1
Nusantara | 7 SELASA, 21 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Tetap Menggeliat tanpa Teknologi Tinggi H ARI mulai senja. Lengkingan sua- ra lempengan be- si yang ditempa martil masih terdengar nya- ring dari sebuah galangan kapal di tepi Sungai Alalak. Di salah satu anak Sungai Ba- rito di wilayah Kota Banjar- masin, Kalimantan Selatan, inilah bengkel kerja Haji Zaini terus melayani pesanan pembuatan kapal. Sore itu, sinar kebiru-biruan keluar dari kawat las, saat pe- kerja merekatkan lempengan besi menjadi dinding sebuah kapal. Belasan orang pekerja galangan perbaikan dan pem- buatan kapal ‘Kayu Tangi’ ini sedang berupaya menyelesai- kan pesanan tugboat (kapal tun- da). Pemesannya adalah sebuah perusahaan pertambangan dari Kalimantan Tengah. Desember ini, jadwal pem- buatan tugboat itu harus ram- pung. Seharusnya, pekerjaan ini sudah selesai bulan lalu. Tapi, hujan yang turun tanpa kompromi telah menghambat proses pengerjaan kapal. “Kami terpaksa bekerja eks- tra karena kapal seharusnya sudah rampung sebulan lalu,” kata Izhar, 53, mandor. Tahun ini, menurut Izhar, pekerjaan pembuatan kapal banyak terganggu karena cuaca buruk dan hujan yang terus- menerus. Akibatnya, kegiatan pengelasan dan pemotongan pelat besi di lapangan sering tertunda. Bahkan, akibat cuaca buruk, beberapa pesanan pembuatan kapal terpaksa ditolak. Para pekerja masih harus berkon- sentrasi menyelesaikan pem- buatan empat kapal, masing- masing dua tongkang, sebuah kapal jenis land craft tank (LCT), dan sebuah tugboat . Proses pembuatan kapal besi ini me- makan waktu cukup lama. Untuk sebuah tugboat diper- lukan waktu hingga 4 bulan. Se- dangkan pembuatan tongkang besar dengan panjang 20 meter dan lebar 12 meter memerlukan waktu hingga dua tahun. Lamanya proses pembuatan kapal terjadi karena keterba- tasan peralatan dan tenaga kerja terampil. Selain itu, bahan baku pembuatan kapal berupa pelat besi berbagai ukuran yang harus dipesan dari Pulau Jawa kerap terlambat. Sebuah tongkang ukuran se- dang dihargai Rp15 miliar dan ukuran besar Rp25 miliar. Izhar yang sudah mengge- luti profesi sebagai pembuat kapal sejak 30 tahun silam menyebutkan proses pembua- tan kapal dilakukan dengan cara sederhana, nyaris tanpa sentuhan teknologi. Penger- jaan pembuatan kapal sangat bergantung pada kemampuan mandor kerja yang mendesain dan merancang bentuk serta ukuran kapal. Semua di dalam kepalanya. “Kami tidak pernah mem- buat kapal dengan gambar, a- palagi menggunakan teknologi komputer seperti di PT PAL,” ucapnya enteng. Biasanya konsumen atau perusahaan pemesan kapal hanya menyebutkan jenis dan ukuran kapal. Selanjutnya mereka menunggu kabar saat kapal hendak rampung. Pada tahap inilah, pemasan bisa menambah berbagai ornamen atau dekorasi yang mereka inginkan. Sederhana dan tanpa teknolo- gi rumit, tidak membuat kapal buatan Kalimantan Selatan ini ditinggalkan. Di kawasan In- donesia Timur, industri perka- palan rakyat ini masih sangat diminati dan punya nama. Su- dah banyak kapal besi buatan urang banua--panggilan untuk warga Kalimantan Selatan-- yang dipesan berbagai peru- sahaan, baik di Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua. Tetap eksis Industri pembuatan kapal di Kalimantan Selatan sudah ada sejak era 1970-an. Kala itu, industri perkayuan menjadi pengguna terbesar kapal-kapal produksi industri rakyat ini. Kini, meski industri perka- yuan terpuruk, gencarnya eks- ploitasi sumber daya alam terutama tambang batu bara dan bijih besi membuat industri kapal tetap eksis. Di Kalimantan Selatan ter- dapat sejumlah industri perka- palan yang tersebar di sepan- jang tepi Sungai Barito di wi- layah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala. Ada pula bengkel kerja di Kabupa- ten Tanah Laut, Kotabaru, dan Tanah Bumbu. Gayo Syamsuddin, Ketua In- donesia National Ship Owner’s Association (INSA) Kaliman- tan Selatan, memperkirakan ada sekitar 150 tongkang plus tugboat yang berlayar meng- angkut batu bara dan bijih besi di wilayahnya. Kapal-kapal itu mengangkut hasil tambang un- tuk keperluan ekspor maupun pasokan dalam negeri. (N-2) [email protected] Industri rakyat pembuatan kapal di Kalimantan Selatan tidak pernah sepi pesanan. Nyaris tanpa teknologi, dan hanya tergantung kemampuan mandor. Denny Susanto INDUSTRI KAPAL: Pekerja menghaluskan dinding kapal di sebuah galangan industri kapal di perairan Alalak, anak Sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu. MASIH BERTAHAN: Sebuah tugboat hampir selesai dikerjakan berada di galangan kapal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Industri kapal itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan hingga kini masih tetap bertahan. MI/DENNY SUSANTO MI/DENNY SUSANTO

SELASA, 21 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA Tetap ... · INDUSTRI KAPAL: Pekerja menghaluskan dinding kapal di sebuah galangan industri kapal di perairan Alalak, anak Sungai Barito,

Embed Size (px)

Citation preview

Nusantara | 7 SELASA, 21 DESEMBER 2010 | MEDIA INDONESIA

Tetap Menggeliat tanpa Teknologi Tinggi

HARI mulai senja. Lengkingan sua-ra lempengan be-si yang ditempa

martil masih terdengar nya-ring dari sebuah galangan kapal di tepi Sungai Alalak. Di salah satu anak Sungai Ba-rito di wilayah Kota Banjar-masin, Kalimantan Selatan, inilah bengkel kerja Haji

Zaini terus melayani pesanan pembuatan kapal.

Sore itu, sinar kebiru-biruan keluar dari kawat las, saat pe-kerja merekatkan lempengan besi menjadi dinding sebuah kapal. Belasan orang pekerja galangan perbaikan dan pem-buatan kapal ‘Kayu Tangi’ ini sedang berupaya menyelesai-kan pesanan tugboat (kapal tun-da). Pemesannya adalah sebuah perusahaan pertam bang an dari Kalimantan Te ngah.

Desember ini, jadwal pem-buatan tugboat itu harus ram-pung. Seharusnya, pekerjaan ini sudah selesai bulan lalu. Tapi, hujan yang turun tanpa kompromi telah menghambat proses pengerjaan kapal.

“Kami terpaksa bekerja eks-tra karena kapal seharusnya sudah rampung sebulan lalu,” kata Izhar, 53, mandor.

Tahun ini, menurut Izhar, pekerjaan pembuatan kapal

banyak terganggu karena cuaca buruk dan hujan yang terus-menerus. Akibatnya, kegiatan pengelasan dan pemotongan pelat besi di lapangan sering ter tunda.

Bahkan, akibat cuaca buruk, beberapa pesanan pembuatan kapal terpaksa ditolak. Para pekerja masih harus berkon-sentrasi menyelesaikan pem-buatan empat kapal, masing-masing dua tongkang, sebuah kapal jenis land craft tank (LCT), dan sebuah tugboat. Proses pembuat an kapal besi ini me-makan waktu cukup lama.

Untuk sebuah tugboat diper-lukan waktu hingga 4 bulan. Se-dangkan pembuatan tongkang besar dengan panjang 20 meter dan lebar 12 meter memerlukan waktu hingga dua tahun.

Lamanya proses pembuatan kapal terjadi karena keterba-tasan peralatan dan tenaga kerja terampil. Selain itu, bahan

baku pembuatan kapal berupa pelat besi berbagai ukuran yang harus dipesan dari Pulau Jawa kerap terlambat.

Sebuah tongkang ukuran se-dang dihargai Rp15 miliar dan ukuran besar Rp25 miliar.

Izhar yang sudah mengge-luti profesi sebagai pembuat kapal sejak 30 tahun silam menyebutkan proses pembua-tan kapal dilakukan dengan cara sederhana, nyaris tanpa sentuh an teknologi. Penger-jaan pembuatan kapal sangat bergantung pada kemampuan mandor kerja yang mendesain dan me rancang bentuk serta ukuran kapal. Semua di dalam kepala nya.

“Kami tidak pernah mem-

buat kapal dengan gambar, a-palagi menggunakan teknologi komputer seperti di PT PAL,” ucapnya enteng.

Biasanya konsumen atau perusahaan pemesan kapal hanya menyebutkan jenis dan ukuran kapal. Selanjutnya mereka menunggu kabar saat kapal hendak rampung. Pada tahap inilah, pemasan bisa menambah berbagai ornamen atau dekorasi yang mereka ingin kan.

Sederhana dan tanpa teknolo-gi rumit, tidak membuat kapal buatan Kalimantan Selatan ini ditinggalkan. Di kawasan In-donesia Timur, industri perka-palan rakyat ini masih sangat diminati dan punya nama. Su-

dah banyak kapal besi buatan urang banua--panggilan untuk warga Kalimantan Selatan--yang dipesan berbagai peru-sahaan, baik di Kalimantan, Sulawesi, hingga Papua.

Tetap eksisIndustri pembuatan kapal

di Kalimantan Selatan sudah ada sejak era 1970-an. Kala itu, industri perkayuan menjadi peng guna terbesar kapal-kapal produksi industri rakyat ini.

Kini, meski industri perka-yuan terpuruk, gencarnya eks-ploitasi sumber daya alam terutama tambang batu bara dan bijih besi membuat industri kapal tetap eksis.

Di Kalimantan Selatan ter-

dapat sejumlah industri perka-palan yang tersebar di sepan-jang tepi Sungai Barito di wi-layah Kota Banjarmasin dan Kabupaten Barito Kuala. Ada pula bengkel kerja di Kabupa-ten Tanah Laut, Kotabaru, dan Tanah Bumbu.

Gayo Syamsuddin, Ketua In-donesia National Ship Ow ner’s Association (INSA) Kaliman-tan Selatan, memperkirakan ada sekitar 150 tongkang plus tugboat yang berlayar meng-angkut batu bara dan bijih besi di wilayahnya. Kapal-kapal itu mengangkut hasil tambang un-tuk keperluan eks por maupun pasokan dalam negeri. (N-2)

[email protected]

Industri rakyat pembuatan kapal di Kalimantan Selatan tidak pernah sepi pesanan. Nyaris tanpa teknologi, dan hanya tergantung kemampuan mandor.

Denny Susanto

INDUSTRI KAPAL: Pekerja menghaluskan dinding kapal di sebuah galangan industri kapal di perairan Alalak, anak Sungai Barito, Banjarmasin, Kalimantan Selatan, beberapa waktu lalu.

MASIH BERTAHAN: Sebuah tugboat hampir selesai dikerjakan berada di galangan kapal di Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Industri kapal itu sudah ada sejak puluhan tahun lalu dan hingga kini masih tetap bertahan.

MI/DENNY SUSANTO

MI/DENNY SUSANTO