RJP

Embed Size (px)

DESCRIPTION

gfghjgfj

Citation preview

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Tidak semua penderita yang mengalami cardic arrest diresusitasi, melainkan hanya yang mungkin untuk hidup lama tanpa meninggalkan kelainan-kelainan di otak. Jadi resusitasi ialah usaha mengembalikan fungsi pernafasan dan atau sirkulasi dan penanganan akibat henti nafas (respiratory arrest) dan atau henti jantung (cardiac arrest) pada orang, di mana fungsi tersebut gagal total oleh suatu sebab yang memungkinkan untuk hidup normal selanjutnya bila kedua fungsi tersebut bekerja kembali. Jadi bukan pada akhir suatu stadium agonal, di mana karena memburuknya keadaan umum, pusat penting dan organ semakin buruk dan akhirnya gagal total atau pada orang yang pusat di otaknya sudah mengalami kerusakan karena sebab-sebab pernafasan atau sirkulasi sehingga tidak ada lagi kemungkinan untuk hidup.1,2Keberhasilan resusitasi dimungkinkan oleh adanya waktu tertentu diantara mati klinis dan mati biologis. Mati klinis terjadi bila dua fungsi penting yaitu pernafasan dan sirkulasi mengalami kegagalan total. Jika keadaan ini tidak cepat ditolong, maka akan terjadi mati biologis yang irreversibel. Setelah tiga menit mati klinis (jadi tanpa oksigenisasi), resusitasi dapat menyembuhkan 75% kasus klinis tanpa gejala sisa. Setelah empat menit persentase menjadi 50% dan setelah lima menit 25%. Maka jelaslah waktu yang sedikit itu harus dapat dimanfaatkan sebaik mungkin. Agar suatu resusitasi berhasil maksimal tentu saja memerlukan operator yang cekatan dan trampil.21.2 Tujuan Pembuatan ReferatAdapu tujuan pembuatan referat ini adalah agar lebih memahami, mengetahui bagaimana cara melakukan, serta mengetahui kapan dilakukan dan berhenti meresusitasi jantung paru.

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1Definisi Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi mengandung arti harfiah Menghidupkan kembali tentunya dimaksudkan usaha-usaha yang dapat dilakukan untuk mencegah suatu episode henti jantung berlanjut menjadi kematian biologis.32.2Tujuan Resusitasi Jantung Paru

Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup. Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat kradaan dan kesadaran penderita kemudian di lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar (Basic life support) yang bertujuan untuk oksigenasi darurat. 1,2,4Tujuan tahap II (Advance life support) adalah untuk memulai kembali sirkulasi yang spontan, sedangkan tujuan tahap III (Prolonged life support) adalah pengelolahan intensif pasca resusitasi, Hasil akhir dari tindakan resusitasi akan sangat tergantung pada kecepatan dan ketepatan penolongpada tahap I dalam memberikan bantuan hidup dasar. 1,2,4Tujuan utama resusitasi kardiopulmonar yaitu melindungi otak secara manual dari kekurangan oksigen, lebih baik terjadi sirkulasi walaupun dengan darah hitam daripada tidak sama sekali. Sirkulasi untuk menjamin oksigenasi yang adekuat sangat diperlukan dengan segera karena sel sel otak menjadi lumpuh apabila oksigen ke otak terhenti selama 8 20 detik dan akan mati apabila oksigen terhenti selama 3- 5 menit. Kerusakan berupa kecacatan atau bahkan kematian. 1,2,42.3Indikasi dan Kontraindikasi Resusitasi Jantung Paru

1. Iindikasi resusitasi jantung paru

Henti nafas (apnea)

Bila terjadi henti nafas primer, jantung dapat memompa darah selama beberapa menit, dan sisa O2 yang ada dalam paru dan darah akan terus beredar ke otak dan organ vital lain.1,4Penangan dini pada pasien dengan henti nafas atau sumbatan jalan nafas dapat mencegah henti jantung. Henti jantung dapat tejadi akibat tenggelam, stroke, sumbatan jalan nafas oleh benda asing, inhalasi asap, keracunan obat, sengatan listrik, tercekik, cedera, infark miokardial, cedera kilat petir, koma yang menyebabnkan sumbatan jalan nafas. 1,4Pada awal henti nafas, jantung masih berdenyut, nadi masih teraba. Jika henti nafas mendapat pertolongan dengan segera, maka pasien akan terselamatkan hidupnya dan sebaliknya jika terlambat akan berakibat henti jantung yang mungkin menjadi fatal. 1,4 Henti jantung (cardiac arrest)Bila terjadi henti jantung primer, O2 tidak beredar, dan O2 tersisa dalam organ vital akan habis dalam beberapa detik. Henti jantung dapat disertai oleh fenomena listrik berikut : fibrilasi ventrikular, takikardia ventrikular, asistol ventrikular atau disosiasi elektromekanis. 1,4Henti jantung ditandai oleh denyut nadi besar tidak teraba (karotis, femoralis, radialis), disertai kebiruan (sianosis) atau pucat sekali, pernapasan berhenti atau satu-satu (gasping, apnu), dilatasi pupil tidak bereaksi dengan rangsang cahaya dan pasien dalam keadaan tidak sadar.1,42. Kontraindikasi resusitasi jantung paru

Resusitasi jantung paru tidak dilakukan pada keadaan-keadaan sebagai berikut :4 Kematian normal, seperti yang biasa terjadi pada penyakit akut atau kronik yang berat. Pada keadaan ini denyut jantung dan nadi berhenti pertama kali pada suatu saat, ketika tidak hanya jantung tetapi organisme secara keseluruhan bagitu terpengaruh oleh penyakit tersebut sehingga tidak mungkin untuk hidup lebih lama lagi.

Stadium terminal suatu penyakit yang tidak dapat disembuhkan lagi

Bila hampir dapat dipastikan bahwa fungsi cerebral tidak akan pulih, yaitu sesudah 30-60 menit terbukti tidak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung paru.

2.4Langkah-langkah Resusitasi Jantung Paru

Resusitasi jantung paru dibagi menjadi 3 fase diantaranya:4

Fase I : Tunjangan Hidup Dasar (Basic Life Support) yaitu prosedur pertolongan darurat mengatasi obstruksi jalan nafas, henti nafas dan henti jantung, dan bagaimana melakukan RJP secara benar.

Terdiri dari :

C (circulation) : mengadakan sirkulasi buatan dengan kompresi jantung paru.A (airway) : menjaga jalan nafas tetap terbuka.

B (breathing) : ventilasi paru dan oksigenisasi yang adekuat.

Fase II : Tunjangan hidup lanjutan (Advance Life Support); yaitu tunjangan hidup dasar ditambah dengan :

D (drugs) : pemberian obat-obatan termasuk cairan.

E (electrocardiography) : diagnosis elektrokardiografis secepat mungkin setelah dimulai KJL, untuk mengetahui apakah ada fibrilasi ventrikel, asistole, atau agonal ventricular complex.

F (fibrillation treatment) : tindakan untuk mengatasi fibrilasi ventrikel.

Fase III : Tunjangan hidup terus-menerus (Prolonged Life Support).

G (Gauge) : Pengukuran dan pemeriksaan untuk monitoring penderita secara terus menerus, dinilai, dicari penyebabnya dan kemudian mengobatinya.

H (Head) : tindakan resusitasi untuk menyelamatkan otak dan sistim saraf dari kerusakan lebih lanjut akibat terjadinya henti jantung, sehingga dapat dicegah terjadinya kelainan neurologic yang permanen.

H (Hypothermia) : Segera dilakukan bila tidak ada perbaikan fungsi susunan saraf pusat yaitu pada suhu antara 30 - 32C.

H (Humanization) : Harus diingat bahwa korban yang ditolong adalah manusia yang mempunyai perasaan, karena itu semua tindakan hendaknya berdasarkan perikemanusiaan.

I (Intensive care) : perawatan intensif di ICU, yaitu : tunjangan ventilasi : trakheostomi, pernafasan dikontrol terus menerus, sonde lambung, pengukuran pH, pCO2 bila diperlukan, dan tunjangan sirkulasi, mengendalikan kejang.4

2.4.1 Persiapan

1.Anestesi

Karena seseorang dalam serangan jantung adalah hampir selalu tidak sadar, obat-obat anestesi biasanya tidak diperlukan untuk resusitasi kardiopulmoner (RJP).72.Peralatan

RJP, dalam bentuk yang paling dasar, dapat dilakukan di mana saja tanpa perlu peralatan khusus.Terlepas dari peralatan yang tersedia, teknik yang tepat sangatlah penting.7

Alat pelindung diri (APD) yaitu, sarung tangan, masker, gaun, harus digunakan. Namun, pada sebagian besar pasien yang diresusitasi di luar rumah sakit, RJP dilakukan tanpa perlindungan seperti itu, dan tidak ada kasus yang telah dilaporkan tentang penularan penyakit melalui pengiriman pasien yang di RJP.Beberapa rumah sakit dan sistem pelayanan medis darurat, menggunakan perangkat elektronik untuk memberikan penekanan dada mekanik, meskipun sampai relatif baru-baru ini, perangkat tersebut belum terbukti lebih efektif daripada kompresi manual yang berkualitas tinggi. Sebuah penelitian yang telah dipublikasikan menunjukkan bahwaadanya peningkatan angka harapan hidup dengan hasil neurologis yang lebih baik pada pasien yang menerima kompresi dekompresi-RJP secara aktif, dengan augmentasi tekanan negatif intrathoracic, dibandingkan dengan pasien yang menerima standar RJP.

Selain itu, sistem kesehatan lainnya telah mulai menerapkan perangkat elektronik untuk memantau RJP dan memberikan umpan balik untuk penyedia audiovisual RJP, sehingga membantu mereka meningkatkan kualitas kompresi selama RJP.7 Seorang operator Advanced Cardiac Life Support (ACLS) (yaitu, dokter, perawat, paramedis) juga dapat memilih untuk memasukkan pipa endotrakeal langsung ke dalam trakea pasien (intubasi), yang menyediakan ventilasi yang paling efisien dan efektif.Namun, 2 penelitian kohort retrospektif telah dipertanyakan nilai intubasi endotrakeal pra-rumah sakit, dan studi lebih lanjut di daerah ini dibenarkan.7

Perangkat tambahan yang digunakan dalam pengobatan serangan jantung adalah defibrilator jantung.Perangkat ini memberikan kejutan listrik ke jantung melalui 2 elektroda ditempatkan pada dada pasien dan dapat mengembalikan jantung ke irama perfusi normal.8

3. Pemposisian pasien

RJP adalah yang paling mudah dan efektif dilakukan dengan meletakkan pasien secara terlentang pada permukaan yang relatif keras, yang memungkinkan kompresi efektif pada sternum. RJP yang dilakukan di atas bahan yang lembut seperti kasur atau yang lainnya, umumnya kurang efektif. Petugas kesehatan yang memberikan penekanan harus ditempatkan cukup tinggi di atas pasien untuk mencapai ketinggian yang cukup, sehingga ia dapat menggunakan berat badannya untuk kompresi dada yang cukup.7

Di rumah sakit, di mana pasien berada di atas brangkar atau tempat tidur, posisi yang tepat sering dicapai dengan menurunkan tempat tidur, operator RJP yang berdiri di atas bangku pijakan , ataupun keduanya.Dalam RJP di luar rumah sakit, pasien sering diposisikan di lantai, dengan operator RJP berlutut di samping pasien.8

2.4.2 Prosedur RJPPada dasarnya resusitasi jantung paru terdiri dari 2 elemen : kompresi dada dan mulut-ke-mulut (mouth-to-mouth) napas buatan.9Sebelum menolong korban, hendaklah menilai keadaan lingkungan terlebih

dahulu:

1. Apakah korban dalam keadaan sadar?

2. Apakah korban tampak mulai tidak sadar, tepuk atau goyangkan bahu

korban dan bertanya dengan suara keras Apakah Anda baik-baik saja?

3. Apabila korban tidak berespon, mintalah bantuan untuk menghubungi

rumah sakit terdekat, dan mulailah RJP

2.4.3 Bantuan Hidup Dasar

Merupakan prosedur pertolongan darurat tentang henti jantung dan henti napas serta bagaimana melakukan RJP yang benar sampai ada bantuan datang. Pedoman 2010 AHA untuk CPR dan ECC merekomendasikan perubahan dalam tunjangan hidup dasar yaitu urutan langkah dari A-B-C (Airway Breathing Chest compressions) diganti dengan C-A-B (Chest compressions Airway Breathing). Perubahan ini adalah karena sebagian besar henti jantung disebabkan oleh fibrilasi ventrikel atau takikardi tanpa denyut (80-90%), kemudian disusul oleh ventrikel asistol (+10%) dan terakhir oleh disosiasi elektro-mekanik (+5%). Dua jenis henti jantung yang terakhir lebih sulit ditanggulangi karena akibat gangguan pacemaker jantung. Fibirilasi ventrikel terjadi karena koordinasi aktivitas jantung menghilang. Maka pada kondisi seperti ini, unsur-unsur penting dari awal BLS adalah penekanan dada dan defibrilasi awal.Dalam urutan A-B-C, penekanan dada sering tertunda sementara responden membuka saluran udara untuk memberikan nafas mulut-ke-mulut, mengambil perangkat penghalang, atau mengumpulkan dan merakit peralatan ventilasi.Dengan mengubah urutan ke C-A-B, penekanan dada akan dimulai lebih cepat. Terdapat juga satu hambatan pada urutan A-B-C, yang dimulai dengan prosedur yang penyedia layanan kesehatan primer menemukan yang paling sulit sekali, yaitu, membuka jalan napas dan memberikan napas.Dimulai dengan penekanan dada mungkin lebih mendorong penyedia pelayanan kesehatan primer untuk memulai RJP. Perubahan besar pada Pedoman 2010 AHA untuk CPR dan ECC adalah sebagai berikut :6 Karena korban serangan jantung dapat bermanifestasi dengan waktu yang singkat seperti kegiatan serangan atau agonal gasps yang dapat membingungkan layanan kesehatan primer, jadi mereka harus dilatih secara spesifik untuk mengidentifikasi presentasi serangan jantung untuk meningkatkan pengakuan serangan jantung.

Dokter harus menginstruksikan penyelamat yang tidak terlatih untuk memberikan Hands-Only CPR untuk orang dewasa dengan serangan jantung mendadak.

Perbaikan telah dilakukan untuk rekomendasi untuk pengakuan segera dan mengaktivasi emergency response system setelah dokter mengidentifikasi pasien dewasa yang tidak responsif dengan tidak bernapas atau tidak bernapas normal (yaitu, hanya terengah-engah).Dokter memeriksa kondisi kesehatan pasien secara singkat tanpa bernapas atau tidak bernapas normal (yaitu, tidak bernapas atau hanya terengah-engah).Dokter kemudian mengaktifkan emergency response system dan mengaktifkan AED (atau mengirim seseorang untuk melakukannya).Dokter tidak harus menghabiskan lebih dari 10 detik memeriksa denyut nadi, dan jika denyut nadi tidak benar-benar teraba dalam waktu 10 detik, harus dimulai RJP dan menggunakan defibrillator eksternal otomatis (AED) bila sudah tersedia.

"Melihat, mendengar, dan merasakan pernafasan" telah dihapus dari algoritma.

Penggunaan tekanan krikoid selama ventilasi umumnya tidak dianjurkan.

Penyelamat harus memulai penekanan dada sebelum memberikan napas penyelamatan (C-A-B bukan A-B-C).Permulaan awal RJP dengan 30 kompresi daripada 2 ventilasi menyebabkan penundaan lebih pendek untuk kompresi pertama.

Tingkat kompresi dimodifikasi untuk setidaknya 100/menit dari sekitar 100/menit.

Kompresi kedalaman untuk orang dewasa telah sedikit diubah untuk minimal 2 inci (sekitar 5 cm) dari kisaran yang direkomendasikan sebelumnya sekitar 1.sampai 2 inci (4 sampai 5 cm).

Kompresi dada pada tingkat yang memadai dan mendalam, membiarkan recoil dada lengkap antara penekanan, meminimalkan gangguan dalam tekanan, dan menghindari ventilasi berlebihan. Mengurangi waktu antara kompresi terakhir dan pengiriman shock dan waktu antara pengiriman shock dan dimulainya kembali penekanan segera setelah memberi shock.

Ada peningkatan fokus menggunakan pendekatan tim selama RJP dilaksanakanPerubahan ini dirancang untuk menyederhanakan pelatihan bagi dokter dan untuk terus menekankan kebutuhan untuk menyediakan RJP berkualitas tinggi bagi pasien serangan jantung.. Gambar 1. Algoritma Basic Life Support (BLS)

Untuk membantu dokter mengenali serangan jantung, dokter harus mengetahui pasien bernapas, dan jika bernafas adalah normal, dalam upaya untuk membedakan korban dengan terengah-engah misalnya, pada pasien yang membutuhkan RJP dari korban yang bernafas normal dan tidak perlu RJP.Pedoman 2010 AHA untuk CPR dan ECC menyarankan dokter untuk menginstruksikan penyelamat untuk memberikan Hands-Only CPRTM untuk orang dewasa yang tidak responsif dengan tidak bernapas atau tidak bernapas normal.Perubahan pada pedoman 2010 AHA untuk CPR dan ECC adalah untuk merekomendasikan inisiasi dengan penekanan dada sebelum ventilasi.Meskipun tidak ada bukti dipublikasikan pada manusia atau hewan yang menunjukkan bahwa permulaan RJP dengan 30 kompresi daripada 2 ventilasi mengarah ke hasil yang lebih baik, penekanan dada memberikan aliran darah, dan penelitian menunjukkan kelangsungan hidup yang lebih tinggi bila para pengamat disediakan penekanan dada daripada tidak penekanan dada. Malah penekanan dada dapat dimulai segera, sedangkan posisi kepala dan mencapai segel untuk mulut-mulut atau sungkup membutuhkan waktu yang lama.Keterlambatan inisiasi penekanan dapat dikurangi jika 2 penyelamat yang hadir: para penyelamat pertama dimulai penekanan dada, dan penyelamat kedua membuka jalan napas dan siap untuk memberikan napas segera sebagai penyelamat pertama telah menyelesaikan set pertama dari 30 penekanan dada. Penekanan menyebabkan pengaliran darah terutama dengan meningkatkan tekanan intrathoracic dan langsung menekan jantung.Penekanan menghasilkan aliran darah kritis dan pengiriman oksigen dan energi ke jantung dan otak.Kebingungan dapat terjadi bila berbagai kedalaman dianjurkan, jadi satu kedalaman kompresi direkomendasikan.Penyelamat sering tidak memadai memampatkan dada meskipun direkomendasi untuk mendorong keras. Selain itu, ilmu sains yang ada menunjukkan bahwa penekanan dari minimal 2 inci lebih efektif dibandingkan penekanan dari 1 inci.Dengan ini, pedoman 2010 AHA untuk CPR dan ECC merekomendasikan kedalaman minimum tunggal untuk kompresi dada orang dewasa, dan bahwa kedalaman kompresi lebih dalam daripada rekomendasi yang lama.6Jumlah penekanan dada per menit selama RJP merupakan faktor penentu penting dari kelangsungan hidup dengan fungsi neurologis yang baik.Jumlah sebenarnya penekanan dada diberikan per menit ditentukan oleh laju penekanan dada dan jumlah dan durasi gangguan dalam penekanan (misalnya, untuk membuka jalan napas, memberikan napas penyelamatan, atau mengizinkan analisis dari AED). Pada banyak penelitian, pengiriman penekanan yang lebih selama resusitasi dikaitkan dengan kelangsungan hidup yang lebih baik, dan pengiriman penekanan lebih sedikit dikaitkan dengan kelangsungan hidup lebih rendah. Pernapasan diperiksa secara singkat sebagai bagian dari pemeriksaan untuk serangan jantung.Setelah set pertama penekanan dada, jalan napas dibuka dan penyelamat memberikan 2 napas kepada pasien.6Tekanan krikoid adalah teknik memberi tekanan kepada tulang rawan krikoid pasien untuk mendorong trakea posterior dan kompres kerongkongan terhadap vertebra serviks.Penekanan krikoid dapat mencegah tekanan inflasi lambung dan mengurangi risiko regurgitasi dan aspirasi selama ventilasi menggunakan sungkup, tetapi juga dapat menghambat ventilasi.Tujuh penelitian secara acak menunjukkan bahwa penekanan krikoid dapat menunda atau mencegah penempatan suatu saluran napas dan bahwa aspirasi masih dapat terjadi meskipun aplikasi tekanan krikoid dilakukan. Oleh karena itu, penggunaan rutin tekanan krikoid tidak dianjurkan.6Bantuan hidup dasar biasanya digambarkan sebagai urutan tindakan, dan ini terus benar untuk dokter.Kebanyakan dokter bekerja dalam tim, dan anggota tim biasanya melakukan tindakan BLS secara bersamaan.Misalnya, salah satu penyelamat segera memulai penekanan dada sementara penyelamat lain mendapatkan AED dan panggil untuk bantuan, dan penyelamat ketiga membuka jalan napas dan menyediakan ventilasi.6

Gambar 2. Algoritma baru advanced cardiovascular life support (ACLS)2.4.3 Bantuan Hidup LanjutTerdiri atas Bantuan hidup dasar ditambah langkah-langkah sebagai berikut :

D (Drugs) : Pemberian obat-obatan.

Obat-obat tersebut dibagi menjadi 2 golongan :

1. Penting :a. Adrenalin : Mekanisme kerja merangsang reseptor alfa dan beta, dosis yang diberikan 0,5 1 mg iv diulang setelh 5 menit sesuai kebutuhan dan yang perlu diperhatikan dapat meningkatkan pemakaian O2 miokard, takiaritmi, dan fibrilasi ventrikel.4

b. Natrium Bikarbonat: Penting untuk melawan metabolik asidosis, diberikan iv dengan dosis awal : 1 mEq/kgBB, baik berupa bolus ataupun dalam infus setelah selama periode 10 menit. Dapat juga diberikan intrakardial, begitu sirkulasi spontan yang efektif tercapai, pemberian harus dihentikan karena bisa terjadi metabolik alkalosis, takhiaritmia dan hiperosmolalitas. Bila belum ada sirkulasi yang efektif maka ulangi lagi pemberian dengan dosis yang sama.4 c. Sulfat Atropin : Atropin tidak lagi direkomendasikan untuk digunakan rutindalam pengelolaanpulseless electrical activity (PEA)/asistol. Mengurangi tonus vagus memudahkan konduksi atrioventrikuler dan mempercepat denyut jantung pada keadaan sinus bradikardi. Paling berguna dalam mencegah arrest pada keadaan sinus bradikardi sekunder karena infark miokard, terutama bila ada hipotensi. Dosis yang dianjurkan mg, diberikan iv. Sebagai bolus dan diulang dalam interval 5 menit sampai tercapai denyut nadi > 60/menit, dosis total tidak boleh melebihi 2 mg kecuali pada blok atrioventrikuler derajat 3 yang membutuhkan dosis lebih besar.d. Lidokain: Meninggikan ambang fibrilasi dan mempunyai efek antiaritmia dengan cara meningkatkan ambang stimulasi listrik dari ventrikel selama diastole. Pada dosis terapeutik biasa, tidak ada perubahan bermakna dari kontraktilitas miokard, tekanan arteri sistemik, atau periode refrakter absolut. Obat ini terutama efektif menekan iritabilitas sehingga mencegah kembalinya fibrilasi ventrikel setelah defibrilasi yang berhasil, juga efektif mengontrol denyut ventrikel prematur yang multi fokal dan episode takikardi ventrikel. Dosis 50-100 mg diberikan iv sebagai bolus, pelan-pelan dan bisa diulang bila perlu. Dapat dilanjutkan dengan infus kontinu 1-3 mg/menit, biasanya tidak lebih dari 4 mg/menit, berupa lidocaine 500 ml dextrose 5 % larutan (1 mg/ml).4

2. Berguna :a. Isoproterenol: Merupakan obat pilihan untuk pengobatan segera (bradikardi hebat karena complete heart block). Ia diberikan dalam infus dengan jumlah 2 sampai 20 mg/menit (1-10 ml larutan dari 1 mg dalam 500 ml dectrose 5 %), dan diatur untuk meninggikan denyut jantung sampai kira-kira 60 kali/menit. Juga berguna untuk sinus bradikardi berat yang tidak berhasil diatasi dengan Atropine.4

b. Propanolol: Suatu beta adrenergic blocker yang efek anti aritmianya terbukti berguna untuk kasus-kasus takikardi ventrikel yang berulang atau fibrilasi ventrikel berulang dimana ritme jantung tidak dapat diatasi dengan Lidocaine. Dosis umumnya adalah 1 mg iv, dapat diulang sampai total 3 mg, dengan pengawasan yang ketat.4

c. Kortikosteroid: Sekarang lebih disukai kortikosteroid sintetis (5 mg/kgBB metil prednisolon sodium succinate atau 1 mg/kgBB dexametason fosfat) untuk pengobatan syok kardiogenik atau syok lung akibat henti jantung. Bila ada kecurigaan edema otak setelah henti jantung, 60-100 mg metil prednisolon sodium succinate tiap 6 jam akan menguntungkan. Bila ada komplikasi paru seperti pneumonia post aspirasi, maka digunakan dexametason fosfat 4-8 mg tiap 6 jam.4

E (Electrocardiography)Diagnosis elektrokardiografis untuk mengetahui adanya fibrilasi ventrikel dan monitoring.

F (Fibrilation Treatment)2.5 DEFIBRILASI (DIRECT CURRENT SHOCK/DC SHOCK)2.5.1 DefinisiDefibrilasi merupakan suatu bentuk penatalaksanaan segera dalam keadaan mengancam jiwa yang disebabkan karena suatu aritmia yang tidak pernah dialami oleh pasien sebelumnya misalnya seperti fibrilasi ventrikel atau ventrikel takikardi. Defibrilasi listrik merupakan intervensi penting dalam penatalaksanaan henti jantung yang disebabkan oleh fibrilasi ventrikel (Ventricular Fibrillation/VF) atau takikardi ventrikel tanpa denyut nadi (Ventricular Tachycardia/VT). Banyak bukti ilmiah yang mendukung pentingnya defibrilasi segera, kejut pertama yang dilakukan terhadap penderita merupakan satu-satunya penentu penting keberhasilan tindakan defibrilasi. Setiap 1 menit keterlambatan tindakan defibrilasi menurunkan angka keberhasilan sebesar 7-10% 1-3.

2.5.2 Tipe Defibrilator

Terdapat berbagai tipe defibrilator, antara lain 1:

1. Automated External Defibrillators (AED)

a. Dalam penggunaannya tidak diperlukan tenaga medis yang terlatihb. Dapat ditemukan di tempat-tempat umumc. Mampu menganalisa ritme jantung dan melakukan terapi syok bila diperlukand. Tidak dapat di nonaktifkan secara manual dan dapat mendeteksi suatu aritmia setelah 10-20 detik

2. Semi automated AED

a. Mirip seperti halnya AED namun dapat dinonaktifkan secara manual dan biasanya mampu menggambarkan EKGb. Biasanya digunakan oleh tenaga medisc. Dapat menjadi alat pacu jantung

3. Defibrilator standar dengan monitor baik monofasik maupun bifasik4. Defibrilator transvena atau implan2.5.3 Perbedaan Monofasik dan Bifasik Defibrilator 1 Pada sistem monofasik hanya terdapat aliran listrik searah.

Pada sistem bifasik aliran listrik berjalan dari kutub positif dan berputar kembali; hal ini berlangsung beberapa kali. Sistem bifasik memberikan satu siklus setiap 10 milidetik. Sistem bifasik mengakibatkan luka bakar dan kerusakan miokardial yang lebih kecil dibandingkan sitem monofasik. Rata-rata keberhasilan pada terapi kejut listrik pertama sistem monofasik sebesar 60% dimana pada sistem bifasik meningkat hingga 90%.2.5.4 Sistem Konduksi dan Kelistrikan Jantung 4Sistem kelistrikan bersumber dan dimulai dari nodus sinoatrial (NSA) yang terletak diantara pertemuan di antara vena cava superior dan atrium kanan. Sinyal listrik kemudian disebarkan ke seluruh atrium melalui nodus interatrial (anterior, media dan posterior) dan ke atrium kiri melalui bundle dari Bachman. Diantara atrium dan ventrikel pada sulcus atrioventrikuler terdapat suatu struktur jaringan ikat (cardiac skeleton) yang berfungsi sebagai tempat melekatnya katup jantung. Secara elektris komponen ini bersifat sebagai penyekat (insulator) sehingga sinyal listrik tadi tidak dapat lewat ke ventrikel kecuali melalui nodus atrioventrikular (NAV). NAV terletak di atrium kanan pada bagian bawah septum interatrial. Saat memasuki NAV impuls mengalami perlambatan yang tergambar sebagai interval PR pada EKG permukaan. Selanjutnya impuls masuk ke bundle his yang merupakan bagian pangkal (proksimal) dari sistem his-purkinje yang bersifat menghantarkan listrik dengan sangat cepat kemudian sinyal listrik ini diteruskan ke berkas cabang kanan dan kiri dan berakhir pada serabut Purkinje dan miokard untuk membuat otot jantung berkontraksi.

NSA merupakan pembangkit listrik alamiah yang dominan (automatisasi dengan laju yang paling cepat) sehingga mengendalikan seluruh pacuan. Bagian lain dari jantung terutama jaringan konduksi, pada dasarnya juga mampu membangkitkan impuls listrik. Bila NSA tidak dapat membangkitkan impuls karena satu dan lain hal maka diambil alih oleh bagian lain seperti atrium, NAV atau bundle his. Demikian pula bila terjadi blok atrioventrikel (keadaan bila impuls dari NSA tidak dapat diteruskan ke ventrikel) maka NAV atau bundle his akan menjadi pembangkit listrik cadangan tentu dengan laju yang lebih lambat dari NSA. 2.5.5 Mekanisme Defibrilasi 5Telah diketahui bahwa terdapatnya suatu massa jaringan yang kritis pada otot jantung rentan menjadi suatu cikal bakal ventrikel fibrilasi. Telah dilakukan penelitan oleh Zipes dimana suatu bahan kimia yang bersifat depolarisasi mampu menimbulkan suatu ventrikel fibrilasi pada otot jantung yang telah memiliki massa jaringan yang kritis sebelumnya. Namun sejumlah besar voltase yang diberikan di depan otot jantung mampu menghentikan fibrilasi yang terjadi. Meskipun demikian masih terdapat sejumlah bagian kecil dari otot jantung yang masih mampu menjadi pencetus fibrilasi meskipun telah diberikan suatu terapi kejut listrik. Secara teori, terapi kejut listrik dapat berhasil bila massa jaringan kritis pada otot jantung mampu di defibrilasi disisi lain dengan jug amasih menyisakan sedikit jaringan fibrilasi yang berpotensi untuk menjadi suatu aritmia.

Setiap otot jantung memiliki batas bawah ambang kepekaan, suatu nilai kekuatan minimal yang diperlukan dalam stimulus elektrik untuk menginduksi terjadinya fibrilasi. Pada tahun 1960 ditemukan bahwa terdapat suatu batas atas ambang kepekaan yang dapat menginduksi fibrilasi. Telah diteliti bahwa kuat energi yang diperlukan untuk melakukan defibrilator ternyata sebanding dengan nilai batas atas ambang kepekaan otot jantung.

Sebagai kesimpulan, hubungan antara syok defibrilasi dan sel otot jantung dianggap cukup rumit dan dipengaruhi oleh banyak faktor. Stimulasi elektrik perlu diberikan pada jaringan yang terfibrilasi untuk melakukansuatu defibrilasi. Lebih jauh lagi, stimulasi elektrik tidak boleh menjadi penyebab suatu rekativasi fibrilas.

2.5.6 Persiapan sebelum prosedur defibrilasi8a. Persiapan Peralatan

- Defibrillator dengan monitor EKG dan pedalnya

- Jelly

- Obat-obat Emergency (Epinephrine, Lidocain, SA, Procainamid, dll)

- Oksigen

- Face mask

- Papan resusitasi

- Peralatan intubasi dan suctionPersiapan Pasien 8a. Pastikan pasien dan atau keluarga mengerti prosedur yang akan dilakukan

b. Letakkan pasien diatas papan resusitasi pada posisi supine

c. Jauhkan barang-barang yang tersebut dari bahan metal dan air disekitar pasien

d. Lepaskan gigi palsu atau protesa lain yang dikenakan pasien untuk mencegah obstruksi jalan nafas

e. Lakukan RKP secepatnya jika alat-alat defibrillator belum siap untuk mempertahankan cardiac output yang akan mencegah kerusakan organ dan jaringan yang irreversible.

f. Berikan oksigen dengan face masker untuk mempertahankan oksigenasi tetap adekuat yang akan mengurangi komplikasi pada jantung dan otak

g. Pastikan mode defibrillator pada posisi asyncrone

h. Matikan pace maker (TPM) jika terpasang. b. Prosedur defribilasi1. Oleskan Jelly pada pedal secara merata

2. Pastikan posisi kabel defibrillator pada posisi yang bisa menjangkau sampai ke pasien

3. Nyalakan perekaman EKG agar mencetak gambar EKG selama pelaksanaan defibrilasi

4. Letakkan pedal pada posisi apeks dan sternum

5. Charge pedal sesuai energi yang diinginkan

6. Pastikan semua clear atau tidak ada yang kontak dengan pasien, bed dan peralatan pada hitungan ketiga (untuk memastika jangan lupa lihat posisi semua personal penolong)

7. Pastikan kembali gambaran EKG adalah VT atau VF non-pulse

8. Tekan tombol pada kedua pedal sambil menekannya di dinding dada pasien, jangan langsung diangkat, tunggu sampai semua energi listrik dilepaskan.

9. Nilai gambaran EKG dan kaji denyut nadi karotis

10. Jika kejutan kedua tidak berhasil, lakukan tahapan ACLS berikutnya

11. Bersihkan jelly pada pedal dan pasien

Gambar 3. Algoritma Bantuan Hidup Dasar8c. Pasca prosedur defibrilasi

Monitoring Pasien Setelah Defibrilasi9 :a. Evaluasi status neurology. Orientasikan klien terhadap orang, ruang, dan waktu

b. Monitor status pulmonary (RR, saturasi O2)

c. Monitor status kardiovaskuler (TD, HR, Ritme) setiap 15 menit

d. Monitor EKG

e. Mulai berikan obat anti disritmia intravena yang sesuai

f. Periksa apakah ada kulit yang terbakar

g. Monitor elektrolit (Na. K, Cl)

Dokumentasi dan laporan setelah tindakan

1. Print out EKG sebelum, selama dan sesudah defibrilasi

2. Status neurology, respirasi dan kardioversi sebelum dan sesudah defibrilasi

3. Energi yang digunakan untuk defibrilasi

4. Semua hasil yang tidak diinginkan dan intervensi yang telah diberikan

d. Komplikasi defibrilasia. Henti jantung-nafas dan kematian 10b. Anoxia cerebral sampai dengan kematian otak

c. Gagal nafas

d. Asistole

e. Luka bakar

f. Hipotensi

g. Disfungsi pace-maker2.6Keputusan Untuk Mengakhiri Upaya Resusitasi

Dalam keadaan darurat, resusitasi dapat diakhiri bila ada salah satu dari berikut ini : 41. Telah timbul kembali sirkulasi dan ventilasi spontan yang efektif

2. Upaya resusitasi telah diambil alih oleh orang lain yang bertanggung jawab meneruskan resusitasi (bila ada dokter)

3. Seorang dokter mengambil alih tanggung jawab (bila ada dokter sebelummnya)

4. Penolong terlalu kelelahan sehingga tidak sanggup meneruskan resusitasi

5. Pasien dinyatakan mati. Pasien dinyatakaan mati bilaman :

Fungsi spontan pernafasan dan jantung telah berhenti secara pasti dan irreversibel

Telah terbukti terjadi kematian batang otak. Dalam keadaan darurat, tidak mungkin untuk menegakkan diagnosis mati batang otak.Dalam resusitasi darurat, seseorang dapat dinyatakan mati jika :

Terdapat tanda-tanda mati jantung

Sesudah dimulai resusitasi pasien tetap tidak sadar, tidak timbul ventilasi spontan dan refleks muntah, serta pupil telah dilatasi selama 15-30 menit atau lebih, kecuali jika pasien hipotermik atau dibawah pengaruh barbiturat atau anatesi umum.

6. Setelah dimulai resusitasi, ternyata kemudian diketahui bahwa pasien berada dalam stadium terminal suatu penyakit yang tak dapat disembuhkan atau hampir dapat dipastikan bahwa fungsi cerebral tak akan pulih (yaitu sesudah 30-60 menit terbukti tak ada nadi pada normotermia tanpa resusitasi jantung paru)7. Tidak ada aktivitas listrik jantung (asistol) selama paling sedikit 30 menit walaupun dilakukan upaya resusitasi jantung paru dan terapi obat yang optimal menandakan mati jantung

BAB III

KESIMPULAN

Resusitasi jantung paru dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. Tindakan resusitasi merupakan tindakan yang harus dilakukan dengan segera sebagai upaya untuk menyelamatkan hidup. Tindakan resusitasi ini dimulai dengan penilaian secara tepat kradaan dan kesadaran penderita kemudian di lanjutkan dengan pemberian bantuan hidup dasar yang bertujuan untuk oksigenasi darurat antara lain : Airway Management ( pemeliharaan jalan napas ) adalah tindakan yang dilakukan untuk membebaskan jalan napas dengan tetap memperhatikan kontrol servikal. Untuk menilai pemeriksaan jalan napas, terdapat 3 tahapan yaitu : L = Look atau Lihat gerakan nafas atau pengembangan dada, adanya retraksi sela iga, warna mukosa/kulit dan kesadaran

L = Listen/Dengar aliran udara pernafasan

F = Feel/Rasakan adanya aliran udara pernafasan dengan menggunakan pipi penolong

Kompresi dilakukan terlebih dahulu dalam kasus yang terdapat henti pernafasan atau henti jantung karena setiap detik yang tidak dilakukan kompresi merugikan sirkulasi darah dan mengurangkan angka keselamatan korban. Prosedur RJP terbaru adalah kompresi dada 30 kali dengan 2 kali napas buatan.

Defibrilasi adalah suatu tindakan terapi dengan cara memberikan aliran listrik yang kuat dengan metode asinkron ke jantung pasien melalui elektroda yang ditempatkan pada permukaan dada pasien. Tujuannya adalah untuk koordinasi aktivitas listrik jantung dan mekanisme pemompaan, ditunjukkan dengan membaiknya cardiac output, perfusi jaringan dan oksigenasi.

Defibrilasi merupakan tindakan resusitasi prioritas utama yang ditujukan pada ventrikel fibrilasi (VF) dan ventrikel takikardi tanpa nadi (VT non-pulse). Gelombang Bifasik lebih efektif dan menimbulkan lebih sedikit risiko cedera pada jantung daripada bentuk gelombang Monofasic, bahkan ketika tingkat energi kejut adalah sama. Inilah sebabnya mengapa produsen defibrillator eksternal sekarang menggunakan bentuk gelombang bifasik di perangkat mereka.

Defibrillator bifasik menggunakan teknologi gelombang yang berbeda: baik bifasik terpotong eksponensial (BTE) gelombang atau gelombang Bifasik kotak.

Energi Pada defibrilator monofasik energi yang diberikan 360 joule, sedangkan pada defibrilator bifasik 200J. Untuk anak-anak, energi yang diperlukan adalah 1-2 joule/kg BB, maksimal 3 j/kg BB. Komplikasi pasca defibrilasi adalah henti jantung-nafas dan kematian, anoxia cerebral sampai dengan kematian otak, gagal nafas, asistole, luka bakar, hipotensi, disfungsi pace-maker.DAFTAR PUSTAKA

1. Latief S.A., 2007. Petunjuk Praktis Anestesiologi. Edisi Kedua. Penerbit FKUI. Jakarta.2. Dr Herry Setya Yudha Utama SpB. MHKes. FInaCS. ICS. Kemampuan Dasar Medis : Resusitasi Jantung Paru / Cardio Pulmonary Resuscitation ( Cpr). 2012. Diunduh dari URL: www.herryyudha.com/2013/.../ability-of-medical-cpr-cardiopulmona...3. Soerianata S, Resusitasi Jantung Paru, dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit Kardiologi, Editor Lyli Ismudiat R, Balai Penerbit FKUI, Jakarta, hal : 106

4. Andrey, 2012. Resusitasi Jantung Paru Pada Kegawatan Kardiovaskuler. Disitasi dari http://yumizone.wordpress.com/2008/11/27/resusitasijantung-paru-pada-kegawatan-kardiovaskuler/5. Oloan SM Siahaan. Resusitasi Jantung, Paru, dan Otak. UPF Anestesi Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara Rumah Sakit Umum Pusat Dr Pirngadi Klas A, Medan. Diunduh dari URL : http://www.kalbe.co.id/files/cdk/files/39_ResusitasiJantungParudanOtak.pdf6. American Heart Association. 2010. Cardiopulmonary resuscitation. Disitasi dari http://www.americanheart.org/presenter.jhtml?identifier=44797. Lira .A , Kulkarni R. 2012. Cardiopulmonary Resuscitation. Diperbaharui tanggal 17 Juni 2011 , disitasi dari dari http://emedicine.medscape.com/article/1344081-overview8. Karo Karo S, Rahajoe Anna U, Sulistyo Sigit, Kosasih A. Bantuan hidup Jantung Dasar Edisi 2011. Jakarta : Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia, 2011 : 10 - 23

9. Niemann JT, Walker RG, Rosborough JP.Ischemically Induced Ventricular Fibrilasi (VF): Sebuah Perbandingan defibrilasi Energi Tetap dan Meningkat.Acad Pgl Med 2003; 10: 454.10. Sean C Beinart, MD, FACC, FHRS. Synchronized electical cardioversion.[internet] 2013 Juni Available from : http://emedicine.medscape.com/article/1834044-overview#a15.17