAR yang berarti jika BHAR

mengalami kenaikan 1 persen maka BHAR saham akan mengalami kenaikan

sebesar 0,004 dengan asumsi variable lain konstan. Ukuran perusahaan memiliki

nilai signifikansi t lebih besar daripada 0,05 yaitu sebesar 0,405. Hal ini

menunjukkan bahwa variabel independen kepemilikan institusi tidak berpengaruh

signifikan terhadap BHAR.

Page 22: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

5. Kesimpulan

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kinerja jangka panjang IPO

selama 1 tahun mengalami outperformed sebesar 23,53%. Return awal dan dana

yang diperoleh dari IPO berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang

IPO. Namun, variabel umur perusahaan, ukuran perusahaan, dan kepemilikan

institusi tidak berpengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad-Zaluki, N., Campbell, K., dan Goodacre, A. 2007. The Long Run Share Price Performance of Malaysian Initial Public Offerings (IPOs). Journal of Business Finance & Accounting, vol. 34., Iss.1-2, pp. 78-110.

Akerlof, G. 1970. The Market for ‘Lemons’: Quality Uncertainty and the Market Mechanism. Quarterly Journal of Economics, 84, pp.488-500.

Boissin, R. dan Sentis, P. 2014. Long-Run Performance of IPOs and the Role of Financial Analysts: Some French Evidence. European Journal of Finance, vol.20, issue 2, p.125—149.

Brau, J. C., Couch, R. and Sutton, N. 2012. The Desire to Acquire and IPO Long-Run Performance. Journal of Financial and Quantitative Analysis, 47 (03), p.493-510

Brav, A., dan Gompers, P.A. 1997. Myth or Reality? The Long-Run Underperformance of Initial Public Offerings: Evidence from Venture and Non-Venture Capital-Backed Companies. Journal of Finance, vol.56, pp.1791-1821.

Chaney, P. & Lewis, C. M. 1998. Income Smoothing and Underperformance in Initial Public Offerings. Journal of Corporate Finance, vol. 4, pp. 1-29

Corhay, A., Teo, S. and Tourani-Rad. 2002. The Long Run Performance of Malaysian Initial Public Offerings (IPO): Value and Growth Effects. Managerial Finance, vol.28, pp.52-65.

Dawson, S.M. 1987. Secondary Stock Market Performance of Initial Public Offers, Hong Kong, Singapore, and Malaysia: 1978-1984. Journal of Business Finance and Accounting, vol.40, pp.65-162.

Field, L. C. 1997. Is Institutional Investment in Initial Public Offerings Related to the Long-Run Merformance of These Firms?. working paper, University of California at Los Angeles.

Gompers, P.A., dan Lerner, J. 2003. The Really Long Run Performance of Initial Public Offerings: The Pre-Nasdaq Evidence. Journal of Finance, vol.58, pp.1355-1392.

Hartanto, I. B. & Ediningsih, S. I. 2004. Kinerja harga saham setelah penawaran perdana (IPO) pada Bursa Efek Jakarta. Usahawan, no.8, th.xxxiii, agustus, hal.36-43.

Page 23: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan

Jelic, R., Saadouni B. & Briston, R. 2001. Performance of Malaysian IPOs: Underwriters Reputation and Management Earnings Forecasts. Pacific-Basin Finance Journal, 9, pp.457-486

Jensen, Michael C. & Meckling, William H. 1976. Theory of the Firm: Managerial Behavior, Agency Costs, and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, 4, pp.305-350.

Kiss, I. & Stehle, R. 2002. Underpricing and Long-Term Performance of Initial Public Offerings at Germany’s Neuer Markt, 1997-2001. working paper, Humboldt Universitat zu Berlin.

Loughran, T. & Ritter, J. R. 1995. The New Issue Puzzle. Journal of Finance, vol.50, pp.23-51.

Lyon, J. D., Barber, B. M. & Tsai, C. 1999. Improved Methods for Tests of Long-Run Abnormal Stock Returns. Journal of Finance, vol. 54, no. 1, 165–201.

Manurung, A. H. & Soepriyono, G. 2006. Hubungan Antara Imbal Hasil IPO dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kinerja IPO di BEJ. Usahawan, No.3, th. XXXV, maret, hal.14-26.

Miller, E.M. 1977. Risk, Uncertainty, and Divergence of Opinion. Journal of Finance, 32, pp.1151-1168.

Ritter, J. R. 1984. The ‘Hot Issue’ Market of 1980. Journal of Business 57, p.215-240.

Ritter, J. R. 1991. The Long Run Performance of Initial Public Offerings. Journal of Finance, vol.46, pp.3-27.

Ritter, J. R. 1998. Initial Public Offerings. Contemporary Finance Digest, 2, pp.5-30.

Suroso. 2005. Hubungan Kinerja Jangka Panjang Saham Pasca-IPO dengan Optimisme dan Divergensi Opini Investor serta Tindakan Oportunitis Emiten. Disertasi, Program Pascasarjana Ilmu Manajemen, Universitas Indonesia, tidak publis.

Teoh, S. H., Welch, I. & Wong, T.J. 1998. Earnings Management and the Long-Run Market Performance of Initial Public Offerings. Journal of Finance, 53, pp.1935-1974.

Wen, Y. F., dan Cao, M. H. 2013. “Short-Run and Long-Run Performance of IPOs: Evidence from Taiwan Stock Market”, Journal of Finance and Accounting, vol.1, No.2, pp.32-40.

Zarafat, H., dan Vejzagic, M. 2014. “The Long-Term Performance of Initial Public Offerings: Evidence from Bursa Malaysia”, Journal of Applied Economics and Business Research, 4(1), pp.42-51.

Page 24: Ringkasan 1 halamanicebuss.org/paper/238.doc · Web view... menemukan bahwa ukuran perusahaan mempunyai pengaruh signifikan terhadap kinerja jangka panjang IPO. Mereka memberikan