10
RUMUS YANG DIKEMBANGKAN DARI PERCOBAAN AASHTO Log ( β – 0,40 ) = log 0,081 + 3,23 log ( L 1 + L 2 ) – 5,19 log ( ITP + 1 ) – 3,23 log L 2 β – 0,40 log ρ = 5,93 + 9,36 log (ITP + 1 ) – 4,79 log ( L 1 + L 2 ) + 4,33 log L 2 …… ( 3 ) Beban sumbu L 1 = 18.000 lb. ( 8,16 T) Sumbu tunggal L 2 = 1 Maka: (2) (3) log ρ = 9,36 log (ITP + 1 ) – 0,20

Rumus dasar balok lentur

Embed Size (px)

DESCRIPTION

balok

Citation preview

Page 1: Rumus dasar balok lentur

RUMUS YANG DIKEMBANGKAN DARI PERCOBAAN AASHTO

Log ( β – 0,40 ) = log 0,081 + 3,23 log ( L1 + L2 ) – 5,19 log ( ITP + 1 ) – 3,23 log L2

β – 0,40

log ρ = 5,93 + 9,36 log (ITP + 1 ) – 4,79 log ( L1 + L2 ) + 4,33 log L2 …… ( 3 )

Beban sumbu L1 = 18.000 lb. ( 8,16 T)

Sumbu tunggal L2 = 1

Maka:

(2)

(3) log ρ = 9,36 log (ITP + 1 ) – 0,20

Nilai β dan log ρ masuk persamaan (1) didapat W18 jumlah lintasan yang ditinjau

selama umur rencana

W18 = Prediksi jumlah lintas lalu lintas pada umur rencana dalam Equivalen Single

Axle Load ( ESAL ).

Page 2: Rumus dasar balok lentur

Gt = Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan Indeks

permukaan (IP) selama masa layanan (dari IPo s/d IPt ) dengan tingkat

pelayanan sampai suatu nilai dimana jalan masih dalam tingkat pelayanan

mantap ( dari IP = IPo s/d IPt = 1,5 ).

I Po = Indeks permukaan mula mula/ awal umur rencana ( UR = 0 ).

I Pt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana ( UR = n ).

β = Fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang menyatakan jumlah perkiraan

banyaknya sumbu yang diperlukan sehingga permukaan perkerasan mencapai

I P = 1,5

W = Faktor lalu lintas

ρ = Fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang menyatakan jumlah perkiraan

banyaknya sumbu yang diperlukan sehingga permukaan perkerasan mencapai

IP = 1,5.

L1 = Beban sumbu ( dalam 1000 lbs )

L2 = Kode sumbu sumbu tunggal L2 = 1

sumbu ganda L2 = 2

ITP = Indeks tebal perkerasan dalam kelipatan 2,54 cm.

FR = Faktor regional merefleksikan kondisi lingkungan yang dipengaruhi prosentsase

kendaraan berat, kelandaian medan jalan rencana dan kondisi iklim yang

dinyatakan sebagai curah hujan tahunan.

Ketentuan Metode Bina Marga analisa Komponen

1) Metode analisa komponen diperuntukkan perencanaan konstruksi perkerasaan

jalan menggunakan pondasi material berbutir /granuler material

2) Lalu lintas rencana

a. Data lalu lintas yang diperlukan berupa komposisi kendaraan untuk dua arah,

jika data yang tersedia dalam satuan mobil penumpang maka harus dicari

komposisi untuk masing masing jenis kendaraan.

b. Beban yang diperhitungkan setara bebam mobil penumpang ( ≥ 2 ton )

Page 3: Rumus dasar balok lentur

c. Harus dicermati adanya kemungkinan pada suatu saat lalu lintas harian rata-

rata (LHR) sudah sampai kondisi jenuh yang diperlukan tidak hanya tebal

perkerasan. namun juga penambahan kapasitas jalan (terkait dengan jumlah

dan atau lebar lajur ).

d. Lalu lintas rencana dinyatakan dalam lintas ekivalen rencana (LER) ESAL

untuk umur rencana 10 tahun, jika umur rencana tidak 10 tahun maka perlu

diadakan penyesuaian

e. Angka pertimbuhan kendaraan dimungkinkan tidak sama untuk tiap jenis

kendaraan.

f. Masa konstruksi : diasumsikan mulai saat survei lalu lintas dilaksanakan

sampai jalan dibuka untuk lalu lintas umum ( diambil n1 berkisar 1 s/d 3 th).

g. Lalu lintas (lalin) survei LHRS

h. Lalin permulaan (jalan dibuka) LHRP = LHRS ( 1 + i1 )n1

i. Lalin akhir (setelah umur rencana n2 ) LHRA = LHRP ( 1 + i2 )n2

j. Jika konstruski bertahap tahap pertama LHRA1 tahap akhir LHRA2 , lalin

dihitung LHRA1 = LHRP ( 1 + i2 )n2 dan LHRA2 = LHRA2 ( 1 + i3 )n3

3) Lintas ekuivalen rencana

a. LER diambil nilai tengah dari lintas ekivalen permulaan (LEP) dan Lintas

ekivalen akhir (LEA) LER = ½ ( LEP + LEA ).

b. Untuk UR ≠ 10 tahun maka LER = ½ ( LEP + LEA ) .

c. Lintas ekivalen (LE) dipengaruhi

Koefisien distribusi (c), terkait dengan : jumlah lajur lalu lintas dan jenis

kendaraan.

Angka ekivalen (E)/damage factor

LE = LHR . c . E LEP = LHRP .c.E dan LEA = LHRA .c.E

d. Angka ekivalen (E) : jumlah lintasan sumbu tunggal (ESAL) 8,16 ton yang

menyebabkan derajad kerusakan yang sama apabila jenis sumbu tersebut

lewat satu kali.

AE sumbu tunggal :

Page 4: Rumus dasar balok lentur

AE sumbu tandem :

e. Lintas ekivalen rencana

4) Daya dukung tanah : daya dukung tanah : digunakan pendekatan korelasi seperti

disajikan dalam grafik yang diambil dari pendekatan nilai CBR rata-rata 90%

dari semua data CBR yang didapatkan

5) Indeks tebal perkerasan (ITP).

a. Beban standar P = 18.000 lbs (8,16 ton)

b. IP0 : indeks tebal perkerasan di awal umur rencana, sesuai jenis lapis

permukaan yang dipilih (penentuan lapis permukaan harus memperhatikan

klasifikasi jalan rencana)

c. IPt : indeks tebal perkerasan diakhir umur rencana, penentuan IPt disesuaikan

tuntutan mutu lapis permukaan akhir UR (penentuan mutu lapis permukaan

harus memperhatikan klasifikasi fungisi jalan rencana).

d. Faktor regional (FR), untuk memperhitungkan kondisi medan dimana rencana

jalan dibangun mencakup : prosentase kendaraan berat ( ≥ 5 ton ), iklim

direpresentasikan oleh curah hujan daerah bersangkutan dan kelandaian

geometrik medan rata-rata

6) Pemilihan nomogram

Dari data CBR didapat DDT,

dihubungkan dengan LER,

didapat ITP dihubungkan

dengan FR didapat ITP

7) Tebal perkerasan rencana:

ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3

8) Typikal potongan melintang jalan

LERITP

FRITP

Page 5: Rumus dasar balok lentur

9) Contoh perhitungan

Work sheet

KONSTRUKSI BERTAHAP

Alasan/ pertimbangan

Keterbatasan dana

Pertumbuhan lalu lintas sukar diprediksi, karena data kurang lengkap,

pertumbuhan ekonomi regional / global kurang stabil

Prasyarat untuk konstruksi bertahap

Kerusakan setempat /weak spot selama tahap I harus segera/ dapat diperbaiki

sisa umur sesuai prakiraan awal

Umur rencana tahap I 25% s/d 50% total umur rencana.

Konsep sisa umur

Tahap I umur rencana (UR) = m tahun

Tahap II umur rencana = n tahun

Jika akhir UR tahap I lapis permukaan sudah tidak mempunyai sisa umur

(mencapai fatique IPt ), maka

o Tebal perkerasan tahap I, ITPm = ITPI LERm = LERI

o Tebal perkerasan tahap II, ITPn = ITPII LERn = LERII

Jika diinginkan akhir UR tahap I, SC masih mempunyai sisa umur M%

o Tebal perkerasan tahap I, ITPm ≠ ITPI LERm = x LERI

o Tebal perkerasan tahap II, ITPn ≠ ITPII LERn = y LERII

o Dengan

LER pentahapan

Page 6: Rumus dasar balok lentur

o 0 ----------------- m ------------------------------ n

o LERI = ½ ( LEP + LEAm )

o LERII = ½ ( LEAm + LEAn )

Pemilihan jenis surface tahap I sangat menentukan tingkat efisiensi

perencanaan

o Sebagai pendekatan tentukan dahulu susunan lapis perkerasan tahap II

tahap I menyesuaikan

o Catatan jika diperlukan penambahan base course pada tahap II maka

Jenis bound material dapat lansung ditambahkan diatas surface

course tahap I harga material relatif lebih mahal

Jenis granuler material/ material berbutir SC tahap I harus

dihancurkan dulu sehingga base lama dan tambahan dapat menyatu

maka disarankan SC tahap I digunakan jenis lapis non stucture.

Strategi penentuan kombinasi lapis perkerasan

Subbase course

Base course

Surface course

sedemikian sehingga tahap II tidak ada lagi penambahan tebal base / base course

PELAPISAN ULANG ( OVER LAY )

Kualitas perkerasan lama dapat dideteksi menggunakan Benklemen beam

untuk mengetahui lendutan balik yaitu mengetahui kekenyalan perkerasan lama

Sisa umur digunakan untuk menaksir nilai sisa konstruksi dari perkerasan yang

akan dilapis ulang

o Harus diketahui susunan perkerasan lama as built drawing

o Data perencanaan perkerasan eksisting

o Lapisan tidak mengalami kerusakan struktural

Tebal pelapisan

o ∆ ITP = ITP – ITPS

o ITP = dari hasil perhitungan menggunakan data lalu lintas terakhir

Page 7: Rumus dasar balok lentur

o ITPS = indeks tebal perkerasan sisa umur yang ditaksir dari penilaian

kualitatif terhadap perkerasan lama dengan memperhatikan kerusakan

yang sudah terjadi serta material penyusunnya (diperlukan keahlian

tertentu oleh ekspert/ tenaga ahli dan berpengalaman )

j = jenis lapisan

k = nilai kondisi taksir (%)t = tebal lapisan lama ( cm )a = koefisien relatif bahan

o Jenis pelapisan ulang harus memperhatikan/ mempertimbangkan kondisi/ jenis surface eksisting.