21
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah Luka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2010). Kejadian luka didunia berada dalam angka yang besar, berdasarkan penelitian MedMarket Diligent salah satu asosiasi luka di Amerika menemukan bahwa pada tahun 2011 terdapat 114.271 kasus luka bedah, 1.627 luka trauma, 20.645 luka laserasi, 10.221 luka bakar, 40.400 luka kronis dan 103 luka akibat komplikasi kanker kulit. Prevalensi cedera/trauma yang menimbulkan luka secara nasional pada tahun 2007 – 2010 adalah 8,2%, prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan 12,8% dan terendah di Jambi 4,5%, sementara dijawa timur sendiri berada pada titik 9,3% (Trihono, 2013). Proses yang terjadi berikutnya setelah terjadinya luka adalah proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terbagi

Sayangkuuu Print

Embed Size (px)

Citation preview

BAB IPENDAHULUAN1.1. Latar Belakang MasalahLuka adalah hilang atau rusaknya sebagian jaringan tubuh. Keadaan ini dapat disebabkan oleh trauma benda tajam atau tumpul, perubahan suhu, zat kimia, ledakan, sengatan listrik atau gigitan hewan (Sjamsuhidajat, 2010).Kejadian luka didunia berada dalam angka yang besar, berdasarkan penelitian MedMarket Diligent salah satu asosiasi luka di Amerika menemukan bahwa pada tahun 2011 terdapat 114.271 kasus luka bedah, 1.627 luka trauma, 20.645 luka laserasi, 10.221 luka bakar, 40.400 luka kronis dan 103 luka akibat komplikasi kanker kulit. Prevalensi cedera/trauma yang menimbulkan luka secara nasional pada tahun 2007 2010 adalah 8,2%, prevalensi tertinggi ditemukan di Sulawesi Selatan 12,8% dan terendah di Jambi 4,5%, sementara dijawa timur sendiri berada pada titik 9,3% (Trihono, 2013).Proses yang terjadi berikutnya setelah terjadinya luka adalah proses penyembuhan luka. Proses penyembuhan terbagi menjadi tiga yaitu pertama fase inflamasi, fase proliferasi dan terakhir yaitu fase remodelling dimana terjadi pematangan dan perupaan kembali ditandai dengan adanya jaringan parut atau fibrosis (Sjamsuhidajat, 2010). jaringan parut yang terbentuk dari fibroblas yang berproliferasi akan mempercepat penyembuhan luka (Purnamasari, Fatmawati, & Yusuf, 2012). Tetapi, penatalaksanaan management luka yang salah juga dapat menyebabkan terhambatnya proses penyembuhan luka, salah satunya dapat terjadi pada fase remodelling yang ditandai dengan munculnya jaringan parut hipertrofik (Sjamsuhidajat, 2010).Penyembuhan luka merupakan proses alamiah dari tubuh, namun seringkali ditambah dengan pemberian obat-obatan untuk mempercepat proses penyembuhan luka. Obat-obatan untuk mendukung percepatan fase penyembuhan luka saat ini sangat beragam. Salah satunya yaitu Gel Bioplacenton yang mengandung neomisin 0.5% dan ekstrak placenta 10%. Namun saat ini penggunaan obat-obatan kimia dirasa relativ mahal dan tidak dapat dijangkau oleh semua kalangan. Selain itu adanya resistensi antibiotik pada bakteri yang sering terjadi pada penggunaan obat-obatan kimia menyebabkan banyak masyarakat mulai kembali kealam sebagai terapi alternativ. Salah satu bahan obat dari alam yang digunakan untuk mengobati luka adalah lendir bekicot, lendir bekicot dimanfaatkan oleh nenek moyang untuk mempercepat pengeringan dan penutupan luka (Sudjono, Honniasih, & Yunita, 2012).Pada penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Purnamasari, Wahyu Perez (2012), membuktikan bahwa lendir bekicot (Achatina Fulica) memiliki pengaruh bermakna terhadap jumlah fibroblast pada penyembuhan luka sayat dibandingkan dengan penggunaan povidone iodine 10%. Namun belum terdapat penjelasan mengenai ada tidaknya pengaruh terhadap jaringan parut pada akhir fase penyembuhan luka (fase remodelling) yang diakibatkan oleh stimulasi jumlah fibroblast.Berdasarkan urain diatas maka peneliti tertarik untuk mengembangkan penelitian sebelumnya, yaitu meneliti mengenai perbandingan pengaruh penggunaan lendir bekicot (Achatina Fulica) dengan Gel bioplacenton terhadap fase remodelling luka.

1.2. Rumusan MasalahBagaimanakah perbandingan pengaruh penggunaan lendir bekicot (Achatina Fulica) dengan gel bioplacenton terhadap fase remodelling luka?1.3. Tujuan Penelitian1.3.1. Tujuan UmumUntuk mengetahui perbandingan pengaruh penggunaan lendir bekicot (Achatina Fulica) dengan gel bioplacenton terhadap fase remodelling luka.1.3.2. Tujuan Khusus1. Peneliti mengetahui taksonomi, marfologi, khasiat dan manfaat lendir bekicot.2. Peneliti mengetahui definisi dan fase penyembuhan luka.3. Peneliti mengetahui manfaat gel bioplacenton pada luka.1.4. Manfaat Penelitian1.4.1. Manfaat TeoritisPenelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai perbandingan pengaruh penggunaan lendir bekicot (Achatina Fulica) dengan gel bioplacenton terhadap fase remodelling luka.1.4.2. Manfaat PraktisDiharapkan hasil penelitian ini dapat menambah pengetahuan mengenai perbandingan pengaruh penggunaan lendir bekicot (Achatina Fulica) dengan gel bioplacenton terhadap fase remodelling luka, sehingga dapat dimanfaatkan sebagai acuan penelitian selanjutnya dengan metode yang lebih baik atau pada tingkat hewan coba yang lebih tinggi.BAB IITINJAUAN PUSTAKA1. 2. 2.1. Bekicot (Achatina Fulica)Bekicot termasuk golongan hewan lunak (mollusca) yang termasuk dalam kelas gastropoda. Badannya lunak dan dilindungi oleh cangkang yang keras. Jenis hewan ini tersebar di laut, air tawar, dan daratan yang lembab (Dewi, 2010).2.1.1. TaksonomiTaksonomi bekicot adalah sebagai berikut : Filum: MolluscaKelas: GastropodaOrdo: StylommatophoraFamili: AchatinidaeSub famili: AchatinidaeGenus: AchatinaSubgenus: LissachatinaSpesies: Achatina fulica(Dewi, 2010)2.1.2. Nama LokalIndonesia: bekicotInggris: land snail2.1.3. MorfologiBekicot (Achatina fulica) memiliki sebuah cangkang sempit berbentuk kerucut yang panjangnya dua kali lebar tubuhnya dan terdiri dari tujuh sampai sembilan ruas lingkaran ketika umurnya dewasa. Cangkang bekicot umumnya memiliki warna cokelat kemerahan dengan corak vertikal berwarna kuning, tetapi pewarnaan dari spesies tersebut tergantung pada keadaan lingkungan dan jenis makanan yang dikonsumsi. Bekicot dewasa panjangnya dapat melampaui 20 cm, tetapi rata-rata panjangnya sekitar 5-10 cm. Sedangkan berat rata-rata bekicot kurang lebih adalah 32 gram. Skema morfologi bekicot dapat dilihat di Gambar 1 (Dewi, 2010).Bekicot lebih memilih memakan tumbuh-tumbuhan yang busuk, hewan, lumut, jamur dan alga. Bekicot juga dapat menyebabkan kerusakan yang serius pada tanaman pangan dan tanaman hias (Dewi, 2010).2.1.4. Asal-UsulBekicot berasal dari pesisir afrika. Di beberapa wilayah di Eropa, Asia, dan Afrika, bekicot dijadikan sebagai makanan, yang dikenal sebagai escargot di Perancis dan carcacois di Portugal. Spesies bekicot yang banyak terdapat di Eropa adalah Helix pomatia yang disebut Burgundy snail dan Helix aspersa yang disebut Europan brown garden snail. Spesies yang banyak tersebar di Asia dan Afrika, khususnya Indonesia adalah Achatina fulica (Dewi, 2010). 2.1.5. Habitat dan Daerah PenyebaranBekicot (Achatina fulica) banyak terdapat di negara-negara beriklim tropis yang hangat, suhu ringan sepanjang tahun, dan tingkat kelembaban yang tinggi. Spesies ini dapat hidup didaerah pertanian, wilayah pesisir dan lahan basah, hutan alami, semak belukar, dan daerah perkotaan. Bekicot dapat hidup secara liar di hutan maupun di perkebunan atau tempat budidayanya. Untuk bertahan hidup, bekicot perlu temperatur diatas titik beku sepanjang tahun dan kelembaban yang tinggi di sepanjang tahun. Pada musim kemarau, bekicot menjadi tidak aktif atau dorman untuk menghindari sinar matahari. Bekicot tetap aktif pada suhu 9 derajat celcius hingga 29 derajat celcius, bertahan pada suhu 2 derajat celcius dengan cara hibernasi, dan pad suhu 30 derajat celcius dengan keadaan dorman (Dewi, 2010).2.1.6. Sifat dan Khasiat BekicotBekicot memiliki banyak manfaat dari daging hingga lendirnya. Bekicot merupakan sumber protein hewani yang bermutu tinggi karena mengandung asam-asam amino esensial yang lengkap di samping mempunyai kandungan zat besi yang tinggi (Dewi, 2010).Lendir bekicot mengandung glikokonjugat kompleks, yaitu glikosaminoglikan dan proteoglikan. Molekul-molekul tersebut terutama disusun dari gula sulfat atau karbohidrat, protein globuler terlarut, asam urat, dan oligoelemen (tembaga, seng, kalsium, dan besi). Glikosaminoglikan yang terisolasi dari bekicot ini tekait dengan golongan heparin dan heparin sulfat. Glikosaminoglikan dan proteoglikan merupakan pengontrol aktif fungsi sel, berperan pada interaksi matriks sel, proliferasi fibroblas, spesialisasi, dan migrasi, serta secara efektif mengontrol fenotip seluler. Glikokonjugat utama pada lendir bekicot yaitu glikosaminoglikan disekresi oleh granula-granula yang terdapat di dalam tubuh bekicot dan terletak di permukaan luar. Lendir bekicot juga mengikat kation divales seperti tembaga (II) yang dapat mempercepat proses angiogenesis yang secara tidak langsung mempengaruhi kecepatan penyembuhan luka (Dewi, 2010).Bahkan ada beberapa artikel produk oba-obatan herbal yang mengatakan bahwa lendir bekicot memiliki kemampuan meregenerasi sel termasuk menghilangkan bekas luka (Karangela, 2013).2.2. LukaLuka atau vulnus adalah putusnya keseimbangan kulit dan jaringan di bawah kulit oleh karena trauma (Sutawijaya, 2009). Penyebab luka adalah trauma yang dapat berupa:a. Trauma fisikHal ini dapat disebabkan oleh banyak hal, di antaranya : 1) Benda tajam2) Benturan benda tumpul3) Kecelakaan4) Tembakan5) Gigitan binatangTrauma fisik ini menyebabkan timbulnya bermacam-macam luka.b. Trauma kimiawiTrauma karena akibat dari paparan zat-zat kimia.c. Trauma termisTrauma yang disebabkan karena paparan suhu yang terlalu tinggi atau terlalu rendah sehingga menimbulkan kerusakan jaringan kulit.d. Trauma elektrisTrauma yang disebakan oleh arus listrik atau sambaran petir.

Menurut Sutawijaya (2009), luka dibagi 2 jenis yaitu:a. Luka tertutupLuka ini adalah luka di mana kulit korban tetap utuh dan tidak ada hubungan antara jaringan di bawah kulit dengan dunia luar, jadi kerusakannya diakibatkan trauma benda tumpul. Luka tertutup yang dikenal umumnya adalah luka memar yang dapat di golongkan dalam 2 jenis yaitu :1) Kontusio, di mana kerusakan jaringan di bawah kulit yang mana dari luar hanya tampak sebagai benjolan.2) Hematoma, di mana kerusakan jaringan di bawah kulit disertai perdarahan sehingga dari luar tampak kebiruan.b. Luka terbukaLuka terbuka adalah luka di mana kulit atau jaringan dibawah kulit mengalami kerusakan. Penyebab luka ini adalah karena terkena benda tajam, tembakan, atau benturan benda tumpul pada kecelakaan lalu lintas.Vulnus harus dibedakan dengan ulkus. Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau mukosa yang terjadi akibat kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebabkan ulkus berbau. Ulkus bisa mengakibatkan hilangnya lapisan dari epidermis, dermis, bahkan subkutan. Suatu ulkus yang muncul pada kulit sering terlihat sebagai jaringan yang meradang luas dan warnanya memerah (Dewi, 2010).

2.2.1. Proses Penyembuhan Luka a. Fase InflamasiPada luka yang menembus epidermis, akan merusak pembuluh darah menyebabkan pendarahan. Untuk mengatasinya terjadilah proses hemostasis. Ketika pembuluh darah pecah, proses pembekuan dimulai dari rangsangan collagen terhadap platelet. Platelet menempel dengan platelet lainnya dimediasi oleh protein fibrinogen dan faktor von Willebrand. Agregasi platelet bersama dengan eritrosit akan menutup kapiler untuk menghentikan pendarahan (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013). Reaksi inflamasi adalah respon fisiologis normal tubuh dalam mengatasi luka. Inflamasi ditandai oleh rubor (kemerahan), tumor (pembengkakan), calor (hangat), dan dolor (nyeri). Tujuan dari reaksi inflamasi ini adalah untuk membunuh bakteri yang mengkontaminasi luka (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).b. Fase proliferasiPada fase ini terjadi penurunan jumlah sel sel inflamasi, tanda tanda radang berkurang, munculnya sel fibroblast yang berproliferasi, pembentukan pembuluh darah baru, epitelialisasi dan kontraksi luka. Matriks fibrin yang dipenuhi platelet dan makrofag mengeluarkan growth factor yang mengaktivasi fibroblast. Fibroblast bermigrasi ke daerah luka dan mulai berproliferasi hingga jumlahnya lebih dominan dibandingkan sel radang pada daerah tersebut. Fase ini terjadi pada hari ketiga sampai hari kelima (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Dalam melakukan migrasi, fibroblast mengeluarkan matriks mettaloproteinase (MMP) untuk memecah matriks yang menghalangi migrasi. Fungsi utama dari fibroblast adalah sintesis kolagen sebagai komponen utama ECM. Kolagen tipe I dan III adalah kolagen utama pembentuk ECM dan normalnya ada pada dermis manusia. Kolagen tipe III dan fibronectin dihasilkan fibroblast pada minggu pertama dan kemudian kolagen tipe III digantikan dengan tipe I. Kolagen tersebut akan bertambah banyak dan menggantikan fibrin sebagai penyusun matriks utama pada luka (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Pembentukan pembuluh darah baru / angiogenesis adalah proses yang dirangsang oleh kebutuhan energi yang tinggi untuk proliferasi sel. Selain itu angiogenesis juga dierlukan untuk mengatur vaskularisasi yang rusak akibat luka dan distimulasi kondisi laktat yang tinggi, kadar pH yang asam, dan penurunan tekanan oksigen di jaringan (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Angiogenesis distimulasi dan diatur oleh berbagai sitokin yang kebanyakan dihasilkan oleh makrofag dan platelet. Tumor necrosis factor- (TNF-) yang dihasilkan makrofag merangsang angiogenesis dimulai dari akhir fase inflamasi. Heparin, yang bisa menstimulasi migrasi sel endotel kapiler, berikatan dengan berbagai faktor angiogenik lainnya. Vascular endothelial growth factor (VEGF) sebagai faktor angiogenik yang poten dihasilkan oleh keratinosit, makrofag dan fibroblast selama proses penyembuhan (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Pada fase ini terjadi pula epitelialisasi yaitu proses pembentukan kembali lapisan kulit yang rusak. Pada tepi luka, keratinosit akan berproliferasi setelah kontak dengan ECM dan kemudian bermigrasi dari membran basal ke permukaan yang baru terbentuk. Ketika bermigrasi, keratinosis akan menjadi pipih dan panjang dan juga membentuk tonjolan sitoplasma yang panjang. Pada ECM, mereka akan berikatan dengan kolagen tipe I dan bermigrasi menggunakan reseptor spesifik integrin. Kolagenase yang dikeluarkan keratinosit akan mendisosiasi sel dari matriks dermis dan membantu pergerakan dari matriks awal. Keratinosit juga mensintesis dan mensekresi MMP lainnya ketika bermigrasi (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Matriks fibrin awal akan digantikan oleh jaringan granulasi. Jaringan granulasi akan berperan sebagai perantara sel sel untuk melakukan migrasi. Jaringan ini terdiri dari tiga sel yang berperan penting yaitu : fibroblast, makrofag dan sel endotel. Sel-sel ini akan menghasilkan ECM dan pembuluh darah baru sebagai sumber energi jaringan granulasi. Jaringan ini muncul pada hari keempat setelah luka. Fibroblast akan bekerja menghasilkan ECM untuk mengisi celah yang terjadi akibat luka dan sebagai perantara migrasi keratinosit. Matriks ini akan tampak jelas pada luka. Makrofag akan menghasilkan growth factor yang merangsang fibroblast berproliferasi. Makrofag juga akan merangsang sel endotel untuk membentuk pembuluh darah baru.Kontraksi luka adalah gerakan centripetal dari tepi leka menuju arah tengah luka. Kontraksi luka maksimal berlanjut sampai hari ke-12 atau ke-15 tapi juga bisa berlanjut apabila luka tetap terbuka. Luka bergerak ke arah tengah dengan rata rata 0,6 sampai 0,75 mm / hari. Kontraksi juga tergantung dari jaringan kulit sekitar yang longgar. Sel yang banyak ditemukan pada kontraksi luka adalah myofibroblast. Sel ini berasal dari fibroblast normal tapi mengandung mikrofilamen di sitoplasmanya (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).c. Fase remodellingFase remodelling jaringan parut adalah fase terlama dari proses penyembuhan Proses ini dimulai sekitar hari ke-21 hingga satu tahun. Pembentukan kolagen akan mulai menurun dan stabil. Meskipun jumlah kolagen sudah maksimal, kekuatan tahanan luka hanya 15% dari kulit normal. Proses remodelling akan meningkatkan kekuatan tahanan luka secara drastis. Proses ini didasari pergantian dari kolagen tipe III menjadi kolagen tipe I. Peningkatan kekuatan terjadi secara signifikan pada minggu ketiga hingga minggu keenam setelah luka. Kekuatan tahanan luka maksimal akan mencapai 90% dari kekuatan kulit normal (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013) (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).2.2.2. Gangguan Proses Penyembuhan LukaProses fisiologis yang kompleks dari penyembuhan luka dapat dipengaruhi oleh beberapa faktor. Salah satu fase yang berkepanjangan dapat mempengaruhi hasil dari penyembuhan luka yaitu jaringan parut yang terbentuk. Penyembuhan luka dapat terganggu oleh penyebab dari dalam tubuh (endogen) atau dari luar tubuh (eksogen), penyebab tersebut antara lain kontaminasi bakteri atau benda asing, kekebalan tubuh yang lemah, ganguan koagulasi, obat-obatan penekan sistem imun, paparan radiasi, dan beberapa faktor lain. Suplai darah juga mempengaruhi proses penyembuhan, dimana suplai darah pada ekstremitas bawah adalah yang paling sedikit pada tubuh dan suplai darah pada wajah serta tangan cukup tinggi. Usia pasien yang tua juga memperpanjang proses penyembuhan.2.2.3. Jaringan parut hipertrofikJaringan parut yang terbentuk sebagai hasil akhir proses penyembuhan bergantung pada jumlah kolagen yang terbentuk. Normalnya pada fase remodelling akan terjadi keseimbangan antara pembentukan kolagen dan pemecahannya oleh enzim. Apabila kolagen yang terbentuk melebihi degradasinya akan terjadi jaringan parut hipertrofik atau keloid, sedangkan apabila pemecahan lebih tinggi dari pembentukan akan terjadi jaringan parut hipotrofik (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Jaringan parut dengan proliferasi kolagen yang berlebihan adalah jaringan parut hipertrofik dan keloid. Keloid adalah jaringan parut yang tumbuh melebihi batas awal luka, biasanya tidak mengalami regresi. Keloid ini lebih sering terjadi pada pasien dengan kulit gelap dan juga ada predisposisi genetik (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).Jaringan parut hipertrofik adalah jaringan parut yang tumbuh tapi masih dalam batas luka awal dan biasanya sembuh secara spontan. Jaringan parut hipertrofik ini biasanya dapat dicegah, contohnya pada kasus luka bakar. Pada luka bakar, akan terjadi perpanjangan fase inflamasi yang menyebabkan terjadinya proliferasi berlebih akibat aktivasi fibroblast yang tinggi. Sehingga usaha utama untuk melakukan pencegahan adalah dengan membantu fase inflamasi agar berlangsung lebih singkat. Pembentukan luka yang perpendikular juga akan tampak rata, sempit dengan pembentukan kolagen yang lebih sedikit dibandingkan luka yang paralel dengan serat otot (Suryadi, Asmarajaya, & Maliawan, 2013).2.3. Gel BioplacentonBioplacenton merupakan sebuah obat topikal berbentuk gel yang dikemas dalam tube. Bioplacenton memiliki kandungan neomisin sulfat 0,5% dan ekstrak plasenta 10%. Ekstrak plasenta yang terdapat pada bahan ini dapat menstimulasi terjadinya regenerasi sel, sedangkan neomisin sulfat dapat berperan sebagai bakteriosid. Indikasi digunakannya bioplacenton adalah luka bakar, ulkus kronis, luka yang lama sembuh dan terdapat granulasi, ulkus dekubitus, eksim pioderma, impetigo, furunkolosis dan infeksi kulit lainnya (Dewi, 2010).