154
 HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DI PT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi. Disusun oleh: Asma Zahrat un Nabila G 0106037 Pembimbing: 1. Tr i Rej eki Andayani , S.P si., M.Si.  2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si. PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA 2011

SECURED-hubungan Antara SOF Dan Tipe Kepribadian Ekxtrovert Dengan SWB PT Telkom DIstel Jogja

  • Upload
    sitole

  • View
    13

  • Download
    0

Embed Size (px)

DESCRIPTION

sense of hu,or

Citation preview

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN

    EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING

    PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DI

    PT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA

    Dalam Rangka Penyusunan Skripsi Sebagai Salah Satu Syarat Guna Memperoleh

    Gelar Sarjana Psikologi Program Pendidikan Strata 1 Psikologi.

    Disusun oleh:

    Asma Zahratun Nabila G 0106037

    Pembimbing: 1. Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si.

    2. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si.

    PROGRAM STUDI PSIKOLOGI FAKULTAS KEDOKTERAN

    UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA

    2011

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user ii

    HALAMAN PERNYATAAN

    Dengan ini saya menyatakan bahwa dalam skripsi ini tidak terdapat karya

    yang pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi,

    dan sepanjang pengetahuan saya juga tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah

    ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam

    naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Jika terdapat hal-hal yang tidak

    sesuai dengan isi pernyataan ini, maka saya bersedia untuk dicabut derajat

    kesarjanaan saya.

    Surakarta, 10 Mei 2011

    Asma Zahratun Nabila

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user iii

    HALAMAN PERSETUJUAN

    Skripsi dengan judul : Hubungan Antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian

    Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Karyawan

    Dewasa Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta

    Nama Peneliti : Asma Zahratun Nabila

    NIM : G0106037

    Tahun : 2011

    Telah disetujui untuk dipresentasikan dihadapan Dewan Penguji Skripsi Prodi

    Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret pada:

    Hari :

    Tanggal :

    Pembimbing I Pembimbing II

    Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si. Aditya Nanda Priyatama, S.Psi., M.Si.

    NIP.197401091998022001 NIP.197810222005011002

    Koordinator Skripsi

    Rin Widya Agustin, M.Psi.

    NIP. 197608172005012002

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user iv

    HALAMAN PENGESAHAN

    Skripsi dengan judul

    Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan

    Subjective Well-being pada Karyawan Dewasa Madya di PT Telkom Distel

    Jogjakarta

    Telah diuji dan disahkan oleh Pembimbing dan Penguji SkripsiProdi Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta

    Hari : Tanggal :

    1. Pembimbing UtamaTri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si . ( )NIP.197401091998022001

    2. Pembimbing PendampingAditya Nanda Priyatama, S.Psi, M.Si. ( )NIP. 197810222005011002

    3. Penguji IDrs. Hardjono, M.Si. ( )NIP. 195901191989031002

    4. Penguji IINugraha Arif Karyanta, S.Psi. ( )NIP. 197603232005011002

    Surakarta, __________________

    Koordinator Skripsi

    Rin Widya Agustin, M.Psi.

    NIP 197608172005012002

    Ketua Program Studi Psikologi

    Drs.Hardjono, M.Si.

    NIP 195901191989031002

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user v

    MOTTO

    Happiness only real when shared

    (Chistopher McCandless)

    Sebaik-baiknya manusia adalah manusia yang bermanfaat bagi orang lain

    (H.R. Muslim)

    Bila saya tidak memiliki sense of humor, saya yakin saya sudah bunuh diri

    sejak dulu

    (Mahatma Gandhi)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user vi

    PERSEMBAHAN

    Karya ini didedikasikan kepada:

    Orangtuaku yang selalu berdoa demi keselamatan dunia dan akhiratku.

    Kakak-kakak, adik, dan keluarga besar yang selalu setia mendukung.

    Guru-guru dan setiap pembimbing yang telah memberikan ilmu yang bermanfaat.

    Saudara, sahabat yang memberikan warna dalam kehidupanku.

    Almamaterku yang tercinta.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user vii

    KATA PENGANTAR

    Bismillahirrahmannirrahim

    Assalamualaikum Wr.Wb.

    Syukur alhamdulillah penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT dengan segala

    rahmat dan hidayah-Nya penulis dapat menyusun dan menyelesaikan karya ini. Satu

    hal yang penulis sadari, bahwa terselesaikannya penulisan skripsi ini, tentunya tidak

    terlepas dari bantuan berbagai pihak, untuk itu penulis mengucapkan terimakasih

    yang sebesar-besarnya kepada:

    1. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. selaku Ketua Program Studi Psikologi Fakultas

    Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    2. Ibu Rin Widya Agustin,M.Psi., selaku Koordinator Skripsi Program Studi

    Psikologi Fakultas Kedokteran Universitas Sebelas Maret Surakarta.

    3. Ibu Tri Rejeki Andayani, S.Psi., M.Si., dan Bapak Aditya Nanda Priyatama,

    S.Psi., M.Si., selaku dosen pembimbing, atas bimbingan, waktu dan masukan

    yang berarti bagi penulis dalam menjalankan penelitian ini.

    4. Bapak Drs. Hardjono, M.Si. dan Bapak Nugraha Arif Karyanta, S.Psi., selaku

    penguji yang telah memberikan saran dan masukan yang berarti bagi penulis.

    5. Seluruh staf pengajar Program Studi Psikologi yang telah memberikan ilmu

    sepanjang penulis menempuh studi.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user viii

    6. Seluruh staf tata usaha dan staf perpustakaan Program Studi Psikologi Fakultas

    Kedokteran Universitas Sebelas Maret yang telah membantu kelancaran studi

    penulis.

    7. Bapak Sugeng Suwoto selaku Manajer HR PT Telkom Jogjakarta atas ijin dan

    bantuannya dalam pengambilan data penelitian.

    8. Karyawan PT Telkom Jogjakarta atas bantuannya dalam pengambilan data.

    9. Mama, Papa, dan Bapak, atas semua cinta, pengorbanan, dan doa.

    10. Bani Ridwan, Bani Aryadi, dan Bani Hisyam, atas doa dan semangatnya.

    11. Mas Riva, Mas Zamzam, dan Elvin yang selalu memberikan motivasi dan

    keceriaan di setiap saat.

    12. Arin dan Fani yang selalu mendukung dan memberi bantuan.

    13. Mbak Pril, Mbak Ajeng, Mbak Mimi, Mbak Atika, Astu, dan teman-teman semua

    di kost Himawari atas kebersamaannya.

    14. Sahabat-sahabatku Camelia, Sheila, Krisna, Lia, Arfi, Aza, Nikki, Uyak, Rindang,

    Retno, Teh Nina, Rasty, Aris, Piti, Echak, Lea, Chu, Wildan, Indri, dan kawan-

    kawan Psikologi 2006, atas kasih sayangnya.

    Akhir kata penulis berharap semoga karya ini dapat bermanfaat bagi siapapun

    yang membacanya.

    Wasssalamualaikum Wr. Wb.

    Surakarta, Mei 2011

    Penulis

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user ix

    ABSTRAK

    HUBUNGAN ANTARA SENSE OF HUMOR DAN TIPE KEPRIBADIAN EKSTROVERT DENGAN SUBJECTIVE WELL-BEING

    PADA KARYAWAN DEWASA MADYA DIPT TELKOM DISTEL JOGJAKARTA

    Asma Zahratun Nabila

    Program Studi Psikologi Fakultas KedokteranUniversitas Sebelas Maret Surakarta

    Periode dewasa madya adalah suatu jenjang kehidupan dimana individu dapat meraih hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan didapatkan subjective well-being. Subjective well-being adalah sebuah penilaian mengenai kebahagiaan yang dirasakan oleh individu mengenai hidupnya. Tingginya sense of humor dan tingkat tipe kepribadian ekstrovert akan membantu individu dalam meraih subjective well-being-nya. Tujuan penelitian ini yaitu untuk mengetahui :1) Hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya; 2) Hubungan positif antara sense of humordengan subjective well-being pada dewasa madya; 3) Hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya.

    Populasi dalam penelitian ini adalah karyawan PT Telkom Distel Jogjakartayang berusia 40-60 tahun, berjumlah 97, berjenis kelamin laki-laki dan perempuaan.Penelitian ini merupakan penelitian populasi. Alat pengumpul data yang digunakan dalam penelitian ini adalah Skala Subjective Well-being dengan koefisien korelasi Pearson sebesar 0,307-0,709 dan Reliabilitas Alpha 0,795; Skala Sense of Humordengan koefisien korelasi Pearson 0,307-0,778 dan Reliabilitas Alpha 0,907; Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan koefisien korelasi Pearson 0,312-0,634 dan Reliabilitas Alpha 0,790. Teknik analisis data yang digunakan untuk menguji hipotesis pertama adalah analisisis regresi ganda, selanjutnya untuk menguji hipotesis kedua dan ketiga menggunakan analisis korelasi parsial.

    Berdasarkan hasil analisis regresi ganda diperoleh nilai koefisien korelasi (R) sebesar 0,532; p=0,000 (pF tabel 3,09 artinya ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective well-being pada dewasa madya. Secara parsial menunjukkan ada hubungan positif yang signifikan antara sense of humor dengan subjective well-being pada dewasa madya dengan (r) sebesar 0,214; p=0,036 (p

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user x

    ABSTRACT

    CORRELATION BETWEEN SENSE OF HUMOR AND EXTROVERT PERSONALITY TYPE WITH SUBJECTIVE WELL-BEING OF

    MIDDLE AGED EMPLOYEES IN PT TELKOM DISTELOF JOGJAKARTA

    Asma Zahratun Nabila

    Psychology Study Programme of Medical FacultySebelas Maret University

    Surakarta

    The midlife period of human being is a lifespan, in which individuals are able to get the result of their hard work, so subjective well-being can be accomplished. Subjective well-being is an evaluation of how good an individual feels about his/her life. The level of sense of humor and the extrovert personality type will help the middle aged adults to achieve it. The purposes of this research are to determine:1) Possitive correlation between sense of humor and extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults; 2) Possitive correlation between sense of humor with subjective well-being in middle age adults; 3) Possitive correlation between extrovert personality type with subjective well-being in middle age adults.

    The population of this research were employees of PT Telkom Divison of Telecommunication Jogjakarta. They were 97 middle aged adults betweeen 40-60 years old, consisting of female and male. The data were collected using Subjective Well-being Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,307-0,709 and the Alpha Reliability Coefficient is 0,795), Sense of Humor Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,307-0,778 and the Alpha Reliability is 0,907), and Extrovert Personality Scale (The Pearson's Correlation Coefficient is 0,312-0,634 and the Alpha Reliability 0,790). Multiple Regression Analyze was conducted to analyze the first hypothesis and Partial Correlation Analyze was performed to analyze the second and the third hypothesis.

    The multiple regression analyze showed that correlation coefficient (R) 0,532; p=0,000 (pF Table 3,09 meant that there was a significant positive correlation between sense of humor and extrovert personality type with subjective well-being in middle aged employees of PT Telkom Divison of Telecommunication Jogjakarta. The partial result showed that the coefficient correlation (r) 0,214; p=0,036 (p

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xi

    DAFTAR ISI

    Halaman

    Halaman Judul................................................................................................ i

    Halaman Pernyataan....................................................................................... ii

    Halaman Persetujuan...................................................................................... iii

    Halaman Pengesahan...................................................................................... iv

    Halaman Motto............................................................................................... v

    Halaman Persembahan.................................................................................... vi

    Kata Pengantar................................................................................................ vii

    Abstrak............................................................................................................ ix

    Daftar Isi......................................................................................................... xi

    Daftar Tabel.................................................................................................... xv

    Daftar Gambar................................................................................................ xvii

    Daftar Lampiran............................................................................................. xviii

    BAB I. PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah............................................................................ 1

    B. Perumusan Masalah................................................................................... 12

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian................................................................... 13

    BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

    A. Subjective Well-being................................................................................. 15

    1. Pengertian subjective well-being.................................................. 15

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xii

    2. Komponen subjective well-being.................................................. 16

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being................. 29

    B. Sense of Humor........................................................................................... 37

    1. Pengertian sense of humor.......................................................... 37

    2. Aspek dari sense of humor.......................................................... 39

    3. Gaya dari sense of humor........................................................... 45

    C. Tipe Kepribadian Ekstrovert..................................................................... 48

    1. Pengertian tipe kepribadian ekstrovert.......................................... 48

    2. Aspek-aspek dari tipe kepribadian ekstrover.................................. 50

    3. Tipe-tipe fungsi psikologi tipe kepribadian ekstrovert..................... 59

    D. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian Ekstrovert

    dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.................................. 65

    1. Hubungan antara Sense of Humor dan Tipe Kepribadian

    Ekstrovert dengan Subjective Well-being pada Dewasa Madya.... 65

    2. Hubungan antara Sense of Humor dengan

    Subjective Well-being pada Dewasa Madya........................................ 69

    3. Hubungan antara Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan

    Subjective Well-being pada Dewasa Madya......................................... 71

    E. Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor

    dan Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being

    pada Dewasa Madya.................................................................................. 73

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xiii

    F. Hipotesis.................................................................................................... 73

    BAB III. METODE PENELITIAN

    A. Identifikasi Variabel Penelitian.................................................................. 74

    B. Definisi Operasional Variabel.................................................................... 74

    1. Subjective well-being................................................................. 74

    2. Sense of humor.......................................................................... 75

    3. Tipe kepribadian ekstrovert......................................................... 76

    C. Populasi, Sampel, Teknik Pengambilan Sampel........................................ 76

    D. Metode Pengumpulan Data........................................................................ 78

    1. Skala Subjective Well-being.......................................................... 78

    2. Skala Sense of Humor.................................................................. 83

    3. Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert................................................. 86

    E. Validitas dan Reliabilitas........................................................................... 91

    1. Validitas instrumen penelitian..................................................... 91

    2. Reliabilitas instrumen penelitian................................................. 92

    F. Uji Hipotesis............................................................................................. 93

    BAB IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

    A. Persiapan Penelitian................................................................................... 94

    1. Orientasi Kancah Penelitian........................................................ 94

    2. Persiapan Penelitian................................................................... 96

    3. Pelaksanaan Uji Coba................................................................. 104

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xiv

    4. Uji Validitas dan Reliabilitas....................................................... 104

    5. Penyusunan Alat Ukur untuk Penelitian........................................ 111

    B. Pelaksanaan Penelitian............................................................................... 114

    C. Analisis Data Penelitian............................................................................. 115

    1. Uji Asumsi Dasar...................................................................... 115

    2. Uji Asumsi Klasik..................................................................... 118

    3. Uji Hipotesis............................................................................. 120

    4. Analisis Deskriptif..................................................................... 124

    5. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif.................................. 127

    D. Pembahasan ............................................................................................... 127

    BAB V KESIMPULAN DAN SARAN

    A. Kesimpulan................................................................................................. 134

    B. Saran........................................................................................................... 135

    DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 137

    LAMPIRAN...................................................................................................... 143

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xv

    DAFTAR TABEL

    Tabel 1: Blue Print Skala Subjective Well-being Sebelum Uji Coba........... 82

    Tabel 2: Blue Print Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba.................... 85

    Tabel 3: Blue Print Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert Sebelum Uji Coba.. 89

    Tabel 4: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being Sebelum Uji Coba.... 99

    Tabel 5: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor Sebelum Uji Coba............ 101

    Tabel 6: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert

    Sebelum Uji Coba...................................................................... 103

    Tabel 7: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being

    yang Valid dan Gugur................................................................ 106

    Tabel 8: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor yang Valid dan Gugur...... 108

    Tabel 9: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert

    yang Valid dan Gugur................................................................ 110

    Tabel 10: Distribusi Aitem Skala Subjective Well-being untuk Penelitian..... 111

    Tabel 11: Distribusi Aitem Skala Sense of Humor untuk Penelitian............. 112

    Tabel 12: Distribusi Aitem Skala Tipe Kepribadian Ekstrovert

    untuk Penelitian..................................................................... 113

    Tabel 13: Uji Normalitas....................................................................... 116

    Tabel 14: Uji Linearitas Sense of Humor terhadap Subjective Well-being...... 117

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xvi

    Tabel 15: Uji Linearitas Tipe Kepribadian Ekstrovert

    terhadap Subjective Well-being................................................ 118

    Tabel 16: Uji Autokorelasi.................................................................... 118

    Tabel 17: Uji Multikolinearitas.............................................................. 119

    Tabel 18: Hasil Analisis Regresi Berganda............................................... 121

    Tabel 19: Uji F-Test.............................................................................. 122

    Tabel 20: Uji Korelasi Parsial antara Sense of Humor

    dengan Subjective Well-being.................................................. 122

    Tabel 21: Uji Korelasi Parsial antara Tipe Kepribadian Ekstrovert

    dengan Subjective Well-being.................................................. 123

    Tabel 22: Statistik Deskriptif.................................................................. 124

    Tabel 23: Kriteria Kategori Subjective Well-being.................................... 125

    Tabel 24: Kriteria Kategori Sense of Humor............................................. 126

    Tabel 25: Kriteria Kategori Tipe Kepribadian Ekstrovert.......................... 126

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xvii

    DAFTAR GAMBAR

    1. Gambar 1: Kerangka Berpikir Hubungan antara Sense of Humor dan

    Tipe Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-being

    pada Dewasa Madya.................................................... 73

    2. Gambar 2: Scatterplot untuk Pengujian Heteroskedastisitas............. 120

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user xviii

    DAFTAR LAMPIRAN

    A. Sebaran Nilai Uji Coba Alat Ukur.............................................................. 143

    B. Uji Validitas dan Reliabilitas Alat Ukur Penelitian.................................... 153

    1. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Subjective Well-being....... 154

    2. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Sense of Humor............... 156

    3. Hasil Uji Validitas dan Reliabilitas Skala Tipe Ekstrovert................ 158

    C. Alat Ukur Penelitian................................................................................... 160

    D. Sebaran Nilai Data Penelitian..................................................................... 172

    E. Analisis Data Penelitian.............................................................................. 188

    1. Data Penelitian yang akan dianalisis............................................. 189

    2. Hasil Uji Normalitas dan Uji Linearitas........................................ 192

    3. Hasil Uji Asumsi Klasik.............................................................. 193

    4. Hasil Uji Hipotesis...................................................................... 194

    5. Hasil Analisis Deskriptif............................................................. 196

    6. Hsil Kategorisasi Variabel Penelitian............................................ 196

    7. Sumbangan Efektif dan Sumbangan Relatif................................... 199

    F. Surat Ijin dan Surat Tanda Bukti Penelitian................................................ 206

    1. Surat Permohonan Ijin Penelitian

    dari Program Studi Psikologi FK UNS........................................ 207

    2. Surat Tanda Bukti Penelitian dari HR PT Telkom Jogjakarta........ 208

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    1

    BAB I

    PENDAHULUAN

    A. Latar Belakang Masalah

    Pertumbuhan dan perkembangan merupakan hal mutlak yang terjadi pada

    setiap individu seiring dengan perjalanan waktu hidupnya. Havighurst (dalam Sobur,

    2003) menyatakan bahwa perjalanan hidup seseorang ditandai oleh adanya tugas-

    tugas yang harus dipenuhi. Tugas-tugas ini dalam batas-batas tertentu bersifat khas

    untuk masa-masa hidup seseorang, atau bisa disebut sebagai tugas perkembangan.

    Tugas-tugas perkembangan (development task) adalah tugas-tugas yang harus

    dilakukan oleh seseorang dalam masa-masa hidup tertentu, sesuai dengan norma-

    norma masyarakat serta norma-norma kebudayaan. Sesuai dengan tugas

    perkembangannya, Havighurst (dalam Monks, 1999) juga membagi rentang

    perkembangan individu menjadi enam periode, yaitu: 1. bayi dan anak kecil, 2. anak

    sekolah, 3. pubertas, 4. dewasa muda, 5. tengah baya, 6. dewasa lanjut. Masa tengah

    baya atau dewasa madya, tidak seperti masa sebelumnya, merupakan keadaan yang

    cukup rumit dalam rentang waktu kehidupan manusia.

    Hurlock (2002) menyatakan bahwa periode dewasa madya, atau usia tengah

    baya, dialami individu pada rentang usia 40 sampai 60 tahun. Individu memiliki

    berbagai macam alasan untuk merasa takut dalam memasuki usia madya, beberapa

    diantaranya adalah banyaknya stereotip yang tidak menyenangkan mengenai usia

    madya, seperti kepercayaan tradisional tentang kerusakan mental dan fisik. Masa

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    2

    transisi pada dewasa madya merupakan masa dimana individu meninggalkan ciri-ciri

    jasmani dan perilaku masa dewasanya, dan memasuki suatu periode kehidupan yang

    akan diikuti oleh ciri-ciri jasmani dan perilaku yang baru, oleh karena itu cepat atau

    lambat harus dilakukan suatu penyesuaian kembali terhadap perubahan-perubahan

    yang dialami (Hurlock, 2002).

    Masa dewasa madya memang merupakan masa yang berbahaya dan penuh

    dengan ketakutan, meskipun demikian beberapa pihak menyebutkan bahwa masa

    dewasa madya adalah masa puncak kehidupan karir individu. Nolan Ryan, pemain

    baseball Amerika Serikat, pada usia 44 tahun melempar dalam pertandingan tanpa

    pukulan (non-hit game) ketujuh dalam karir profesional yang selama ini digeluti, dan

    masa tersebut merupakan puncak karirnya (Santrock, 2002). Selain bagi kaum pria,

    masa puncak karir juga dialami oleh kaum wanita pada saat usia dewasa madya ini.

    Pada usia dewasa madya ini wanita mempunyai lebih sedikit tanggung jawab di

    rumah karena anak-anak telah besar dan dapat mencurahkan waktu pada karier atau

    kegiatan sosial. Ratna Sarumpaet (Sulisto, 2010), 60 tahun, merupakan seorang

    aktivis dan pemerhati hak asasi manusia, terutama kaum perempuan. Pada tahun

    1998, Ratna memperoleh penghargaan Female Human Rights Special Award dari The

    Asia Foundation for Human Rights di Tokyo, Jepang atas suara-suaranya dalam

    memperjuangkan hak-hak wanita. Ratna pernah menggeluti dunia seni teater sebelum

    akhirnya ia aktif dan terjun secara penuh sebagai aktivis sosial.

    Masa dewasa madya adalah masa dimana individu meraih puncak karir dalam

    rentang kehidupan profesionalnya, dan pada masa ini pula individu dapat memetik

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    3

    buah hasil dari kerja keras pada masa sebelumnya, sehingga akan didapatkan

    kepuasan atas apa yang telah diraihnya. Istilah kepuasan hidup didefinisikan oleh

    Veenhoven (dalam Dockery, 2000) sebagai taraf penilaian kualitas hidup individu

    mengenai keseluruhan atas apa yang didapatkan. Veenhoven secara lebih lanjut

    mengidentifikasi beberapa faktor yang berhubungan dengan kepuasan hidup individu,

    beberapa diantaranya adalah mempunyai kehidupan penikahan yang sehat dan

    mempunyai kehidupan karir yang mantap. Pencapaian optimal dan ideal dari kedua

    hal tersebut akan menimbulkan kebahagiaan dan kepuasan dalam hidupnya.

    Sebaliknya apabila individu merasa apa yang dilakukan kurang optimal sehingga

    hasil yang dicapai jauh dari titik ideal yang diharapkan, maka kemungkinan besar

    kebahagiaan akan sukar dicapai dan itu berujung pada ketidakpuasan.

    Pada umumnya masa dewasa madya adalah masa dimana seseorang

    mendapatkan kepuasan dalam hal karir dan pernikahannya, namun pada

    kenyataannya tidak semua individu pada usia madya merasakan kepuasan dalam

    kehidupan pernikahan dan karir yang telah dirintis sejak awal. Kompas.com pada Mei

    2009 mengungkap kasus bahwa 25 persen pria di kota besar pernah berselingkuh.

    Fenomena ini sering ditemukan pada pasangan yang telah menikah selama 10 tahun

    ke atas. Pada tengah baya, rasa bosan dan menurunnya nafsu seksual merupakan

    alasan kuat yang menyebabkan terjadinya perselingkuhan, selain alasan lain, seperti

    masalah keuangan, komunikasi yang kurang efektif, dan lain-lain.

    Ketidakpuasan dalam karir juga dialami oleh sebagian individu pada masa

    dewasa madya ini. Hurlock (2002) menjelaskan alasan menurunnya tingkat kepuasan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    4

    ini sejalan dengan semakin meningkatnya usia, individu mulai merasa tertekan

    dengan pekerjaan yang digeluti, sebagai akibat dari menurunnya prestasi dan

    meningkatnya kecenderungan rasa cepat capai yang beriringan dengan menurunnya

    kekuatan fisik. Santrock (2002) menuliskan bahwa 10 persen orang Amerika Serikat

    mengubah pekerjaan yang selama ini ditekuni pada masa dewasa madya. Memang

    dari 10 persen tersebut ada beberapa yang diberhentikan, tetapi sisa besar lainnya

    adalah individu-individu yang memiliki motivasi pribadi untuk berubah haluan dalam

    karir yang umumnya telah dilalui dengan panjang dan telah mendapatkan kemapanan.

    Levinson (dalam Santrock, 2002) menggambarkan pengalaman perubahan

    karir di periode tengah baya merupakan suatu titik yang sangat melibatkan

    penyesuaian diri individu dalam menghadapi transisi pada masa dewasa madya.

    Apabila individu merasa terlambat atau jika tujuannya saat ini dipahami sebagai suatu

    hal yang tidak realistik, hal ini mungkin menghasilkan kesedihan atas harapan-

    harapan yang tak terpenuhi.

    Setiap individu, secara subjektif, memaknai kepuasan dan kebahagiaan yang

    dialami dengan berbeda-beda. Keadaan tertentu yang dimaknai bagus dan

    memberikan kepuasan pada seseorang, belum tentu dimaknai serupa dan memberikan

    cukup kepuasan bagi orang lain. Konsep kepuasan hidup yang lebih luas dijelaskan

    oleh Christopher (1999) sebagai suatu keadaan dimana seseorang menilai puas akan

    hidupnya dan memiliki lebih banyak afek postif daripada afek negatif, keadaan itu

    disebut subjective well-being. Subjective well-being adalah keadaan yang

    menekankan pada pemaknaan positif agar individu dapat meraih kebahagiaan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    5

    Pemrakarsa psikologi positif, Seligman (2005), melihat bahwa dengan

    pemikiran yang positif, seseorang akan terprovokasi untuk selalu optimis akan

    adanya jalan keluar, walaupun individu tersebut dalam keadaan penuh tekanan.

    Arbiyah (2008) mengkaji bahwa psikologi positif merupakan cara bagaimana

    manusia memaknai segala hal yang terjadi dalam dirinya, dimana pemaknaan ini

    bersifat sangat subjektif. Pemaknaan hidup yang positif merupakan hal yang sangat

    penting agar manusia, dengan berbagai latar belakangnya, dengan berbagai

    subjektivitas yang dimilikinya, bisa meraih kebahagiaan atau disebut dengan istilah

    subjective well-being.

    Diener (2002) mendefinisikan istilah subjective well-being sebagai evaluasi

    kognitif dan afektif seseorang mengenai hidupnya. Evaluasi kognitif yang dimaksud

    merupakan penilaian mengenai kepuasan hidup individu, sedangkan evaluasi afektif

    yang ditekankan adalah mengenai afek positif individu dalam menghadapi berbagai

    kejadian yang dialami. Diener (1999) mengemukakan empat komponen utama dalam

    subjective well being, yaitu afek positif, ketidak hadirannya afek negatif, kepuasan

    hidup secara global, dan kepuasan ranah kehidupan.

    Penyelidikan mengenai hubungan antara subjective well-being dengan jenjang

    usia pernah dilakukan oleh Mroczek dan Kolarz (dalam Ehrlich dan Isaacowitz,

    2002) dengan menyebarkan Skala Midlife Development Inventory kepada 2.727

    subjek yang berusia 25 sampai 74 tahun. Penelitian ini menyimpulkan bahwa usia

    dewasa madya dan usia lanjut cenderung mempunyai afek positif yang lebih tinggi

    dan memiliki level afek negatif yang lebih rendah daripada usia dewasa muda.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    6

    Eddington dan Shuman (2005), pemerhati dalam studi subjective well-being,

    mengungkapkan bahwa ada hal yang dapat mempengaruhi level afek positif, sehingga

    sangat mungkin juga berpengaruh pada level subjective well-being individu, yaitu

    pengetahuan diri. Pengetahuan terhadap diri sendiri, menolong individu untuk

    menerima segala kelebihan dan kekurangannya, sehingga harapan individu untuk

    meraih kepuasan hidup dan subjective well-being sangat mungkin tercapai. Kesadaran

    akan humor terdapat banyak unsur yang dapat membantu individu memperoleh

    pengetahuan diri. Kartono (2005) menjelaskan mengenai pentingnya seseorang untuk

    memiliki kesadaran akan humor. Kesadaran akan humor merupakan kemampuan

    untuk mengerti sifat-sifat yang bertentangan dan menerima keterbatasan dari diri

    sendiri dan manusia lain, disertai oleh perasaan-perasaan lembut.

    Berdasarkan Kamus Besar Bahasa Indonesia, humor adalah keadaan (cerita

    dan sebagainya) yang menggelikan hati, kejenakaan, lelucon. Hasanat dan Subandi

    (1998) menyatakan untuk dapat mengamati, merasakan, atau mengungkapkan humor,

    seseorang memerlukan kepekaan terhadap humor (sense of humor). Definisi

    mengenai sense of humor dikemukakan oleh Martin (dalam Ruch, 1998) sebagai

    kemampuan individu untuk tidak terlalu serius dalam menangkap suatu hal dan

    kemampuan untuk menertawakan kelemahan dan kekurangan diri sendiri, akan tetapi

    para humoris (Kartono, 2005), individu yang mampu menangkap dan mengeluarkan

    humor, tetap memiliki perasaan yang mendalam terhadap nilai-nilai etis.

    Sheehy (dalam Hasanat dan Subandi, 1998) dalam penelitiannya, menemukan

    bahwa kemampuan untuk melihat humor merupakan salah satu hal yang dapat

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    7

    digunakan untuk mengatasi krisis dalam hidup, sebagai perlindungan terhadap

    perubahan dan ketidaktentuan. Hubungan antara sense of humor dan kecemasan

    sebagai krisis dalam kehidupan individu dikaji oleh OConnel (dalam Hasanat dan

    Subandi, 1998) dengan menyatakan bahwa melalui humor seseorang dapat

    menjauhkan diri dari situasi yang mengancam dan memandang masalah dari sudut

    kelucuannya untuk mengurangi kecemasan dan rasa tidak berdaya.

    Selain itu, McGee dan Shevlin (2009) yang melakukan penyelidikan

    mengenai keinginan dalam bersosialisasi (social desirability), menemukan bahwa

    sense of humor termasuk dalam karakteristik kepribadian yang dinilai paling

    menguntungkan dalam kehidupan interpersonal individu. Kemampuan ini memupuk

    empati individu untuk lebih memahami lingkungannya dan menyadarkan kebutuhan

    untuk bersosialisasi dengan individu lainnya, sehingga kebahagiaan mengenai

    pemaknaan hidupnya dapat pula tercapai.

    Hayes dan Joseph (dalam Librn, 2006) menyebutkan bahwa orang-orang

    tertentu cenderung lebih bahagia dibanding yang lain karena kepribadian yang

    dibawanya. Individu yang mempunyai karakter kepribadian yang optimis dan

    mempunyai kompetensi sosial yang baik cenderung lebih bahagia daripada individu

    yang berkarakter pesimistis dan menarik diri dari lingkungannya, sehingga dapat

    dibenarkan ungkapan yang menyebutkan bahwa kepribadian seseorang

    mempengaruhi pemaknaannya akan hidup.

    Istilah kepribadian dalam bahasa Inggris dinyatakan dengan personality.

    Istilah ini berasal dari bahasa Yunani, yaitu persona yang berarti topeng, dan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    8

    personare yang artinya menembus. Sekarang ini istilah personality oleh para ahli

    dipakai untuk menunjukkan suatu atribut tentang individu, atau untuk

    menggambarkan apa, mengapa, dan bagaimana tingkah laku manusia (Kuntjojo,

    2009). Kepribadian individu (dalam Sobur, 2003) merupakan ciri-ciri watak

    seseorang yang cenderung stabil, konsisten, dan konsekuen dalam tingkah lakunya,

    sehingga tampak bahwa individu tersebut memiliki identitas khusus yang berbeda

    dengan individu lainnya.

    Struktur dalam kepribadian adalah aspek-aspek kepribadian yang bersifat

    relatif stabil dan menetap, serta merupakan unsur-unsur pembentuk sosok kepribadian

    (Kuntjojo, 2009). Individu yang mempunyai kepribadian mudah menyesuaikan diri,

    luwes, dan suka berteman cenderung lebih bebas dari kecemasan dan lebih bahagia,

    sehingga dapat dikatakan bahwa individu tersebut juga memiliki subjective well-

    being yang cenderung tinggi. Ciri-ciri sosok kepribadian tersebut serupa dengan ciri-

    ciri sikap/ arah jiwa ekstrovert yang diusung oleh Jung.

    Jung (dalam Sobur, 2003), seorang ahli penyakit jiwa dari Swiss, menyatakan

    bahwa di dalam struktur kepribadian individu terdapat arah jiwa yang menentukan

    kepribadiannya. Lebih lanjut, Jung menjelaskan bahwa perhatian manusia tertuju

    pada dua arah, yakni keluar dirinya yang disebut ekstrovert, dan kedalam dirinya

    yang disebut introvert. Tipologi kepribadian Jung ini diungkapkan pula oleh

    Suryabrata (2005) dengan mengatakan bahwa penyesuaian individu dengan

    kepribadian ekstrovert terhadap dunia luar berlangsung dengan baik dan mempunyai

    ciri-ciri hatinya terbuka, mudah bergaul, dan hubungan dengan orang lain lancar,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    9

    sedangkan penyesuaian individu dengan kepribadian introvert terhadap dunia luar

    kurang berlangsung dengan baik, individu dengan kepribadian introvert mempunyai

    ciri-ciri jiwanya tertutup, sukar bergaul, dan sukar berhubungan dengan orang lain.

    Adanya hubungan antara arah jiwa dengan kepuasan hidup, diyakini oleh

    Costa dan McCrae (dalam Librn, 2006) dengan menyatakan bahwa kepuasan

    individu akan hidup berkaitan dengan tingginya tingkat tipe ekstrovert yang

    dimilikinya. Tingginya tingkat ekstraversi yang dimiliki seseorang menyebabkan

    individu lebih mudah beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya dan menyadarkan

    bahwa manusia tidak bisa hidup tanpa berdampingan dengan manusia lainnya.

    Interaksi sosial yang baik membawa individu untuk berpikir positif mengenai

    lingkungan sekitarnya dan memiliki kepuasan atau kebahagiaan mengenai kehidupan

    pribadinya.

    Hall dan Lindzey (1993) menyatakan bahwa tipologi ekstroversi introversi ini

    dipandang sebagai kontinum tunggal, jadi satu sikap akan lebih dominan dari satu

    sikap yang lain. Lebih lanjut, Hall dan Lindzey menjelaskan dengan pernyataan:

    Kedua sikap yang berlawanan ini ada dalam kepribadian tetapi biasanya salah satu diantaranya dominan dan sadar, apabila ego lebih bersifat ekstravert dalam relasinya dengan dunia, maka ketidaksadaran pribadinya akan bersifat introvert.

    Penjelasan mengenai teori kontinum dua arah jiwa tersebut dapat digaris bawahi

    bahwa setiap orang pasti mempunyai dua sikap kepribadian tersebut dalam dirinya,

    tinggal mana dari arah jiwa itu yang lebih termanifestasikan dalam perilakunya. Hall

    dan Lindzey menambahkan bahwa individu yang memiliki kepribadian ekstrovert

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    10

    lebih dominan daripada kepribadian introvertnya, cenderung lebih positif memaknai

    diri sendiri dan orang lain di sekitarnya, sehingga evaluasi kognitif dan afektif

    seseorang mengenai hidup pun dapat berlangsung dengan baik dan dapat mencapai

    kepuasan dan kebahagiaan.

    Penelitian mengenai hubungan antara tipe kepribadian ekstrovert dengan

    subjective well-being pernah dilakukan oleh Libran (2006). Hasil penelitian tersebut

    menemukan bahwa tipe kepribadian ekstrovert hanya mampu memprediksi

    keberadaan subjective well-being sebesar 7,3%. Walaupun demikian, Libran (2006)

    mencatat ada keterbatasan studi penelitian yang telah dilakukannya, yaitu mengenai

    tidak adanya kontrol mengenai variabel sosiodemografik. Penulis berharap dengan

    menggunakan teori Diener (1999) yang telah diperbaharui, yaitu dengan

    menambahkan komponen kepuasan dalam ranah kehidupan, dapat menghasilkan data

    yang lebih akurat lagi.

    Berdasarkan penjelasan tersebut, subjective well-being merupakan kepuasan

    hidup dan keadaan bahagia yang dialami oleh individu, khususnya bagi individu

    dewasa madya, yaitu melalui pemaknaannya yang positif terhadap kehidupannya,

    meskipun berada di tengah problematika dalam perubahan-perubahan yang terjadi

    pada masa madya ini, sehingga peneliti tertarik untuk meneliti subjective well-being,

    khususnya di PT Telkom Divisi Telekomunikasi Jogjakarta, yang terletak di

    Kotabaru. PT Telkom merupakan perusahaan milik negara yang menangani jaringan

    telekomunikasi terluas di nusantara. Berdasarkan informasi hasil wawancara dan

    pengumpulan data dari Manajer Human Resources (HR), peneliti mendapatkan data

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    11

    bahwa mayoritas karyawan PT Telkom Jogjakarta, khususnya di Kotabaru sebagai

    Distel-nya terdapat sebanyak 87% karyawannya, berada pada jenjang usia dewasa

    madya.

    Visi PT Telkom secara umum adalah ingin menyentuh para customer dari

    hati ke hati, maka dari itu PT Telkom menetapkan lima nilai yang menuntun perilaku

    pegawai-pegawainya dalam menyediakan produk dan jasa bagi customer, yaitu heart,

    assured, progressive, empowering, dan expertise, atau sering disingkat dengan

    sebutan HAPEE. Melalui interaksi dengan produk dan layanan pegawainya, PT

    Telkom mengharapkan para customer puas dan memandang PT Telkom sebagai

    perusahaan yang melayani dengan sepenuh hati (heart), membuat customer merasa

    yakin (assured), meningkatkan pembaharuan (progressive) dalam menyediakan

    produk dan jasa, merajakan (empowering) customer serta akan membuktikan bahwa

    PT Telkom memiliki keahlian (expertise) yang tinggi. Adapula tujuh nilai etis dasar

    minimal yang harus dimiliki oleh setiap karyawan PT Telkom, yaitu kejujuran,

    transparansi, komitmen, kerjasama, disiplin, bertanggung jawab, dan peduli.

    Keseluruhan nilai tersebut diharapkan merupakan nilai-nilai yang terdapat di dalam

    hati (level emosional) dan pikiran para karyawan yang tidak terlihat, tapi dapat

    dirasakan (dalam Work in Progress of PT Telkom, 2009).

    Berdasarkan uraian yang telah dijelaskan, adanya emosi-emosi yang positif

    dapat meningkatkan pemaknaan individu mengenai hidupnya menjadi makin positif

    pula, sehingga subjective well-being dapat tercapai. Ada pula suatu karakter yang

    dimiliki individu yang dapat meningkatkan pemaknaan positifnya akan hidup,

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    12

    karakter itu adalah sense of humor. Sense of humor yang dimiliki pada masa dewasa

    madya dapat membantu individu untuk lebih menerima permasalahan-permasalahan

    yang terjadi dalam hidupnya dan dapat mengembangkan pemaknaan yang positif,

    baik mengenai dirinya maupun orang lain, sehingga keadaan subjective well-being

    pun sangat mungkin untuk tercapai. Selebihnya, manusia selain berperan sebagai

    makhluk individu, manusia juga merupakan makhluk sosial yang butuh untuk

    bersosialisasi dengan lingkungannya. Kepribadian ekstrovert merupakan tipe

    kepribadian yang dapat membantu individu dalam bersosialisasi dengan lingkungan

    sekitarnya. Kepribadian ekstrovert yang ada dalam diri individu dapat membantunya

    untuk mudah beradaptasi, mudah bergaul, dan luwes dalam berhubungan dengan

    orang lain. Sosialisasi yang baik ini mempermudah individu untuk dapat menerima

    kelebihan maupun keterbatasan orang lain dan dirinya sendiri, sehingga kepuasan

    hidup dan keadaan subjective well-being pun akan tercapai. Oleh karena itu, penulis

    tertarik untuk melakukan penelitian dengan judul: Hubungan antara Sense of Humor

    dan Kepribadian Ekstrovert dengan Subjective Well-Being pada Karyawan Dewasa

    Madya di PT Telkom Distel Jogjakarta.

    B. Perumusan Masalah

    Berdasarkan latar belakang masalah yang telah dijelaskan di atas maka

    rumusan masalah dalam penelitian ini adalah:

    1. Adakah hubungan positif antara sense of humor dan kepribadian ekstrovert

    dengan subjective well-being pada dewasa madya?

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    13

    2. Adakah hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being

    pada dewasa madya?

    3. Adakah hubungan positif antara kepribadian ekstrovert dengan subjective well-

    being pada dewasa madya?

    C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

    1. Tujuan Penelitian

    Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui:

    a. Hubungan positif antara sense of humor dan tipe kepribadian ekstrovert

    dengan subjective well-being pada dewasa madya

    b. Hubungan positif antara sense of humor dengan subjective well-being

    pada dewasa madya

    c. Hubungan positif antara tipe kepribadian ekstrovert dengan subjective

    well-being pada dewasa madya

    2. Manfaat Penelitian

    a. Manfaat teoretis

    Penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan ilmiah bagi

    wahana perkembangan ilmu psikologi khususnya psikologi perkembangan

    terutama yang berhubungan dengan subjective well being pada individu usia

    dewasa madya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    14

    b. Manfaat praktis

    Penelitian ini diharapkan dapat menambah pengetahuan individu,

    khususnya pada usia dewasa madya, mengenai faktor-faktor yang

    mempengaruhi subjective well-being dan menambah kesadaran tentang

    pentingnya sense of humor dan meningkatkan sikap yang diusung oleh

    kepribadian ekstrovert demi meraih kesejahteraan dalam hidup.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    15

    BAB II

    TINJAUAN PUSTAKA

    A. Subjective Well-being

    1. Pengertian subjective well-being

    Subjective well-being adalah istilah yang sangat berkaitan dengan istilah

    happiness (kebahagiaan). Menurut Veenhoven (dalam Eid dan Larsen, 2008),

    subjective well-being adalah istilah yang paling cocok untuk menggambarkan

    kebahagiaan manusia secara utuh (overall happiness). Diener dan Suh (2000)

    mendefinisikan subjective well-being adalah suatu keadaan yang didapatkan dari

    menggabungkan antara aspek afektif dan kognitif. Aspek afektif yang diharapkan

    untuk meraih subjective well-being adalah perasaan bahagia akan hidupnya,

    sedangkan aspek kognitif yang diharapkan adalah individu mempunyai pemikiran

    bahwa berbagai aspek kehidupannya, seperti keluarga, karir, dan komunitasnya

    adalah hal-hal yang memberikannya kepuasan hidup (Diener dan Suh, 2000).

    Diener (2009d) menambahkan, lebih tinggi frekuensi munculnya afek

    positif daripada afek negatif dapat memberikan perasaan nyaman dan riang

    (joyful), sehingga pemaknaan individu akan hidupnya pun akan makin positif,

    demikian pula individu yang dapat mencapai tujuannya dan merasa puas akan

    semua pencapaiannya, maka pemaknaan mengenai hidupnya akan baik pula. Dua

    pemenuhan keadaan ini merupakan syarat bagi individu untuk dapat mencapai

    subjective well-being nya. Hal ini juga seperti yang diutarakan oleh Libran (2006)

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    16

    yang menyatakan bahwa subjective well-being adalah variabel yang dihasilkan

    melalui kombinasi dua hal, yaitu peran afeksi dan peran kognisinya, dengan kata

    lain di satu pihak cenderung pada afek positif, afek negatif, dan

    keseimbangannya, di pihak lain cenderung pada kepuasan hidup yang

    dimaknainya.

    Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa subjective well-

    being adalah kebahagiaan utuh yang dialami individu, dimana individu dapat

    memiliki perasaan yang positif mengenai hidupnya, sebagai hasil dari evaluasi

    afektif, dan memiliki kepuasan hidup atas apa yang ia capai, baik dalam hal karir,

    keluarga, dan komunitasnya, sebagai hasil evaluasi kognitifnya.

    2. Komponen subjective well-being

    Menurut Diener, dkk. (1999), banyak peneliti yang telah memperlakukan

    subjective well-being sebagai wujud satu kesatuan (monolitis), namun akhirnya

    terlihat jelas bahwa subjective well-being adalah gabungan antara pola-pola unik

    yang dapat dipisahkan, atau bisa disebut memiliki beberapa komponen yang

    spesifik. Pada tahun 1984, Diener (dalam Eid dan Larsen, 2008) mengangkat

    studi mengenai subjective well-being. Studi tersebut menyebutkan ada tiga

    komponen yang menyertai subjective well-being individu, yaitu kepuasan hidup,

    afek positif, dan afek negatif. Beberapa tahun kemudian, Diener, dkk. (1999)

    menambahkan satu komponen lagi, yaitu kepuasan dalam ranah kehidupan/

    domain. Melalui pengembangan ini, akhirnya Diener, dkk. (1999) menentukan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    17

    empat komponen besar yang menopang studi mengenai subjective well-being,

    yaitu afek yang menyenangkan (afek positif), afek yang kurang menyenangkan

    (afek negatif), penilaian secara global mengenai kepuasan hidup (sering disebut

    dengan kepuasan hidup saja), dan kepuasan dalam ranah kehidupan.

    Penjelasannya, sebagai berikut:

    a. Afek positif

    Individu yang berhasil mencapai keadaan subjective well-being

    umumnya ditandai dengan tingginya perasaan positif/ bahagia. Subjective

    well-being adalah keadaan dimana evaluasi afektif individu menghasilkan

    bahwa afek positifnya memiliki jumlah yang lebih besar (mayoritas) daripada

    afek negatifnya. Keadaan ini tidak hanya menunjukkan bahwa kecil/

    rendahnya faktor afek negatif, tetapi lebih menekankan pada kesehatan mental

    individu yang adekuat (Diener, 2009d).

    Menurut Diener, dkk. (1999) afek positif individu yang mempengaruhi

    level subjective well-being adalah hal-hal yang mencakup keriangan (joy),

    rasa suka cita (elation), kepuasan (contentment), harga diri (pride),

    mempunyai rasa kasih sayang (affection), kebahagiaan (happiness), dan

    kegembiraan yang sangat (ecstasy). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

    1) Keriangan (joy)

    a) Didapat dari perwujudan dorongan untuk bermain-main/ mencari

    kesenangan, menerjang batas yang ada (dalam arti positif), dan kreatif.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    18

    b) Dorongan ini tidak hanya muncul ketika bersosialisasi dengan orang

    lain atau dalam perilaku fisiknya saja, tapi juga muncul dalam perilaku

    yang intelektual dan artistik.

    2) Rasa suka cita (elation)

    Elation adalah suatu kondisi dimana individu berada dalam

    keadaan yang bersuka cita dan memiliki kondisi yang penuh dengan

    semangat untuk melakukan apapun.

    3) Kepuasan (contentment)

    Kepuasan ini didapat dari perwujudan dorongan untuk mampu

    menikmati hal-hal yang terjadi/ apa yang dimiliki dalam kehidupannya

    saat ini dan mengintegrasikan hal-hal tersebut kedalam sebuah pandangan

    yang baru mengenai dirinya sendiri dan dunianya.

    4) Harga diri (pride)

    Harga diri disini merujuk pada pencapaian personal, yaitu

    terwujud dalam dorongan untuk berbagi cerita mengenai pencapaiannya

    dengan orang lain dan bahkan dalam dorongan untuk membayangkan/

    mengkhayalkan mengenai perolehan yang lebih baik di masa depan kelak.

    5) Mempunyai rasa kasih sayang (affection)

    a) Dikonsepkan sebagai campuran dari emosi positif lainnya, seperti

    kenikmatan, ketertarikan, dan kepuasan.

    b) Dialami dalam konteks adanya persaan yang tenteram dalam

    hubungan yang dekat dengan individu/makhluk lain.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    19

    6) Kebahagiaan (happiness)

    a) Kebahagiaan diprediksikan melalui kestabilan emosi yang

    menyenangkan dan sering merasakan bahwa dirinya adalah individu

    yang memiliki nilai di dunia ini (self-worth).

    b) Kebahagiaan dapat ditunjukkan melalui pembawaan individu yang

    selalu optimis.

    7) Kegembiraan yang sangat (ecstasy)

    a) Ecstasy adalah sensasi kegembiraan yang sangat dan terkadang

    membuat individu kehilangan kendali atas dirinya.

    b) Efek dari perasaan ini adalah diri menjadi makin termotivasi dan bisa

    menjadi candu bagi diri sendiri untuk terus merasakan perasaan

    gembira ini.

    b. Afek negatif

    Diener (2009d) menyatakan bahwa meskipun afek positif dan negatif

    terlihat saling mempengaruhi, namun kedua tipe afek ini mempunyai

    hubungan yang independen antara satu dengan yang lain. Selain itu, menurut

    Diener, dkk; (dalam Strack, dkk., 1991) intensitas afek positif atau negatif

    tidak terlalu mempengaruhi level tinggi rendahnya subjective well-being,

    sebaliknya frekuensi afek positif atau negatif sangat mempengaruhi level

    tinggi rendahnya subjective well-being, yaitu tingginya level subjective well-

    being disebabkan oleh tingginya frekuensi afek positif dan rendahnya

    frekuensi afek negatif.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    20

    Menurut Diener, dkk. (1999), beberapa afek negatif individu yang

    mempengaruhi level subjective well-being, yaitu rasa bersalah dan malu (guilt

    and shame), kesedihan (sadness), kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and

    worry), kemarahan (anger), tekanan (stress), depresi (depression), dan

    kedengkian (envy). Penjelasannya adalah sebagai berikut:

    1) Rasa bersalah dan malu (guilt and shame)

    a) Rasa bersalah adalah sebuah pengalaman afeksi yang terjadi ketika

    seseorang menyadari/ mempercayai (entah akurat atau tidak) telah

    melanggar sebuah standar moral dan merasa harus bertanggung jawab

    untuk itu.

    b) Rasa malu adalah suatu kondisi yang dialami oleh individu yang

    berusaha untuk menutupi suatu hal dan dapat memberikan pengaruh,

    seperti muka memerah, kebingungan, dan menundukkan muka.

    2) Kesedihan (sadness)

    a) Kesedihan adalah emosi yang dikarakteristikkan melalui perasaan

    keadaan yang lemah, kehilangan, dan ketidakberdayaan.

    b) Kesedihan dapat dipandang sebagai sebuah kejadian menurunnya

    suasana hati secara sementara.

    3) Kecemasan dan kekhawatiran (anxiety and worry)

    a) Kecemasan dibedakan dengan ketakutan karena sering terarah pada

    hal-hal yang tidak berobjek, sedangkan rasa takut selalu mengarah

    pada sesuatu yang berobjek, individu atau peristiwa spesifik.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    21

    b) Pemikiran dan gambaran mengenai sebuah ancaman yang menyerang,

    sehingga membuat individu berusaha untuk menghindarnya.

    4) Kemarahan (anger)

    Reaksi emosi yang sangat kuat yang menyertai beragam situasi

    seperti merasa terbatasi secara fisik, kepemilikannya dihilangkan, atau

    diancam. Hal ini juga dapat diidentifikasikan melalui sekumpulan reaksi

    fisik seperti raut muka tertentu dan posisi tubuh tertentu yang merupakan

    ekspresi tindakan sistem saraf otonom, khususnya sistem saraf simpatik.

    5) Tekanan (stress)

    Kondisi tegangan psikologis yang dihasilkan oleh jenis-jenis daya

    atau tekanan, yaitu tekanan baik fisik, psikologis, maupun sosial.

    6) Depresi (depression)

    Suasana hati yang dicirikan perasaan tidak nyaman, sebuah

    perasaan murung, sebuah penurunan dalam aktivitas maupun reaktivitas,

    pesimisme, dan kesedihan.

    7) Kedengkian (envy)

    a) Rasa iri yang didasarkan kepada kontemplasi penuh dendam terhadap

    keberuntungan orang lain.

    b) Biasanya dibedakan dari rasa cemburu (jealousy) yang melibatkan

    pihak ketiga dalam sebuah hubungan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    22

    c. Kepuasan hidup

    Kepuasan hidup, menurut Eid dan Larsen (2008), merupakan hal yang

    dinilai secara holistik, memuat keseluruhan dari kehidupan individu atau total

    penilaian kehidupan pada periode hidupnya. Hal ini mencerminkan bahwa

    tidak hanya total kuantitas hal-hal yang membahagiakan di kehidupan

    individu pada waktu tertentu saja, tetapi juga mengenai kualitas

    penyalurannya, apakah hal itu dapat membawa kebahagiaan individu di waktu

    selanjutnya dan lebih permanen atau tidak (Eid dan Larsen, 2008). Menurut

    Diener, dkk. (1999) beberapa kepuasan hidup individu yang mempengaruhi

    level subjective well-being, yaitu hasrat untuk mengubah hidup (desire to

    change life), kepuasan pada kehidupan saat ini (satisfaction with current life),

    kepuasan pada kehidupan masa lalu (satisfaction with past), kepuasan pada

    kehidupan masa depan nanti (satisfaction with future), dan pendapat orang-

    orang terdekat mengenai hidupnya (significant others' views of one's life),

    penjelasannya adalah:

    1) Hasrat untuk mengubah hidup (desire to change life)

    Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa perbedaan individual

    dalam pencapaian dan motivasi yang dipunyai individu turut menentukan

    level subjective well-being. Hal ini menekankan perbedaan seberapa besar

    derajat komitmen individu dalam meraihnya. Setiap individu memiliki

    keinginan untuk mempunyai kehidupan yang lebih baik, sehingga ini

    merupakan hal yang berpotensi untuk meningkatkan kepuasan hidupnya.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    23

    2) Kepuasan pada kehidupan saat ini (satisfaction with current life)

    Hal ini menjealaskan mengenai kepuasan yang individu rasakan

    saat ini. Pada kehidupannya saat ini, individu merasa bersyukur dan puas

    atas apa yang telah didapatkan dan apa yang telah diperoleh dirasa sesuai

    apa yang telah diusahakan dalam mencapainya.

    3) Kepuasan pada kehidupan masa lalu (satisfaction with past)

    Menurut Rocke dan Lachman (2008), dalam beberapa situasi,

    masa lalu yang negatif dapat mengembangkan tujuan individu menjadi

    lebih mantap untuk masa depannya. Mengingat masa lalu dapat

    mempengaruhi individu dalam menempatkan tujuannya yang sekarang

    dan mengejarnya. Jadi, walaupun pengalaman yang pernah dialami

    merupakan pengalaman yang dirasa tidak begitu menyenangkan, individu

    tak akan merasa menyesal karena itu merupakan pembelajaran untuk masa

    yang selanjutnya.

    4) Kepuasan pada kehidupan masa depan nanti (satisfaction with future)

    Ketika melihat kedepan, individu akan berharap mendapatkan apa

    yang diinginkan dan diwujudkan melalui usahanya saat ini. Sama seperti

    ketika melihat masa lalu, harapan pada masa depan juga memiliki

    keterkaitan dengan perilaku individu dalam usaha untuk mencapainya,

    walaupun itu sangat bergantung pada usahanya pada masa sekarang.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    24

    5) Pendapat orang-orang terdekat mengenai hidupnya (Significant others'

    views of one's life)

    Selain evaluasi untuk dirinya sendiri, lingkungan sekitar juga

    mempunyai anggapan yang sama mengenai kepuasan hidup individu,

    yaitu juga berpendapat bahwa individu telah hidup selayaknya dan patut

    mendapatkan itu semua karena usaha yang telah dilakukan.

    d. Kepuasan dalam ranah kehidupan

    Pavot (dalam Eid dan Larsen, 2008), menyatakan bahwa apabila

    kepuasan hidup secara kognitif menilai berdasarkan evaluasi kehidupan secara

    menyeluruh, kepuasan dalam ranah kehidupan berfokus pada penilaian

    mengenai beberapa aspek spesifik di kehidupan individu saja. Menurut

    Diener, dkk. (1999) beberapa ranah kehidupan yang mempengaruhi level

    subjective well-being, yaitu pekerjaan (work), keluarga (family), waktu luang

    (leisure), kesehatan (health), keuangan (finances), self, one's group.

    1) Pekerjaan

    Menurut Diener (2009d), individu yang tidak memiliki pekerjaan

    termasuk dalam kelompok yang kurang bahagia. Furnham (dalam Strack,

    dkk., 1991) menyatakan bahwa selain hanya memiliki memiliki pekerjaan,

    individu juga perlu memiliki pekerjaan yang bagus untuk meraih

    subjective well-being. Kemantapan/ bagusnya pekerjaan yang dimiliki

    individu biasanya dapat dilihat dari baiknya gaji, tujuan, pengembangan

    dan penggunaan keterampilan, dan ketenangan batin yang dirasakan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    25

    2) Keluarga

    Komponen ini merujuk pada kehidupan individu dalam pernikahan

    dan berkeluarga. Menurut Diener (2009c), komponen berkeluarga adalah

    prediktor kuat yang mempengaruhi subjective well-being. Glenn (dalam

    Diener, 2009c) menyebutkan bahwa wanita yang menikah memang

    memiliki simtom stres yang lebih besar daripada yang tidak/ belum

    menikah, akan tetapi hasil ini juga diiringi dengan besarnya kepuasan

    hidup yang didapat.

    3) Waktu luang (leisure)

    Furnham (dalam Strack, dkk., 1991) menyatakan bahwa pekerjaan

    memang adalah sumber penting bagi individu untuk memenuhi kebutuhan

    hidupnya, akan tetapi hal ini menjadi sumber masalah ketika individu

    hanya terpaku dalam pekerjaan yang tak berakhir tanpa ada waktu untuk

    menikmati hasil usahanya. Menurut Kahneman, dkk. (2003), kepuasan

    hidup juga didapatkan melalui waktu santai yang tidak dihadiri oleh

    kemunculan pekerjaan (nonwork satisfaction).

    4) Kesehatan

    Diener, dkk. (1999) menyatakan bahwa pandangan subjektif yang

    positif bahwa dirinya sehat dapat memprediksi kepuasan hidup, walaupun

    kenyataanya individu tersebut tidak begitu sehat secara objektif. Individu

    yang menderita penyakit dapat saja memiliki subjective well-being yang

    tinggi, namun tidak lebih tinggi daripada individu yang sehat secara

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    26

    objektif. Hal ini berkaitan dengan pencapain tujuan, maksudnya adalah

    ada beberapa hal yang membuat individu yang tidak sehat tidak dapat

    meraih beberapa tujuan hidupnya dan inilah yang mempegaruhi mengapa

    level subjective well-being nya tidak setinggi individu yang normal/ sehat.

    5) Keuangan (finance)

    Keuangan merupakan komponen subjective well-being yang

    berkaitan dengan pendapatan dan kekayaan, dan hal ini masih

    diperdebatkan apakah kekayaan merupakan hal yang penting dalam

    kebahagiaan. Menurut Diener, dkk. (1999), dalam beberapa hal individu

    dengan keuangan yang baik dapat meraih kebahagiaan, namun hal ini

    tidak dapat menjadi pegangan prediktor utama dalam subjective well-

    being.

    6) Self

    Self merupakan komponen yang berfokus pada studi mengenai

    pemahaman karakter individu yang seperti apa yang dapat membuat

    individu tersebut bahagia dan puas akan hidupnya (Diener, 2009b).

    Mengenai hal ini, menurut Diener (2009b), ada dua karakter yang

    ditekankan dalam komponen self itu sendiri, yaitu:

    a) Harga diri (self-esteem)

    Menurut Greenberg (Diener 2009b), individu yang memiliki

    level harga diri yang tinggi mampu untuk menemukan makna yang

    lebih positif mengenai kehidupannya, lebih mampu untuk menangkal

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    27

    kecemasan yang akan muncul, dan lebih sulit untuk terpengaruh oleh

    suasana hati yang negatif daripada individu yang memiliki pandangan

    negatif mengenai dirinya.

    b) Identitas diri (self identity)

    Memiliki identitas internal yang koheren dipandang sebagai

    salah satu komposisi integral dalam teori kesehatan mental. Lecky

    (dalam Diener, 2009b) menyatakan bahwa individu mencari

    pemahaman mengenai siapa individu itu sebenarnya melalui integrasi

    berbagai persepsi akan dirinya ke dalam sebuah struktur pengetahuan

    yang terorganisasi. Hal ini ditekankan dalam pernyataan bahwa

    individu termotivasi secara kuat untuk berperilaku dalam cara yang

    konsisten dengan pandangan diri (self view) yang dimiliki, sehingga di

    posisi ini self menurunkan arti, tujuan, dan petunjuk dalam

    berperilaku, yang terutama didapat dari sumber internal dalam dirinya.

    7) Ones group

    Dalam suatu budaya yang mengedepankan tujuan bersama,

    kepentingan masyarakat ditempatkan sebanding dengan kepentingan

    individu, sehingga tujuan dari sutau kelompok juga merupakan tujuan

    pribadinya (Diener, 2009c). Komponen ini menekankan pada konsep

    colectivsm yang berfokus pada saling ketergantungan dan saling

    membutuhkan tiap manusia dan memprioritaskan kepentingan bersama

    pada komunitas masyarakat atau bangsa.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    28

    Pavot dan Diener (1993) menyatakan bahwa dalam mengevaluasi

    kepuasan hidup, penelitian tidak diharuskan untuk mengungkap seluruh ranah

    kehidupan, karena tiap individu memiliki standar pemaknaan kepuasan yang

    berbeda-beda mengenai pencapaian yang telah diraihnya, sehingga yang lebih

    penting adalah mengevaluasi kepuasan hidup individu secara global, yaitu

    penilaian kepuasan akan kehidupannya pada masa lalu, saat ini, pemaknaan

    positif terhadap kepuasan yang akan didapatkan di masa depan kelak, dan

    hasrat untuk selalu ingin mengembangkan diri menjadi lebih baik lagi.

    Melalui empat komponen yang diutarakan oleh Diener, dkk. (1999)

    tersebut, dapat disimpulkan bahwa komponen-komponen subjective well-being

    meliputi afek yang menyenangkan (afek positif), afek yang kurang

    menyenangkan (afek negatif), penilaian secara global mengenai kepuasan hidup

    (sering disebut dengan kepuasan hidup saja), dan kepuasan dalam ranah

    kehidupan.

    Afek negatif merupakan komponen yang kontra dengan komponen-

    komponen subjective well-being yang lain. Diener, dkk. (1999) menyatakan

    bahwa keadaan subjective well-being merupakan keadaan bahagia yang dialami

    individu sepanjang masa kehidupannya, sehingga tidak mungkin bila tidak

    memperhatikan afek negatif yang pernah muncul di kehidupannya. Oleh karena

    keunikan ini peneliti dalam studi subjective well-being harus memperhatikan

    dalam penskorannya. Penskoran kedua komponen afek dijelaskan Pavot (dalam

    Eid dan Larsen, 2008) dengan menyatakan bahwa skor mengenai kondisi afek

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    29

    yang dirasakan individu didapat dari jumlah total skor afek positif dikurangi afek

    negatif. Libran (2006) lalu mengembangkan teori yang dikemukakan oleh Pavot

    tersebut dan menghasilkan rumusan, yaitu nilai subjective well-being didapatkan

    melalui besar kepuasan hidup dan kepuasan dalam ranah kehidupan individu yang

    dijumlahkan dengan selisih skor antara afek positif dan afek negatifnya.

    3. Faktor-faktor yang mempengaruhi subjective well-being

    Menurut Diener (2009d), subjective well-being seseorang dipengaruhi

    oleh dua faktor, yaitu faktor internal dan faktor eksternal, yang meliputi sebagai

    berikut:

    a. Faktor internal

    Faktor ini berfokus pada kondisi internal individu yang dapat

    mempengaruhi level subjective well-being. Faktor-faktor internal ini

    mencakup:

    1) Gen

    Kondisi internal yang mempengaruhi subjective well-being ini tak

    bisa dilepaskan oleh faktor genetis/ gen individu. Gen (gene) adalah unit

    dasar dari hereditas yang terletak dalam kromosom, yaitu suatu struktur

    yang bentuknya seperti tongkat dan terletak di tengah-tengah (nukleus)

    dalam setiap sel tubuh. Kromosom tersebut berisikan molekul-molekul

    DNA, sehingga setiap gen-gen mengandung sekumpulan kecil DNA. Gen

    dan komponen-komponennya inilah yang mempengaruhi individu dengan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    30

    individu lainnya baik dalam persamaan maupun perbedaan satu sama lain

    (dalam Wade dan Travis, 2007).

    Menurut Lucas (dalam Eid dan Larsen, 2008), seorang pemerhati

    studi mengenai hal-hal yang mempengaruhi subjective well-being, gen

    adalah faktor yang cukup menentukan stabilitas subjective well-being

    individu. Dalam usaha untuk membuka tabir peran faktor genetis dalam

    mempengaruhi subjective well-being individu, kebanyakan peneliti

    melakukan pendekatan dengan cara membandingkan sifat-sifat yang

    dimiliki oleh kembar identik (monozigot) dengan kembar fraternal

    (dizigot).

    Suatu penelitian menghasilkan suatu penemuan bahwa level afek,

    baik negatif ataupun positif, kembar satu indung telur (monozigotik) yang

    hidup terpisah lebih mirip satu sama lain daripada kembar dizigotik yang

    dibesarkan secara bersama. Peran faktor gen ini dipertegas dengan

    pernyataan bahwa seseorang yang puas terhadap dirinya sendiri dan

    memiliki afek positif yang lebih dominan daripada afek negatif,

    kemungkinan besar dilahirkan dari orangtua yang demikian pula, hal itu

    juga sangat bisa terjadi pada saudara-saudara kandungnya. Studi

    behavioral-genetic ini menyimpulkan bahwa peran gen dalam stabilnya

    level afek positif, afek negatif, dan komponen-komponen lain dalam

    kebahagian utuh (overall happiness) yang dimiliki individu memiliki nilai

    heritabilitas antara 40-50%.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    31

    Memang hasil yang diperoleh tidak dapat dipastikan apakah ini

    merupakan murni dampak dari gen yang diwariskan atau lebih pada efek

    lingkungan dalam keluarga, namun Lucas (dalam Eid dan Larsen 2008)

    menambahkan, walaupun dipengaruhi oleh lingkungan, gen mengarahkan

    individu untuk memilih lingkungan dan perilaku yang tepat baginya,

    sehingga lingkungan dan perilaku itu turut mengarahkan individu dalam

    mencapai subjective well-being- nya, jadi walaupun tidak langsung, tetap

    saja tak bisa dipungkiri gen mempengaruhi subjective well-being

    seseorang.

    2) Psikofisiologis

    Studi tentang behavioral-genetic menunjukkan bahwa setidaknya

    beberapa fragmen dari perbedaan tiap individu dalam subjective well-

    being dapat dijelaskan melalui perbedaan genetis yang dimiliki, dan tentu

    saja ekspresi gen dalam beraktivitas dapat terpancar melalui beberapa

    proses fisiologis. Akan tetapi, sampai saat ini mekanisme pasti dampak

    genetis yang ditimbulkan kepada aktivitas fisiologis manusia belum juga

    dapat diketahui. Melalui tinjauan tersebut, studi behavioral-genetic, yang

    digunakan semata-mata, tidak dapat untuk menegaskan bagaimana gen

    dan fisiologi mempengaruhi subjective well-being. Untuk itu perlu

    penelusuran yang lebih spesifik mengenai sistem psikofisiologis yang

    memiliki keterlibatan dalam pengalaman afeksi individu.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    32

    Studi psikofisiologi yang sering dibahas dalam kaitannya dengan

    kebahagian adalah mengenai aktivasi/ proses kerja dua hemisfer/ bagian

    asimetris pada prefrontal korteks (PFC). Wade dan Travis (2007)

    menjelaskan bahwa PFC terletak pada bagian paling depan lobus frontal.

    PFC sendiri memiliki peran dalam emosi dan pembentukan kepribadian

    individu. Davidson (2004), peneliti dalam studi bio-behavior, menyelidiki

    apakah lebih besarnya aktivitas PFC hemisfer kiri daripada kanan

    berhubungan dengan emosi yang berorientasi pada pendekatan (approach-

    oriented emotions), seperti kebahagiaan dan kegembiraan, atau apakah

    lebih besarnya aktivitas hemisfer kanan daripada kiri berhubungan dengan

    emosi yang berorientasi pada penjauhan diri (withdrawal-oriented

    emotions), seperti ketakutan dan rasa muak.

    Davidson (2004) melakukan penelitian mengenai hubungan

    aktivitas otak dengan afek positif atau negatif melalui pengamatan

    aktivitas otak subjek selama ditayangkannya sejumlah gambar yang

    dirancang untuk menginduksi perasaan bahagia atau jijik. Penelitian ini

    menghasilkan penemuan bahwa tayangan gambar yang menggembirakan

    berhubungan dengan lebih besarnya aktivitas PFC bagian kiri daripada

    bagian kanan, sedangkan tayangan gambar yang menjijikkan berhubungan

    dengan lebih besarnya aktivitas PFC bagian kanan daripada bagian kiri,

    sehingga penelitian psikofisiologi ini menunjukkan korelasinya bahwa

    emosi positif berlawanan dengan emosi negatif. Penelitian Davidson

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    33

    tersebut telah berhasil menunjukkan bahwa perbedaan individual dalam

    asimetris hemisfer PFC mempunyai korelasi dengan kebahagiaan, yaitu

    individu dengan aktivitas PFC kiri yang relatif lebih tinggi dilaporkan

    memiliki afek positif yang lebih tinggi dan afek negatif yang lebih rendah

    daripada individu dengan aktivitas PFC kanan yang relatif lebih tinggi.

    3) Kepribadian

    Subjective well-being adalah suatu studi yang berhubungan dengan

    evaluasi subjektif individu mengenai kualitas hidupnya, sehingga dapat

    dikatakan bahwa subjective well-being yang dirasakan tergantung pada

    masing-masing individu. Beberapa dugaan tercetus bahwa studi subjective

    well-being ini dapat berubah dan memiliki kesensitifan pada kondisi

    eksternal, seperti keberhasilan atau bahkan perceraian, namun hasil

    penelitian menunjukkan bahwa kemunculan subjective well-being tetap

    stabil sepanjang waktu dan itu cukup kuat hubungannya dengan

    karakteristik (trait) kepribadian yang dibawa (Diener, dkk., 1999).

    Telah banyak penelitian yang mengungkap mengenai korelasi

    antara subjective well-being dengan karakteristik kepribadian yang

    spesifik, seperti makin tinggi sikap kesetujuan (agreebleness) maka akan

    tinggi pula afek positifnya dan sebaliknya. Begitu pula dengan

    karakteristik lain yang berkorelasi cukup tinggi dengan tinggi rendahnya

    level subjective well-being, yaitu optimisme, kepercayaan, dan locus of

    control. Namun, meskipun telah banyak penelitian yang mengupas

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    34

    korelasi antara karakteristik kepribadian dengan subjective well-being,

    tetap muncul ketidakpastian mengenai apakah tiap karakter ini

    menyumbangkan variasi yang unik dalam memprediksi subjective well-

    being, sehingga penggunaan faktor tunggal untuk memprediksi subjective

    well-being tidak mungkin untuk ditegakkan.

    b. Faktor eksternal

    Stabilitas dari subjective well-being, sebagai subjektivitas individu itu

    sendiri, sangat ditentukan oleh peran faktor internal, walaupun begitu tetap

    saja faktor eksternal dapat berpengaruh terhadap level subjective well-being.

    Diener (2009d) menegaskan bahwa level subjective well-being dipengaruhi

    pula oleh faktor-faktor diluar individu, atau sering disebut sebagai

    demographic factor. Hal ini mencakup:

    1) Penghasilan

    Banyak peneliti telah mengakui bahwa orang yang bahagia mampu

    mengumpulkan uang diatas rata-rata daripada orang yang kurang

    berbahagia (Diener, 2009d). Beberapa penelitian juga menunjukkan,

    seperti penelitian yang dilakukan oleh Larson (dalam Diener, 2009d),

    bahwa ada hubungan yang positif antara penghasilan dan subjective well-

    being di beberapa negara.

    2) Jenis kelamin

    Cukup diyakini bahwa ada perbedaan level subjective well-being

    antara pria dan wanita, yaitu dengan pernyataan bahwa kaum wanita

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    35

    melaporkan afek negatif yang lebih tinggi daripada kaum pria, tetapi juga

    dilaporkan bahwa kaum wanita mengalami hal-hal yang menyenangkan

    lebih banyak daripada kaun pria, sehingga perbedaan level subjective well-

    being yang disimpulkan masih terlalu kecil (Diener, 2009d).

    3) Pendidikan

    Campbell (dalam Diener, 2009d) mengungkapkan bahwa

    pendidikan mempengaruhi subjective well-being, akan tetapi masih

    terdapat bantahan yang menyatakan bahwa hubungan antara pendidikan

    dan level subjective well-being tidak terlalu kuat, tingkat pendidikan

    seseorang lebih berpengaruh terhadap variabel lain seperti variabel

    penghasilan. Namun demikian faktor pendidikan masih merupakan faktor

    yang diyakini memiliki pengaruh terhadap subjective well-being individu.

    4) Status pernikahan

    Glenn (dalam Diener, 2009d) menyebutkan bahwa walaupun

    wanita yang menikah dilaporkan memiliki simtom stress yang lebih tinggi

    daripada wanita yang belum/tidak menikah, wanita yang menikah

    cenderung memiliki kepuasan hidup yang lebih tinggi daripada kategori

    wanita yang tidak/belum menikah. Glenn dan Weaver (dalam Diener,

    2009d), bahkan menyatakan bahwa pernikahan adalah prediktor

    subjective well-being yang paling kuat daripada faktor lain, seperti

    pendidikan, penghasilan, dan pekerjaan.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    36

    5) Umur

    Beberapa penelitian yang lalu, menunjukkan bahwa anak muda

    lebih bahagia daripada orang yang lebih tua, akan tetapi Braun (dalam

    Diener, 2009d) menemukan bahwa memang benar responden yang berusia

    muda menunjukkan afek positif dan negatif yang lebih kuat, akan tetapi

    orang yang lebih tua menunjukkan level kebahagiaan secara keseluruhan

    yang jauh lebih tinggi.

    Dari penjelasan tersebut dapat disimpulkan bahwa menurut Diener

    (2009d) subjective well-being pada individu dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu

    faktor internal dan faktor eksternal. Faktor yang pertama, yaitu internal, adalah

    faktor yang menekankan bahwa subjective well-being yang dimiliki individu

    dipengaruhi oleh faktor-faktor dari dalam diri individu itu sendiri, yaitu genetis

    (keturunan), psikofisiologis (dominasi individu dalam menggunakan belahan

    otaknya, yang kiri atau kanan), dan kepribadian (yang menentukan individu

    dalam bersikap dan cenderung stabil). Faktor yang ke dua adalah faktor eksternal

    yang menekankan bahwa subjective well-being yang diperoleh individu berasal

    dari hal-hal di luar dirinya, yaitu faktor penghasilan, jenis kelamin, pendidikan,

    status pernikahan, dan umur.

    Dilihat melalui faktor internal yang menekankan fenomena dalam diri

    individu sendiri, kepribadian merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi

    individu dalam pencapaian subjective well-being nya. Karakter kepribadian yang

    terbuka terhadap lingkungannya dan mudah beradaptasi secara positif merupakan

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    37

    sikap yang memiliki pengaruh yang baik bagi subjective well-being. Karakter

    tersebut merupakan sikap-sikap yang biasanya dibawa oleh individu dengan

    kepribadian yang cenderung ekstrovert. Individu yang memiliki tingkat ekstrovert

    yang tinggi dapat mudah menerima dirinya sendiri sebagai bagian dari dunia

    sekitarnya, sehingga dapat dengan mudah meningkatkan emosi positif yang juga

    dapat berasal dari hubungan yang baik dengan lingkungannya.

    Masih dalam lingkup faktor internal, faktor gen dipercaya juga

    mempengaruhi karakter yang dibawa individu , salah satunya adalah kemampuan

    individu dalam menangkap kelucuan-kelucuan disekitarnya. Individu dalam

    merespons dan mengeluarkan humor dianggap diperoleh dari dasar gen. Hal ini

    dijelaskan dengan pernyataan bahwa perilaku humor individu dengan orangtua

    dan saudara sekandungnya cenderung saling mirip, meskipun tak bisa dipungkiri

    hal ini juga dipengaruhi oleh lingkungan keluarga dimana individu tersebut

    bersosialisasi setiap harinya. Kemampuan atau karakter individu dalam

    menangkap dan mengeluarkan stimulus humor sering disebut dengan sense of

    humor.

    B. Sense of Humor

    1. Pengertian sense of humor

    Menurut Eysenck (1988), tokoh dan peneliti di studi sense of humor, sense

    of humor adalah karakter kepribadian yang penting dan berharga, yang

    melibatkan kemampuan individu dalam mengapresiasi dan memproduksi suatu

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    38

    humor/ kelucuan, yaitu melalui sense of humor yang dimiliki, individu mampu

    untuk mengapresiasi/tertawa terhadap stimulus yang dipersepsi lucu, dan mampu

    pula untuk mencetuskan hal jenaka yang membuat orang disekelilingnya tertawa.

    Martin (2007) menyatakan bahwa sense of humor adalah karakteristik yang

    merujuk pada perbedaan respons emosional individu dalam konteks kegembiraan

    sosial, yang ditunjukkan melalui persepsi mengenai keganjilan yang lucu dan

    diekspresikan melalui senyuman dan tawa. Lefcourt (dalam Snyder dan Lopez,

    2002) juga memberikan definisi mengenai sense of humor, yaitu ciri yang dimiliki

    seseorang, yang mendorong individu untuk tidak terlalu serius dalam

    mengahadapi dirinya sendiri dan hal-hal lain yang dialami.

    Drever (dalam Roeckelein, 2002) juga menjelaskan bahwa sense of humor

    merupakan sensasi psikologis melalui rasa simpati (secara langsung) dan empati

    (secara tidak langsung) mengenai karakter dalam situasi kompleks yang

    membangkitkan kegembiraan dan tawa. Bahkan Ruch (dalam Raskin, 2008)

    menyatakan bahwa sense of humor merupakan kontributor yang potensial, yang

    dimiliki individu, dalam mencapai kebahagiaan hidup (good life).

    Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa sense of humor

    adalah karakteristik penting yang dimiliki oleh setiap individu dalam

    mempersepsikan dan merespons hal lucu yang mampu untuk membangkitkan

    kegembiraan dan tawa, sehingga individu dapat mencapai keutuhan dan

    kebahagiaan hidup.

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    39

    2. Aspek sense of humor

    Menurut Eysenck (1998), ranah sense of humor menekankan tiga aspek

    yang berdiri secara sendiri-sendiri. Dalam beberapa kasus, pengaruh dari salah

    satu aspek dapat lebih kuat daripada pengaruh dari aspek yang lain, aspek-aspek

    tersebut adalah:

    a. Kognitif

    Penekanan pada aspek ini adalah mengenai keganjilan, kekontrasan

    antara beberapa ide, dan terkecoh dari apa yang diduga sebelumnya. Merujuk

    pada teori Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek kognitif dapat dikategorikan

    sebagai comic. Comic adalah kategori pengalaman individu dalam humor

    yang berkaitan dengan hal-hal jenaka yang bersumber dari bentuk nonverbal,

    seperti badut sirkus dan komedi slapstick (komedi yang menggunakan

    kekasaran, seperti memukul dan menampar). Pada saat mengalami kelucuan,

    observer mengerahkan sejumlah energi mental untuk menantikan kejadian

    sesuai apa yang diharapkan, ketika yang disangka sebelumnya ternyata tidak

    terjadi, akhirnya energi mental yang terkumpul dikeluarkan sebagai tawa.

    b. Afektif

    Aspek afektif pada sense of humor ditekankan oleh individu yang lebih

    condong mengarahkan perhatiannya pada komponen emosional yang dimiliki.

    Komponen emosi yang dimaksudkan adalah dapat mengenai kegembiraan

    sepenuhnya (pure joy), atau kegembiraan lain yang dikombinasikan dengan

    beberapa emosi lain, seperti ketakutan atau kemarahan.Merujuk pada teori

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    40

    Freud (dalam Eysenck, 1998), aspek afektif ini dapat dikategorikan sebagai

    humor. Humor terjadi pada saat individu biasanya mengalami emosi negatif,

    seperti ketakutan, kemarahan, dan kesedihan, akan tetapi situasi negatif ini

    mampu menghasilkan persepsi yang menggembirakan atau elemen yang

    ganjil. Menurut Freud (dalam Eysenck, 1998), humor merupakan bentuk dari

    mekanisme pertahanan ego yang memperbolehkan seseorang untuk

    menghadapi situasi yang sulit tanpa dihujani oleh emosi yang negatif.

    c. Konatif

    Konatif dalam psikologi sering dikaitkan dengan ekspresi dari impuls

    dan motivasi individu untuk meraih sesuatu. Aspek konatif pada sense of

    humor menekankan pada hubungannya dengan kepuasan akan hasrat untuk

    menang, atau keagungan diri. Maksudnya di sini adalah saat seseorang

    merespons stimulus humor dengan sebuah tawa, itu menyebabkan rasa

    kemenangan dalam alam sadarnya. Merujuk pada teori Freud (dalam Eysenck,

    1998), aspek konatif ini dapat dikategorikan sebagai wit/ joke. Joke adalah

    suatu kategori pengalaman humor yang memperkenankan individu untuk

    mengekspresikan sisi agresifnya yang selama ini berada di alam bawah sadar

    dan dorongan seksual yang biasanya ditekan.

    Berdasarkan tiga aspek yang diutarakan oleh Eysenck, Martin (2007)

    melakukan pendalaman dan menambahkan pendapatnya mengenai aspek sense of

    humor. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, menurut Eysenck (1988), sense

    of humor adalah karakter yang melibatkan kemampuan individu dalam

  • perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

    commit to user

    41

    mengapresiasi dan memproduksi suatu humor. Martin mendalaminya dengan

    mengungkapkan aspek proses kognitif-perseptual merupakan aspek yang

    berkaitan dengan produktivitas humor dan juga mengungkapkan aspek respons

    emosional dan ekspresi vokal-behavioral merupakan aspek yang berkaitan dengan

    apresiasi terhadap humor, sedangkan aspek yang terakhir merupakan tambahan

    dari Martin (2007), yaitu aspek sense of humor dalam kaitannya dengan konteks

    sosial karena aktivitas humor merupakan aktivitas yang paling banyak dilakukan

    saat individu bercengkrama dengan individu lainnya. Penjelasannya adalah

    sebagai berikut:

    a. Aspek proses kognitif-perseptual

    Untuk dapat memproduksi humor, seseorang membutuhkan informasi

    proses mental yang datang dari lingkungan atau ingatan, lalu informasi

    tersebut bermain dengan ide-ide, kata-kata, atau perbuatan dalam suatu cara

    yang kreatif, lalu dengan cara itu diproduksilah pengucapan lucu secara ve