4
Sulawesi Selatan Berikut ini sebuah rangkuman yang coba meringkas jejak sejarah Sulawesi Selatan secara garis besar. Melalui garis linear yang tampak dapat diikuti kilasankilasan peristiwa yang tercatat dan darinya dapat ditarik keluar sebuah atau beberapa pemaknaan yang bermanfaat. Waktu Peristiwa Penting Zaman Prasejarah Masa pra‐sejarah di bumi Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan dimulai kira‐kira sekitar 30.000 tahun silam. Di mana pulau ini menjadi salah satu daerah yang telah dihuni oleh manusia purba beserta peradabannya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penemuan fosil dan artefak pra‐sejarah yang ditemukan di gua‐gua kawasan karst Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan. Penemuan itu seperti lukisan‐lukisan pra‐ sejarah di dinding gua (rock painting). Menurut dugaan dari para peneliti bahwa peninggalan tersebut berasal dari lapisan budaya yang tua selain itu juga diketemukan pula alat batu Peeble dan Flake yang telah dikumpulkan dari pinggiran sungai di lembah Walanae, di antara Sengkang dan Soppeng, termasuk fosil tulang‐tulang yang berasal dari babi purba dan gajah purba yang telah punah. Hal ini mengindikasikan adanya sebuah peradaban sosial masyarakat purba yang telah tertata dengan baik pada masa itu di Sulawesi Selatan purba (R Cecep Eka Permana, “Bentuk Gambar Telapak Tangan pada Gua‐gua Prasejarah di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulsel” dalam Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya Vol.7 No.2, Oktober 2005). Abad 13 15 Penulisan Sureq La Galigo yaitu puisi yang terdiri dalam sajak bersuku lima yang memuat informasi asal‐usul manusia. Tokoh utama dalam epik ini adalah seorang bernama Sawerigading. Meski dianggap bukan teks sejarah namun para ahli banyak yang membacanya untuk memperoleh ilustrasi mengenai kebudayaan setempat pada masa sebelum abad 14. Zaman Perdagangan Nusantara dan Kejayaan Kerajaan‐ Kerajaan di Sulawesi Selatan (Abad ke‐14 s.d. Abad ke‐ 19) Pada awal abad ke‐14 di Sulawesi Selatan terdapat beberapa kerajaan kecil di mana terdapat 3 kerajaan besar yaitu Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone‐Bugis, dan Kerajaan Luwu. Sedangkan kerajaan‐kerajaan kecil melakukan afiliasi dengan kerajaan‐kerajaan tersebut. Kerajaan Gowa sendiri merupakan sebuah kerajaan besar yang kala itu mulai berkembang sejak tahun 1530 dan melakukan ekspansi (dengan menaklukkan Kerajaan Bone pada Perang Makassar pada tahun 1608‐1611 yang kala itu dipimpin oleh Raja Bone: Arung Palaka) dan menjadi pusat perdagangan di wilayah timur Indonesia pada pertengahan abad ke‐16. Kerajaan Luwu adalah sebuah kerajaan besar dan merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan. Secara historis, nama kerajaan ini sering dikaitkan dengan identitas La Galigo yang hingga kini masih melekat pada masyarakat Sulawesi Selatan. Pada abad ke‐15 bangsa Belanda melalui kongsi dagangnya:VOC (Vereenigde OostIndische Compagnie), mulai datang dan tertarik dengan segala kekayaan daerah Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan

Sejarah Sulsel

Embed Size (px)

DESCRIPTION

Ini merupakan semacam tugas yang dikerjakan dengan cepat-cepat. Sejarah Sulsel dalam garis linear.

Citation preview

Page 1: Sejarah Sulsel

Sulawesi Selatan 

Berikut ini sebuah rangkuman yang coba meringkas jejak sejarah Sulawesi Selatan secara garis besar. Melalui garis linear yang tampak dapat diikuti kilasan‐kilasan peristiwa yang tercatat dan darinya dapat ditarik keluar sebuah atau beberapa pemaknaan yang bermanfaat.  

 

Waktu  Peristiwa Penting Zaman Prasejarah 

 

Masa pra‐sejarah di bumi Sulawesi khususnya di Sulawesi Selatan dimulai kira‐kira sekitar 30.000 tahun silam. Di mana pulau ini menjadi salah satu daerah yang telah dihuni oleh manusia purba beserta peradabannya. Hal tersebut dapat dibuktikan dengan penemuan fosil dan artefak pra‐sejarah yang ditemukan di gua‐gua kawasan karst Maros, sekitar 30 km sebelah timur laut Makassar, Propinsi Sulawesi Selatan. Penemuan itu seperti lukisan‐lukisan pra‐sejarah di dinding gua (rock painting). Menurut dugaan dari para peneliti bahwa peninggalan tersebut berasal dari lapisan budaya yang tua selain itu juga diketemukan pula alat batu Peeble dan Flake yang telah dikumpulkan dari pinggiran sungai di lembah Walanae, di antara Sengkang dan Soppeng, termasuk fosil tulang‐tulang yang berasal dari babi purba dan gajah purba yang telah punah. Hal ini mengindikasikan adanya sebuah peradaban sosial masyarakat purba yang telah tertata dengan baik pada masa itu di Sulawesi Selatan purba (R Cecep Eka Permana, “Bentuk Gambar Telapak Tangan pada Gua‐gua Prasejarah di Kabupaten Pangkajene Kepulauan, Sulsel” dalam Wacana: Jurnal Ilmu Pengetahuan Budaya Vol.7 No.2, Oktober 2005).

 Abad 13 ‐ 15  Penulisan Sureq La Galigo yaitu puisi  yang terdiri dalam sajak 

bersuku lima yang memuat informasi asal‐usul manusia. Tokoh utama dalam epik ini adalah seorang bernama Sawerigading. Meski dianggap bukan teks sejarah namun para ahli banyak yang membacanya untuk memperoleh ilustrasi mengenai kebudayaan setempat pada masa sebelum abad 14.    

Zaman Perdagangan Nusantara dan Kejayaan Kerajaan‐Kerajaan di Sulawesi Selatan (Abad ke‐14  s.d. Abad ke‐ 19) 

Pada awal abad ke‐14 di Sulawesi Selatan terdapat beberapa kerajaan kecil di mana terdapat 3 kerajaan besar yaitu Kerajaan Gowa, Kerajaan Bone‐Bugis, dan Kerajaan Luwu. Sedangkan kerajaan‐kerajaan kecil melakukan afiliasi dengan kerajaan‐kerajaan tersebut. Kerajaan Gowa sendiri merupakan sebuah kerajaan besar yang kala itu mulai berkembang sejak tahun 1530 dan melakukan ekspansi (dengan menaklukkan Kerajaan Bone pada Perang Makassar pada tahun 1608‐1611 yang kala itu dipimpin oleh Raja Bone: Arung Palaka) dan menjadi pusat perdagangan di wilayah timur Indonesia pada pertengahan abad ke‐16. 

Kerajaan Luwu adalah sebuah kerajaan besar dan merupakan kerajaan tertua di Sulawesi Selatan. Secara historis, nama kerajaan ini sering dikaitkan dengan identitas La Galigo yang hingga kini masih melekat pada masyarakat Sulawesi Selatan. 

Pada abad ke‐15 bangsa Belanda melalui kongsi dagangnya:VOC (Vereenigde Oost­Indische Compagnie), mulai datang dan tertarik dengan segala kekayaan daerah Sulawesi Selatan. Hal ini disebabkan 

Page 2: Sejarah Sulsel

selain sumber daya yang melimpah juga disebabkan letak Sulawesi Selatan yang strategis dan menjadi pintu gerbang perdagangan rempah dari dan ke kepulauan Maluku yang kala itu dikenal sebagai daerah penghasil rempah‐rempah. Mereka melihat Kerajaan Gowa sebagai sebuah ancaman bagi eksistensi VOC di Sulawesi karena tidak mau bekerja sama dengan VOC. Hal ini yang membuat VOC mengajak Pangeran Arung Palaka yang sedang dalam pengasingan akibat kekalahan Kerajaan Bone oleh Kerajaan Gowa pada masa Perang Makassar.

1582 M  Persatuan antara Bone, Wajo, Soppeng untuk mempertahankan 

kemerdekaannya dari rongrongan kerajaan Gowa‐Tallo.  

1605 M  Gowa meluaskan pengaruh politiknya dengan meminta agar kerajaan lainnya turut memeluk agama Islam.  

1607 M  Belanda berhasil mendirikan loji (kantor dagang) di Makassar.  

1616 M  Orang‐orang Belanda VOC dibunuh oleh pasukan Gowa saat kapalnya singgah di Sumbawa. Sejak inilah pertempuran antara Gowa dan VOC tidak pernah berhenti sampai dengan perjanjian damai pada 1637‐ 1638.  

1660 M  Pertempuran terbesar antara Gowa dan Bone. Panglima utama Bone, Tobala, tewas dalam pertempuran ini sedangkan Arung palakka selamat dan bersembunyi untuk mekudian menyusun kekuatan kembali.  

1666 M  Terjadi peperangan antara VOC Belanda berhadapan dengan kerajaan Gowa yang tidak lain adalah penguasa perdagangan setempat.  

1667 M  Terjadinya perdamaian melalui jalur perundingan antara Arung Palaka dan pasukannya dengan VOC dengan wakilnya, Speelman, dan Sultan hasanudin di sisi yang lainnya. Peristiwa ini dikenal dengan sebutan Perundingan Bongaya.  

1811 M  Terjadi perubahan penguasa kolonial dari Belanda ke Inggris. Perubahan tersebut tidak banyak membawa perbedaan cara kelola wilayah kolonial.   

1932 M  A.A Cense pernah melakukan peninjauan ke kampung‐kampung pesisir barat Selayar dari Utara ke Selatan, namun sampai saat ini belum diketahui apakah ia pernah melakukan ekskavasi di Selayar (The Green Gold­Economic History of the Indonesian Coconut Island Selayar karangan Christiaan Heersink menunjukkan bahwa belum pernah ada satu kajian yang komprehensif atas wilayah kepulauan Selayar).  

2004 M  Ditemukan fragmen‐fragmen tulang manusia di Leang Batu Tunpa yang berada di sebelah selatan Pulau Selayar. Namun setelah diteliti dengan alat Accelerator Mass Spectrometry (AMS) oleh tim peneliti Australia‐Indonesia Institute, disimpulkan bahwa fragmen‐fragmen tulang manusia yang menunjukkan ciri mongoloid tersebut bukan tulang manusia purba melainkan manusia yang menghuni pulau ini pada era pelayaran sekitar abad 17 M.  

Page 3: Sejarah Sulsel

 

Jika merujuk pada temuan seni cadas (SNI I: 181) yang ada di dinding dan atap gua, serta berbagai perkakas hidup yang ada di gua‐gua kawasan Maros, bisa disebutkan bahwa aktivitas manusia gua zaman prasejarah ada di wilayah Sulawesi Selatan. Masyarakat pada zaman ini bertahan hidup dengan cara berburu dan meramu.  

Berbagai data yang terkumpul menunjukkan bahwa kehidupan di fase zaman prasejarah dapat dipahami dengan membuat penafsiran atas fosil dan lukisan di atap dan dinding gua‐gua alam di sekitar Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung. Menurut historiografi tradisional yang terdapat di Sulsel (Sureq La Galigo), sebagaimana juga masih diyakini oleh para penganut To Lontang, manusia pertama adalah Batara Guru (putra dari Datu Patoto penguasa Langit) dan pasangannya, We Nyili, putri Guru Risalle dan Sinau Toja sang penguasa lautan1.  

Masa selanjutnya adalah berdirinya kerajaan‐kerajaan Islam. Salah satu kerajaan yang paling terkemuka adalah Gowa‐Tallo. Kerajaan ini berperan dalam konstalasi politik di daerah, nasional, maupun internasional. Noorduyn, dalam SNI Jilid II ( 2011: 78), menyatakan bahwa secara resmi kedua raja dari Gowa dan Tallo masuk Islam pada 22 September 1605 M. Sebelum memeluk Islam, raja Gowa dan Tallo kerap berperang dengan kerajaan kecil di sekitarnya, seperti Luwu, Soppeng, dan Wajo. Umumnya kerajaan kecil di Sulawesi Selatan menjadi taklukkan Gowa dan Tallo. Hikayat Wajo bahkan menyatakan bahwa hanya kerajaan Bone yang tetap bertahan merdeka dengan bantuan diam‐diam dari kerajaan Wajo.2   

Hal menarik terjadi saat kedatangan Portugis. Meski pun sudah memeluk agama Islam namun raja‐raja Gowa menunjukkan hubungan yang baik dengan para penyebar agama Kristen‐Katolik. Hal tersebut diduga akibat kekhawatiran pihak Gowa pada ancaman VOC. Islamisasi semakin gencar dilakukan oleh para da’i yang datang dari Koto Tengah, Minangkabau. Islam di Sulawesi Selatan dapat berkembang pesat dan memperoleh tempat yang sebaik‐baiknya. 

Perjuangan Sultan Hasanudin (Raja Gowa ke‐16) juga patut dicatat. Beliaulah yang dijuluki oleh orang‐orang Belanda sebagai De Haantjes van Het Oosten atau yang lebih familiar dengan “Ayam Jantan dari Timur”. VOC semakin gencar melakukan penjajahan secara politik maupun ekonomi. VOC tertarik dengan palabuhan Sombaopu (masuk ke dalam territorial kerajaan Gowa) yang dinilai sangat strategis sebagai pelabuhan transit bagi kapal‐kapal pengangkut rempah‐rempah dari Maluku. 

Seperti telah disebutkan di muka, bahwa kerajaan kecil di sekitar Gowa‐Tallo selalu merasa terancam oleh semangat Gowa‐Tallo yang selalu ingin memperluas wilayahnya. Siasat yang diambil oleh kerajaan‐kerajaan kecil adalah bersatu dan membangun aliansi.  Bersatunya Bone, Soppeng, dan Wajo membuat Gowa‐Tallo takmudah menjajah. Aliansi di antara kerajaan kecil tersebut dinamakan “Tallum Pocco” (1582 M).  Selain persekutuan tersebut, Gowa dan Bone juga membuat perjanjian lainnya yang intinya menyatakan bahwa jika ada musuh terhadap Gowa‐Tallo adalah juga musuh Bone, pun sebaliknya. 

Persatuan Gowa‐Bone tidaklah lama sampai kemudian meletuslah Perang Makassar yang diakhiri dengan Perjanjian Bongaya (18 Nopember 1667 M). Berbeda dengan Hasanudin yang mendapat julukan De Haantjes van Het Oosten, Aru Palakka oleh VOC dijuluki De Koning der Boeginesen3.  Setelah kerajaan 

                                                            1 http://portalbugis.wordpress.com/about‐m/manusia‐bugis‐rantau‐budayanya/asal‐muasal‐manusia | diakses 6 Pebruari 2012 

2 Sejarah Nasional Indonesia Jilid II (Notosusanto et al. 2011:79) 

3 Abdullah dalam Sejarah Nasional Indonesia III (Notosusanto et al. 2010:83) 

Page 4: Sejarah Sulsel

Gowa‐Tallo jatuh dan ditandatanganinya Perjanjian Bongaya, VOC Belanda dengan dukungan Bone menyerang Wajo pada 1670. VOC Berjaya dan berhasil mewujudkan obsesi yang sejak awal diidam‐idamkannya. Sebagaimana diketahui, konflik Gowa dan VOC dipicu oleh kepentingan yang sama. Mereka sama‐sama ingin menarik keuntungan terbesar dalam perniagaan rempah‐rempah dari Maluku.  

Kedaulatan Belanda di Sulawesi Selatan juga diakui oleh kerajaan Wajo melalui perjanjian pada 23 Desember 1670 atas perantaraan kerajaan Bone. Meski demikian sampai dengan 1884 Belanda tidak menunjukkan pengaruh dan intervensinya terhadap kerajaan ini, sedangkan perlawanan dalam skala kecil terus terjadi di sepanjang waktu termasuk di abad berikutnya, bahkan sampai dengan awal abad XX.  

 

Feb 2012 | Mirza Ahevicko