6
1 BAB I PENDAHULUAN I.1. Latar Belakang Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya panas bumi. Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia mencapai 40% dari total potensi yang dimiliki dunia. Kapasitas terpasang dari pembangkit listrik panas bumi di Indonesia adalah 1196 MWe dari tujuh lokasi pembangkit listrik, salah satunya adalah Dieng (60 MWe) (Pambudi, dkk., 2013). Lapangan panas bumi Dieng memiliki sistem panas bumi dominasi air yang terletak di Propinsi Jawa Tengah terdiri atas 3 daerah, yaitu Sileri di bagian Baratlaut, Sikidang Merdada di bagian tengah, dan Pakuwaja di bagian Tenggara (Boedihardi, dkk., 1991). Sumber panas dalam batuan reservoir menghantarkan panas melalui fluida hidrotermal, yang selanjutnya akan dieksploitasi untuk keperluan pembangkit listrik. Fluida hidrotermal tersebut selanjutnya dipisahkan menjadi fase uap dan fase cair dengan suhu/tekanan tertentu melalui alat separator dan dialirkan melalui pipa uap untuk menggerakkan turbin penghasil energi listrik. Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

S1-2014-280524-chapter1

Embed Size (px)

DESCRIPTION

bbv

Citation preview

Page 1: S1-2014-280524-chapter1

1

BAB I

PENDAHULUAN

I.1. Latar Belakang

Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan sumberdaya panas

bumi. Potensi panas bumi yang dimiliki Indonesia mencapai 40% dari total

potensi yang dimiliki dunia. Kapasitas terpasang dari pembangkit listrik panas

bumi di Indonesia adalah 1196 MWe dari tujuh lokasi pembangkit listrik, salah

satunya adalah Dieng (60 MWe) (Pambudi, dkk., 2013). Lapangan panas bumi

Dieng memiliki sistem panas bumi dominasi air yang terletak di Propinsi Jawa

Tengah terdiri atas 3 daerah, yaitu Sileri di bagian Baratlaut, Sikidang – Merdada

di bagian tengah, dan Pakuwaja di bagian Tenggara (Boedihardi, dkk., 1991).

Sumber panas dalam batuan reservoir menghantarkan panas melalui fluida

hidrotermal, yang selanjutnya akan dieksploitasi untuk keperluan pembangkit

listrik. Fluida hidrotermal tersebut selanjutnya dipisahkan menjadi fase uap dan

fase cair dengan suhu/tekanan tertentu melalui alat separator dan dialirkan

melalui pipa uap untuk menggerakkan turbin penghasil energi listrik.

Gambar I.1. Skema produksi panas bumi dan lokasi pengambilan sampel kerak silika

Page 2: S1-2014-280524-chapter1

2

Saluran pipa air panas untuk transport air menuju sumur reinjeksi dan pipa

uap untuk transport uap menuju turbin pembangkit listrik merupakan salah satu

sarana penting dalam proses produksi yang dapat mengalami kendala atau

kerusakan selama menjalankan fungsinya, khususnya pada pipa air panas.

Penyebab terjadinya kendala atau kerusakan tersebut salah satunya adalah

pengkerakan (scaling), dimana hal tersebut akan berdampak kepada menurunnya

kapasitas pipa air panas tersebut.

Padatan terlarut akan mengalami presipitasi dan membentuk endapan pada

pembangkit listrik panas bumi dan peralatan di lapangan panas bumi, hal tersebut

akan mempengaruhi pemanfaatan dari sumberdaya panas bumi (Stanasel dan

Kristmannsdottir, 2010). Pengkerakan mineral (mineral scaling) dapat menjadi

masalah yang serius dalam proses eksploitasi energi panas bumi dan seringkali

menyebabkan permasalahan pada pengukuran aliran fluida, penyumbatan pada

pipa dan sumur reinjeksi, dan lain-lain. Masalah pengkerakan ini lebih sering

terjadi pada daerah panas bumi yang memiliki nilai entalpi tinggi. Semakin tinggi

nilai entalpi fluida dengan kandungan silika larut yang tinggi, maka semakin

tinggi pula pengendapan kerak pada pipa (Yanagisawa, dkk., 2000). Kerak utama

yang terbentuk dapat berupa silika amorf, sulfida, dan iron-magnesium-silicates

(Hardardottir, dkk., 2005).

Dalam penelitiannya, Prasetio (2010) menyatakan bahwa berdasarkan

interpretasi komposisi gas dari lapangan panas bumi Dieng, menunjukkan bahwa

suhu reservoir pada lapangan tersebut berkisar antara 240ºC - 333ºC. Sedangkan

Layman., dkk (2002) menyatakan bahwa suhu reservoir di blok Sileri adalah

sekitar 300 ºC – 335 ºC dan suhu reservoir di blok Sikidang adalah sekitar 240 ºC

– 300 ºC. Berdasarkan klasifikasi sistem panas bumi menurut Hochstein (1990),

berdasarkan suhu (entalpi) reservoir, lapangan panas bumi Dieng termasuk ke

dalam kelas suhu tinggi.

Kerak silika yang terendapkan di pipa separator lapangan produksi panas

bumi Dieng perlu diketahui penyebabnya, karena dengan adanya kerak silika

tersebut akan memberikan dampak yang negatif terhadap kelangsungan produksi

uap panas dari lapangan panas bumi Dieng tersebut. Hal tersebut dapat diketahui

melalui karakteristik mineralogi dan kimia kerak silika meliputi jenis dan

Page 3: S1-2014-280524-chapter1

3

paragenesa mineral sulfida, tingkat sulfidasi, dan mekanisme pengendapan

mineral sulfida yang terbentuk dalam pipa separator sebagai kerak pada Well Pad

7 lapangan panas bumi Dieng. Hal tersebut akan menuntun kepada identifikasi

perubahan kompoisi fluida hidrotermal yang terdapat ada pipa separator Well Pad

7.

I.2. Maksud dan Tujuan

Maksud dari penelitian ini adalah untuk mengetahui tingkat sulfidasi fluida

panas bumi ditinjau dari kandungan mineral sulfida didalam kerak silika melalui

analisa sayatan tipis poles, analisa X-Ray Difraction (XRD) dan analisa

Inductively Couple Plasma (ICP) pada sampel kerak silika yang terbentuk di pipa

separator pada Well Pad 7, lapangan panas bumi Dieng.

Tujuan dari penelitian ini adalah:

1. Mengetahui jenis mineral sulfida dan paragenesa mineral sulfida yang

terbentuk di pipa separator pada Well Pad 7, lapangan panas bumi Dieng.

2. Mengetahui tingkat sulfidasi kerak silika di pipa separator pada Well Pad 7,

lapangan panas bumi Dieng.

3. Menginterpretasi mekanisme pengendapan mineral sulfida yang terbentuk di

pipa separator pada Well Pad 7, lapangan panas bumi Dieng.

I.3. Lokasi Penelitian

Lokasi penelitian ini terbagi menjadi dua bagian, yaitu lokasi pengambilan

data berupa sampel kerak silika dan lokasi analisa sampel kerak silika. Lokasi

pengambilan data dan sampel kerak silika dilakukan di Well Pad 7, tepatnya pada

pipa separator, lapangan panas bumi Dieng, Dieng, Kabupaten Wonosobo dan

Kabupaten Banjarnegara, Propinsi Jawa Tengah.

Sampel kerak silika yang telah dikumpulkan tersebut selanjutnya akan

dianalisa di beberapa lokasi yang berbeda. Sebelum dilakukan analisa XRD,

sampel kerak silika ditumbuk agar menjadi powder terlebih dahulu. Analisa XRD

dilakukan di Jurusan Teknik Geologi UGM. Sedangkan untuk pengamatan

petografi dan mineragrafi, pembuatan sayatan tipis poles kerak silika dilakukan di

Pusat Survey Geologi, Bandung. Sayatan tipis poles tersebut selanjutnya diamati

Page 4: S1-2014-280524-chapter1

4

dengan menggunakan mikroskop polarisasi untuk mengamati mineral-mineral

translucent, sedangkan untuk mengamati mineral-mineral opak, dilakukan

pengamatan dengan menggunakan mikroskop refleksi. Analisa sayatan tipis poles

tersebut dilakukan di Jurusan Teknik Geologi UGM. Analisa ICP dilakukan di Als

Minerals Ltd., Kanada.

Gambar I.3. Pipa separator pada Well Pad 7 dan lokasi pengambilan sampel

kerak silika

: lokasi pengambilan sampel kerak silika

Gambar I.2. Lokasi Penelitian

: lokasi penelitian

Page 5: S1-2014-280524-chapter1

5

I.4. Batasan Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa pembatasan masalah penelitian,

meliputi:

1. Kandungan mineral sulfida dan non sulfida pada kerak silika diketahui

melalui pengamatan sayatan tipis poles dan analisa XRD.

2. Penentuan tingkat sulfidasi endapan kerak silika akan dilakukan melalui

interpretasi himpunan mineral yang terdapat pada kerak silika.

3. Interpretasi mekanisme pengendapan mineral sulfida akan diketahui melalui

pendekatan pengamatan tekstur yang terbentuk pada kerak silika.

I.5. Peneliti Terdahulu

1. Van Bemmelen (1970), meneliti masalah geologi secara umum Zona Serayu

Utara dan menghasilkan Peta Geologi Regional daerah tersebut. Peta

tersebut menggambarkan kondisi geologi, meliputi geomorfologi, struktur

geologi dan stratigrafi. Berdasarkan penjelasan Van Bemmelen (1970),

daerah Dieng tersusun atas beberapa kompleks gunung api kuarter.

2. Sukhyar dkk. (1986), melakukan pemetaan geologi regional secara detail

pada komplek gunung api Dieng. Berdasarkan pemetaan tersebut, Sukhyar

dkk. (1986) membagi stratigrafi Dieng menjadi tiga kelompok, yaitu

Endapan Dieng Tua, Endapan Dieng Dewasa, dan Endapan Dieng Muda.

Dalam peta tersebut juga memberikan informasi struktur geologi yang

berkembang di daerah Dieng adalah struktur geologi yang memiliki arah

Baratlaut – Tenggara.

3. Wibowo (2008), meneliti evolusi magma di kompleks gunung api Dieng.

Berdasarkan penelitian tersebut, didapatkan informasi bahwa tingkat

keasamaan magma di kompleks gunung api ini mengalami beberapa kali

perubahan. Pola perubahan tingkat keasamaan tersebut memiliki kesamaan

dengan pola pada proses pembentukan kaldera pada umumnya.

4. Harijoko dkk. (2010), meneliti evolusi gunung api jangka panjang disekitar

wilayah panas bumi Dieng. Magma di kompleks gunung api Dieng telah

mengalami diferensiasi sehingga memiliki komposisi kimia yang beragam,

khususnya konsentrasi SiO2 dan K2O. Diferensiasi terjadi akibat adanya

Page 6: S1-2014-280524-chapter1

6

proses fraksional kristalisasi dan magma mixing. Komposisi trace element

mengindikasikan proses magmatisme di kompleks gunung api Dieng

dipengaruhi oleh kontribusi kerak dan sedimen.

5. Prasetio dkk. (2010), meneliti isotop dan gas geokimia pada lapangan panas

bumi Dieng. Berdasarkan komposisi isotop 2H dan

18O dalam gas, fluida

panas bumi Dieng merupakan jenis air meteorik. Data isotop juga

mengindikasikan bahwa ada pengaruh air magmatik dalam fluida panas

bumi Dieng.

6. Pambudi dkk. (2013), meneliti evaluasi kinerja pembangkit listrik panas

bumi double-flash menggunakan Hukum Termodinamika II. Sistem

pembangkit listrik panas bumi Dieng menggunakan sistem single-flash

menghasilkan daya listrik mencapai 22 MW. Untuk memaksimalkan

penggunaan energi, peneliti melakukan evaluasi kinerja pembangkit listrik

panas bumi double-flash menggunakan Hukum Termodinamika II.

Berdasarkan evaluasi tersebut, efisiensi pembangkit listrik panas bumi

Dieng dengan menggunakan sistem double-flash mencapai 40.90%.

Perhitungan energi dan exergi juga menunjukkan bahwa modifikasi sistem

single-flash menjadi sistem double-flash akan meningkatkan kapasitas

pembangkit listrik.