RUMUS YANG DIKEMBANGKAN DARI PERCOBAAN AASHTO
Log ( β – 0,40 ) = log 0,081 + 3,23 log ( L1 + L2 ) – 5,19 log ( ITP + 1 ) – 3,23 log L2
β – 0,40
log ρ = 5,93 + 9,36 log (ITP + 1 ) – 4,79 log ( L1 + L2 ) + 4,33 log L2 …… ( 3 )
Beban sumbu L1 = 18.000 lb. ( 8,16 T)
Sumbu tunggal L2 = 1
Maka:
(2)
(3) log ρ = 9,36 log (ITP + 1 ) – 0,20
Nilai β dan log ρ masuk persamaan (1) didapat W18 jumlah lintasan yang ditinjau
selama umur rencana
W18 = Prediksi jumlah lintas lalu lintas pada umur rencana dalam Equivalen Single
Axle Load ( ESAL ).
Gt = Fungsi logaritma dari perbandingan antara kehilangan tingkat pelayanan Indeks
permukaan (IP) selama masa layanan (dari IPo s/d IPt ) dengan tingkat
pelayanan sampai suatu nilai dimana jalan masih dalam tingkat pelayanan
mantap ( dari IP = IPo s/d IPt = 1,5 ).
I Po = Indeks permukaan mula mula/ awal umur rencana ( UR = 0 ).
I Pt = Indeks permukaan pada akhir umur rencana ( UR = n ).
β = Fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang menyatakan jumlah perkiraan
banyaknya sumbu yang diperlukan sehingga permukaan perkerasan mencapai
I P = 1,5
W = Faktor lalu lintas
ρ = Fungsi dari desain dan variasi beban sumbu yang menyatakan jumlah perkiraan
banyaknya sumbu yang diperlukan sehingga permukaan perkerasan mencapai
IP = 1,5.
L1 = Beban sumbu ( dalam 1000 lbs )
L2 = Kode sumbu sumbu tunggal L2 = 1
sumbu ganda L2 = 2
ITP = Indeks tebal perkerasan dalam kelipatan 2,54 cm.
FR = Faktor regional merefleksikan kondisi lingkungan yang dipengaruhi prosentsase
kendaraan berat, kelandaian medan jalan rencana dan kondisi iklim yang
dinyatakan sebagai curah hujan tahunan.
Ketentuan Metode Bina Marga analisa Komponen
1) Metode analisa komponen diperuntukkan perencanaan konstruksi perkerasaan
jalan menggunakan pondasi material berbutir /granuler material
2) Lalu lintas rencana
a. Data lalu lintas yang diperlukan berupa komposisi kendaraan untuk dua arah,
jika data yang tersedia dalam satuan mobil penumpang maka harus dicari
komposisi untuk masing masing jenis kendaraan.
b. Beban yang diperhitungkan setara bebam mobil penumpang ( ≥ 2 ton )
c. Harus dicermati adanya kemungkinan pada suatu saat lalu lintas harian rata-
rata (LHR) sudah sampai kondisi jenuh yang diperlukan tidak hanya tebal
perkerasan. namun juga penambahan kapasitas jalan (terkait dengan jumlah
dan atau lebar lajur ).
d. Lalu lintas rencana dinyatakan dalam lintas ekivalen rencana (LER) ESAL
untuk umur rencana 10 tahun, jika umur rencana tidak 10 tahun maka perlu
diadakan penyesuaian
e. Angka pertimbuhan kendaraan dimungkinkan tidak sama untuk tiap jenis
kendaraan.
f. Masa konstruksi : diasumsikan mulai saat survei lalu lintas dilaksanakan
sampai jalan dibuka untuk lalu lintas umum ( diambil n1 berkisar 1 s/d 3 th).
g. Lalu lintas (lalin) survei LHRS
h. Lalin permulaan (jalan dibuka) LHRP = LHRS ( 1 + i1 )n1
i. Lalin akhir (setelah umur rencana n2 ) LHRA = LHRP ( 1 + i2 )n2
j. Jika konstruski bertahap tahap pertama LHRA1 tahap akhir LHRA2 , lalin
dihitung LHRA1 = LHRP ( 1 + i2 )n2 dan LHRA2 = LHRA2 ( 1 + i3 )n3
3) Lintas ekuivalen rencana
a. LER diambil nilai tengah dari lintas ekivalen permulaan (LEP) dan Lintas
ekivalen akhir (LEA) LER = ½ ( LEP + LEA ).
b. Untuk UR ≠ 10 tahun maka LER = ½ ( LEP + LEA ) .
c. Lintas ekivalen (LE) dipengaruhi
Koefisien distribusi (c), terkait dengan : jumlah lajur lalu lintas dan jenis
kendaraan.
Angka ekivalen (E)/damage factor
LE = LHR . c . E LEP = LHRP .c.E dan LEA = LHRA .c.E
d. Angka ekivalen (E) : jumlah lintasan sumbu tunggal (ESAL) 8,16 ton yang
menyebabkan derajad kerusakan yang sama apabila jenis sumbu tersebut
lewat satu kali.
AE sumbu tunggal :
AE sumbu tandem :
e. Lintas ekivalen rencana
4) Daya dukung tanah : daya dukung tanah : digunakan pendekatan korelasi seperti
disajikan dalam grafik yang diambil dari pendekatan nilai CBR rata-rata 90%
dari semua data CBR yang didapatkan
5) Indeks tebal perkerasan (ITP).
a. Beban standar P = 18.000 lbs (8,16 ton)
b. IP0 : indeks tebal perkerasan di awal umur rencana, sesuai jenis lapis
permukaan yang dipilih (penentuan lapis permukaan harus memperhatikan
klasifikasi jalan rencana)
c. IPt : indeks tebal perkerasan diakhir umur rencana, penentuan IPt disesuaikan
tuntutan mutu lapis permukaan akhir UR (penentuan mutu lapis permukaan
harus memperhatikan klasifikasi fungisi jalan rencana).
d. Faktor regional (FR), untuk memperhitungkan kondisi medan dimana rencana
jalan dibangun mencakup : prosentase kendaraan berat ( ≥ 5 ton ), iklim
direpresentasikan oleh curah hujan daerah bersangkutan dan kelandaian
geometrik medan rata-rata
6) Pemilihan nomogram
Dari data CBR didapat DDT,
dihubungkan dengan LER,
didapat ITP dihubungkan
dengan FR didapat ITP
7) Tebal perkerasan rencana:
ITP = a1 D1 + a2 D2 + a3 D3
8) Typikal potongan melintang jalan
LERITP
FRITP
9) Contoh perhitungan
Work sheet
KONSTRUKSI BERTAHAP
Alasan/ pertimbangan
Keterbatasan dana
Pertumbuhan lalu lintas sukar diprediksi, karena data kurang lengkap,
pertumbuhan ekonomi regional / global kurang stabil
Prasyarat untuk konstruksi bertahap
Kerusakan setempat /weak spot selama tahap I harus segera/ dapat diperbaiki
sisa umur sesuai prakiraan awal
Umur rencana tahap I 25% s/d 50% total umur rencana.
Konsep sisa umur
Tahap I umur rencana (UR) = m tahun
Tahap II umur rencana = n tahun
Jika akhir UR tahap I lapis permukaan sudah tidak mempunyai sisa umur
(mencapai fatique IPt ), maka
o Tebal perkerasan tahap I, ITPm = ITPI LERm = LERI
o Tebal perkerasan tahap II, ITPn = ITPII LERn = LERII
Jika diinginkan akhir UR tahap I, SC masih mempunyai sisa umur M%
o Tebal perkerasan tahap I, ITPm ≠ ITPI LERm = x LERI
o Tebal perkerasan tahap II, ITPn ≠ ITPII LERn = y LERII
o Dengan
LER pentahapan
o 0 ----------------- m ------------------------------ n
o LERI = ½ ( LEP + LEAm )
o LERII = ½ ( LEAm + LEAn )
Pemilihan jenis surface tahap I sangat menentukan tingkat efisiensi
perencanaan
o Sebagai pendekatan tentukan dahulu susunan lapis perkerasan tahap II
tahap I menyesuaikan
o Catatan jika diperlukan penambahan base course pada tahap II maka
Jenis bound material dapat lansung ditambahkan diatas surface
course tahap I harga material relatif lebih mahal
Jenis granuler material/ material berbutir SC tahap I harus
dihancurkan dulu sehingga base lama dan tambahan dapat menyatu
maka disarankan SC tahap I digunakan jenis lapis non stucture.
Strategi penentuan kombinasi lapis perkerasan
Subbase course
Base course
Surface course
sedemikian sehingga tahap II tidak ada lagi penambahan tebal base / base course
PELAPISAN ULANG ( OVER LAY )
Kualitas perkerasan lama dapat dideteksi menggunakan Benklemen beam
untuk mengetahui lendutan balik yaitu mengetahui kekenyalan perkerasan lama
Sisa umur digunakan untuk menaksir nilai sisa konstruksi dari perkerasan yang
akan dilapis ulang
o Harus diketahui susunan perkerasan lama as built drawing
o Data perencanaan perkerasan eksisting
o Lapisan tidak mengalami kerusakan struktural
Tebal pelapisan
o ∆ ITP = ITP – ITPS
o ITP = dari hasil perhitungan menggunakan data lalu lintas terakhir
o ITPS = indeks tebal perkerasan sisa umur yang ditaksir dari penilaian
kualitatif terhadap perkerasan lama dengan memperhatikan kerusakan
yang sudah terjadi serta material penyusunnya (diperlukan keahlian
tertentu oleh ekspert/ tenaga ahli dan berpengalaman )
j = jenis lapisan
k = nilai kondisi taksir (%)t = tebal lapisan lama ( cm )a = koefisien relatif bahan
o Jenis pelapisan ulang harus memperhatikan/ mempertimbangkan kondisi/ jenis surface eksisting.