Upload
adventina-padmyastuti
View
114
Download
5
Embed Size (px)
DESCRIPTION
.
Citation preview
KERAJAAN SAMUDERA PASAI DAN ACEH
Oleh : Areta N.F.A (06)Arnita D.N (07)Shaffan Haqi (23)Sherin Nadia K. (24)Veliantdro B.H (28)
KERAJAAN SAMUDERA PASAI
Kerajaan Samudera Pasai terletak di Aceh, dan merupakan
kerajaan Islam pertama di Indonesia. Kerajaan ini didirikan
oleh Meurah Silu pada tahun 1267 M. Bukti-bukti arkeologis
keberadaan kerajaan ini adalah ditemukannya makam raja-
raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara. Makam ini
terletak di dekat reruntuhan bangunan pusat kerajaan
Samudera di desa Beuringin, kecamatan Samudera, sekitar 17
km sebelah timur Lhokseumawe. Di antara makam raja-raja
tersebut, terdapat nama Sultan Malik al-Saleh, Raja Pasai
pertama. Malik al-Saleh adalah nama baru Meurah Silu setelah
ia masuk Islam, dan merupakan sultan Islam pertama di
Indonesia. Berkuasa lebih kurang 29 tahun (1297-1326 M).
Kerajaan Samudera Pasai merupakan gabungan dari Kerajaan
Pase dan Peurlak, dengan raja pertama Malik al-Saleh.
Seorang pengembara Muslim dari Maghribi, Ibnu
Bathutah sempat mengunjungi Pasai tahun 1346 M. ia juga
menceritakan bahwa, ketika ia di Cina, ia melihat adanya
kapal Sultan Pasai di negeri Cina. Memang, sumber-sumber
Cina ada menyebutkan bahwa utusan Pasai secara rutin
datang ke Cina untuk menyerahkan upeti. Informasi lain juga
menyebutkan bahwa, Sultan Pasai mengirimkan utusan ke
Quilon, India Barat pada tahun 1282 M. Ini membuktikan
bahwa Pasai memiliki relasi yang cukup luas dengan kerajaan
luar
Pada masa jayanya, Samudera Pasai merupakan pusat
perniagaan penting di kawasan itu, dikunjungi oleh para
saudagar dari berbagai negeri, seperti Cina, India, Siam, Arab
dan Persia. Komoditas utama adalah lada. Sebagai bandar
perdagangan yang besar, Samudera Pasai mengeluarkan
mata uang emas yang disebut dirham. Uang ini digunakan
secara resmi di kerajaan tersebut. Di samping sebagai pusat
perdagangan, Samudera Pasai juga merupakan pusat
perkembangan agama Islam.
Silsilah Kerajaan Samudera Pasai1. Sultan Malikul Saleh (1267-1297 M)
2. Sultan Muhammad Malikul Zahir (1297-1326 M)
3. Sultan Mahmud Malik Az-Zahir (1326 ± 1345
4. Sultan Malik Az-Zahir (?- 1346)
5. Sultan Ahmad Malik Az-Zahir yang memerintah (ca. 1346-1383)
6. Sultan Zain Al-Abidin Malik Az-Zahir yang memerintah (1383-1405)
7. Sultanah Nahrasiyah, yang memerintah (1405-1412)
8. Sultan Sallah Ad-Din yang memerintah (ca.1402-?)
9. Sultan yang kesembilan yaitu Abu Zaid Malik Az-Zahir (?-1455)
10.Sultan Mahmud Malik Az-Zahir, memerintah (ca.1455-ca. 1477)
11.Sultan Zain Al-‘Abidin, memerintah (ca.1477-ca.1500)
12.Sultan Abdullah Malik Az-Zahir, yang memerintah (ca.1501-1513)
13.Sultan Zain Al’Abidin, yang memerintah tahun 1513-1524
Wilayah Kekuasaan
Wilayah Kekuasaan Kesultanan Pase (Pasai) pada masa kejayaannya sekitar abad ke 14 terletak di daerah yang diapit oleh dua sungai besar di pantai Utara Aceh, yaitu sungai Peusangan dan sungai Jambo Aye
Struktur Pemerintahan
Pimpinan tertinggi kerajaan berada di tangan sultan yang
biasanya memerintah secara turun temurun. disamping
terdapat seorang sultan sebagai pimpinan kerajaan, terdapat
pula beberapa jabatan lain, seperti Menteri Besar (Perdana
Menteri atau Orang Kaya Besar), seorang Bendahara, seorang
Komandan Militer atau Panglima Angkatan laut yang lebih
dikenal dengan gelar Laksamana, seorang Sekretaris
Kerajaan, seorang Kepala Mahkamah Agama yang dinamakan
Qadi, dan beberapa orang Syahbandar yang mengepalai dan
mengawasi pedagang-pedagang asing di kota-kota pelabuhan
yang berada di bawah pengaruh kerajaan itu. Biasanya para
Syahbandar ini juga menjabat sebagai penghubung antara
sultan dan pedagang-pedagang asing.
Selain itu menurut catatan M.Yunus Jamil, bahwa pejabat-
pejabat Kerajaan Islam Samudera Pasai terdiri dari orang-
orang alim dan bijaksana. Adapun nama-nama dan jabatan-
jabatan mereka adalah sebagai berikut:
1. Seri Kaya Saiyid Ghiyasyuddin, sebagai Perdana Menteri.
2. Saiyid Ali bin Ali Al Makaarani, sebagai Syaikhul Islam.
3. Bawa Kayu Ali Hisamuddin Al Malabari, sebagai Menteri
Luar Negeri
Kehidupan Politik
Kerajaan Samudra Pasai yang didirikan oleh Marah Silu
bergelar Sultan Malik al- Saleh, sebagai raja pertama yang
memerintah tahun 1285 – 1297. Pada masa pemerintahannya,
datang seorang musafir dari Venetia (Italia) tahun 1292 yang
bernama Marcopolo, melalui catatan perjalanan Marcopololah
maka dapat diketahui bahwa raja Samudra Pasai bergelar
Sultan. Setelah Sultan Malik al-Saleh wafat, maka
pemerintahannya digantikan oleh keturunannya yaitu Sultan
Muhammad yang bergelar Sultan Malik al-Tahir I (1297 –
1326). Pengganti dari Sultan Muhammad adalah Sultan
Ahmad yang juga bergelar Sultan Malik al-Tahir II (1326 –
1348).
Pada masa ini pemerintahan Samudra Pasai berkembang pesat dan
terus menjalin hubungan dengan kerajaan-kerajaan Islam di India
maupun Arab. Bahkan melalui catatan kunjungan Ibnu Batutah seorang
utusan dari Sultan Delhi tahun 1345 dapat diketahui Samudra Pasai
merupakan pelabuhan yang penting dan istananya disusun dan diatur
secara India dan patihnya bergelar Amir.
Pada masa selanjutnya pemerintahan Samudra Pasai tidak banyak
diketahui karena pemerintahan Sultan Zaenal Abidin yang juga bergelar
Sultan Malik al-Tahir III kurang begitu jelas. Menurut sejarah Melayu,
kerajaan Samudra Pasai diserang oleh kerajaan Siam. Dengan demikian
karena tidak adanya data sejarah yang lengkap, maka runtuhnya
Samudra Pasai tidak diketahui secara jelas.
Kehidupan Ekonomi
Dengan letaknya yang strategis, maka Samudra Pasai
berkembang sebagai kerajaan Maritim, dan bandar transito.
Dengan demikian Samudra Pasai menggantikan peranan
Sriwijaya di Selat Malaka.
Kerajaan Samudra Pasai memiliki hegemoni (pengaruh) atas
pelabuhan-pelabuhan penting di Pidie, Perlak, dan lain-lain.
Samudra Pasai berkembang pesat pada masa pemerintahan
Sultan Malik al-Tahir II. Hal ini juga sesuai dengan keterangan
Ibnu Batulah.
Komoditi perdagangan dari Samudra yang penting adalah
lada, kapurbarus dan emas. Dan untuk kepentingan
perdagangan sudah dikenal uang sebagai alat tukar yaitu
uang emas yang dinamakan Deureuham (dirham).
Kehidupan Sosial Budaya
Telah disebutkan di muka bahwa, Pasai merupakan kerajaan besar,
pusat perdagangan dan perkembangan agama Islam. Sebagai
kerajaan besar, di kerajaan ini juga berkembang suatu kehidupan
yang menghasilkan karya tulis yang baik. Sekelompok minoritas
kreatif berhasil memanfaatkan huruf Arab yang dibawa oleh agama
Islam, untuk menulis karya mereka dalam bahasa Melayu. Inilah yang
kemudian disebut sebagai bahasa Jawi, dan hurufnya disebut Arab
Jawi.
Di antara karya tulis tersebut adalah Hikayat Raja Pasai (HRP).
Bagian awal teks ini diperkirakan ditulis sekitar tahun 1360 M. HRP
menandai dimulainya perkembangan sastra Melayu klasik di bumi
nusantara. Bahasa Melayu tersebut kemudian juga digunakan oleh
Syaikh Abdurrauf al-Singkili untuk menuliskan buku-bukunya.
Sejalan dengan itu, juga berkembang ilmu tasawuf. Di antara buku tasawuf yang diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu adalah Durru al-Manzum, karya Maulana Abu Ishak. Kitab ini kemudian diterjemahkan ke dalam bahasa Melayu oleh Makhdum Patakan, atas permintaan dari Sultan Malaka. Informasi di atas menceritakan sekelumit peran yang telah dimainkan oleh Samudera Pasai dalam posisinya sebagai pusat tamadun Islam di Asia Tenggara pada masa itu.
Peninggalan Kerajaan Samudera Pasai
1. Makam raja-raja Pasai di kampung Geudong, Aceh Utara
2. Sumber-sumber Cina3. Catatan Marcopolo4. Catatan kunjungan Ibnu Batutah5. Hikayat Raja Pasai (HRP) 1360M6. Terjemahan kitab tasawuf
Kerajaan Aceh
Letak Kerajaan Aceh yaitu di Pulau Sumatera bagian utara dan dekat jalur pelayaran perdagangan internasional menyebabkan Kerajaan Aceh sebagai kerajaan Islam mengalami masa kejayaan karena letaknya yang strategis.
Sejarah Kerajaan Aceh
Kerajaan Aceh berdiri menjelang keruntuhan Samudera Pasai. Kerajaan Aceh Darussalam telah berdiri dengan penguasa pertama yaitu Sultan Ali Mughayat Syah. Pada awalnya, wilayah kerajaan Aceh ini hanya mencakup Banda Aceh dan Aceh Besar. Ketika Mughayat Syah naik tahta menggantikan ayahnya, ia berhasil memperkuat kekuatan dan mempersatukan wilayah Aceh dalam kekuasaannya. Untuk menghambat pengaruh Portugis. Ia taklukkan kerajaan-kerajaan kecil yang ada disekitarnya dan masukkan ke dalam wilayah kerajaannya. Sejak saat itu, Kerajaan Aceh lebih dikenal dengan nama Aceh Darussalam dengan wilayah yang luas.
Faktor Yang Memengaruhi Kerajaan Aceh Menjadi Kerajaan Yang Besar
a) Ibu kota Aceh sangat strategis, teletak di pintu pelayaran India Dan Timur Tengah yang akan ke Malaka, Cina dan Jawa.
b) Pelabuhan Aceh (Ulee Lhee) memiliki persyaratan yang baik sebagai pelabuhan dagang dan terlindung oleh Pulau Weh, Pulau Nasi dari ombak besar.
c) Jatuhnya Malaka ke tangan Potugis menyebabkan pedagang islam banyak yang singgah di Aceh, apalagi sehingga jalur pelayaran pindah melalui pantai barat Sumatra.
d) Kecerdikan Ali Mughayat Syah dalam menaklukan kerajaan-kerajaan kecil untuk masuk ke wilayahnya sehingga wilayah kekuasaan kerajaan ini menjadi lebih luas
Kehidupan Sosial
Di Aceh berkembang sistem feodalisme & ajaran agama Islam. Kaum bangsawan disebut golongan Teuku, sedangkan kaum ulama disebut golongan Teungku.
Kehidupan Ekonomi
Aceh menguasai perdagangan terutama lada. Aceh menguasai Selat Malaka yang merupakan jalur perdagangan internasional. Kapal-kapal Aceh aktif berlayar sampai ke Laut Merah. Aceh juga banyak memiliki komoditas yang diperdagangkan diantaranya adalah Minyak tanah dari Deli, Belerang dari Pulau Weh dan Gunung Seulawah, Kapur dari Singkil,Kapur Barus dan Emas di pantai barat, Sutera di Banda Aceh.
Kehidupan PolitikUntuk memperkuat posisinya di dunia Islam,sultan Ali Mughayat
Syah Menjalin hubungan dengan negara-negara Arab. Raja -raja yang pernah memerintah di Kerajaan Aceh :
1. Sultan Ali Mughayat Syah (1514-1530 M)2. Sultan Shalahuddin (1530-1537 M)3. Sultan Alauddin Riayat Syah Al-Qahar (1537-1568 M)4. Sultan Ali Raiayat Syah (1567-1575 M)5. Sultan Muda (1575-1576 M)6. Sultan Alauddin Mukmin Syah (1576 M) = 100 Hari7. Sultan Zainal Abidin (1576-1577 M)8. Sultan Alauddin Mansyur Syah (1577-1585 M)9. Sultan Ali Riayat Syah Indrapura (Raja Buyung, 1585-1588 M)10. Sultan Riayat Syah (Zainal Abidin,1588-1604 M)11. Sultan Ali Riayat Syah (1604-1607 M)12. Sultan Iskandar Muda (1607-1636 M)13. Sultan Iskandar Tsani (Aluddin Mughayat Syah, 1636-1641 M)14. Sultanah Tajul Alam Syafiatuddin Syah (1641-1676 M)
Sistem Pemerintahan Kerajaan Aceh
Sultan Aceh atau Sultanah Aceh merupakan penguasa / raja dari Kesultanan Aceh. Sultan/Sultanah diangkat maupun diturunkan atas persetujuan oleh tiga Panglima Sagoe dan Teuku Kadi Malikul Adil (Mufti Agung kerajaan Pada saat itu). Sultan baru sah jika telah membayar "Jiname Aceh" (mas kawin Aceh), yaitu emas murni 32 kati, uang tunai seribu enam ratus ringgit, beberapa puluh ekor kerbau dan beberapa gunca padi.
Lambang kekuasaan tertinggi yang dipegang Sultan dilambangkan dengan dua cara yaitu keris dan cap. Tanpa Keris tidak ada pegawai yang dapat mengaku bertugas melaksanakan perintah Sultan. Tanpa cap tidak ada peraturan yang mempunyai kekuatan hukum
Perangkat Pemerintahan
Perangkat pemerintahan Sultan kadang mengalami perbedaan tiap masanya. Berikut adalah badan pemerintahan masa Sultanah di Aceh : Balai Rong Sari, Lembaga ini bertugas membuat
rencana dan penelitian. Balai Majlis Mahkamah Rakyat (DPR) Balai Gading (Dewan Menteri) Balai Furdhah (Departemen Pedagangan) Balai Laksamana (Departemen Pertahanan) Balai Majlis Mahkamah (Departemen Kehakiman) Balai Baitul Mal, yaitu lembaga yang mengurus hal
ihwal keuangan dan perbendaharaan negara.
Raja-RajaSaat masa pemerintahan Sultan Ali Mughayat Syah (1514 -1530 M) kerajaan
aceh dapat memperluas wilayahnya dan berkatnya kerajaan Aceh menjadi lebih luas. Pada masa pemerintahan Salahuddin (1530-1537 M) kerajaan menjadi agak goyah karena ia tidak memperdulikan pemerintahan kerajaannya. Masa pemerintahan Alaudin Riayat Syah (1537-1568 M) kerajaan Aceh berkembang menjadi Bandar utama. Di masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda kerajaan aceh mencapai puncak kejayaan. Tahta kemudian jatuh ke tangan Sultan Iskandar Thani yang lebih memperhatikan pembangunan dalam negeri daripada politik ekspansi. Meskipun hanya memerintah selama 4 tahun, Aceh mengalami suasana damai. Beliau juga memperhatikan studi ajaran islam yang didukung dengan adanya buku yang berjudul Bustanu’s Salatin karangan Nuruddin Arraniri, seorang ulama besar dari Gujarat. Sepeninggalan Iskandar Thani, Aceh mengalami kemunduran. Aceh tidak mampu berbuat banyak saat sejumlah wilayah taklukan melepaskan diri. Kerajaan itupun tidak mampu lagi berperan sebagai pusat perdagangan. Meskipun demikian, kerajaan Aceh tetap berlanjut sampai memasuki abad ke-20.
Faktor Keberhasilan Pemerintahan Sultan Iskandar Muda
1. Sultan Iskandar Muda memperluas wilayahnya sampai sebagian besar pulau Sumatra kecuali Lampung dan Bengkulu.Ia juga merebut sejumlah pelabuhan penting di pesisir barat dan timur Sumatera, serta pesisir barat semenanjung melayu.
2. Sultan Iskandar Muda bekerjasama dengan Inggris dan Belanda untuk memperlemah pengaruh Portugis dengan mengizinkan persekutuan dagang kedua di negara itu untuk membuka kantornya di Aceh.
3. Meningkatkan sektor politik, meningkatkan ekonomi- perdagangan, meningkatkan hubungan internasional,memperkuat armada perangnya, mampu mengembangakan dan memperkuat kehidupan Islam.
4. Menekan perdangangan orang Eropa dan menerobos jalur perdagangan Portugis dari Selat Malaka sampai Teluk Persia.
5. Beliau berhasil menanamkan jiwa keagamaan yang tinggi pada masyarakat Aceh sehingga pada masa pemerintahannya Aceh banyak melahirkan ulama-ulama yang mampu menyebarkan ajaran islam khususnya ke Nusantara.
Faktor Kemunduran Kerajaan Aceh Darussalam
• Tidak ada raja yan mampu mengendalikan daerah yang telah dikuasai oleh Kerajaan Aceh Darussalam.
• Daerah-daerah kekuasaan banyak yang melepaskan diri, karena tidak ada yang memiliki kemampuan memerintah seperti Sultan Iskandar Muda.
• Mundurnya perdagangan di Selat Malaka karena selat tersebut sudah dikuasai oleh Belanda.
• Adanya perebutan kekuasaan di antara pewaris tahta kesultanan, sehingga tejadi perpecahan (pada masa Sultan Alauddin Jauhar Alamsyah (1795-1824).
• Menguatnya kekuasaan Belanda sehingga beberapa wilayah kekuasaan Aceh lepas seperti : Minangkabau, Siak, Tiku, Tapanuli, Mandailing dll pada tahun 1840.
Peninggalan Kebudayaan
1. Arsitektur : Benteng Indrapatra, Mesjid Tua Indrapuri, Pinto Khop, Gunongan Dan Mesjid Raya Baiturrahman.
2. Kesusasteraan : Bustanus Salatin (taman para raja) karya Syaikh Nuruddin Ar-Raniry disamping Taj al-salatin (1603), Sulalat al-Salatin (1612), dan Hikayat Aceh (1606-1636).Kaligrafi (seni menulis indah)
3. Karya Agama : Tafsir Alqur'an Anwaarut Tanzil wa Asrarut Takwil, karangan Abdullah bin Umar bin Muhammad Syirazi Al Baidlawy
4. Militer : meriam yang dimiliki Kesultanan Aceh, rencong
5. Seni : Arbab, Tambo, Rapai, Seranai, Geundrang, Bereguh, Canang, Celempong.
Mesjid Raya Baiturrahman Rencong Kaligrafi (Seni)
Terima KasihAda pertanyaan?