3
SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT INDONESIA ORDONANSI LINGKUNGAN MARITIM 1939 Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonnantie ( TZMKO ) 1939 PENGUMUMAN PEMERINTAH TENTANG WILAYAH PERAIRAN INDONESIA ( Deklarasi Djuanda ) 13 Desember 1957 PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1960 TENTANG PERAIRAN INDONESIA ( UU No. 4/Prp. 1960 ) PENGUMUMAN PEMERINTAH TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA 17 Februari 1969 UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1973 TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA PENGUMUMAN PEMERINTAH TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA 20 Maret 1980 UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 1985 TENTANG RATIFIKASI INDONESIA TERHADAP “UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982” UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIA PERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1998 TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK PANGKAL DARI GARIS PANGKAL LURUS KEPULUAN DI LAUT NATUNA UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia

SEJARAH PERKEMBANGAN HUKUM LAUT INDONESIA

ORDONANSI LINGKUNGAN MARITIM 1939Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonnantie ( TZMKO ) 1939

PENGUMUMAN PEMERINTAH TENTANG WILAYAH PERAIRAN INDONESIA( Deklarasi Djuanda ) 13 Desember 1957

PERATURAN PEMERINTAH PENGGANTI UNDANG-UNDANG NOMOR 4 TAHUN 1960TENTANG PERAIRAN INDONESIA

( UU No. 4/Prp. 1960 )

PENGUMUMAN PEMERINTAH TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA17 Februari 1969

UNDANG-UNDANG NOMOR 1 TAHUN 1973 TENTANG LANDAS KONTINEN INDONESIA

PENGUMUMAN PEMERINTAH TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA20 Maret 1980

UNDANG-UNDANG NOMOR 5 TAHUN 1983 TENTANG ZONA EKONOMI EKSKLUSIF INDONESIA

UNDANG-UNDANG NOMOR 17 TAHUN 1985TENTANG RATIFIKASI INDONESIA TERHADAP

“UNITED NATIONS CONVENTION ON THE LAW OF THE SEA 1982”

UNDANG-UNDANG NOMOR 6 TAHUN 1996 TENTANG PERAIRAN INDONESIAPERATURAN PEMERINTAH NOMOR 61 TAHUN 1998

TENTANG DAFTAR KOORDINAT GEOGRAFIS TITIK-TITIK PANGKAL DARI GARIS PANGKAL LURUS KEPULUAN DI LAUT NATUNA

UNDANG-UNDANG NOMOR 32 TAHUN 2004

Page 2: Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia

Sejarah Perkembangan Hukum Laut Indonesia dan Kaitannya dengan Hukum International

Wilayah Perairan Indonesia dimulai pengaturannya sejak jaman penjajahan Belanda melalui Territoriale Zee en Marietieme Kringen Ordonnantie (TZMKO) yang dikeluarkan oleh Pemerintah Hindia Belanda pada tahun 1939, TZMKO adalah Ordonansi (undang-undang) tentang Laut Teritorial dan Lingkungan Maritim Indonesia yang menetapkan antara lain, bahwa Laut Teritorial Indonesia adalah jalur laut yang membentang ke arah laut sampai jarak tiga mil-laut dari garis air rendah (laagwaterlijn) pulau-pulau atau bagian pulau yang merupakan wilayah daratan (grondgebied) Indonesia.

Pernyataan Pemerintah Indonesia tentang Wilayah Perairan Indonesia yang dikeluarkan pada tanggal 13 Desember 1957 yang menetapkan antara lain bahwa segala perairan di sekitar, di antara dan yang menghubungkan pulau-pulau Indonesia adala bagian yang wajar dari wilayah daratan di mana Indonesia memiliki kedaulatan penuh (konsep kewilayahan sebagaimana dituangkan dalam Deklarasi Djuanda dikenal sebagai Wawasan Nusantara, laut teritorial Indonesia adalah suatu jalur yang lebarnya 12 mil-laut dihitung dari pangkal lurus berupa garis-garis pasang surut yang menghubungkan titik-titik terluar pada pulau-pulau terluar Indonesia).

Setelah Indonesia memperoleh kemerdekaannya, sebagian dari ketentuan-ketentuan TZMKO yang berhubungan dengan penetapan wilayah perairan dicabut dan diganti dengan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang No. 4 tahun 1960 tentang Perairan Indonesia (UU No. 4/Prp./1960), yang merubah cara penarikan garis pangkal dan lebar laut teritorial Indonesia.

Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang tersebut tersebut didasarkan pada ketentuan-ketentuan hukum International sebagaimana ditetapkan dalam Konvensi-Konvensi Jenewa tentang Hukum Laut tahun 1958.

Pada akhir tahun 1982, 119 negara anggota PBB telah menyepakati suatu perjanjian baru yang mengatur tentang pelbagai kegiatan di laut dalam bentuk satu perjanjian international yang komprehensif yang dikenal dengan sebagai United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982). Selain memperkuat sebagian dari ketentuan-ketentuan Konvensi-Konvensi Hukum Laut 1958, Konvensi ini juga memuat ketentuan-ketentuan tentang hal-hal yang baru seperti konsep ZEE dan asas Negara Kepulauan, serta menetapkan batas-batas baru bagi Laut Teritorial dan Landas Kontinen.

Pada tanggal 31 Desember 1985 Indonesia telah meratifikasi UNCLOS 1982 melalui pengundangan UU No. 17 tahun 1985 tentang Pengesahan United Nations Convention on the Law of the Sea 1982 (UNCLOS 1982). Sebagai pelaksana lebih lanjut dari ratifikasi ini, pada 1996, pmerintah mencabut UU No. 4/Prp./1960, dan menggantinya dengan UU No. 6 tahun 1996 tentang Perairan Indonesia yang lebih disesuaikan dengan ketentua-ketentuan UNCLOS 1982.

UU No. 6 tahun 1996 ini kemudian dilengkapi dengan PP No. 61 Tahun 1998 tentang Daftar Koordinat Geografis Titik-titik Garis Pangkal Kepulauan Indonesia di Laut Natuna, yang merubah garis pangkal untuk daerah tersebut sehngga menutup hampir seluruh perairan disekitar Kepulauan Riau.