Upload
rizky-faisal
View
70
Download
7
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
09/12/13 Sastra Profetik dan Tantangan Kebangkitan Manusia
www.islampos.com/sastra-profetik-dan-tantangan-kebangkitan-manusia-89373/ 1/4
Sastra Profetik dan Tantangan KebangkitanManusiaSenin 5 Safar 1435 / 9 December 2013 12:40
Oleh: Ayati Fa
Aktivis FLP Bogor
Barangkali kita pernah mendengar pernyataan berikut; Islam terlalu “saklek” hitam-putih. Ajaran Islam berada
pada ruang “suci” yang menjadikan penulis susah berimajinasi. Pun di beberapa forum diskusi sebuah
pernyataan terungkap bahwa karya sastra yang memuat (ajaran) Islam itu ‘tidak sastrawi’. Hingga sebuah
pertanyaan pun menyeruak di hati saya, “Benarkah (ajaran) Islam menghambat kreativitas dalam berkarya
khususnya di ranah sastra?”
Pertanyaan itu selalu terngiang-ngiang. Bahkan bila dilanjutkan, Islam tidak saja dipandang dapat menghambat
kreativitas dalam bersastra. Tapi dianggap juga menghambat kreativitas anak, tidak cocok di ranah politik, sosial
atau permasalahan lainnya. Islam terkesan “hanya” membahas seputar ibadah atau zikir kepada Tuhan semata.
Berkutat di pengajian, taklim, masjid atau di tempat-tempat privat lainnya. Benarkah?
Hingga, pada Ahad pagi yang cerah di penghujung November 2013. Saya menghadiri acara Pengajian Sastra
yang digelar oleh FLP Wilayah Jakarta Raya. Mendengar kata “Pengajian” seketika ingatan pun melayang pada
09/12/13 Sastra Profetik dan Tantangan Kebangkitan Manusia
www.islampos.com/sastra-profetik-dan-tantangan-kebangkitan-manusia-89373/ 2/4
ritual pembacaan Al-Qur’an oleh seorang Qari di masjid atau pengajaran (agama Islam). Tapi ternyata
“pengajian” yang berasal dari kata “kaji” – “mengkaji” bisa juga berarti: belajar; mempelajari; memeriksa;
menyelidiki; memikirkan; menguji; menelaah dan lain sabagainya. Pada akhirnya “Pengajian Sastra” bisa
dimaknai mengkaji, mempelajari pun menelaah berbagai persoalan publik yang tidak sebatas pada hubungan
vertikal-spiritual semata.
Beranjak dari definisi pengajian sastra tersebut maka kepedulian seseorang untuk memeriksa, menyelidiki,
mengkaji pun menelaah sebuah realitas kehidupan antar sesama manusia yang kini makin hedonis materialistis
dari sudut pandang agama (Islam) adalah sesuatu yang layak untuk diperbincangkan.
Jalan Kreatif Sastra Profetik
Penjajahan secara fisik memang telah hengkang dari negeri kita tercinta, Indonesia. Namun bila kita mau sedikit
jeli, terbukanya kran globalisasi saat ini menjadikan bangsa kita seakan berubah menjadi “Tempat Pembuangan
Akhir”. Berbagai ide berjejalan merasuki benak putra-putri anak negeri. Gaya hidup materialisme-hedonisme
telah menjadi tradisi. Pergaulan bebas dan korupsi pun malah makin menjadi “prestasi”. Negeri dengan
penduduk mayoritas muslim ini seakan kehilangan identitas. Pun dalam dunia sastra, jauh sebelum kran
globalisasi ini terbuka lebar. Abdul Hadi WM telah menelaah perkembangan sastra di tahun 1970-1980-an,
bahwa terkait kesadaran penulis untuk menjadikan ‘tradisi’ sebagai ‘sumber’ proses kreatif penciptaan mereka,
terutama tentang semangat untuk kembali ke ‘tradisi ketimuran’. Abdul Hadi WM kemudian dikenal sebagai tokoh
“Sastra Profetik”.
Profetik berasal dari kata profet (kenabian), meniru ajaran nabi. Sastra profetik sebagaimana yang dipaparkan
oleh Prof. Abdul Hadi WM pada Pengajian Sastra FLP Wilayah Jakarta di Musium Mandiri Kawasan Kota Tua
Jakarta, yaitu sastra yang membawa ajaran agama Islam atau agama lain untuk perubahan sosial.
Guru Besar Universitas Paramadina itu juga menyampaikan bahwa perubahan sosial akan tergantung pada tiga
hal. Pertama, munculnya tokoh (ulama, dll) yang menyuarakan ide tertentu. Kedua, adanya kelompok masyarakat
yang sadar baik dari kalangan intelektual maupun lapisan masyarakat lainnya akan pentingnya suatu perubahan.
Ketiga, kehendak Tuhan, di mana Tuhan menghendaki terjadinya suatu perubahan.
Abdul Hadi juga menyinggung bahwa manusia tidak akan bisa hidup tanpa ayat-ayat Tuhan. Sehingga di tengah
kehidupan yang makin materialis hedonis ini seharusnya bisa lahir karya-karya sastra yang tidak hanya
memenuhi tuntutan pasar kapitalis tapi harus mengisi ruang-ruang renung baik di bidang sosial maupun spiritual.
Dengan demikian penulis beranggapan bahwa agama (Islam) seharusnya bisa menjadi spirit dalam setiap karya
tidak saja di bidang sastra semata. Bahkan, agama (Islam) mampu menjadi landasan berpikir dalam setiap proses
lahirnya berbagai karya pun mampu memberikan solusi alternatif berbagai problematika manusia baik ekonomi,
sosial, budaya, politik dan permasalahan umat lainnya. Untuk itu diharapkan lahir karya-karya sastra yang solutif-
aplikatif tanpa mengesampingkan peran agama (Islam) dalam proses kreatifnya. Dengan demikian pendapat
yang mengatakan bahwa agama (Islam) menghambat kreativitas itu terbantahkan.
Islam Dan Tantangan Kebangkitan Manusia
Islam adalah agama yang diturunkan Allah Swt. kepada Nabi Muhammad Saw., yang mengatur hubungan
manusia dengan Tuhan (Khaliq-nya), dirinya dan dengan sesamanya. Hubungan manusia dengan Khaliq-nya
09/12/13 Sastra Profetik dan Tantangan Kebangkitan Manusia
www.islampos.com/sastra-profetik-dan-tantangan-kebangkitan-manusia-89373/ 3/4
Sharing:
tercakup dalam akidah dan ibadah. Hubungan manusia dengan dirinya tercakup dalam akhlak, makanan,
minuman dan pakaian. Sedangkan hubungan manusia dengan sesamanya tercakup
dalam mu’amalat dan uqubat.
Membaca realitas saat ini, ketika sekularisme semakin menggejala, tanpa sadar manusia memang telah
memisahkan kehidupannya dengan Tuhan. Agama (Islam) seakan hanya pantas diperbincangkan di masjid dan
hanya mengatur hubungan manusia dengan Al-Khaliq semata. Sedang dalam kehidupannya manusia bebas
berbuat sekehendak hatinya. Bilakah cara pandang yang demikian tetap dibiarkan? Tentu sulit dipungkiri akan
semakin banyak kerusakan di muka bumi ini. Materi akan menjadi Tuhan, antara yang batil dan yang haq sulit
dibedakan. Standar ukuran baik-buruk hanya akan dilihat dari sudut pandang materi. Bila hal itu tetap kita
biarkan, maka kehancuran peradaban manusia tinggal menunggu waktu.
Tentu jika kita memperhatikan definisi di atas, saat kita memperbincangkan agama (Islam) seharus tidak hanya
mencukupkan pada hubungan vertikal-spiritual kepadaKhaliq semata, tapi juga harus melibatkan hubungan
dengan dirinya dan dengan sesamanya.
Ketika manusia mampu menjawab tiga pertanyaan terbesar tentangnya, yaitu; “Dari mana kita berasal? Untuk
apa kita hidup di dunia? Dan hendak ke mana kita setelah kematian?” maka manusia akan lebih memahami
bagaimana ia menjalani kehidupannya. Iya, itu semua karena pada faktanya manusia memang berasal
(diciptakan) Tuhan (baca: Allah) melalui orang tuanya, diciptakan hidup di dunia untuk beribadah kepada-Nya
dan setelah mati akan melalui masa pertanggungjawaban/penghisaban dan pembalasan. Karenanya, ketika
manusia mampu menyadari bahwa kehidupannya di dunia ini tak bisa dipisahkan dengan kehidupannya setelah
kematian. Tentu Islam dalam hal ini agama yang mengatur segala aspek kehidupannya pun akan dijadikannya
sebagai landasan dan pemimpin dalam setiap gerak-langkah dan pikirnya.
Hingga dalam suasana kapitalis-materialis, hedonis serta individualis seperti saat ini, penulis berpikir; Islam
adalah agama yang terpancar darinya seperangkat aturan kehidupan. Islam bukanlah agama yang mengatur
masalah ritual semata, tapi agama (Islam) mengatur seluruh aspek kehidupan.
Dengan Islam seharusnya manusia mampu menyelesaikan setiap permasalah hidupnya. Bilakah sebagai penulis
senantiasa dilandasi spirit kenabian dalam berbagai karyanya, yang dalam hal ini tidak membatasi diri dalam
masalah ketuhanan semata tetapi mencakup seluruh aspek kehidupan. Sungguh kebangkitan berpikir manusia
akan terwujud. Karena manusia yang bangkit adalah manusia yang tidak hanya memikirkan dirinya. Tetapi
manusia yang mampu memikirkan dirinya, kehidupan, alam semesta, serta hubungan ketiganya dengan sebelum
penciptaan dan sesudah kehidupannya.
Bilakah kesadaran manusia akan hubungannya dengan pencipta itu senantiasa hadir dalam berbagai
aktivitasnya? Jika itu terjadi kita sangat bisa berharap kerusakan multidimensi, pergaulan bebas, korupsi dan lain
sebagainya akan dapat terhindar dari kehidupan ini. Tugas kita adalah bagaimana agar kesadaran menjadikan
agama (Islam) hadir dalam setiap lini kehidupan kita? Penulis pikir di antaranya adalah dengan berkarya melalui
karya sastra yang dapat menghantarkan pada perang pemikiran yakni ideologi Islam menghancurkan
paham/ideologi kapitalisme-materialisme.
Redaktur: Pizaro
Facebook 63 Twitter 22 Google Print
09/12/13 Sastra Profetik dan Tantangan Kebangkitan Manusia
www.islampos.com/sastra-profetik-dan-tantangan-kebangkitan-manusia-89373/ 4/4
Terkait:
1. Israel Hentikan Program Apresiasi Sastra Untuk Novel Ghassan Kanafani
2. Sastra dan Jihad di Nusantara
3. Saat Dunia Menjelang Kiamat, Manusia Akan Berzina Di Jalanan
4. Ustadz Adian: ‘Tantangan Umat Islam Itu Bukan JIL’
5. Tadabbur Al-Qur’an Dan Kebangkitan