Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004

Embed Size (px)

Citation preview

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    1/56

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    2/56

    Media Informasi Air Minum danPenyehatan Lingkungan

    Diterbitkan oleh:

    Kelompok Kerja Air Minum dan

    Penyehatan Lingkungan

    Penasihat/Pelindung:

    Direktur Jenderal Tata Perkotaan dan

    Perdesaan, DEPKIMPRASWIL

    Penanggung Jawab:

    Direktur Permukiman dan Perumahan,

    BAPPENAS

    Direktur Penyehatan Air dan Sanitasi,

    DEPKESDirektur Perkotaan dan Perdesaan

    Wilayah Timur, DEPKIMPRASWIL

    Direktur Bina Sumber Daya Alam dan

    Teknologi Tepat Guna, DEPDAGRI

    Direktur Penataan Ruang dan

    Lingkungan Hidup, DEPDAGRI

    Pemimpin Redaksi:

    Oswar Mungkasa

    Dewan Redaksi:

    Hartoyo, Johan Susmono,

    Indar Parawansa, Poedjastanto

    Redaktur Pelaksana:Maraita Listyasari, Rewang Budiyana,

    Rheidda Pramudhy, Joko Wartono,

    Essy Asiah, Mujiyanto

    Desain/Ilustrasi:

    Rudi Kosasih

    Produksi:

    Machrudin

    Sirkulasi/Distribusi:

    Anggie Rifki

    Alamat Redaksi:

    Jl. Cianjur No. 4 Menteng, Jakarta Pusat.

    Telp. (021) 31904113

    e-mail: [email protected]

    [email protected]

    [email protected]

    Redaksi menerima kiriman

    tulisan/artikel dari luar. Isi berkaitan

    dengan air minum dan penyehatan

    lingkungan dan belum pernah

    dipublikasikan. Panjang naskah tak

    dibatasi. Sertakan identitas diri.

    Redaksi berhak mengeditnya.

    Silahkan kirim ke alamat di atas.

    z foto cover: MUJIYANTO/PERCIK

    Dari Redaksi 1

    Suara Anda 2

    Laporan Utama 3

    Sampah Masih Jadi Sampah 3

    Seputar Sampah 6

    Upaya Mengurangi Emisi Metan dari TPA 8

    Belajarlah Sampah ke Negeri Cina 9

    Program Bangun Praja, Memacu Daerah Peduli Lingkungan 11

    Wawancara

    Penanganan Sampah Jelek, Tingkat Kesehatan Rendah 13

    Wawasan

    Sampah Sebagai Sumber Energi, Tantangan BagiDunia Persampahan Indonesia Masa Depan 16

    Pre-Studi Masalah Sampah, Kasus Kota Surabaya 18

    Pengelolaan Sampah di Makassar 20

    Pengelolaan Program Air Minum dan Penyehatan Lingkungan

    dan Tantangan ke Depan 22

    Masalah AMPL di Kabupaten Kebumen 23

    Sistem Pengolahan Air Limbah Rumah Tangga di Kota Tangerang 25

    Sampah Membawa Berkah di Desa Temesi, Kabupaten Gianyar, Bali 27

    Reportase

    Kiprah Ny. Bambang Sampah Wahono,

    Kelola Sampah, Hijaukan Banjarsari 29

    Ragam

    Ragam Teknologi Pengolahan Sampah 32

    Kapsul Sampah, Model Penyimpanan Sampah Jangka Panjang 34

    Teropong

    Perusahaan Daerah (PD) Kebersihan Kota Bandung 35

    Info Buku 37

    Info CD 38

    Info Situs 39

    Kunjungan

    Diseminasi Program WASPOLA di Propinsi Gorontalo 40

    Pringga Jurang Keruntuhan Bulan 41

    Seputar WASPOLA

    Pelaksanaan Kebijakan Nasional AMPL Berbasis Masyarakat di Daerah 42

    Lokakarya Kelompok Kerja WASPOLA 44

    Pertemuan Tim Pengarah WASPOLA 45

    Seputar AMPL

    Orientasi MPA/PHAST 46

    Pokja AMPL Ikuti Nusantara Water 2004 47

    Pertemuan Perencanaan dan Evaluasi Proyek ProAir 47

    Seminar Teknologi Tepat Guna Pengolahan Limbah Cair 48

    Persiapan Proyek ProAir di Kabupaten Alor 49

    Pustaka AMPL 50

    Agenda 51

    Glosari 52

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    3/56

    Pembaca, Percik mulai mena-

    paki babak baru yakni bagai-

    manaPercik mulai menjang-

    kau para pemangku kepentingan air

    minum dan penyehatan lingkungan

    di seluruh Tanah Air. Percik telah

    menyebar dari Sabang sampai Me-

    rauke meski dalam jumlah yang ter-

    batas.

    Alhamdulil lah, berbagai kala-

    ngan menyambut hangat kehadiran

    Percik . Ini dibuktikan dengan ba-

    nyaknya tanggapan yang datang

    kepada kami. Bahkan ada beberapa

    kalangan yang berharap bisa ber-

    langganan Percik kendati harus

    membayar padahal Percik meru-pakan majalah gratis. Ini tentu hal

    yang membahagiakan kami.

    Beberapa waktu lalu kami meng-

    ikuti Nusantara Water 2004 di Ja-

    karta Convention Center bersama

    dengan Program WASPOLA dan Ke-

    lompok Kerja Air Minum dan Pe-

    nyehatan Lingkungan (Pokja AMPL)

    sebagai induk kami. Langkah itu

    merupakan upaya kami untuk ma-

    kin mendekatkanPercik ke tengah-

    tengah pemangku kepentingan

    AMPL. Kami akan terus berupayaagar majalah ini makin eksis dan

    menjadi rujukan, referensi, dan wa-

    dah komunikasi bagi pihak-pihak

    terkait di bidang ini.

    Pembaca, pada edisi ini, Percik

    hadir dengan laporan utama menge-

    nai sampah. Mengapa ini diangkat?

    Sampah merupakan suatu hal yang

    masih menjadi persoalan di negeri

    ini. Isu penyehatan lingkungan tak

    pernah lepas dari sampah. Semua

    orang tahu itu, tapi tak semua orang

    memiliki kepedulian terhadap ma-

    salah yang satu ini. Ibarat peribaha-

    sa, Anjing menggonggong, kafilah

    tetap berlalu, sampah tak pernah

    kunjung usai penanganannya meski

    banyak pihak berbicara kebersihan

    dan kesehatan.

    Persoalan sampah sebenarnya

    bukan sekadar persoalan teknis.

    Teknologi apa yang cocok dan bera-

    pa dana yang dibutuhkan. Sekjen

    Departemen Permukiman dan Pra-sarana Wilayah, Budiman Arief,

    menjelaskan itu. Kuncinya, pena-

    nganan sampah harus merupakan

    langkah yang sistemik. Lebih dari

    itu, menarik kiranya pandangan

    M. Gempur Adnan, Deputi Menteri

    Negara Lingkungan Hidup Bidang

    Peningkatan Kapasitas Pengelolaan

    Lingkungan Hidup Kewilayahan

    bahwa itu semua tergantung komit-

    men semua pihak. Tanpa ada komit-

    men, jangan diharap persoalan sam-

    pah akan tuntas. Dana hanyalah

    masalah nomor kesekian.

    Percik kali ini juga banyak

    memuat artikel-artikel sampah dari

    para praktisi dan pegiat sampah.

    Kami berharap dengan banyaknya

    artikel yang sesuai dengan laporan

    utama, pengetahuan kita mengenai

    sampah semakin bertambah luas.

    Yang tak kalah menarik, ada

    reportase mengenai peran perempu-

    an dalam mengelola sampah sejakdari hulu. Berkat keuletannya itu,

    kampungnya yang berada di jantung

    kota Jakarta, berubah hijau dan

    asri. Bahkan kini kampung tersebut

    menjadi salah satu tujuan wisata

    lingkungan. Banyak orang, baik dari

    dalam dan luar negeri, yang belajar

    dari perempuan tersebut. Dan ber-

    kat usahanya itu pula ia menyabet

    berbagai penghargaan.

    Seperti biasanya, Percik tetap

    menampilkan rubrik-rubrik rutin

    lainnya. Kami berharap ada ma-

    sukan dan kritik dari para pembaca

    demi perbaikan majalah ini ke de-

    pan.

    Akhirnya kami berharap Percik

    berguna bagi Anda, para pembaca.

    Salam.

    A RI RE DA KS ID

    1 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    LESEHANSalah satu kekhasan dari Kelompok Kerja AMPL Pusat adalah lesehan dalam beberapa lokakarya.

    FOTO: OM

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    4/56

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    5/56

    Mungkin bagi sebagian orang

    selembar kertas, atau setas

    limbah rumah tangga tak

    jadi masalah. Tapi begitu kertas dan

    limbah rumah tangga itu berkumpul

    dengan sampah sejenis dari banyak

    orang, persoalan akan timbul, apalagi

    di perkotaan yang lahannya terbatas.

    Dan faktanya menunjukkan potensi

    timbulan sampah terus meningkat

    seiring dengan pertambahan jumlah

    penduduk.

    Timbulan sampah

    Tidak tersedia data berapa persisnya

    jumlah timbulan sampah di Indonesia.

    Namun berdasar hasil perhitungan

    Bappenas sebagaimana tercantum dalam

    Buku Infrastruktur Indonesia, pada

    tahun 1995 perkiraan timbulan sampah

    di Indonesia mencapai 22,5 juta ton, dan

    meningkat lebih dua kali lipat pada tahun

    2020 menjadi 53,7 juta ton. Sementara di

    kota besar di Indonesia diperkirakan tim-

    bulan sampah per kapita berkisar antara

    600 830 gram per hari.

    Sebagai ilustrasi betapa besarnya tim-bulan sampah yang dihasilkan, data

    beberapa kota besar di Indonesia dapat

    menjadi rujukan. Kota Jakarta setiap

    hari menghasilkan timbulan sampah

    sebesar 6,2 ribu ton, Kota Bandung sebe-

    sar 2,1 ribu ton, Kota Surabaya sebesar

    1,7 ribu ton, dan Kota Makassar 0,8 ribu

    ton (Damanhuri, 2002). Jumlah tersebut

    membutuhkan upaya yang tidak sedikit

    dalam penanganannya.

    Berdasarkan data tersebut diperki-

    rakan kebutuhan lahan untuk TPA di

    Indonesia pada tahun 1995 yaitu seluas

    675 ha, dan meningkat menjadi 1.610 ha

    pada tahun 2020. Kondisi ini akan men-

    jadi masalah besar dengan memper-

    hatikan semakin terbatasnya lahan

    kosong khususnya di perkotaan. Salah

    satu contoh terkini adalah kesulitan

    pemerintah DKI Jakarta dalam menyedi-

    3 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Kita tidak pernah lepas dari sampah. Setiap hari ada saja

    sampah yang harus kita buang. Entah di kantor,

    di rumah, di manapun kita berada. Tidak heran ketika

    kita tidak mengelola dengan baik maka sampah

    akan dengan mudah kita temui bertebaran

    di sekitar kita.

    A P ORA N U T AMAL

    SAMPAHMasih Jadi Sampah

    SAMPAHMasih Jadi Sampah

    FOTO: MU

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    6/56

    akan lahan untuk pengolahan

    sampah setelah TPA Bantar

    Gebang tidak dapat dipergunakan

    lagi.

    Penanganan Sampah

    Menurut data BPS, pada

    tahun 2001 timbulan sampah

    yang diangkut hanya mencapai

    18,03 persen, sementara selebih-

    nya ditimbun 10,46 persen, dibu-

    at kompos 3,51 persen, dibakar

    43,76 persen, dan lainnya

    (dibuang ke sungai, pekarangan

    kosong dan lainnya) 24,24

    persen. Terlihat bahwa sampah yangdiangkut masih sangat sedikit, demikian

    pula sampah yang diproses menjadi kom-

    pos, sementara yang dibakar dan dibuang

    ke tempat yang tidak seharusnya bahkan

    masih mencapai 68 persen. Kondisi ini

    menunjukkan masih besarnya potensi

    sampah menjadi sumber pencemaran

    baik udara, maupun air termasuk menja-

    di pemicu timbulnya penyakit. Di dae-

    rah perkotaan sekalipun, sampah yang

    dibakar dan dibuang sembarangan masih

    mencapai 50,76 persen. Proporsi sampah

    yang ditimbun sendiri masih cukup besarmencapai 10,46 persen. Sampah seperti

    plastik dan sejenisnya relatif sulit diurai

    sehingga penanganan sampah dengan

    cara menimbun menjadi kurang tepat.

    Pengomposan juga belum populer di

    masyarakat.

    Sebagian besar Tempat Pengolahan

    Akhir (TPA) sampah direncanakan meng-

    gunakan sistem sanitary landfill. Namun

    dalam perjalanan waktu, akhirnya seba-

    gian besar TPA tersebut akhirnya meng-

    gunakan sistem open dumping (70

    persen) dan hanya sebagian kecil yang

    tetap menggunakan sistem controlled

    landfilldan sanitary landfill(30 persen).

    Beberapa kota yang menerapkan con-

    trolled landfill di antaranya Jakarta,

    Bandung, Semarang, Surabaya, Padang,

    Malang, Yogyakarta, Pontianak, Balik-

    papan, Banjarmasin, dan Denpasar.

    Penyebab rendahnya penerapan sis-tem sanitary landfilldi Indonesia, antara

    lain, rendahnya disiplin pengelola dalam

    menerapkan prosedur teknis, terbatasnya

    anggaran untuk operasi dan pemeli-

    haraan, sulitnya mendapatkan tanah

    penutup, terbatasnya ketersediaan alat

    berat, rendahnya kualitas sumber daya

    manusia, dan belum terorganisasikannya

    pemulung di lokasi TPA sebagai bagian

    terpadu sistem sanitary landfill.

    Karakteristik Sampah

    Karakteristik sampah perkotaanberbeda dengan sampah perdesaan.

    Secara umum, sampah perkotaan di

    Indonesia memiliki komposisi 80 persen

    sampah organik, dan selebihnya sampah

    non-organik. Sampah non organik terse-

    but separuhnya merupakan sampah plas-

    tik.

    Isu Utama

    Cakupan pelayanan pengelolaan per-

    sampahan yang masih rendah khususnya

    di perkotaan dapat berdampak pada

    meningkatnya wabah penyakit menular

    seperti tipus, kolera, muntaber, disentri,

    pes, leptospirosis, salmonelosis, demam

    gigitan tikus. Selain juga sampah yang

    dibuang ke sungai dan saluran pembu-

    angan berpotensi menimbulkan banjir.

    Prinsip pengurangan timbulan sam-

    pah pada dasarnya telah dikenal dan

    mulai dilakukan walaupun masih

    dalam skala kecil dan sebagian

    besar dilakukan oleh pemulung.

    Pengomposan pun sudah dila-

    kukan namun dalam jumlah yang

    sangat terbatas.

    Sementara itu TPA yang ada

    tidak dikelola dengan baik. Masih

    terjadi pembakaran sampah

    untuk mengurangi timbunan

    sampah, dan tidak terkelolanya

    gas metan yang dihasilkan oleh

    timbunan sampah. Sementara

    dalamKyoto Protocolyang sudah

    diratifikasi oleh pemerintah

    Indonesia, pengurangan gas metan men-jadi salah satu persyaratan. Masalah lain-

    nya yang timbul akibat pengelolaan TPA

    yang tidak sesuai persyaratan di

    antaranya timbulnya bau, menurunnya

    kualitas air akibat pembuangan sampah

    ke sungai, merembesnya air lindi dari

    TPA ke air tanah dangkal dan air per-

    mukaan, pencemaran udara serta mere-

    baknya dioxin yang bersifat karsinogen.

    Kesadaran masyarakat akan kebersih-

    an sudah baik tetapi terbatas hanya pada

    lingkungan halaman rumah saja. Rumah

    memang bebas dari sampah tetapi sam-pah tersebut dibuang tidak pada tempat-

    nya seperti selokan, sungai, dan bahkan

    halaman kosong milik tetangga. Feno-

    mena NIMBY (Not In My Backyard) sa-

    ngat terasa di sini.

    Hal ini juga didorong oleh belum

    tersedianya pelayanan persampahan

    yang memadai.

    Jika dibandingkan dengan kesediaan

    membayar pelayanan air minum maka

    kesediaan membayar pengelolaan sam-

    pah relatif lebih rendah. Ini terjadi kare-

    na masyarakat tidak mengetahui sebe-

    narnya seperti apa pengelolaan sampah

    itu berlangsung.

    Rendahnya tingkat pengorbanan

    masyarakat untuk memberikan kon-

    tribusinya berbanding terbalik dengan

    jumlah timbulan sampah. Kebutuhan

    lahan untuk lokasi TPA meningkat. Perlu

    A P O RA N UT A MAL

    4 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Penanganan Sampah (%)

    0

    1020

    30

    405060

    Diangkut Ditimbun Dibuat

    Kompos

    Dibakar Lainnya

    persen

    Perkotaan Perdesaan Total

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    7/56

    dicari alternatif pengolahan sampah yang

    tidak memerlukan lahan yang luas.

    Di sisi lain, saat ini belum tersedia

    kebijakan nasional persampahan yang

    dapat menjadi payung pengelolaan per-

    sampahan oleh seluruh pemangku

    kepentingan. Peraturan-peraturan yang

    ada tercecer di daerah atau instansi sek-

    toral. Wajar bila hingga kini belum terwu-

    jud sistem kelembagaan, koordinasi dan

    integrasi pengelolaan sampah.

    Dimulainya era otonomi daerah men-

    jadikan pengelolaan sampah menjadi

    kewenangan pemerintah daerah. Namun

    di lain pihak, masih banyak pemerintah

    daerah yang menganggap persampahanbukan prioritas. Ini terlihat dari minim-

    nya alokasi anggaran ke sektor ini.

    Kebijakan ke Depan

    Penyelesaian persampahan mau tidak

    mau harus dilakukan secara sistemik dan

    terintegrasi dengan melibatkan seluruh

    pemangku kepentingan. Apalagi pada

    2025 telah dicanangkan sebagai tahun

    zero waste (bebas sampah) dunia.

    Beberapa langkah yang bisa diambil

    dalam rangka menuju ke arah itu yakni:

    1. Mengurangi volume timbulan sam-

    pah dengan menggunakan konsep 3R

    (reduce, reuse, dan recycle).

    Metode ini perlu disosialisa-

    sikan ke tengah-tengah masya-

    rakat agar mereka mau menggu-

    nakan kembali dan mendaur

    ulang sampahnya. Tentu langkah

    ini perlu dibarengi penyadaran

    akan pentingnya memilah sam-

    pah di rumah tangga sehingga

    memudahkan pengolahan pada

    tahap berikutnya. Konsep 3R

    akan makin efektif jika didukung

    peraturan perundang-undangan

    yang memberikan penghargaan

    dan hukuman (reward and pu-

    nishment) kepada semua pe-

    mangku kepentingan yang ter-

    kait, apakah itu pemulung, ma-

    syarakat, dan lainnya. Selain itu, peman-

    faatan sampah sebagai sumber energi

    (wasre to energy) layak untuk diper-

    hatikan mengingat hingga kini belum ada

    pihak yang mempraktekkan langkah ini

    di Indonesia. Bila sampah telah terman-

    faatkan sejak dari hulu maka sistem sani-

    tary landfill tidak memerlukan lahan

    yang luas dengan biaya besar. Sanitary

    landfill hanya digunakan untuk mengo-

    lah residu dari hasil pembakaran insine-

    rator.

    2. Peningkatan peran masyarakat

    dan dunia usaha

    Langkah mengurangi timbulan sam-pah tidak akan efektif tanpa peran aktif

    masyarakat. Merekalah penghasil utama

    sampah dan mereka pula yang merasakan

    dampak negatifnya bila sampah tak

    dikelola dengan baik. Kuncinya adalah

    peningkatan kesadaran dan tanggung

    jawab dalam pengelolaan sampah.

    Masyarakat bisa berperan sebagai a) pe-

    ngelola (mengurangi timbulan sampah dari

    sumber); b) pengawas (mengawasi tahapan

    pengelolaan agar berjalan dengan benar); c)

    pemanfaat (memanfaatkan sampah secara

    individu, kelompok, atau kerja sama dengandunia usaha); d) pengolah (mengoperasikan

    dan memelihara sarana dan prasarana peng-

    olah sampah); e) penyedia biaya pengelo-

    laan (lihat diagram.)

    3. Peningkatan peran antarpemerin-

    tah daerah dalam pengelolaan sampah

    Persoalan sampah pada dasarnya

    bukan persoalan individual kota tapi per-

    soalan regional. Polusi udara, air, dan

    tanah berdampak pada wilayah yang luas

    melintasi batas administratif. Oleh kare-

    na itu penentuan lokasi TPA yang selama

    ini berdasarkan wilayah administratif men-

    jadi tidak relevan. Di masa mendatang kon-

    sep TPA regional dan terpusat (regional

    solid waste management) perlu dikem-

    bangkan sebagai upaya bersama dalam

    mengatasi kesulitan lahan TPA.

    4. Pengembangan teknologi baru

    Kemampuan pelayanan persampahan

    tergantung pada pilihan teknologi yang

    tersedia. Penggunaan teknologi yang

    tepat akan mengoptimalkan pengelolaan

    persampahan. Oleh karena itu, penggu-

    naan teknologi baru bisa menjadi alter-

    natif peningkatan kemampuan pengelo-

    laan persampahan khususnya di kota

    besar.

    5. Peningkatan kampanye perilakuhidup bersih dan sehat

    Pengelolaan sampah tak akan berhasil

    tanpa ada kesadaran masyarakat bahwa

    lingkungan sehat juga merupakan

    kebutuhan pokok mereka. Peningkat-

    an kesadaran ini harus dilakukan

    secara terus menerus kepada seluruh

    lapisan masyarakat. Program edukasi

    di bidang kesehatan perlu ditanam-

    kan sejak dini kepada siswa sekolah.

    Akhirnya, meningkatkan kepe-

    dulian semua pemangku kepenting-

    an (stakeholder) di bidang persam-

    pahan tak bisa ditawar-tawar lagi.

    Seberapa canggih teknologi, uang

    banyak, sumber daya bagus, tapi

    tidak ada perhatian serius dari pe-

    mangku kepentingan, maka persoal-

    an sampah akan tetap menjadi sam-

    pah. OM/MJ

    A P O RA N UT A MAL

    5 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    8/56

    Apa itu sampah?

    Sampah adalah suatu bahan yang ter-

    buang atau dibuang dari sumber hasil ak-

    tifitas manusia maupun alam yang belum

    memiliki nilai ekonomis

    Bagaimana pengklasifikasian

    sampah?

    z Sampah dapat diklasifikasikan ber-

    dasar sumbernya yaitu (i) sampah

    domestik yang terdiri dari sampah rumah

    tangga, bongkaran bangunan, sanitasi

    dan sampah jalanan. Secara umum sam-

    pah jenis ini berasal dari perumahan dankompleks perdagangan (ii) sampah

    berbahaya seperti sampah industri dan

    sampah rumah sakit yang kemungkinan

    mengandung racun. Beberapa sampah

    rumah tangga juga termasuk sampah

    berbahaya seperti baterai, semir sepatu-

    cat, botol obat; (iii) sampah medis

    z Sampah dapat diklasifikasikan ber-

    dasar bentuknya yaitu (i) sampah anorga-

    nik/kering seperti logam, besi, kaleng, bo-

    tol yang tidak dapat mengalami pembu-

    sukan secara alami; (ii) sampah or-

    ganik/basah seperti sampah dapur, res-toran, sisa makanan yang dapat mengala-

    mi pembusukan secara alami; (iii) sam-

    pah berbahaya seperti baterai, jarum sun-

    tik bekas.

    z Sampah dapat diklasifikasikan

    berdasar kemampuan sampah untuk di-

    hancurkan yaitu (i) biodegradable yaitu

    sampah yang dapat mengalami pembu-

    sukan alami termasuk sampah organik

    seperti sampah dapur, sayuran, buah,

    bunga, daun dan kertas; (ii) nonbio-

    degradableyang terdiri dari sampah da-

    ur ulang seperti plastik, kertas, gelas;

    sampah beracun seperti obat, cat, bate-

    rai, semir sepatu; sampah medis seperti

    jarum suntik.

    Berapakah waktu yang dibutuhkan

    untuk menghancurkan sampah?

    Lama waktu yang dibutuhkan untuk

    menghancurkan sampah sangat beragam

    tergantung pada jenis sampah. Pada

    umumnya sampah organik dapat dihan-

    curkan dalam jangka waktu singkat, se-

    mentara sampah seperti plastik bahkan

    diperkirakan baru akan hancur setelah 1

    juta tahun.

    Bagaimana langkah pengurangan

    produksi sampah domestik?

    Produksi sampah dapat dikurangi.

    Prinsipnya adalah pengurangan sampah

    tersebut harus dilakukan sedekat mung-

    kin dengan sumbernya. Dalam kaitan de-

    ngan pengurangan sampah, maka kita te-

    lah mengenal prinsip 3R (Reduce, Reuse,

    Recycle) yang kemudian berkembang

    menjadi 4R (Reduce, Reuse, Recycle, Re-

    fuse). Perbedaan mendasar dari prinsip

    3R dan 4R terletak pada penambahan

    prinsip Refuse (kadang disebut juga

    replace) yang memfokuskan pada peng-gunaan barang yang lebih tahan lama

    dibanding barang sekali pakai.

    Keuntungan penerapan prinsip 4R di

    antaranya adalah mengurangi efek rumah

    kaca, mengurangi polusi udara dan air,

    menghemat energi, konservasi sumber

    daya, mengurangi kebutuhan lahan untuk

    TPA, menciptakan lapangan kerja, dan

    mendorong penciptaan teknologi hijau.

    Jenis sampah sangat bergantung pada

    budaya masyarakat. Pada masyarakat

    modern khususnya di kota besar penggu-

    naan sampah plastik sangat dominan.

    Sebagai ilustrasi, sebagian besar sampah

    domestik berasal dari kantong plastik

    (kresek) belanja rumah tangga, atau sty-

    rofoam untuk wadah makanan. Semen-

    tara sampah plastik merupakan ancaman

    terbesar bagi lingkungan karena waktu

    hancurnya mencapai 1 juta tahun (mung-

    kin sudah keburu kiamat sebelum sam-

    A P O RA N UT A MA

    Seputar Sampah

    L

    6 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Sampah organik (tumbuhan,buah dan sejenisnya)

    1-2 minggu

    Kertas 10-30 hari

    Baju katun 2-5 bulan

    Kayu 10-15 tahun

    wool 1 tahun

    Alumunium, kaleng, dansejenisnya

    100-500 tahun

    Kantong plastik 1 juta tahun?

    Botol gelas Tidak diketahui

    1. Refuse. Menggunakan barangyang lebih tahan lama dari

    pada barang sekali pakai.

    2. Reduce. Mengurangi

    timbulan sampah.

    3. Reuse. Menggunakan barang

    yang bisa dipergunakan

    kembali.

    4. Recycle. Menggunakan

    4R (Refuse, Reuse, Recycle, Reduce)

    1. Refuse. Menggunakan barang yanglebih tahan lama dari pada barangsekali pakai.

    2. Reduce.Mengurangi timbulansampah.

    3. Reuse.Menggunakan barang yangbisa dipergunakan kembali.

    4. Recycle. Menggunakan barang yangbisa didaur ulang.

    FOTO: OSWAR MUNGKASA

    Wool

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    9/56

    pah plastik tersebut hancur). Kondisi ini

    menyadarkan kita akan semakin pen-

    tingnya penerapan prinsip 4R dalam

    mengurangi timbulan sampah. Jadi ge-

    rakan mengurangi timbulan sampah

    harus dimulai dari sumbernya yaitu

    rumah tangga itu sendiri. Oleh karenanya

    penerapan prinsip ini sangat tergantung

    pada kesadaran masyarakat.

    Bagaimana cara pengolahan

    sampah?Terdapat paling tidak lima cara yang

    dikenal secara umum dalam pengolahan

    sampah yaitu

    (i). Open dumps. Open dumps me-

    ngacu pada cara pembuangan sampah

    pada area terbuka tanpa dilakukan proses

    apapun.

    (ii). Landfills. Landfills adalah lokasi

    pembuangan sampah yang relatif lebih

    baik dari open dumping. Sampah yang

    ada ditutup dengan tanah kemudian

    dipadatkan. Setelah lokasi penuh maka

    lokasi landfill akan ditutup tanah tebal

    dan kemudian lokasi tersebut biasanya

    dijadikan tempat parkir.

    (iii). Sanitary landfills. Berbeda de-

    ngan landfills maka sanitary landfills

    menggunakan material yang kedap air

    sehingga rembesan air dari sampah tidak

    akan mencemari lingkungan sekitar.

    Biaya sanitary landfills relatif jauh lebih

    mahal.

    (iv).Insinerator. Pada cara pengolah-

    an menggunakan insinerator, dilakukan

    pembakaran sampah dengan terlebih

    dahulu memisahkan sampah daur ulang.

    Sampah yang tidak dapat didaur ulang

    kemudian dibakar. Biasanya proses pem-

    bakaran sampah dilakukan sebagai alter-

    natif terakhir atau lebih difokuskan pada

    penanganan sampah medis.

    (v). Pengomposan. Pengomposan

    adalah proses biologi yang memung-

    kinkan organisme kecil mengubah sam-

    pah organik menjadi pupuk.

    Sampai seberapa jauh tanggung

    jawab produsen?

    Jika rumah tangga diberi peran untuk

    mengurangi timbulan sampah melalui

    prinsip 4R, maka produsen seharusnya

    juga diberi tanggungjawab yang jelas.

    Produsen dapat membantu rumah tangga

    dalam menerapkan prinsip 4R tersebut.Salah satunya melalui EPR (Extended

    Producer Responsibility/Perluasan

    Tanggung jawab Produsen) yang meru-

    pakan usaha mendorong produsen untuk

    menggunakan kembali produk dan

    kemasan yang diproduksinya. Pemberian

    insentif bagi produsen menjadi suatu

    keniscayaan. OM

    7 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Fakta Sampah di Amerika Serikatz Tahun 2001 produksi sampah mencapai 229 juta ton atau sekitar 4,4 pon

    per orang per hari. Meningkat hampir dua kali produksi sampah tahun 1960.z Sekitar 30 persen sampah didaur ulang, 15 persen dibakar, dan 56 persen

    dibuang ke TPAz Pada tahun 1999, daur ulang dan pengomposan mengurangi 64 juta ton

    sampah yang seharusnya dikirim ke TPA. Sekarang ini proses daur ulangdilakukan terhadap 30 persen produksi sampah. Persentase ini meningkat duakali lipat dibandingkan kondisi 15 tahun yang lalu

    z Daur ulang baterai mencapai 94 persen, kertas 42 persen, botol plastik 40persen, kaleng minuman ringan dan bir 55 persen

    z Jumlah TPA berkurang dari 8.000 lokasi pada 1998 menjadi 1.858 lokasipada 2001 dengan kapasitas yang relatif sama.

    z Amerika Serikat merupakan negara maju penghasil sampah terbesar didunia yaitu 4,4 pon sampah per kapita per hari, disusul Kanada 3,75 pon danBelanda 3 pon. Jerman dan Swedia merupakan negara maju dengan produksisampah terendah.

    z Amerika Serikat merupakan negara maju dengan proporsi daur ulangterbesar yakni 24 persen, disusul Swiss 23 persen, dan Jepang 20 persen.

    Fakta Sampah Negara Lain

    A P O RA N UT A MAL

    FOTO: MUJIYANTO

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    10/56

    TPA merupakan sumber terbesar

    emisi metan di Amerika Serikat

    bahkan mungkin juga di Indo-

    nesia. Padahal sebenarnya emisi metan

    dari TPA dapat menjadi salah satu sum-

    ber energi yang potensial. LFG (Landfill

    Gas) dihasilkan ketika sampah dihan-

    curkan di TPA. Gas ini terdiri dari 50

    persen metan (CH4), komponen utama

    gas alam, dan sisanya CO2. Sebagai ilus-

    trasi per Desember 2003, terdapat 360

    proyek energi berbasis LFG di AmerikaSerikat dan sekitar 600 TPA yang poten-

    sial untuk proyek sejenis.

    Beberapa keuntungan dari penggu-

    naan energi LFG adalah (i) akan mengu-

    rangi bau; (ii) mencegah gas metan ter-

    lepas ke atmosfir dan mempengaruhi

    iklim global. Diperkirakan proyek LFG

    akan mencegah sekitar 60-90 persen

    metan yang dihasilkan dari proses di

    TPA, tergantung pada jenis teknologi

    yang dipergunakan. Metan tersebut

    diproses menjadi air dan CO2 ketika gas

    diubah menjadi listrik. Untuk sekitar

    4 megawatt listrik setara dengan me-

    nanam 60 ribu are hutan setahun atau

    mengurangi emisi CO2 dari 45 ribu mobil

    setahun. Energi yang dihasilkan juga

    dapat menggantikan penggunaan batu

    bara dari 1.000 kereta api atau penggu-

    naan 500 ribu barel minyak; (iii) mengu-

    rangi polusi udara dengan mengurangi

    penggunaan bahan bakar yang tidak ter-

    barukan seperti batu bara, gas alam dan

    minyak; (iv) menciptakan lapangan kerja,

    penghasilan dan penghematan biaya.

    Program penggunaan LFG di Amerika

    Serikat telah secara signifikan mengu-

    rangi emisi metan sebesar 14 juta m3 ton

    setara karbon (MMTCE). Keuntungan

    reduksi gas rumah kaca setara dengan

    penanaman 18 juta are hutan atau me-ngurangi emisi tahunan dari 13 juta

    mobil. Sementara 600 TPA yang

    berpotensi menghasilkan listrik dari gas

    metan, ternyata berdasar perhitungan

    dapat menghasilkan listrik bagi 1 juta

    rumah.

    Terdapat beberapa pilihan proses

    LFG menjadi energi, di antaranya berupa

    (i) pembangkit listrik, (ii) penggunaan

    langsung untuk menggantikan bentuk

    bahan bakar yang ada seperti gas alam,

    batu bara, bensin; (iii) cogeneration,

    merupakan kombinasi panas dan tenaga

    (Combined Heat and Power/CHP) yang

    menghasilkan listrik dan energi panas.

    Terlepas dari berbagai keuntungan

    mengubah LFG menjadi energi tetapi

    ternyata dalam prosesnya menghasilkan

    emisi NOx yang dapat merusak ozon dan

    membentuk kabut asap. OM

    A P O RA N UT A MA

    Upaya Mengurangi

    Emisi Metan dari TPA

    L

    8 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Mungkin kita kurang menyadari

    bahwa sampah dapat mempe-

    ngaruhi iklim melalui emisi gas rumah

    kaca dengan berbagai cara.

    Bagaimana kaitan sampah dan

    perubahan iklim?

    Pertama. Penghancuran sampah di

    TPA menghasilkan gas metan, yang ber-

    potensi 21 kali lebih kuat dari gas CO2

    dalam menyumbang efek rumah kaca.

    Kedua. Insinerator menghasilkan

    CO2. Sebagai tambahan, kendaraan

    yang mengangkut sampah juga mem-

    produksi CO2.

    Bagaimana strategi pengelolaan

    sampah mengurangi emisi gas

    rumah kaca?

    z Pengurangan timbulan sampah

    organik yang diolah di TPA akan me-

    ngurangi gas metan yang dihasilkan

    dalam proses penghancuran sampah

    tersebut.

    z Pengurangan timbulan sampah

    yang diolah insinerator akan mengu-

    rangi emisi gas rumah kaca.

    z Barang yang dapat di daur ulang

    biasanya menggunakan lebih sedikit

    energi dalam proses pengolahannya

    sehingga dapat mengurangi emisi.

    Sampah dan Perubahan Iklim

    FOTO: FANI WEDAHUDITAMA

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    11/56

    Pesta Olimpiade di Athena baru

    saja usai, Negara tirai bambu

    China akan menyambut pesta

    Olimpiade berikutnya tahun 2008 di Bei-

    jing. Menjelang Olimpiade 2008 terse-

    but, Cina mulai sibuk berbenah diri mulai

    dari penataan infrastruktur kota sampai

    masalah kebersihan kota. Ini tampak se-

    kali di ibukota Cina, Beijing. Kendati se-

    cara hitungan masih lama, pembenahan

    perkotaan dan pembangunan infrastruk-

    tur sudah mulai dilakukan. Maklum, me-

    reka tak ingin kota berpenduduk 16 jutajiwa itu mengecewakan para atlet, ofisial,

    dan penggembira yang datang dari selu-

    ruh penjuru dunia.

    Dalam rangka event Olimpiade ini,

    Pemerintah Cina telah mengeluarkan ke-

    bijakan khusus untuk meningkatkan ku-

    alitas lingkungan perkotaan termasuk pe-

    ningkatan sistem pengelolaan persam-

    pahan. Khusus Kota Beijing, Pemerintah

    Kota setempat memformulasikan sebuah

    kebijakan persampahan yakni (i)

    meningkatkan pelayanan 98 % pada

    2007; (ii) daur ulang dan kompos 30 %pada tahun 2007; (3) pemisahan sampah

    di sumber sampai dengan 50 % pada

    tahun 2007; (iv) tahun 2007 pengelolaan

    lokasi landfill harus sesuai dengan ke-

    tentuan standar lingkungan; dan (v) pe-

    ngembangan teknologi pengolahan le-

    chate terus dilakukan untuk mencapai

    standar efluentyang dipersyaratkan.

    Kondisi Pengelolaan Persampahan

    Aspek Teknis

    Penanganan persampahan di Beijing

    pada dasarnya tidak berbeda jauh dengan

    di Indonesia. Ini karena komposisi dan

    karakteristik sampah yang hampir sama.

    Pola penanganan sampah dari sumber

    sampai TPA hampir sama, termasuk ti-

    dak dilakukan proses pemilahan sampah

    di sumber. Hanya saja, Beijing dengan

    jumlah sampah 9000 ton per hari (seba-

    gai perbandingan Jakarta menghasilkan

    sampah 6.000 ton/hari) memiliki pe-

    layanan yang yang jauh lebih baik, ter-

    utama bila ditinjau dari sudah tingginya

    cakupan pelayanan (90%) maupun kuali-

    tas pelayanannya. Meskipun tidak dila-

    kukan pemisahan sampah di sumber,

    namun transfer stationyang ada kota itu

    memiliki fasilitas pemisahan sampah,

    sehingga sampah yang dibuang ke TPA

    hanya residu. Selanjutnya sampah or-

    ganik dimanfaatkan sebagai bahan baku

    kompos (diproses di instalasi komposskala kota, kapasitas 200400 ton/hari)

    dan daur ulang.

    Sistem pengumpulan dan pengang-

    kutan sampah juga hampir sama dengan

    yang dilakukan di Indonesia, seperti

    menggunakan gerobak sepeda dan truk

    (compactor truck). Namun kualitas dan

    efisiensi pengangkutan sampahnya sa-

    ngat baik karena setiap radius 8 km di-

    lengkapi dengan transfer station.

    Metode pembuangan akhir sampah

    dilakukan dengan sistem sanitary land-

    fillyang sudah cukup memadai. Tabel dibawah ini menggambarkan jumlah land-

    fill, luas dan kapasitas.

    Tabel 1. LokasiLandfilldi Beijing

    Fasilitas landfill tersebut meliputi

    lapisan dasar kedap air, jaringan pe-

    ngumpul leachate, kolam penampungan

    leachate, pengolahan leachate (oxidation

    ditch), saluran drainase keliling landfill

    dan drainase setiap lapisan, pengumpul-

    an gas (saat ini hanya dibakar melalui

    flare), jalan operasi dan keliling landfill,

    buffer zone, jembatan timbang, alat

    berat, mobil tangki air, penutupan tanah

    (harian), perkantoran, fasilitas olah raga,

    dan stok tanah penutup.

    Kendati fasilitas cukup lengkap, namun

    hasil proses pengolahan leachate masih

    belum sesuai dengan standar effluentyang

    berlaku untuk kota Beijing. Tabel berikut

    menggambarkan proses dan kualitas efflu-

    entdari beberapa landfill yang ada di Beijing

    dan standar effluentChina dan Beijing:

    Tabel 2.

    Hasil proses pengolahan leachate

    A P O RA N UT A MA

    Belajarlah Sampahke Negeri Cina

    L

    9 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    No Lokasi Landfill Luas (Ha) Kapasitas (ton/hari)

    1 Beishinshu landfill 33,7 1000

    2 Liulitun landfill 46,5 1500

    3 Asuwei landfill 60 2000

    4 Anding landfill 21,6 700

    Parameterkualitas efluent leachate

    Landfills

    TipeProses Pengolahan

    Leachate COD BOD Amonia

    Beishinshu Diangkut ke seweragetreatment plant

    - - -

    Liulitun Oxidition Ditch 324 22,9 17Asuwei Oxidation Ditch 787 126 24

    Pilot Test ROMembrane

    Filtrasi dengan reverse osmosis 3 - 17 - 1,2 15

    Pemilahan sampah melalui ban berjalan.

    FOTO: ENDANG SETYANINGRUM

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    12/56

    Tabel 3.

    Standar efluentChina dan Beijing

    Penutupan tanah akhir dilakukan

    dengan menggunakan tanah lempung,

    geo textile, bentonite dan tanah lempung

    /top soil. Pemanfaatan lahan pasca ope-

    rasi sebagai lahan terbuka hijau.

    Aspek ManajemenPengelolaan sampah di Beijing dila-

    kukan oleh Dinas Persampahan (BSW-

    AD). Lembaga ini memperoleh alokasi

    dana (dana investasi maupun O/M) ber-

    asal dari dana Pemerintah kota Beijing

    dan kontriibusi dari masyarakat berupa

    tarif.

    Tarif ditentukan berdasarkan jumlah

    anggota keluarga. Untuk keluarga lebih

    dari tiga orang, setiap orang harus mem-

    bayar tarif 3 RMB per bulan (atau setara

    dengan Rp.3000/orang/bulan). Sedang-

    kan untuk keluarga yang kurang dari tigaorang tarifnya 2 RMB/orang per bulan

    (Rp. 2000/orang/bulan). Peran serta

    masyarakat kota Beijing sangat tinggi, na-

    mun peran swasta dalam pengelolaan

    sampah masih sangat terbatas.

    Pembelajaran

    Aspek Teknis

    Peningkatan pelayanan hampir 100 %

    pada tahun 2007 menunjukkan komit-

    men Pemerintah sangat tinggi. Kondisi

    seperti ini diperlukan untuk kota-kota

    metropolitan seperti Jakarta

    Meskipun program 3R belum dilak-

    sanakan di Beijing, namun proses

    pemilahan yang dilakukan di transfer

    station sudah cukup memadai. Kota-

    kota besar/metropolitan di Indonesia

    dapat mengembangkan sistem serupa

    dengan membuat transfer stationyang

    dilengkapi dengan proses pemilahan

    Hal lain yang menarik adalah dalam

    rangka Olimpiade 2008, pemisahan

    sampah di sumber ditargetkan 50 %

    pada tahun 2007. Untuk penerapan di

    Indonesia program 3R harus mulai

    serius dilaksanakan

    Proses pengangkutan sangat efisien

    karena setiap radius 8 km memiliki

    transfer station, di Indonesia transfer

    station diperlukan untuk jarak ke TPA

    > 25 km

    Proses composting dengan kapasitasbesar (200-400 ton/hari) cukup

    memadai (kualitas kompos baik dan

    digunakan oleh petani). Untuk pene-

    rapan di Indonesia, composting skala

    besar dapat dilakukan tanpa harus

    menerapkan prinsip benefit system dari

    segi ekonomi

    Pembuangan akhir yang dilakukan de-

    ngan sistem sanitary landfill sangat

    memadai ditinjau dari ketersediaan

    fasilitas dan kehandalan operasional.

    Untuk penerapan di Indonesia perlu

    kemauan dan kerja keras dalam me-

    ningkatkan kualitas landfill

    Penerapan standar kualitas effluentyang

    lebih ketat di Beijing telah memacu pe-

    ngembangan teknologi pengolahan lea-

    chate seperti RO (reverse osmosis) se-

    mata-mata demi pengamanan kualitas

    lingkungan terutama sumber-sumber air

    Pembakaran sampah dengan

    insinerator tidak dilakukan di

    Beijing, karena selain karakter-

    istik sampah yang tidak layak

    bakar juga masih menunggu ka-

    jian kelayakan. Di Indonesia,

    banyak ditawarkan insinerator

    kecil yang tidak ramah ling-

    kungan dan pada umumnya ha-

    nya menyelesaikan masalah

    dengan masalah

    Aspek Manajemen

    Pemerintah kota Beijing memi-

    liki komitmen yang tinggi dalam

    meningkatkan kualitas landfill(saat ini dalam kondisi sangat baik, ke-

    cuali masalah effluent)

    Adanya kesungguhan dan sikap profesio-

    nal dari petugas di lapangan merupakan

    modal yang menentukan keberhasilan

    program kebersihan di Beijing. Di Indo-

    nesia, SDM yang ditempatkan sebagai

    orang kebersihan pada umumnya mera-

    sa sebagai terpinggirkan

    Retribusi pengelolaan sampah dengan sis-

    tem insentif bagi keluarga kecil, di Indone-

    sia sistem insentif dapat dikembangkan

    berdasarkan pengurangan volume sampahPenerapan peraturan sudah cukup me-

    madai, sementara di Indonesia buang

    sampah sembarangan sah-sah saja, le-

    bih takut kena tilang lampu merah atau

    Three In One atau sabuk pengaman

    Tingkat kesadaran masyarakat sudah

    sangat tinggi dalam bidang kebersihan.

    Di Indonesia perlu kesungguhan untuk

    membangun kesadaran masyarakat,

    bahkan mungkin perlu dikenalkan me-

    lalui pendidikan formal sejak dini

    Pelajaran-pelajaran di atas bisa diambil

    oleh para pengambil kebijakan di Indonesia.

    Apa salahnya kita belajar persampahan ke

    Cina, negara tirai bambu yang kualitas

    kebersihan kotanya tidak kalah dengan

    negara Eropa maupun Jepang?

    Endang Setyaningrum, Staf Direktorat

    Perkotaan, Ditjen TPTP, Depkimpraswil dan

    anggota Pokja AMPL

    A P O RA N UT A MAL

    10 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    z

    COD < 300 < 60

    BOD < 150 < 20

    Amonia < 25 < 25

    Salah satu TPA di Beijing.

    FOTO: ENDANG SETYANINGRUM

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    13/56

    Tak ada Adipura, kebersihan pun

    diabaikan. Kepedulian pemerin-

    tah daerah yang dulu begitu ber-

    semangat berlomba menjaga kebersihan

    dan keindahan kota tak begitu tampak

    lagi utamanya setelah tahun 1998.

    Kota-kota yang dulunya memiliki

    nilai kebersihan cukup tinggi, mendadak

    menurun drastis pada evaluasi tahun2003. Ini terjadi di hampir semua kota di

    Indonesia baik kota metropolitan, besar,

    sedang, dan kecil, seperti tergambar

    dalam tabel 1.

    Kenyataan ini menunjukkan bahwa

    masalah lingkungan hidup cenderung

    meningkat di berbagai daerah di tanah

    air. Ada yang terjadi secara alami, tapi

    tak sedikit yang disebabkan oleh ulah

    manusia, seiring dengan meningkatnya

    laju pertumbuhan penduduk dan me-

    ningkatnya permintaan ruang dan sum-

    ber daya alam. Kerusakan lingkungan

    makin diperparah oleh rendahnya ke-

    kuatan politik yang memiliki sense of

    environment.

    Oleh karena itu, perlu ada peningkat-

    an kapasitas pengelolaan lingkungan hi-

    dup. Modelnya tentu tak lagi sentralistik,

    tapi desentralisasi. Setiap daerah bisa

    mendayagunakan seluruh kemampuan-

    nya dan memobilisasi dukungan dari se-

    genap segmen masyarakat untuk bersa-

    ma-sama menyadari urgensi dari penye-

    lamatan kerusakan lingkungan hidup di da-

    erah masing-masing, dan menyusun ren-

    cana yang konkrit untuk pelestarianlingkungan. Hanya saja, untuk bisa mewu-

    judkan pengelolaan dan pelestarian hidup

    yang efektif perlu kepemerintahan yang

    baik(good governance). Dari sinilah kemu-

    dian muncul paradigma baru yaitu good en-

    vironmental governance yang diterje-

    mahkan sebagai Tata Praja Lingkungan.

    Inilah yang mendasari lahirnya Pro-

    gram Bangun Praja, sebuah program dari

    Kementerian Lingkungan Hidup yang

    bertujuan mendorong kemampuan

    pemerintah daerah untuk melaksanakan

    kepemerintahan yang baik di bidang

    lingkungan hidup sekaligus untuk me-

    ningkatkan kinerja pemerintah. Program

    ini juga didukung oleh Program Warga

    Madani yang bertujuan memberdayakan

    masyarakat.

    Program Bangun Praja dimulai pada

    tahun 2002. Pencanangannya dilaksana-

    kan bertepatan dengan peringatan Hari

    Lingkungan Hidup pada 5 Juni 2002 di

    Denpasar, Bali.

    Deputi Menteri Lingkungan Hidup

    Bidang Peningkatan Kapasitas Pengelola-

    an Lingkungan Hidup Kewilayahan, M

    Gempur Adnan menjelaskan inti Tata

    Praja Lingkungan adalah penguatan sis-tem koordinasi sehingga pemerintah bisa

    mendapatkan respon yang tepat untuk

    penyelesaian masalah-masalah lingkung-

    an yang mendesak. Penguatan sistem ini

    meliputi mekanisme yang dapat menja-

    min semua pihak yang berkepentingan

    menyampaikan suaranya secara demo-

    kratis, menjamin adanya prosedur yang

    transparan dan adil dalam perencanaan

    dan pelaksanaan rencana, serta adanya

    standar dan kriteria untuk menilai pelak-

    sanaan yang adil dan transparan.

    Beberapa unsur penentu dalam

    Program Bangun Praja agar Tata Praja

    Lingkungan tercapai yaitu:

    1. Motivasi kepala daerah

    2. Kompetensi dan komitmen pimpinan

    efektivitas institusi (kelembagaan)

    3. Kapasitas dan kemampuan sumber

    daya manusia

    A P O RA N UT A MA

    P r o g r a m B a n g u n P r a j a

    Memacu Daerah

    Peduli Lingkungan

    L

    11 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    TUJUAN DAN SASARAN PROGRAM BANGUN PRAJA

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    14/56

    4. Adanya kebijakan yang mendukung

    5. Adanya sistem pertanggungjawaban

    yang jelas

    7. Ketersediaan dana

    Kegiatan program ini tahun 2002-

    2003 difokuskan pada monitoring dan

    evaluasi isu-isu lingkungan perkotaan

    atau daerah urban meliputi: pengelolaan

    sampah, pengelolaan ruang terbuka

    hijau, pengelolaan fasilitas publik, dan

    pengendalian pencemaran air. Pada

    tahun ini, jumlah yang ikut 59 kota.

    Setiap daerah didata melalui kuisioner

    dan pengamatan langsung di lapangan.

    Komponen yang dievaluasi yaitu manaje-

    men, daya tangkap, institusi, hasil (fisik),

    dan inovasi. Data itu kemudian disimpan

    pada data base dan diperbaharui setiap

    ada evaluasi setiap tahun. Kebijakan dan

    program peningkatan kapasitas daerah

    disusun berdasarkan data yang ada.

    Pada tahun kedua (Juni 2003-Mei

    2004) jumlah peserta Program Bangun

    Praja bertambah menjadi 133 kota. Dari

    jumlah tersebut, 31 kota masuk nominasi

    sebagai kota terbersih yang akan mem-

    peroleh penghargaan Adipura. Penghar-

    gaan ini terdiri atas Anugerah Adipura

    bagi kota-kota yang nilai kinerjanya

    melewati batas yang ditentukan, dan

    Piagam Adipura bagi kota-kota yang ki-

    nerjanya mendekati nilai batas yang

    ditentukan. Pada 7 Juni lalu, 15 kota

    menerima Anugerah Adipura, dan 10 ko-

    ta meraih Penghargaan Adipura. Pe-

    nyerahan penghargaan itu dilakukan oleh

    presiden di Istana Negara.

    Program ini tak berhenti sampai di

    sini. Program ini akan terus berlanjut,

    tentu dengan berbagai penyesuaian baik

    dalam pemantauan dan evaluasi, serta

    kelembagaannya. Tujuannya, terwujud-

    nya tata praja lingkungan. (MJ)

    A P O RA N UT A MAL

    12 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    S emua orang sebenarnya tahu ba-gaimana mengatasi masalah sam-pah. Orang juga tahu hambatan-hambat-

    annya, seperti kendala teknis, dana, per-

    alatan, dan SDM. Tetapi mengapa ma-

    salah ini tak pernah terselesaikan? Bebe-rapa daerah yang dibantu juga tetap tak

    bisa menyelesaikan masalah ini.

    Lalu apa sebenarnya kata kunci dari

    permsalahan sampah itu? Kita sampai

    pada kesimpulan bahwa itu semua ter-

    gantung komitmen pemerintah daerah.

    Punya nggak pemerintah daerah dan

    masyarakat komitmen untuk mengatasi

    sampah? Kalau mereka punya komitmen,

    sebenarnya uang itu tak jadi masalah.

    Sampah bisa bersih kalau pemerintah dae-

    rah punya komitmen. Kalau tidak ada

    komitmen, diberikan apapun maka tak

    akan bisa berbuat banyak.

    Masalah uang itu sebenarnya ada.

    Hanya masalahnya dialokasikan ke arah

    yang betul.

    Melalui program ini, kita ingin me-

    naikkan komitmen pemerintah daerah.

    Biar kalau daerah itu kotor, pemerintah-

    nya malu. Kita mendorong agar masalah

    sampah dan kota bersih menjadi isu.

    Kalau isu ini tidak diangkat maka peme-

    rintah daerah akan tenang-tenang saja.

    Saat ini kita terus berupaya mengangkatisu sampah ke level pengambil keputus-

    an di daerah sampai ke pusat. Kita ber-

    harap muncul komitmen daerah dan na-

    sional. Coba kalau presiden teriak, gu-

    bernur teriak, kita bisa mengatasi hal itu.

    Program ini bersifat sukarela. Ada

    dua hal dalam program ini yakni perta-

    ma mendorong daerah membuat kota-

    nya bersih dan teduh (clean and green

    city). Kedua adalah capacity building.

    Kita mendorong daerah meningkatkan

    kapasitasnya dalam bidang lingkungan

    khususnya perkotaan. Kita memberikan

    workshop, pelatihan, studi banding dan

    sebagainya yang berkaitan dengan cara

    mengelola kota.

    Visinya untuk sementara sampah

    dulu, perbaikan fasilitas publik, dan ru-

    ang terbuka hijau. Kita batasi tiga dulu,

    karena masalah di daerah sudah kacau.

    Kalau semuanya, mereka tidak akan bi-

    sa-bisa.

    Sebenarnya program ini hampir

    sama dengan program Adipura dulu.

    Hanya saja berbeda, mekanismenya. Pa-da bangun praja ada peningkatan kapa-

    sitas, tapi tidak pada Adipura. Sistem

    evaluasinya juga berbeda. Kalau Adipura

    sekali setahun, Bangun Praja tiga kali

    setahun. Semuanya transparan. Jadi se-

    tiap kota mengetahui perkembangan ko-

    tanya setiap ada pemantauan dan evalu-

    asi. Kota lain pun bisa tahu. Masyarakat

    pun juga tahu melalui media massa kare-

    na kita berusaha mengeksposnya.

    Memang kita belum bisa berharap

    kota-kota yang memperoleh pengharga-

    an itu benar-benar bersih. Semuanya

    masih kotor. Tapi kalau kita menunggu,

    sampai kapan mereka sampai pada nilai

    tertentu bersih? Ini kan butuh waktu.

    Kita berharap, dalam 5 tahun ke

    depan lahir 50 kota yang bersih di

    Indonesia. (MJ)

    M. Gempur Adnan, Deputi Menteri Lingkungan Hidup Bidang Peningkatan

    Kapasitas Pengelolaan Lingkungan Hidup Kewilayahan

    Kuncinya, Komitmen Pemerintah Daerah

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    15/56

    Mengatasi persoalan sampah

    bukan hal mudah. Terbukti,

    hingga kini masalah persam-

    pahan di Indonesia tidak kunjung usai.

    Banyak faktor yang mempengaruhi dan

    faktor-faktor itu saling terkait satu sama

    lain. Oleh karena itu, pengelolaan sam-

    pah merupakan sebuah sistem sehinggapenanganannya memerlukan sinergi

    semua pemangku kepentingan.

    Begitu intisari perbincangan PERCIK

    dengan Sekjen Departemen Permukiman

    dan Prasarana Wilayah, Budiman Arief,

    di kantornya beberapa waktu lalu.

    Berikut petikannya:

    Bagaimana kondisi pengelolaan

    sampah di Indonesia saat ini?

    Secara umum, pengelolaan sampah,

    terutama sampah kota, masih kurang.

    Walaupun dulu pernah cukup baik padawaktu ada program Adipura pada tahun

    1986-1996, karena waktu itu dibantu

    dengan reward(penghargaan) bagi kota-

    kota yang bisa menjaga kebersihan.

    Setelah itu kondisinya menurun. Dan

    baru saja ada lagi program Bangun Praja

    sejak 2002. Tapi gaungnya belum seperti

    Adipura karena pesertanya terbatas.

    Mengapa kondisinya menurun?

    Apakah karena tidak ada reward

    atau ada faktor lain?

    Memang reward tidak ada. Yang

    kedua karena ada krisis. Penanganan

    sampah tak lagi menjadi prioritas.

    Pemerintah lebih banyak memperhatikan

    soal kemiskinan dan segala macamnya.

    Akhirnya penanganan sampah agak ter-

    tinggal. Perhatian pemerintah kota/ka-

    bupaten pun menurun. Saya kira ada fak-

    tor saling mempengaruhi. Tidak adareward maka perhatian berkurang.

    Padahal pengelolaan sampah itu meru-

    pakan layanan masyarakat yang sangat

    mendasar. Sampah terkait dengan kese-

    hatan. Kota yang tidak menangani sam-

    pah dengan baik, bisa dipastikan tingkat

    kesehatannya pun tidak baik sebab sam-

    pah merupakan salah satu vektor penya-

    kit.

    Bagaimana dengan faktor dana?

    Kalau kita lihat pengelolaan sampah

    secara umum, dan ini sudah kita sam-

    paikan ke seluruh pemerintah kota/kabu-

    paten, bahwa ada lima aspek dominan

    dalam pengelolaan sampah. Antara aspek

    satu dan yang lain saling terkait. Kalau

    mau berhasil, maka kelima aspek itu

    harus diwujudkan. Pertama, aspek insti-

    tusi. Kedua, aspek pembiayaan. Ketiga,

    aspek teknis. Keempat, aspek hukum.Dan kelima, aspek peran serta masyara-

    kat.

    Mungkin banyak yang menganggap

    bahwa sampah ini hanya soal teknis,

    padahal tidak. Semua harus saling men-

    dukung. Sebagai contoh aspek kelemba-

    gaan. Kalau di kota bentuk/derajat insti-

    tusi itu kelewat rendah maka ini kan su-

    sah. Seorang kepala seksi/sub seksi akan

    sulit bertemu walikota karena tingkatnya

    terlalu jauh. Makanya dulu ada kesepa-

    katan, kalau kota besar/metropolitan

    maka pengelola sampah harus dinas. Ka-

    lau kota sedang bisa subdinas. Jadi ja-

    ngan kelewat rendah.

    Pembiayaan juga jangan terlalu ren-

    dah. APBD untuk sampah jangan terlalu

    kecil. Susah. Walaupun sebetulnya, kalau

    nanti dikelola dengan bagus, sampah bisa

    menghasilkan retribusi meskipun tidak

    A WA N CA RA

    Budiman Arief, Sekjen Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah

    Penanganan Sampah Jelek,Tingkat Kesehatan Rendah

    W

    13 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    FOTO: MUJIYANTO

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    16/56

    100 persen. Paling tidak 70 persen bisa

    didapatkan dari retribusi. Jadi subsidi

    hanya 30 persen saja. Tapi kalau aspek

    pembiayaan tidak dibenahi dan retribusi

    tidak ditarik dengan baik, maka akan

    membuang uang saja.

    Dari aspek hukum, peraturan harus

    dibenahi. Perdanya bagaimana, supaya

    jelas. Kalau orang membuang sampah

    sembarangan didiamkan, wah susah.

    Sampah itu kan berasal dari manusia,

    maka hukumnya harus ditegakkan.

    Dari aspek teknis juga jangan

    seenaknya. Ada hitungan-hitungannya.

    Sistemnya bagaimana, waktu meng-

    angkutnya bagaimana, waktu di TPA-nyabagaimana. Terus dari aspek peran serta

    masyarakat, itu satu hal yang sangat pen-

    ting. Kalau masyarakat tidak mendukung

    maka biaya menjadi mahal. Oleh karena

    itu peran masyarakat harus selalu di-

    tingkatkan. Kelima itu saling terkait.

    Jadi tidak ada yang dominan?

    Ya. Tapi sebetulnya ada dananya dulu.

    Kalau tidak ada ya gimana? Tapi duit saja

    bukan jaminan.

    Apa yang telah dilakukan peme-rintah selama ini dalam menangani

    sampah ini?

    Tugas Depkimpraswil adalah membu-

    at pedoman-pedoman. Kita sudah banyak

    menghasilkan pedoman mengenai pe-

    ngelolaan sampah yang betul. Tapi tidak

    hanya itu. Kita juga memberikan stimu-

    lan. Kita berikan kepada pemerintah

    daerah yang memang ingin mengatasi

    masalah ini. Kalau tidak ingin, kita tidak

    memberikannya karena itu buang-buang

    uang saja. Jadi kita akan berikan kepada

    yang benar-benar ada upaya. Kekurangan

    mereka kita bantu. Ini juga sebagai

    reward.

    Berapa banyak pemda yang

    mendapatkan stimulan ini?

    Sejak 2001, sudah cukup banyak pem-

    da yang mendapatkannya. Kita juga

    membantu kota-kota yang baru terben-

    tuk, misalnya untuk modal awal kita

    berikan mobil pengangkut sampah. Kalau

    selanjutnya bagus, kita tambah lagi.

    Apa rencana pemerintah ke de-

    pan?

    Saya rasa kita akan tetap meneruskan

    apa yang sudah dilaksanakan. Pengelola-

    an TPA akan kita perbaiki lagi. Maunya

    pemda, mereka ingin menerapkan sani-

    tary landfill, tapi faktanya hanya open

    dumping saja. Ini yang menyebabkan

    banyak protes. Mestinya open dumping

    ini sudah ditinggalkan. Meskipun kita

    belum bisa menuju sanitary landfill pe-nuh. Kita akan memberikan bantuan ke-

    pada pemda yang kesulitan dalam pena-

    nganan TPA.

    Bagaimana penanganan terha-

    dap masyarakat?

    Semua pemda harus memberikan pe-

    ngertian kepada masyarakat mengenai

    pengelolaan sampah. Sebagai contoh, ada

    warga yang merasa sudah membayar

    kepada tukang sampah tapi ada tagihan

    lagi dari dinas kebersihan. Kalau seperti

    ini masyarakat bisa bingung. Mestinyadiberikan pengertian bahwa pengelolaan

    sampah dari sisi teknis itu ada yang

    mengumpulkan, ada yang mengangkut,

    dan ada yang mengolah di akhir. Kalau

    membayar ke RT/RW itu hanya me-

    ngumpulkan saja. Itupun sebenarnya

    hanya 30 persen dari seluruh proses tek-

    nis. Kadang-kadang yang diambil RT/RW

    itu terlalu besar sehingga dinas tidak

    kebagian. Makanya masyarakat harus

    diberi pengertian sejelas-jelasnya sehing-

    ga mereka terbuka dan mengetahui de-

    ngan jelas bagaimana mengelola sampah

    dengan betul.

    Pandangan Anda terhadap kesa-

    daran masyarakat dalam hal sam-

    pah?

    Saya kira masyarakat belum mema-

    hami secara utuh betapa pentingnya pe-

    ngelolaan sampah itu. Bagi masyarakat

    desa mungkin sampah tak jadi masalah

    karena tanahnya luas, tapi tidak dengan

    masyarakat kota. Mereka tak bisa lagi

    mengelola sampah secara individual, tapi

    harus kolektif. Hanya saja persoalannya,

    kebanyakan masyarakat kota kan berasal

    dari desa. Jadi kelakuannya masih kela-

    kuan desa. Ini kan susah. Dan kalau

    sudah masuk kota tidak ada sistem

    pelayanan yang tidak bayar.

    Bagaimana keterkaitan langkah

    pemerintah dalam penanganan

    sampah dengan MDGs?

    Saya kira salah satu tujuan dari MDGsadalah perbaikan pelayanan sanitasi.

    Sekarang kita sedang menyusunNational

    Action Plan. Kita harus menerjemahkan

    MDGs itu untuk Indonesia. Tujuan

    MDGs itu bisa dianggap cukup kuanti-

    tatif, tapi juga kualitatif. Bisa saja sampah

    itu habis, tapi kalau diangkutnya seming-

    gu sekali atau dua minggu sekali, secara

    kualitatif itu jelek. Karena sampah harus

    diangkut paling lambat tiga hari sekali

    supaya tidak busuk. Jadi tingkat pe-

    layanan bisa kita anggap kuantitatif dan

    kualitatif.

    Bisakah target MDGs dalam

    masalah sanitasi khususnya sam-

    pah tercapai pada 2015?

    Kalau kita seperti negara maju dengan

    sanitary landfill, saya kira kita belum

    bisa. Hanya saja kita bisa menerjemahkan

    bagaimana penanganan secara kualitatif.

    Yang penting ada peningkatan lebih baik

    dari sebelumnya. Makanya National

    Action Plan perlu ada kesepakatan de-

    ngan departemen-departemen terkait dan

    daerah, bagaimana mencapai target

    MDGs.

    Bagaimana Anda melihat keter-

    kaitan otonomi daerah dan pena-

    nganan sampah?

    Sebenarnya dari dulu pengelolaan

    sampah ini menjadi tugas dari pemerin-

    A WA N CA RAW

    14 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    17/56

    tah kota/kabupaten karena ada UU 22,

    PP 25, tapi dulu ada PP 18 tahun 1953

    yang menyatakan bahwa pengelolaan

    sampah itu menjadi tugas pemerintah

    kota/kabupaten. Itu mestinya tugas yang

    melekat di pemerintah daerah.

    Jadi adanya perubahan ke arah

    otonomi daerah beberapa tahun la-

    lu tak berpengaruh terhadap tugas

    pengelolaan sampah?

    Sebetulnya tidak. Hanya saja kita ber-

    harap daerah menjadi lebih baik dalam

    menangani sampah ini. Yang dulu belum

    begitu tegas, sekarang sudah lebih tegas

    lagi.

    Bagaimana dengan penanganan

    sampah lintas daerah yang banyak

    menimbulkan pergesekan seperti

    kasus Bantar Gebang dan Bojong?

    Memang masalah muncul di kota met-

    ropolitan. Kalau kota kecil dan sedang,

    mereka bisa menyelesaikan karena masih

    cukup lahan yang tersedia. Di kota besar

    seperti Jakarta, penanganan menjadi su-

    lit. Makanya sebaiknya sanitary landfill

    itu dibangun secara bersama-sama de-

    ngan daerah lainnya. Insinerator saya ki-

    ra terlalu mahal baik dari sisi investasimaupun operasional. Makanya kita harus

    hati-hati dalam menilai aspek teknis. Ka-

    lau income per kapita kita 5.000 dolar AS,

    bisa kita memikirkan insinerator.

    Bagaimana pandangan Anda ter-

    hadap perhatian pemerintah da-

    erah terhadap sampah?

    Saya kira masih kurang. Mengapa

    Adipura itu diadakan? Karena dulu diang-

    gap pengelolaan sampah akan baik jika

    ada perhatian yang cukup baik. Saya kira

    investasi sampah tak cukup besar diban-

    dingkan dengan membuat jalan dan air

    minum. Kalau pemda ada perhatian seha-

    rusnya pengelolaan sampah itu bisa ber-

    langsung dengan baik.

    Bagaimana alokasi anggaran pe-

    merintah pusat dalam menangani

    sampah ini?

    Seperti saya jelaskan, pemerintah

    hanya memberikan stimulan saja. Depar-

    temen ini hanya membina infrastruktur

    dasar yakni air minum, limbah, sampah,

    drainase, dan jalan. Kita tak hanya me-

    ngeluarkan pedoman saja tapi juga stimu-

    lan. Ini juga supaya ada perhatian daerah.

    Maksudnya apakah anggaran

    yang ada sudah cukup?

    Kurang. Masih terlalu kecil. Dan me-

    mang infrastruktur itu masih dianggap

    kurang.

    Adakah negara yang mendekati

    Indonesia yang bisa dijadikan con-

    toh dalam penanganan sampah?

    Saya kira perlu studi banding dengan

    negara lain yang kondisinya mirip dengan

    Indonesia. Tidak ke negara-negara maju

    seperti Jepang, Australia. Itu terlalu jauh.

    Yang dekat-dekat kita. Misalnya kita bisa

    studi banding ke Kuching (Malaysia). Kita

    sudah lakukan.

    Dari apa yang Anda uraikan, pe-

    nanganan sampah ini sepertinya

    harus menggunakan pendekatan

    institusi?

    Menurut saya begini, institusi itu kan

    jelas penanggungjawabnya. Memang ha-

    rus ada institusinya, tapi masyarakat te-

    tap ikut dalam sistem yang jelas. Bisa saja

    RT/RW atau kelompok masyarakat bisa

    saja ditugaskan dalam pengumpulan.

    Institusi yang bertanggung jawab secara

    keseluruhan bisa bertugas mengambil

    dari TPS ke TPA. Jadi institusi yang me-

    nangani harus jelas dan tingkatnya cukup

    memadai.

    Harapan Anda ke depan terha-

    dap kota-kota kita?

    Kebersihan dan kerapian harus kita

    wujudkan. Kalau keindahan barangkali

    itu suatu yang lux. Kebersihan adalah

    pangkal. Kalau mau membenahi yang

    lain, kebersihan harus didahulukan. Bu-

    pati dan Walikota perlu memberikan per-

    hatian yang lebih soal ini. Kalau perlu ada

    reward, saya kira juga tak masalah.

    Bagaimana bentuk kerja samanya?

    Sampah itu kan dibilang nimby (not

    in my back yard), pokoknya jangan di

    tempat saya dech. Yang kena dampak

    harus memperoleh kompensasi yang

    memadai sehingga merasa ada manfaat-

    nya. Dan teknik penanganan masyarakat

    pun harus betul. (mujiyanto)

    A WA N CA RAW

    15 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    FOTO: OSWAR MUNGKASA

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    18/56

    Beberapa teknologi pemusnahan

    sampah telah dicoba untuk dite-

    rapkan di Indonesia. Teknologi

    yang paling umum diterapkan adalah

    lahan urug saniter, yang dikembangkan

    di beberapa kota besar di Indonesia.Sesungguhnya lahan urug saniter terse-

    but merupakan suatu reaktor biologis

    untuk mendegradasi sampah secara an-

    aerobik. Salah satu produk yang diharap-

    kan dari degradasi anaerobik tersebut

    adalah gas metana (CH4) yang memiliki

    nilai kalor cukup tinggi. Ini bisa menjadi

    sumber energi yang signifikan.

    Kompos Belum Dimanfaatkan

    Kompos dari sampah kota di Indo-

    nesia tidak berhasil dipasarkan dengan

    baik kepada masyarakat. Para petani,pengelola perkebunan dan pertamanan

    belum tertarik menggunakannya. Ini bisa

    jadi karena kompos relatif tidak membe-

    rikan nutrisi tambahan bagi tanah dan ta-

    naman, serta tidak memberikan dampak

    yang langsung bagi peningkatan produksi

    tanaman. Selain itu, kompos tidak dituju-

    kan untuk berperan seperti layaknya pu-

    puk kimia. Kompos lebih berperan untuk

    memperbaiki tekstur tanah dan mening-

    katkan cadangan air pada tanah, sehing-

    ga penyerapan air oleh tanaman akan le-

    bih baik. Di sisi lain, pemerintah kurang

    menggalakkan gerakan pemanfaatan

    kompos. Produksi kompos dari beberapa

    instalasi pengomposan sampah tidak op-

    timum, dan akhirnya berhenti beroperasi

    akibat ketiadaan pelanggan tetap dan

    berkesinambungan.

    Sumber Energi

    Perlu konsep baru untuk menangani

    sampah perkotaan. Sebagai alternatif,

    sampah bisa diubah menjadi suatu ma-teri baru yang memiliki nilai jual lebih

    dan dibutuhkan oleh masyarakat. Ini

    adalah energi. Mengapa? Karena Indo-

    nesia mulai mengalami krisis energi.

    BBM mulai langka, sumber minyak bumi

    yang terbatas, harga minyak mentah du-

    nia semakin mahal. Perlu dicari sumber

    energi baru yang terbarukan dan membe-

    rikan dampak negatif yang lebih kecil ter-

    hadap lingkungan. Di sinilah sumber

    energi dari sampah bisa menjadi alterna-

    tif sumber energi baru, sekaligus menjadi

    sarana pemusnahan sampah secara si-

    multan. Dengan demikian diharapkan

    pemanfaatan bahan bakar fosil dapat di-

    tekan, serta mereduksi tingkat eksploitasi

    bahan bakar fosil dari perut bumi.

    Teknologi Yang TersediaKompos pada dasarnya melakukan

    konversi energi. Namun energi yang ada

    terlepas dalam bentuk materi yang me-

    miliki nilai kalor yang lebih rendah. Hal

    ini disebabkan proses pengomposan se-

    cara aerobik akan melepas materi organik

    padatan lain yang lebih sederhana, serta

    gas CO2 yang tidak siap untuk dimanfaat-

    kan energinya secara langsung. Tersedia

    beberapa proses lain yang dapat meng-

    konversi energi yang tersimpan di dalam

    sampah menjadi suatu materi baru. Pro-

    ses itu antara lain yaitu:

    A WA S A N

    Sampah Sebagai Sumber Energi :

    Tantangan Bagi Dunia

    Persampahan IndonesiaMasa Depan

    W

    16 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Sandhi Eko Bramono *)

    FOTO: FANY WEDAHUDITAMA

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    19/56

    Proses Anaerobik

    Proses ini akan melepas energi yang

    tersimpan dalam gas CH4 ( metana ) yang

    memiliki nilai kalor tinggi yang akan ter-

    bentuk. Lahan urug saniter, sesungguh-

    nya merupakan reaktor anaerobik dalam

    kapasitas yang besar. Beberapa teknik

    telah dilakukan untuk meningkatkan pro-duksi gas metana yang terbentuk.

    Resirkulasi air lindi merupakan salah sa-

    tu teknik yang diterapkan untuk me-

    ningkatkan produksi gas metana, selain

    untuk mempercepat degradasi sampah

    itu sendiri. Akan tetapi, reaktor anaerobik

    yang direncanakan secara khusus dengan

    kapasitas yang lebih kecil, dapat lebih

    mudah untuk dimonitor dan dikontrol

    dalam kinetika pembentukan gas metana

    dengan lebih baik ketimbang pada lahan

    urug saniter. Residu yang terbentuk dapat

    dimanfaatkan untuk kompos, yang se-

    belumnya telah diambil sebagian ener-

    ginya menjadi gas metana, ketimbang

    proses aerobik pada pengomposan yang

    hanya akan menghasilkan kompos saja.

    Jika tahapan proses anaerobik ini dihen-

    tikan hanya pada tahapan fermentasi

    saja, yaitu tahapan sebelum pemben-

    tukan gas metana, maka dapat dihasilkan

    alkohol yang memiliki nilai kalor tinggi.

    Penggunaan alkohol ataupun derivatnya

    sebagai sumber bahan bakar alternatif

    dari sampah dapat dipertimbangkan juga.

    Proses Gasifikasi dan Pirolisis

    Kedua proses ini membutuhkan ener-gi tambahan untuk menaikkan tempe-

    ratur hingga 600 oC yang dilakukan de-

    ngan oksigen substoikiometrik atau tanpa

    kehadiran oksigen sama sekali. Proses

    pirolisis akan menghasilkan padatan

    (char) dan cairan (tar) yang memiliki nilai

    kalor tinggi. Produk ini dapat diman-

    faatkan sebagai biodiesel (salah satu

    bahan bakar pengganti atau aditif solar)

    yang sedang marak digunakan dewasa ini.

    Sedangkan gasifikasi, akan mengha-

    silkan gas yang memiliki nilai kalor tinggi.

    Pemanfaatannya sebagai sumber energi

    alternatif dapat dipertimbangkan pula.

    Proses Insinerasi

    Proses ini lebih mahal ketimbang dua

    proses di atas. Sampah dengan kadar air

    terendah sekalipun hanya dapat mengha-

    silkan temperatur alami sekitar 200 oC.

    Sementara temperatur kerja pada proses

    ini adalah pada rentang 600 - 800 oC,

    yang bertujuan untuk mereduksi pem-bentukan senyawa karsinogenik dioksin

    dan furan. Riset pada beberapa buah

    insinerator di Amerika Serikat masih

    belum menunjukkan hasil yang memu-

    askan dalam mereduksi pembentukan ke-

    dua senyawa ini, meskipun proses dija-

    lankan pada temperatur jauh di atas 600

    - 800 oC. Proses ini akan menghasilkan

    panas yang cukup tinggi sehingga bisa di-

    gunakan sebagai sumber energi pem-

    bangkit tenaga uap. Tenaga uap itu dapat

    dikonversi menjadi energi listrik.

    Rentang Energi Yang Dihasilkan

    Sebagai suatu proses yang meng-

    hasilkan energi, jumlah input energi dan

    output energi harus dihitung dalam suatu

    neraca massa dan energi. Energi yang di-

    masukkan ke dalam suatu proses diha-

    rapkan seminimum mungkin, mengingat

    output dari proses yang diharapkan ada-

    lah energi pula, sehingga total energi yang

    dihasilkan dari proses dapat dihitung. Ji-

    ka terlalu banyak energi yang harus di-

    tambahkan ke dalam proses, maka proses

    tidak efisien.

    Selain itu, masih perlu dikaji rentang

    energi yang dapat dimanfaatkan, karena

    setiap output dari suatu proses memiliki

    rentang pemakaian. Dalam hal ini, efi-

    siensi pemanfaatan energi dengan jumlah

    energi tertentu yang dihasilkan dari suatu

    volume sampah harus dipertimbangkan.

    Harus disadari bahwa setiap proses me-

    miliki jangkauan pemanfaatan dalam se-tiap produk yang dihasilkan. Dengan de-

    mikian pemanfaatannya bisa dilakukan

    secara tepat dan efisien.

    *) Penulis adalah mahasiswa

    pascasarjana pada UNSW, Australia.

    A WA S A NW

    17 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    FOTO: FANY WEDAHUDITAMA

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    20/56

    Perkembangan penduduk selain

    membutuhkan ruang/lahan, pe-

    nyediaan prasarana dan sarana

    kota yang memadai, juga menghasilkan

    sampah (Tchobanoglous, 1977: 4). Sesuai

    aturannya, sampah harus ditangani de-

    ngan cara ditampung pada tempat pem-

    buangan sementara (TPS), kemudian di-

    angkut ke tempat pembuangan akhir

    (TPA) dan disortir antara sampah kering

    dan sampah basah. Barulah sampah dio-

    lah dengan berbagai macam teknologi,antara lain sanitary landfill, composting,

    pembakaran dengan incenerator, tekno-

    logi ATAD (autogenous Thermophilic

    Aerobic Digestion) dan sebagainya.

    Namun di lapangan proses tersebut

    tidak berjalan sesuai dengan perenca-

    naan fasilitas kesehatan lingkungan yang

    telah dilakukan oleh pemerintah kota

    (Chiara, 1982: 6). Akibatnya, sampah me-

    nimbulkan persoalan yang sangat kom-

    pleks, tidak hanya di daerah tapi di

    tingkat nasional.

    Sampah dan Kota Surabaya

    Pengumpulan, pembuangan dan

    pengolahan sampah dalam wilayah

    perkotaan menjadi tanggung jawab pe-

    merintah kota (UU No. 22 Pasal 11, ayat

    2; Cointreau, 1982: 4), khususnya dinas

    kebersihan. Tapi Pemerintah Kota Su-

    rabaya tak lagi mampu menangani sam-

    pah. Banyak kendala yang dihadapi se-

    perti pengadaan lahan untuk TPA, pem-

    biayaan pengelolaan sampah yang sangat

    besar dan kegiatan rutin pembangunan

    yang sudah cukup banyak. Untuk me-

    mecahkan persoalan tersebut pemkot

    Surabaya menggandeng pihak swasta.

    Hanya saja kerja sama ini terbatas pada

    jual beli, sahingga pemkot sebenarnya

    belum memiliki pengalaman kerja sama

    dalam pengelolaan sampah secara me-

    nyeluruh.

    Komposisi dan Teknologi Peng-

    olahan Sampah

    Pada dasarnya, suatu teknologi peng-

    olahan sampah yang akan diterapkan ha-

    rus dapat mengatasi masalah yang timbul

    atau minimal dapat mengurangi bobot

    dari masalah yang telah timbul (Ryding,

    1994: 71). Dalam menentukan teknologipengolahan sampah yang akan diterap-

    kan, maka hal tersebut sangat bergan-

    tung kepada jenis sampah yang di-

    hasilkan (Cointreau, 1982: iv).

    Keterkaitan antara jenis sampah yang

    dihasilkan dan teknologi yang diterap-

    kan, menyebabkan perbedaan penerapan

    teknologi pengolahan sampah di negara

    industri dan negara berkembang. Di

    negara berkembang kepadatan sampah

    diperkirakan 2-3 kali lebih tinggi diban-

    dingkan kepadatan sampah di negara in-

    dustri. Komposisi sampah juga sebagian

    besar organik dengan porsi terbesar

    berasal dari tanaman, dan diperkirakan

    tiga kali lebih tinggi. Oleh karena jenis

    sampah seperti yang disebutkan di atas,

    maka di negara berkembang salah satu

    sistem pengolahan yang umum adalah

    open dumping dan sanitary landfill.

    Ada beberapa macam teknologi peng-

    olahan akhir sampah (Moenir, 1983: 33)

    yaitu:

    Masing-masing teknologi di atas

    mempunyai kelebihan dan kelemahan.

    Oleh karena itu perlu pengkajian menge-

    nai tiap-tiap teknologi tersebut agar tidak

    terjadi kesalahan yang dapat mengaki-

    batkan kegagalan penanganan sampah.

    Pemindahan dan pengangkutan sam-

    pah juga berperan dalam menentukan

    keberhasilan teknologi pengolahan sam-

    pah yang dipilih. Jadwal pengangkutan

    sangat bergantung pada kapasitas pengo-

    lahan sampah di TPA, karena jika over-loadmaka akan menyebabkan pengolah-

    an terganggu.

    Simpul Persoalan

    Berdasarkan uraian mengenai ling-

    kup makro masalah sampah Kota Sura-

    baya, maka rumusan persoalan sampah

    Kota Surabaya adalah sebagai berikut:

    1. Keterbatasan Pemerintah Kota Su-

    rabaya dalam penanganan sampah, baik

    dalam hal teknis, biaya, sumber daya ma-

    nusia, pengetahuan dan yang paling uta-

    ma, yaitu perencanaan penanganan sam-

    pah yang komprehensif dan terpadu;

    2. Sistem pengelolaan sampah yang ti-

    dak berjalan dengan baik, mulai dari sistem

    pengangkutan, penyebaran dan penggu-

    naan TPS, fasilitas TPA, Fasilitas penunjang

    TPA, sistem pengolahan sampah dan sistem

    treatmentlimbah cair sampah;

    A WA S A N

    Pre-Studi Masalah SampahKasus Studi: Kota Surabaya

    W

    18 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Klasifikasi Musim Hujan Musim Kemarau

    Paper

    Textil

    Organic

    Wood/grass

    Plastic

    Leather/rubber

    Metal (Ferrous)

    Metal (Non Ferrous)

    Glass Stone ceramic

    Bones

    Others

    13.541.85

    52.9319.15

    7.70.450.820.08

    1.121.610.620.13

    4.372.03

    55.5915.727.510.030.740.16

    0.684.460.740.07

    TOTAL 100 100

    Fany Wedahuditama *)

    1.2.3.

    4.

    5.6.

    Metode open dumpingMetode sanitary landfillMetode pengepakan sampah (balingmethod)Metode pembakaran (incineration/-thermal converter)Metode komposMetode ATAD (Autogenous Thermo-philic Aerobic Digestion)

    Sumber: JICA Study, 1992

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    21/56

    3. Teknologi pengolahan sampah yang

    sangat mahal;

    4. Kelangkaan lahan untuk fasilitas

    TPA, karena jika benar-benar harus di-

    pindahkan maka perlu lahan yang luas.

    Selain itu produksi sampah tidak akan te-

    tap pada angka + 8.000 m3 per hari, kare-

    na tingginya laju peningkatan penduduk;

    5. Terbatasnya atau kurangnya pe-

    ngalaman dan pengetahuan pemerintah

    kota mengenai kerja sama dengan pihak

    swasta maupun dengan pemerintah kota

    lain dalam penanganan sampah.

    Rekomendasi Studi

    Mengacu pada uraian dalam studi ini,maka rekomedasi yang diberikan dimak-

    sudkan sebagai arahan bagi Pemerintah

    Kota Surabaya dalam rangka menangani

    masalah sampah.

    1. Kerjasama antara Pemerintah Ko-

    ta Surabaya, Sidoarjo dan Gresik.

    Cepat atau lambat, jika setiap pemerintah

    kota dituntut untuk semakin sigap dalam

    melayani publik, maka harus terjadi kerja

    sama antara pemerintah kota. Suatu kota

    tidak dapat berdiri sendiri, tetapi suatu

    kota hidup karena adanya kota-kota lain

    di sekelilingnya. Kerja sama itu tak

    sebatas masalah sampah tapi masalah

    lainnya.

    2. Kerjasama dengan pihak swasta

    dalam proses pengangkutan, pengolah-

    an sampah. Kata-kata bahwa pemerintah

    kota sudah bukan berperan sebagai fasili-

    tator tetapi sebagai enabler seharusnya

    menjadi dasar dari kerja sama dengan

    pihak swasta. Pada dasarnya adanya per-

    saingan di antara pihak swasta untuk

    menjadi rekanan pemerintah kota dalam

    penyelenggaraan layanan publik dapat

    menekan harga layanan.3. Penggunaan lahan milik pemerin-

    tah propinsi

    Keterbatasan lahan yang dimiliki oleh

    pemerintah kota selalu menjadi kendala,

    terutama dalam hal untuk dijadikan se-

    bagai TPA. Hal tersebut dikarenakan ma-

    sih dibutuhkannya lahan tersebut untuk

    fungsi yang lebih memberikan nilai tam-

    bah pada perekonomian kota. Ke-

    terbatasan ini tak boleh jadi penghalang.

    Pemerintah kota berhak meminta

    bantuan kepada pemerintah propinsi baik

    dalam hal dana, lahan atau bantuan lain-

    nya demi penyelenggaraan layanan publik

    yang sebaik-baiknya.

    4. Teknologi pengolahan sampah

    yang tepat bagi kota Surabaya dalam

    jangka waktu 10 tahun ke depan.

    Dengan menumpuknya sampah yang

    terdapat pada TPA di kota Surabaya,

    maka perlu ada pemusnahan sampah se-

    cara cepat. Paling tidak, dalam kurun

    waktu setahun, volume sampah yang ma-

    suk ke TPS dan TPA harus dapat diku-

    rangi sampai 30 persen dari total volume

    sampah kurang lebih 8.000 m3 per hari.Teknologi pengolahan sampah yang

    dapat mengurangi volume sampah de-

    ngan cepat adalah teknologi incenera-

    tor/thermal converter. Selain itu, tekno-

    logi ini dapat juga menghasilkan produk

    sampingan berupa tenaga listrik.

    Berkaitan dengan biaya teknologi peng-

    olahan sampah, seperti yang kita ketahui,

    hampir semua teknologi pengolahan sam-

    pah memerlukan biaya investasi yang tinggi.

    Hal ini karena tidak pernah dipertim-

    bangkannya faktor kandungan/potensi lo-

    kal. Menurut pengamatan selama ini, tek-nologi pembakaran ini mempunyai prinsip

    yang hampir sama dengan teknologi pem-

    bangkit listrik dengan bahan bakar batu

    bara. Untuk membangun sebuah mesin

    pembakaran dengan bahan bakar sampah

    menurut pakar-pakar dari ITB bukanlah hal

    yang tidak mungkin. Hampir seluruh kom-

    ponen untuk membuat mesin tersebut terse-

    dia di Indonesia. Hanya beberapa komponen

    saja yang perlu diimpor dari negara lain.

    Pembuatan mesin dengan kandungan lokal

    yang besar tentu saja akan menekan biaya

    investasi alat/teknologi pengolahan, dan hal

    tersebut merupakan kesempatan bagi Pe-

    merintah Kota untuk menuntaskan masalah

    sampah.

    *)Penulis adalah alumni Magister

    Teknik Lingkungan ITB

    A WA S A NW

    19 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    FOTO: FANY WEDAHUDITAMA

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    22/56

    Sampah selalu menjadi bagian ke-

    hidupan sehari-hari. Dalam setiap

    kegiatan, sampah selalu menjadi

    salah satu hasilnya, sebaik atau serapi

    apapun kegiatan itu. Sayang banyak

    orang yang belum peduli terhadap hal ini.

    Di sebagian besar rumah tangga uta-

    manya perkotaanpenanganan sampah

    dibebankan kepada pembantu rumah

    tangga. Walhasil, persoalan sampah su-

    dah dianggap selesai manakala sampah

    itu dibersihkan dan dimasukkan ke tongsampah. Ini jelas pandangan yang perlu

    diluruskan.

    Kini sampah menjadi masalah yang

    besar bagi kota-kota besar di Indonesia

    seperti Jakarta, Surabaya, termasuk Ma-

    kassar. Di beberapa kota, masalah sam-

    pah kota melibatkan kota lain, tetangga

    mereka, akibat kekurangan lahan untuk

    dijadikan Tempat Pembuangan Akhir

    (TPA) sampah.

    Tulisan ini mencoba mengupas per-

    masalahan sampah di Kota Makassar, sa-

    lah satu kota metropolitan di Indonesia.Kota Makassar berpenduduk 1,5 juta

    orang. Luas 175,77 km persegi. Kota ini

    terus berkembang seiring pembangunan

    daerah Makassar sebagai pusat pemba-

    ngunan di wilayah Indonesia Timur.

    Pengelolaan Sampah oleh Dinas

    Kebersihan dan Keindahan

    Penanganan sampah di Kotamadya

    Makassar mencakup tiga tahap kegiatan

    yaitu pengumpulan, pengangkutan dari

    sumber sampah atau TPS/kontainer di

    lokasi pembuangan sementara, dan

    pembuangan/penimbunan sampah di

    lokasi pembuangan akhir.

    Tahap pengumpulan terdiri atas

    dua cara yaitu:

    Sistem pengoperasian pengangkutan

    sampah terbagi dalam dua waktu kegiat-

    an: pelayanan operasi pagi hingga siang

    dan pelayanan operasi sore hingga ma-

    lam. Wilayah pelayanan dibagi dalam tiga

    kategori yaitu: wilayah inti, wilayah pe-

    nunjang inti, dan wilayah pengembang-

    an.

    Selain sampah yang dihasilkan olehperumahan dan daerah komersial, Dinas

    Kebersihan dan Keindahan juga meng-

    angkut hasil pembersihan jalan dan se-

    lokan sesuai dengan pembagian wilayah

    kerja rutin.

    Sumber dana Dinas Kebersihan dan

    Keindahan berasal dari APBD Tk. I,

    APBD Tk. II dan restribusi yang berasal

    dari restribusi kebersihan dan restribusi

    septik tank.

    Sumber daya operasional Dinas Ke-

    bersihan dan Keindahan Kotamadya Dati

    II Makassar 135 orang pengemudi dan

    225 orang pengangkut sampah. Kotama-

    dya Makassar hingga saat ini telah meng-

    gunakan tujuh TPA yaitu : TPA Karuwisi,

    TPA Sappabulo, TPA Andi Tonro, TPA

    Panampu, TPA Kantisang, TPA Tanjung

    Bunga, dan TPA Tamangapa. Semua TPA

    telah ditutup kecuali TPA Tamangapa.

    Perubahan TPA dilakukan akibat per-tumbuhan produksi sampah kota yang

    semakin tahun semakin bertambah. TPA

    yang telah ditutup masih menggunakan

    sistem open dumping.

    TPA Tamangapa menggunakan Meto-

    deSemi Sanitary Landfill. Metode ini di-

    lakukan untuk mengadaptasi metodeSa-

    nitary Landfill dengan metode Open

    Dumping. Hal ini dilakukan untuk pene-

    rapan pada daerah yang tidak mempu-

    nyai dana yang cukup untuk menerapkan

    metodeSanitary Landfill.

    Di TPA Tamangapa, sampah dipisaholeh para pemulung untuk dijual pada

    para tengkulak kemudian disalurkan ke

    pabrik-pabrik yang memerlukan. Peng-

    hasilan mereka cukup baik untuk me-

    menuhi kebutuhan. Selain pemulung, di

    TPA Tamangapa terdapat sapi yang dapat

    mengurangi jumlah sampah basah yang

    akan ditimbun.

    A WA S A N

    Pengelolaan Sampahdi Makassar

    W

    20 PercikVol. 5 Tahun I/ Agustus 2004

    Nirman Niswan, ST. *)

    Kondisi Pengelolaan Sampah Di Kotamadya Makassar

    Luas Layanan 175,77 km

    Jumlah penduduk daerah layanan 1.300.000 jiwa

    Perkiraan Timbunan 3.535,20 m3

    - Domestik 1.576,60 m3

    - Komersial 1772,7 m3

    Volume yang tertangani 2996,67 m3

    Tingkat pelayanan 84,8 %

    Sumber : Dinas Kebersihan Kotamadya Ujung Pandang 1998Individual System (door to door)baik

    menggunakan gerobak atau alat

    pengangkut lain seperti alat angkut

    jauh (kendaraan pengangkut sam-

    pah) yang dilakukan oleh Dinas Ke-

    bersihan dan Keindahan atau pihak

    swasta.

    Comunal Systemyaitu pengangkutan

    sampah dari lokasi penampungan(TPS) yang diangkut oleh armada

    pengangkutan sampah Dinas Ke-

    bersihan dan Keindahan.

    z

    zSumber: Dinas Kebersihan Kotamadya Ujung Pandang 1998

  • 7/31/2019 Sampah Masih jadi 'Sampah'. Media Informasi Air Minum dan Penyehatan Lingkungan PERCIK Edisi Agustus 2004.

    23/56

    Permasalahan

    MetodeSemi Sanitary Landfillmem-

    butuhkan tanah penutup dalam jumlah

    yang cukup besar. Hal ini jelas menam-

    bah biaya operasional pengelolaan sam-

    pah, apalagi kalau tanah yang dibutuhkan

    jauh dari lokasi TPA. Untuk TPA

    Tamangapa, tanah penutup dapat diper-

    oleh pada daerah sekitar TPA.

    Selain itu, metode ini juga perlu penga-

    wasan yang ketat dalam pemasangan pipa

    untuk mengalirkan biogas yang dihasilkan

    timbunan sampah. Biogas ini baru berhen-

    ti setelah penimbunan berkisar 50 tahunan

    bahkan lebih. Jika biogas ini tidak disa-

    lurkan dapat mengakibatkan ledakan yangakan menghamburkan timbunan sampah.

    Perpipaan biogas TPA Tamangapa dilaku-

    kan setelah timbunan terbentuk selama se-

    tahun lebih. Hal ini patut disayangkan ka-

    rena pada perencanaan awal pipa biogas

    telah dirancang.

    Air hujan yang jatuh pada daerah tim-

    bunan sampah juga menimbulkan

    masalah jika tidak tertangani dengan

    b