23

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

  • Upload
    others

  • View
    3

  • Download
    0

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing
Page 2: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni (Semnas-IPTEKS) Institut Teknologi Bandung, 19-20 April 2017

240

- uang-Ruang Inovasi Perkotaan Berbasis Komunitas Kewirausahaan

Dr. Agus S. Ekoma dyo, Tya s Sa ntri , S.T ., M .T .,

Andhika R iy adi, S.Sos.,MT.

Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan ITB. Email korespondensi: [email protected]

Dalam disiplin arsitektur, kajian penciptaan (place-making) banyak digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar mempunyai makna bagi penggunanya: mentransformasikan ruang (space) menjadi tempat (place) Sebuah taman inovasi (innovation park) dibangun dengan tujuan untuk menjadi tempat (place) bagaimana pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni juga sekaligus memberikan dampak untuk aktivitas ekonomi. Penelitian ini melihat aspek modal sosial dari terciptanya tempat-tempat inovasi, melalu kajian penciptaan tempat oleh perusaahaan rintisan alumni ITB dan relasinya dengan universitas almameter (ITB). Penelitian ini dilakukan dengan metode social constructivism of place-making, dengan melakukan analisis terhadap jejaring aktor-artifak. Perusahaan rintisan yang diteliti memilih kota Bandung karena faktor kenyamanan kota kota ini namun tetap ada kemudahan akses ke pasar maupun akses ke sumber daya. Pilihan lokasi kantor perusahaan rintisan terutama ditentukan oleh pertimbangan efisiensi biaya, namun pertimbangan akses terhadap pasar, sumber daya, kenyamanan, dan kedekatan dengan fasilitas lain juga menjadi pertimbangan penting. Relasi perusahaan rintisan terhadap universitas almamater masih terjaga, baik secara formal dan informal, dan relasi ini ditentukan oleh tempat-tempat yang tercipta di kantor perusahaan rintisan maupun di kampus universitas. Tempat-tempat yang berpengaruh dalam relasi perusahaan rintisan dan universitas adalah ruang magang di kantor, ruang diskusi di kantor, ruang kelas di kampus, dan ruang diskusi di kampus. Beberapa perusahaan rintisan ternyata mempunyai relasi kuat

Page 3: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

241

dengan laboratorium di kampus, meski relasi ini lebih banyak bersifat informal. Riset ini juga memberikan beberapa temuan, bahw a para perusahaan rintisan melihat bahw a program pengembangan inovasi oleh pemerintah, termasuk universitas, masih lebih banyak berupa jargon dan belum sepenuhnya menjadi kegiatan yang sistematis dan berkelanjutan. Dengan keterbatasan kapital yang dipunyai baik oleh perusahaan rintisan, perguruan tinggi, maupun pemerintah, penelitian ini menganjurkan pembangunan taman inovasi berbasis modal sosial yang sudah ada. Diharapkan program inovasi terutama yang diinisasi oleh perguruan tinggi bisa lebih realistis, sistematis, dan berkelanjutan.

Kata kunci: place-making untuk inovasi, perusahaan rintisan (start-up enterprise), konstruksi sosial, teori jejaring aktor (actor-netw ork theory).

Page 4: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dan Seni(Semnas-IPTEKS)Institut Teknologi Bandung, 19-20 April 2017 1

Received ________, Revised _________, Accepted for publication __________Copyright © xxxx Published by ITB Journal Publisher, ISSN: xxxx-xxxx, DOI: 10.5614/xxxx

Model Kajian Penciptaan Tempat untuk Inovasi Berbasis1Konstruksi Sosial: Kasus Penciptaan Perusahaan Rintisan2

Alumni ITB3

Agus S. Ekomadyo1,, Tyas Santri1 & Andhika Riyadi141Sekolah Arsitektur Perencanaan dan Pengembangan Kebijakan5

Institut Teknologi Bandung6Email korespondensi: [email protected]

8Abstrak: Dalam disiplin arsitektur, kajian penciptaan (place-making) banyak9digunakan untuk merancang suatu fasilitas agar mempunyai makna bagi10penggunanya: mentransformasikan ruang (space) menjadi tempat (place) Sebuah11taman inovasi (innovation park) dibangun dengan tujuan untuk menjadi tempat12(place) bagaimana pengembangan ilmu pengetahuan teknologi dan seni juga13sekaligus memberikan dampak untuk aktivitas ekonomi. Penelitian ini melihat14aspek modal sosial dari terciptanya tempat-tempat inovasi, melalu kajian15penciptaan tempat oleh perusaahaan rintisan alumni ITB dan relasinya dengan16universitas almameter (ITB). Penelitian ini dilakukan dengan metode social17constructivism of place-making, dengan melakukan analisis terhadap jejaring18aktor-artifak. Perusahaan rintisan yang diteliti memilih kota Bandung karena19faktor kenyamanan kota kota ini namun tetap ada kemudahan akses ke pasar20maupun akses ke sumber daya. Pilihan lokasi kantor perusahaan rintisan21terutama ditentukan oleh pertimbangan efisiensi biaya, namun pertimbangan22akses terhadap pasar, sumber daya, kenyamanan, dan kedekatan dengan fasilitas23lain juga menjadi pertimbangan penting. Relasi perusahaan rintisan terhadap24universitas almamater masih terjaga, baik secara formal dan informal, dan relasi25ini ditentukan oleh tempat-tempat yang tercipta di kantor perusahaan rintisan26maupun di kampus universitas. Tempat-tempat yang berpengaruh dalam relasi27perusahaan rintisan dan universitas adalah ruang magang di kantor, ruang diskusi28di kantor, ruang kelas di kampus, dan ruang diskusi di kampus. Beberapa29perusahaan rintisan ternyata mempunyai relasi kuat dengan laboratorium di30kampus, meski relasi ini lebih banyak bersifat informal. Dengan keterbatasan31kapital yang dipunyai baik oleh perusahaan rintisan, perguruan tinggi, maupun32pemerintah, penelitian ini menganjurkan pembangunan taman inovasi berbasis33modal sosial yang sudah ada. Diharapkan program inovasi terutama yang34diinisasi oleh perguruan tinggi bisa lebih realistis, sistematis, dan berkelanjutan.35

Kata kunci: place-making untuk inovasi, perusahaan rintisan (start-up36enterprise), konstruksi sosial, teori jejaring aktor (actor-network theory).37

38

Page 5: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

2 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

1 Pendahuluan39Ketika ITB memilih “Enterpreunerial University” maka institusi40

ini tengah membangun secara serius karakter inovasi dalam aneka agenda41akademisnya. Isu inovasi menjadi perhatian dunia saat Joseph42Schumpeter (1883-1950) memperkenalkan Ekonomi Inovasi yang43melihat bahwa pertumbuhan suatu bangsa lebih ditentukan penguasaan44ilmu pengetahuan dan tekonologi yang memandu proses inovasi untuk45efektivitas produk, proses, dan model bisnis dalam aneka aktivitas46kewirausahaan, dan bukan sekadar akumulasi dari faktor-faktor produksi47(modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya48saing bangsa, karena menyangkut bagaimana suatu bangsa bisa49memproduksi sendiri ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni, yang bisa50mempunyai nilai ekonomi dan dimanfaatkan secara efektif oleh51masyarakat (Yuliar, 2011:3). Enterpreunerial university sendiri52merupakan turunan dari konsep “triple-helix” (Etzkowitz, 2008), dengan53argumen bahwa “ruh” inovasi dalam suatu terjadi jika ada interaksi54intensif antara perguruan tinggi sebagai pemasok pengetahuan, industri55sebagai agen yang menjadikan hasil-hasil ipteks bisa digunakan oleh56masyarakat, dan pemerintah yang berperan untuk memberikan dukungan57regulasi dan sarana prasarana. Karakter inovatif suatu masyarakat akan58terbangun melalui hubungan saling ketergantungan -selayaknya sebuah59ekosistem- dari para pelaku inovasi.60

Ekosistem inovasi ini bisa berkembang sebuah lingkungan yang61mendukung, yang disebut sebagai milieu innovatif (innovative milieu).62Pemikiran terhadap milieu inovatif mendorong banyaknya kajian tentang63kaitan antara etos inovasi dengan ruang dan lingkungan (Simmie,642005:801). Gagasan untuk membangun taman-taman inovasi65(innovation-park) –yang kemudian berkembang dengan aneka nama66seperti science-park atau techno-park- adalah menciptakan suatu tempat67di mana aktivitas inovasi dikelola secara serius sebagai tempat interaksi68antara agen peneliti, industri, dan pemerintah secara intensif demi69menumbuhkan milieu inovatif. Di beberapa tempat, taman-taman inovasi70ini dibangun dalam skala kota, yang melibatkan pemerintah setempat dan71beberapa perguruan tinggi/ lembaga riset dan industri di kota tersebut,72dan dari sini muncul istilah techno-polis yang berarti “taman teknologi”73berskala kota (Syamwil, 2010:1008-1009). Milieu inovatif ini dalam74beberapa kasus bukan hanya berhasil berkontribusi dalam pertumbuhan75ekonomi masyarakat, tetapi juga berperan untuk ketahanan ekonomi76wilayah saat dalam kondisi krisis (Simmie, 2009:14-16).77

Page 6: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 3

Sepanjang sejarahnya, ITB berperan signifikan dalam membentuk78relasi perguruan tinggi-industri-pemerintah di kota Bandung. Keberadaan79Lembaga Afiliasi Perguruan Tinggi dan Industri (LAPI) ITB dan80beberapa industri strategis di kota Bandung menjadi contoh -meski belum81dinamakan sebagai taman inovasi- bahwa sudah terbangun beberapa82tempat di kota ini yang mengelola interaksi perguruan tinggi, industri,83dan pemerintah dalam menghasilkan aneka produk ipteks. Gagasan untuk84membangun Bandung High-Tech Valley (BHTV) tahun 1990-an85merupakan upaya serius untuk menciptakan taman inovasi berskala kota86(Syamwil, 2010:1010-1011). Gagasan untuk untuk membangun milieu87inovasi bagi kota Bandung terus berlanjut, seperti gagasan Bandung Raya88Innovation Valley (BRIV) dan Bandung Technopolis. Namun gagasan ini89memerlukan investasi skala besar dan membutuhkan peran negara yang90kuat yang menjamin investasi tersebut. Ketika peran negara belum sekuat91negara-negara maju, perlu alternatif lain untuk model taman inovasi di92Indonesia yang lebih berbasis pada kekuatan sosial (social capital)93dengan melihat gerakan-gerakan inovasi yang sudah berlangsung di94lapangan selayaknya sebuah bottom-up strategy.95

Tulisan ini disusun berdasarkan penelitian untuk melihat96bagaimana tempat-tempat inovasi tercipta di kota Bandung, terutama97inovasi yang didorong oleh keberadaan ITB di kota Bandung. Sebagai98kasus, dipilih perusahan rintisan (start-up enterprises) alumni ITB,99dengan pertimbangan perusahaan rintisan akan menjadikan pengetahuan100yang didapatkan selama perkuliahan di kampus sebagai modal yang101paling mudah didapatkan dalam mengembangkan usahanya. Diteliti pula102bagaimana perusahaan rintisan ini menjalin relasi dengan kampus ITB103saat ini, untuk melacak bagaimana produksi pengetahuan yang dilakukan104di kampus mempunyai korelasi dalam praktik di lapangan dalam kasus105perusahaan rintisan.106

Penelitian ini dilakukan dengan pendekatan social constructivism107of place-making, yang melihat bagaimana suatu tempat tercipta dari108relasi sosial yang terkait dengan tempat tersebut (Morgan, 2010:1).109Dengan pendekatan ini maka, ketika suatu tempat tercipta karena110konstruksi sosial, maka suatu sosial akan terkonstruksi oleh tempat111tersebut (Dovey, 2010: 6,13). Dengan pendekatan ini, maka kajian112penciptaan tempat yang dibuat oleh perusahaan rintisan yang diteliti113dilihat relasi sosial dalam menjalankan usahanya, termasuk relasinya114dengan ITB. Model ini diharapkan bisa memberikan gambaran115bagaimana kontribusi suatu tempat terhadap penciptaan milieu inovasi.116

Page 7: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

4 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

Secara lebih teknis, penelitian dilakukan melalui metode melacak117jejaring tempat-pelaku yang diturunkan dari Teori Jaringan-Aktor (Actor-118Network Theory/ ANT). ANT merupakan cabang dari Studi Sains dan119Teknologi (Science and Technology Studies/ STS) yang melihat relasi120antara sains-teknologi dengan masyarakat merupakan relasi yang mutual,121timbal balik, dan saling mempengaruhi (Latour: 2005). Metode ini122sebelumnya pernah diujicobakan oleh Ekomadyo (2013, 2014) ketika123melihat place-making pada fenomena kampung kreatif di Bandung dan124oleh Agrirachman (2017) ketika mengamati place-making pada125fenomena coworking space di Bandung. Dengan metode ini, maka akan126dilihat bagaimana tempat-tempat inovasi yang tercipta dengan melihat127relasi mutual antara perusahaan rintisan dengan pelaku dan objek teknis128yang terkait dengan usahanya.129

Ke depan diharapkan penelitian ini bisa menjadi model130bagaimana melacak tempat-tempat inovasi berbasis perusahaan rintisan131dengan melacak dari universitas tempat pendiri perusahaan tersebut132belajar. Ketika jejaring tempat inovasi ini bisa dipetakan melalui133berbagai universitas di suatu kota, maka diharapkan bisa tergambarkan134bagaimana kontribusi universitas dalam membentuk milieu inovasi di135suatu kota. Ketika inovasi yang sudah berjalan di lapangan pada suatu136kota bisa terpetakan dengan baik, paling tidak yang berbasis pada137universitas yang ada di kota tersebut, maka ini menjadi dasar untuk138mengembangkan kebijakan membangun kota inovasi dengan strategi139bottom-up. Strategi ini diharapkan bisa menjadi suatu pendekatan140bagaimana konsep enterpreneurial university dari ITB bisa berkontribusi141pada pembentukan milieu inovasi bagi kota Bandung.142

2 Taman Inovasi dalam Perspektif Teori Jejaring-Aktor143Membicarakan konsep Taman Inovasi tidak bisa dilepaskan dari144

konsep inovasi itu sendiri. Banyak pemahaman baru mengenai proses145inovasi menjadi perhatian para akademisi dalam tiga dekade terakhir.146Kristalisasi yang paling mengemuka yang menjadi ejawantah dari konsep147Taman Inovasi ini adalah ajuan teori Triple Helix dari Henry Etzkowitz148(Etzkowitz, 2008). Buku The Triple Helix karangannya menjadi dasar149yang populer bagi penerapan model-model hibrida dari berbagai lembaga150yang terkait inovasi. Pemerintah, akademisi dan industri menjadi ujung151tombak dari pangkal inovasi yang ujungnya dapat dilihat sebagai152pembaruan manfaat bagi masyarakat luas.153

Page 8: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 5

Kolaborasi tiga lembaga yang menjadi pangkal inovasi adalah154kunci dari terjadinya inovasi. Menurut Etzkowitz, diperlukan sebuah155tempat netral, di mana seluruh aktor yang memiliki latar belakang156berbeda dapat terlibat secara mendalam pada proses pengembangan ide-157ide baru untuk mendorong kemajuan ekonomi (Etzkowitz, 2008:78).158Tempat netral yang dimaksud Etzkowitz dinamai Consensus Space.159Berbagai diskusi mengenai konsep Consensus Space ini diajukan oleh160banyak lembaga, ada yang berhasil dan banyak juga yang tidak.161Kegagalan dan keberhasilan terjadi karena banyak faktor, tetapi faktor-162faktor tersebut pada umumnya, berakar dari satu permasalahan yang163sama: kekuatan relasi antaraktor dalam pelaku inovasi.164

Banyak upaya untuk membentuk Consensus Space yang165mendorong terjadinya inovasi. Salah satu contoh yang seringkali166diangkat adalah Silicon Valley di Stanford. Sebuah percobaan yang167dilakukan di tempat ini menjadi besar dan akhirnya menjadi sebuah168perusahaan kelas dunia yang beroperasi secara global, hal tersebut169membuat Silicon Valley terkenal dalam model inovasi dan adaptasi170industri. Perlu dilihat juga, Silicon Valley adalah tempat yang171dikondisikan berabad-abad. Mulai dari pendirian Stanford karena172Amerika Serikat kekurangan tenaga kerja dan insinyur, hingga pendirian173Joint-Venture Silicon Valley (JVSV), bukanlah sebuah proses yang174pendek. Banyak relasi yang dibangun juga diputus dalam pembangunan175JVSV ini, sehingga analisis JVSV tidak bisa dilakukan dalam sebuah176kerangka waktu yang terputus.177

Ada juga upaya untuk mereplikasi JVSV yang tergolong gagal.178Sebuah diskusi di New York Academy of Sciences dilakukan untuk179mengakomodasi rencana aksi yang tepat dalam penerapan teknologi.180Upaya untuk membentuk Consensus Space di tingkat tinggi ini berujung181buntu. Pasalnya, karena penciptaan Consensus Space yang tepat untuk182proses pembentukan kawasan inovasi dibutuhkan ketertarikan dari183berbagai pihak, selain dari kredibilitas dan kemampuan dalam184mengambil keputusan, dalam “mengisi” Consensus Space tersebut dan185bukan hanya merencanakannya (Etzkowitz, 2008:79).186

Upaya lintas benua juga pernah dilakukan oleh Russia dan187Amerika Serikat di awal 1990. Pembentukan Project Eureca (Enhancing188University Research and Entrepreneurial Capacity) untuk membentuk189tempat serupa Silicon Valley di Russia. Empat universitas dari Amerika190Serikat memberikan pelatihan entrepreneurial dalam proyek ini191(University of Maryland, University of Washington, UCLA, Purdue).192

Page 9: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

6 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

Dukungan dua tahun dalam proyek ini menghasilkan total 2,5 juta dolar193AS per tahunnya. Tujuan inti dari proyek ini adalah membangun194ekonomi berbasis pengetahuan di Russia (Philips, 2013:88).195

Literatur The Triple Helix menyebutkan salah satu elemen196penting dalam perwujudan Consensus Space dalam sebuah inovasi yang197terjadi secara regional adalah adanya sebuah “kantor” yang khusus198menangani transfer teknologi (Technology Transfer Office. Etzkowitz,1992008:90). Kantor inilah yang kemudian menjadi lembaga di mana200konvergensi teknologi, kebutuhan masyarakat dan kepentingan industri201bertemu dan mencari sebuah titik tengah yang ujungnya adalah202pemanfaatan pengetahuan. Hanya saja, kekurangan dalam pengajuan203konsep Consensus Space pada literatur ini tidak mempersoalkan204bagaimana keterkaitan atau hibrida antara akademisi yang mementingkan205sains, pemerintah yang menjadi abdi masyarakat, serta industri yang206mencoba mencari untung terbentuk dan bertahan dalam sinergi mereka.207

Konsep Taman Inovasi yang diajukan Etzkowitz berujung pada208sesuatu yang disebut Technopolis. Maksud dari hal itu tentu saja adalah209bentuk sebuah Consensus Space yang berujung inovasi. Tetapi Etzkowitz210tidak pernah mempersoalkan mengenai detail “pengisi” Consensus Space211ini. Jika menyebut techno dalam keterkaitan inovasi sebuah kawasan,212maka techno seperti apa yang harusnya muncul? Bagaimana kesesuaian213techno ini dalam menghadapi permasalahan yang dialami masyarakat di214kawasan tersebut? Bagaimana memberikan validasi terhadap hal ini?215

Kritisi pada hal senada bisa dijawab dari konsep Situasi Pro-216Inovasi (Yuliar, 2011:205-207). Upaya untuk memperluas jejaring yang217mendukung kebutuhan akademisi, keperluan masyarakat, serta218pengayaan industri menjadi hal yang juga penting, selain menyesuaikan219keadaan dengan pasar (gambar 1). Upaya ini harus ditempuh dengan220cara-cara yang sesuai, mengacu pada kawasan di mana Consensus Space221ini dipilih. Melalui cara ini, maka banyak hal yang sangat menentukan,222selain dari orang-orang yang menjadi pertimbangan dalam pemilihan223Consensus Space. Perluasan jaringan pada Lembaga Swadaya224Masyarakat, institusi lokal, hingga agenda-agenda pembangunan global225menjadi sangat penting dalam pemilihan Consensus Space ini.226

Kebutuhan analisis sosial yang lebih luas daripada sekedar227melihat pelaku manusia akan sangat dibutukan dalam analisis situasi pro-228inovasi. Banyaknya elemen-elemen yang menentukan dari segi pemilihan229tempat, nyatanya, bukan manusia. Pemilihan lokasi, banyaknya230didasarkan pada keadaan permukaan bumi. Keterkaitan antarinstitusi,231

Page 10: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 7

umumnya diwakili oleh landmark tertentu (kawasan industri atau posisi232kampus). Kegiatan kerja yang intensif teknologi dilakukan berdasarkan233ketersediaan sumber daya (WiFi, listrik, kedekatan dengan pusat kota).234Semua yang digunakan untuk membentuk situasi pro-inovasi tidak hanya235bergantung pada manusia.236

237238239240241242243244245246247248

Gambar 1 Situasi Pro-Inovasi (Yuliar, 2011).249250

Oleh karena itu pendekatan yang digunakan oleh ANT layak251untuk diujikan pada paper ini. Pendekatan ANT menggunakan konsep252Translasi (Latour, 1987, 2005) untuk menjelaskan bagaimana relasi253antarentitas terjadi. Konsep Translasi, menurut Latour, adalah254mentransformasikan aksi ke dalam sebuah format yang didukung oleh255aktor lain dalam mencapai tujuan. Perlakuan transformasi ini256membutuhkan sebuah perantara, yang dilihat oleh ANT, juga aktif dalam257mentransformasikan tujuan. Perantara seperti ini bisa saja non-manusia,258tetapi karena perantara ini aktif melakukan transformasi, maka259transformasi ini yang perlu dianalisis. Kesesuaian transformasi dengan260tujuan-tujuan aktor tertentu, hingga proses terjadinya pemenuhan tujuan261tersebut menjadi hal yang diakomodasi oleh analisis translasi dalam262ANT. Selain itu, keiikutsertaan aktor non-manusia juga diakomodasi263penuh oleh ANT. Membedakan dengan mereka yang memberikan264analisis tanpa mengindahkan transformasi yang dilakukan oleh aktor265non-manusia, maka ANT memberikan nama pada aktor yang melakukan266transformasi dengan istilah mediator (Latour, 2005). ANT adalah analisis267translasi oleh mediator-mediator yang menjalin relasi di antara mereka.268

Page 11: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

8 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

3 Tinjauan Kewirausahaan Alumni Institut Teknologi Bandung269Gagasan tentang pengembangan kewirausahaan di Institut270

Teknologi Bandung (ITB) sudah berlangsung sejak lama. Disadari,271bahwa ilmu pengetahuan, teknologi, dan seni (ipteks) akan lebih efektif272bermanfaat di masyarakat jika bisa dikembangkan lewat kegiatan bisnis273atau kewirausahaan yang akan memberi nilai tambah secara ekonomi. Di274lapangan, kegiatan ini sudah berlangsung pada para dosen secara275personal maupun berkelompok dalam suatu kelompok studi atau276laboratorium tertentu. Secara resmi, beberapa tahun lalu ITB mendirikan277Pusat Inkubator Bisnis (PIB) untuk menjembatani ide-ide inovasi278berbasis ipteks ke dalam bisnis, dan kemudian bertransformasi menjadi279Lembaga Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB.280

Alumni ITB banyak yang menjadi pembisnis dengan mendirikan281perusahan rintisan (start-up enterprises) hal ini terjadi karena adanya role282modeling yang sangat nyata dari para senior mereka yang berhasil283membangun perusahaan besar yang berkontribusi terhadap perekonomian284nasional. Setiap fakultas yang ada di ITB melahirkan alumni-alumni285yang mendirikan perusahan rintisan. Alumi ITB yang mendirikan286perusahan rintisan ada yang memulai dari dukungan LPIK-ITB dan ada287juga yang mendirikan perusahaannya secara swadaya setelah lulus ITB.288

Hampir setiap perusahaan rintisan alumni ITB memilih tempat289atau lokasi kantor di kota Bandung dengan alasan Bandung memiliki290banyak reasource terutama untuk human resources yang sangat291menunjang perkembangan usaha mereka, memiliki suasana akademis292yang kondusif dan tingkat stres atau kepadatan tidak setinggi ibu kota293sehingga nyaman untuk ber-inovasi, biaya hidup di bandung yang tidak294terlalu tinggi, letak kota bandung yang tidak jauh dengan ibu kota dan295dekat dengan kampus almamater. Kedekatan dengan kampus almamater296ini menimbulkan terjadinya relasi antara kampus almamater dengan297perusahaan rintisan alumni.298

Perusahan rintisan alumni ITB berkembang dengan perspektif299problem solving. Beberapa perusahan rintisan alumni ITB antara lain300Helion merupakan perusahaan rintisan alumni yang di dirikan dari301melanjutkan project riset mereka saat masih kuliah di ITB. Helion302merupakan perusahaan rintisan yang mengembangkan satelit dengan303konsep flying BTS. Helion saat ini memanfaatkan fasilitas working space304LPIK-ITB untuk lokasi kantor atau pengembangan produk mereka.305Selaian Heloin masih banyak lagi perusahaan rintisan alumni ITB yaitu306Dycode & dycodeX, PT Ganeca Environmental Services, eFishery,307

Page 12: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 9

Juragan Acoek, YAPH Studio, Kenangan Manis, CV Artmadilaga, The308Goodlife Kitchen Lab, IDEAS Indonesia, DAA Interplan Indonesia, SAB309Indonesia, Arsenesia, PT. Smartadeco Indonesia, PT. Fusi Global310Teknologi, ProCodeCG, PT. Rekayasa Solverindo, Agate Studio,311Ganesha Mycosoft, Nightspade, No Limit Indonesia, Radya Labs312Teknologi, PT. Robomarine Indonesia dan lain sebagainya. Semua313perusahaan rintisan alumi ITB masih menjaga hubungan baik dengan314almamater mereka yaitu ITB, baik dengan para dosen maupun adik315tingkat mereka di ITB. Terjalinya hubungan baik ini menimbulkan316adanya penciptaan tempat diskusi baik secara formal maupun informal.317

4 Telaah Penciptaan Tempat Perusahaan Rintisan Alumni ITB318

4.1 Deskripsi Penciptaan Tempat oleh Perusahaan Rintisan319Penelitian ini mengambil kasus 24 perusahaan rintisan alumni320

Institut Teknologi Bandung (ITB). Pemilihan kasus didasarkan pada321keterwakilan program studi (prodi) yang menghasilkan alumni yang322memilih karir sebagai wirausahawan didasarkan pada hasil tracer study.323Kasus perusahaan rintisan yang diteliti dilacak melalui dosen-dosen prodi324yang dianggap pro-inovasi (secara konsisten melakukan penelitian dan325kegiatan bisnis), dengan harapan perusahaan rintisan yang diteliti masih326mempunyai keterkaitan dengan almamater. Pengambilan data dilakukan327melalui wawancara terstruktur, dengan struktur pertanyaan mengadopsi328Teori Jejaring-Aktor, dengan pendiri (founder) perusahaan rintisan329sebagai responden.330

Secara umum, profil perusahaan rintisan dilihat dari rentang lama331berdiri, jumlah karyawan tetap, dan jenis produk yang dipilih. Data-data332yang didapatkan diharapkan dapat memberikan gambaran tentang333kestabilan usaha dari perusahaan rintisan yang diteliti. Rentang lama334berdiri perusahaan rintisan bervariasi, mulai dari 1 hingga di atas 15335tahun. Jumlah karyawan tetap juga bervariasi, dari kurang dari 5 orang336hingga lebih dari 25 orang, tergantung dari jenis usaha yang dipilih. Jenis337produk yang dipilih pun menunjukkan variasi, mulai jasa, piranti lunak,338produk pangan dan sandang, dan piranti keras. Dilihat dari usia339perusahaan, terlihat dominan berusia di bawah 5 tahun, dan hal ini bisa340ditafsirkan bahwa menguatnya isu kewirausahaan dalam perguruan tinggi341yang secara kuat mempengaruhi mahasiswa masih berlangsung belum342cukup lama, dan belum mampu menghasilkan perusahaan-perusahan343

Page 13: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

10 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

Jasa33%

Piranti Lunak25%

Produk pangan dansandang

21%

Piranti keras21%

1-5 tahun66%

5-10 tahun21%

10-15 tahun13%

0-5 orang37%

5-10 orang25%

10-25 orang17%

Di atas 25 orang21%

rintisan yang stabil dalam menjalankan usahanya. Namun kalau dilihat344dari jumlah karyawan tetap dan jenis produk yang dipilih, terlihat345keberanian dalam mengambil resiko, dan ini menunjukkan etos346kewirausahaan yang kuat dari para pendiri perusahaan rintisan yang347diteliti (gambar 2).348

349350351352353354355356357358359360361362363364365366367

Gambar 2 Profil Perusahaan Rintisan yang Diteliti368369

Relasi perusahaan rintisan dengan almamater (ITB) dilihat dari370alasan berwirausaha, peran ITB dalam berwirausaha, dan relasi dengan371ITB saat ini. Dilihat dari alasan berwirausaha, berimbang proporsi antara372founder yang menyatakan alasan berwirusaha karena melihat peluang373pasar dengan yang melihat potensi yang dimiliki (hobby, idealisme, dan374aplikasi ilmu, gambar 3 atas). Peran ITB dalam berwirausaha lebih375banyak karena peran institusi ini sebagai lembaga ilmu pengetahuan,376yang tercermin dalam bekal pengetahuan, pola pikir dan etos kerja, serta377brand yang dianggap berpengaruh bagi pengembangan usaha dari378perusahaan rintisan. Namun pada beberapa perusahaan rintisan, peran379ITB dalam pengembangan usaha didapatkan melalui beberapa program380kewirausahaan dan kegiatan riset inovasi yang sudah berlangsung pada381laboratorium tempat pendiri pernah elakukan aktivitas di tempat tersebut382

Page 14: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 11

Relasi dengan ITB saat ini

0%5%

10%15%20%25%30%35%

(gambar 3 tengah). Relasi yang paling banyak dengan almamater383ditemukan melalui relasi dengan program studi asal founder, baik melalui384bermitra dengan dosen, menjadi pengajar, atau tempat magang. Hal ini385menunjukkan bahwa relasi dengan prodi adalah relasi tempat yang paling386mudah tercipta.387

388389390391392393394395396397398399400401402403404405406407408409410411412413414415416417418419

Gambar 3 Relasi Perusahaan Rintisan dengan ITB420

Alasan Memulai Usaha Rintisan

0%

10%

20%

30%

40%

50%

60%

Peran ITB untuk Berwirausaha

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

40%

45%

Page 15: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

12 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

Beberapa perusahan rintisan mempunyai relasi dengan lembaga421riset dan inovasi di ITB (laboratorium, LPIK) dan ini menunjukkan422bagaimana sesungguhnya transformasi riset dan inovasi ke dalam bisnis423melalui perusahaan rintisan berlangsung di ITB. Namun ada perusahaan424rintisan yang menjadikan civitas ITB sebagai pangsa pasar, dan ini425menjadi menarik yang memperlihatkan keberlangsungan relasi bisnis426antara perusahaan rintisan dengan almamater-nya (gambar 3 bawah).427

Relasi antara tempat perusahaan rintisan dengan kegiatan usaha428dilihat dari alasan berkantor di Bandung, pemilihan lokasi, kontribusi429tempat untuk usaha, dan penciptaan suasana. Bandung dipilih sebagai430kantor usaha sebagian besar karena pertimbangan produksi (kualitas431lingkungan, ketersediaan SDM, asal domisili, suasana produktif, dekat432dengan produksi, dan keberadaan komunitas), meskipun alasan yang433didorong oleh faktor konsumsi (pangsa pasar, dekat dengan jakarta) juga434menjadi alasan yang cukup signifikan (gambar 4 atas). Alasan pemilihan435lokasi juga lebih banyak karena faktor produksi (kenyamanan kerja,436murah, dekat dengan sumber daya, dekat dengan fasilitas umum, milik437sendiri/ keluarga), meskipun pertimbangan produksi (dekat akses tol,438mudah dijangkau konsumen, tempat kumpul komunitas) juga menjadi439pertimbangan yang cukup signifikan (gambar 4 tengah atas). Kontribusi440tempat untuk pengembangan usaha juga didominasi oleh faktor produksi,441terutama suasana kerja dan akses ke sumber daya, meskipun ada faktor-442faktor konsumsi seperti dekat akses tol, mudah dijangkau konsumen, dan443citra tempat juga menjadi pertimbangan yang signifikan (gambar 4444tengah bawah). Perusahaan rintisan ini menciptakan suasana tempat yang445lebih berorientasi pada eksplorasi pengetahuan dan kebersamaan446(kenyamanan kerja, suasana interaksi/ diskusi, informalitas/447kekeluargaan) daripada suasana produktif untuk mencapai target-target448usaha (kerapian dan ketertiban, semangat/ produktivitas kerja, gambar 4449bawah). Dari data-data di atas, penciptaan tempat oleh perusahaan450rintisan lebih didasarkan pada pertimbangan produksi, terutama451eksplorasi pengetahuan dan akses terhadap sumber daya manusia.452Tempat-tempat yang diciptakan oleh perusahaan rintisan alumni ITB ini453menunjukkan fenomena inovasi dalam pengertian bagaimana melakukan454transformasi pengetahuan yang dimiliki ke dalam suatu bisnis yang455berkelanjutan.456

457458459

Page 16: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 13

460461462463464465466467468469470471472473474475476477478479480481482483484485486487488489490491492493494495496497498499500501502

Gambar 4 Relasi Tempat Perusahaan Rintisan503

Alasan Lokasi Kantor

0%5%

10%15%20%25%30%

Alasan Berkantor di Bandung

0%5%

10%15%20%

25%30%35%40%

Kontribusi Tempat untuk Usaha

0%

5%

10%

15%

20%

25%

30%

35%

Penciptaan Suasana

0%5%

10%15%

20%25%

30%35%

Page 17: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

14 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

4.2 Analisis Sosio-Teknogram Penciptaan Tempat oleh504Perusahaan Rintisan505

Analisis sosio-teknogram dilakukan untuk melihat relasi506antara aktor-dan artifak antara perusahaan rintisan dengan ITB dan kota507Bandung. Sosio-teknogram merupakan sebuah diagram yang508menggambarkan secara datar bagaimana jejaring aktor dan artifak.509Dengan analisis ini diharapkan bisa diinterpretasi bagaimana tempat-510tempat inovasi perusahaan rintisan tercipta dari jejaring aktor-artifak511yang ada dalam pengembangan usahanya.512

Untuk memudahkan membaca relasi aktor-artifak, perusahaan513rintisan dikelompokkan menjadi 3 kelompok: 1) perusahaan rintisan yang514mempunyai lahir program kewirausahaan, yaitu Ideas, e-fishery, Helion,515Arsenesia, dan Radya Labs, 2) perusahaan rintisan yang mempunyai516relasi dengan laboratorium di ITB, yaitu Dycode, Fusi Global, dan517Robomarine, dan 3) perusahaan rintisan yang masih mempunyai relasi518dengan program studi asal founder, yaitu Ganeca Environment, DAA519Interplan, Ganeca Mycosoft, dan Goodlife Kitchen.520

Beberapa perusahaan rintisan lahir dari program kewirausahaan521yang diselenggarakan oleh aneka lembaga. Dari 4 perusahaan rintisan522yang dianalisis, 3 perusahaan menunjukkan relasi dengan Lembaga523Pengembangan Inovasi dan Kewirausahaan (LPIK) ITB, dua diantaranya524relasinya masih berlanjut (Ideas dan Helion) sedangkan satu (e-Fishery)525sudah tidak berlanjut. Dari ketiga perusahaan rintisan ini, tidak satu pun526yang masih mempunyai relasi dengan prodi asal founder dalam kegiatan527usaha saat ini. Sementara satu perusahaan rintisan yang berasal dari528program kewirausahaan yang tidak terkait dengan ITB (Arsenesia) justru529masih mempunyai relasi dengan prodi asal founder melalui kegiatan530magang dan mentor dari alumni prodi (gambar 5).531

Bebarapa perusahaan rintisan lain mempunyai relasi dengan532keberadaan laboratorium di ITB, baik secara formal (Fusi Global dan533Robomarine) maupun informal (Dycode). Relasi dengan laboratorium ini534menjadi penting, karena laboratorium merupakan tempat (place) di mana535pengetahuan diproduksi secara intensif. Relasi laboratorium dengan536perusahaan rintisan menjadi penting karena akan terlihat bagaimana537transformasi penelitian dan inovasi ke dalam bisnis. Ketiga perusahaan538rintisan ini terlihat juga masih mempunyai relasi dengan prodi asal539founder, baik lewat kegiatan magang atau kemitraan dengan dosen540(gambar 6)541

542

Page 18: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 15

543544545546547548549550551552553554555556557558559560561562563564565566567568569570571572573574575576577578579580581582583584585586587

Gambar 5 Sosio-teknogram perusahaan rintisan yang dibentuk oleh program588kewirausahaan589

Jakarta

Konsumen

Riset

Training

LPIK ITB

KantorStartup

Founder

ITB

ProdiAsal Founder

Bandung

SuasanaKreatif

Pertemanan

Produk

Sumber produksidi luar Bandung

BNI MitraKampus

ProdiLain

NUS

Konsumen

KantorStartup

Founder

ITBBandung

ProdiAsal Founder

Sumber produksidi Bandung

Riset NUS

ProfessorNUS

Produk

BNI MitraKampus

Komunitas

Magang

Mentor

Diskusi

Founder

Nokia TapThat Awards

Konsumen

ITBBandung

Nokia

ProdiAsal Founder

KualitasLingkungan

Pengetahuan

KantorStartupStartup

Lain

Alumni Kelas(Kuliah)

SDM Mahasiswa

Produk

SDM

LPIK ITB

Dikti

StartupLain

Founder

SmallSatelliteProjectKonsumen

ITBBandung

Sumber produksidi Bandung

KantorStartup

Produk

CoworkingSpace

Prodi

Page 19: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

16 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

590591592593594595596597598599600601602603604605606607608609610611612613614615

Gambar 6 Sosio-teknogram perusahaan rintisan yang mempunyai relasi dengan616laboratorium di ITB617

Secara natural, relasi dengan program studi asal founder menjadi618relasi yang paling natural antara perusahaan rintisan. Relasi ini bisa619terjadi hanya satu arah, artinya prodi hanya memberikan bekal620pengetahuan, selanjutnya perusahaan rintisan mengembangkan sendiri621usahanya, seperti yang terjadi pada Ganeca Mysoft. Beberapa perusahaan622rintisan masih menjalin relasi timbal balik dan berkelanjutan dengan623prodi, seperti kemitraan dengan dosen (seperti pada DAA interplan), atau624berbagi pengetahuan dengan mahasiswa prodi (seperti Ganeca625Environment dan Goodlife Kitchen). Perusahaan rintisan ini tidak626membangun relasi magang untuk mahasiswa seperti halnya perusahaan627rintisan yang mempunyai relasi dengan laboratorium di ITB (gambar 7).628

Founder

ITB

Magang

Laboratorium

Jakarta Bandung

Komunitas

KenyamananKerja

Akseske Tol

Pertemanan

KonsumenProdi

Asal Founder

KantorStartup

Mahasiswa

DiskusiProduk

PeralatanDosen

PAU

Produk

Konsumen

SDM

Founder

IC Mikro-elektronika

ITBBandung

ProdiAsal Founder

KantorStartup

Akseske Tol

KualitasLingkungan

Jakarta

KomponenProduk

TugasAkhir

CentrumDosen

PAU

Produk

Konsumen

Founder

ITBBandung

ProdiAsal Founder

KantorStartup

Mahasiswa

Page 20: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 17

629630631632633634635636637638639640641642643644645646647648649650651652653654655656657658659660661662663664665666

Gambar 7 Sosio-teknogram perusahaan rintisan dengan program studi asal founder667

Dosen

Ospek

Mahasiswa

Mentor

Alumni

Founder

ITBJakarta Bandung

Komunitas

Pertemanan

KonsumenProdi

Asal FounderKenyamananKerja

Akseske Tol

Kelas(Kuliah)Produk

KantorStartup

Co-founder

Pengetahuan

Jakarta

Konsumen

Founder

ITBBandung

Pertemanan

ProdiAsal Founder

KualitasLingkungan

KantorStartup

Akseske Tol

ProdukDosen

ProdiLain

Dosen

Ospek

Mahasiswa

Mentor

Alumni

Founder

ITBJakarta Bandung

Komunitas

Pertemanan

KonsumenProdi

Asal FounderKenyamananKerja

Akseske Tol

Kelas(Kuliah)Produk

KantorStartup

Image

Pengetahuan

Co-founder

Dosen

Founder

ITBBandung

Pertemanan

Konsumen Komunitas

KantorStartup

Kelas(Kuliah)

Mahasiswa

ProdiAsal Founder

Produk

Page 21: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

18 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

Dari analisis ini, ada beberapa temuan penting yang didapatkan:6681. Relasi yang paling banyak dibangun antara perusahaan rintisan669

dengan ITB adalah relasi antara pendiri dengan program studi.670Sebagian relasi bersifat satu arah, artinya prodi hanya memberikan671bekal pengetahuan dan ada relasi yang bersifat timbal balik dan672berkelanjutan hingga sekarang.673

2. Untuk relasi yang bersifat mutual antara perusahaan rintisan dengan674program studi, ada tempat-tempat penting yang tercipta karena relasi675ini, yaitu kantor perusahaan rintisan sebagai tempat magang, ruang-676ruang kelas prodi untuk pendiri berbagi pengetahuan dengan677mahasiswa, dan ruang-ruang diskusi di prodi tempat pendiri678berdiskusi dengan dosen sebagai mitra usaha mereka.679

3. Laboratorium menjadi tempat penting dalam relasi antara program680studi dengan perusahaan rintisan: relasi yang tercipta menunjukkan681keberlanjutan antara produksi pengetahuan di ITB dan682transformasinya ke dalam bisnis perusahaan rintisan.683

4. Program kewirausahaan yang diselenggarakan oleh beberapa684lembaga termasuk LPIK ITB mampu menghasilkan perusahaan685rintisan, namun belum menunjukkan relasi yang kuat dengan prodi686sebagai agen produksi pengetahuan utama di ITB.687

5 Penutup688Dengan menggunakan pendekatan teori jejaring aktor, penelitian689

ini sementara bisa mengungkap bagaimana perusahaan rintisan690menciptakan tempat untuk inovasi, terutama mentransformasikan691pengetahuan yang diperoleh dari universitas menjadi bagian dari usaha692yang dijalankan. Relasi tempat yang paling natural dan banyak terjadi693antara kantor start-up dengan prodi asal pendiri start-up, melalui aktivitas694magang, perkuliahan, dan kemitraan dengan dosen. Laboratorium atau695pusat penelitian juga menjadi tempat untuk menghasilkan perusahaan696rintisan yang mempunyai relasi kuat dengan program studi asal pendiri.697Program-program kewirausahaan yang diselenggarakan oleh beberapa698lembaga termasuk LPIK ITB juga mampu menghasilkan perusahaan699rintisan, namun program ini masih belum mampu membuat jejaring kuat700dengan kegiatan pengembangan pengetahuan pada prodi asal pendiri.701Keterputusan relasi antara program kewirausahaan top-down dan gerakan702kewirausahaan bottom-up menjadi catatan penting untuk penelitian ini.703

Page 22: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

Penciptaan Tempat untuk Inovasi 19

Artikel ini merupakan kertas kerja yang masih perlu704penyempurnaan lebih lanjut. Aspek penciptaan tempat yang dibahas705masih sebatas antara relasi antara kantor perusahaan dengan ITB.706Bagaimana relasinya secara lebih luas dengan kota Bandung, meskipun707data-data sudah tersaji, belum banyak dianalisis dan diinterpretasi.708

Kontribusi yang diharapkan dari penelitian ini adalah membaca709kekuatan sosial dalam penciptaan tempat inovasi melalui telaah jaringan710aktor dan artifak. Dengan metode ini diharapkan dapat dilacak711bagaimana perusahaan rintisan alumni ITB menciptakan tempat712berdasarkan relasinya dengan pelaku dan objek teknis lainnya. Ke depan713metode ini diharapkan bisa memetakan penciptaan tempat perusahaan714rintisan dan relasinya dengan pelaku dan tempat lain di kota Bandung.715

6 Referensi716[1] Agrirachman, F.A., dan Ekomadyo, A.S. (2017) Analisis Teori Jaringan717

Aktor Pada Co-Working Space Dan Komunitas Startup Di Bandung.718Seminar Nasional Kearifan Lokal dalam Perspektif Global , ISBN 978-719602-73691-5-3, Universitas Sumatera Utara Medan, 25-26 Januari 2017720

[2] Dovey, K (2010). Becoming Places: Urbanism/ Architecture/ Identity/721Power. London: Routledge722

[3] Ekomadyo, A.S., Prasetyo, F., dan Yuliar, S. (2013). Place Construction723and Urban Social Transformation: An Actor Network Theory Analysis724for Creative-Kampung Phenomena In Bandung. HABITechno725International Seminar, November 11, 2013. Bandung, Institut Teknologi726Bandung727

[4] Ekomadyo, A.S., dan Yuliar, S. (2014) Social Reassembling as Design728Strategies. 5th Arte Polis International Conference and Workshop –729“Reflections on Creativity: Public Engagement and The Making of730Place”, Arte-Polis 5, 8-9 August 2014, Bandung, Indonesia Procedia -731Social and Behavioral Sciences 184 ( 2015 ) 152 – 160, 1877-0428 ©7322015. doi: 10.1016/j.sbspro.2015.05.075733

[5] Etzkowitz (2008). The Triple Helix: University–Industry–Government734Innovation in Action. New York: Routledge735

[6] Latour, B. (1978) Science in Action: How to Follow Scientist and736Engineers Through Society. Harvard: Harvard University Press.737

[7] Latour, B. (2005). Reassembling the Social: an Introduction to Actor-738Network Theory. New York: Oxford University Press.739

[8] Morgan, P. (2010). Towards a Developmental Theory of Place740Attachment. Journal of Environmental Psychology, March 2010.741doi:10.1016/j.jenvp.2009.07.001742

Page 23: Seminar Nasional Ilmu Pengetahuan, Teknologi, dandosen.ar.itb.ac.id/ekomadyo/wp-content/uploads/...48 (modal dan tenaga kerja). Inovasi juga juga sering dikaitkan dengan daya 49 saing

20 Agus S. Ekomadyo, Tyas Santri, Andhika Riyadi

[9] Phillips, F. (2013) Technopolis: Best Practices for Science and743Technology Cities. New York: Springer.744

[10] Simmie, J. (2005). Innovation and Space: A Critical Review of the745Literature. Regional Studies, Vol. 39.6, pp. 791–806, August 2005746

[11] Simmie, J., and Martin, R. (2010). The economic resilience of regions:747towards an evolutionary approach. Cambridge Journal of Regions,748Economy and Society, 2009, 1–17. doi:10.1093/cjres/rsp029749

[12] Syamwil, I.B. (2010) Enhancing knowledge-based industry: The Case of750ITB’s New Industrial Research Campus Plan in Bekasi, West Java.751Arte Polis 3 International Conference on Creative Collaboration and752the Making of Place. Bandung: Institut Teknologi Bandung.753

[13] Yuliar, S. (2011). Transformasi Penelitian ke dalam Inovasi. Jakarta:754Dewan Riset Nasional,755