22
narkoba dalam Pandangan Islam Kategori: Bahasan Utama , Fiqh dan Muamalah Belum Ada Komentar // 3 Mei 2012 Narkoba sudah kita ketahui bersama bagaimana dampak bahayanya. Narkoba dapat merusak jiwa dan akal seseorang. Berbagai efek berbahaya sudah banyak dijelaskan oleh pakar kesehatan. Begitu pula mengenai hukum penggunaan narkoba telah dijelaskan oleh para ulama madzhab sejak masa silam. Pengertian Narkoba Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Istilah lainnya adalah Napza [narkotika, psikotropika dan zat adiktif]. Istilah ini banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi. Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan. Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Lebih sering digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa. Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. [UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika] bahan ini bisa mengarahkan atau sebagai jalan adiksi terhadap narkotika. Dalam istilah para ulama, narkoba ini masuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa).

rizki's file.doc

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: rizki's file.doc

narkoba dalam Pandangan IslamKategori: Bahasan Utama, Fiqh dan Muamalah

Belum Ada Komentar // 3 Mei 2012

Narkoba sudah kita ketahui bersama bagaimana dampak bahayanya. Narkoba dapat merusak jiwa dan akal seseorang. Berbagai efek berbahaya sudah banyak dijelaskan oleh pakar kesehatan. Begitu pula mengenai hukum penggunaan narkoba telah dijelaskan oleh para ulama madzhab sejak masa silam.

Pengertian Narkoba

Narkoba adalah singkatan dari narkotika, psikotropika dan bahan adiktif lainnya. Istilah lainnya adalah Napza [narkotika, psikotropika dan zat adiktif]. Istilah ini banyak dipakai oleh para praktisi kesehatan dan rehabilitasi.

Narkotika adalah zat atau obat yang berasal dari tanaman atau bukan tanaman baik sintetis maupun semi sintetis yang dapat menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan.

Psikotropika adalah zat atau obat, baik alamiah maupun sintetis bukan narkotika, yang berkhasiat psikoaktif melalui pengaruh selektif pada susunan saraf pusat yang menyebabkan perubahan khas pada aktivitas mental dan perilaku. Lebih sering digunakan oleh dokter untuk mengobati gangguan jiwa.

Bahan adiktif lainnya adalah zat atau bahan lain bukan narkotika dan psikotropika yang berpengaruh pada kerja otak dan dapat menimbulkan ketergantungan. [UU No.22 Tahun 1997 tentang Narkotika] bahan ini bisa mengarahkan atau sebagai jalan adiksi terhadap narkotika.

Dalam istilah para ulama, narkoba ini masuk dalam pembahasan mufattirot (pembuat lemah) atau mukhoddirot (pembuat mati rasa).

Bahaya Narkoba

Pengaruh narkoba secara umum ada tiga:

1. Depresan

Menekan atau memperlambat fungsi sistem saraf pusat sehingga dapat mengurangi aktivitas fungsional tubuh.

Dapat membuat pemakai merasa tenang, memberikan rasa melambung tinggi, member rasa bahagia dan bahkanmembuatnya tertidur atau tidak sadarkan diri

2. Stimulan

Page 2: rizki's file.doc

Merangsang sistem saraf pusat danmeningkatkan kegairahan (segar dan bersemangat) dan kesadaran.

Obat ini dapat bekerja mengurangi rasa kantuk karena lelah, mengurangi nafsu makan, mempercepat detak jantung, tekanan darah dan pernafasan.

3. Halusinogen

Dapat mengubah rangsangan indera yang jelas serta merubah perasaan dan pikiran sehingga menimbulkan kesan palsu atau halusinasi.

Seorang pakar kesehatan pernah mengatakan, “Yang namanya narkoba pasti akan mengantarkan pada hilangnya fungsi kelima hal yang islam benar-benar menjaganya, yaitu merusak agama, jiwa, akal, kehormatan dan harta.”

Dalil Pengharaman Narkoba

Para ulama sepakat haramnya mengkonsumsi narkoba ketika bukan dalam keadaan darurat. Ibnu Taimiyah rahimahullah berkata, “Narkoba sama halnya dengan zat yang memabukkan diharamkan berdasarkan kesepakatan para ulama. Bahkan setiap zat yang dapat menghilangkan akal, haram untuk dikonsumsi walau tidak memabukkan” (Majmu’ Al Fatawa, 34: 204).

Dalil-dalil yang mendukung haramnya narkoba:

Pertama: Allah Ta’ala berfirman,

�ث الخبائ عليه�م م ويحر بات� الطي لهم ويح�ل“Dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk” (QS. Al A’rof: 157). Setiap yang khobits terlarang dengan ayat ini. Di antara makna khobits adalah yang memberikan efek negatif.

Kedua: Allah Ta’ala berfirman,

هلكة� الت �لى إ �أيد�يكم ب تلقوا وال“Dan janganlah kamu menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan” (QS. Al Baqarah: 195).

يما رح� �كم ب كان ه الل �ن إ أنفسكم تقتلوا وال“Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS. An Nisa’: 29).

Dua ayat di atas menunjukkan akan haramnya merusak diri sendiri atau membinasakan diri sendiri. Yang namanya narkoba sudah pasti merusak badan dan akal seseorang. Sehingga dari ayat inilah kita dapat menyatakan bahwa narkoba itu haram.

Page 3: rizki's file.doc

Ketiga: Dari Ummu Salamah, ia berkata,

- ر - ومفت مسك�ر كل عن وسلم عليه الله صلى الله� رسول نهى“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang dari segala yang memabukkan dan mufattir (yang membuat lemah)” (HR. Abu Daud no. 3686 dan Ahmad 6: 309. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini dho’if). Jika khomr itu haram, maka demikian pula dengan mufattir atau narkoba.

Keempat: Dari Abu Hurairah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

, من و ابدا فيها دا مخل �دا خال ف�يها يتردى م جهن نار� في فهو نفسه فقتل جبل م�ن تردى من , من و أبدا فيها دا مخل �دا خال م جهن نار� في اه يتحس يد�ه� في فسمه نفسه فقتل سما تحسى

أبدا ف�يها دا مخل �دا خال م جهن نار� ف�ي �ه� بطن في أ يتوج يد�ه� ف�ي فحد�يدته �حد�يدة ب نفسه قتل“Barangsiapa yang sengaja menjatuhkan dirinya dari gunung hingga mati, maka dia di neraka Jahannam dalam keadaan menjatuhkan diri di (gunung dalam) neraka itu, kekal selama lamanya. Barangsiapa yang sengaja menenggak racun hingga mati maka racun itu tetap ditangannya dan dia menenggaknya di dalam neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya. Dan barangsiapa yang membunuh dirinya dengan besi, maka besi itu akan ada ditangannya dan dia tusukkan ke perutnya di neraka Jahannam dalam keadaan kekal selama lamanya” (HR Bukhari no. 5778 dan Muslim no. 109).

Hadits ini menunjukkan akan ancaman yang amat keras bagi orang yang menyebabkan dirinya sendiri binasa. Mengkonsumsi narkoba tentu menjadi sebab yang bisa mengantarkan pada kebinasaan karena narkoba hampir sama halnya dengan racun. Sehingga hadits ini pun bisa menjadi dalil haramnya narkoba.

Kelima: Dari Ibnu ‘Abbas, Rasul shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

ض�رار وال ضرر ال“Tidak boleh memberikan dampak bahaya, tidak boleh memberikan dampak bahaya” (HR. Ibnu Majah no. 2340, Ad Daruquthni 3: 77, Al Baihaqi 6: 69, Al Hakim 2: 66. Kata Syaikh Al Albani hadits ini shahih). Dalam hadits ini dengan jelas terlarang memberi mudhorot pada orang lain dan narkoba termasuk dalam larangan ini.

Seputar Hukum bagi Pecandu Narkoba

Jika jelas narkoba itu diharamkan, para ulama kemudian berselisih dalam tiga masalah: (1) bolehkah mengkonsumsi narkoba dalam keadaan sedikit, (2) apakah narkoba itu najis, dan (3) apa hukuman bagi orang yang mengkonsumsi narkoba.

Menurut –jumhur- mayoritas ulama, narkoba itu suci (bukan termasuk najis), boleh dikonsumsi dalam jumlah sedikit karena dampak muskir (memabukkan) yang ditimbulkan oleh narkoba berbeda dengan yang ditimbulkan oleh narkoba. Bagi yang mengkonsumsi narkoba dalam

Page 4: rizki's file.doc

jumlah banyak, maka dikenai hukuman ta’zir (tidak ditentukan hukumannya), bukan dikenai had (sudah ada ketentuannya seperti hukuman pada pezina). Kita dapat melihat hal tersebut dalam penjelasan para ulama madzhab berikut:

Dari ulama Hanafiyah, Ibnu ‘Abidin berkata, “Al banj (obat bius) dan semacamnya dari benda padat diharamkan jika dimaksudkan untuk mabuk-mabukkan dan itu ketika dikonsumsi banyak. Dan beda halnya jika dikonsumsi sedikit seperti untuk pengobatan”.

Dari ulama Malikiyah, Ibnu Farhun berkata, “Adapun narkoba (ganja), maka hendaklah yang mengkonsumsinya dikenai hukuman sesuai dengan keputusan hakim karena narkoba jelas menutupi akal”. ‘Alisy –salah seorang ulama Malikiyah- berkata, “Had itu hanya berlaku pada orang yang mengkonsumsi minuman yang memabukkan. Adapun untuk benda padat (seperti narkoba) yang merusak akal –namun jika masih sedikit tidak sampai merusak akal-, maka orang yang mengkonsumsinya pantas diberi hukuman. Namun narkoba itu sendiri suci, beda halnya dengan minuman yang memabukkan”.

Dari ulama Syafi’iyah, Ar Romli berkata, “Selain dari minuman yang memabukkan yang juga diharamkan yaitu benda padat seperti obat bius (al banj), opium, dan beberapa jenis za’faron dan jawroh, juga ganja (hasyisy), maka tidak ada hukuman had (yang memiliki ketentuan dalam syari’at) walau benda tersebut dicairkan. Karena benda ini tidak membuat mabuk (seperti pada minuman keras, pen)”. Begitu pula Abu Robi’ Sulaiman bin Muhammad bin ‘Umar –yang terkenal dengan Al Bajiromi- berkata, “Orang yang mengkonsumsi obat bius dan ganja tidak dikenai hukuman had berbeda halnya dengan peminum miras. Karena dampak mabuk pada narkoba tidak seperti miras. Dan tidak mengapa jika dikonsumsi sedikit. Pecandu narkoba akan dikenai ta’zir (hukuman yang tidak ada ketentuan pastinya dalam syari’at).”

Sedangkan ulama Hambali yang berbeda dengan jumhur dalam masalah ini. Mereka berpendapat bahwa narkoba itu najis, tidak boleh dikonsumsi walau sedikit, dan pecandunya dikenai hukuman hadd –seperti ketentuan pada peminum miras-. Namun pendapat jumhur yang kami anggap lebih kuat sebagaimana alasan yang telah dikemukakan di atas.

Mengkonsumsi Narkoba dalam Keadaan Darurat

Kadang beberapa jenis obat-obatan yang termasuk dalam napza atau narkoba dibutuhkan bagi orang sakit untuk mengobati luka atau untuk meredam rasa sakit. Ini adalah keadaan darurat. Dan dalam keadaan tersebut masih dibolehkan mengingat kaedah yang sering dikemukakan oleh para ulama,

المحظورات تبيح الضرورة“Keadaan darurat membolehkan sesuatu yang terlarang”

Imam Nawawi rahimahullah berkata, “Seandainya dibutuhkan untuk mengkonsumsi sebagian narkoba untuk meredam rasa sakit ketika mengamputasi tangan, maka ada dua pendapat di kalangan Syafi’iyah. Yang tepat adalah dibolehkan.”

Page 5: rizki's file.doc

Al Khotib Asy Syarbini dari kalangan Syafi’iyah berkata, “Boleh menggunakan sejenis napza dalam pengobatan ketika tidak didapati obat lainnya walau nantinya menimbulkan efek memabukkan karena kondisi ini adalah kondisi darurat”.

Penutup

Demikian bahasan singkat kami mengenai hukum seputar narkoba. Intinya, Islam sangat memperhatikan sekali keselamatan akal dan jiwa seorang muslim sehingga sampai dilarang keras berbagai konsumsi yang haram seperti narkoba. Namun demikian karena pengaruh lingkungan yang jelek, anak-anak muda saat ini mudah terpengaruh dengan gelamornya dunia. Sehingga mereka pun terpengaruh dengan teman-temannya yang jelek yang mengajak untuk jauh dari Allah. Nasehat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam sungguh bisa menjadi pelajaran berharga bagi kita semua.

م�ن يعدمك ال ، الحداد� �ير� وك ، الم�سك� صاح�ب� كمثل� وء� الس والجل�يس� �ح� الصال الجل�يس� مثلم�نه تج�د أو ثوبك أو بدنك يحر�ق الحداد� �ير وك ، ر�يحه تج�د أو ، تشتر�يه� �ما إ الم�سك� صاح�ب�

�يثة خب ر�يحا“Seseorang yang duduk (berteman) dengan orang sholih dan orang yang jelek adalah bagaikan berteman dengan pemilik minyak misk dan pandai besi. Jika engkau tidak dihadiahkan minyak misk olehnya, engkau bisa membeli darinya atau minimal dapat baunya. Adapun berteman dengan pandai besi, jika engkau tidak mendapati badan atau pakaianmu hangus terbakar, minimal engkau dapat baunya yang tidak enak” (HR. Bukhari no. 2101, dari Abu Musa).

Moga Allah terus memberi hidayah demi hidayah.

 

Referensi: An Nawazil fil Asyribah, Zainal ‘Abidin bin Asy Syaikh bin Azwin Al Idrisi Asy Syinqithiy, terbitan Dar Kunuz Isybiliya, cetakan pertama, tahun 1432 H, hal. 205-229.

 

Dari artikel Narkoba dalam Pandangan Islam — Muslim.Or.Id by null

     Pada hakikatnya, narkoba adalah bahan zat baik secara alamiah maupun sintetis yaitu narkotika, psikotropika dan zat adiktif lainnya jika masuk kedalam tubuh manusia tidak melalui aturan kesehatan berpengaruh terhadap otak pada susunan pusat dan bila disalahgunakan bertentangan ketentuan hukum. Narkoba pertama kali dibuat oleh orang Inggris dan

Page 6: rizki's file.doc

kemudian disebarluaskan ke daerah daratan Asia mulai dari China, Hongkong, Jepang sampai ke Indonesia.

               Pelaku penyalahgunaan narkoba terbagi atas dua kategori yaitu pelaku sebagai “pengedar” dan/atau “pemakai”, sedangkan peraturan substansial untuk menanggulangi kasus penyalahgunaan narkotika adalah UU Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika, UU Nomor 5 Tahun 1997 tentang Psikotropika dan peraturan lainnya. Dalam UU Nomor 35 Tahun 2009 diatur bahwa Narkotika di satu sisi merupakan obat atau bahan bermanfaat dibidang pengobatan atau pelayanan kesehatan dan pengembangan ilmu pengetahuan, akan tetapi disisi lain dapat pula menimbulkan ketergantungan yang sangat merugikan apabila disalahgunakan atau digunakan tanpa pengendalian dan pengawasan yang ketat serta saksama.

               Pada UU Narkotika dan UU Psikotropika secara eksplisit tidak dijelaskan pengertian “pengedar Narkotika/Psikotropika”. Secara implisit dan sempit dapat dikatakan bahwa, “pengedar Narkotika/Psikotropika” adalah orang yang melakukan kegiatan penyaluran dan penyerahan Narkotika/Psikotropika. Akan tetapi, secara luas pengertian “pengedar” tersebut juga dapat dilakukan dan berorientasi kepada dimensi penjual, pembeli untuk diedarkan, mengangkut, menyimpan, menguasai, menyediakan, melakukan perbuatan mengekspor dan mengimport “Narkotika/Psikotropika”. Dalam ketentuan UU Narkotika maka “pengedar” diatur dalam Pasal 111, 112, 113, 114, 115, 116,  117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125  dan dalam UU Psikotropika diatur dalam Pasal 59 ayat (1) huruf a, c, Pasal 60 ayat (1) huruf b, c, ayat (2), (3), (4), (5), Pasal 61 dan Pasal 63 ayat (1) huruf a UU Psikotropika.

                 Begitu pula halnya terhadap “pengguna Narkotika/Psikotropika”. Hakikatnya “pengguna” adalah orang yang menggunakan zat atau obat yang berasal dari tanaman, baik sintesis maupun semi sintesis yang dapat

Page 7: rizki's file.doc

menyebabkan penurunan atau perubahan kesadaran, hilangnya rasa, mengurangi sampai menghilangkan rasa nyeri, dan dapat menimbulkan ketergantungan, yang dibedakan dalam golongan-golongan sebagaimana terlampir dalam UU Narkotika/Psikotropika. Dalam ketentuan UU Narkotika maka “pengguna” diatur dalam Pasal 116, 121, 126, 127, 128, 134, dan dalam UU Psikotropika diatur dalam Pasal 36, 37, 38, 39, 40, 41, 59 ayat (1) huruf a, b dan Pasal 62 UU Psikotropika.

                Dalam UU Narkotika “pengguna” Narkotika disebutkan dalam pelbagai terminologi, yaitu:

  Pecandu Narkotika sebagai orang yang menggunakan atau menyalahgunakan narkotika dan dalam keadaan ketergantungan pada narkotika, baik secara fisik maupun psikis (Pasal 1 angka 13 UU Narkotika);

  Penyalah Guna adalah orang yang menggunakan narkotika tanpa hak atau melawan hukum (Pasal 1 angka 15 UU Narkotika)

  Korban penyalahguna adalah seseorang yang tidak sengaja menggunakan narkotika, karena dibujuk, diperdaya, ditipu, dipaksa, dan/atau diancam untuk menggunakan narkotika (Penjelasan Pasal 54 UU Narkotika)

  Pasien sebagai orang yang berdasarkan indikasi medis dapat menggunakan, mendapatkan, memiliki, menyimpan dan membawa narkotika golongan II dan golongan III dalam jumlah terbatas dan sediaan tertentu;

  Mantan Pecandu Narkotika adalah orang yang telah sembuh dari ketergantungan terhadap narkotika secara fisik maupun psikis (Penjelasan Pasal 58 UU Narkotika).

Page 8: rizki's file.doc

              Dari dimensi konteks di atas, menimbulkan implikasi yuridis khususnya dari dimensi ketentuan Pasal 4 huruf d, Pasal 54 dan Pasal 127 UU Narkotika untuk menentukan pengguna narkotika korban atau pelaku.  Penyalahguna yang pada awalnya mendapatkan jaminan rehabilitasi, namun dengan memandang asas legalitas yang diterapkan di Indonesia, maka dalam pelaksanaannya pengguna narkotika harus menghadapi resiko ancaman pidana sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 127 UU Narkotika. Bila pengguna narkotika dianggap pelaku kejahatan, maka yang menjadi pertanyaan kemudian adalah siapa korban kejahatan dari pelaku pengguna narkotika, karena dalam hukum pidana dikenal “tidak ada kejahatan tanpa korban”.

             Terhadap konteks di atas, yaitu pengguna narkotika sebagai pelaku tindak pidana dan sekaligus sebagai korban, Mahkamah Agung RI dengan tolok ukur ketentuan Pasal 103 UU Narkotika mengeluarkan Surat Edaran Mahkamah Agung No 04 Tahun 2010 tentang penetapan penyalahgunaan, korban penyalahgunaan, dan Pecandu Narkotika ke dalam Lembaga Rehabilitasi Medis dan Rehabilitasi Sosial, dimana ditentukan klasifikasi tindak pidana sebagai berikut :

a.      Terdakwa pada saat ditangkap oleh penyidik Polri dan Penyidik BNN dalam kondisi tertangkap tangan;

b.      Pada saat tertangkap tangan sesuai butir a diatas ditemukan barang bukti pemakaian 1 (satu) hari;c.       Surat uji laboratorium positif menggunakan narkotika berdasarkan permintaan penyidik;d.     Perlu surat keterangan dari dokter jiwa/psikiater pemerintah yang ditunjuk oleh hakim;e.      Tidak dapat terbukti yang bersangkutan terlibat dalam peredaran gelap narkotika;

              Majelis hakim yang memeriksa dan memutus perkara pengguna narkotika harus menunjuk secara tegas dan jelas tempat rehabilitasi terdekat

Page 9: rizki's file.doc

dalam amar putusannya dengan mempertimbangkan kondisi/taraf kecanduan terdakwa. Sebagai konsekuesi pengguna narkotika adalah pelaku tindak pidana dan sekaligus sebagai korban maka masa menjalani pengobatan dan/atau perawatan bagi pecandu narkotika sebagaimana yang diputus oleh Majelis Hakim yang mengadili perkara, diperhitungkan sebagai masa menjalani hukuman, dimana penentuan untuk menjalani masa pengobatan dan perawatan ditentukan oleh ahli.

              Pada dasarnya, “pengedar” narkoba dalam terminologis hukum dikategorisasikan sebagai pelaku (daders), akan tetapi “pengguna” dapat dikategorisasikan baik sebagai “pelaku dan/atau korban”. Selaku korban, maka “pengguna” narkoba adalah warga negara yang harus dilindungi, dihormati serta dihormati hak-haknya baik dalam proses hukum maupun dimensi kesehatan dan sosial. Pada UU Narkotika telah memberikan hak kepada “pengguna” adanya upaya rehabilitasi bagi pengguna narkotika (Pasal 54 UU Narkotika) yang menegaskan Pecandu Narkotika dan Korban penyalahgunaan narkotika wajib menjalani rehabilitasi medis dan rehabilitasi sosial. Dimana menteri menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau untuk pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Kemudian juga “pengguna” narkotika dapat memilih tempat rehabilitasi yang telah memenuhi kualifikasi dan apabila pengguna narkotika dalam pengawasan negara maka negara memberikan hak rehabilitasi secara cuma-cuma kepada pengguna narkotika dimana pembiayaanya dapat diambil dari harta kekayaan dan asset yang disita oleh negara ( Pasal 9 ayat (1), Penjelasan Pasal 103 ayat 1 huruf b dan Penjelasan Pasal 101 ayat (3) UU Narkotika). Kemudian juga diaturnya hak untuk tidak dituntut pidana sebagai sebuah diskresi bagi “pengguna” narkoba sebagaimana ketentuan Pasal 128 UU Narkotika yang memberi jaminan tidak dituntut pidana bagi Pecandu narkotika yang belum cukup umur dan telah dilaporkan oleh orang tua atau walinya sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (1) dan bagi Pecandu narkotika yang telah cukup umur

Page 10: rizki's file.doc

sebagaimana dimaksud dalam Pasal 55 ayat (2) yang sedang menjalani rehabilitasi medis 2 (dua) kali masa perawatan dokter dirumah sakit dan/atau lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk oleh pemerintah.

             Akan tetapi, walaupun demikian bukanlah berarti bahwa UU Narkotika/UU Psikotropika tidak menimpulkan implikasi yuridis bagi pengguna narkoba. Secara global, implikasi yuridis tersebut berorientasi kepada aturan pelaksanaan bagi UU Narkotika. Tegasnya, pelaksanaan UU Narkotika dapat efektif apabila telah adanya aturan pelaksanaannya (PP/Permenkes). Kemudian terdapatnya pengaturan tumpang tindih pemidanaan bagi pengguna narkotika dan tidak ada batasan limitatif kapan daluwarsa bagi pengguna narkotika dan relatif sulitnya implementasi SEMA Nomor 04 Tahun 2010.

 B.     Kebijakan formulasi Sanksi Pidana (strafsoort/Strafmaat) Bagi

“Pengedar” Dan “Pengguna” UU Narkotika/UU Psikotropika: Sebuah Pengkajian Teori dan Norma.

           Pada hakikatnya, kebijakan formulasi sanksi pidana bagi “Pengedar” dan “Pengguna” UU Narkoba Indonesia secara substansial dalam penelitian ini ditekankan terhadap pelanggaran UU Narkotika/UU Psikotropika.  M. Cherif Bossouni dalam “Substantive Criminal Law” mengemukan adanya 3 (tiga) kebijakan, yaitu kebijakan formulatif/legislasi, kebijakan aplikatif/yudikatif dan kebijakan administratif/eksekusi. Kebijakan formulatif merupakan kebijakan yang bersifat strategis dan menentukan, oleh karena kesalahan dalam kebijakan legislasi akan berpengaruh terhadap kebijakan aplikatif/yudikatif.

           Dikaji dari perspektif perumusan jenis sanksi pidana (straafsoort) dan perumusan lamanya sanksi pidana (straafmaat) maka UU Narkotika/UU

Page 11: rizki's file.doc

Psikotropika yang berkorelasi pada “penggedar” dan “pengguna” terlihat sebagaimana tabel 1 berikut ini:

Tabel 1 :

Strafsoort dan Straafmaat Bagi “Penggedar” UU Narkotika

 

Pasal Jenis Sanksi/Strafsoort

Bentuk Sanksi/Straafmaat

Pasal 111, 112 Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2)   Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal  113, 116 Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima  belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)   Pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal  114 Pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dan pidana

(1)   Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu

Page 12: rizki's file.doc

denda miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)   Pidana mati, penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 6 (enam) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 115 Pidana seumur hidup atau pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2)   Pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal  117     Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 6.000.000.000.000,00 (enam miliar rupiah).

(2)   Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal   118, 119, 121

Pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

Page 13: rizki's file.doc

(2)   Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 120, 123, 124

Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 5.000.000.000.000,00 (lima miliar rupiah).

(2)   Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 122, 125 Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan paling lama 7 (tujuh) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 400.000.000,00 (empat ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 3.000.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

(2)   Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

                                                               

Tabel 2 :

Strafsoort dan Straafmaat Bagi “Penggedar” UU Psikotropika

 

Pasal Jenis Sanksi/Strafsoort

Bentuk Sanksi/Straafmaat

Pasal 59 Pidana mati atau penjara seumur

(1)   Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15

Page 14: rizki's file.doc

hidup atau pidana penjara dan pidana denda

(lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(2)   Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun pidana denda sebesar 750.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal  60 Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 200.000.000.000,00 (duaratus juta rupiah).

(2)   Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (seratus juta rupiah).

(3)   Pidana penjara paling lama 3 (tiga belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal  61 Pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 300.000.000.000,00 (tiga ratus juta rupiah).

(2)   Pidana penjara paling lama 3 (tiga belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.000,00 (enam juta rupiah).

Pasal 63 Pidana penjara dan Pidana denda

(1)   Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 60.000.000.000,00 (enam juta rupiah).

(2)   Pidana penjara paling lama 5 (lima belas) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000.000,00 (sejuta rupiah).

 

Page 15: rizki's file.doc

Tabel 3 :

Strafsoort dan Straafmaat Bagi “Pengguna” UU Narkotika

 

Pasal Jenis Sanksi/Strafsoort

Bentuk Sanksi/Strafmaat

Pasal 116 Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima  belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000.000,00 (sepuluh miliar rupiah).

(2)   Pidana mati, atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal  121 Pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 12 (dua belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 800.000.000,00 (delapan ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp. 8.000.000.000.000,00 (delapan miliar rupiah).

(2)   Pidana mati, pidana penjara seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal  126 Pidana pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan paling lama 10 (sepuluh  belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 600.000.000,00 (enam ratus juta rupiah)

(2)   Pidana penjara paling singkat 5 (lima) tahun dan paling lama 15 (lima  belas)

Page 16: rizki's file.doc

tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan pidana denda maksimum sebagaimana dimaksud pada ayat (1) ditambah 1/3 (sepertiga).

Pasal 128 Pidana kurungan atau pidana denda

Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

Pasal 134 Pidana kurungan atau pidana denda

(1)   Pidana kurungan paling lama 6 (enam) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 2.000.000,00 (dua juta rupiah).

(2)   Pidana kurungan paling lama 3 (tiga) bulan atau pidana denda paling banyak Rp. 1.000.000,00 (satu juta rupiah).

 Tabel 4 :

Strafsoort dan Straafmaat Bagi “Pengguna” UU Psikotropika

 

Pasal Jenis Sanksi/Strafsoort

Bentuk Sanksi/Strafmaat

Pasal 59 Pidana mati atau penjara seumur hidup atau pidana penjara dan pidana denda

(1)   Pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 15 (lima belas) tahun dan pidana denda paling sedikit Rp. 150.000.000,00 (seratus lima juta rupiah) dan paling banyak Rp. 750.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

(2)   Pidana mati atau pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling lama 20 (dua puluh) tahun pidana denda sebesar 750.000.000.000,00 (tujuh ratus lima puluh juta rupiah).

Pasal  62 Pidana penjara dan Pidana denda

Pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun dan pidana denda paling banyak Rp. 100.000.000,00 (seratus juta rupiah)

               

Page 17: rizki's file.doc

             Pada UU Narkotika dan UU Psikotropika (UU 35/2009 dan UU 5/1997) untuk “pengedar” dikenal adanya dua jenis sistem perumusan jenis sanksi pidana  (strafsoort)  yaitu sistem perumusan kumulatif  antara pidana penjara dan pidana denda (Pasal 111, 112, 113, 116, 117, 120, 122, 123, 124, 125 UU Narkotika dan Pasal 60 UU Psikotropika) dan sistem perumusan kumulatif-alternatif (campuran/gabungan) antara pidana mati, pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara dan pidana denda (Pasal 114, 115, 118, 119 UU Narkotika dan Pasal 59 UU Psikotropika).   Kemudian untuk sistem perumusan lamanya saksi pidana (strafmaat) dalam UU Narkotika/Psikotropika juga terdapat dua perumusan yaitu fixed/indefinite sentence system atau sistem maksimum (Pasal 60, 61, 63 UU Psikotropika) dan determinate sentence system (Pasal 111, 112, 113, 114, 115, 116, 117, 118, 119, 120, 121, 122, 123, 124, 125 UU Narkotika dan Pasal 59 UU P