Upload
ndawung
View
74
Download
0
Embed Size (px)
DESCRIPTION
ureter
Citation preview
Ruptur Ureter
Trauma pada ureter jarang terjadi tetapi berpotensi menimbulkan luka yang
mematikan. Trauma sering kali tak dikenali pada saat pasien datang atau pada
pasien dengan multipel trauma. Kecurigaan adanya cedera ureter bisa ditemukan
dengan adanya hematuria paska trauma.
Mekanisme trauma tumpul pada ureter dapat terjadi karena keadaan tiba-tiba
dari deselerasi/ akselerasi yang berkaitan dengan hiperekstensi, benturan
langsung pada Lumbal 2 – 3, gerakan tiba-tiba dari ginjal sehingga terjadi
gerakan naik turun pada ureter yang menyebabkan terjadinya tarikan pada
ureteropelvic junction. Pada pasien dengan kecurigaan trauma tumpul ureter
biasanya didapatkan gambaran nyeri yang hebat dan adanya multipel trauma.
Gambaran syok timbul pada 53% kasus, yang menandakan terjadinya
perdarahan lebih dari 2000 cc. Diagnosis dari trauma tumpul ureter seringkali
terlambat diketahui karena seringnya ditemukan trauma lain, sehingga tingkat
kecurigaan tertinggi ditetapkan pada trauma dengan gejala yang jelas.
Pilihan terapi yang tepat tergantung pada lokasi, jenis trauma, waktu kejadian,
kondisi pasien, dan prognosis penyelamatan. Hal terpenting dalam pemilihan
tindakan operasi adalah mengetahui dengan pasti fungsi ginjal yang kontralateral
dengan lokasi trauma
Gejala dan Tanda
Gejala tanda dari trauma abdomen sangat tergantung dari organ mana
yang terkena, bila yang terkena organ-organ solid (hati dan lien) maka akan
tampak gejala perdarahan secara umum seperti pucat, anemis bahkan sampai
dengan tanda-tanda syok hemoragic. Nyeri dapat terjadi mulai dari nyeri sedang
sampai yang berat. Nyeri dapat timbul di bagian yang luka atau tersebar. Terdapat
nyeri saat ditekan dan nyeri lepas. Mual dan muntah. Penurunan kesadaran
(malaise, letargi, gelisah).
Anamnesa yang selengkap mungkin sehingga membantu dalam
penegakkan diagnosis. Anamnesa terutama mengenai cara terjadinya kecelakaan,
arah tusukan atau tembakan, senjata yang digunakan dan deskripsi nyeri. Sering
ditemukan kesulitan dalam memperoleh anamnesa akibat penderita dalam
keadaan syok, kesadaran menurun ataupun akibat gangguan emosi akibat trauma
tersebut.
Pada pemerikasaan fisik:
1. Mungkin ditemukan syok dan penurunan kesadaran sehingga muncul kesulitan
pemeriksaan abdomen.
2. Inspeksi mulai dari keadaan umum klien, ekspresi wajah, tanda-tanda vital,
sikap berbaring, gejala dan tanda dehidrasi, perdarahan, syok, serta riwayat
mekanisme cedera (tanda cedera tumpul berupa memar atau jejas, cedera
tusuk, dan luka tembak serta tempat keluarnya peluru.). Pasien yang kurus jika
terjadi trauma abdomen akan tampak perut membesar. Pada trauma abdomen
bisa ditemukan kontusio, abrasio, lacerasi dan echimosis. Echimosis
merupakan indikasi adanya perdarahan di intra abdomen.Terdapat Echimosis
pada daerah umbilikal disebut ‘Cullen’s Sign’ sedangkan echimosis yang
ditemukan pada salah satu panggul disebut sebagai ‘Turner’s Sign’. Terkadang
ditemukan adanya eviserasi yaitu menonjolnya organ abdomen keluar seperti
usus, kolon yang terjadi pada trauma tembus atau tajam.
3. Auskultasi ada atau tidaknya bising usus pada ke empat kuadran abdomen.
Jika adanya ekstravasasi darah menyebabkan hilangnya bunyi bising usus,
juga perlu didengarkan adanya bunyi bruits dari arteri renalis, bunyi bruits
pada umbilical merupakan indikasi adanya trauma pada arteri renalis.
4. Perkusi untuk melihat apakah ada nyeri ketok. Selain itu bisa ditemukan
adanya bunyi timpani bila dilatasi lambung akut di kuadran atas atau bunyi
redup bila ada hemoperitoneum. Pada waktu perkusi bila ditemukan Balance
sign dimana bunyi resonan yang lebih keras pada panggul kanan ketika pasien
berbaring ke samping kiri menunjukkan tanda adanya rupture limpa.
Sedangkan bunyi resonan lebih keras pada hati menandakan adanya udara
bebas yang masuk.
5. Pada saat palpasi pasien mengeluh nyeri dari mulai nyeri ringan sampai
dengan nyeri hebat pada seluruh regio abdomen, nyeri tekan dan kadang nyeri
lepas, defans muskular (kaku otot) menandakan adanya perdarahan intra
peritoneal. Adanya darah, cairan atau udara bebas dalam rongga abdomen
penting dicari, terutama pada trauma tumpul. Bila yang terkena organ
berlumen (gaster) gejala peritonitis dapat berlangsung cepat tetapi gejala
peritonitis akan timbul lambat bila usus halus dan kolon yang terkena. Tanda
rangsang peritoneum sering sukar dicari bila ada trauma penyerta, terutama
pada kepala; dalam hal ini dianjurkan melakukan lavase peritoneal. Selain
memantau ketat progresi distensi abdomen perlu pula memeriksa cedera pada
bagian lain yang berkaitan seperti cedera thoraks yang sering mengikuti cedera
intra abdomen.
Pemeriksaan lain:
1. Rectal toucher. Jika adanya darah menunjukkan kelainan usus besar. Colok
dubur dilakukan pada obstrusi usus dengan disertai paralysis akan ditemukan
ampula melebar. Pada laki-laki terdapat prostate letak tinggi menandakan
patah panggul yang siginifikan dan disertai perdarahan.
2. Kuldosentesis. Mencari adanya darah, cairan atau udara dalam rongga perut..
3. Sonde lambung. Mencari adanya darah dalam lambung, sekaligus mencegah
aspirasi bila muntah.
4. Kateterisasi untuk mencari lesi saluran kemih. Pada trauma ginjal biasanya
ada hematuri, nyeri pada costa vertebra, dan pada inspeksi biasanya jejas (+).
Pemeriksaan penunjang:
1. Pemeriksaan darah meliputi Hb, Ht dan Leukosit; pada perdarahan Hb dan Ht
akan terus menurun, sedangkan jumlah leukosit terus meningkat; oleh karena
itu pada kasus yang meragukan sebaiknya dilakukan pemeriksaan berkala.
Pemeriksaan Hb diperlukan untuk base-line data bila terjadi perdarahan terus
menerus. Demikian pula dengan pemeriksaan hematokrit. Pemeriksaan
leukosit yang melebihi 20.000/mm tanpa terdapatnya infeksi menunjukkan
adanya perdarahan cukup banyak kemungkinan ruptura lienalis. Serum
amilase yang meninggi menunjukkan kemungkinan adanya trauma pankreas
atau perforasi usus halus. Kenaikan transaminase menunjukkan kemungkinan
trauma pada hepar.
2. Pemeriksaan urin penting untuk mengetahui adanya lesi saluran kemih.
Pemeriksaan urin rutin menunjukkan adanya trauma pada saluran kemih bila
dijumpai hematuri. Urine yang jernih belum dapat menyingkirkan adanya
trauma pada saluran
3. Pemeriksaan radiologi tidak perlu dilakukan bila indikasi laparotomi sudah
jelas. Pemeriksaan IVP atau sistogram hanya dilakukan bila ada kecurigaan
terhadap trauma saluran kencing. Pemeriksaan plain abdomen posisi tegak
mempelihatkan udara bebas dalam rongga peritoneum, udara bebas
retroperineal dekat duodenum, corpus alineum dan perubahan gambaran usus.
Biasanya dilakukan pemeriksaan foto polos abdomen dalam posisi tegak dan
miring ke kiri untuk melihat:
Keadaan tulang belakang dan panggul.
Adanya benda asing (pada luka tembak)
Bayangan otot psoas.
Udara bebas(intra---/ekstraperitoneal)
4. Parasentesis abdomen dilakukan pada trauma tumpul abdomen yang diragukan
menimbulkan kelainan dalam rongga abdomen. Merupakan pemeriksaan
tambahan yang sangat berguna untuk menentukan adanya perdarahan dalam
rongga peritoneum. Lebih dari 100.000 eritrosit/mm dalam larutan NaCl yang
keluar dari rongga peritoneum setelah dimasukkan 100–200 ml larutan NaCl
0.9% selama 5 menit, merupakan indikasi untuk laparotomi
Teknik:
Buli-buli terlebih dahulu dikosongkan
Parastesi dilakukan dengan jarum pungsi No. 18 atau 20, ditusukkkan di
kuadran bawah atau di garis tengah di bawah pusat.
Bila pada aspirasi ditemukan darah, empedu, cairan empedu, cairan usus
atau udara berarti ada lesi dalam rongga abdomen.
5. Pemeriksaan Laparoskopi Dilaksanakan bila ada akut abdomen untuk
mengetahui langsung sumber penyebabnya.
6. Bila dijumpai perdarahan dan anus perlu dilakukan rekto-sigmoidoskopi.
7. Diagnostic Peritoneal Lavage (DPL) dapat membantu menemukan adanya
darah atau cairan usus dalam rongga perut. Hasilnya dapat amat membantu.
Tetapi DPL ini hanya alat diagnostik. Bila ada keraguan, kerjakan laparatomi
(gold standart).
Indikasi untuk melakukan DPL sbb.:
Nyeri abdomen yang tidak bisa diterangkan sebabnya
Trauma pada bagian bawah dari dada
Hipotensi, hematokrit turun tanpa alasan yang jelas
Pasien cedera abdominal dengan gangguan kesadaran (obat,alkohol, cedera otak)
Pasien cedera abdominal dan cedera medula spinalis (sumsum tulang belakang)
Patah tulang pelvis
Diagnostic Peritoneal Lavage dilakukan melalui kanula yang dimasukkan lewat
insisi kecil di garis tengah di bawah pusat; bila pada aspirasi tidak keluar apa-apa,
dimasukkan kira-kira 10 ml/kg(maksimum 1000 ml) (lebih baik hangat) kemudian
larutan NaCl 0,9%. Biarkan selama 5 sampai 10 menit jika pasiennya cukup stabil.
Sensitivitas bertambah dengan menggulingkan pasien ke samping kanan dan kiri
selama beberapa menit jika kondisi pasien memungkinkan. Hal ini akan
memungkinkan cairan bercampur dengan darah yang mungkin terkumpul setempat.
Hasil positif jika ditemukan hal berikut:
Cairan yang keluar kemerahan.
Terdapat empedu.
Ditemukan bakteri atau eritrosit > 100.000/mm3
Ditemukan leukosit > 500/mm3
Ditemukan amilase lebih dari 100 U/ 100 ml cairan.
Kontraindikasi relatif untuk Diagnostic Peritoneal Larvage adalah riwayat operasi
abdomen, koagulopati dan kehamilan.
Jika pasien kurang stabil dibawa ke radiologi, CT abdomen dan pelvis sangat bermanfaat untuk mendeteksi darah intra abd