Seminar as Kel III Gabungan

Embed Size (px)

Citation preview

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Salah satu gangguan reproduksi pada manusia adalah gangguan menstruasi dan infertilitas. Gangguan menstruasi adalah amenore, polimenorea, oligomenorea,metroragia, hipermenorea, hipomenorea, sindrome pra menstruasi, dismenore sedangkan infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu. Infertilitas sendiri memiliki dua jenis yaitu infertilitas primer dan infertilitas sekunder. Gangguan menstruasi dapat terjadi pada wanita yang belum menikah maupun yang sudah menikah sedangkan infertilitas dapat terjadi pada laki-laki ataupun perempuan yang telah menikah dengan pasangannya. Oleh sebab itu, penulis menyusun makalah ini karena sebagai perawat ataupun orang awam harus mengetahui tanda dan gejala dari gangguan sistem reproduksi ini. Secara khusus untuk perawat, dengan mengetahui tanda dan gejala gangguan ini, perawat dapat melakukan intervensi yang tepat dan sesuai prosedur yang ada. B. Tujuan Adapun tujuan penulis menyusun makalah ini, agar pembaca mengetahui: Gangguan menstruasi (haid) Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi: Hipermenorea (menoragia) Hipomenorea Kelainan siklus1

Oligomenorea Amenorea Perdarahan bukan haid (di luar haid) Gangguan lain yang ada hubungannya dengan menstruasi Sindrome pramenstruasi (pms) Dismenore Infertilitas

C. METODE PENULISAN Metode penulisan dalam makalah ini menggunakan metode kepustakaan, yaitu dengan mencari sumbersumber berupa buku-buku referensi yang terkait dengan gangguan menstruasi dan infertilitas serta mencari bahan tersebut melalui internet. D. SISTEMATIKA PENULISAN Makalah ini terdiri dari tiga bab, Bab I yaitu Pendahuluan, terdiri dari Latar Belakang, Tujuan Penulisan, Metode Penulisan dan Sistematika Penulisan. Bab II yaitu Tinjauan Teoretis. Bab III yaitu Penutup yang berisi Kesimpulan dan Saran.

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

A. GANGGUAN MENSTRUASI (HAID) Saat mulainya haid dinamakan menarche, dan saat berhentinya haid dinamakan menopause. Gangguan-gangguan yang terjadi di sekitar menarche dn gangguanganggguan di sekitar menopause dimasukkan pada masa pubertas, klimakterium, dan menopause. Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam : 1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahanpad haid : a. Hipermenorea atau menoragia; b. Hipomenorea 2. Kelainan siklus : a. Polimenorea b. Oligomenorea c. Amenorea 3. Perdarahan di luar haid : Metroragia 4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid) b. Dismenorea B. KELAINAN DALAM BANYAKNYA DARAH DAN LAMANYA PERDARAHAN PADA MENSTRUASI 1. HIPERMENOREA (MENORAGIA) Hipermenorea ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Sebab kelainan ini terletak pada kondisi

3

dalam uterus, misalnya ada mioma uteri denga permukaan endometrium lebih luas dari biasa dan dengan kontraktilitas yang terganggu, polip endometrium, gangguan pelepasan endometrium pada waktu haid ( irregular endomentrial shedding), dan sebagainya. Pada gangguan pelepasan endometrium biasanya terdapat juga gangguan dalam pertumbuhan endometrium yang diikuti dengan gangguan pelepasannya pada waktu haid. Terapi pada hipermenorea pada waktu mioma uteri niscaya tergantunga dari penanganan mioma uteri, sedang diagnosis dan terapi polip endometrium serta gangguan pelepasan endometrium terdiri atas kerokan. 2. HIPOMENOREA Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa. Sebab-sebabnya adalah dapat terletak pada kontitusi penderita, pada uterus (misalnya sesudah miomektomi), pada gangguan endokrin, dan lain-lain. Kecuali jika ditemukan sebab-sebab yang nyata, terapi terdiri atas menenangkan penderita. Adanya hipomenorea tidak mengganggu fertilitas. C. KELAINAN SIKLUS 1. OLIGOMENOREA Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Apabila panjang siklus lebih dari 3 bulan, hal itu sudah mulai dinamakan amenorea. Perdarahan pada oligomenorea biasanya berkurang. Oligomenorea dan amenorea sering kali mempunyai dasar yang sama, perbedaanya terletak dalam tingkat. Pada kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup baik. Siklus haid biasanya juga ovulator dengan masa proliferasi lebih panjang dari biasa. 2. AMENOREA Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi pada seorang wanita. Hal tersebut normal terjadi pada masa sebelum pubertas, kehamilan dan menyusui, dan setelah menopause. Siklus menstruasi normal meliputi interaksi antara komplek hipotalamus-hipofisi-aksis indung telur serta organ reproduksi yang sehat. Amenorea sendiri terbagi dua, yaitu:

a. Amenorea primer Amenorea primer adalah keadaan tidak terjadinya menstruasi pada wanita usia 16 tahun. Amenorea primer terjadi pada 0.1 2.5% wanita usia reproduksi b. Amenorea sekunder Amenorea sekunder adalah tidak terjadinya menstruasi selama 3 siklus (pada kasus oligomenorea ), atau 6 siklus setelah sebelumnya mendapatkan siklus menstruasi biasa. Angka kejadian berkisar antara 1 5% Penyebab Penyebab tersering dari amenorea primer adalah:

Pubertas terlambat Kegagalan dari fungsi indung telur Agenesis uterovaginal (tidak tumbuhnya organ rahim dan vagina) Gangguan pada susunan saraf pusat Himen imperforata yang menyebabkan sumbatan keluarnya darah menstruasi dapat dipikirkan apabila wanita memiliki rahim dan vagina normal.

Penyebab terbanyak dari amenorea sekunder adalah kehamilan, setelah kehamilan, menyusui, dan penggunaan metode kontrasepsi disingkirkan, dan penyebab lainnya adalah:

Stress dan depresi Nutrisi yang kurang, penurunan berat badan berlebihan, olahraga berlebihan, obesitas Gangguan hipotalamus dan hipofisis Gangguan indung telur Obat-obatan Penyakit kronik dan Sindrom Asherman

Tanda dan Gejala

5

Jika penyebabnya adalah kegagalan mengalami pubertas, maka tidak akan ditemukan tanda-tanda pubertas seperti pembesaran payudara, pertumbuhan rambut kemaluan dan rambut ketiak serta perubahan bentuk tubuh. Jika penyebabnya adalah kehamilan, akan ditemukan morning sickness dan pembesaran perut. Jika penyebabnya adalah kadar hormon tiroid yang tinggi maka gejalanya adalah denyut jantung yang cepat, kecemasan, kulit yang hangat dan lembab. Sindroma Cushing menyebabkan wajah bulat (moon face), perut buncit dan lengan serta tungkai yang kurus. Gejala lainnya yang mungkin ditemukan pada amenore: Sakit kepala Galaktore (pembentukan air susu pada wanita yang tidak hamil dan tidak sedang menyusui) Gangguan penglihatan (pada tumor hipofisa) Penurunan atau penambahan berat badan yang berarti Vagina yang kering Hircutisme (pertumbuhan rambut yang berlebihan, yang mengikuti pola pria), perubahan suara dan perubahan ukuran payudara Pemeriksaan Penunjang Pada amenorea primer, apabila didapatkan adanya perkembangan seksual sekunder maka diperlukan pemeriksaan organ dalam reproduksi (indung telur, rahim, perlekatan dalam rahim) melalui pemeriksaan USG, histerosalpingografi, histeroskopi, dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Apabila tidak didapatkan tanda-tanda perkembangan seksualitas sekunder maka diperlukan pemeriksaan kadar hormon FSH dan LH. Setelah kemungkinan kehamilan disingkirkan pada amenorea sekunder, maka dapat dilakukan pemeriksaan Thyroid Stimulating Hormone (TSH) karena kadar hormon tiroid dapat mempengaruhi kadar hormon prolaktin dalam tubuh. Selain itu kadar hormon prolaktin dalam tubuh juga perlu diperiksa. Apabila kadar hormon TSH dan prolaktin normal, maka Estrogen / Progestogen Challenge Test adalah pilihan untuk melihat kerja hormon estrogen terhadap lapisan endometrium

dalam rahim. Selanjutnya dapat dievaluasi dengan MRI.

Terapi Pengobatan yang dilakukan sesuai dengan penyebab dari amenorea yang dialami, apabila penyebabnya adalah obesitas, maka diet dan olahraga adalah terapinya. Belajar untuk mengatasi stress dan menurunkan aktivitas fisik yang berlebih juga dapat membantu. Terapi amenorea diklasifikasikan berdasarkan penyebab saluran reproduksi atas dan bawah, penyebab indung telur, dan penyebab susunan saraf pusat. Saluran reproduksi 1. Aglutinasi labia (penggumpalan bibir labia) yang dapat diterapi dengan krim estrogen 2. Kelainan bawaan dari vagina, hymen imperforata (selaput dara tidak memiliki lubang), septa vagina (vagina memiliki pembatas diantaranya). Diterapi dengan insisi atau eksisi (operasi kecil) 3. Sindrom Mayer-Rokitansky-Kuster-Hauser. Sindrom ini terjadi pada wanita yang memiliki indung telur normal namun tidak memiliki rahim dan vagina atau memiliki keduanya namun kecil atau mengerut. Pemeriksaan dengan MRI atau ultrasonografi (USG) dapat membantu melihat kelainan ini. Terapi yang dilakukan berupa terapi non-bedah berupa dilatasi (pelebaran) dari tonjolan di tempat seharusnya vagina berada atau terapi bedah dengan membuat vagina baru menggunakan skin graft 4. Sindrom feminisasi testis. Terjadi pada pasien dengan kromosom 46, XY kariotipe, dan memiliki dominan X-linked sehingga menyebabkan gangguan dari hormon testosteron. Pasien ini memiliki testis dengan fungsi normal tanpa organ dalam reproduksi wanita (indung telur, rahim). Secara fisik bervariasi dari wanita tanpa pertumbuhan rambut ketiak dan pubis sampai penampakan seperti layaknya pria namun infertil (tidak dapat memiliki anak)

7

5. Parut pada rahim. Parut pada endometrium (lapisan rahim) atau perlekatan intrauterine (dalam rahim) yang disebut sebagai sindrom Asherman dapat terjadi karena tindakan kuret, operasi sesar, miomektomi (operasi pengambilan mioma rahim), atau tuberkulosis. Kelainan ini dapat dilihat dengan histerosalpingografi (melihat rahim dengan menggunakan foto roentgen dengan kontras). Terapi yang dilakukan mencakup operasi pengambilan jaringan parut. Pemberian dosis estrogen setelah operasi terkadang diberikan untuk optimalisasi penyembuhan lapisan dalam rahim Gangguan Indung Telur 1. Disgenesis gonadal. Disgenesis gonadal adalah tidak terdapatnya sel telur dengan indung telur yang digantikan oleh jaringan parut. Terapi yang dilakukan dengan terapi penggantian hormon pertumbuhan dan hormon seksual 2. Kegagalan Ovari Prematur. Kelaianan ini merupakan kegagalan dari fungsi indung telur sebelum usia 40 tahun. Penyebabnya diperkirakan kerusakan sel telur akibat infeksi atau proses autoimun 3. Tumor ovarium. Tumor indung telur dapat mengganggu fungsi sel telur normal Gangguan Susunan Saraf Pusat 1. Gangguan hipofisis. Tumor atau peradangan pada hipofisis dapat mengakibatkan amenorea. Hiperprolaktinemia (hormone prolaktin berlebih) akibat tumor, obat, atau kelainan lain dapat mengakibatkan gangguan pengeluaran hormon gonadotropin. Terapi dengan menggunakan agonis dopamin dapat menormalkan kadar prolaktin dalam tubuh. Sindrom Sheehan adalan tidak efisiennya fungsi hipofisis. Pengobatan berupa penggantian

hormon agonis dopamin atau terapi bedah berupa pengangkatan tumor 2. Gangguan hipotalamus. Sindrom polikistik ovari, gangguan fungsi tiroid, dan Sindrom Cushing merupakan kelainan yang menyebabkan gangguan hipotalamus. Pengobatan sesuai dengan penyebabnya 3. Hipogonadotropik, hipogonadism. Penyebabnya adalah kelainan organik dan kelainan fungsional (anoreksia nervosa atau bulimia). Pengobatan untuk kelainan fungsional membutuhkan bantuan psikiater.

D. PERDARAHAN BUKAN HAID (Di Luar Haid) Yang dimaksud adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua menometroragia. Metroragia atau menometroragia dapat disebabkan oleh kelainan organic pada alat genital atau oleh kelainan fungsional. Sebab-sebab organic Perdarahan dari uterus, tuba, dan ovarium disebabkan oleh kelainan pada : a. Servik uteri, seperti polypus servisis uteri, erosion porsionis uteri, ulkus pada porsio uteri, kasinoma servisis uteri; b. Korpus uteri, seperti polip endometrium, abortus imminens, abortus sedang berlangsung, abortus inkompletus, mola hidatidosa, koriokarsinoma, subinvolusio uteri, karsinoma korporis uteri, sarcoma uteri, mioma uteri. c. Tuba fallopii, seperti kelainan ektopik terganggu, radang tuba, tumor tuba; d. Ovarium, seperti radang ovarium, tumor ovarium. Sebab-sebab fungsional Perdarahan dari uterus yang tidak ada hubungannya dengan sebab organic

9

dinamakan peradarahan disfungsional. Perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap umur antara menarche dan menopause. Tetapi kelainan ini lebih sering dijumpai sewaktu masa permulaan dan masa akhir fungsi ovarium. Dua pertiga dari wanita-wanita yang dirawat di rumah sakit untuk perdarahan disfungsional berumur di atas 40 tahun, dan 3 % di bawah 20 tahun. Sebetulnya dalam praktek banyak dijumpai pila perdarahan disfungsional dalam masa pubertas, akan tetapi karena keadaan ini biasanya dapat sembuh sendiri, jarang diperlukan perawatan di rumah sakit. Patologi Schroder pada tahun 1915, setlah penelitian histopatologik pada uterus dan ovarium pada waktu yang sama, menarik kesimpulan bahwa gangguan perdarahan yang dinamakan metropatia hemoragika terjadi karena persistensi folikel yang tidak pecah sehingga tidak terjadi ovulasi dan pembentukan korpus luteum. Akibatnya, terjadilah hyperplasia endomtrium karena stimulasi estrogen yang berlebihan dan terus menerus. Penjelasan ini masih dapat diterima untuk sebagian besar kasus-kasus perdarahan disfungsional. Akan tetapi, penelitian menunjukkan pula bahwa perdarahan disfungsional dapat ditemukan bersamaan dengan berbagai jenis endometrium, yakni endometrium endometrium atrofik, jenis hiperplastik, nonsekresi proliferative, bagian dan sektoris, dengan merupakan terbesar. Pembagian

endometrium dalam endometrium jenis non sekresi dan endometrum jenis sekresipenting artinya Karena dengan demikian dapat dibedakan peradrahan yang anovulatoardari yang ovulatoar. Klasifikasi ini mempunyai dasar etiologi yang berlainan dan dan memerlukan penanganan yang berbeda. Pada perdarahan disfungsional yang ovulatoar gangguan dianggap berasal dari faktor-faktor neuromuscular, vasomotorik, atau hematologic, yang mekanismenya belum seberapa dimengerti, sedang perdarahan anovulatoar biasanya dianggap bersumber pada gangguan endokrin. Gambaran klinik 1. Perdarahan ovulatoar

Perdarahan ini merupakan kurang lebih 10% dari perdarahan disfungsional dengan siklus pendek (polimenorea) atau panjang (oligomenorea). Untuk menegakkan diagnosis perdarahan ovulatoar, perlu dilakukan kerokan pada masa mendekati haid. Jika kerna perdarahan yang lama dan tidak teratur siklus haid tidak dikenali lagi, maka kadang-kadang bentuk kurve suhu badan basal dapat menolong. Jika sudah dipastikan bahwa perdarahan berasal dari endometrium tipe sekresi tanpa adanya sebab organic, maka harus dipikirkan sebagai etiologinya : a. Korpus luteum persistens; dalam hal ini dijumpai perdarahan kadang-kadang bersamaan dengan ovarium membesar. Sindrom ini harus dibedakan dari kehamilan ektopik karena riwayat penyakit dan hasil pemeriksaanpanggul paling sering menunjukkan banyak persamaan antara keduanya. Korpus luteum persistens dapat pula menyebabkan pelepasan endometrium tidak teratur (irregular shedding). Diagnosis irregular shedding dibuat dengan kerokan yang tepat pada waktunya, yakni menurut Mc.Lenon pada hari ke 4 mulai terjadi perdarahan. Pada waktu ini dijumpai endometrium dalam tipe sekresi disamping tipe nonsekresi. b. Insufisiensi korpus luteum dapat menyebabkan premenstrual spotting, menoragia, atau polimenorea. Dasarnya ialah kurangnya produksi progesterone disebabkan oleh gangguan LH releasing factor. Diagnosis dibuat apabila hasil biopsy endometrial dalam fase luteal tidak cocok dengan gambaran endometrium yang seharusnya didapat pada hari siklus yang bersangkutan. c. Apopleksia uteri; pada wanita dengan hipertensi dapat terjadi pecahnya pembuluh darah dalam uterus. d. Kelainan darah; seperti anemia, purpura trombositopenik, dan gangguan dalam mekanisme pembekuan darah. 2. Perdarahan anovulatoar Stimulasi dengan estrogen menyebabkan tumbuhnya endometrium. Dengan menurunnya kadar estrogen di bawah tingkat tertentu, timbul perdarahan yang

11

kadang-kadang bersifat siklis, kadang-kadang tidak teratur sama sekali. Fluktuasi kadar estrogen ada sangkut pautnya dengan jumlah folikel yang pada suatu waktu fungsional aktif. Folikel-folikel ini mengeluarkan estrogen sebelum mengalami atresia, dan kemudian diganti oleh folikel-folikel baru. Endometrium di bawah pengaruh estrogen tumbuh terus, dan dari endometrium yang mula-mula proliferative dapat terjadi endometrium bersifat hyperplasia kistik. Jika gambaran itu dijumpai pada sediaan yang diperoleh dengan kerokan, dapat diambil kesimpulan bahwa perdarahan bersifat anovulatoar. Walaupun perdarahan disfungsional dapat terjadi pada setiap waktu dalam kehidupan menstrual seorang wanita, namun hal ini paling sering terdapat pada masa pubertas dan pada masa pramenopouse. Pada masa pubertas sesudah menarche, perdarahan tidak normal disebabkan oleh gangguan atau terlambatnya proses maturasi pada hipotalamus, dengan akibat bahwa pembuatan Releasing Factor dan hormaon gonadotropin tidak sempurna. Pada wanita dalam masa premenopouse proses terhentinya fungsi ovarium tidak selalu berjalan lancar. Bila pada masa pubertas kemungkinan keganasan kecil sekali dan ada harapan bahwa lambat laun keadaan menjadi normal dan siklus haid menjadi ovulatoar, pada seorang wanita dewasa dan terutama pada dalam masa pramenopause dengan perdarahan tidak teratur mutlak diperlukan kerokan untuk menentukan ada tidaknya tumor ganas. Perdarahan disfungsional dapat dijumpai pada penderita-penderita dengan penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit darah, penyakit umum yang menahun, tumor-tumor ovarium dan sebagainya. Akan tetapi, di samping itu terdapat banyak wanita dengan perdarahan disfungsional tanpa adanya penyakitpenyakit tersebut di atas. Dalam hal ini stress yang dihadapi dalam kehidupan sehari-hari, baik di dalam maupun di luar pekerjaan, kejadian-kejadian yang mengganggu keseimbangan emosional seperti kecelakaan, kematian dalam keluarga, pemberian obat penenang terlalu lama, dan lain-lain, dapat menyebabkan perdarahan anovulatoar. Biasanya kelainan dalam perdarahan ini hanya untuk sementara waktu saja.

Diagnosis Pembuatan anamnesis yang cermat penting untuk diagnosis. Perlu ditanyakan bagaimana mulainya perdarahan, apakah didahului oleh siklus yang pendek atau oleh oligomenorea/amenore, sifat perdarahan (banyak atau sedikit-sedikit, sakit atau tidak), lama perdarahan, dan sebagainya. Pada pemeriksaan umum perlu diperhatikan tanda-tanda yang menunjukkan ke arah kemungkinan penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit menahun, dan lain-lain. Kecurigaan terhadap salah satu penyakit tersebut hendaknya menjadi dorongan untuk melakukan pemerksaan dengan teliti kearah penyakit yang bersangkutan. Pada pemeriksaan ginekologik perlu dilihat apakah tidak ada kelainan-kelainan organic yang menyebabkan perdarahan abnormal (polip, ulkus, tumor, kehamilan terganggu). Dalam hubungan dengan pemeriksaan lain, perlu diketahui bahwa di negeri kita keluarga sangat keberatan dilakukan pemeriksaan dalam pada wanita yang belum kawin, meskipun kadang-kadang hal itu tidak dapat dihindarkan. Dalam hal ini dapat dipertimbangkan untuk melakukan pemeriksaan dengan menggunakan anesthesia umum. Pada wanita dalam masa pubertas umumnya tidak perlu dilakukan kerokan guna pembuatan diagnosis. Pada wanita berumur antara 20-40 tahun kemungkinan terbesar ialah kehamilan terganggu, polip, mioma submukosum, dan sebagainya. Disini kerokan diadakan setelah dapat diketahui benar bahwa tindakan tersebut tidak mengganggu kehamilan yang masih memberi harapan untuk diselamatkan. Pada wanita dalam pramenopause dorongan untuk melakukan kerokan ialah untuk memastikan ada tidaknya tumor ganas. Penanganan Kadang-kadang pengeluaran darah pada perdarahan disfungsional sangat banyak: dalam hal ini penderita harus istirahat baring dan diberi transfusi darah. Setelah pemeriksaan ginekologik menunjukkan bahwa perdarahan berasal dari uterus dan tidak ada abortus inkompletus, perdarahan untuk sementara waktu dapat dipengaruhi dengan hormaon steroid. Dapat diberikan : a. Estrogen dalam dosis tinggi, supaya kadarnya dalam darah

13

meningkat dan perdrahan berhenti. Dapat diberikan secara intramuscular dipropionas estradiol 2,5 mg, atau benzoas estradiol 1.5 mg, atau valeras estradiol 20 mg. keberatan terapi ini adalah bahwa setalah suntikan dihentikan, perdarahan timbul lagi. b. Progesterone: pertimbangan disini ialah bahwa sebagian besar perdarahan fungsional bersifat anovulatoar, sehingga pemberian progesterone mengimbangi pengaruh estrogen terhadap endometrium. Dapat diberikan kaproas hidroksi-progesteron 125 mg, secara intramuskulus, atau dapat duberikan per os sehari norethindrone 15 mg atau asetas medroksi-progesterone (Provera) 10 mg, yang dapat diulangi. Terapi ini berguna pada wanita dalam masa pubertas. Androgen mempunyai efek baik terhadap perdarahan disebabkan oleh hyperplasia endometrium. Terapi ini tidak dapat diselenggarakan terlalu lama mengingat bahaya virilisasi. Dapat diberikan proprionas testosterone 50 mg. Intramuscular yang dapat diulangi 6 jam kemudian. Pemberian metiltestosteron per os kurang cepat efeknya. Kecuali pada wanita dalam masa pubertas, terapi yang paling baik ialah dilatasi dan kerokan. Tindakan ini penting, baik untuk terapi maupun untuk diagnosis. Dengan terapi ini banyak kasus perdarahan tidak terulang lagi. Apabila ada penyakit metabolic, penyakit endokrin, penyakit darah, dan lain-lain yang menjadi sebab perdarahan, tentulah penyakit itu harus ditangani. Apabila setelah dilakukan kerokan perdarahan disfungsional timbul lagi, dapat diusahakan terapi hormonal.pemberian estrogen saja kurang bermanfaat karena sebagian besar perdarahan disfungsional disebabkan oleh hiperestrinisme. Pemberian progesterone saja berguna apabila produksi estrogen secara endogen cukup. Dalam hubungan dengan hal-hal tersebut di atas, pemberian estrogen dan progesterone dalam kombinasi dapat dianjurkan; untuk keperluan ini pil-pil kontrasepsi dapat digunakan. Terapi ini dapat dilakukan mulai hari ke-5 perdarahan terus untuk 21 hari. Dapat pula diberikan progesterone untuk hari, mulai hari ke-21 siklus haid.

Andogen dapat berguna pula dalam terapi terhadapa perdarahan disfungsional yang berulang. Terapi per os umumnya lebih dianjurkan daripada terapi suntikan. Dapat diberikan metiltestosteron 5 mg, sehari; dalil dalam terapi dengan andogen ialah pemberian dosis yang sekecil-kecilnya dan sependek mungkin. Terapi dengan klomifen, yang bertujuan untuk menimbulkan ovulasi pada perdarahan anovulatoar, umumnya tidak seberapa banyak digunakan. Terapi ini lebih tepat pada infertilitas dengan siklus anovulatoar sebagai sebab. Sebagai tindakan yang terakir pada wanita dengan peradarahan disfungsional terus menerus (walaupun sudah dilakukan kerokan beberapa kali, dan yang sudah mempunyai anak cukup) ialah histerektomi.

E. GANGGUAN LAIN YANG ADA HUBUNGANNYA DENGAN MENSTRUASI 1. SINDROME PRAMENSTRUASI (PMS) PMS (Premenstrual Syndrome) atau Sindrom Pra Menstruasi adalah gejala fisik, psikis/emosional dan tingkah laku yang sering terjadi sebelum siklus menstruasi pada wanita. Gejala-gejala PMS ini terjadi 7 - 14 hari sebelum datangnya haid dan akan hilang bila mulai haid. PMS terjadi pada siklus menstruasi wanita di setiap usia, biasanya pada wanita usia 14 - 50 tahun. Gejala PMS yang terjadi pada tiap wanita bervariasi dan terjadi berubah-ubah pada tiap wanita dari bulan ke bulan. Berdasarkan riset dapat diidentifikasikan ada 180 gejala umum PMS dan yang paling sering dilaporkan adalah : GEJALA FISIK

Sakit kepala /Migrain Perut kejang/kembung Sembelit/diare

15

Sakit punggung/pinggang Kram pada kandung kemih Fatigue (letih/lelah/lesu) Payudara nyeri, membengkak dan mengeras Gangguan tidur Sendi atau otot lemas Timbulnya jerawat Pembengkakan tungkai kaki/lutut Retensi/tertahannya cairan tubuh di payudara, tungkai kaki, lutut, otak (yang menyebabkan payudara, tungkai kaki, lutut membengkak dan sakit kepala)

Kenaikan berat badan dan lain sebagainya

GEJALA PSIKIS/EMOSIONAL DAN TINGKAH LAKU

Perubahan nafsu makan, nafsu makan meningkat (khususnya jenis makanan yang manis, asin) atau sebaliknya menjadi kurang nafsu makan

Mudah tersinggung, mudah marah, mood berubah-ubah Menangis tiba-tiba Perubahan libido Pelupa Cemas, depresi, gangguan konsentrasi, agresif

(www.SixWise.com) PENYEBAB PMS Penyebab pasti dari PMS belum dapat diketahui secara jelas, berdasarkan riset medis yang telah dilakukan penyebab PMS mengarah pada perubahan tingkat hormon yang terjadi pada masa sebelum haid. Salah satunya adalah peranan dari hormon wanita yaitu estrogen dan progesteron. PMS terjadi pada rentang waktu

hidup antara pubertas dan menopause, masa ketika ovarium bekerja untuk menghasilkan hormon estrogen. Wanita yang tidak berovulasi tidak mengalami PMS dan biasanya setelah mengalami kehamilan wanita akan sembuh dari PMS. Riset menunjukan bahwa PMS menjadi lebih bermasalah di awal dan akhir fase siklus reproduksi (yaitu pada pubertas dan menopause) dan saat masa kehamilan dan kelahiran anak seperti saat siklus menstruasi pada awalnya. (www.midlife-passages.com) Beberapa teori penyebab PMS : (www.SixWise.com): Berhubungan dengan hipoglikemia (kadar gula darah rendah yang abnormal/hypothyroid) Berhubungan dengan hormon pituitari, prostaglandin, dan neurotransmitter di otak Karena kurang asupan vitamin B, Kalsium dan Magnesium

Penyebab pasti munculnya sindrom ini memang belum jelas. Beberapa teori menyebutkan antara lain karena faktor hormonal yakni ketidakseimbangan antara hormon estrogen dan progesteron. Teori lain mengatakan, karena hormon estrogen yang berlebihan (estrogen dominan). Salah satu kemungkinan yang kini sedang diselidiki adalah adanya perbedaan genetik pada sensitivitas reseptor dan sistem pembawa pesan yang menyampaikan pengeluaran hormon seks dalam sel. Kemungkinan lain, itu berhubungan dengan gangguan perasaan, faktor kejiwaan, masalah sosial, atau fungsi serotonin yang dialami penderita. PMS biasanya lebih mudah terjadi pada wanita yang lebih peka terhadap perubahan hormonal dalam siklus haid. Faktor - Faktor yang meningkatkan resiko terjadinya PMS

Wanita yang pernah melahirkan (PMS semakin berat setelah melahirkan beberapa anak, terutama bila pernah mengalami kehamilan dengan komplikasi seperti toksima).

Status perkawinan (wanita yang sudah menikah lebih banyak mengalami PMS dibandingkan yang belum)17

Usia

(PMS

semakin

sering

dan

mengganggu

dengan

bertambahnya usia, terutama antara usia 30 - 45 tahun)

Stres (faktor stres memperberat gangguan PMS) Diet (faktor kebiasaan makan, seperti tinggi gula, garam, kopi, teh, coklat, minuman bersoda, produk susu, makanan olahan, memperberat gejala PMS)

Kekurangan zat-zat gizi seperti kurang vitamin B (terutama B6), vitamin E, vitamin C, magnesium, zat besi, seng, mangan, asam lemak linoleat. Kebiasaan merokok dan minum alkohol juga dapat memperberat gejala PMS

Kegiatan fisik (kurang berolahraga dan aktivitas fisik menyebabkan semakin beratnya PMS)

Tipe PMS dan gejalanya Dr. Guy E. Abraham, ahli kandungan dan kebidanan dari Fakultas Kedokteran UCLA, AS, membagi PMS menurut gejalanya yakni PMS tipe A, H, C, dan D. 80% gangguan PMS termasuk tipe A. Penderita tipe H sekitar 60%, PMS C 40%, dan PMS D 20%. Kadang-kadang seorang wanita mengalami gejala gabungan, misalnya tipe A dan D secara bersamaan. PMS tipe A (anxiety) Ditandai dengan gejala seperti rasa cemas, sensitif, saraf tegang, perasaan labil. Bahkan beberapa wanita mengalami depresi ringan sampai sedang saat sebelum mendapat haid. Gejala ini timbul akibat ketidakseimbangan hormon estrogen dan progesteron: hormon estrogen terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon progesteron. Pemberian hormon progesteron kadang dilakukan untuk mengurangi gejala, tetapi beberapa peneliti mengatakan, pada penderita PMS bisa jadi kekurangan vitamin B6 dan magnesium. Penderita PMS A sebaiknya banyak mengkonsumsi makanan berserat dan mengurangi atau membatasi minum kopi. PMS tipe H (hyperhydration)

Memiliki gejala edema (pembengkakan), perut kembung, nyeri pada buah dada, pembengkakan tangan dan kaki, peningkatan berat badan sebelum haid. Gejala tipe ini dapat juga dirasakan bersamaan dengan tipe PMS lain. Pembengkakan itu terjadi akibat berkumpulnya air pada jaringan di luar sel (ekstrasel) karena tingginya asupan garam atau gula pada diet penderita. Pemberian obat diuretika untuk mengurangi retensi (penimbunan) air dan natrium pada tubuh hanya mengurangi gejala yang ada. Untuk mencegah terjadinya gejala ini penderita dianjurkan mengurangi asupan garam dan gula pada diet makanan serta membatasi minum sehari-hari. PMS tipe C (craving) Ditandai dengan rasa lapar ingin mengkonsumsi makanan yang manis-manis (biasanya coklat) dan karbohidrat sederhana (biasanya gula). Pada umumnya sekitar 20 menit setelah menyantap gula dalam jumlah banyak, timbul gejala hipoglikemia seperti kelelahan, jantung berdebar, pusing kepala yang terkadang sampai pingsan. Hipoglikemia timbul karena pengeluaran hormon insulin dalam tubuh meningkat. Rasa ingin menyantap makanan manis dapat disebabkan oleh stres, tinggi garam dalam diet makanan, tidak terpenuhinya asam lemak esensial (omega 6), atau kurangnya magnesium. PMS tipe D (depression) Ditandai dengan gejala rasa depresi, ingin menangis, lemah, gangguan tidur, pelupa, bingung, sulit dalam mengucapkan kata-kata (verbalisasi), bahkan kadang-kadang muncul rasa ingin bunuh diri atau mencoba bunuh diri. Penyebabnya karena rendahnya kadar neurotransmitter di sistem saraf pusat. Ini karena peningkatan gangguan neurotransmiter sebagai hasil dari penurunan kadar estrogen (Kontras dengan PMS A yang menunjukkan hasil yang berlawanan). Turunnya pengeluaran estrogen ovarian dihubungkan pada suatu peningkatan dorongan tekanan pada sekresi androgen adrenal dan progesteron. Biasanya PMS tipe D berlangsung bersamaan dengan PMS tipe A, hanya sekitar 3% dari seluruh tipe PMS benar-benar murni tipe D.

19

PMS tipe D murni Disebabkan oleh ketidakseimbangan hormon progesteron dan estrogen, di mana hormon progesteron dalam siklus haid terlalu tinggi dibandingkan dengan hormon estrogennya. Kombinasi PMS tipe D dan tipe A dapat disebabkan oleh beberapa faktor yaitu stres, kekurangan asam amino tyrosine, penyerapan dan penyimpanan timbal di tubuh, atau kekurangan magnesium dan vitamin B (terutama B6). Meningkatkan konsumsi makanan yang mengandung vitamin B6 dan magnesium dapat membantu mengatasi gangguan PMS tipe D yang terjadi bersamaan dengan PMS tipe A.

Suatu Siklus Siklus menstruasi yang biasanya terjadi adalah 28 hari. Pada pertengahan siklus (sekitar hari ke-14), produksi dari LTH-Luteinizing Hormon (Hormon yang bertanggung jawab terhadap ovulasi) menekan, yang memicu ovulasi. Selama masa separuh ke-2 dari siklus menstruasi (sekitar hari ke-14 sampai hari ke-28), jika keseimbangan hormon estrogen dan progesteron stabil, maka PMS tidak akan muncul. Bagaimanapun bila kadar progesteron tidak normal, kadar serotonin dapat dipicu menjadi turun dan tertekan. Apa Yang Dikerjakan Dalam Pengaturan PMS ? Latihan aerobik yang teratur (sesi 1 jam 3-5 kali seminggu) adalah suatu hal bermanfaat dan dapat mengurangi gejala PMS karena dapat meningkatkan produksi dari endorfin (pembunuh rasa sakit alami tubuh), dimana hal ini dapat meningkatkan kadar serotonin. Latihan aerobik yang teratur juga mengurangi stres dan meningkatkan pola tidur yang teratur. Vitamin dan suplemen mineral khususnya vitamin B6 dan E juga kalsium dan magnesium sering efektif untuk mengurangi gejala PMS seperti payudara sensitif dan kembung. Teknik relaksasi tertentu seperti latihan menarik nafas dalam-dalam atau visualisasi dan biofeedback juga terbukti terapetik dalam pengurangan gejala PMS. Latihan fisik

meningkatkan tone simpatetik, suatu kondisi yang menurunkan detak jantung dan mengurangi sensasi cemas. 2. DISMENORE DEFINISI Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi. PENYEBAB Disebut dismenore primer jika tidak ditemukan penyebab yang mendasarinya dan dismenore sekunder jika penyebabnya adalah kelainan kandungan. Dismenore primer sering terjadi, kemungkinan lebih dari 50% wanita mengalaminya dan 15% diantaranya mengalami nyeri yang hebat. Biasanya dismenore primer timbul pada masa remaja, yaitu sekitar 2-3 tahun setelah menstruasi pertama. Nyeri pada dismenore primer diduga berasal dari kontraksi rahim yang dirangsang oleh prostaglandin. Nyeri dirasakan semakin hebat ketika bekuan atau potongan jaringan dari lapisan rahim melewati serviks (leher rahim), terutama jika saluran serviksnya sempit. Faktor lainnya yang bisa memperburuk dismenore adalah: primer. Hal ini diduga terjadi karena adanya kemunduran saraf rahim akibat penuaan dan hilangnya sebagian saraf pada akhir kehamilan. Perbedaan beratnya nyeri tergantung kepada kadar prostaglandin. Wanita yang mengalami dismenore memiliki kadar prostaglandin yang 5-13 kali lebih tinggi dibandingkan dengan wanita yang tidak mengalami dismenore.21

rahim yang menghadap ke belakang (retroversi) kurang berolah raga stres psikis atau stres sosial.

Pertambahan umur dan kehamilan akan menyebabkan menghilangnya dismenore

Dismenore sangat mirip dengan nyeri yang dirasakan oleh wanita hamil yang mendapatkan suntikan prostaglandin untuk merangsang persalinan. Dismenore sekunder lebih jarang ditemukan dan terjadi pada 25% wanita yang mengalami dismenore. Penyebab dari dismenore sekunder adalah: Endometriosis (penyimpangan pembentukan jaringan yang mengandung granula endometrium khusus dan elemen stroma pada banyak lokasi di dalam rongga panggul. Fibroid (tumor) Adenomiosis otot berlebih) GEJALA Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual, sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah. DIAGNOSA Diagnosis ditegakkan berdasarkan gejala dan hasil pemeriksaan fisik. PENGOBATAN Untuk mengurangi rasa nyeri bisa diberikan obat anti peradangan non-steroid (misalnya ibuprofen, naproxen dan asam mefenamat). Obat ini akan sangat efektif Peradangan tuba falopii Perlengketan abnormal antara organ di dalam perut. Pemakaian IUD. (kondisi jinak yang ditandai pertumbuhan endometrium ke dalam otot uterus, terkadang disertai pertumbuhan

Dismenore sekunder seringkali mulai timbul pada usia 20 tahun.

jika mulai diminum 2 hari sebelum menstruasi dan dilanjutkan sampai hari 1-2 menstruasi. Selain dengan obat-obatan, rasa nyeri juga bisa dikurangi dengan: istirahat yang cukup olah raga yang teratur (terutama berjalan) pemijatan yoga kompres hangat di daerah perut.

Untuk mengatasi mual dan muntah bisa diberikan obat anti mual, tetapi mual dan muntah biasanya menghilang jika kramnya telah teratasi. Gejala juga bisa dikurangi dengan istirahat yang cukup serta olah raga secara teratur. Jika nyeri terus dirasakan dan mengganggu kegiatan sehari-hari, maka diberikan pil KB dosis rendah yang mengandung estrogen dan progesteron atau diberikan medroxiprogesteron. Pemberian kedua obat tersebut dimaksudkan untuk mencegah ovulasi (pelepasan sel telur) dan mengurangi pembentukan prostaglandin, yang selanjutnya akan mengurangi beratnya dismenore. Jika obat ini juga tidak efektif, maka dilakukan pemeriksaan tambahan (misalnya laparoskopi).

F. INFERTILITAS Defenisi Infertilitas didefenisikan sebagai kegagalan mengandung setelah 1 tahun berusaha hamil. Infertilitas primer menunjuk pada pasien yang belum pernah hamil sebelumnya. Infertilitas sekunder digunakan untuk pasien yang pernah hamil sebelumnya.(Ralph C.Benson, 2008) Menurut WHO adalah tidak terjadinya kehamilan pada pasangan yang telah berhubungan intim tanpa menggunakan kontrasepsi secara teratur minimal 1-2 tahun.23

Menurut dokter ahli reproduksi, sepasang suami-istri dikatakan infertil jika:

Tidak hamil setelah 12 bulan melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan bebas kontrasepsi bila perempuan berumur kurang dari 34 tahun.

Tidak hamil setelah 6 bulan melakukan hubungan intim secara rutin (1-3 kali seminggu) dan bebas kontrasepsi bila perempuan berumur lebih dari 35 tahun.

Perempuan yang bisa hamil namun tidak sampai melahirkan sesuai masanya (37-42 minggu)

Jadi infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 2-3 x / minggu. Etiologi Infertilitas tidak semata-mata terjadi kelainan pada wanita saja. Hasil penelitian membuktikan bahwa suami menyumbang 25-40% dari angka kejadian infertil, istri 40-55%, keduanya 10%, dan idiopatik 10%. Hal ini dapat menghapus anggapan bahwa infertilitas terjadi murni karena kesalahan dari pihak wanita/istri. Berbagai gangguan yang memicu terjadinya infertilitas antara lain : a. Pada wanita Gangguan organ reproduksi 1. Infeksi vagina sehingga meningkatkan keasaman vagina yang akan membunuh sperma dan pengkerutan vagina yang akan menghambat transportasi sperma ke vagina. 2. Kelainan pada serviks akibat defesiensi hormon esterogen yang mengganggu pengeluaran mukus serviks. Apabila mukus sedikit di serviks, perjalanan sperma ke dalam rahim terganggu. Selain itu, bekas operasi pada serviks yang menyisakan jaringan parut juga dapat menutup serviks sehingga sperma tidak dapat masuk ke rahim. 3. Kelainan pada uterus, misalnya diakibatkan oleh

malformasi uterus yang mengganggu pertumbuhan fetus, mioma uteri dan adhesi uterus yang menyebabkan terjadinya gangguan suplai darah untuk perkembangan fetus dan akhirnya terjadi abortus berulang. 4. Kelainan tuba falopii akibat infeksi yang mengakibatkan adhesi tuba falopii dan terjadi obstruksi sehingga ovum dan sperma tidak dapat bertemu. Gangguan ovulasi Gangguan ovulasi ini dapat terjadi karena ketidakseimbangan hormonal seperti adanya hambatan pada sekresi hormon FSH dan LH yang memiliki pengaruh besar terhadap ovulasi. Hambatan ini dapatterjadi karena adanya tumor kranial, stress, dan penggunaan obat-obatan yang menyebabkan terjadinya disfungsi hipothalamus dan hipofise. Bila terjadi gangguan sekresi kedua hormon ini, maka folicle mengalami hambatan untuk matang dan berakhir pada gengguan ovulasi. Kegagalan implantasi Wanita dengan kadar progesteron yang rendah mengalami kegagalan dalam mempersiapkan endometrium untuk nidasi. Setelah terjadi pembuahan, proses nidasi pada endometrium tidak berlangsung baik. Akiatnya fetus tidak dapat berkembang dan terjadilah abortus. Endometriosis Abrasi genetis Faktor immunologis

Apabila embrio memiliki antigen yang berbeda dari ibu, maka tubuh ibu memberikan reaksi sebagai respon terhadap benda asing. Reaksi ini dapat menyebabkan abortus spontan pada wanita hamil. Lingkungan Paparan radiasi dalam dosis tinggi, asap rokok, gas ananstesi, zat kimia, dan pestisida dapat menyebabkan toxic pada seluruh bagian tubuh termasuk organ reproduksi yang akan mempengaruhi kesuburan. Faktor Umur

25

Kemampuan reproduksi wanita menurun drastis setelah umur 35 tahun. Hal ini dikarenakan cadangan sel telur yang makin sedikit. Fase reproduksi wanita adalah masa sistem reproduksi wanita berjalan optimal sehingga wanita berkemampuan untuk hamil. Fase ini dimulai setelah fase pubertas sampai sebelum fase menopause. Fase pubertas wanita adalah fase di saat wanita mulai dapat bereproduksi, yang ditandai dengan haid untuk pertama kalinya (disebut menarche) dan munculnya tanda-tanda kelamin sekunder, yaitu membesarnya payudara, tumbuhnya rambut di sekitar alat kelamin, dan timbunan lemak di pinggul. Fase pubertas wanita terjadi pada umur 11-13 tahun. Adapun fase menopause adalah fase di saat haid berhenti. Fase menopause terjadi pada umur 45-55 tahun. Pada fase reproduksi, wanita memiliki 400 sel telur. Semenjak wanita mengalami menarche sampai menopause, wanita mengalami menstruasi secara periodik yaitu pelepasan satu sel telur. Jadi, wanita dapat mengalami menstruasi sampai sekitar 400 kali. Pada umur 35 tahun simpanan sel telur menipis dan mulai terjadi perubahan keseimbangan hormon sehingga kesempatan wanita untuk bisa hamil menurun drastis. Kualitas sel telur yang dihasilkan pun menurun sehingga tingkat keguguran meningkat. Sampai pada akhirnya kira-kira umur 45 tahun sel telur habis sehingga wanita tidak menstruasi lagi alias tidak dapat hamil lagi. Pemeriksaan cadangan sel telur dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah atau USG saat menstruasi hari ke-2 atau ke-3. b. Pada pria Ada beberapa kelainan umum yang dapat menyebabkan infertilitas pada pria yaitu: Abnormalitas sperma; morfologi, motilitas. Abnormalitas ejakulasi; ejakulasi rerograde, hipospadia. Abnormalitas ereksi. Abnormalitas cairan semen; perubahan pH dan perubahan komposisi kimiawi. Infeksi pada saluran genital yang meninggalkan jaringan parut sehingga terjadi penyempitan pada obstruksi pada

saluran genital. Manifestasi Klinik 1. Wanita Terjadi kelainan system endokrin. Hipomenore dan amenore. Diikuti dengan perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat menunjukkan masalah pada aksis ovarium hipotalamus hipofisis atau aberasi genetik. Wanita dengan sindrom turner biasanya pendek, memiliki payudara yang tidak berkembang,dan gonatnya abnormal. Wanita infertil dapat memiliki uterus . Motilitas tuba dan ujung fimbrienya dapat menurun atau hilang akibat infeksi, adhesi, atau tumor. Traktus reproduksi internal yang abnormal Lingkungan; Radiasi, obat-obatan anti cancer. Abrasi genetik

2. Pria Riwayat terpajan benda benda mutan radiasi, yang rokok, membahayakan reproduksi (panas,

narkotik, alkohol, infeksi). Status gizi dan nutrisi terutama kekurangan protein dan vitamin Riwayat infeksi genitorurinaria. Hipertiroidisme dan hipotiroid. Tumor hipofisis atau prolactinoma. Disfungsi ereksi berat. Ejakulasi retrograt. Hypo/epispadia.27

tertentu

Patofisiologi a. Wanita

Mikropenis. Andesensus testis (testis masih dalam perut/dalam lipat paha). Gangguan spermatogenesis (kelainan jumlah, bentuk dan motilitas sperma). Hernia scrotalis (hernia berat sampai ke kantong testis ). Varikhokel (varises pembuluh balik darah testis). Abnormalitas cairan semen

Beberapa penyebab dari gangguan infertilitas dari wanita diantaranya gangguan stimulasi hipofisis hipotalamus yang mengakibatkan pembentukan FSH dan LH tidak adekuat sehingga terjadi gangguan dalam pembentukan folikel di ovarium. Penyebab lain yaitu radiasi dan toksik yang mengakibatkan gangguan pada ovulasi. Gangguan bentuk anatomi sistem reproduksi juga penyebab mayor dari infertilitas, diantaranya cidera tuba dan perlekatan tuba sehingga ovum tidak dapat lewat dan tidak terjadi fertilisasi dari ovum dan sperma. Kelainan bentuk uterus menyebabkan hasil konsepsi tidak berkembang normal walapun sebelumnya terjadi fertilisasi. Abnormalitas ovarium, mempengaruhi pembentukan folikel. Abnormalitas serviks mempengaruhi proses pemasukan sperma. Faktor lain yang mempengaruhi infertilitas adalah aberasi genetik yang menyebabkan kromosom seks tidak lengkap sehingga organ genitalia tidak berkembang dengan baik. Beberapa infeksi menyebabkan infertilitas dengan melibatkan reaksi imun sehingga terjadi gangguan interaksi sperma sehingga sperma tidak bisa bertahan, infeksi juga menyebebkan inflamasi berlanjut perlekatan yang pada akhirnya menimbulkan gangguan implantasi zigot yang berujung pada abortus. b. Pria Abnormalitas androgen dan testosteron diawali dengan disfungsi hipotalamus dan hipofisis yang mengakibatkan kelainan status fungsional testis. Gaya hidup memberikan peran yang besar dalam mempengaruhi infertilitas diantaranya

merokok, penggunaan obat-obatan dan zat adiktif yang berdampak pada abnormalitas sperma dan penurunan libido. Konsumsi alkohol mempengaruhi masalah ereksi yang mengakibatkan berkurangnya pancaran sperma. Suhu disekitar areal testis juga mempengaruhi abnormalitas spermatogenesis. Terjadinya ejakulasi retrograt misalnya akibat pembedahan sehingga menyebebkan sperma masuk ke vesika urinaria yang mengakibatkan komposisi sperma terganggu. Pemeriksaan Pemeriksaan Fisik: Perkembangan seks sekunder yang tidak adekuat ( spt distribusi lemak tubuh dan rambut yang tidak sesuai ). Pemeriksaan System Reproduksi : 1. Wanita Deteksi Ovulasi a. Meliputi pengkajian BBT (basal body temperature ). b. Uji lendir serviks metoda berdasarkan hubungan antara pertumbuhan anatomi dan fisiologi serviks dengan siklus ovarium untuk mengetahui saat terjadinya keadaan optimal getah serviks dalam menerima sperma. Analisa hormon Mengkaji fungsi endokrin pada aksis ovarium hipofisis hipotalamus. Dengan pengambilan specimen urine dan darah pada berbagai waktu selama siklus menstruasi. vagina. Uji pasca senggama Mengetahui ada tidaknya spermatozoa yang melewati serviks ( 6 jam pasca coital ). Biopsy endometrium terjadwal Mengetahui pengaruh progesterone terhadap endometrium dan sebaiknya29

Sitologi vagina

Pemeriksaan usap forniks vagina untuk mengetahui perubahan epitel

dilakukan pada 2-3 hr sebelum haid. Histerosalpinografi Radiografi kavum uteri dan tuba dengan pemberian materi kontras. Disini dapat dilihat kelainan uterus, distrosi rongga uterus dan tuba uteri, jaringan parut dan adesi akibat proses radang. Dilakukan secara terjadwal. Laparoskopi Pemeriksaan pelvis ultrasound Standar emas untuk mengetahui kelainan tuba dan peritoneum. Untuk memvisualisasi jaringan pelvis, misalnya untuk identifikasi kelainan, perkembangan dan maturitas folikuler, serta informasi kehamilan intra uterin. 2. Pria Parameter Warna Putih keruh Bau Bunga akasia PH 7,2 7,8 Volume 2 5 ml Viskositas 1,6 6,6 centipose Jumlah sperma 20 juta / ml Sperma motil > 50% Bentuk normal > 60% Kecepatan gerak sperma 0,18-1,2 detik persentase gerak sperma motil > 60% Aglutasi Tidak ada Sel sel Sedikit,tidak ada Uji fruktosa 150-650 mg/dl Pemeriksaan endokrin Pemeriksaan ini berguna untuk menilai kembali fungsi hipothalamus, hipofisis jika kelainan ini diduga sebagai penyebab infertilitas. Uji yang Analisa Semen

dilakukan bertujuna untuk menilai kadar hormon tesrosteron, FSH, dan LH. USG Pemeriksaan ini dilakukan untuk melihat struktur kelenjar prostat, vesikula seminalis, atau seluran ejakulatori. Biopsi testis Pemeriksaan ini dilakukan dengan mengambil sampel jaringan testis memakai metoda invasif untuk mengidentifikasi adanya kelainan patologi. Penatalaksanaan A. Wanita Pengetahuan tentang siklus menstruasi, gejala lendIr serviks puncak dan waktu yang tepat untuk coital. Pemberian terapi obat, seperti: 1. Stimulant ovulasi, baik untuk gangguan yang disebabkan oleh supresi hipotalamus, peningkatan kadar prolaktin. 2. Terapi penggantian hormon. 3. Glukokortikoid jika terdapat hiperplasi adrenal. 4. Penggunaan antibiotika yang sesuai untuk pencegahan dan penatalaksanaan infeksi dini yang adekuat. GIFT ( gemete intrafallopian transfer ). Laparatomi dan bedah mikro untuk memperbaiki tuba yang rusak secara luas. Bedah plastic misalnya penyatuan uterus bikonuate. Pengangkatan tumor atau fibroid. Eliminasi vaginitis atau servisitis dengan antibiotika atau kemoterapi Uji penetrasi sperma. Uji hemizona.

31

B. Pria Penekanan produksi sperma untuk mengurangi jumlah antibodi autoimun, diharapkan kualitas sperma meningkat. Agen antimikroba. Testosterone Enantat dan Testosteron Spionat untuk stimulasi kejantanan. HCG secara i.m memperbaiki hipoganadisme. FSH dan HCG untuk menyelesaikan spermatogenesis. Bromokriptin, digunakan untuk mengobati tumor hipofisis atau hipotalamus . Klomifen dapat diberikan untuk mengatasi subfertilitas idiopatik. Perbaikan varikokel menghasilkan perbaikan kualitas sperma. Perubahan gaya hidup yang sederhana dan yang terkoreksi. Seperti, perbaikan nutrisi, tidak membiasakan penggunaan celana yang panas dan ketat. Perhatikan penggunaan lubrikans saat coital, jangan yang mengandung spermatisida. Tindakan-Tindakan Fertilitas Khusus 1. Fertilisasi In Vitro-Tansfer embrio (IVF-ET) Adalah teknik pemindahan ovum (sel telur) dari ovarium, membuahinya di dalam laboratorium, kemudian memasukkan embrio yang terjadi ke dalam uterus. Keberhasilan mencapai kehamilan setelah mendapatkan ovum adalah 15%-20% per siklus dan 70%-80% nya hamil hingga cukup bulan. Indikasi IVF-ET biasanya adalah kelainan tuba bilateral, antibodi antisperma, endometriosis luas, oligospermia. Teknik Superovulasi Dapat digunakan beberapa metode, meliputi klomifen

sitrat,hMG,hFSH dan GnRH. Pemeriksaaan ultrasonografi Penentuan jumlah dan pertumbuhan folikel ovarium perlu dilakukan karena paling sedikit dua atau tiga folikel harus berkembang bersama-sama untuk memperbesar kemungkinan keberhasilan memperoleh ovum. Pemantauan hormon Kadar estradiol serum berguna untuk memperkirakan siklus mana yang paling mungkin menghasilkan kehamilan. Kadar LH dipantau dengan cermat karena puncak LH yang tidak diperkirakan dapat menghasilkan ovulasi sebelum jadwal aspirasi ovum. Mendapatkan ovum Ovum diaspirasi 24 jam setelah penyuntikan hCG atau setelah onset lonjakan LH spontan. Aspirasi dapat dilakukan melalui laparoskopi ultrasonografi atau dan melalui visualisasi indirek menggunakan atau pendekatan transvesika-perkutaneus

transvagina. Keuntungan teknik ultrasonografi adalah dapat dilakukan pada pasien rawat jalan dan tidak perlu anestesi. Setelah ovarium dapat dikenali, lakukan pungsi di setiap folikel preovulasi dan isinya diaspirasi. Bahan aspirat kemudian segera di bawa ke laboratorium. Identifikasi dan klasifikasi ovum Ovum diidentifikasi secara mikroskopis dan dikelompokkan sebagai ovum matur (kumulus ooforus menyebar) atau imatur (kumulus padat). Ovum matur sudah menjalani pembelahan meiosis pertama dan diinfertilisasi 5 jam setelah aspirasi. Ovum imatur dapat diinkubasi hingga 36 jam sebelum difertilisasi. Kapasitasi sperma Karena sperma yang baru saja diejakulasi tidak dapat membuahi ovum, sperma harus dikapasitasi dengan inkubasi singkat dalam medium biakan.33

Fertilisasi Setiap ovum dicampur dengan 10.000-50.000 sperma motil, dan inkubasi dimulai.

Inkubasi Suasana udara terdiri dari 5%-20% O2 dan 5% CO2 serta medium biakan yang ditambah serum ibu atau serum tali pusat manusia yang digunakan untuk inkubasi. Selama inkubasi, sediaan diperiksa untuk mencari adanya pronuklei (fertilisasi sudah terjadi) atau blastomer (pembelahan sudah terjadi).

Transfer Embrio Ovum yang sudah dibuahi diletakkan dalam uterus setelah inkubasi selama 48-72 jam, biasanya pada tahap 2 sel menjadi 8 sel. Tindakan ini dilakukan dengan aspirasi ovum ke dalam kateter kecil yang kemudian dimasukkan melalui serviks. Ovum disuntikkan ke dalam kavum uteri untuk menyelesaikan proses.

Transfer gamet intra tuba fallopii (GIFT) Digunakan untuk pasien dengan tuba uterina yang paten. Setelah superovulasi dan pengumpulan ovum, ovum dan sperma dicampur kemudian segera dimasukkan ke dalam tuba uterina, sehingga dapat terjadi fertilisasi alami.

Aspek-Aspek Psikologis Infertilitas Pasangan-pasangan yang infertil memerlukan dukungan psikologis. Infertilitas dapat menimbulkan rasa tidak mampu, kehilangan jati diri, atau ketakutan tentang seksualitas mereka sendiri. Kemarahan,tuduhan, atau depresi dapat menonjol karena frustasi dan kekecewaaan muncul kembali setiap bulan selama belum terjadi kehamilan. Infertilitas dapat menyebabkan pasien mengalami semua fase reaksi kesedihan : penyangkalan, kemarahan, penawaran, depresi dan penerimaan. Kelompok pendukung dapat membantu organisasi nasional RESOLVE dapat memberikan dukungan informal dan rujukan untuk

konseling dengan ahlinya.

BAB III PENUTUP

A. KESIMPULAN Gangguan menstruasi (haid)

35

Gangguan haid dan siklusnya khususnya dalam masa reproduksi dapat digolongkan dalam : 1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahanpad haid: a. Hipermenorea atau menoragia; b. Hipomenorea 2. Kelainan siklus : a. Polimenorea b. Oligomenorea c. Amenorea 3. Perdarahan di luar haid : Metroragia 4. Gangguan lain yang ada hubungan dengan haid : a. Premenstrual tension (ketegangan prahaid) b. Dismenorea Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi: Hipermenorea (menoragia) Hipermenorea ialah perdarahan haid yang lebih banyak dari normal atau lebih lama dari normal (lebih dari 8 hari). Hipomenorea Hipomenorea adalah perdarahan haid yang lebih pendek dan atau lebih kurang dari biasa.

Oligomenorea

Kelainan siklus

Di sini siklus haid lebih panjang, lebih dari 35 hari. Amenorea Amenorea adalah keadaaan tidak terjadinya menstruasi

pada seorang wanita. Perdarahan bukan haid (di luar haid) Yang dimaksud adalah perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 perdarahan itu tampak terpisah dan dapat dibedakan dari haid, atau 2 jenis perdarahan ini menjadi satu; yang pertama dinamakan metroragia, yang kedua menometroragia. Gangguan lain yang ada hubungannya dengan menstruasi Sindrome pramenstruasi (pms) PMS (Premenstrual Syndrome) atau Sindrom Pra Menstruasi adalah gejala fisik, psikis/emosional dan tingkah laku yang sering terjadi sebelum siklus menstruasi pada wanita. Dismenore Dismenore adalah nyeri perut yang berasal dari kram rahim dan terjadi selama menstruasi. Infertilitas Infertilitas didefenisikan sebagai kegagalan mengandung setelah 1 tahun berusaha hamil. Infertilitas primer menunjuk pada pasien yang belum pernah hamil sebelumnya. Infertilitas sekunder digunakan untuk pasien yang pernah hamil sebelumnya.(Ralph C.Benson, 2008) B. SARAN Gangguan reproduksi pada manusia adalah gangguan menstruasi dan infertilitas. Gangguan menstruasi adalah amenore, polimenorea, oligomenorea,metroragia, hipermenorea, hipomenorea, sindrome pra menstruasi, dismenore sedangkan infertilitas adalah ketidakmampuan sepasang suami istri untuk memiliki keturunan dimana wanita belum mengalami kehamilan setelah bersenggama secara teratur 23 x / minggu. Oleh sebab itu, penulis menyarankan agar perawat ataupun orang awam37

mengetahui tanda dan gejala dari gangguan sistem reproduksi ini untuk kemudahan dalam menemukan permasalahan yang ada dan segera berkonsultasi kepada ahlinya.